Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ANALISIS KLINIS 1

PLASMODIUM VIVAX

OLEH:

1. RIZKI MAULANA
2. SALWA GHAIDAHARA
3. SALWA SALSABILA
4. SITI AMILIA

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLTEKKES KEMENKES BANTEN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kami penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Plasmodium vivax”.
Makalah ini disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah ANALISIS KLINIS.

Makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan. Dalam makalah ini penulis telah
berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunannya, namun penulis menyadari bahwa pastilah
masih ada banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Oleh karena itu penulis
mengharapkan adanya masukan dan saran guna penyempurnaan karya tulis ini.

Akhirnya kepada Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah memberikan bantuan, dukungan dan do’a serta partisipasinya terhadap penulisan makalah
ini, saya menyampaikan ucapan terimakasih.

Serang, 18 Januari 2021

1
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR...................................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................3
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................................3
1.2 RUMUSAN MASALAH....................................................................................................3
1.3 TUJUAN.............................................................................................................................3
BAB II.............................................................................................................................................4
TINJAUAN TEORI.......................................................................................................................4
2.1 DEFINISI DAN SEJARAH..............................................................................................4
2.2 TOKSONOMI.................................................................................................................4
2.3 MORFOLOGI....................................................................................................................5
Ciri-ciri Plasmodium Vivax...................................................................................................5
2.4 EPIDEMIOLOGI..............................................................................................................7
2.5 SIKLUS HIDUP.................................................................................................................8
2.6 GEJALA KLINIS..............................................................................................................9
2.7 KOMPLIKASI.....................................................................................................................9
2.8 DIAGNOSIS...................................................................................................................10
2.9 PENCEGAHAN............................................................................................................16
3.0 PENGOBATAN.............................................................................................................17
3.1 CARA PENULARAN....................................................................................................17
BAB IV..........................................................................................................................................18
PENUTUP....................................................................................................................................18
4.1 KESIMPULAN................................................................................................................18
4. 2 SARAN..............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................19

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Malaria merupakan penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit
protozoa genus  Plasmodium dan ditularkan pada manusia oleh gigitan nyamuk anopheles
betina yang bertindak sebagai vektor malaria. Seorang wanita berusia 19 tahun datang ke
UGD Rumah Sakit Jendral Ahmad Yani Metro dengan keluhan utama demam sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Demamnya memiliki pola intermitten yang disertai
menggigil. Keluarga pasien mengatakan sudah pernah dirawat di RS selama 5 hari dengan
diagnosis akhir viral infection. Pasien mengaku sering naik gunung dan terakhir kali naik
gunung 2 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/70
mmHg, nadi 104 x/menit, pernapasan 24 x/menit, suhu 38,8 oC, dan didapatkan
splenomegali. Pada pemeriksaan SADT didapatkan hasil yaitu ditemukannya anemia
dan Plasmodium vivax. Pada pasien dilakukan terapi berupa artesunat 2,4 mg/kgBB/12
jam, obat-obatan simtomatik, transfusi PRC dan terapi cairan berupa infus RL 2000 cc/ 24
jam. Pasien diperbolehkan pulang pada hari ke tujuh perawatan dengan obat pulang ACT
oral dan obat-obatan simtomatik. Simpulan, komplikasi malaria berat dapat terjadi pada
infeksi Plasmodium vivax dan pengobatan dengan menggunakan artesunat injeksi yang
dilanjutkan dengan ACT oral cukup efektif.
Hingga 40% populasi dunia berisiko terkena malaria Plasmodium vivax, penyakit yang
membebani kesehatan masyarakat dan beban ekonomi utama di negara-negara endemik.
Karena P. vivax menghasilkan bentuk hati laten, pemberantasan malaria P. vivax lebih
menantang daripada P. falciparum. Analisis genetik P. vivax sangat sulit karena
keterbatasan kultur in vitro.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah yang kelompok angkat dalam makalah ini, antara lain :
1. Apa definisi dan bagaimana sejarah plasmodium vivax?
2. Bagaimana taksonmi dan epidemiologi plasmodium vivax?
3. Bagaimana morfologi dan siklus hidup plasmodium vivax?
4. Bagaimana diagnosa plasmodium vivax?
5. Bagaimana pengobatan dan pencgahan plasmodium vivax?

1.3 TUJUAN
1. Menjelaskan efinisi dan bagaimana sejarah plasmodium vivax
2. Menjelaskan taksonmi dan epidemiologi plasmodium vivax
3. Menjelaskan morfologi dan siklus hidup plasmodium vivax
4. Menjelaskan diagnosa plasmodium vivax
5. Menjelaskan pengobatan dan pencgahan plasmodium vivax

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI DAN SEJARAH


Plasmodium vivax adalah parasit protozoa dan patogen manusia. Parasit ini adalah
penyebab malaria yang paling sering dan menyebar luas. Meskipun lebih ringan daripada
Plasmodium falciparum, yang paling mematikan dari lima parasit malaria manusia, infeksi
P. vivax malaria dapat mengakibatkan penyakit dan kematian yang parah, sering kali
karena splenomegaly (limpa yang membesar secara patologi). P. vivax dilakukan oleh
nyamuk betina Anopheles; Yang jantan tidak menggigit.
Plasmodium ini tersebar di daerah tropis dan sub-tropis seluruh dunia. Hidup pada sel
darah merah, siklus seksual terjadi pada 48 jam. Menyebabkan penyakit tertian yang ringan
dimana demam terjadi setiap tiga hari. Parasit ini bisa dorman di hati manusia “hipnozoid”
dan dapat kambuh setelah beberapa bulan bahkan tahun. Plasmodium vivax penyebab
malaria tertiana.
P. vivax adalah satu-satunya parasit malaria asli di semenanjung korea. Pada tahun-
tahun setelah perang Korea (1950-53), kampanye pemberantasan malaria berhasil
mengurangi jumlah kasus baru penyakit ini di Korea utara dan Korea selatan. Pada tahun
1979, organisasi kesehatan dunia menyatakan semenanjung korea bebas dari malaria
tertiana, tetapi penyakit itu tiba-tiba muncul kembali pada akhir 1990-an dan masih
berlanjut hingga sekarang. Beberapa faktor turut memunculkan kembali penyakit ini,
termasuk berkurangnya penekanan pada pengendalian malaria setelah tahun 1979, banjir
dan kelaparan di Korea utara, munculnya resistensi obat dan kemungkinan pemanasan
global. Sebagian besar kasus diidentifikasi di sepanjang zona demiliterisasi korea. Oleh
karena itu, vivax malaria menawarkan kesempatan kepada dua orang korea untuk bekerja
sama dalam suatu masalah kesehatan yang penting yang mempengaruhi kedua negara.

2.2 TOKSONOMI
P. vivax dapat dibagi menjadi dua clades satu yang tampaknya memiliki asal-usul
di dunia lama dan kedua yang berasal di dunia baru. Perbedaan dapat dibuat berdasarkan
struktur A dan S bentuk dari rRNA. Pengaturan ulang gen-gen ini tampaknya telah terjadi
di dunia baru. Tampaknya konversi gen terjadi di dunia lama strain dan strain ini
melahirkan dunia baru. Waktu dari peristiwa ini belum ditetapkan.
Pada saat ini kedua jenis P. vivax beredar di amerika. The monkey parasit - Plasmodium
simium - berhubungan dengan dunia lama strain bukan untuk dunia baru.
Sebuah nama spesifik - Plasmodium collinsi - telah diusulkan untuk strain dunia baru tapi
saran ini belum diterima sampai saat ini.
 Kingdom : Protista
 Filum : Apicomlexa
 Kelas : Aconoidasida
 Ordo : Haemosporida

4
 Family : Pas mo di I dae
 Genus : Plasmodium
 Spesies : Plasmodium vivax

2.3 MORFOLOGI
Ciri-ciri Plasmodium Vivax

 Cincin – Memiliki bentuk cincin meterai, P. vivax ditandai dengan sitoplasma besar
yang mengandung kromatin besar. Ketika mereka berkembang, mereka mulai
menjadi lebih berbentuk amoeboid. Bentuk cincin parasit adalah sekitar sepertiga
diameter sel darah merah.
 Trofozoit – Trofozoit dari P. vivax ditandai oleh beberapa titik kromatin besar,
sitoplasma amoeboid serta pigmen halus (hematin) yang berwarna kekuningan-
coklat.
 Gametosit – Tidak seperti trofozoit, gametosit P. vivax berbentuk bulat dan lonjong
sehingga memiliki bentuk yang lebih jelas. Mereka dicirikan oleh jumlah tinggi
pigmen coklat yang tersebar di dalam sel darah merah yang terinfeksi.
 Schizonts – Schizonts P. vivax ditandai oleh 12 hingga 24 merozoit dan cukup besar
untuk mengisi seluruh sel (sel merah). Mereka juga ditandai oleh pigmen coklat
kekuningan yang dapat dilihat di bawah mikroskop setelah pewarnaan.

1. Plasmodium Vivax

Stadium : Trofozoit Muda


Sediaan : Darah Tipis
Morfologi :
- Bentuk cincin 1/3 eritrosit
- Eritrosit membesar
- Titik Schuffner mulai tampak

2. Plasmodium Vivax
Stadium : Trofozoit Tua (Matang)
Sediaan : Darah Tipis
Morfologi :
- Bentuk amoeboid (masih terdapat
vakuol)
- Eritrosit membesar
- Titik Schuffner jelas

5
3. Plasmodium Vivax
Stadium : Skizon Muda
Sediaan : Darah Tipis
Morfologi :
- Inti membelah, jumlah 4-8
- Eritrosit membesar
- Titik Schuffner jelas

4. Plasmodium Vivax
Stadium : Skizon Tua (Matang)
Sediaan : Darah Tipis
Morfologi :
- Jumlah inti 12-24 (padat)
- Pigmen kuning tengguli
berkumpul
- Eritrosit membesar
- Titik Schuffner masih tampak
pada bagian pinggir eritrosit

5. Plasmodium Vivax
Stadium : Makrogametosit (Female)
Sediaan : Darah Tipis
Morfologi :
- Inti kecil, padat, merah, di pinggir
- Pigmen sekitar inti
- Protoplasma biru
- Titik Schuffner masih di pinggir

6. Plasmodium Vivax
Stadium : Mikrogametosit (Male)
Sediaan : Darah Tipis
Morfologi :
- Inti difus di tengah
- Pigmen menyebar
- Protoplasma biru kemerahan
- Eritrosit membesar
- Titik Schuffner masih di pinggir

6
7. Plasmodium Vivax
Sediaan : Darah Tebal
Morfologi :
- Gambaran tidak uniform
- Tampak berbagai stadium
(trofozoit, skizon inti 12-24,
gametosit)
- Zona merah di sekitar parasit
(Sisa titik Schuffner)

2.4 EPIDEMIOLOGI
Plasmodium vivax kebanyakan terdapat di Asia, amerika Latin, dan di beberapa
bagian afrika. P. vivax diyakini berasal dari Asia, tetapi penelitian terbaru telah
menunjukkan bahwa simpanse liar dan gorila di seluruh afrika tengah secara endemis
terinfeksi parasit yang berhubungan erat dengan manusia P. vivax. Temuan ini
menunjukkan bahwa manusia P. vivax adalah asal afrika. Plasmodium vivax berjumlah
65% kasus malaria di Asia dan amerika selatan. Tidak seperti Plasmodium falciparum,
Plasmodium vivax dapat mengalami perkembangan sporogonik dalam nyamuk pada suhu
yang lebih rendah. Diperkirakan 2,5 miliar orang berisiko terinfeksi dengan organisme ini.
Meskipun amerika berkontribusi 22% dari daerah global berisiko, daerah endemik
tinggi umumnya jarang penduduk dan daerah memberikan hanya 6% untuk total penduduk
yang berisiko. Di afrika, kekurangan yang meluas dari antigen Duffy penduduk telah
memastikan bahwa transmisi yang stabil dibatasi ke madagaskar dan sebagian tanduk
afrika. Hal ini berkontribusi 3,5% dari populasi global berisiko. Asia tengah bertanggung
jawab atas 82% penduduk dunia yang terancam bahaya dengan daerah endemis tinggi yang
sama dengan populasi padat terutama di India dan Myanmar. Asia timur selatan memiliki
daerah-daerah endemicity tinggi di Indonesia dan Papua nugini dan secara keseluruhan
berkontribusi 9% dari populasi global berisiko.
P. vivax dilakukan oleh setidaknya 71 spesies nyamuk. Banyak vivax vektor hidup bahagia
di iklim beriklim sedang sejauh Finlandia di utara. Ada yang lebih suka menggigit di luar
rumah atau pada siang hari, sehingga menghambat keefektifan insektisida dan kelambu
dalam ruangan. Beberapa spesies vektor kunci belum tumbuh di laboratorium untuk studi
lebih dekat, dan resistensi insektisida unkuantitatif.

7
2.5 SIKLUS HIDUP
Seperti semua parasit malaria, P. vivax memiliki siklus hidup yang kompleks. Ini
menginfeksi serangga definitif host, di mana reproduksi seksual terjadi, dan host
vertebrata menengah, di mana aseksual amplifikasi terjadi. Dalam P. vivax, host definitif
adalah nyamuk Anopheles (juga dikenal sebagai vektor), sementara manusia adalah host
aseksual menengah. Selama siklus hidupnya, P. vivax mengasumsikan berbagai bentuk
fisik.

Fase aseksual (skizogoni) dalam badan manusia


 Nyamuk menggigit manusia, sporozoit masuk ke dalam tubuh manusia
 Sporozoit berpindah ke hati melalui pembuluh darah
 Sporozoit mengalami skizogoni pada sel hati dan menghasilkan merozoit
 Sel hati rusak, merozoit masuk ke dalam pembuluh darah dan menginfeksi sel-sel
pembuluh darah
 Merozoit berkembang menjadi tropozoit-trpozoit muda pada sel darah merah
 Pada sel darah merah, tropozoit memperbanyak diri dan menghasilkan merozoit-merozoit
baru
 Sel darah merah pecah dan menghasilkan merozoit-merozoit baru; merozoit menginfeksi
sel darah merah dan sebagian lagi berkembang menjadi gametosit
 Ketika nyamuk menggigit tubuh manusia yang terkena malaria maka gametosit akan ikut
masuk ke tubuh nyamuk
 Siklus hidup plasmodium pun berlanjut ke fase seksual dan menghasilkan sporozoit.
Fase seksual (sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles betina
Pada saluran pencernaan nyamuk, gametosit berfusi (menyatu) menghasilkan zigot ->
sporozoit kemudian berpindah ke saluran saliva nyamuk.
 Masa tunas intrinsik 12 s.d. 17 hari (bisa 6 s.d. 9 bulan)
 Sindrom prodormal (sakit kepala, nyeri punggung, mual, dan malaise umum).
 Demam tidak teratur pada 2 s.d. 4 hari pertama terjadi perbedaan yang signifikan pada
pagi dan sore hari.

8
 Kurva demam tidak teratur pada permulaan penyakit.
 Kurva demam teratur jelas dengan stadium menggigil, panas, dan berkeringat (40,6◦C)
 Anemia belum jelas pada serangan pertama  malaria menahun lebih jelas.
 Komplikasi gangguan pernapasan, gagal ginjal, ikterus, anemia berat, ruptur limpa,
kejang, gangguan kesadaran.

2.6 GEJALA KLINIS


Patogen mengakibatkan pecahnya sel darah merah yang terinfeksi, mengakibatkan
demam. Sel-sel darah merah yang terinfeksi bisa juga menempel pada satu sama lain dan
pada dinding kapiler. Pembuluh tersumbat dan menghilangkan jaringan oksigen. Infeksi
juga dapat menyebabkan limpa membengkak.
Tidak seperti P. Falciparum, P. Vivax dapat mengisi aliran darah dengan parasit
tahap seksual — formulir yang dikumpulkan oleh nyamuk dan menuju korban berikutnya
— bahkan sebelum pasien menunjukkan gejala. Oleh karena itu, perawatan cepat
terhadap pasien gejala tidak selalu membantu menghentikan wabah, seperti halnya
dengan malaria falciparum, dimana demam terjadi sebagai tahap seksual berkembang.
Bahkan sewaktu gejalanya muncul, karena biasanya tidak langsung berakibat fatal,
parasit terus berlipat ganda.
Plasmodium vivax dapat menyebabkan bentuk yang lebih tidak biasa malaria dengan
gejala yang tidak normal. Hilangnya pengecap, kurangnya demam, rasa nyeri saat
menelan, batuk dan ketidaknyamanan saluran kemih.
Parasit dapat menjadi aktif dalam hati selama berhari-hari sampai bertahun-tahun, tidak
menimbulkan gejala dan tetap tidak terdeteksi dalam tes darah. Mereka membentuk apa
yang disebut hipnozoit, suatu tahap kecil yang terletak dalam sebuah sel hati. Nama ini
berasal dari "organisme tidur". Parasitisme memungkinkan parasit bertahan hidup di zona
yang lebih beriklim sedang, tempat nyamuk hanya menggigit sebagian dari tahun itu.
Satu gigitan menular dapat memicu enam kali kambuh atau lebih dalam setahun,
sehingga penderitanya lebih rentan terhadap penyakit lain. Penyakit menular lainnya,
termasuk malaria falciparum, tampaknya kambuh lagi.

2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi serius untuk malaria adalah parasit pada liver, gagal organ seperti
gagal ginjal akut. Lebih banyak komplikasi malaria juga dapat menjadi gangguan
kesadaran, kelainan saraf, hipoglikemia, dan tekanan darah rendah yang disebabkan oleh
runtuhnya sistem kardiovaskular, penyakit kuning klinis, dan kelainan fungsi organ serta
koagulasi lainnya yang vital. Yang paling serius komplikasi akhirnya menjadi
kematianKomplikasi serius untuk malaria adalah parasit pada liver, gagal organ seperti
gagal ginjal akut. Lebih banyak komplikasi malaria juga dapat menjadi gangguan
kesadaran, kelainan saraf, hipoglikemia, dan tekanan darah rendah yang disebabkan oleh
runtuhnya sistem kardiovaskular, penyakit kuning klinis, dan kelainan fungsi organ serta
koagulasi lainnya yang vital. Yang paling serius komplikasi akhirnya menjadi kematian.

9
2.8 DIAGNOSIS
Praktik diagnostik untuk Plasmodium vivax infeksi Malaria. Diagnosis infeksi
Plasmodium vivax dapat secara luas digolongkan menjadi tiga tujuan: identifikasi kasus
klinis (deteksi kasus pasif [PCD]), pengawasan (deteksi kasus aktif [ACD]), dan uji klinis.
Setiap skenario membawa persyaratan, alat, dan perangkap yang berbeda untuk diagnosis
infeksi.
1. Deteksi pasif (Passive case detection)
Diagnosis yang akurat yaitu vivax malaria dalam upaya pasien sakit akut untuk
mendapatkan perawatan rutin membutuhkan pemeriksaan mikroskop terhadap darah
smear yang bernoda (mikroskop), atau penggunaan kaset imunochromatografis yang
berisi antibodi monokromatik hingga P. vivax antigen (tes diagnosis cepat [RDT]).
Tanda-tanda klinis dan gejala saja, meskipun sering digunakan, tidak dapat membedakan
infeksi malaria dari penyebab penyakit febrile lainnya, tidak juga membedakan antara
Plasmodium falciparum dan P. vivax atau malaria disebabkan oleh plasmodia lain.
Mikroskop yang kompeten biasanya lebih sensitif, spesifik, dan informatif (sehubungan
dengan jumlah parasit dan tahap sekarang) daripada RDT. Namun, kesinambungan
layanan mikroskop menantang sebagian besar sistem perawatan kesehatan tempat
terjadinya malaria endemik.
Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti malaria ditegakkan dari pemeriksaan
darah mikroskopis atau rapid diagnostic test (RDT). Diagnosis malaria berat ditegakkan
berdasarkan kriteria malaria berat dari WHO.

Anamnesis
Pada anamnesis, gejala utama malaria yang sering dikeluhkan adalah demam, menggigil,
malaise, mialgia, gejala gastrointestinal (mual, muntah, dan diare), gejala neurologis
(disorientasi dan penurunan kesadaran), sakit kepala, dan/atau batuk. Gejala klasik
malaria adalah demam paroksismal yang didahului fase menggigil lalu diikuti demam
tinggi dan berkeringat banyak.

Pada pasien yang tinggal di daerah endemis, terkadang gejala klasik malaria tidak
ditemukan. Pasien anak-anak juga sering kali datang dengan gejala yang tidak spesifik
dan gejala gastrointestinal yang menonjol.Malaria wajib dicurigai bila menemukan
gejala-gejala tersebut pada pasien yang tinggal di daerah endemis malaria atau pada
pasien dengan riwayat bepergian ke daerah endemis malaria. Dokter juga perlu
menanyakan riwayat sakit malaria atau minum obat malaria, status imunologi pasien,
usia, status kehamilan, alergi, penyakit lain yang diderita pasien, riwayat transfusi darah,
dan obat-obatan yang dikonsumsi.

10
Sebagian pasien yang mengalami terinfeksi dapat bersifat asimtomatik, tetapi tetap
menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan apusan darah tepi atau skrining dengan
RDT.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah suhu tubuh ≥37,5o C (bisa
mencapai 41o C), konjungtiva anemis, sklera ikterik, dan hepatosplenomegali.
Tipe demam yang umum dijumpai pada pasien malaria adalah demam paroksismal. Fase
demam didahului dengan menggigil selama 1–2 jam, diikuti dengan demam tinggi,
kemudian terjadi diaforesis dan suhu tubuh pasien turun kembali normal atau di bawah
normal. Demam paroksismal dapat terjadi setiap 48 jam (Plasmodium falciparum,
Plasmodium vivax, Plasmodium ovale) atau setiap 72 jam (Plasmodium malariae).
Pasien anak dengan infeksi malaria lebih mudah mengalami hepatosplenomegali, anemia
berat, kejang, hipoglikemia, dan sepsis. Malaria tanpa komplikasi tidak disertai dengan
gejala klinis dan hasil laboratorium yang menandakan malaria berat atau disfungsi organ.
Kriteria malaria berat berdasarkan WHO adalah ditemukannya stadium
aseksual Plasmodium falciparum atau Plasmodium vivax atau Plasmodium
knowlesi ditambah minimal satu dari manifestasi klinis berikut:
 Penurunan kesadaran GCS<11 atau Blantyre <3

 Acute respiratory distress syndrome pada anak


 Kejang berulang lebih dari 2 episode dalam 24 jam

 Syok (pengisian kapiler >3 detik, tekanan sistolik <80 mmHg (dewasa) atau <70 mmHg
(anak).

 Kelemahan otot (tidak bisa duduk, berjalan, atau minum pada anak yang lebih kecil)

 Perdarahan spontan abnormal (epistaxis, perdarahan gusi, hematemesis, melena,


perdarahan dari tempat pungsi vena)
 Edema paru, ditentukan berdasarkan Rontgen toraks atau saturasi oksigen <92% yang
disertai frekuensi pernapasan >30 kali/ menit
 Jaundice dengan bilirubin plasma/serum >3 mg/dL dan kepadatan parasit >100.000/µL
(Plasmodium falciparum) atau >20.000/ µL (Plasmodium knowlesi)
 Anemia berat, ditandai dengan Hb <7 g/dL atau hematokrit <21% (dewasa); Hb <5g/dL
atau hematokrit <15% (anak di daerah endemis tinggi); Hb <7 g/dL atau hematokrit
<21% (anak di daerah endemis sedang–rendah)

 Asidosis base deficit >8 mEq/L atau plasma bikarbonat <15 mEq/L atau laktat plasma
vena >5 mEq/L
 Hipoglikemia glukosa plasma <40 mg/dL

 Hiperparasitemia

 Hiperlaktatemia

 Hemoglobinuria (black water fever)


11
 Gangguan fungsi ginjal kreatinin serum >3 mg/dL atau ureum darah >20 mmol/L

Diagnosis Banding
Di Indonesia, setiap orang yang tinggal di daerah endemis malaria yang mengalami
demam atau riwayat demam dalam 48 jam terakhir dan tampak anemis, wajib dicurigai
sebagai malaria, tanpa mengesampingkan penyebab demam lain.

Malaria menunjukkan gejala awal seperti flu-like syndrome dan manifestasi klinis yang


tidak spesifik, sehingga memiliki banyak diagnosis banding, seperti infeksi saluran
pernapasan, demam tifoid, demam dengue, hepatitis, leptospirosis, dan chikungunya.
Pada pasien yang mengalami demam disertai penurunan kesadaran, meningoensefalitis
viral atau bakterial perlu disingkirkan dan dapat dipertimbangkan pemeriksaan pungsi
lumbal untuk mengonfirmasinya. Diagnosis banding malaria biasanya juga berkaitan
dengan penyakit yang banyak ditemukan di wilayah tersebut.

Cara membedakan malaria dengan penyakit lain yang menjadi diagnosis bandingnya
adalah melalui tes apus darah mikroskopik atau RDT.

2. Mikroskop.
Standar untuk pelatihan, sertifikasi, dan praktek malaria tersedia di organisasi
kesehatan dunia (WHO). Pemeriksaan atas sedikitnya 200 bidang film darah tebal di
bawah kaca perendaman minyak (×1.000) hendaknya dilakukan sebelum diagnosis
negatif dibuat. Batas deteksi untuk mikroskop berpengalaman dianggap sekitar 10-20
parasit/liter. Mikroskop berkompeten secara rutin dalam pengaturannya klinis dianggap
tidak dapat diandalkan di bawah 50 parasit/liter.
Kepadatan parasitemia pada pasien dengan vivax malaria akut bergantung pada banyak
faktor, termasuk naif versus keadaan semi-imun, usia, penundaan dalam mencari
pengobatan, perilaku pengobatan diri sebelum presentasi, dan kemungkinan berbagai
faktor tuan rumah dan parasit.
Kepadatan parasit pada P. vivax malaria biasanya adalah urutan kekuatan yang
lebih rendah daripada P. falciparum dalam kebanyakan pengaturan klinis di mana kedua
spesies ini terjadi, sehingga meningkatkan risiko diagnosis mikroskop negatif palsu
dengan vivax malaria akut. Pemeriksaan film darah yang berulang-ulang, atau
meningkatkan jumlah bidang mikroskop menjadi 300 atau lebih pada pasien yang diduga
mengidap malaria hendaknya dilakukan sebelum dengan yakin melaporkan pasien itu
sebagai parasit malaria yang negatif.
Ancaman diagnostik utama dalam penanganan klinis adalah sensitivitas yang
buruk. Pelatihan mikroskop klinis harus ditujukan untuk memaksimalkan deteksi parasit,
bahkan jika itu dengan biaya spesifikasi tingkat yang lebih rendah. Dalam beberapa
pengaturan di mana vivax malaria mendominasi dan penyebaran P. falciparum jatuh,
mungkin ada khususnya rendah sensitivitas untuk P. falciparum.
12
Selain pelatihan dan sertifikasi yang relatif intensif untuk mikroskop, mikroskop
yang kompeten membutuhkan mikroskop ringan yang bersih dan berfungsi dengan baik,
slide kaca yang bersih, minyak pembenaman dengan material optik yang cocok, dan
getah bening yang disaring bersih untuk pebolaan Giemsa. Dalam banyak pengaturan
endemis malaria, hal-hal penting ini mewakili tantangan-tantangan substansial yang tidak
dapat diandalkan berkelanjutan. Jika mutu layanan mikroskop tidak dapat dipastikan,
penggunaan RDT disarankan.

Pemeriksaan Mikroskopis Apusan Darah Tepi

Pemeriksaan mikroskopis apusan darah tepi berguna untuk menentukan ada tidaknya
parasit malaria, menentukan spesies penyebab, stadium penyakit, dan kepadatan parasit.
Pemeriksaan apusan darah tebal sensitif untuk mendeteksi Plasmodium, tetapi lebih sulit
untuk menentukan spesies penyebab. Apusan darah tipis digunakan untuk menentukan
spesies dan kepadatan parasit.
Apusan darah tepi yang sudah dibuat harus segera dibaca oleh tenaga terlatih. Hasil
apusan darah tepi yang negatif memberikan kesimpulan bahwa kemungkinan diagnosis
bukan malaria.

Hasil apusan darah tepi yang negatif pada pasien dengan gejala khas malaria perlu
diulang selang 12–24 jam hingga 3 kali tes. Jika ketiga pemeriksan apusan darah tepi
tersebut negatif, maka diagnosis malaria dapat disingkirkan dan perlu dicari etiologi
demam lainnya.

Kelebihan pemeriksaan apusan darah tepi adalah mampu mengidentifikasi


spesies Plasmodium (termasuk pada kasus infeksi campuran), menentukan kepadatan
parasitemia, memantau efikasi terapi, membutuhkan alat pemeriksaan yang sederhana,
dan biaya pemeriksaan murah.[32]
Kekurangan pemeriksaan apusan darah tepi adalah sulit mendeteksi jika parasitemia yang
rendah, kesalahan pembacaan dapat terjadi pada kasus parasitemia yang sangat tinggi,
infeksi campuran sering tidak terdiagnosis, membutuhkan tenaga terlatih yang mampu
membaca hasil (jarang ada bila bukan di daerah endemis).

Berikut ini karakteristik hasil pemeriksaan apusan darah tepi pada berbagai
spesies Plasmodium.

Tabel 1. Karakteristik Penemuan Apusan Darah Tepi Malaria

Spesies Plasmodium
Karakteris Plasmodium Plasmodiu Plasmodium
tik falciparum m vivax Plasmodium ovale malariae
Ukuran
eritrosit Tidak membesar Membesar Tidak membesar Tidak membesar
13
Lingkaran
atau oval,
berbentuk
Bentuk tidak Lingkaran, oval, atau
eritrosit Lingkaran, krenasi normal Lingkaran berfimbria
Normal, lebih gelap,
Warna atau tepi tampak Normal –
eritrosit keunguan pucat Normal Normal
Granul
Hitam atau coklat coklat Sama
tua 1–2 buah, keemasan dengan Plasmodium
berbentuk batang di tersebar di vivax dan Plasmodiu
Pigmen gametosit sitoplasma Granul hitam atau coklat m malariae
Ukuran
relatif
besar, 1
titik
kromatin,
Ukuran kecil, 2 titik sitoplasma
kromatin, cincin dapat
multipel yang berbentuk
tampak tidak tegas. amoeboid.
Bisa Dapat
Trofozoit tampak Maurer's ditemukan Sitoplasma padat, 1 titik Sama
imatur cleft pada bentuk titik kromatin besar, cincin dengan Plasmodium
(cincin) cincin yang lebih tua Schuffner tunggal ovale
Sitoplasma
amoeboid,
titik
kromatin
besar,
Sitoplasma lebih pigmen
tegas dengan pigmen halus Sitoplasma padat,
kekuningan, bentuk kuning titik kromatin besar,
trofozoit Plasmodiu kecoklatan, trofozoit berbentuk
m falciparum jarang titik Sitoplasma tampak tegas, batang atau keranjang
ditemukan di darah Schuffner titik kromatin besar, dengan pigmen kasar
Trofozoit perifer lebih jelas padat dan ireguler berwarna coklat tua
Skizon Terdiri dari 8–24 Terdiri dari Terdiri dari 6–14 Terdiri dari 6–12
merozoit dengan 12–24 merozoit dengan nukleus merozoit dengan

14
merozoit,
pigmen
kuning
kecoklatan. nukleus besar, dapat
Ukurannya tersusun
ukuran kecil, pigmen besar dan membentuk rosette,
gelap dan bergumpal mengisi besar dan berkumpul di berkelompok di
membentuk suatu volume sekitar pigmen berwarna sekitar massa pigmen
massa eritrosit coklat tua berwarna coklat tua
Berbentuk
lingkaran
atau oval
dengan Berbentuk lingkaran atau
pigmen oval, berukuran hampir
kecoklatan, sama dengan eritrosit. Berbentuk lingkaran
Berbentuk bulan ukurannya Pigmen berwarna atau oval dengan
sabit, ukuran besar hampir kecoklatan dan lebih pigmen coklat yang
dan ramping, sama kasar tersebar, ukurannya
kromatin terletak di dengan dibandingkan Plasmodiu hampir sama dengan
Gametosit tengah eritrosit. m vivax eritrosit
Sumber: dr. Saphira Evani, 2020[33-36]

3. Tes diagnostik cepat.


Rapid Diagnostic Test (RDT)

Pemeriksaan penunjang alternatif yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan


antigen menggunakan rapid diagnostic test (RDT) dengan format kaset atau dipstick.
Pemeriksaan RDT berguna untuk skrining karena memberikan hasil yang cepat. RDT
malaria menggunakan metode imunokromatografi untuk mendeteksi antigen malaria
menggunakan strip yang dilapisi antibodi anti malaria.
Tes ini memiliki kelebihan berupa mudah dilakukan (tidak memerlukan tenaga
ahli untuk membaca hasil) dan hasilnya cepat. Namun, RDT kurang efektif pada jumlah
parasit di bawah 100/mL darah. Selain itu, hasil positif palsu dapat terjadi pada pasien
yang diterapi hingga 2 minggu karena masih ada antigen yang bersirkulasi. Oleh karena
itu, pemeriksaan RDT tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi respons pengobatan.

Keuntungan prinsip RDTs adalah kemudahan penggunaan dan keberlanjutan


mereka dalam pengaturan sumber daya yang menantang. RDTs tersedia dari banyak
sumber komersial dengan biaya relatif rendah. Sebagian besar kit ini stabil di
penyimpanan suhu lingkungan selama berbulan-bulan. Yang menawarkan standar untuk
pelatihan dan sertifikasi dalam penggunaan RDT.
15
Sensitivitas dan spesifikasinya RDT sangat beragam di kalangan penyedia jasa
komersial, dan oleh spesies-spesies yang didiagnosis. Secara umum, kit tampil lebih baik
dengan infeksi P. falciparum daripada yang dengan P. vivax (misalnya, 74% versus 37%
dari merek tes mencetak > 75% “skor deteksi parasit” pada kepadatan 200 parasit /μL)
Namun, di antara beberapa lusin tes dievaluasi, selusin mencetak hingga 90% pada skor
parasit deteksi skor untuk P.vivax dan P.falciparum pada 200 parasit/liter. Kit ini
mungkin dianggap cocok untuk diagnosis akut vivax malaria oleh RDT. Beberapa tes
mendeteksi P. falciparum histidine- kaya protein 2 selain pan-genus antigen (lactate
dehidrogenase [pLDH]). Reaksi untuk kedua menunjukkan kehadiran P. falciparum, baik
sendiri atau dicampur dengan spesies lain, sedangkan reaksi terhadap pLDH saja
menunjukkan adanya P. falciparum dan kehadiran spesies lain, tetapi tidak membedakan
di antara ini. RDTs lain melakukan diagnosis P. vivax-spesifik menggunakan aldolase
antigen menangkap dengan kinerja yang memuaskan.

2.9 PENCEGAHAN
Cara utama untuk mencegah malaria adalah melalui kendali vektor. Sebagian
besar ada tiga bentuk utama yang dapat dikendalikan oleh vektor:
(1) kelambu yang telah diobati insektisida,
(2) penyemprotan residual di dalam rumah dan
(3) obat antimalaria. Jaring insektisida (LLNs) yang bertahan lama adalah metode
pengendalian yang disukai karena metode ini paling hemat biaya.
WHO saat ini menyusun strategi bagaimana memastikan jaring itu tetap terjaga agar
masyarakat terancam bahaya. Pilihan kedua adalah penyemprotan residual dalam rumah
dan telah terbukti efektif jika setidaknya 80% rumah disemprotkan. Namun, metode
tersebut hanya efektif untuk 3-6months. Sebuah kelemahan terhadap kedua metode ini,
sayangnya, adalah bahwa resistensi nyamuk terhadap insektisida ini telah meningkat.
Upaya pengendalian malaria nasional mengalami perubahan cepat untuk memastikan
orang-orang diberi metode yang paling efektif dari kendali vektor. Terakhir, obat
antimalaria juga dapat digunakan untuk mencegah infeksi berkembang menjadi penyakit
klinis. Akan tetapi, terdapat juga meningkatnya resistansi terhadap obat antimalaria.
Pada tahun 2015, organisasi kesehatan dunia (WHO) menyusun rencana untuk mengatasi
vivax malaria,sebagai bagian dari strategi teknis Global mereka untuk malaria.

3.0 PENGOBATAN
Klorokuin tetap menjadi pilihan pilihan untuk vivax malaria,kecuali di wilayah
Irian Jaya (Guinea baru barat) di Indonesia dan secara geografis kontiguous Papua
nugini, di mana resistensi klorokuin sudah umum (sampai 20%). Resistansi klorokuin
merupakan problem yang kian meningkat di bagian-bagian lain dunia, seperti Korea dan
India.
Ketika resistensi klorokuin umum atau ketika klorokuin dikontraskan, maka
artesunate adalah obat pilihan, kecuali di AS yang tidak disetujui untuk digunakan.

16
Dimana sebuah terapi kombinasi berbasis artemisin telah diadopsi sebagai pengobatan
garis pertama untuk P. Falciparum malaria, itu juga dapat digunakan untuk P. Vivax
malaria dalam kombinasi dengan primaquine untuk pengobatan radikal. pengecualian
adalah artesunate plus sulfadoxine — pyrimethamine (sebagai +SP), yang tidak efektif
terhadap P. Vivax di banyak tempat. Mefloquine adalah alternatif yang baik dan di
beberapa negeri lebih mudah diperoleh. Atovaquone-proguanil adalah alternatif yang
efektif untuk pasien yang tidak bisa mentolerir klorokuin. Kina mungkin digunakan untuk
mengobati vivax malaria tetapi dikaitkan dengan hasil yang lebih rendah.
100% pasien akan kambuh setelah pengobatan yang berhasil infeksi P. vivax jika
pengobatan radikal (pemberantasan tahap hati) tidak diberikan. Pemberantasan tahap
liver dicapai dengan memberikan primaquine. Pasien dengan glucose-6-fosfat
dehydrogenase defisiensi risiko haemolysis. G6PD adalah enzim penting untuk kimia
darah. Tak ada tes persiapan lapangan yang tersedia. Baru-baru ini, pokok ini sangat
penting bagi peningkatan yang terjadi dalam vivax malaria di antara para pelancong.
setidaknya kursus primaquine 14 hari diperlukan untuk pengobatan radikal P. vivax.

3.1 CARA PENULARAN


Sporozoit adalah bentuk infektif. Dalam satu jam, bentuk infektif ini terbawa oleh
darah menuju hati.
Infeksi dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu:
 Secara alami melalui vektor, bila sporozoit masuk ke dalam badan manusia dengan
tusukan nyamuk.
 Secara induksi (Induced)/ mekanik, bila stadium aseksual dalam eritrosit secara tidak
sengaja masuk ke dalam badan manusia melalui darah, misalnya dengan transfusi,
suntikan atau secara kongenital (bayi yang mendapat infeksi dari ibunya melalui tali
pusat/plasenta).

17
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Plasmodium vivax adalah parasit protozoa dan patogen manusia. Parasit ini
adalah penyebab malaria yang paling sering dan menyebar luas. Infeksi P. vivax
malaria dapat mengakibatkan penyakit dan kematian yang parah, sering kali karena
splenomegaly (limpa yang membesar secara patologi). P. vivax dilakukan oleh
nyamuk betina Anopheles. P. vivax dapat dibagi menjadi dua clades satu yang
tampaknya memiliki asal-usul di dunia lama dan kedua yang berasal di dunia baru.
Diagnosis infeksi Plasmodium vivax dapat dilakukan identifikasi kasus klinis
(deteksi kasus pasif [PCD]), pengawasan (deteksi kasus aktif [ACD]), dan uji klinis.
Orang yang terkena infeksi ini umumya mengalami Hilangnya pengecap, kurangnya
demam, rasa nyeri saat menelan, batuk dan ketidaknyamanan saluran kemih.
Atovaquone-proguanil adalah alternatif yang efektif untuk pasien yang tidak bisa
mentolerir klorokuin.

4.2 SARAN
Cara untuk mengurangi infeksi plasmodium vivax ini dapat di lakukan mulai
dari pencegahan hingga pengobatan nya. Meskipun sebenarnya faktor yang paling
berpengaruh adalah faktor lingkungan salah satunya meliputi faktor fisik, faktor
kimia, dan biologi. Faktor-faktor tersebut pada dasarnya dapat mempercepat ataupun
memperlambat penyebaran penyakit malaria ini melalui vector nyamuk Anopheles
betina.

18
DAFTAR PUSTAKA

 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5198890/
 Coatney, G. Robert; Collins, William E.; Warren, McWilson; Contacos, Peter George
(1971). “Plasmodium vivax (Grassi and Feletti, 1890)”. The primate malarias.
Division of Parasitic Disease, CDC.
 White, N. J. (15 January 2008). “Plasmodium knowlesi: The Fifth Human Malaria
Parasite”. Clinical Infectious Diseases. 46 (2): 172–173.
 Baird, J. Kevin (November 2007). “Neglect of Plasmodium vivax malaria”. Trends in
Parasitology.
 https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/malaria/diagnosis

19

Anda mungkin juga menyukai