Disusun Oleh :
Aliffa Putri
1102018317
Pembimbing:
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Meningitis.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi syarat mengikuti ujian kepaniteraan
klinik di bagian Ilmu Penyakit Saraf.
Penyusunan laporan kasus ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan
berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
dr. Danny Bagus Agfiandi, Sp.S atas bimbingnnya selama penulis menyelesaikan
laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepadateman sejawat atas
dukungan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan materi penulisan dan menambah wawasan penulis. Semoga tinjauan
pustaka ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya pembaca dan rekan-rekan
sejawat.
Aliffa Putri
2
BAB I STATUS
NEUROLOGI
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Nomor CM : 01334363
Usia : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Kp. Nyalindung Simpangsari, Kabupaten Garut
Suku Bangsa : Sunda
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah
Stasus Pekerjaan : Tidak bekerja
Tanggal Masuk : 04 November 2022
Tanggal Pemeriksaan : 07 November 2022
Ruangan : Ruby bawah
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien dan
keluarga pasien di ruang rawat Ruby bawah RSUD dr. Slamet Garut pada tanggal 07
November 2022 pukul 15.00 WIB.
a. Keluhan Utama
Penurunan Kesadaran
Pasien datang dengan ke IGD RSUD dr. Slamet Garut dengan penurunan kesadaran
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit Sebelum pasien mengalami penurunan
kesadraan pasien sempat mengalami nyeri kepala sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit, pasien mengatakan bahwa nyeri kepala yang dialami pasien sangat mengganggu
aktivitas sehari hari Saat ini nyeri kepala terasa lebih berat dari sebelumnya.
3
Keluhan lainnya yaitu demam naik turun sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Demam yang dirasakan pasien sangat mengganggu aktifitas pasien. Setelah pasien
sadar, pasien tampak gelisah dan mengeluh sulit tidur dimalam hari. Pasien juga
mengeluh lemas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan mual, muntah, kejang, penglihatan buram dan penglihatan ganda
disangkal, kuping berdenging, batuk, dan sesak nafas disangkal oleh pasien. BAB dan
BAK tidak ada keluhan. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien belum pernah berobat
sebelumny. Pasien tidak pernah mengkunsumsi OAT sebelumnya.
4
e. Riwayat Alergi
Pasien mengaku tidak memiliki alergi obat maupun makanan
C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis Inadekuat
Kesan : Tampak Sakit Sedang
GCS : E4M6V4
Tanda Vital
1) Tekanan Darah : 120/80 mmHg
2) Nadi : 100 x/Menit
o Irama Denyut Nadi : Reguler
o Kualitas Nadi : Baik
3) Respirasi : 20 x/Menit
4) Suhu : 36.5 oC
5) SpO2 : 98 %
Free AirAspek Kejiwaan
6) Tingkah Laku : Dalam batas normal
7) Alam Perasaan : Dalam batas normal
8) Proses Berpikir : Dalam batas normal
b. Status Generalis
1) Kulit
5
Warna : Sawo matang
Jaringan Parut : Tidak ada
Suhu Raba : Normal
Kelembapan : Lembab
Turgor : Baik, kembali dengan cepat
2) Kepala
Bentuk : Normocephali
Ekspresi Wajah : Tenang
Rambut : hitam lebat, tumbuh teratur, tidak rontok
3) Mata
Exofthalmus : Tidak ada
Endofthalmus : Tidak Ada
Conjungtiva Anemis : -/-
Sklera Ikterik : -/-
4) Hidung
Pernafasan Cuping Hidung : Tidak ada
Deviasi Septum : Tidak ada
Sekret : Tidak ada
Epitaksis : Tidak ada
Sinus : Baik, tidak ada nyeri atau masa
5) Telinga
Lubang : Terlihat lapang
Serumen : Tidak ada
Selaput Pendengaran : Utuh, Intak
Cairan : Tidak ada
Penyumbatan : Tidak ada
Perdarahan : Tidak ada
6) Mulut
Bibir : Pucat dan kering
6
Langit – langit : Normal
Lidah : Lidah Bersih, tidak ada papil
Faring : Tidak Hiperemis
Sianosis Peroral : Tidak ada
Tonsil : T1/T1 Normal
7) Leher
Kelenjar Getah Bening : Tidak ada Pembesaran
Tiroid : Tidak ada Pembesaran
Trakea : Posisi di tengah
JVP : 5 + 2 cm H2O
8) Axilla
Kelenjar Getah Bening : Tidak ada Pembesaran
9) Thoraks
COR
Inspeksi : Iktus Kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V Linea
midclavicularis sinistra
Perkusi :
• Batas Jantung kanan, pada ICS III Linea Parasternalis
Dextra
• Batas Jantung kiri, pada ICS V Linea Parasternalis Sinistra
• Batas pinggang Jantung, ICS III Linea Parasternalis Sinistra
Pulmo (Depan)
Inspeksi : Normochest, dada simetris, gerakan statis dan
dimanis, hematom (-)
Palpasi : Fremitus Vokal Ka=Ki, Fremitus Taktil Ka=Ki
Nyeri tekan (-), Massa (-) Krepitasi (-)
7
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru, peranjakan paru (+)
Aukskultasi : VBS normal, Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
Pulmo (Belakang)
Inspeksi : Normochest, dada simetris, gerakan statis dan
dimanis, hematom (-)
Palpasi : Fremitus Vokal Ka=Ki, Fremitus Taktil Ka=Ki
Nyeri tekan (-), Massa (-) Krepitasi (-)
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Aukskultasi : VBS Normal, Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
10) Abdomen
Inspeksi : Distensi Abdomen (-), sikatriks (-), massa (-)
Hematom (-)
Aukskultasi : Bising Usus (+) Normal
Perkusi : Timpani pada 9 kuadran abdomen, Shifting
Dullness (-)
Palpasi : Nyeri Tekan (-)
• Hepar : Tidak teraba
• Lien : Tidak teraba
• Ascites : Tidak Ada
11) Ekstremitas
SUPERIOR INFERIOR
Purpura -/- -/-
Ptechie -/- -/-
Hematom -/- -/-
Akral Hangat +/+ +/+
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
8
D. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Kesadaran : Compos Mentis GCS
: E4M6V4
KANAN KIRI
Kaku Kuduk +
Laseque + +
Kernig - -
Brudzinski I + +
Brudzinski II + +
Brudzinski III -
Brudzinski IV -
2. Nervus Cranialis
N. I (Olfacrorius)
N. II (Opticus)
Visus Dalam batas normal Dalam batas normal
Lapang Pandang Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. III (Occulomotor)
Ptosis Palpebra - -
9
Pupil (Bentuk danDiameter) 3mm, bulat, isokor 3mm, bulat, isokor
N. IV (Trochlearis)
N. V (Trigerminus)
Sensibilitas Wajah
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
(V.I, N.II, N.III)
M. temporalis dan M.
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
masseter
N. VI Abducens
N. VII (Fascialis)
Mengerutkan Dahi dan
Tidak ada parase Tidak ada parase
Mengangkat Alis
Menutup Mata Tidak ada parase Tidak ada parase
10
N. IX (Glossopharyngeus)
N. X (Vagus)
Refleks Muntah +
N. XI (Accesorius)
N. XII (Hipoglossus
3. Motorik
KANAN KIRI
Kekuatan Otot
Ekstremitas Atas 5 5
Ekstremitas Bawah 5 5
Tonus Otot
4. Refleks Fisiologis
KANAN KIRI
Biceps (BPR) ++ ++
Triceps (TPR) ++ ++
Knee (KPR) Menurun Menurun
11
Achilles (APR) Menurun Menurun
5. Refleks Patologis
KANAN KIRI
Babinski - -
Oppenheim - -
Chaddock - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Hoffman-Trommer - -
HASIL PEMERIKSAAN
Romberge Test Tidak dilakukan
Head To Toe Tidak dilakukan
Past-Pointing Test Tidak dilakukan
5. Gerakan Abnormal
Tremor : Tidak ada
Athetosi : Tidak ada
Mioklonik : Tidak ada
6. Fungsi Luhur
Afasia : Tidak ada
Bicara : Baik
Sikap : Baik
12
7. Fungsi Vegetatif
Uri tidak ada kelainan
Alvi tidak ada kelainan
Hidrosis tidak ada kelainan
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Hematologi dan Kimia Klinik (04/11/2022)
HEMATOLOGI
Hematologi Dengan Diff
Hemoglobin 13.3 g/dL 13 – 18
Hematokrit 39 % 35 ~ 47
MCV 83 Fl 80 ~ 100
MCH 28 Pg/cell 26 ~ 34
MCHC 34 g/dL 31 ~ 37
Hitung Jenis
Basofil 0 % 0–1
Eonsinofil 0 % 1~6
Batang 0 % 3–5
13
Neutrofil 80 % 50 – 70
Limfosit 6 % 30 ~ 45
Monosit 14 % 2 ~ 10
KIMIA KLINIK
Ureum 25 mg/dl 20 ~ 40
SGOT 16 U/L 0 ~ 37
14
2. Pemeriksaan Imunoserologi (05/11/2022)
URINOLOGI
Urine Rutin
Makroskopis
Warna Kuning
Kejernihan Jernih
Kimia Urine
15
Protein Negatif g/L Negatif
Mikroskopis Urine
KIMIA KLINIK
Paket Elektrolit
16
Cloride 97 mEq/L 98 ~ 108
URINOLOGI
Urine Rutin
Makroskopis
Warna Kuning
Kejernihan Keruh
Kimia Urine
Mikroskopis Urine
17
Eritrosit 15 – 18 /lpb 0–1
- Hilus normal
18
2. CT-Scan Kepala Dengan Kontras (9 November 2022)
Temuan Kesan Pemeriksaan :
Hidrocephalus komunikans dengan meningeal enhancement berlebih,
menyokong gambaran meningitis.
19
CT- SCAN KEPALA DENGAN KONTRAS
20
F. RESUME
Pasien Laki-laki usia 20 tahun datang ke IGD RSUD dr. Slamet Garut dengan
penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit Keluhan sebelumnya
pasien mengalami nyeri kepala sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri kepala
yang dialami pasien sangat mengganggu aktivitas sehari hari Saat ini nyeri kepala terasa
lebih berat dari sebelumnya. Demam naik turun sejak 1 bulan sebelum masuk rumah
sakit. Setelah pasien sadar, pasien tampak gelisah dan mengeluh sulit tidur dimalam hari.
Pasien juga mengeluh lemas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pada pemeriksaan status neurologis didapatkan kaku kuduk (+), Brudzinski 1(+),
Brudzinski II (+), Laseque (+), KPR (menurun/menurun), APR (menurun/menurun),
dan pada pemeriksaan CT Scan dengan kontras didapatkan kesan pemeriksaan
Hidrocephalus komunikans dengan meningeal enhancement berlebih, menyokong gambaran
meningitis.
G. DAFTAR PERMASALAHAN
1. Meningitis Serosa ec. Susp. TB Grade II
2. Hidrocefalus
H. PERENCANAAN
a. Rencana Diagnostik
1. Pemeriksaan Lab (Darah Lengkap, Kolesterol, Fungsi ginjal dan hati,
elektrolit)
2. Cek Sputum BTA
b. Rencana Terapi
1) Non-Medikamentosa
1. Tirah Baring
2. Konsul Bedah Saraf
21
2) Medikamentosa
1. IVFD Asering 500 cc 20 tpm
2. IVFD Paracetamol 3x500 mg IV
3. Inj Omeprazole 1x40 mg IV
4. Inj Ketorolac 2x30 mg IV
5. Inj Dexamethason 4x1 IV
6. Inj Ceftriaxone 1x2 gr IV
c. Monitoring dan Edukasi
1) Edukasi pasien dan keluarga terkait kondisi pasien saat ini
2) Edukasi pasien dan keluarga terkait kepatuhan dalam mengonsuksi obat
3) Monitoring tanda-tanda vital setiap hari
I. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia Ad Bonam
Quo ad Fungsionam : Dubia Ad Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
22
J. CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
O/
KU : Sakit Sedang
GCS : E4M6V4 (CM)
TD : 120/90 mmHg
N : 100 x/Menit
SpO2 : 99 % Free Air
S : 36.5 oC
Status Neurologi
- CT Scan kepala dengan
Rangsang Meningeal:
kontras
Kaku kuduk (+),
- Cek Elektrolit
Laseque (+/+),
kernig (-),
Foto Thoraks: Tampak
Brudzinski I (+),
Cor dan Pulmo Normal
Brudzinski II (+)
Nervus Cranialis:
N. VII : DBN
N. XII : DBN
Refleks Fisiologi
BPR:+/+
TPR:+/+
KPR : Menurun/MenurunAPR :
Menurun/Menurun
Refleks Patologi -/- Fungsi Luhur :
DBN
Fungsi Vegetatif : DBN
23
A/
Meningitis Serosa ec. Susp. TB
Grade II
P/
IVFD Asering 500 cc 20 tpmInj.
Dexamethason 4x1IV (H-4)
Inj. Ceftriaxone 1x2gr IV (H-3)
Inj. Omeprazole 1x40mg IV
Inj. Ketorolac 2x30mg IV
08/11/
2022
S/
Nyeri kepala berkurang, mual (+),
muntah (-), demam (-)
O/
KU : Sakit Sedang
GCS : E4M6V4 (CM)
TD : 150/90 mmHg
N : 70 x/Menit
SpO2 : 99 % Free Air
S : 36.5 oC
CT- Scan kepala dengan
kontras terjadwal
Status Neurologi
Rangsang Meningeal:
Kaku kuduk (+),
Laseque (+/+),
kernig (-),
Brudzinski I (+),
Brudzinski II (+)
Nervus Cranialis:
N. VII : DBN
N. XII : DBN
24
Motorik : 5/5 5/5
Refleks Fisiologi
BPR:+/+
TPR:+/+
KPR : Menurun/Menurun
APR : Menurun/Menurun
Refleks Patologi -/-
Fungsi Luhur : DBN
Fungsi Vegetatif : DBN
A/
Meningitis Serosa ec. TB Grade II
P/
Infus NaCl 3% habis dalam 24 jam
2 line dengan infus NaCl 0,9% 20
gtt
Inj. Dexamethasone 4x1 gr IV (H-
5)
Inj. Ceftriaxone 1x2 gr IV (H-4)
Inj. Omeprazole 1x40 mg IV
Inj. Ketorolac 2x30mg IV
09/11/ S/
2022 Pasien mengeluh nyeri kepala,
Demam naik turun
O/ CT- Scan kepala dengan
KU : Sakit Sedang kontras terjadwal hari ini
GCS : E4M6V5 (CM)
TD : 120/90 mmHg
N : 80 x/Menit
25
SpO2 : 99 % Free Air
S : 36.6 oC
Status Neurologi
Kaku kuduk (+),
Laseque (+/+),
kernig (-),
Brudzinski I (+),
Brudzinski II (+)
Nervus Cranialis:
N. VII : DBN
N. XII : DBN
Motorik : 5/5 5/5
Refleks Fisiologi
KPR : Menurun/Menurun
APR : Menurun/Menurun
Refleks Patologi -/-
Fungsi Luhur : DBN
Fungsi Vegetatif : DBN
A/
Meningitis Serosa ec. Susp. TB
Grade II
P/
Infus NaCl 3% habis dalam 24 jam
2 line dengan infus NaCl 0,9% 20
gtt
Inj. Dexamethasone 4x1 gr IV (H-
6)
Inj. Ceftriaxone 1x2 gr IV (H-5)
Inj. Omeprazole 1x40 mg IV
Inj. Ketorolac 2x30mg IV
10/11/ S/
2022 Pasien sulit tidur, nyeri kepala,
demam (-)
O/
Konsul Sp BS
KU : Sakit Sedang
GCS : E4M6V5 (CM)
TD : 140/75 mmHg
N : 106 x/menit
26
SpO2 : 98 % Free Air
S : 36.5 oC
Status Neurologi
Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk (+),
Laseque (+/+),
kernig (-),
Brudzinski I (+),
Brudzinski II (+)
Nervus Cranialis:
N. VII : DBN
N. XII : DBN
A/
Meningitis Serosa ec. Susp. TB
Grade II Hidrocefalus
P/
Infus NaCl 3% habis dalam 24 jam
2 line dengan infus NaCl 0,9% 20
gtt
Inj. Dexamethasone 3x1 gr IV (H-
1)
Inj. Ceftriaxone 1x2 gr IV (H-6)
Inj. Omeprazole 1x40 mg IV
Inj. Ketorolac 2x30mg IV
Glauseta 3x250mg P.O
Paracetamol 3x500 mg P.O
27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Meningitis merupakan inflamasi pada meningen otak akibat bakteri, virus, ataupun jamur.
Meningen adalah tiga jaringan ikat penutup yang mengelilingi, melindungi, dan menggantung
encephalon dan medulla spinalis di dalam cavitas cranii an canalis vertebralis. Meningen terdiri
dari dura mater, arachnoid mater, dan pia mater yang melapisi otak dan medulla spinalis.
Arachnoid mater dan pia mateer dipisahkan oleh cavitas subarachnoid yang berisi cairan
serebrospinal (CSS).1,2
Dura mater merupakan lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium yang terdiri dari
dua lapisan, yaitu lapisan endostal dan lapisan meningeal. Arachnoid mater merupakan
membran yang melekat pada dura dan hanya terpisah oleh suatu ruang, yaitu spatium subdural.
Pia mater merupakan selaput jaringan pneyambung yang tipis menutupi permukaan otak.3
2.2 Epidemiologi
Kementerian Kesehatan (2010) menjelaskan bahwa jumlah kasus meningitis secara
keseluruhan mencapai 19.281 orang dengan rincian laki-laki 12.010 pasien dan wanita 7.371
pasien, dan dilaporkan pasien yang meninggal dunia sebanyak 1.025 orang.4
Meningitis TB merupakan manifestasi infeksi tuberculosis yang paling berat dan
28
menimbulkan kematian dan kecatatan pada 50% penderitanya. Angka kejadian meningitis
sekitar 1% dari seluruh kasus TB. Berdasarkan WHO Global TB Report 2016, estimasi insidens
TB di Indonesia pada tahun 2015 adalah 1.020.000 orang.
TB merupakan infeksi oportunistik tersering pada pasien HIV dan merupakan penyebab
kematian terbanyak pada pasieen dengan AIDS. Meningkatnya angka infeksi HIV juga memiliki
kontribusi terhadap peningkatan insidens TB di seluruh dunia.5
2.3 Etiologi
Meningitis dapat terjadi akibat infeksi dan proses non-infeksi seperti autoimun, kanker, dan
reaksi obat. Bakteri penyebab meningitis bakteri dapat diperkirakan dari usia pasien, faktor
predisposisi yang mendasari, dan proses imunologi. Bakteri Streptococcus pneumonia dan
Neisseria meningitides adalah dua etiologi meningitis bakteri yang paling umum. Bakteri bacil
gram negatif seperti E. coli, Klebsiella, Enterobacter, dan Pseudomonas aeriginosa
memberikan kontribusi 10% dari kasus.3
Gambar
2. Penyebab Meningitis Bakteri menurut Usia dan Faktor Risiko.6
29
seperti HIV/AIDS, pasien yang mendapatkan treapi kortikosteroid kronik, dan pasien dengan
kanker. Jamur yang dapat menyebabkan meningitis, antara lain Cryptococcus neoformans,
Coccidioides immitis, Aspergillus, Candida, dan Mucormycosis.1,8
2.4 Klasifikasi
Meningitis tidak hanya dibagi berdasarkan etiologinya, meningitis juga dapat dibagi
berdasarkan hasil pemeriksaan cairan serebrospinal, yaitu:9 1. Meningitis Serosa
Meningitis serosa merupakan inflamasi pada meningen yang ditandai dengan cairan otak
yang jernih. Penyebab meningitis serosa yang paling sering adalah m. tuberculosis. Virus,
toxoplasma, dan rickettsia juga dapat menyebabkan meningitis serosa.
2. Meningitis Purulenta
Meningitis purulenta merupakan inflamasi meningen yang ditandai dengan cairan otak yang
kental seperti nanah. Penyebab meningitis purulenta tergantung golongan umur, antara lain:
- Neonatus: Streptococcus grup B, L. monocytogenes, dan E. coli. - Usia <4 tahun: H.
influenzae, Meningococcus, dan Pneumokokus. - Usia 4 tahun - dewasa: Meningococcus dan
Pneumokokus.
Pasien meningitis purulenta biasanya mengalami penurunan kesadaran dan sering disertai
dengan diare serta muntah.
2.5 Faktor Risiko
Faktor-faktor yang berkaitan dengan peningkatan risiko meningitis, antara lain status
immunocompromised (infeksi HIV, kanker, dalam terapi obat imunosupreesan, dan
spleenektomi), trauma tembus kranial, fraktur basis cranii, infeksi telinga, infeksi sinus, infeksi
paru, infeksi gigi, adanya benda asing dalam sistem saraf pusat (e.g ventriculoperitoneal shunt),
dan penyakit kronik (gagal jantung kongestif, diabetes, penyalahgunaan alkohol, dan sirosis
hepatik).1,3,6
2.6 Patofisiologi
Proses masuknya bakteri pada meningitis bakteri diawali saat bakteri melakukan kolonisasi
pada nasopharynx dengan berikatan pada sel epiteel menggunakan vili dan membran protein.
Bakteri kemudian melewati sel epitel ke dalam ruang intravaskuler di mana bakteri dapat
terlindungi dari respon humoral komplemen karena kapsul polisakarida yang dimilikinya.
Bakteri memasuki ruang subaraknoid dan cairan serebrospinal (CSS) melalui pleksus koroid
atau kapiler serebral. Bakteri akan bermultiplikasi dengan mudah karena minimnya respons
humoral komplemen CSS. Komponen dinding bakteri atau toksin bakteri akan menginduksi
30
inflamasi di meningen dan parenkim otak, sehingga peermeabilitas sawar darah otak meningkat
dan menyebabkan kebocoran protein plasma ke dalam CSS yang akan memicu inflamasi dan
menghasilkan eksudat purulent di dalam ruang subaraknoid. Eksudat dapat menumpuk dengan
cepat dan terakumulasi di bagian basal otak, meluas ke selubuh saraf kranial, dan menginfiltrasi
dinding arteri sehingga menyebabkan penebalan tunika intima serta vasokonstriksi.6
Mycobacterium tuberculosis masuk melalui inhalasi yang berlanjut dengan kolonisasi
makrofag dalam alveolus. Pada infeksi TB paru aktif, bakteri akan mengalami penyebaran ke
kelenjar getah bening dan masuk dalam aliran darah sistemik. Secara hematogen bakteri TB
mencapai SSP dan membentuk fokus infeksi di parenkim otak. Secara patologi, fokus infeksi
memperlihatkan gambaran lesi fokal berupa peradangan granulomatosa nekrotik. Fokus infeksi
di parenkim otak dapat menjadi infeksi laten atau mengalami aktivasi di kemudian hari. Fokus
infeksi di subkortikal yang mengalami aktivasi dapat pecah ke dalam ruang subaraknoid dan
melepaskan bakteri TB ke dalam CSS dan bermanifestasi sebagai meningitis.5
Fokus infeksi di parenkim otak dapat berkembang menjadi tuberculoma atau membesar
menjadi abses TB. Selain di parenkim otak, fokus infeksi juga terjadi di dinding pembuluh darah
(vasculitis) dan dapat bermanifestasi sebagai stroke. Cabang perforata arteri cerebri media
merupakan pembuluh darah yang paling sering terlibat dan menimbulkan infark di ganglia basal
dan kapsula interna.5
Pada meningitis TB, sasaran utama infeksi m. tuberculosis adalah mikroglia. Mikroglia
merupakan makrofag utama pada parenkim otak yang memiliki
kemampuan yang rendah dalam pengenalan antigen. Pada aktivasi mikroglia yang tereinfeksi
terjadi produksi dan pelepasan sitokin dan kemokin, hal ini bersifat destruktif terhadap parenkim
otak. Kerusakan mikroglia juga menyebabkan apoptosis dan gangguan regenerasi sel neuron.5
Jamur yang paling sering menyebabkan meningitis jamur adalah Cryptococcus neoformans.
Jamur ini merupakan jamur berkapsul polisakarida dan memiliki predileksi khusus ke otak,
sehingga menyebabkan produksi melanin dari l-dopa. Masuknya kriptokokus ke tubuh inang
dimulai dari inhalasi ragi dan basiodiospora ke alveoli paru. Respons tubuh terhadap infeksi
kriptokokus melibatkan komponen seluler dan humoral. Infeksi primer ini umumnya
asimptomatik, kemudian dapat berlanjut menjadi infeksi laten atau dorman. Reaktivasi infeksi
merupakan proses yang mendasari terjadinya meningitis kriptokokus terutama pasien HIV.
Melalui beberapa meekanisme imunologis, kriptokokus dapat terhindar dari proses fagositosis.
Gagalnya proses fagositosis inilah yang menyebabkan diseminasi sistemik jamur criptococcus.
31
Meningitis kriptokokus terjadi akibat penetrasi jamur masuk ke sawar darah otak yang kemudian
akan menyebabkan inflamasi dan membentuk jaringan granulomatosa.8
2.7 Diagnosis
Trias meningitis, yaitu demam, nyeri kepala hebat, dan kaku kuduk; kadang disertai kejang
dan penurunan kesadaran. Pasien dengan meningitis bakteri biasanya datang dengan gejala
demam, sakit kepala, leher kaku, dan penurunan kesadaran. Gejala biasanya berkembang dalam
beberapa jam atau hari. Tanda Brudzinski dan Kernig juga dapat ditemukan serta memiliki
signifikasi yang sama dengan kaku kuduk. Meningitis meningokokal harus dicurigai jika terjadi
perburukan kondisi yang sangat cepat (delirium atau sopor dalam hitungan jam), terdapat ruam
petekie atau purpura, atau syok. Pada infeksi berat dapat terjadi edema serebral, dan peningkatan
tekanan intrakranial, kejang, dan parese saraf kranialis.1,3,5
Cairan serebrospinal (CSS) merupakan spesimen utama yang harus dieksplorasi pada
penegakan diagnosis meningitis. Pungsi lumbal harus dikerjakan pada setiap kecurigaan
meningitis dan/atau ensefalitis.
32
b. Stadium II: GCS 11-14 atau GCS 15 dengan defisit neurologis fokal. Gejala ditandai dengan
nyeri kepala hebat, dapat terjadi penurunan kesadaran, dan paralisis saraf kranialis.
c. Stadium III: GCS < 10 dengan atau tanpa defisit neurologis fokal. Gejala ditandai dengan
kelumpuhan, penurunan tingkat kesadaran sampai koma, nadi dan pernapasan tidak teratur.
Diagnosis meningitis TB tegak apabila ditemukan BTA pada analisa CSS atau pemerikaan
TCM MTB/RIF positif dari CSS, atau tumbuhnya M. tuberculosis pada kultus CSS. Volume
CSS minimal yang direkomendasikan untuk memberikan sensitivitas pemeriksaan mikrobiologi
yang adekuat adalah minimal 6 ml pada dewasa dan 2-3 ml pada anak-anak. Analisis CSS
memperlihatkan pleiositosis dengan predominan limfosit, protein yang tinggi, dan rasio glukosa
CSS dibandingkan glukosa serum yang rendah.5
Diagnosis definitive meningitis TB ditegakkan berdasarkan salah satu dari kriteria berikut:
- Ditemukannya basil tahan asam (BTA) pada CSS.
- M. tuberculosis tumbuh pada kultur CSS.
- Pemeriksaan asam nukleat m. tuberculosis positif pada pasien dengan klinis
meningitis TB.
Pada pemeriksaan darah didapatkan peningkatan leukosit dan penanda inflamasi, dan
kadang disertai hipokalsemia, hiponatremi, serta gangguan fungsi ginjal dengan asidosis
metabolik. Pemeriksaan pencitraan radiologi yang direkomendasikan adalah pemeriksaan CT
scan atau MRI kepala dengan kontras. Temuan tersering yang menunjang diagnosis meningits
TB diantaranya hidrosefalus, penyangatan kontras di daerah basal meningens, tuberculoma,
vasculitis, dan infark.
2.8 Tatalaksana
Meningitis Bakteri merupakan kegawatdaruratan medik. Pemilihan antibiotik yang tepat
adalah langkah yang krusial karena antibiotik harus bersifat bakteerisidal dan meemiliki
efektivitas yang tinggi untuk masuk ke CSS. Pemberian antibiotik harus segera dimulai sambal
meenunggu hasil tes diagnostik. Pilihan antibiotik empiris pada pasien meningitis bakterei harus
berdasarkan epidemiologi lokal, usia pasien, dan adanya penyakit yang mendasari atau faktor
risiko penyerta (Tabel 1).6
33
Usia 2 bulan – 18 tahun N. meningitidis, S. Ceftriaxone/Cefotaxime dapat
pneumonia, H. ditambahkan Vancomycin
influenzae
34
Isoniazid (INH) 5mg/kgBB (4-6mg/kgBB)
Rifampisin (RIF) 10mg/kgBB (8-12mg/kgBB)
Pirazinamid (PZA) 25mg/kgBB (20-30mg/kgBB)
Streptomisin (SM) 15mg/kgBB (12-18mg/kgBB)
Etambutol (EMB) 15mg/kgBB (15-20mg/kgBB)
Nasional Tata Laksana Meningitis Kriptokokus saat ini merekomendasikan terapi induksi
amfoterisin B 0,7-1mg/kgBB perhari IV selama 2 minggu dikombinasikan dengan flukonazol
35
800-1200mg/hari peroral. Setelah 2 minggu, terapi dilanjutkan fase konsolidasi dengan flukonazol
800mg/hari peroral selama 8 minggu. Pemberian profilaksis sekundeer dengan flukonazol
200mg/hari tetap dialnjutkan hingga CD4 >200sel/microliter.
2.9 Komplikasi
Terdapat beberapa faktor risiko baik secara langsung maupun tidak langsung terkait
dengan salah satu atau lebih komplikasi neurologis (Tabel 3). Usia secara langsung
meempeengaruhi prognosis pasien. Jenis organisme, virulnsi, dan jumlah organisme yang
masuk, port de entry bersama dengan kerentanan pasien diperhitungkan dalam
perkembangan neurologis.5,10
Intrakranial Ekstrakranial
Onset Akut
Penurunan kesadaran
Edema cerebri dan peningkatan TIK Kejang onset akut
Paralysis nervus cranialis
Hidrosefalus
Defisit sensorineural
Hemiparesis atau Tetraparesis Kebutaan
Demam prolong
Syok sepsis dan DIC
Kolaps vasomotor
Hilangnya reflex jalan napas
Henti napas
Disfungsi hipotalamus dan endokrin lainnya
Hiponatremia
Kematian
Onset Lanjut
Epilepsi
Abnormalitas cerebrovascular
Tabel 3. Komplikasi meningitis
36
Ketidaksadaran pada awal penyakit, kejang berkali-kali dan berkepanjangan (>72 jam),
penggunaan inotropic, dan leukopenia merupakan predictor penting dari hasil neurologis
yang merugikan. Menurut penelitian, pasien dengan gejala defisit neurologis berlangsung
selama >24 jam, tanda neurologis fokal, ataxia, atau penurunan kesadaran meskipun telah
dimulainya terapi yang memadai dan tepat dan konsentrasi natrium yang reendah dikaitkan
dengan hasil yang merugikan. Presentasi klinis meningitis lainnya yang berhubungan dengan
peningkatan risiko komplikasi neurologis adalah konsentrasi glukosa CSS yang rendah dan
jumlah bakteri di CSS > 10 cfu/ml.
a. Penurunan Kesadaran
Penurunan kesadaran pada meningitis biasanya disebabkan oleh peningkatan TIK.
Penurunan kesadaran didahului oleh delirium, tanpa tanda dan gejala lateralisasi. Tingkat
kesadaran memiliki signifikansi prognostik, pasien yang pingsan, atau koma saat pertama
kali masuk rawat inap lebih mungkin untuk memiliki hasil yang merugikan dibandingkan
pasien yang letargi atau somnolen.
b. Peningkatan Tekanan Intrakranial dan Edema Cerebri
Aliran darah serebral atau cerebral blood flow (CBF) dipertahankan pada tingkat yang
relatif konstan oleh mekanisme pengaturan otomatis. Pengaturan ini menyesuaikan CBF
sesuai dengan kebutuhan metabolisme dan mengatur perubahan resistensi pembuluh darah
otak atau cerebrovascular resistance (CVR). Selama demam atau kejang terjadi peningkatan
aktivitas metabolisme di otak sehingga dapat menyebabkan peningkatan CBF.
PaO2 dan PaCO2 arteri memiliki efek pada CBF. PaO2 arteri <50mmHg memiliki efek
paling signifikan pada CBF dan dapat menyebabkan vasodilatasi untuk mempertahankan
suplai oksigen dan nutrisi yang diperlukan otak. PaCO2 yang tinggi menyebabakan
vasodilatasi cerebri dan peningkatan CBF. Mengatur PaCO2 dengan hiperventilasi adalah
salah satu cara yang berguna dalam manajemen akut peningkatan TIK.
Peningkatan TIK pada pasien dengan meningitis bakteri tampaknya berasal dari multi
faktor. Mediator sitotoksik yang dilepaskan dan edema interestisial dengan peningkatan
permeabilitas sawar darah otak adalah beberapa faktor utama yang menyebakan
peeningkatan TIK, meskipun peningkatan volume darah intrakranial dan gangguan aliran
CSS juga penting. Inflamasi di sisi lain dapat meningkatkan permeabilitas sawar darah otak
melalui mekanismee vasogenic dan pembentukan edema.
Edema serebral di cranial yang tidak dapat dibuang meningkatkan tekanan intrakranial
37
dan mengakibatkan cedera sekunder akibat berkurangnya perfusi serebral dan iskemia.
Peningkatan TIK ringan hingga sedang menyebabkan nyeri kepala, kebingungan, iritabilitas,
mual, dan muntah. Peningkatan yang lebih berat dapat menyebabkan koma, reflex cushing
(bradikardia dengan hipertensi), papiledma, paralysis saraf kranial, dan herniasi tonsil
cerebellum.
c. Hiponatremia
Hiponatremia merupakan salah satu komplikasi yang cukup sering dijumpai pada
meningitis TB dan merupakan penyebab perburukan yang harus dicari karena keadaan ini
sebagian besar dapat ditatalaksana dengan baik. Hiponatremia pada meningitis TB dapat
disebabkan oleh insufisiensi adrenal, syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic
hormone (SIADH), dan cerebral salt wasting syndrome (CSWS).
d. Hidrosefalus
Komplikasi lain yang juga banyak ditemukan adalah hidrosefalus, baik komunikans
maupun nonkomunikans. Hidrosefalus biasanya terjadi pada pasien meningitis TB. Tindakan
ventriculoperitoneal shunt dianjurkan sedini mungkin untuk pasien dengan hidrosefalus
obstruktif. Pasien dengan hidrosefalus komunikans pada tahap awal diberikan furosemide
40mg/24 jam, pemberian asetazolamid 10-20mg/kgBB, atau pungsi lumbal berulang.
e. Kejang
Eksudat inflamasi, toksin bakteri, mediator kimia, dan perubahan neurokimia dalam
parenkim otak diduga menyebabkan kejang. Kejang dapat bersifat umum atau parsial.
Kejang yang terjadi di awal perjalanan penyakit, mudah dikendalikan oleh obat
antikonvulsan dan jarang dikaitkan dengan defisit neurologis permanen.
Sebaliknya, kejang yang berkepanjangan dan sulit dikendalikan, atau kejang yang dimulai
setelah 72 jam rawat inap lebih mungkin dikaitkan dengan sekuel neurologis permanen.
Meningitis pneumokokus memiliki 5 kali lipat peningkatan risiko aktivitas kejang.
f. Paresis Nervus Cranialis
Meningitis dengan paresis nervus cranialis terjadi ketika nervus cranialis dilapisi oleh
eksudat di dalam selubung arachnoid. Nervus cranialis juga dapat dipengaruhi oleh tekanan
kompresibel otak secara umum. Paresis nervus cranialis pada pasien meningitis biasanya
bersifat semntara. Strabismus mungkin merupakan gambaran awal dari paresis nervus
cranialis. Nervus abducens (VI) lebih rentan terhadap paresis. Nervus lain seperti
occulomotorius (III), trochlearis (IV), dan Facialis (VII) juga dapat terpengaruh. Keterlibatan
38
nervus opticus (II) dapat menyebabkan kehilangan penglihatan sementara.
g. Defisit Neurologis Fokal
Defisit neurologis fokal merupakan penyebab paling umum dari komplikasi meningitis.
Mayoritas komplikasi defisit neurologis fokal cenderung sembuh dengan terapi, tetapi
kecacatan jangka panjang dapat bertahan.
- Hemiparesis atau Quadriparesis
Defisit neurologis yang sering terjadi pada meningitis adalah hemiparesis atau
quadriparesis. Hal ini biasanya disebabkan oleh vasculitis, thrombosis vena kortikal atau
vena sagital, spasme arteri serebral, hidrosefalus, infark atau abses cerebral, atau edema
cerebral. Paresis umumnya membaik seiring waktu.
- Gangguan pendengaran
Pneumokokus yang menyerang koklea melalui saluran pendengaran internal dengan
kerusakan eksudatif dan inflamasi pada N. VIII, koklea dan labirin menyebabkan gangguan
pendengaran sensori neural.
h. Abnormalitas Cerebrovascular
Jaringan otak sangat rentan terhadap cedera iskemik karena konsumsi oksigen yang
relatif tinggi dan ketergantungan pada metabolisme glukosa aerobic yang tinggi. Gangguan
perfusi serebral atau hipoksemia berat dengan cepat menyebabkan gangguan fungsional.
Selain iskemia tromboemboli, perdarahan,
atau infark, dan anomaly pembuluh darah otak seperti aneurisma dan vasculitis juga dapat
mneyebabkan komplikasi cerebrovascular meningitis bakteri. i. Abses Cerebri
Defisit neurologis fokal dan edema papil biasanya muncul pada pasien meningitis dengan
komplikasi abses cerebri. Kondisi klinis akan cepat memburuk jika abses ruptur. CT scan
kepala dengan kontras perlu dilakukan untuk membuat diagnosis abses cerebri. Temuan khas
pada CT scan kepala adalah area hipodens dengan peningkatan ring enhancement. Pungsi
lumbal tidak dianjurkan bila dicurigai abses cerebral karena akan menyebabkan peningkatan
TIK dan risiko herniasi.
2.10 Prognosis
Prognosis meningitis tergantung pada usia dan status kekebalan pasien dan tergantung
pada organisme etiologi. Tingkat mortalitas spesifik patogen di Amerika Serikat:1
- Streptococcus pneumoniae 17,9%
- Neisseria meningitidis 10,1%
39
- Streptococcus group B 11,1%
- H. influenza 7%
- Listeria monocytogenes 1,81%
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Hersi K, Gonzalez FJ, Kondamudi NP. 2021. Meningitis. In: StatPearls diakses melalui
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459360/
2. Drake, R. L., Vogls, A. W., dan Mitchell, A. W. M. Gray’s Basic Anatomy. Canada:
Elsevier.
3. Munir, B. 2017. Buku Ajar Neurologi. Jakarta: Sagung Seto. 4. Kementerian Kesehatan
RI. 2020. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. Jakarta.
5. Imran, D. 2017. Buku Ajar Neurologi; Infeksi Tuberkulosis pada Susunan Saraf Pusat.
Jakarta: Penerbit Kedokteran Indonesia.
6. Meisadona, G., Soebroto, A. D., dan Estiasari, R. 2015. CDK-224 (42): 15-19. 7. Butala,
N. 2021. Aseptic Meningitis. Medscape diakses melalui
https://emedicine.medscape.com/article/1169489-overview#
8. Imran, D., Estiasari, R., dan Maharani, K. 2017. Buku Ajar Neurologi; Infeksi
Tuberkulosis pada Susunan Saraf Pusat. Jakarta: Penerbit Kedokteran Indonesia.
9. Abelina. 2019. Karakteristik Penderita Meningitis yang Dirawat Inap di Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Pirngadi Medan Tahun 2014-2018.
10. Siddiqui, E. 2012. Neurologic Complications of Bacterial Meningitis. Aga Khan
University Hospital.
41