Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

MALARIA

Disusun oleh :
dr. Steven Culbert

Pembimbing :
dr. Harist Hamonangan Simanjuntak, MKM

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA ANGKATAN III TAHUN 2023


RUMAH SAKIT PERMATA HATI ASAHAN
PERIODE AGUSTUS-FEBRUARI 2024
KISARAN TIMUR, ASAHAN
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................... 2
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. 3
DAFTAR TABEL................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................5
BAB II ILUSTRASI KASUS................................................................................ 6
2.1 Identitas Pasien............................................................................................ 6
2.2 Anamnesis....................................................................................................6
2.3 Pemeriksaan Fisik........................................................................................ 7
2.4 Resume.........................................................................................................9
2.5 Diagnosis......................................................................................................9
2.6 Pemeriksaan Penunjang............................................................................. 10
2.7 Diagnosis Kerja.......................................................................................... 11
2.8 Diagnosis Banding..................................................................................... 11
2.9 Prognosis.................................................................................................... 11
2.10 Saran Pemeriksaan Penunjang................................................................. 12
2.11 Tatalaksana............................................................................................... 12
2.12 Follow up................................................................................................. 13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 17
3.1 Definisi..................................................................................................17
3.2 Epidemiologi.........................................................................................17
3.3 Etiologi..................................................................................................18
3.4 Patogenesis............................................................................................24
3.5 Manifestasi Klinis................................................................................. 26
3.6 Diagnosis...............................................................................................27
3.7 Tatalaksana............................................................................................30
3.8 Komplikasi............................................................................................ 31
3.9 Prognosis...............................................................................................32
BAB IV ANALISA KASUS.................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 36

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sediaan Apus Darah Tepi (SADT) 11


Gambar 3.1 Morfologi Stadium Plasmodium Falciparum 20
Gambar 3.2 Morfologi Stadium Plasmodium Vivax 21
Gambar 3.3 Morfologi Stadium Plasmodium Ovale 22
Gambar 3.4 Morfologi Stadium Plasmodium Malariae 23
Gambar 3.5 Perbandingan Morfologi Plasmodium Sp. pada SADT 23
Gambar 3.6 Siklus Hidup Plasmodium 24
Gambar 3.7 Pola Demam Plasmodium Sp. 27
Gambar 3.8 Hasil (+) IFA terhadap Plasmodium Sp. 30

3
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Durasi Siklus Eksoeritrositik 25


Tabel 3.2 Durasi Siklus Eritrositik 25
Tabel 3.3 Kategori Kepadatan Parasit Metode Semi-Kuantitatif 28
Tabel 3.4 Tatalaksana Malaria 31

4
BAB I
PENDAHULUAN

Malaria merupakan salah satu penyakit yang dapat mengancam nyawa dan
merupakan penyakit endemik dengan penyebaran yang sangat luas di seluruh
dunia, terutama pada daerah dengan iklim tropis dan subtropis pada garis
khatulistiwa.1 Malaria disebabkan oleh infeksi Plasmodium Sp. yang
ditransmisikan melalui gigitan dari nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi.
Terdapat 4 jenis Plasmodium Sp. yang diketahui dapat menginfeksi manusia
berdasarkan CDC yaitu, Plasmodium Falciparum, Plasmodium Vivax,
Plasmodium Ovale, dan Plasmodium Malariae.2
Parasit malaria memiliki siklus kehidupan yang berjenjang sehingga
menimbulkan karakteristik demam dengan pola siklik yang khas. Pada
Plasmodium Falciparum demam yang dihasilkan umumnya bersifat kontinyu.
Pada Plasmodium Vivax & Ovale terdapat interval bebas demam selama 2 hari.
Sedangkan, pada Plasmodium Malaria terdapat interval bebas demam yang
berlangsung selama 3 hari. Gejala lain bersifat umum dan dapat bervariasi pada
tiap individu berupa kelelahan, mual, muntah, dan sakit kepala.3
Berdasarkan WHO, diperhitungkan terdapat peningkatan kasus malaria
dari 245 mencapai 247 juta (2020-2021). Begitu juga dengan peningkatan angka
mortalitas malaria sebesar 10% (2019-2020). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
kasus malaria semakin bertambah tiap tahunnya. Adanya peningkatan temperatur
global dan perubahan pola cuaca dipikirkan menjadi faktor predisposisi dalam
meningkatkan insidensi dari kejadian malaria tiap tahunnya.1,4
Penanganan malaria sendiri sangat bergantung pada waktu, semakin cepat
malaria terdiagnosis dan diberikan tatalaksana yang tepat, maka prognosis akan
semakin baik. Penanganan malaria yang cepat dan tepat dapat meminimalkan
komplikasi yang terjadi bahkan dapat mencegah kematian.5

5
BAB II
ILUSTRASI KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 34 tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan: Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. Rekam Medis : 013029
Masuk RS : 30/11/2023

2.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 30 November 2023


di IGD Rumah Sakit Permata hati pada pukul 20.35 WIB.
a. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 1 minggu lalu.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan demam sejak 1 minggu lalu. Demam
dirasakan hilang timbul terutama menjelang malam hari. Demam disertai
perasaan menggigil dan keringat dingin yang muncul saat malam hari.
Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala yang terasa berdenyut pada seluruh
bagian kepala sejak 3 hari lalu. Pasien menyangkal adanya batuk, pilek,
mual, muntah, nyeri perut, mimisan, gusi berdarah, nyeri pada
otot/persendian. BAB & BAK (+) dbn.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

6
Keluarga pasien menyangkal adanya riwayat keluhan yang serupa
sebelumnya. Pasien menyangkal adanya riwayat hipertensi, diabetes,
penyakit ginjal, asma, alergi, maupun gangguan jantung pada pasien.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien mengaku kedua anaknya juga mengeluhkan gejala demam
yang serupa dan sedang menjalani perawatan di rumah sakit, serta
terdiagnosis malaria. Keluarga pasien tidak memiliki riwayat hipertensi,
diabetes melitus, penyakit ginjal, asma, alergi maupun gangguan jantung.

e. Riwayat Sosial dan Kebiasaan


Keluarga pasien menyangkal adanya riwayat merokok, mengkonsumsi
alkohol, maupun mengkonsumsi obat-obatan terlarang pada pasien.

f. Riwayat Operasi
Pasien tidak memiliki riwayat operasi sebelumnya.

g. Riwayat Obat-obatan
Pasien tidak memiliki obat-obatan yang rutin dikonsumsi.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 30 November 2023 di IGD Rumah


Sakit Permata hati.

● Keadaan umum : Tampak sakit sedang


● Kesadaran : Komposmentis (E4 M6 V5)
● Tinggi badan : 162 cm
● Berat badan : 55 kg
● IMT : 20.96 kg/m2

7
a. Tanda-tanda vital
● Tekanan darah : 120/70 mmHg
● Nadi : 106 x/menit
● Pernapasan : 22 x/menit
● Suhu : 39.9 °C
● Saturasi O2 : 98% on RA

b. Status Generalis
Kepala
Tengkorak Normosefali, deformitas (-), luka (-)
Wajah Normofasies, pucat (-), ikterik (-), sianosis (-)
Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Pupil bulat, isokor 3mm/3mm
RCL (+/+), RCTL (+/+)
Telinga Normotia, sekret (-) serumen (-), darah (-/-)
Hidung Polip (-), deviasi septum (-), deformitas (-)
Tidak ada pernafasan cuping hidung
Darah (-/-), sekret (-/-)
Bibir Lembab, sianosis (-)
Leher
Deviasi trakea (-), Pembesaran KGB (-)
Paru Vesikuler (+/+)
Rhonchi (-/-)
Wheezing (-/-)
Jantung S1S2 regular
Murmur (-)
Gallop (-)
Abdomen Supel, datar, bekas luka (-), BU (+) 6x/menit, nyeri
tekan (-), Jejas (-)
Ekstremitas Akral hangat
CRT < 2 dtk

8
Sianosis (-)
Edema (-/-)

c. Status Lokalis
● Terpasang IV line pada antebrachii sinistra

2.4 Resume

Pasien Ny.S berusia 34 tahun datang dengan keluhan demam sejak 1


minggu lalu. Demam dirasakan hilang timbul terutama menjelang malam hari.
Demam disertai perasaan menggigil dan keringat dingin yang muncul saat
malam hari. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala yang terasa berdenyut
pada seluruh bagian kepala sejak 3 hari lalu.
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang. Pada pemeriksaan
tanda-tanda vital, ditemukan peningkatan suhu sebesar 39.9°C. Pemeriksaan
lain dalam batas normal.

2.5 Diagnosis

● Diagnosis Kerja : Obs febris ec Susp Malaria


● Diagnosis Banding : Obs febris ec Susp Dengue Fever
Obs febris ec Susp Typhoid Fever

9
2.6 Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 30/11/2023 pukul 22.28WIB.

HEMATOLOGY RESULT UNIT REFERENCE


RANGE

COMPLETE BLOOD COUNT

Hemoglobin 11.0 g/dl 12.0 – 16.0

Hematocrit 34.1 % 36-47

Erythrocyte (RBC) 4.02 10^6/μL 4.10-5.10

Platelet count 72.000 uL 150.000-450.0


00

White Blood Cell 5.120 uL 4.000-11.000


(WBC)

DIFFERENTIAL COUNT

Segment Neutrophil 77.1 % 50-70

Lymphocyte 15.3 % 20-40

Monocyte 7.6 % 2-8

BIOCHEMISTRY

Blood Random Glucose 94 mg/dL 63-158

10
Sediaan Apus Darah Tepi (SADT)
Sediaan Apus Darah Tepi dilakukan pada tanggal 1/12/2023 pukul 15.46WIB.

Gambar 2.1 Sediaan Apus Darah Tepi (SADT)


Kesan :
● Sitoplasma tidak beraturan, dengan cincin memiliki 1 inti berukuran
⅓ eritrosit
● Eritrosit membesar
● Titik Schuffner mulai tampak
● Kesimpulan: ditemukan Plasmodium Vivax stadium tropozoit
(immature/ring form)

2.7 Diagnosis Kerja

● Febris ec Malaria Vivax

2.8 Diagnosis Banding

● -

2.9 Prognosis

Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : Bonam

11
2.10 Saran Pemeriksaan Penunjang

2.11 Tatalaksana

Non Medikamentosa :
● Konsul Sp.Pd
● Rawat inap untuk pemantauan dan monitor TTV lebih lanjut
● Tirah baring
● Observasi TTV
● Edukasi keluarga pasien tentang kondisi pasien serta informed
consent untuk dilakukan rawat inap
Medikamentosa :
● NaCl 0.9% 500cc/8 jam
● Ceftriaxone IV 1 gr/12 jam (ST)
● Ranitidine IV 1 amp/12 jam
● Norages IV 1 amp/12 jam
● PCT tab 3x500mg

12
2.12 Follow up

1 Desember 2023 (08.00 WIB)


S Pasien di ruang rawat inap Flamboyan. Pasien saat ini masih
mengeluhkan demam, namun sudah berkurang. Sakit kepala saat ini
sudah mulai berkurang. Pasien mengeluhkan adanya sensasi mual. BAB
& BAK (+) dbn. Pasien dapat intake makan & minum peroral.
O KU : Tampak sakit sedang
GCS : E4M6V5 (Komposmentis)
TD : 120/80mmHg
HR : 98x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 38.2C

Pemeriksaan Fisik:
Mata: Anemis(-/-), Ikterik(-/-)
Leher: Dbn
Thorax: Vesikuler(+/+), Rh(-/-), Wh(-/-), S1/S2 reguler, m(-), g(-)
Abdomen: Supel, Peristaltik(+), NT(-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 detik
A Obs Febris ec Susp Malaria
P Medikamentosa :
● NaCl 0.9% 500cc/8 jam
● Ceftriaxone IV 1 gr/12 jam
● Ranitidine IV 1 amp/12 jam
● Norages IV 1 amp/12 jam (K/P)
● Ondansetron IV 4 mg/12 jam
● PCT tab 3x500mg

13
2 Desember 2023 (08.00 WIB)
S Pasien di ruang rawat inap Flamboyan. Pasien saat ini masih
mengeluhkan demam, namun sudah berkurang. Sakit kepala saat ini
sudah mulai berkurang. Mual masih dikeluhkan oleh pasien. BAB &
BAK (+) dbn. Pasien dapat intake makan & minum peroral.
O KU : Tampak sakit sedang
GCS : E4M6V5 (Komposmentis)
TD : 110/70mmHg
HR : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36.5C

Pemeriksaan Fisik:
Mata: Anemis(-/-), Ikterik(-/-)
Leher: Dbn
Thorax: Vesikuler(+/+), Rh(-/-), Wh(-/-), S1/S2 reguler, m(-), g(-)
Abdomen: Supel, Peristaltik(+), NT(-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 detik
A Febris ec Malaria Vivax
P Medikamentosa :
● NaCl 0.9% 500cc/8 jam
● Ceftriaxone IV 1 gr/12 jam (Stop)
● Ranitidine IV 1 amp/12 jam
● Norages IV 1 amp/12 jam (K/P)
● Ondansetron IV 4 mg/12 jam
● PCT tab 3x500mg
● DHP tab 1x3
● Primakuin tab 1x1

14
3 Desember 2023 (08.00 WIB)
S Pasien di ruang rawat inap Flamboyan. Keluhan demam dan nyeri kepala
sudah mulai berkurang. Mual masih dikeluhkan oleh pasien. BAB &
BAK (+) dbn. Pasien dapat intake makan & minum peroral.
O KU : Tampak sakit sedang
GCS : E4M6V5 (Komposmentis)
TD : 110/70mmHg
HR : 85x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36.1C

Pemeriksaan Fisik:
Mata: Anemis(-/-), Ikterik(-/-)
Leher: Dbn
Thorax: Vesikuler(+/+), Rh(-/-), Wh(-/-), S1/S2 reguler, m(-), g(-)
Abdomen: Supel, Peristaltik(+), NT(-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 detik
A Febris ec Malaria Vivax
P Medikamentosa :
● NaCl 0.9% 500cc/8 jam
● Ranitidine IV 1 amp/12 jam
● Norages IV 1 amp/12 jam (K/P)
● PCT tab 3x500mg
● DHP tab 1x3
● Primakuin tab 1x1
● Norvom tab 2x1

15
4 Desember 2023 (08.00 WIB)
S Pasien di ruang rawat inap Flamboyan. Keluhan demam, nyeri kepala,
dan mual masih dikeluhkan, namun sudah mulai berkurang. BAB & BAK
(+) dbn. Pasien dapat intake makan & minum peroral.
O KU : Tampak sakit sedang
GCS : E4M6V5 (Komposmentis)
TD : 90/60mmHg
HR : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36.1C

Pemeriksaan Fisik:
Mata: Anemis(-/-), Ikterik(-/-)
Leher: Dbn
Thorax: Vesikuler(+/+), Rh(-/-), Wh(-/-), S1/S2 reguler, m(-), g(-)
Abdomen: Supel, Peristaltik(+), NT(-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 detik
A Febris ec Malaria Vivax
P Medikamentosa :
● Aff Infus
● PCT tab 3x500mg
● DHP tab 1x3
● Primakuin tab 1x1
● Norvom tab 2x1
● Anjuran pasien untuk rawat jalan

16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Malaria merupakan penyakit yang mengancam nyawa dan seringkali


ditemukan pada daerah dengan iklim tropis dan subtropis di sekitar garis
khatulistiwa. Malaria ini disebabkan oleh infeksi parasit yang ditransmisikan
melalui gigitan dari nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi.1 Parasit malaria
memiliki siklus kehidupan yang berjenjang sehingga menimbulkan karakteristik
demam dengan pola siklik. Gejala lain umumnya bervariasi dapat berupa demam,
kelelahan, mual, muntah, dan sakit kepala.6 Dengan pengobatan yang tepat,
resolusi diharapkan dapat cepat terjadi. Namun, pada kasus yang berat atau tidak
tertangani dengan cepat dapat menimbulkan komplikasi berupa malaria berat,
koma hingga kematian.1,7

3.2 Epidemiologi

Malaria tergolong kedalam penyakit endemik yang tersebar sangat luas di


seluruh dunia, terutama pada daerah dengan iklim tropis dan subtropis pada garis
khatulistiwa. Malaria ditemukan pada 64° lintang utara (Archangel, Rusia) hingga
32° lintang selatan (Cordoba, Argentina). Malaria dapat mencapai ketinggian
2666 meter hingga 433 meter dibawah permukaan air laut. Malaria dikatakan
sebagai penyakit endemik di suatu daerah apabila angka kejadian malaria
berlangsung konstan dengan penularan bersifat alamiah yang berlangsung
sepanjang tahun. Ditemukan bahwa Plasmodium Falciparum banyak ditemukan
di daerah Afrika barat dan sub-sahara serta memiliki tingkat morbiditas dan
mortalitas tertinggi. Plasmodium Vivax banyak ditemukan di daerah Asia selatan,
Pasifik barat, dan Amerika tengah. Sedangkan, Plasmodium Ovale dan Malariae
sering ditemukan di daerah Afrika sub-sahara.1,4
Berdasarkan WHO, diperkirakan terdapat 85 daerah endemis malaria
dengan jumlah kasus malaria yang terus meningkat secara global. Diperhitungkan

17
terdapat peningkatan dari 245 juta kasus (2020) mencapai 247 juta kasus (2021).
Sama halnya dengan peningkatan angka mortalitas akibat malaria sebesar 10%
(2019-2020). Di Afrika, kebanyakan kasus kematian berhubungan erat dengan
malaria. Dimana angka mortalitas tertinggi akibat malaria terjadi pada anak-anak
dengan usia dibawah 5 tahun dan diperkirakan mencakup 25% dari seluruh kasus
kematian pada anak-anak usia dibawah 5 tahun. Berdasarkan studi yang dilakukan
Emily et al (2023), dari 125 juta wisatawan yang berkunjung ke daerah endemis
tiap tahunnya, terdapat sekitar 10.000 hingga 30.000 orang yang terkena malaria
dan 1% mengalami kematian akibat dari komplikasi. Adanya peningkatan
temperatur global dan perubahan pola cuaca ini, yang dipikirkan dapat
meningkatkan insidensi dari kejadian malaria tiap tahunnya.7,8
Berdasarkan WHO (1963), malaria yang terjadi pada suatu daerah dapat
ditemukan dari beberapa macam kasus, berupa:9
● Kasus Impor, merupakan kasus malaria yang didapatkan dari luar
daerah yang terinfeksi malaria dan masuk dari luar daerah tersebut.
● Kasus Introdus, merupakan kasus malaria yang terbukti terbatas
hanya pada suatu daerah dan diperoleh dari malaria impor.
● Kasus Autochton, merupakan kasus malaria yang terbatas hanya
pada suatu daerah
● Kasus Sporadik, merupakan kasus autochton yang terbatas hanya
pada beberapa daerah saja namun tersebar.
● Kasus Indus, merupakan kasus malaria yang didapatkan dari proses
non-alamiah, seperti terkena jarum suntik atau transfusi darah dari
penderita malaria.
● Kasus Indigen, merupakan kasus malaria yang secara alamiah
terdapat pada suatu daerah

3.3 Etiologi

Penyakit malaria disebabkan oleh protozoa dengan genus plasmodium.


Plasmodium ini dibawa oleh gigitan nyamuk Anopheles yang menjadi vektor

18
malaria satu-satunya. Hingga saat ini diketahui terdapat 4 spesies dari plasmodium
yang dapat menginfeksi manusia, berupa:2
● Plasmodium Falciparum, disebut juga dengan malaria tropikana
dan dapat menyebabkan komplikasi berat berupa malaria
berat/serebral. Serta, merupakan salah satu penyebab malaria
tersering di Indonesia.
● Plasmodium Vivax, disebut juga dengan malaria tertiana dan
merupakan salah satu penyebab malaria tersering di Indonesia.
● Plasmodium Ovale, disebut juga dengan malaria tertiana.
● Plasmodium Malariae, disebut juga dengan malaria kuartana.
Namun, selain keempat spesies plasmodium tersebut yang dapat
menyerang manusia, terdapat Plasmodium Knowlesi yang dapat menyerang
manusia. Namun, Plasmodium Knowlesi merupakan plasmodium zoonosis dengan
sumber infeksi berasal dari hewan kera.2,10
Plasmodium yang menginfeksi tubuh manusia dapat tampak dalam
beberapa stadium. Stadium dari plasmodium yang menginfeksi tubuh manusia
berupa stadium tropozoit, skizon maupun gametosit. Untuk ciri-ciri morfologi dari
masing-masing spesies plasmodium sebagai berikut:2,11
1. Plasmodium Falciparum
a. Tropozoit
Tropozoit memiliki bentuk yang beragam seperti bentuk
cincin, accole, koma, atau tanda seru. Tropozoit berukuran
kecil hingga sedang berkisar 2-4μm. Cincin memiliki 2 inti
berwarna kemerahan. Sitoplasma tampak teratur, berbatas
tegas, dan berwarna kebiruan dengan pigmen berwarna
kuning kecoklatan.
b. Skizon
Skizon berbentuk bulat, kecil, dan padat. Skizon memiliki
isi berkisar 15-30 merozoit yang berwarna gelap.
Sitoplasma pada skizon berwarna kebiruan dengan tiap inti
mengandung sitoplasma di dalamnya.

19
c. Gametosit
Gametosit memiliki bentuk menyerupai bulan sabit/sosis
dengan inti berwarna kemerahan. Inti pada mikrogamet
(jantan) tampak menyebar, sedangkan inti pada
makrogamet (betina) tampak padat dan berkumpul.
Mikrogametosit berwarna biru kemerahan atau keunguan
dengan granul yang menyebar, sedangkan makrogametosit
berwarna kebiruan dengan granul terletak ditengah.

Gambar 3.1 Morfologi Stadium Plasmodium Falciparum

2. Plasmodium Vivax
a. Tropozoit
Tropozoit memiliki bentuk cincin dengan sitoplasma yang
tampak tidak beraturan. Tropozoit berukuran kecil hingga
sedang. Tropozoit tersebar secara merata di eritrosit hingga
eritrosit tampak lebih besar. Cincin memiliki inti sebanyak
1-2 inti, serta terdapat schuffner dot berwarna kemerahan
yang tersebar secara merata. Sitoplasma berwarna kebiruan
dan kasar.
b. Skizon
Skizon berukuran besar berkisar 12-14μm. Skizon memiliki
isi berkisar 12-24 merozoit yang tidak merata. Skizon
berinti merah dengan sitoplasma berwarna kebiruan. Inti
skizon yang masih muda akan membelah menjadi lebih dari
2 inti, sedangkan skizon yang sudah dewasa dapat

20
membelah menjadi 8-24 inti dengan sitoplasma
mengelilingi masing-masing inti.
c. Gametosit
Gametosit memiliki bentuk bulat, besar, dan memiliki satu
inti berwarna kemerahan. Terdapat Schuffner dot di pinggir.
Mikrogametosit memiliki inti merah ditengah dengan
sitoplasma kasar berwarna biru kemerahan. Sedangkan,
makrogametosit memiliki inti merah di tepi dengan
sitoplasma kasar berwarna kebiruan.

Gambar 3.2 Morfologi Stadium Plasmodium Vivax

3. Plasmodium Ovale
a. Tropozoit
Tropozoit memiliki bentuk cincin, bulat, dengan ujung
berbentuk fimbrae. Tropozoit memiliki inti tunggal
berwarna merah. Tropozoit berukuran kecil dan jumlah
sedikit, serta terdapat vakuola pada bagian tengah.
Sitoplasma tampak teratur dan tebal dengan pigmen James
dots berwarna kemerahan yang tersebar secara merata di
sitoplasma.
b. Skizon
Skizon memiliki bentuk menyerupai komet, berukuran
besar berkisar 10-12μm. Skizon memiliki isi berkisar 4-12
merozoit yang tidak merata. Inti skizon yang masih muda
akan membelah menjadi lebih dari 2 inti dengan sitoplasma

21
kompak, sedangkan skizon yang sudah dewasa dapat
membelah menjadi 8-12 inti dengan sitoplasma
mengelilingi masing-masing inti.
c. Gametosit
Gametosit memiliki bentuk bulat, besar. Mikrogametosit
memiliki satu inti yang menyebar berwarna merah muda.
Sedangkan, makrogametosit memiliki satu inti padat
berwarna kemerahan.

Gambar 3.3 Morfologi Stadium Plasmodium Ovale

4. Plasmodium Malariae
a. Tropozoit
Tropozoit memiliki bentuk bulat, bercincin, serta ada yang
dapat berbentuk memanjang menyerupai pita berukuran
kecil. Tropozoit memiliki 1 inti berwarna kemerahan,
dengan sitoplasma teratur yang berwarna kebiruan.
b. Skizon
Skizon tampak dalam bentuk menyerupai bunga mawar
(rosette), kompak, dan berukuran kecil. Skizon memiliki isi
6-12 merozoit. Skizon muda memiliki inti berwarna
kemerahan yang akan membelah menjadi lebih dari 2 inti
dengan sitoplasma berwarna kebiruan. Skizon dewasa
memiliki inti berwarna kemerahan, yang dapat membelah
menjadi 10-12 inti dengan sitoplasma mengelilingi
masing-masing inti.

22
c. Gametosit
Gametosit memiliki bentuk bulat dan berukuran besar, serta
memiliki inti tunggal yang jelas. Mikrogametosit memiliki
inti berwarna kemerahan, yang menyebar ditengah dengan
sitoplasma berwarna biru kemerahan. Sedangkan,
makrogametosit memiliki inti yang padat berwarna
kemerahan, terletak di tepi dengan sitoplasma berwarna
kebiruan.

Gambar 3.4 Morfologi Stadium Plasmodium Malariae

Gambar 3.5 Perbandingan Morfologi Plasmodium Sp. pada SADT

23
3.4 Patogenesis

Penularan malaria secara garis besar terbagi menjadi 2 berdasarkan


sifatnya berupa penularan alamiah dan penularan non-alamiah. Penularan alamiah
terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Sedangkan,
penularan non-alamiah terjadi melalui transfusi darah dari donor penderita,
penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi penderita, ataupun infeksi
kongenital/transfer dari ibu ke bayinya.10,12,13

Gambar 3.6 Siklus Hidup Plasmodium

Pada umumnya plasmodium memiliki 2 siklus berupa siklus sporogoni


dan siklus skizogoni. Siklus sporogoni merupakan siklus seksual yang
berlangsung pada tubuh nyamuk, sedangkan siklus skizogoni merupakan siklus
aseksual yang berlangsung pada tubuh manusia. Siklus skizogoni kemudian
terbagi menjadi 2 siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan siklus eritrositik. Dimulai
dari siklus eksoeritrositik, disaat nyamuk menggigit manusia yang sehat.
Selanjutnya, sporozoit akan masuk kedalam tubuh manusia mengikuti aliran darah
menuju sel hati (1). Sporozoit akan mulai menginfeksi sel hati dan berkembang
menjadi skizon (2). Lalu skizon yang telah matang (3) akan pecah dan
melepaskan merozoit yang akan kembali masuk kedalam aliran darah (4). Pada

24
plasmodium Vivax dan Ovale memiliki stadium hipnozoit yang merupakan
bentuk dorman dari plasmodium, sehingga siklus eksoeritrositik dapat terjadi
berulang kali. Sedangkan, pada plasmodium Falciparum dan Malariae tidak
memiliki stadium hipnozoit sehingga hanya mempunyai satu siklus
eksoeritrositik. Selanjutnya, merozoit yang memasuki aliran darah kembali akan
memulai siklus eritrositik (5). Merozoit kemudian akan mengalami perubahan
morfologi menjadi tropozoit muda (ring form), lalu menjadi tropozoit dewasa dan
membentuk skizon lagi untuk menghasilkan merozoit yang lebih banyak (6).
Diantara tropozoit dewasa tersebut, sebagian akan berkembang menjadi gametosit
(7). Gametosit tersebut kemudian akan dihisap kembali oleh nyamuk dan memulai
siklus sporogoni (8).12,14,15

Spesies Durasi siklus (hari) Jumlah Merozoit


dalam skizon

Plasmodium Falciparum 5-7 30.000

Plasmodium Vivax 6-8 10.000

Plasmodium Ovale 9 15.000

Plasmodium Malariae 14-16 15.000


Tabel 3.1 Durasi Siklus Eksoeritrositik

Spesies Durasi Durasi siklus Durasi


Inkubasi (jam) Merozoit-Skizon
(hari) (hari)

Plasmodium Falciparum 9-14 48 20-30

Plasmodium Vivax 12-17 48 18-24

Plasmodium Ovale 16-18 50 8-14

Plasmodium Malariae 18-40 72 8-10


Tabel 3.2 Durasi Siklus Eritrositik

Pada siklus sporogoni, gametosit akan mengalami perubahan morfologi


menjadi mikrogametosit dan makrogametosit (9). Kedua gametosit tersebut akan

25
mengalami reproduksi secara seksual membentuk Ookinet (10). Selanjutnya,
Ookinet akan masuk ke lambung nyamuk dan berkembang menjadi Ookista (11).
Lalu, Ookista akan menghasilkan banyak sporozoit dan apabila pecah akan
melepaskan sporozoit ke seluruh tubuh nyamuk, terutama pada kelenjar ludah
yang akan menjadi sarana sporozoit untuk masuk ke tubuh manusia (12).12,16

3.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang disebabkan oleh malaria terbagi menjadi 2 fase


berdasarkan masa atau durasi terjangkit malaria. Pada fase pertama, dikenal juga
dengan masa inkubasi merupakan waktu terjadinya infeksi pertama kali hingga
timbulnya gejala. Sedangkan, pada fase kedua merupakan masa dimana muncul
gejala-gejala prodromal maupun gejala khas untuk malaria. Gejala prodromal
yang dialami dapat berupa sakit kepala, nyeri persendian (Arthralgia), penurunan
nafsu makan, mual, muntah, dan diare. Untuk gejala khas pada malaria disebut
juga sebagai “trias malaria” yang terbagi menjadi 3 stadium berupa:3,7,12
1. Stadium menggigil
Pada masa ini, seseorang akan cenderung merasa
kedinginan berlebih hingga muncul perasaan menggigil. Selain itu,
pasien tampak pucat, kulit kering, sianosis pada bibir dan jari-jari,
serta nadi yang teraba cepat namun melemah.
2. Stadium demam
Setelah melewati masa menggigil, seseorang akan
cenderung merasakan panas yang berlebih. Suhu tubuh dapat naik
hingga >40C. Selain itu, pasien tampak mengeluhkan nyeri kepala
hebat, mual, muntah, wajah kemerahan, kulit kering, dan
tanda-tanda dehidrasi lainnya. Masa demam ini umumnya
bervariasi bergantung pada spesies plasmodium yang menginfeksi.
Pada Plasmodium Falciparum umumnya demam bersifat
intermiten/kontinyu, sehingga tidak ada masa bebas demam.
Sedangkan, pada Plasmodium Vivax dan Ovale terdapat interval
bebas demam yang umumnya berlangsung selama 2 hari, diikuti

26
dengan demam yang meningkat pada hari berikutnya. Selain itu,
pada Plasmodium Malariae terdapat interval bebas demam selama
3 hari diikuti dengan demam yang meningkat pada hari berikutnya.

Gambar 3.7 Pola Demam Plasmodium Sp.

3. Stadium berkeringat
Pada masa ini, pasien akan mengeluhkan keringat yang
berlebih hingga pakaian basah kuyup. Suhu tubuh umumnya akan
turun secara drastis bahkan dapat mencapai dibawah ambang batas
normal.

3.6 Diagnosis

Selain, berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik perlu dilakukan


pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis malaria. Beberapa
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa:12,17

27
1. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik hingga saat ini menjadi alat baku
emas dalam mendiagnosis malaria. Pemeriksaannya meliputi
sediaan apus darah tebal dan tipis dengan pewarnaan
Giemsa/wright. Sediaan apus darah tebal digunakan untuk
mendeteksi keberadaan parasit didalam darah, sedangkan sediaan
apus darah tipis digunakan untuk mengidentifikasi spesies
plasmodium yang menginfeksi. Selain itu, untuk mengukur
kuantifikasi atau kepadatan parasit dapat menggunakan sediaan
apus darah tebal maupun tipis.
Dalam mengukur kuantifikasi parasit, dapat menggunakan
2 metode berupa metode kuantitatif dan metode semi-kuantitatif.
Metode kuantitatif mengukur jumlah parasit/200 sel darah putih
dalam sediaan apus darah tebal dan jumlah parasit/1000 sel darah
merah dalam sediaan apus darah tipis. Sedangkan, metode
semi-kuantitatif mengukur jumlah parasit dalam lapang pandang
besar (LPB). Dalam metode semi-kuantitatif, kepadatan parasit
akan dikategorikan menjadi beberapa kategori berupa:

- Tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB

+ Ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB

++ Ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB

+++ Ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB

++++ Ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB


Tabel 3.3 Kategori Kepadatan Parasit Metode Semi-kuantitatif

2. Pemeriksaan Antigen-Antibodi
Pemeriksaan antigen disebut juga dengan Rapid Diagnostic
Test (RDT) digunakan untuk mendeteksi antigen dasar yang
dimiliki parasit malaria ataupun aktivitas enzimatik yang
berhubungan dengan parasit. Pemeriksaan ini tergolong cepat dan

28
sering digunakan pada kasus outbreak/ kejadian luar biasa (KLB),
namun memiliki sensitivitas dan spesifitas yang lebih rendah
dibandingkan pemeriksaan mikroskopik. Metode pemeriksaan
antigen yang dapat digunakan berupa:
Deteksi antigen histidine rich protein-2 (HRP-2) yang
terkait dengan parasit malaria terutama Plasmodium Falciparum
● Deteksi aldolase spesifik pada plasmodium
● Deteksi plasmodium terkait laktat dehidrogenase (pLDH)
melalui aktivitas enzimatik
Selain itu, juga terdapat pemeriksaan antibodi terhadap
malaria yang menggunakan Indirect Fluorescent antibody (IFA).
Pemeriksaan antibodi digunakan untuk mengetahui apakah pasien
telah terinfeksi plasmodium. Pemeriksaan antibodi cenderung
kurang praktis dan tidak tepat dalam mendiagnosis malaria akut,
dikarenakan waktu yang diperlukan untuk pembentukan antibodi
terhadap malaria. Akan tetapi, pemeriksaan antibodi dapat
digunakan pada kasus skrining donor darah maupun pada pasien
yang telah mendapatkan pengobatan malaria, namun diagnosisnya
masih dipertanyakan. Pemeriksaan antibodi dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1. Skizon pada siklus eritrositik digunakan sebagai antigen
asing.
2. Lalu, serum yang ada pada pasien diekspos terhadap
antigen parasit tersebut.
3. Jika terdapat antibodi homolog yang berasal dari antigen
parasit yang sama, maka akan terbentuk kompleks
antigen-antibodi.
4. Kemudian, fluorescein akan ditambahkan dan melekat pada
kompleks tersebut.
5. Ketika dilihat pada mikroskop fluoresensi, akan tampak
warna hijau apel yang menunjukkan reaksi positif.

29
Gambar 3.8 Hasil (+) IFA terhadap Plasmodium Sp.

3.7 Tatalaksana

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat anti malaria terbagi menjadi


beberapa macam berupa:5,18,19
● Sporontosida, bertujuan untuk menghambat pembentukkan ookista
menjadi sporozoit. Obat yang tergolong kedalam sporontosida
berupa primakuin dan kloroguanid.
● Skizontosida, bertujuan untuk membunuh skizon yang berada di
dalam jaringan dan stadium hipnozoit. Obat yang tergolong
kedalam skizontosida berupa primakuin dan pirimetamin.
● Skizontosida darah, bertujuan untuk membunuh skizon yang
berada di dalam sel darah. Obat yang tergolong kedalam
skizontosida darah berupa klorokuin, kuinin, meflokuin,
sulfadoksin, pirimetamin, dan tetrasiklin.
● Gametosida, bertujuan untuk membunuh bentuk seksual dari
plasmodium. Obat yang tergolong ke dalam gametosida berupa
klorokuin, kuinin, dan primakuin.
Pengobatan dari malaria umumnya bergantung pada spesies plasmodium
yang menginfeksi. Khusus malaria yang disebabkan oleh plasmodium Vivax

30
memiliki terapi yang sama dengan malaria akibat plasmodium Ovale. Sehingga,
pengobatan malaria umumnya terbagi menjadi 3 secara garis besar berupa:5

Plasmodium Lini ke-1 DHP (Dihidroartemisinin-Piperakuin) (3 hari) +


Falciparum Primakuin dosis tunggal

Lini ke-2 Kina + Doksisiklin/Tetrasiklin (7 hari) + Primakuin


dosis tunggal

Plasmodium Lini ke-1 DHP (3 hari) + Primakuin (14 hari)


Vivax &
Lini ke-2 Kina (7 hari) + Primakuin (14 hari)
Ovale

Plasmodium Lini ke-1 DHP (3 hari)


Malariae
Lini ke-2 Kina (7 hari)

Tabel 3.4 Tatalaksana Malaria

Pada kasus malaria yang terjadi komplikasi ke arah malaria


serebral/malaria berat pengobatan anti malaria yang diberikan umumnya dalam
bentuk injeksi. Obat anti malaria injeksi dapat berupa i.v Artesunat dan i.m
Artemeter. Artesunat diberikan dengan dosis 2.4mg/kgBB secara intravena
sebanyak 3 kali pada 0, 12, 24 jam pada hari pertama, selanjutnya diberikan
2.4mg/kgBB tiap 24 jam hingga pasien sadar dan dapat menerima obat secara
oral. Artemeter diberikan dengan dosis 1.6mg/kgBB secara intramuskular tiap 12
jam pada hari pertama, selanjutnya diberikan 1.6mg/kgBB tiap 24 jam hingga
pasien sadar dan dapat menerima obat secara oral.19,20

3.8 Komplikasi

Malaria yang tidak segera didiagnosis dan diberikan penanganan yang


tepat dapat mengakibatkan beberapa komplikasi. Komplikasi seringkali terjadi
pada malaria yang disebabkan oleh Plasmodium Falciparum dikarenakan

31
merozoitnya dapat menginvasi sel darah merah dalam jumlah yang besar.
Komplikasi yang dapat terjadi, berupa:12,13
● Malaria berat/serebral
● Anemia berat
● Kejang berulang >2x dalam 24 jam
● Penurunan kesadaran
● Asidosis metabolik (pH <7.25 atau bikarbonat <15 mmol/L)
● Hipoglikemia
● Gagal ginjal akut
● Ikterus
● Edema paru/Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
● Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)/Perdarahan
spontan
● Syok
● Hemoglobinuria
● Kematian

3.9 Prognosis

Prognosis dari malaria bergantung pada spesies plasmodium yang


menginfeksi. Pada kasus malaria yang disebabkan oleh plasmodium vivax,
plasmodium ovale, dan plasmodium malariae memiliki prognosis yang cenderung
baik, apabila dilakukan pemberian terapi yang adekuat. Pada malaria yang
disebabkan oleh plasmodium falciparum memiliki prognosis yang bergantung
pada kadar parasit didalam tubuh. Prognosis cenderung buruk apabila jumlah
parasit dalam darah >100.000/mm3 dan kadar hematokrit <30%. Jika cepat diobati
maka prognosis akan lebih baik, namun apabila pemberian terapi tidak adekuat
dapat meningkatkan angka mortalitas.3,19

32
BAB IV
ANALISA KASUS

Ny. S, berusia 34 tahun, berjenis kelamin perempuan, datang ke IGD


dengan keluhan demam sejak 1 minggu lalu. Demam dirasakan hilang timbul
terutama menjelang malam hari. Demam disertai perasaan menggigil dan keringat
dingin yang muncul saat malam hari. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala yang
terasa berdenyut pada seluruh kepala sejak 3 hari lalu. Dari pemeriksaan fisik,
pasien tampak sakit sedang. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital, ditemukan
peningkatan suhu sebesar 39.9°C. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan kesan penurunan
Hemoglobin (11.0), penurunan hematokrit (34.1), dan penurunan platelet
(72.000). Serta, dilakukan pemeriksaan sediaan apus darah tepi dengan kesan
ditemukannya Plasmodium Vivax stadium tropozoit.
Berdasarkan anamnesis terhadap pasien, didapatkan pasien datang dengan
keluhan demam. Pada pasien dengan keluhan demam dapat dipikirkan beberapa
kemungkinan seperti demam berdarah, demam berdarah dengue, leptospirosis,
malaria maupun demam tifoid. Pasien menyangkal adanya nyeri pada
otot/persendian, maupun perdarahan spontan seperti gusi berdarah atau mimisan
sehingga diagnosis demam dengue atau demam berdarah dengue dapat
disingkirkan. Selain itu, pasien juga menyangkal adanya nyeri betis, sakit kuning
maupun adanya riwayat banjir atau air tergenang di lingkungan tempat tinggal
sehingga diagnosis leptospirosis dapat disingkirkan. Pasien juga menyangkal
adanya keluhan saluran pencernaan seperti muntah, diare maupun konstipasi
sehingga diagnosis demam tifoid dapat disingkirkan. Diagnosis malaria dapat
dipikirkan dari temuan trias gejala klasik berupa demam, keringat dingin, dan
menggigil. Berdasarkan hasil dari anamnesis terhadap pasien, dipikirkan pasien
memenuhi trias gejala klasik tersebut berupa demam, keringat dingin, dan
menggigil. Selain itu, pasien juga tinggal di daerah yang dikategorikan sebagai
daerah endemis malaria dan kedua anaknya mengalami keluhan yang serupa
dengan pasien, serta terdiagnosis malaria. Hal tersebut juga didukung dari

33
pemeriksaan fisik, dimana ditemukan adanya peningkatan suhu tubuh sebesar
39.9°C.
Dalam menegakkan diagnosis selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang terarah, diperlukan juga pemeriksaan penunjang yang mendukung. Pada
pasien dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium yang
menunjukkan kesan penurunan hemoglobin (11.0), penurunan hematokrit (34.1),
dan penurunan platelet (72.000). Berdasarkan, pemeriksaan laboratorium tersebut
dapat dipikirkan demam yang dialami mengarah ke demam berdarah ataupun
malaria dikarenakan terdapat penurunan jumlah trombosit. Namun, pada demam
berdarah umumnya terjadi penurunan hemoglobin disertai peningkatan kadar
hematokrit sebagai tanda dari kebocoran plasma. Hal ini berbanding terbalik
dengan hasil laboratorium pasien, dimana terjadi penurunan kadar hematokrit.
Sehingga, diagnosis lebih dipikirkan kearah malaria.
Untuk menegakkan diagnosis malaria dapat dilakukan beberapa macam
pemeriksaan seperti Rapid Diagnostic Test (RDT) dan Sediaan Apus Darah Tepi
(SADT), dimana SADT menjadi alat baku emas yang telah terstandarisasi dalam
mendeteksi malaria dengan sensitivitas dan spesifitas yang mencapai 90-100%.
Dari hasil SADT ditemukan adanya karakteristik berupa sitoplasma yang tidak
beraturan dengan cincin memiliki 1 berukuran ⅓ dari eritrosit. Selain itu, eritrosit
tampak membesar dan mulai tampak Schuffner dots berwarna kemerahan.
Sehingga, disimpulkan tampak Plasmodium Vivax stadium tropozoit muda
(immature/ring form).
Setelah terdiagnosis dengan malaria Vivax, perlu dicari tahu apakah
terdapat komplikasi kearah malaria serebral atau malaria berat. Komplikasi dari
malaria berat yang dialami dapat berupa adanya penurunan kesadaran, kelemahan
otot generalisata, kejang, asidosis metabolik, hipoglikemia, anemia berat, gagal
ginjal akut, ikterus, dan syok. Berdasarkan pemeriksaan fisik pada pasien
sebelumnya, tidak menunjukkan adanya tanda-tanda komplikasi, sehingga
dipikirkan malaria yang dialami tidak berat. Oleh karena itu, pasien tidak
memerlukan anti-malaria secara intravena maupun intramuskular.

34
Terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien saat dirawat berupa
NaCl 0.9% 500cc/8 jam, Ranitidin IV 1 amp/12 jam, Norages IV 1 amp/12 jam,
Ondansetron IV 4 mg/12 jam, PCT tab 3x500mg, DHP tab 1x3 (3 hari),
Primakuin tab 1x1 (14 hari). DHP merupakan kombinasi dari Dihidroartemisinin
(DHA) dan Piperakuin. DHA dan Piperakuin merupakan anti malaria golongan
klorokuin yang bekerja dengan cara berikatan dengan heme, sehingga
menghambat proses detoksifikasi dari heme menjadi hemozoin didalam vakuola
plasmodium. Heme yang tidak diolah ini bersifat toksik sehingga dapat merusak
plasmodium. Lalu, piperakuin diberikan bersamaan dengan dihidroartemisinin,
dikarenakan berdasarkan studi-studi sebelumnya pemberian golongan klorokuin
secara monoterapi seringkali menimbulkan resistensi. Sehingga, pemberiannya
perlu dikombinasikan. Selain itu, pasien juga diberikan primakuin yang
merupakan anti malaria golongan kuinolon. Primakuin bekerja dengan cara
merubah molekul kimianya menjadi bahan teroksidasi dan menciptakan reactive
oxygen species (ROS). ROS akan mengganggu transpor elektron dalam
mitokondria plasmodium dan dapat menghambat sintesis pirimidin yang berperan
dalam pembentukan DNA plasmodium. Primakuin diberikan selama 14 hari
bertujuan untuk membunuh malaria yang umumnya masih dorman atau sedang
berada dalam stadium hipnozoit, sehingga pemberian selama 14 hari diharapkan
dapat membasmi seluruh parasit malaria dalam berbagai bentuk stadium.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Malaria: The Past and the Present (published online 2019 June 21; cited 2023
December 1) Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6617065/
2. CDC. Laboratory Identification of Parasites of Public Health Concern
(published online 2020 October 1; cited 2023 December 1) Available from :
https://www.cdc.gov/dpdx/diagnosticprocedures/blood/specimenproc.html#:~
:text=Thick%20smears&text=The%20blood%20elements%20
3. Malaria (published online 2023 July 31; cited 2023 December 1) Available
from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551711/
4. World Health Organization. World malaria report 2022. World Health
Organization; 2022 Dec 8.
5. CDC. Malaria Diagnosis & Treatment (published online 2023 November 27;
cited 2023 December 1) Available from :
https://www.cdc.gov/malaria/diagnosis_treatment/diagnosis.html
6. Nicholas J White, Sasithon Pukrittayakamee, Tran Tinh Hien, M Abul Faiz,
Olugbenga A Mokuolu, Arjen M Dondorp, Malaria, The Lancet, Volume 383,
Issue 9918, 2014, P(723-735), Available from :
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0140673613600240
7. World Health Organization. Malaria fact-sheets (published online 2023
December 4; cited 2023 December 5) Available from :
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/malaria
8. World Health Organization. Global technical strategy for malaria 2016-2030.
World Health Organization; (published online 2015 Nov 4; cited 2023
December 6) Available from :
https://www.who.int/publications/i/item/9789240031357
9. World Health Organization. Malaria Fact-sheets (published online 2023
December 4; cited 2023 December 6) Available from :
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/malaria

36
10. Centers for Disease Control and Prevention. Malaria life cycle (published
online 2020 July 16; cited 2023 December 6) Available from :
https://www.cdc.gov/malaria/about/biology/index.html#:~:text=The%20malar
ia%20parasite%20life%20cycle,which%20rupture%20and%20release%20me
rozoites%20
11. Cowman AF, Healer J, Marapana D, Marsh K. Malaria: biology and disease.
Cell. 2016 Oct 20;167(3):610-24.
12. Malaria (published online 2004 May 25; cited 2023 December 9) Available
from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC408511/
13. Malaria Pathogenesis (published online 2018 January; cited 2023 December
9) Available from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5749143/
14. Miller LH, Good MF, Milon G. Malaria pathogenesis. Science. 1994 Jun
24;264(5167):1878-83.
15. Milner DA. Malaria pathogenesis. Cold Spring Harbor perspectives in
medicine. 2018 Jan 1;8(1):a025569.
16. Miller LH, Baruch DI, Marsh K, Doumbo OK. The pathogenic basis of
malaria. Nature. 2002 Feb 7;415(6872):673-9.
17. Tangpukdee N, Duangdee C, Wilairatana P, Krudsood S. Malaria diagnosis: a
brief review. The Korean journal of parasitology. 2009 June;47(2):93.
18. World Health Organization. Guidelines for the treatment of malaria. World
Health Organization; (published online 2015 August 13; cited 2023
December 10) Available from :
https://www.afro.who.int/publications/guidelines-treatment-malaria-third-edit
ion
19. Ross R. The prevention of malaria. John Murray; 1911.
20. Enayati A, Hemingway J. Malaria management: past, present, and future.
Annual review of entomology. 2010 Jan 7;55:569-91.

37

Anda mungkin juga menyukai