Anda di halaman 1dari 41

PROPOSAL PENELITIAN

GAMBARAN MALARIA TROPIKA PADA PENDERITA DIABETES


MELLITUS DI RSUD YOWARI TAHUN 2023

Proposal ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan


untuk melakukan penelitian Karya Tulis Ilmiah

DISUSUN OLEH :

NAMA:JOAN ANDREAS MARCUS

NIM:P0.71.34.02.00.43

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLIKTEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

TAHUN 2023
LEMBAR PERSETUJUAN

GAMBARAN MALARIA TROPIKA PADA PENDERITA DIABETES


MELLITUS DI RSUD YOWARI
TAHUN 2023

OLEH:
NAMA : JOAN ANDREAS MARCUS
NIM : PO.71.34.02.00.43

Telah Mendapat Persetujuan Untuk Ujian KTI


Jayapura,November 2022

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr.Yohanna Sorontou,M.Kes Meidy J Imbiri,S.St,M.Si


NIP.196310211989032001 NIP.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
limpahan Rahmat yang telah diberikanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Proposal Penelitian dengan judul “Gambaran malaria pada penderita diabetes
mellitus di Rumah Sakit yowari tahun 2023” dengan baik.
Proposal ini dapat terwujud atas bimbingan, pengarahan dan bantuan dari
berbagai pihak. Sehingga pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan
penghargaan dan ucapan Terimakasih kepada:
1. Ibu Dr. Ester Rumaseb, S.Pd, M.Kes, sebagai Plt. Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Jayapura
2. Ibu Prof Dr. Yohanna Sorontou, M.Kes, sebagai Ketua Jurusan Teknologi
Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan Kemenkes Jayapura
3. Ibu Prof Dr. Yohanna Sorontou,M.Kes, Sebagai Dosen Pembimbing I atas arahan
dan bimbingannya dalam penyusunan proposal ini.
4. Ibu Meidy j imbiri,S.ST,M.SI, Sebagai Dosen Pembimbing II atas arahan dan
bimbingannya dalam penyusunan proposal ini.
5. Bapak dan Ibu Staf Dosen Politeknik Kesehatan Kemenkes Jayapura Jurusan
Teknologi Laboratorium Medis dalam membimbing dan menyelesaikan proposal
ini.
6. Teman-Teman Mahasiswa Jurusan Teknologi Laboratorium Medis Politeknik
Kesehatan Jayapura.
kami menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kata sempurna, untuk
itu saran dan kritik demi kesempurnaan proposal ini sangat penulis harapkan.

Jayapura, Agustus 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Malaria adalah penyakit yang menyerang sel darah merah disebabkan
oleh parasit plasmodium ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini banyak terdapat di daerah
tropis seperti Afrika, Asia Tenggara, Amerika Tengah dan Selatan.terdapat 5
spesies parasit plasmodium yang menyebabkan malaria pada manusia yaitu
Plasmodium falsifarum, Plasmodium vivax, Plasmodium oval, Plasmodium
malariae dan Plasmodium knowlesi. Dari beberapa spesies tersebut jenis
Plasmodium falsifarum dan Plasmodium vivax menjadi ancaman terbesar..
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit (Plasmodium)
yang ditularkan oleh gigitan nyamuk yang terinfeksi (vector borne desease).
Malaria pada manusia dapat disebabkan oleh P. malariae, P. vivax, dan
P.ovale. Pada tubuh manusia, parasit membelah diri dan bertambah banyak di
dalam hati dan kemudian menginfeksi sel darah merah.
1. Malaria Falciparum (malaria tropika) Disebabkan oleh infeksi Plasmodium
falciparum. Gejala demam timbul intermiten dan dapat kontinyu. Jenis
malaria ini paling sering menjadi malaria berat yang menyebabkan
kematian.
2. Malaria Vivax (malaria tersiana) Disebabkan oleh infeksi Plasmodium
vivax. Gejala demam berulang dengan interval bebas demam 2 hari. Telah
ditemukan juga kasus malaria berat yang disebabkan oleh Plasmodium
vivax.
3. Malaria Ovale Disebabkan oleh infeksi Plasmodium ovale. Manifestasi
klinis biasanya bersifat ringan. Pola demam seperti pada malaria vivax
4. Malaria Malariae (malaria kuartana) Disebabkan oleh infeksi Plasmodium
malariae. Gejala demam berulang dengan interval bebas demam 3 hari.
5. Malaria Knowlesi Disebabkan oleh infeksi Plasmodium knowlesi. Gejala
demam menyerupai malaria falsiparum.
Gejala demam tergantung jenis malaria. Sifat demam akut
(paroksismal) yang didahului oleh stadium dingin (menggigil) diikuti
demam tinggi kemudian berkeringat banyak. Gejala klasik ini biasanya
ditemukan pada penderita non imun (berasal dari daerah non endemis).
Selain gejala klasik di atas, dapat ditemukan gejala lain seperti nyeri kepala,
mual, muntah, diare, pegal-pegal, dan nyeri otot . Gejala tersebut biasanya
terdapat pada orang-orang yang tinggal di daerah endemis (imun).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang
ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) akibat
kegagalan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Penyakit ini bersifat
kronis dan jumlah penderitanya terus meningkat di seluruh dunia seiring
dengan bertambahnya jumlah populasi, usia, prevalensi obesitas dan
penurunan aktivitas fisik. Hiperglikemia dapat tidak terdeteksi karena
penyakit Diabetes Mellitus tidak menimbulkan gejala (asimptomatik) dan
sering disebut sebagai pembunuh manusia diam-diam "Silent Killer" dan
menyebabkan kerusakan vaskular sebelum penyakit ini terdeteksi. Gibney
dkk.,2008 (dalam Putri & Isfandiari, 2013).
Diabetes Mellitus terbagi menjadi dua kategori, yaitu Diabetes Tipe 1
dan Diabetes Tipe 1, disebut insulin dependen atau juvenile/childhood-onset
Diabetes, ditandai dengan kurangnya produksi insulin. Diabetes tipe 2,
disebut non-insulin dependent atau adult-onset Diabetes, disebabkan
penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh. Diabetes Mellitus tipe 2
merupakan 90% dari seluruh penderita Diabetes (Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI, 2014). Diabetes tipe 2 merupakan jenis yang
paling banyak dijumpai. Biasanya terjadi pada usia 45 tahun, tetapi bisa pula
timbul pada usia diatas 20 tahun. Sekitar 90-95% penderita Diabetes Mellitus
tipe 2. Pada Diabetes tipe 2, pankreas masih dapat membuat insulin, tetapi
kualitas insulin yang di hasilkan buruk dan tidak dapat berfungsi dengan baik
sebagai kunci untuk 12 memasukkan glukosa ke dalam sel. Akibatnya,
glukosa dalam darah meningkat. Kemungkinan lain terjadinya Diabetes tipe
2 adalah sel jaringan tubuh dan otot penderita tidak peka atau sudah resisten
terhadap insulin (insulin resistance) sehingga glukosa tidak dapat masuk ke
dalam sel dan akhirnya tertimbun dalam peredaran darah. Keadaan ini
umumnya terjadi pada pasien yang gemuk atau mengalami obesitas
(Taufiqurrohman, 2015).
Gejala Diabetes Mellitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga
penderita tidak menyadari akan adanya perubahan seperti, sering merasa haus
(polidipsia), banyaknya urin yang keluar menyebabkan cairan tubuh
berkurang sehingga kebutuhan akan air minum terus meningkat. Di samping
itu juga ada keluhan sering buang air (poliuria). Hal ini terjadi karena
tingginya kadar gula dalam darah yang dikeluarkan lewat ginjal selalu diiringi
oleh air atau cairan tubuh maka buang air kecil menjadi lebih banyak. Tidur
di malam hari kerap terganggu karena harus bolak-balik ke kamar mandi.
Pasien akan lebih sering merasakan lapar (polifagia), Lelah (fatigue) muncul
karena energi menurun akibat berkurangnya glukosa dalam jaringan/sel kadar
gula dalam darah yang tinggi tidak bisa optimal masuk dalam sel disebabkan
oleh menurunnya fungsi insulin sehingga orang tersebut kekurangan energi.
Rasa lelah yang dialami pasien disertai pusing, keringat dingin, dan tidak bisa
konsentrasi hal tersebut disebabkan oleh menurunnya kadar gula. Pasien akan
merasakan gatal-gatal yang disebabkan oleh mengeringnya kulit (gangguan
regulasi cairan tubuh) sehingga membuat kulit mudah luka dan gatal.
Gangguan sensorik pada saraf periferal akan menyebabkan kesemutan/ baal
di kaki dan tangan. Pasien dapat terkena komplikasi pada gangguan
penglihatan mata sehingga penglihatan berkurang yang disebabkan oleh
perubahan cairan dalam lensa mata. Pandangan akan tampak berbayang
disebabkan adanya kelumpuhan 19 pada otot mata selain itu terdapat
gangguan komplikasi seperti pada ginjal, hati, saraf dan lain-lain.
Meningkatnya berat badan berbeda dengan Diabetes Mellitus Tipe 1 yang
kebanyakan mengalami penurunan berat badan, penderita Tipe 2 seringkali
mengalami peningkatan berat badan. Hal ini disebabkan terganggunya
metabolisme karbohidrat karena hormon lainnya juga terganggu (Mahendra,
2008).
Menurut laporan malaria dunia terakhir, yang dirilis oleh WHO pada
30 November 2020, ada 229 kasus malaria pada 2019, naik dari 228 juta
kasus pada 2018. WHO memperkirakan kasus kematian karena malaria
mencapai 409 ribu kasus pada 2019, Anak-anak usia di bawah 5 tahun adalah
kelompok paling rentan terhadap malaria. Pada 2019, anak-anak di kelompok
ini menempati 67% atau 274 ribu kasus dari seluruh kematian karena malaria
di dunia. Pada 2020, WHO melaporkan ada 241 juta kasus baru malaria dan
627.000 kematian terkait malaria di 85 negara.
Penyakit malaria juga masih melanda Indonesia. Oleh sebab itu, Malaria
adalah penyakit infeksi menular yang menyebar melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina yang terinfeksi parasit Plasomodium.
Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, utamanya di
kawasan timur Indonesia Kemenkes mencatat, pada 2021 terdapat 304.607
kasus. Sementara, pada 2020 terdapat sekitar 235.700 kasus malaria di
Indonesia. Target eliminasi malaria Untuk mencapai Indonesia bebas malaria,
ada beberapa kabupaten/kota yang sudah mencapai eliminasi. Eliminasi
malaria artinya, wilayah tersebut sudah mendapat sertifikat bebas malaria dan
penyakit ini bukan menjadi wilayah endemis tinggi malaria di Indonesia.
Hingga 2021, sebanyak 347 dari 514 kabupaten/kota dinyatakan mencapai
eliminasi. Sekitar 68% kabupaten/kota di Indonesia sudah bebas dari malaria.
Berdasarkan laporan tahun 2021, Provinsi Papua merupakan penyumbang
kasus malaria terbanyak di Indonesia. Sebanyak 81% kasus malaria di
Indonesia berasal dari 9 kabupaten dan kota di Papua, tercatat ada 275,429
orang yang terjangkit penyakit malaria, yaitu Kota Jayapura, Kabupaten
Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Mimika, Kabupaten Sarmi,
Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel,
dan Kepulauan Yapen (Dinkes Provinsi Papua, 2021).
Malaria masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang serius
di Kabupaten Jayapura dan menduduki peringkat ketiga pada tahun 2021.
dengan jumlah kasus 26,218 sebagai kabupaten dengan kasus malaria
tertinggi di Indonesia, dengan API sebesar 193,3%, ABER 57,85%, SPR
33%, setelah Kabupaten Keerom, Sarmi dan Mimika (Dinkes Kabupaten
Jayapura 2021). Rumah sakit Umum Daerah (RSUD) Yowari Kabubaten
Jayapura merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemerintah
Daerah Kabupaten Jayapura yang bergerak dalam bidang Pelayanan
Kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit ini dimulai sejak tahun 2003 oleh
pemerintah jayapura, dan di resmikan pada tanggal 27 Januari 2007. Lokasi
dari RSUD Yowari, berada di Kampung Doyo, Distrik Waibu Kabupaten
Jayapura, dan berjarak ±40 km dari pusat Kota Jayapura, Provinsi Papua. Dan
berjarak ± 5 km dari Bandara Sentani Provinsi Papua.
Jumlah kasus malaria di RSUD Yowari Kabupaten Jayapura dari
tahun 2019- 2021 dapat di lihat pada tabel berikut

tabel 1. 1 data jumlah kasus malaria di RSUD Yowari

Tahun Penderita malaria Laki-laki perempuan


2019 1.953 1.066 887
2020 4.095 2.238 1.857
2021 2.959 1.581 1.378

Sumber : data sekunder

World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah


penyandang Diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO
memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta
pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Indonesia berada
diperingkat keempat jumlah penyandang Diabetes Mellitus di dunia setelah
Amerika Serikat, India, dan Cina. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas,2007). Angka prevalensi DM tertinggi terdapat di Provinsi
Kalimantan Barat dan Maluku Utara (masing-masing 11,1%), diikuti Riau
(10,4%) dan Nangro Aceh Darussalam (8,5%) sedangkan prevalensi terendah
adalah Papua yaitu 0,8%. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan
adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM
berbagai penjuru dunia (Sartika dkk, 2013). Jumlah penderita diabetes militus
di Papua berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk berusia > 15 tahun
pada tahun 2013 yaitu 1,1% dan mengalami penurunan sebanyak 0,2% pada
tahun
2018 menjadi 0,9 % (Kemenkes RI, 2018).

Tabel 1.2 data DM di kabupaten jayapura


Tahun 2019 2020 2021
DM 50% 57% 79,3%

berdasarkan data dari SPM (Standar Pelayanan Minimal) diketahui


penderita DM yang sudah diketahui dan telah mendapatkan penanganan
serta pengobatan pada tahun 2019 sebanyak 50%, dan mengalami
peningkatan pada tahun 2020 menjadi 57% dan dan pada tahun 2021 menjadi
79%.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana gambaran penderita Malaria Tropika pada kasus Diabetes
Mellitus RSUD Yowari Tahun 2023?
2. Bagaimana gambaran Malaria Tropika Pada Penderita Diabetes Mellitus
Di RSUD Yowari berdasarkan usia Tahun 2023?
3. Bagaimana gambaran Malaria Tropika pada Penderita Diabetes Mellitus
di RSUD Yowari berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2023?
4. Bagaimana gambaran Malaria Tropika Penderita Diabetes Mellitus Di
RSUD Yowari berdasarkan pekerjaan Tahun 2023

1.3 Tujuan Penelitian


a.Tujuan umum
Mengetahui Gambaran Malaria Tropika Pada Penderita Diabetes Mellitus Di
RSUD Yowari Tahun 2023?

b.Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran Malaria Tropika pada Penderita Diabetes
Mellitus Di RSUD Yowari Tahun 2023
2. Mengetahui gambaran Malaria Tropika pada Penderita Diabetes
Mellitus Di RSUD Yowari berdasarkan usia Tahun 2023
3. Mengetahui gambaran Malaria Tropika Penderita Diabetes Mellitus Di
RSUD Yowari berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2023
4. Mengetahui gambaran Malaria Tropika pada Penderita Diabetes
Mellitus Di RSUD Yowari berdasarkan pekerjaan Tahun 2023

1.4. Manfaat Penelitian


1. Bagi instasi Rumah Sakit
Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam penelitian pada
program kesehatan bidang penyakit malaria,masalah pencegahan
penyakit malaria.
2. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan dan wawasan bagi masyarakat mengenai
penyakit malaria tropika serta penunjang lainnya terhadap penyakit
malaria tropika
3. Bagi Jurusan
Sebagai referensi bagii mahasiswa jurusan teknologi laboratorium medis
dalam penelitian selanjutnya
4. Bagi Peneliti
Dapat menjadi pengalaman belajar,bermanfaat dan dapat digunakan
dalam mengaplikasikan pengetahuan peneliti yang di terima selama
proses pembelajaran.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Malaria Tropika


2.1.1 Definisi
Malaria tropika, malaria ini disebabkan oleh Plasmodium
falciparum. Plasmodium falciparum adalah penyebab malaria yang
paling ganas dan berbahaya. Bila tidak diobati malaria ini dapat
menyebabkan kematian karena banyak eritrosit rusak menyumbat
kapiler otak. Gejalanya adalah berkurangnya kesadaran dan serangan
demam yang tidak menentu,adakalanya terus-menerus, dapat pula
berkala tiga hari sekali, tidakmenimbulkan kambuh. Sering bercirikan
pembesaran hati dengan adanyapenyakit kuning dan urin yang berwarna
coklat tua atau hitam akibathemolisa. Gejala lainnya adalah demam
tinggi yang timbu lmendadak ,hemoglobinuria, hiperbilirubinaemia,
muntah, dan gagal ginjal akut. Masa inkubasi untuk malaria tropika
adalah 7-12 hari (Tjay dan Rahardja, 2000).
a. Plasmodium falciparum
Plasmodium falsiparum merupakan jenis yang paling
berbahaya karena siklus perkembangan yang cepat merusak sel darah
merah dan dapat menyumbat aliran darah sehingga dapat
mengakibatkan anemia dan cerebral. Malaria ini dapat berkembang
dengan baik di daerah tropis dan sub tropis, dan mendominasi di
beberapa negara seperti Afrika dan Indonesia.
b. Plasmodium vivax
Plasmodium ini tersebar di daerah tropis dan sub-tropis
seluruh dunia. Hidup pada sel darah merah, siklus seksual terjadi pada
48 jam. Menyebabkan penyakit tertian yang ringan dimana demam
terjadi setiap tiga hari. Parasit ini bisa dorman di hati manusia
“hipnozoid” dan dapat kambuh setelah beberapa bulan bahkan tahun.
c. Plasmodium ovale
Plasmodium ovale banyak ditemukan di Afrika terutama
Afrika Barat dan pulau-pulau di Pasifik Barat, morfologi mirip
Plasmodium vivax. Menyebabkan malaria ovale atau malaria tertiana
benigna ovale, dapat dorman dihati manusia.
d. Plasmodium malariae
Menyebabkan malaria malariae atau malaria kuartana. Siklus
di sel darah merah terjadi selama 72 jam dan menimbulkan demam
setiap empat hari.
e. Plasmodium knowlesi
Parasit ini merupakan kasus baru yang hanya ditemukan di
Asia Tenggara, penularannya melalui monyet (monyet berekor
panjang, monyet berekor coil) dan babi yang terinfeksi. Siklus
perkembangannya sangat cepat bereplikasi 24 jam dan dapat menjadi
sangat parah. P. knowlesi dapat menyerupai baik Plasmodium
falciparum atau Plasmodium malariae.
2.1.2 Klasifikasi Plasmodium falciparum
Menurut sanjaka(2013), klasifikasi plasmodium falsiparum yaitu:
Kerajaan : Protista
Filum : Apicomplexa
Kelas : Aconoidasida
Ordo : Haemosporida
Famili : Plasmodiidae
Genus : P. falciparum

2.1.3 Siklus Hidup Plasmodium

Gambar 1. Siklus Hidup Plasmodium

a. Siklus skizogoni (siklus aseksual)


terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan siklus eritrositik.
Dimulaiketika nyamukmenggigit manusia sehat. Sporozoit akan masuk kedalam
tubuhmanusia melewati luka tusuk nyamuk
a. Sporozoit akan mengikuti aliran darah menuju ke hati, sehingga
menginfeksi sel hati
b. Kemudian matang menjadi skizon
c. (Siklus ini disebut siklus eksoeritrositik. Pada P. falciparum dan
P.malariae hanya mempunyai satu siklus eksoeritrositik, sedangkan
P.vivax dan P.ovale mempunyai bentuk hipnozoit (fase dormant) sehingga
siklus eksoeritrositik dapat berulang. Selanjutnya, skizon akan
pecah
d. Lalu mengeluarkan merozoit yang akan masuk ke aliran darah sehingga
menginfeksi eritrosit dan di mulailah siklus eritrositik. Merozoit tersebut
akan berubah morfologi menjadi tropozoit belum matang lalu matang dan
membentuk skizon lagi yang pecah dan menjadi merozoit lagi
e. Diantara bentuk tropozoit tersebut ada yang menjadi gametosit
f. Gametosit inilah yang nantinya akan dihisap lagi oleh nyamuk. Begitu
seterusnya akan berulang-ulang terus. Gametosit tidak menjadi penyebab
terjadinya gangguan klinik pada penderita malaria, sehingga penderita
dapat menjadi sumber penularan malaria tanpa di ketahui(karier malaria).

b. Siklus Sporogoni (siklus seksual),


yaitu ketika nyamuk mengisap darah manusia yang terinfeksi malaria
yang mengandung plasmodium pada stadium gametosit
g. Setelah itu gametosit akan membelah menjadi mikrogametosit (jantan)
dan makrogametosit (betina)
h. Keduanya mengadakan fertilisasi menghasilkan ookinet
i. Ookinet masuk ke lambung nyamuk membentuk ookista
j. Ookista ini akan membentuk ribuan sprozoit yang nantinya akan pecah
k. dan sprozoit keluar dari ookista. Sporozoit ini akan menyebar ke seluruh
tubuh nyamuk, salah satunya di kelenjar ludah nyamuk. Dengan ini siklus
sporogoni telah selesai.

2.1.4 Morfologi Plasmodium


morfologi dari Plasmodium falciparum secara mikroskopis yaitu sebagai
berikut :
a. Tropozoit muda
Berbentuk cincin, terdapat dua buah kromatin, bentuk marginal, sel darah
merah tidak membesar, tampak sebagian sitoplasma parasit berada di bagian tepi
dari eritrosit ( bentuk accole atau form appliqué). Pada bentuk tropozoit lanjut
mengandung bintik-bintik Maurer (Maurer dots)

Gambar 2. Bentuk tropozoit muda P. falciparum

b. Skizon
Pigmen menggumpal di tengah, skizon muda berinti < 8 dan skizon tua berinti
8-24

Gambar 3. Bentuk skizon P. falciparum


c.Gametosit Jantan (Mikrogametosit)
Berbentuk pisang gemuk, inti tidak padat, pigmen mengelilingi inti,
sitoplasma biru pucat kemerahan.

Gambar 4. Gametosit Jantan (Mikrogametosit) P. falciparum

d. Gametosit Betina (Makrogametosit)


Berbentuk pisang langsing, inti padat di tengah, pigmen mengelilingi inti,
sitoplasma biru kelabu.
Gambar 5. Gametosit Betina (Makrogametosit) P.falciparum

2.1.5 Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk dalam genus
Plasmodium sp. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler.
Terdapat 4 spesies Plasmodium pada manusia yaitu P.falciparum, P.vivax,
P.malariae, dan P.ovale. malaria vivax disebabkan oleh P.vivax yang juga
disebut sebagai Malaria Tertiana. P.malariae merupakan penyebab malaria
malariae atau malaria kuartana. P.ovale merupakan penyebab malaria ovale,
sedangkan P.falciparum menyebabkan malaria falciparum atau malaria
tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang
ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat
menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai
komplikasi di dalam organ-organ tubuh. Penyebab malaria yang tertinggi di
indonesia tahun 2009 adalah P.vivax (55,8%), kemudian P.falciparum,
sedangkan P.ovale tidak dilaporkan (Masriadi, 2017).

2.1.6 Patofisiologi Malaria Tropika


Patofisiologi pada malaria belum diketahui dengan pasti. Berbagai
macam teori dan hipotesis telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi
pada malaria terutama berhubungan dengan gangguan aliran darah setempat
sebagai akibat melekatnya eritrosit yang mengandung parasit  pada
endotelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang dapat
tetap hidup (survive). Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti,
tetapi mungkin terlibat dalam patogenesis terjadinya demam dan
peradangan. Skizogoni eksoeritrositik mungkin dapat menyebabkan reaski
leukosit dan fagosit, sedangkan sporozoit dan gametosit tidak menimbulkan

perubahan patofisiologi

Menurut Pendapat ahli malaria adalah multifaktorial dan


berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
 

a. penghancuran eritrosit
Fagositosis yang mengandung eritrosit yang mengandung parasit dan
yang tidak mengandung parasit, sehingga terjadi anemia dan hipoksemia
jaringan hingga menyebabkan gagal ginjal. (Pribadi, 2000).
b.Mediator Endotoksin
Makrofag : Pada saat Skizogoni,eritrosit mengandung parasit memicu
makrofag yang sesitive endoktosin untuk melepaskan sebagai mediator. Dapat
menimbulkan demam, hipolgekemia dan sindrom penyakit prnapasan pada
orang dewasa. (Pribadi, 2000).
 c.Suenstrasi Eritrosit
yang terluka : Eritrosit yang terinfeksi oleh  Plasmodium dapat
membentuk tonjolan-tonjolan (Konbs) pada  permukaan nya. Tonjolan nya
mengandung antigen dn bereaksi dengan antobodi malaria dan berhubungan
dnegan afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endhothelium
kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam.
Eritrosit yang terinfeksi membentuk gumpalan dan menimbulkan anoksia dan
edema jaringan. (Pribadi, 2000)

2.1.7 Patologi Malaria Tropika


Gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh daya pertahanan tubuh
penderita. Waktu terjadinya infeksi pertama kali hingga timbulnya penyakit
disebut sebagai masa inkubasi, sedangkan waktu antara terjadinya infeksi
hingga ditemukannya parasit malaria didalam darah disebut periode
prapaten. Keluhan yang biasanya muncul sebelum gejala demam adalah
gejala prodromal, seperti sakit kepala, lesu, nyeri tulang (arthralgia),
anoreksia (hilang nafsu makan), perut tidak enak, diare ringan dan kadang
merasa dingin di pungunggung Keluhan utama yang khas pada malaria
disebut “trias malaria” yang terdiri dari 3 stadium yaitu :
1. Stadium menggigil
Pasien merasa kedinginan yang dingin sekali, sehingga
menggigil. Nadi cepat tapi lemah, bibir dan jari-jari tangan biru, kulit
kering dan pucat. Biasanya pada anak didapatkan kejang. Stadium ini
berlangsung 15 menit sampai 1 jam.
2. Stadium puncak
demam Pasien yang semula merasakan kedinginan berubah
menjadi panas sekali. Suhu tubuh naik hingga 41o C sehingga
menyebabkan pasien kehausan. Muka kemerahan, kulit kering dan
panas seperti terbakar, sakit kepala makin hebat, mual dan muntah,
nadi berdenyut keras. Stadium ini berlangsung 2 sampai 6 jam.
3. Stadium berkeringat
Pasien berkeringat banyak sampai basah, suhu turun drastis
bahkan mencapai dibawah ambang normal. Penderita biasanya dapat
tidur nyenyak dan saat bangun merasa lemah tapi sehat. Stadium ini
berlangsung 2 sampai 4 jam. Pemeriksaan fisik yang ditemukan
lainnya yang merupakan gejala khs malaria adalah adanya
splenomegali, hepatomegali dan anemia. Gejala yang biasanya
muncul pada malaria falciparum ringan sama dengan malaria lainnya,
seperti demam, sakit kepala, kelemahan, nyeri tulang, anoreksia, perut
tidak enak

2.1.8 Patogenesis Malaria tropika


Malaria berat akibat Plasmodium falciparum mempunyai
pathogenesis yang khusus. Eritrosit yang terinfeksi Plasmodium falciparum
akan mengalami proses sekuestrasi yaitu tersebarnya eritrosit yang
berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu pada
permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi
berbagai antigen Plasmodium falciparum. Pada saat terjadi proses
sitoadherensi, knob tersebut akan berikatan dengan reseptor sel endotel
kapiler. Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi dalam pembuluh darah
kapiler yang menyebabkan iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga
didukung oleh proses terbentuknya ”rosette” yaitu bergerombolnya sel darah
merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya.(Sudoyo et al., 2009;
Perkins etal., 2011). Pada proses sotoadherensi ini diduga juga terjadi proses
imunologik yaitu terbentuknya mediato-mediator antara lain sitokin (TNF,
interleukin), dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan
fungsi pada jaringan tertentu.(Perkins et al., 2011).
2.1.9 Epidemiologi Malaria
Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan di seluruh

dunia, terutama negara tropis termasuk Indonesia. Serangan malaria

mengenai hampir 250 juta penduduk di seluruh dunia dengan kematian

satu sampai dua juta pertahunnya (Sudjari, 2013). Plasmodium falciparum

medominasi daerah sub-Sahara Afrika, New Guinea, dan Haiti.

Plasmodium vivax lebih sering ditemukan di daerah Amerika Tengah dan

subkontinen India. Prevalensi kedua spesies ini relatif sama di Amerika

Selatan, Asia Timur dan Oceania. Plasmodium malariae ditemukan pada

sebagian besar daerah Afrika Barat dan Tengah, sementara Plasmodium


ovale lebih cenderung berada di Afrika (Harrison,2005).
Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun

2001, terdapat 15 juta kasus dengan 38.000 kematian setiap tahunnya.

Diperkirakan 35% warga Indonesia tinggal di daerah berisiko tertular.


Dari 293 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, 167 kabupaten/kota
merupakan endemis malaria(Suwandi, 2009).
Epidemiologi penyakit malaria bervariasi sekalipun dalam daerah-

daerah geografis yang kecil. Faktor penentu epidemiologi yang penting

adalah keadaan imunologi serta genetik populasi, spesies parasit, serta

nyamuk dalam komunitas yang berisiko, tingkat turunnya hujan,

temperatur, distribusi tempat berkembang biaknya nyamuk, penggunaan

obat antimalaria dan tindakan pengendalian lainnya yang dapat

menurunkan penularan (Harrison 2005).

2.1.10 Pemberantasan Malaria


Upaya pemberantasan malaria ditujukan untuk menurunkan angka
sakitandankematianmalaria,melalui :
a. Pemberantasan malaria terhadap tersangka atau penderita yang terbukti
secara laboratorium positif malaria.
b. Pemberantasan nyamuk malaria melalui perbaikan lingkungan,
penggunaan
kelambu dan upaya lain untuk menekan penularan dan mengurangi gigitan
nyamuk.
Pengendalian Malaria
1. Pengendalian secara fisik
Pengendalian vektor secara fisik bida dilakukan dengan: a. penimbunan kolam
tidak terpakai
a. b. Pengangkatan tumbuhan air
b. Pengeringan sawah secara berkala setidaknya setiap dua minggu sekali
c. Pemasangan kawat kasa pada jendela.
2. Pengendalian secara biologis
Pengendalian dengan cara memakai organisme hidup yang dapat menyebabkan
vektor sakit dan mati misalnya dengan :
a. Penyebaran ikan pemakan larva nyamuk
b. Penyebaran bakteri Bacillus thuringiensis.
3. Pengendalian secara kimia
Pengendalian dengan cara kimia bisa dilakukan dengan :
a. Penyemprotan residual spray untuk membunuh nyamuk dewasa
b. Penggunaan kelambu Kelambu yangdigunakan dapat berupa kelmabu
celup ataupun berinsektisida (LLITN = Long Lasting Insecticide Treated
Net)
c. Larviciding Larviciding adalah aplikasi larvasida pada tempat perindukan
potensial vektor guna membunuh/memberantas larva nyamuk dengan
menggunakan bahan kimia insektisida (larvasida) (Gede Purnama, 2017).
2.1.11 Diagnosis Laboratorium
Malaria dapat didiagnosis menggunakan pemeriksaan laboratorium
seperti mikroskopis, RDT, Polimeration Chain Reaction (PCR) maupun
serologi, WHO merekomendasikan bahwa semua kasus yang dicurigai
malaria dikonfirmasikan menggunakan tes diagnostik (baik mikroskop
atau tes diagnostik cepat) sebelum memberikan pengobatan.
1) Pemeriksaan Mikroskopis
Sejak ditemukan tahun 1904 pemeriksaan mikroskopis masih
dianggap paling baik sampai sekarang dan menjadi standar emas yang
dapat mengidentifikasi parasit malaria dengan pewarnaan giemsa.
Pemeriksaan mikroskopis dapat dilakukan dengan sediaan tebal
maupun sediaan tipis. Prinsip kerja pemeriksaan ini adalah pembuatan
melihat parasit dengan pewarnaan giemsa 10x dibawah mikroskop
dengan lensa objektif 100 x pada 100 lapangan pandang sampai
ditemukan parasit.Pemeriksaan mikroskopis masih menjadi standar
emas dalam pemeriksaan malaria.Pemeriksaan malaria secara
mikroskopis tidak selalu menunjukkan hasil yang tepat.
Ketidaktepatan dalam pemeriksaan malaria dapat disebabkan oleh
petugas yang kurang terampil, peralatan yang kurang memadai, bahan
dan reagen tidak sesuai standar, jumlah sediaan yang diperiksa
melebihi beban kerja.Pelatihan bagi tenaga mikroskopis diharapkan
dapat meningkatkan kinerja, berdasarkan penelitian bahwa pelatihan
petugas laboratorium mikroskopis malaria dapat meningkatkan
pengetahuan dan skill dalam mendeteksi parasit malaria.Agar sesuai
dengan tuntutan kerja pengadaan pelatihan/ pendidikan perlu
dilakukan seperti pelatihan case manajemen bagi dokter dan
paramedis (bidan dan perawat), pelatihan parasitologi malaria
(mikroskopis dari pusat sampai puskesmas / UPT), pelatihan
manajemen dan epidemiologi malaria (Basic Training) dan pelatihan
juru malaria desa (JMD) atau kader dengan tujuan meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan, memperbaiki, mengatasi
kekurangan dalam pelaksanaan pekerjaan agar sesuai dengan standar
kebijakan program.Managemen kasus malaria perlu diadakan
pelatihan tentang diagnosis laboratorium penggunaan mikroskop dan
RDT, pengobatan malaria
a) Sediaan darah tebal
Pemeriksaan mikroskopis dengan sediaan darah tebal mampu
mendeteksi plasmodium tunggal maupun campuran karena parasit
berkumpul sehingga mudah untuk dilihat namun tidak dapat
melihat spesies dan stadium parasit. Sediaan darah tebal di buat
dengan meneteskan sampel di objek glass ratakan searah jarum jam
sampai berdiameter 1-2 cm, tunggu sampai kering tanpa di fiksasi
dengan methanol seperti sediaan darah tipis lalu dilakukan
pewarnaan giemsa 2,5% selama 45-60 menit atau giemsa 10%
selama 10 menit tunggu sampai kering sebelum di lihat dibawah
mikroskop.
b) Sediaan darah tipis
Sediaan darah tipis berguna untuk mengidentifikasi spesies
parasit, stadium dan kepadatan parasit bisa juga untuk skrining
malaria apabila sediaan tebal tidak memungkinkan dilakukan.
Pemeriksaan setidaknya 100- 300 lapangan pandang dengan lensa
objektif 100 x minyak imersi. 2) Pemeriksaan dengan Rapid
Diagnostic Test (Tes Diagnostik Cepat) Mekanisme kerja tes ini
berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan
metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstick dapat
mendeteksi 200 and 2000 parasites/ μL.Tes ini sangat berguna pada
unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa (KLB) dan
di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium serta
untuk survei terbatas. Penyimpanan RDT sebaiknya di lemari es,
tidak disimpan di dalam Freezer Alat tes ini sangat efektif
digunakan dalam diagnosis cepat malaria, keuntungan dari alat tes
ini dimana tidak memerlukan keahlian khusus seperti mikroskopis,
siapa saja dapat menggunakan. Meskipun demikian pelatihan
terhadap kader malaria dalam penggunaan RDT perlu dilakukan,
berdasarkan penelitian pelatihan pada kader malaria dalam
penggunaan alat diagnostik (RDT) lebih efektif (93%) dalam
peningkatan skill daripada yang tidak diberikan pelatihan.
2.2 Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang
ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) akibat
kegagalan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Penyakit ini
bersifat kronis dan jumlah penderitanya terus meningkat di seluruh dunia
seiring dengan bertambahnya jumlah populasi, usia, prevalensi obesitas
dan penurunan aktivitas fisik. Hiperglikemia dapat tidak terdeteksi karena
penyakit Diabetes Mellitus tidak menimbulkan gejala (asimptomatik) dan
sering disebut sebagai pembunuh manusia diam-diam "Silent Killer" dan
menyebabkan kerusakan vaskular sebelum penyakit ini terdeteksi. Gibney
dkk.,2008 (dalam Putri & Isfandiari, 2013).
Diabetes Mellitus terbagi menjadi dua kategori, yaitu
Diabetes Tipe 1 disebut insulindependen atau juvenile/childhood-onset
Diabetes, ditandai dengan kurangnya produksi insulin. Diabetes tipe 2,
disebut non-insulin dependent atau adult-onset Diabetes, disebabkan
penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh. Diabetes Mellitus tipe
2 merupakan 90% dari seluruh penderita Diabetes (Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2014).
Diabetes tipe 2 merupakan jenis yang paling banyak dijumpai.
Biasanya terjadi pada usia 45 tahun, tetapi bisa pula timbul pada usia
diatas 20 tahun. Sekitar 90-95% penderita Diabetes Mellitus tipe 2. Pada
Diabetes tipe 2, pankreas masih dapat membuat insulin, tetapi kualitas
insulin yang di hasilkan buruk dan tidak dapat berfungsi dengan baik
sebagai kunci untuk 12 memasukkan glukosa ke dalam sel. Akibatnya,
glukosa dalam darah meningkat. Kemungkinan lain terjadinya Diabetes
tipe 2 adalah sel jaringan tubuh dan otot penderita tidak peka atau sudah
resisten terhadap insulin (insulin resistance) sehingga glukosa tidak dapat
masuk ke dalam sel dan akhirnya tertimbun dalam peredaran darah.
Keadaan ini umumnya terjadi pada pasien yang gemuk atau mengalami
obesitas (Taufiqurrohman, 2015).
2.2.1 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi diabetes melitus menurut Smeltzer et al, (2013) ada 3 yaitu:
a. Tipe 1 (Diabetes melitus tergantung insulin)
Sekitar 5% sampai 10% pasien mengalami diabetes tipe 1. Diabetes
melitus tipe 1 ditandai dengan destruksi sel-sel beta pankreas akibat faktor
genetik, imunologis, dan juga lingkungan. DM tipe1 memerlukan injeksi
insulin untuk mengontrol kadar glukosa darah.

b. Tipe 2 (Diabetes melitus tak - tergantung insulin)


Sekitar 90% sampai 95% pasien mengalami diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2
disebabkan karena adanya penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah insulin yang diproduksi.

2.2.2 Gejala Diabetes Mellitus


Gejala diabetes melitus menurut Smeltzer et al, (2013) dan Kowalak (2011),
yaitu:
a. Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa haus yang
berlebih) yang disebabkan karena osmolalitas serum yang tinggi akibat
kadar glukosa serum yang meningkat.
b. Anoreksia dan polifagia (rasa lapar yang berlebih) yang terjadi karena
glukosuria yang menyebabkan keseimbangan kalori negatif.
c. Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan penggunaan
glukosa oleh sel menurun.
d. Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuhnya, dan rasa gatal
pada kulit.
e. Sakit kepala, mengantuk, dan gangguan pada aktivitas disebabkan oleh
kadar glukosa intrasel yang rendah.
f. Kram pada otot, iritabilitas, ketidakseimbangan elektrolit. serta emosi
yang labil akibat
g. Gangguan penglihatan seperti pemandangan kabur yang disebabkan
karena pembengkakan akibat glukosa.
h. Sensasi kesemutan atau kebas di tangan dan kaki yang disebabkan
kerusakan jaringan saraf.
i. Gangguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen yang disebabkan karena
neuropati otonom yang menimbulkan konstipasi.
j. Mual, diare, dan konstipasi yang disebabkan karena dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit serta neuropati otonom.

2.2.3 Etiologi Diabetes Mellitus


Penyebab diabetes melitus kurangnya produksi dan ketersediaan insulin
dalam tubuh atau terjadinya gangguan fungsi insulin yang sebenarnya
jumlah cukup. Fungsi insulin ini agar kadar gula darah tetap terkendali
dalam batas batas normalnya dengan cara mengangkut gula dalam
darahmasuk kedalam sel sel sehingga dapat dipakai sebagai bahan bakar
untuk menghasilkan energi. Kekurangan insulin disebabkan terjadinya
kerusakan sebagian besar sel-sel beta pulau langerhans dalam kelenjar
pancreas yang berfungsi menghasilkan insulin.
a. Faktor Usia
Proses menjadi tua adalah keadaan alamiah yang tidak dapat
dihidarkan seperti semua mahluk hidup di dunia mempunyai batas
keberadaan dan akan berakhir dengan kematian. Umumnya manusai
mengalami perubahan fisiologi yang secara dratis menurun dengan cepat
setalah usia 40 tahun. Semakin bertambah usia semakin tinggi resiko
diabetes,resiko yang tinggi terkena diabetes sering muncul setelah
seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun
seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun
pada mereka yang berat badannya berlebihan sehingga tubunya tidak
pekalagi terhadap insulin.
b. Faktor Jenis Kelamin
Jenis kelamin dengan kejadian diabetes mellitus, Pada wanita lebih
tinggi dari pada laki-laki. Wanita lebih resiko menghidap diabetes melitus
karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan Indeksmasa
tubuh yang lebih besar. Sindrom siklus bulanan (premenstrual syndrome),
pasca menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah
terakumulasi akibat proses hormon tersebut sehingga wanita beresiko
menderita diabetes melitus.
2.2.4 Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus
Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi
metabolik defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak
dapatmempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau
toleransi glukosasetelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat
dan melebihi ambang ginjaluntuk zat ini, maka timbul glikosuria.
Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresisosmotik yang meningkatkan
pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus(polidipsia). Karena
glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalamikeseimbangan kalori
negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakinbesar
(polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Selain
itupasien juga mengeluh lelah dan mengantuk (Price and Wilson, 2015).
2.2.5 Komplikasi Diabetes Mellitus
Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka
panjang jika diabetesnya tidak dikeolah dengan baik. Gula darah yang tinggi
dalam waktu lama akan menimbulkan kerusakan diberbagai organ yaitu
kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum), kelainan fungsi ginjal
bisa menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harusmenjalani cuci
darah (dialisa), serangan jantung dan stroke yang dapat berakhir dengan
kelumpuhan dan mengakibatkan kematin dan amputasi kaki yang
mengakibatkan kecacatan. (Walujo, 1997).
Penurunan gula darah (hipoglikemia) terjadi akibat asupan
makanan yang tidak adekuat atau darah terlalu banyak mengandung insulin.
Jika terjadi peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) berarti insulin
yang beredar tidak mencukupi(Kee, 2007).
2.2.6 Patofisiologi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus mengalami defisiensi insulin menyebabkan glukagon
meningkat sehingga terjadi pemecahan gula baru yang menyebabkan
metabolisme lemak meningkatan kemudian terjadi proses pembentukan
keton (ketogenesis). Terjadinya peningkatan keton didalam plasama akan
menyebabkan ketonuria (keton didalam urin) dan kadar natrium menurun
serta PH serum menurun yang menyebabkan asidosis (Arisman, 2008).
2.2.7 Patogenesis Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya
kekurangan insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat
terjadi melalui 3 jalan, yaitu :
a. Rusaknya sel  pankreas karena pengaruh (virus dan zat kimia)
b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas
c. Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer (Fatimah,
2015).

2.2.8 Patologi diabetes mellitus


Diabetes militus kekurangan insulin yaitu:
1. Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat
peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300-1200 mg/100 ml
2. Peningkatan lemak dari daerah-daerah dan penyimpanan lemak,
menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendap lipid pada
dinding vaskular yang mengakibatkan aterosklerosi
3. Pengaruh protein dalam jaringan tubuh (Setiadi, 2007).

2.2.9 Epidemiologi Diabetes Mellitus


Insiden dan prevalensi Diabetes Mellitus setiap tahunnya terus
meningkat, lebih dari 392 juta orang di dunia menderita Diabetes Mellitus
pada tahun 2013 di perkirakan akan meningkat ke seluruh dunia pada tahun
2035 menjadi 592 juta penderita. Indonesia menempati urutan ke-4 dengan
jumlah penderita 8,4 juta terbesar di dunia setelah India, Cina, dan Amerika
Serikat (Taufiqqurohman, 2015). Studi WHO dan PERKENI menunjukkan
hasil yang serupa yaitu adanya peningkatan angka insidensi dan prevalensi
Diabetes Mellitus Tipe 2, baik di dunia maupun di Indonesia Menurut WHO
(2014), Indonesia memiliki jumlah penderita Diabetes Mellitus sebanyak
8,5 juta dari total penduduk, dan diprediksi akan terus meningkat.
PERKENI (2011) menyatakan terjadi peningkatan jumlah penyandang
Diabetes Mellitus sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030. Tingginya
peningkatan prevalensi penyandang Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia
dari tahun ke tahun disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat, pola
makan yang tidak seimbang, dan kurangnya aktivitas fisik atau olahraga.
Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan jenis yang paling banyak dijumpai.
Biasanya terjadi pada usia 45 tahun, tetapi bisa pula timbul pada usia 20
tahun, Sekitar 90-95 % penderita menyandang Diabetes Mellitus tipe 2
(Putri & Isfandiari, 2013)

2.2.10 Diagnosis Diabetes Mellitus


Diagnosis klinis Diabetes Mellitus ditegakkan bila ada gejala khas
Diabetes Mellitus berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Jika terdapat gejala
khas dan pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu (GDS) ≥200 mg/dl
diagnosis Diabetes Mellitus sudah dapat ditegakkan. Hasil pemeriksaan
Glukosa Darah Puasa (GDP) ≥126 mg/dl juga dapat digunakan untuk
pedoman diagnosis Diabetes Mellitus. Untuk pasien tanpa gejala khas
Diabtes Mellitus, hasil pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja
belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis Diabetes Mellitus.
Diperlukan investigasi lebih lanjut yaitu GDP ≥126 mg/dl, GDS ≥ 200
mg/dl pada hari yang lain atau hasil Tes Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200
mg/dl (Ndraha, 2014)
2.2 Kerangka Teori

Host Agent Evironment


(Lingkungan)

Definitif PlasmodiumFalciparum 1. Fisik


(Nyamuk anopheles) intermedite 2. Kimia
(manusia) 3. Biologi
1. Usia
2. Jenis
Kelamin
Menggigil
Demam
Gejala Klinis berkeringat

Pemeriksaan laboratorium

Interprestasi hasil

(-) :tidak di temukan parasit


(+) :positif 1 (ditemukan parasit
dalam 10 lap pandang.
(++) :positif 2(ditemukan parasitev11-100 parasit
dalam 10 lap pandang.
(+++) :positif 3(ditemukan parasite 1-10 dalam 1
lap pandang.
(++++):positif 4 (ditemukan parasite >10 parasite
dalam 1 lap pandang.
2.3 Kerangka Konsep

Variabel bebas variabel terikat

Penderita malaria tropika Gambaran malaria tropika


1.Darah kapiler pada penderita diabetes meliits
2.p,falciparum di RSUD Yowari Tahun 2023
3.umur
4.jenis kelamin
5.pekerjaaan

1.mikroskopis
2.giemsia 3:1
3.methanol
2.4.Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat ukur Hasil skor Skala


operasional metode skor
Darah tepi yang -blood lancet
darah kapiler di ambil pada steril - Tetes darah tebal
ujung jari -kapas alkohol -Hapusan Tipis
nominal
tengah atau jari 70%
manis
Usai panderita -1-9 tahun
Usia malaria 1-65 Angket/ -10-20 tahun Ordinal
tahun wawancara ->20 tahun
Jenis kelamin
Jenis penderita Angket/ -Laki-laki
malaria baik wawancara -perempuan
kelamin Nominal
laki-laki
maupun
perempuan
Pekerja -Pelajar
Pekerjaan penderita Angket/ -TNI Polri
malaria tropika wawancara -PNS
Nominal
-Petani
(-):tidak dia ada
Kepadatan p.falciparum -mikroskop parasit
-giemsia 3:1 (+):ditemukan 1-10
parasit
parasit dalam 100
Ordinal
lap pandang
(++):ditemukan 11-
100 parasit dalam 1
lap pandang
(+++):ditemukan 1-
10 parasit dalam 1
lap pandang
(++++):ditemukan
>10 parasit dalam 1
lap pandang
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan
desain cross sectional
3.2 Waktu Dan Tempat Penelitian
3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan april-mei
3.2.2 Tempat Penelitian
Tempat dilakukan penelitian di wilayah kerja RSUD Yowari
3.3 Populasi dan sampel penelitian
3.3.1 Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita yang berobat di
RSUD Yowari

3.3.2 Sampel penelitian


Sampel dalam penelitian ini adalah sampel darah seluruh penderita
malaria tropika pada bulan april di RSUD Yowari
3.4 Pemeriksaan Malaria
3.4.1 Pengambilan Sampel Darah Tepi (Kemenkes RI, 2017)
Bahan Yang Digunakan:
1. Lancet steril
2.Alkohol Swab 70%
3. Kapas Kering
1. Prosedur Kerja
Menurut Kurniawan (2019), prosedur pengambilan darah kapiler adalah
sebagai berikut:
1. Dibersihkan area jari yang akan ditusuk menggunakan alcohol swab 70 %
dan biarkan hingga mongering.
2. Dipegang bagian jari yang akan ditusuk agar tidak bergerak dan tekan
sedikit agar rasa nyeri berkurang.
3. Kemudian ditusuk dengan cepat memakai lancet steril. Pada jari, tusuk
dengan arah tegak lurus pada garis-garis sidik jari, jangan sejajar dengan
itu. Pada daun telinga, tusuk bagian pinggirnya. Tusukan harus cukup
dalam agar darah mudah keluar. Jangan menekan-nekan jari atau daun
telinga untuk mendapatkan cukup darah.
4. Darah yang diperas keluar dengan cara itu telah bercampur dengan cairan
jaringan sehingga menjadi encer dan dapat menyebabkan kesalahan hasil.
5. Dibuang tetesan darah yang pertama keluar dengan memakai segumpal
kapas kering. Tetesan berikutnya boleh dipakai untuk pemeriksaan.
3.4.2 Pembuatan sediaan malaria
1. Alat yang disiapkan
a.objek glass(slide)
b.kertas label
c.tisu
2. Bahan yang disiapkan
a.sampel darah tepi
3. Prosedur kerja
a. Letakan objek glass yang berisi tetesan darah diatas meja pada
permukaan
yang rata.
b. Untuk membuat sediaan darah tipis, ambil objek glass baru (objek glass ke
dua)Tempelkan ujungnya pada tetesan darah sampai darah tersebut
menyebar sepanjang objek glass.
c. Dengan sudut 45° geser objek glass tersebut dengan cepat yang berlawanan
dengan tetesan drah tebal, sehingga didapatkan sediaan hapus seperti
bentuk lidah.
d. Untuk sediaan darah tebal, ujung objek glass kedua ditempelkan pada tiga
tetes darah tebal. Darah dibuat homogen dengan cara memutar ujung objek
glass searah jarum jam, sehingga terbentuk bulatan dengan diameter 1cm
e. Pemberiaan kertas label/etiket pada bagian ujung objek glass dekat sediaan
darah tebal menggunakan kertas label.
f. Proses pengeringan sediaan darah harus dilakukan secara perlahan-lahan
ditempat yang datar. Tidak dianjurkan menggunakan lampu, hair dryer. Hal
ini dapat menyebakan sediaan darah menjadi retak-retak sehingga
mempengaruhi hasil pemeriksaan.

3.4.3 pewarnaan sediaan malaria(kemenkes RI,2017)


1.Alat yang disiapkan
a.rak pewarnaan
b.pipet tetes
2.reagensia yang disiapkan
a.methanol
b.giemsia

3.prosedur kerja
a. Sediaan darah tipis yang sudah kering difiksasi dengan methanol.
Jangan sampai terkena sediaan darah tebal.
b. Letakan pada rak pewarnaan dengan posisi darah berada diatas.
c. Siapkan 3:1 larutan giemsa dengan mencampur tiga tetes giemsa stock dan
1 ml aquadest.
d. Tuang larutan giemsa 3:1 dari tepi hingga menutupi seluruh permukaan
objek glass. Biarkan selama 30 menit.
e. Tuangkan air bersih secara berlahan-lahan dari tepi objek glass sampai
larutan giemsa yang terbuang menjadi jernih. Angkat dan keringkan
sediaan. Setelah kering, sediaan darah siap diperiksa.
3.4.4. Pemeriksaan sediaan Malaria
1.Alat yang disiapkan
a. Mikroskop
2.Reagensia yang disiapkan
a.Minyak emersi
3.prosedur kerja
a. Sediaan darah diletakan pada meja sediaan mikroskop.
b. Lihat sediaan darah dengan lensa objektif pembesaran 10x.
c. Teteskan minyak imersi.
d. Ganti lensa objektif dengan pembesaran 100x.
e. Fokuskan lapangan pandang dengan memutar mikrometer sampai
eritrosit
b. terlihat jelas. Periksaan sedian darah dengan menggerakan meja sediaan
kearah kiri dan kanan.

3.5 interprestasi hasil


1. malaria (Kemenkes RI, 2017)
a. (-) : negatif (tidak ditemukan parasit per 100 LP)
b. (+) : positif 1 (ditemukan 1-10 parasit per 100 LP)
c. (++) : positif 2 (ditemukan 11-100 parsit per 100 LP)
d. (+++) : positif 3 (ditemukan 1-10 parasit per LPB)
e. (++++) : positif 4 (ditemukan >10 parasit per LPB).

3.6 Sumber Data


Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Data Primer
Data yang diperoleh dari laporan hasil pemeriksaan Laboratorium di
RSUD Yowari.
2. Data Sekunder
Data yang di peroleh dengan cara melihat hasil rekam medik di RSUD
Yowari
3.7 Teknik Pengumpulan Data
Teknik dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut :
1. Data Primer
2. Data Sekunder
3.8 Teknik Pengolahan Data
Langkah-langkah dalam pengolahan data sebagai berikut :
1.Coding data
2.Entry data
3.Cleaning
4.Editing
5.analisis

3.9 Analisis Data


Yang di gunakan dalam penelitian ini adalah chi square dan hasil
penelitian dilaporkan dalam bentuk tabel dan narasi

3.10 Alur Penelitian

Identitas pasien
1.nama
2.umur
3.jenis kelamin
4.tempat tinggal
5.pekerjaan
DAFTAR PUSTAKA
Putri dan isfandiari,2013.Hubungan 4 pilar pengendalian dm
Taufiqurrohman,2015
Mahendra,2008
Dinkes Provinsi Papua,2021
Riskesdes,2007
Tjay Dan Rahardja,2000
Sanjaka,2013.Malaria pendekatan model kualitas.buku.nuhumedika.Yogyakarta
Sorontou,2013.Ilmu malaria klinik.EGC.jakarta
Masriadi,2017
Pribadi,2000
Perkins et al,2011
Harrison,2005
Suwandi,2009
Gede purnama,2017
Smeltzer et al,2013
Kowalak,2011
Price dan wilson,2015
Walujo,1997
Arisman,2008
Fatimah,2015
Setiadi,2007
Ndraha,2014
Kemenkes RI,2017. Info data malaria.pusat data dan informasi Kemenkes
RI.jakarta
Kurniawan,2019

Anda mungkin juga menyukai