Anda di halaman 1dari 45

IDENTIFIKASI JAMUR PENYEBAB Tinea unguium

PADA KUKU KAKI NELAYAN DI DESA


SOROPIA KECAMATAN SOROPIA
KABUPATEN KONAWE

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Melakukan Penelitian

Oleh:

SRI RAHAYU PUSPITA


P00341017095

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL……………………………………………………………i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang………………………………………………………………1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………......3
C. Tujuan Penelitian……………………………………………………………4
D. Manfaat Penelitian………………………………………………………….4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………5
A. Tinjauan Umum Tentang Jamur……………………………………………5
B. Tinjauan Umum Tinea unguium………………………………………….12
C. Tinjauan Umum Nelayan…………………………………………………22
D. Tinjauan Tentang Media Pertumbuhan Jamur…………………………….23
E. Tinjauan Tentang Pemeriksaan Jamur……………………………………25
BAB III KERANGKA KONSEP………………………………………………27
A. Dasar Pemikiran…………………………………………………………..27
B. Kerangka Pikir……………………………………………………………..28
C. Variabel penelitian………………………………………………………..29
D. Definisi Operasional Dan Kriteria Objektif……………………………… 29
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 31
TABEL SINTESA………………………………………………………………35

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jamur merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat menyebabkan
infeksi penyakit, yang hingga kini masih menjadi salah satu permasalahan di
Dunia. Dermatofitosis merupakan salah satu infeksi jamur yang paling banyak
menginfeksi di berbagai Negara-negara tropis. Dermatofitosis adalah penyakit
yang disebabkan oleh kolonisasi jamur dermatofit yang menyerang jaringan
yang mengandung keratin seperti stratum korneum kulit, rambut dan kuku pada
manusia yang digunakan sebagai sumber nutrisi (Bertus dkk, 2015)
Dermatofitosis tersebar diseluruh dunia dengan prevalensi yang berbeda –
beda ditiap Negara. Penelitian World Health Organization (WHO) terhadap
insiden dari infeksi dermatosit menyatakan 20% orang dari seluruh dunia
mengalami infeksi Kutaneus dengan infeksi Tinea korporis, yang paling
dominan dan diikuti dengan Tinea Kruris, Tinea pedis dan Onikomikosis
(Pravitasari dkk, 2019).
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki iklim tropis dengan
suhu dan kelembaban yang tinggi, sehingga memberi dukungan bagi
pertumbuhan jamur. Di Indonesia dermatofitosis menempati urutan kedua
setelah Pityriasis versikolor. Dermatofitosis didapatkan sebanyak 52% dengan
kasus terbanyak Tinea kruris, Tinea pedis, Tinea korporis serta Tinea unguium
(Agustine, 2012).
Tinea unguium atau istilah lainnya Onychomicosis merupakan salah satu
dermatofitosis yang menginfeksi pada lempeng kuku yang disebabkan oleh
jamur dermatofita. Tinea unguium yang disebabkan oleh jamur dermatofita
adalah Trichophyton rubrum, dan Trichophyton mentagrophytes. Gejala yang
sering kali ditimbulkan pada infeksi ini adalah kerusakan pada kuku,
diantaranya kuku menjadi lebih tebal dan nampak terangkat dari dasar
perlekatannya atau Onycholysis, pecah-pecah, tidak rata dan tidak mengkilat
lagi serta perubahan warna lempeng kuku menjadi putih, kuning, cokelat,
hingga hitam (Bintari dkk, 2019).

iii
Di Indonesia prevalensi terjadinya infeksi Tinea unguium masih sangat
rendah yakni 5 % jika dibandingkan di negara-negara barat yang cukup tinggi
yaitu sekitar 18 %, dimana hal ini disebabkan pengaruh iklim, geografi, dan
imigrasi. Walaupun Tinea unguium tidak menyebabkan mortalitas, namun
dapat mengurangi estetika, bersifat kronis, serta sulit diobati, sehingga dapat
mempengaruhi kenyamanan sekaligus mempengaruhi kualitas hidup dalam
berinteraksi, selain itu juga adanya infeksi jamur dapat menjadi reservoir bagi
infeksi mikroorganisme lainnya (Setianingsih dkk, 2015).
Faktor yang mempengaruhi epidemiologi infeksi Tinea unguium, selain
pengaruh iklim diantaranya adalah personal hygiene yang buruk dikarenakan
kurangnya kepedulian terhadap kebersihan baik lingkungan sekitar maupun
pada diri sendiri, selain itu juga frekuensi bepergian dapat menjadi penyebab
infeksi Tinea unguium yang dikarenakan lamanya penggunaan alas kaki dalam
hal ini sepatu ataupun tanpa menggunakan alas kaki yang kontak langsung
dengan tanah, serta pekerjaan juga dapat menjadi agen terjadinya Tinea
unguium, yaitu pekerjaan yang selalu kontak dengan air dapat mempengaruhi
terjadinya Tinea unguium. Pekerjaan yang selalu kontak dengan air diantaranya
yaitu petani, buruh cuci, penambang pasir serta nelayan (Amalia dkk, 2016).
Indonesia merupakan negara maritim, dimana kurang lebih 75% wilayah
Indonesia adalah wilayah perairan, yang memiliki panjang garis pantai kurang
lebih 99.093 km. Berdasarkan data Podes 2018, tercatat bahwa 21,82%
penduduk Indonesia yang tinggal di desa tepi laut berprofesi sebagai nelayan.
Salah satu diantaranya Provinsi Sulawesi Tenggara dengan luas wilayah 38
067,70 km2 dengan panjang garis pantai 1.740,00 km2, dimana kurang lebih
90.674 orang berprofesi sebagai nelayan (BPS, 2018). Salah satu kawasan
perairan di Sulawesi Tenggara terdapat di Kabupaten Konawe, yang berada di
kecamatan soropia dengan luas perairan laut sekitar 10.229,25 Ha
(BPS, 2018). Desa Soropia adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan
Soropia, yang sebagian masyarakatnya bekerja sebagai nelayan. Nelayan
merupakan kelompok masyarakat yang mata pencahariannya bersumber dari
aktivitas menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut lainnya. Nelayan

iv
umumnya rentan terhadap penyakit kulit akibat pengaruh air laut karena
kepekatannya oleh garam menarik air dari kulit, dimana kuku melekat di kulit
sehingga berpengaruh terhadapkuku dan menyebabkan Tinea unguium
(Retnoningsih, 2017).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mahyudi, (2016) yang
melakukan Identifikasi Jamur Penyebab Tinea unguium pada Kerokan Kuku
Kaki Petani Di Desa Rikit Bur Kecamatan Bukit Tusam Kabupaten Aceh
Tenggara, dari 10 sampel yang diperiksa didapatkan jamur golongan
dermartofita genus Trichophyton mentagrophytes.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti pada 20 orang
nelayan di Desa Soropia Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe ditemukan
perubahan warna pada lempeng kuku kaki nelayan menjadi kuning hingga
kecokelatan yang disertai terjadinya Tinea pedis. Hal ini disebabkan pekerjaan
sebagai nelayan yang selalu kontak dengan air dan kurangnya hyegiene
personal pada beberapa nelayan di Desa Soropia Kecamatan Soropia
Kabupaten Konawe memungkinkan Terinfeksi jamur penyebab Tinea unguium
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Identifikasi Jamur Penyebab Tinea unguium Pada Kuku
Kaki Nelayan Di Desa Soropia Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat jamur
penyebab Tinea unguium pada kuku kaki Nelayan di Desa Soropia Kecamatan
Soropia Kabupaten Konawe ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi jamur penyebab Tinea unguium pada kuku kaki
Nelayan di Desa Soropia Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi jamur penyebab Tinea unguium pada kuku kaki
Nelayan di Desa Soropia Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe dengan
menggunakan media Saboroud Dextrosa Agar (SDA).

v
b. Mengidentifikasi jamur penyebab Tinea unguium pada kuku kaki
Nelayan di Desa Soropia Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe secara
mikroskopik.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi peneliti adalah untuk mengetahui cemaran jamur penyebab
Tinea unguium pada kuku kaki Nelayan, serta mendapatkan ilmu
pengetahuan yang baru yang dapat diaplikasikan di dalam kehidupan
sehari- hari.
2. Manfaat bagi masyarakat adalah memberikan informasi kepada Nelayan
untuk meningkatkan Hygiene personal di lingkungan sekitar, agar
terhindar dari infeksi jamur penyebab Tinea unguium.
3. Manfaat bagi institusi adalah untuk menambah referensi akademik.
4. Manfaat bagi peneliti selanjutnya adalah sebagai bahan informasi dan bahan
acuan penelitian selanjutnya.

vi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Jamur


1. Pengertian Jamur
Jamur merupakan organisme eukariotik yang digolongkan kedalam
kelompok cendawan sejati. Dinding sel jamur terdiri atas kitin dan sel fungi
tidak mengandung klorofil. Jamur mendapat makanan secara heterotrof,
dengan mengambil makanan dari bahan organik di sekitar tempat
tumbuhnya dan akan diubah menjadi molekul sederhana dan diserap oleh
hifa (Hapsari, 2014). Bila organisme ini hidup dari senyawa organik maka
disebut saprofit (Soedarto, 2015).
2. Sifat umum jamur
Sifat umum jamur :
a. Termasuk protista eukariotik.
b. Khemoheterotrof dan khemoorganotrof.
c. Saprofit atau parasit.
d. Struktur vegetatif berupa uniseluler (yeast = khamir) atau multiseluler/
berfilamen (molds = kapang, cendawan).
e. Reproduksi seksual dan aseksual ( Pratiwi, 2008)
3. Ciri –ciri jamur
Menurut Rohayatun (2017), jamur memiliki beberapa ciri-ciri tertentu
diantaranya :
a. Eukariotik
Jamur eukariotik merupakan jamur yang memiliki membran inti sel
atau dikenal dengan sebutan organisme eukariotik.
b. Uniseluler dan multiseluler
Jamur ada yang tersusun dari satu sel atau dikenal dengan uniseluler.
Namun, ada pula yang tersusun atas banyak sel yang disebut dengan
multiseluler. Jamur uniseluler biasanya disebut dengan istilah khamir
atau hanya bersel tunggal.

vii
d. Tidak berklorofil
Jamur tidak memiliki klorofil, sehingga jamur memperoleh
makanan dari sisa organisme yang mati.
e. Heterotrof
         Jamur memiliki sifat sebagai saprofit, artinya memperoleh makanan
dari sisa organisme yang mati.
f. Hifa
Hifa hanya terdapat pada jamur yang bersifat multiseluler dengan
bentuk memanjang menyerupai benang-benang. Hifa terdiri dari bagian
yang bersekat dan tidak bersekat.
4. Morfologi jamur
Morfologi Organisme yang digolongkan ke dalam jamur meliputi :
a. Khamir (yeast = ragi ), yaitu sel – sel yang berbentuk bulat, lonjong atau
memanjang, berkembang biak dengan membentuk tunas, membentuk
koloni yang basah dan berlendir serta tidak bergerak. Ukuran khamir
antara 5-10 mikron, 5 atau 10 kali dari bakteri.
b. Kapang terdiri dari hifa, yaitu sel- sel yang memanjang dan bercabang,
hifa dapat bersekat atau tidak bersekat. Anyaman dari hifa disebut
miselium.
c. Bentuk dimorfik, yaitu bentuk antara khamir atau kapang. Seringkali
khamir membentuk tugas yang memanjang yang bertunas lagi pada
ujungnya secara menerus hingga berbentuk seperti hifa dengan sekat –
sekat. Dengan demikian disebut hifa semu (pseudohifa). Hifa semu yang
berbentuk anyaman disebut miselium semu(Hasyimi,2010).
Hifa adalah elemen – elemen yang terecil dari jamur berupa benang –
benang filamen yang terdiri dari sel – sel yang mempunyai dinding,
protoplasma, inti, dan biasanya mempunyai sekat. Hifa yang tidak
mempunyai sekat disebut hifa sinositik dan benang hifa ini bercabang –
cabang dan membentuk anyaman yang disebut miselium. Hifa berkembang
biak atau tumbuh menurut arah panjangnya dengan membentuk spora.
Spora adalah suatu alat reproduksi yang dibentuk dalam hifa itu sendiri yang

viii
berbentuk bulat, segi empat, kerucut atau lonjong, spora – spora ini dalam
pertumbuhannya semakin lama semakin membesar dan semakin memanjang
dan sehingga membentuk satu hifa. Hifa dapat bersifat sebagai berikut :
a. Hifa vegetatif, yaitu hifa yang berfungsi untuk mengambil makanan
untuk pertumbuhan jamur.
b. Hifa reproduktif, yaitu hifa yang berfungsi untuk membentuk arah dan
memperbanyak diri dengan spora.
c. Hifa udara, yaitu hifa yang berfungsi untuk mengambil oksigen untuk
memenuhi kehidupannya (Hasyimi, 2010).

Gambar 1 Spora dan hifa pada jamur


5. Reproduksi jamur
Jamur dapat bereproduksi secara seksual dan aseksual. Secara seksual
yaitu dengan cara peleburan inti dari kedua induknya, sedangkan secara
aseksual yaitu dengan pembelahan, pembentukan tunas atau spora. Pada
pembelahan, sel akan membagi diri membentuk dua sel yang sama besar,
sedangkan pada pertunasan (budding), sel anak tumbuh dari penonjolan
kecil pada sel induk. Khamir bereproduksi dengan pertunasan.
Jamur berkembang biak dengan cara membelah diri, bertunas atau
dengan spora. Spora dapat dibentuk dengan cara seksual dan aseksual.

ix
1. Spora yang termasuk aseksual
a) Konidiospora (konidium)
Berupa spora bersel satu ataupun multisel, non motil, tidak terdapat
kantung, dan dibentuk di ujung hifa (konidiofor).
b) Sporangiospora
Merupakan spora bersel satu, terbentuk di dalam kantung yang disebut
sporangium pada ujung hifa udara (sporangiosfor).
c) Arthrospora (oidium)
Merupakan spora bersel satu yang terbentuk melalui terputusnya sel-
sel hifa.
d) Klamidospora
Merupakan spora bersel satu yang berdinding tebal dan sangat resisten
terhadap kondisi lingkungan yang buruk, terbentuk dari sel hifa
somatik.
e) Blastospora
Merupakan spora aseksual yang muncul dari pertunasan pada sel
khamir.
2) Spora yang termasuk seksual
a) Basidiospora
Spora seksual yang terbentuk dalam basidium, dan terdapat pada
basidiomycetes.
b) Askospora
Spora seksual yang terbentuk dalam askus, dan terdapat pada
ascomycetes.
c) Zigospora
Spora seksual pada zygomycetes merupakan hasil fusi dari
gametangia, sel berdinding tebal, dan berpigmen gelap (Gandjar,
2007).

x
6. Klasifikasi jamur
Sistem tata nama jamur menggunakan nama binominal yang terdiri
nama genus dan nama spesifik/spesies. Namafamili dengan akhiran(-aceae),
nama order dengan (-ales), dan nama klasis dengan akhiran (-mycetes).
1. Acrasiomycetes
Jamur ini merupakan kelompok jamur lendir seluler, yang hidup
bebas di dalam tanah, biasanya diisolasi dari tanah humus. Ciri-ciri sel
jamur ini adalah dapat bergerak diatas media padat (pseudopodia, makan
dengan cara fagositosis, misalnya dengan memakan bakteri.
Perkembangbiakan jamur ini dimulai dari berkecambahnya spora,
kemudian sel memperbanyak diri membentuk pseudoplasmodium,
selanjutnya sel-sel beragregasi dan akan membentuk badan buah,
akhirnya terbentuk sporokarp yang menghasilkan spora kembali. Contoh
jamur ini adalah Dictyostelium mucoroides dan D. discoideum.
2. Myxomycetes
Jamur ini merupakan jamur lendir sejati, cara makan dengan
fagositosis. Apabila plasmodium merayap ke tempat yang kering, akan
terbentuk badan buah. Badan buah akan menghasilkan spora berinti satu
yang diselubungi dinding sel. Spora berasal dari inti-inti plasmodium.
Struktur pada semua stadium sama, yaitu sel senositik dengan adanya
aliran sitoplasma. Perkembangbiakan jamur ini dimulai dari sel vegetatif
haploid hasil perkecambahan spora. Sel tersebut setelah menggandakan
diri akan mengadakan plasmogami dan kariogami yang menghasilkan sel
diploid. Sel diploid yang berkembang menjadi plasmodium yang selnya
multinukleat tetapi uniseluler, selanjutnya membentuk badan buah yang
berbentuk sporangium. Sporangium tersebut menghasilkan spora haploid.
Contoh jamur ini adalah Lycogala epidendron,Cribraria rufa, dan
Fuligo septica.
3. Oomycetes
Jamur ini termasuk jamur benang yang mempunyai hifa tidak
bersepta, sel vegetatif multinukleat, atau disebut thalus senositik. Secara

xi
vegetatif dapat memperbanyak diri dengan potongan-potongan hifa, dan
menghasilkan spora aseksual dalam sporangium (sporangiospora).
Perkembangbiakan secara generatif dengan membentuk spora seksual.
Berdasarkan cara terbentuknya spora dibagi menjadi dua macam yaitu :
a. Oospora, hasil peleburan antara gamet-gamet yang tidak sama
besarnya.
b. Zigospora, hasil peleburan gamet-gamet yang sama besarnya.
Berdasarkan tipe sporanya maka jamur ini juga dapat
dikelompokkan dalam Oomycetes dan Zygomycetes, contoh jamur yang
termasuk dalam kelas Oomycetes adalah Saprolegnia sp. ,Phytophthora
viticoladan Plasmopora viticola. Sedangkan jamur yang termasuk
Zygomycetes yaitu Mucor sp. Dan Rhyzopus sp.
4. Ascomycetes
Ciri jamur ini mempunyai hifa bersepta, dan dapat membentuk
conidiofor. Secara generative dapat berkembang biak dengan potongan
hifa, dan pada beberapa jenis dapat menghasilkan konidia secara asexual.
Fase konidi jamur ini disebut juga fase imperfecti (Deuromycetes).
Secara enerative dapat membentuk badan buah yang disebut askokarp,
yang didalamnya terdapat askus (kantong) yang menghasilkan askospora.
Askospora merupakan hasil kariogami dan meiosis. Pembentukan
askospora ada empat cara, yaitu :
a. Konjugasi langsung seperti pada khamir.
b. Pembelahan sel miselium.
c. Peleburan sel-sel kelamin kemudian orgonium menjadi askus.
d. Dari hifa askogen timbul organ-organ tertentu yang mengandung inti
rangkap.
Contoh jamur ini yaitu jamur dari genus Aspergillus dan Penicillum.
Jamur ini umumnya dapat menghasilkan pigmen hitam, coklat, merah
dan hijau. Pigmen tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis-
jenis jamur tersebut.

xii
5. Basidiomycetes
Ciri khusus jamur ini yaitu basidium yang berbentuk seperti gada,
tidak bersekat dan mengandung 4 basidiospora di ujungnya. Pada jamur
tertentu mempunyai hymenium atau lapisan-lapisan dalam badan buah.
Hymenium terdiri dari basidia, hifa steril, parafisa, dan cysts. Basidia
berasal dari hifa dikariotik, sel ujungnya membesar, inti ikut membesar, 2
inti melebur menghasilkan 1 inti diploid, kemudian membelah reduksi
menjadi 4 inti haploid yang menjadi inti basidiospora. Tipe kelamin
Basidiospora terdiri atas 2 negatif dan 2 positif. Contoh jamur ini adalah
Pleurotus sp, Cyantus sp., dan khamir sporobolomyces sp.
6. Deuteromycetes (fungi imperfecti)
Semua jamur yang tidak memiliki fase sexual dimasukkan kedalam
kelas Deuteromycetes. Jamur ini merupakan bentuk konidial dari kelas
Ascomycetes, dengan askus tidak tertutup atau hilang karena evolusi.
Jamur ini juga secara tidak lengkap secara sexual, atau disebut
parasexual. Proses plasmogami, kariogami dan meiosis ada tapi tidak
terjadi pada lokasi tertentu dari badan vegetatif, atau tidak terjadi pada
fase perkembangan tertentu. Miseliumnya bersifat homokariotik. Contoh
jamur ini adalah beberapa spesies Aspergillus, Penicillium, dan Monilia
(Fifendy, 2017).
7. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur
Pada umumnya pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh (syaifuddin, 2017) :
a. Kebutuhan air
Sebagian jamur membutuhkan air dalam jumlah yang sangat sedikit
pertumbuhannya dibandingkan bakteri.
b. Suhu pertumbuhan
Kapang dan khamir tumbuh optimal pada suhu kamar yaitu pada suhu
berkisaran (25 – 30)0C akan tetapi ada beberapa spesies jamur yang bisa
tumbuh pada suhu 35-37°C-37°C dan suhu lebih tinggi contohnya
adalah fungi Aspergillus sp.

xiii
c. Oksigen dan pH
Oksigen dan pH menjadi factor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur
Karena setiap jamur membutuhkan oksigen akan lebih baik jika dalam
kondisi asam atau pH nya rendah karena jamur itu sendiri bersifat aerobik
d. Subtrat atau media
Secara umum jamur dapat memanfaatkan berbagai komponen dalam
makanan baik sederhana maupun yang kompleks. jamur dapat membuat
enzim hidrolitik seperti amylase, proteinase, pectinase,dan lipase. Oleh
karena itu fungi bisa tumbuh pada pangan yang mengandung pati, protein,
dan lipid di dalamnya.
e. Komponen penghambat
Beberapa jamur dapat mengeluarkan komponen penghambat organisme
lainnya komponen ini adalah antibiotik. Ada beberapa komponen lain
bersifat mikostatik yaitu dapat menghambat pertumbuhan jamur atau
fungisidal yaitu membunuh jamur.
B. Tinjauan Umum Tentang Tinea unguium
a. Pengertian Tinea unguium
Tinea unguium adalah infeksi jamur dermatofita pada kuku. Sebanyak
71% dari seluruh kasus tinea unguium disebabkan oleh T.rubrum dan 20%
disebabkan oleh Trichophyton mentagrophytes. Infeksi jamur dermatofita
pada awalnya akan mengkolonisasi stratum korneum pada bagian
hiponikium dan distal kuku dengan gambaran klinis putih-kuning
kecoklatan. Proses infeksi berlanjut hingga ke bagian proksimal kuku
(Verma dkk, 2012).

Tinea Unguium adalah dermatofitosis yang paling sukar dan lama


disembuhkan. Kelainan pada kuku kaki lebih sukar disembuhkan dari pada
kuku tangan. Kuku kaki kira-kira tujuh kali lebih sering terserang daripada
kuku tangan karena laju pertumbuhan yang tiga kali lebih lambat (Djuanda,
2013).

xiv
b. Epidemiologi
Tinea unguium terjadi di seluruh belahan dunia. Dapat terjadi baik pada
anak-anak maupun dewasa. Prevalensi Tinea unguium meningkat sesuai
dengan pertambahan usia. Sekitar 1% pada individu <18 tahun dan hampir
50% pada usia >70 tahun. Peningkatan prevalensi ini dikarenakan
peningkatan status imunosupresi seseorang, sepatu yang terlalu sempit, dan
peningkatan penggunaan locker room bersama. Tinea unguium lebih banyak
terjadi pada laki-laki dan biasanya dikaitkan dengan Tinea pedis (Wolff,
2009).
c. Patofisiologi
Pada Tinea unguium invasi terjadi pada kuku yang sehat. Jamur dapat
masuk melalui tiga cara yaitu dari manusia ke manusia (antrofopilik), dari
hewan ke manusia (zoofilik) dan dari tanah ke manusia (geofilik).
Trichophyton rubrum khususnya mengandung mannans yang dapat
mengurangi proliferasi keratinosit. Terdapat beberapa predisposisi yang
memudahkan terjadinya Tinea unguium yang mungkin sama dengan
penyakit jamur superfisial lainnya seperti kelembaban, trauma berulang
pada kuku, penurunan imunitas serta gaya hidup seperti penggunaan kaos
kaki dan sepatu tertutup terus-menerus, olahraga berlebihan dan juga
penggunaan tempat mandi umum. Invasi kuku oleh jamur juga akan
meningkat pada pasien dengan defek pada suplai vaskularisasi seperti akibat
pertambahan usia, insufisiensi vena, penyakit arteri perifer, serta pasien
imunokompromise (Elewski, 2008).
Jamur menyerang kuku melalui berbagai area sesuai dengan bagian
kuku yang pertama diinfeksinya. Invasi jamur ke kuku biasanya di mulai
dari lipatan kuku lateral atau ujung kuku, hal ini akan memberikan
gambaran klinis berbeda sesuai dengan klasifikasi berdasarkan bagian kuku
yang terkena. Selanjutnya dapat terjadi onikomikosis sekunder dimana
infeksi terjadi setelah jaringan di sekitar kuku sudah terinfeksi seperti pada
psoriasis atau trauma pada kuku. Tinea unguium pada kuku jari kaki

xv
biasanya terjadi setelah Tinea pedis, pada kuku jari tangan dikaitkan dengan
Tinea manus, Tinea corporis dan Tinea kapitis (Wolff, 2007).
d. Anatomi kuku
Kuku merupakan salah satu dermal appendages yang mengandung
lapisan tanduk yang terdapat atau tumbuh di ujung jari kaki maupun tangan.
Kuku tumbuh dari sel mirip gel lembut yang mati, mengeras, dan kemudian
terbentuk saat mulai tumbuh dari ujung jari. Kulit ari padapangkal kuku
berfungsi melindungi dari kotoran. Fungsi utama kuku adalah melindungi
ujung jari yang lembut dan penuh urat saraf, serta mempertinggi daya
sentuh. Kuku adalah bagian dari tulang bukan protein (Tabri, 2016).
Kuku merupakan salah satu organ kulit tambahan yang mengandung
lapisan tanduk yang terdapat pada ujung-ujung jari tangan dan  kaki,
gunanya selain membantu jari-jari untuk memegang juga digunakan sebagai
cermin kecantikan. Lempeng kuku terbentuk dari sel-sel keratin yang
mempunyai dua sisi berhubungan dengan udara luar dan sisi lainnya tidak. 

Gambar 2 Anatomi kuku

Bagian –bagian kuku diantaranya sebagai berikut :

a. Matriks kuku
Merupakan pembentuk jaringan kuku yang baru
b. Kutikel (cuticle)

xvi
Merupakan penghubung dua permukaan epitel dari lipatan kulit proximal.
Melindungi struktur dasar kuku (matrix germinatif) dari iritasi, alergi,
bakteri/jamur patogen.
c. Lipatan kuku lateral
Menutupi sisi lateral lempeng kuku
d. Lunula
Dasar dari lipatan proximal. Merupakan bagian lempeng kuku yang berwarna
putih di dekat akar kuku berbentuk bulan sabit,sering tertutup oleh kulit.
e. Dasar kuku (nail bed)
Terdiri dari bagian epidermal dan mendasari dermis yang berhubungan dengan
periosteum dari distal phalanx. Normal berwarna merah muda karena
vaskularisasi yang nampak melalui lempeng kuku yang translusen.
f. Hiponikium
Ruang di bawah kuku yang bebas, memisahkan lempeng kuku dan dasar kuku
pada ujung distal.
g. Lempeng kuku (nail plate)
Sebagai proteksi yang keras. Statis dan dengan kuat menempel pada dasar kuku.
Dikelilingi tiga sisi lipatan kuku. Terbentuk dari tiga lapiasn horisontal: lamina
dorsal tipis,lamina intermedit tebal, lapisan ventral dari dasar kuku.
Kerasnya lempeng kuku karena high sulfur matrix protein (Moore, 2010).
e. Gambaran klinis Tinea unguium
Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh jamur
dermatofita. Tinea unguium terdapat 3 bentuk klinis yaitu:
1. Onikomikosis Distal Subungual (ODS)
Onikomikosis Distal Subungual (ODS) merupakan pola Tinea
unguium yang paling sering terjadi. Infeksi dimulai dari stratum korneum
daerah hiponokium atau lipatan kuku, kemudian masuk ke subungual.
Onikomikosis Distal Subungual (ODS) sering dikaitkan dengan Tinea
pedis. Biasanya disebabkan oleh T. rubrum. Bentuk ini mulai dari tepi
distal atau distolaterial kuku. Penyakit akan menjalar di bawah kuku
terbentuk sisa kuku yang rapuh. Kalau proses berjalan terus, maka
permukaan kuku akan hancur dan yang terlihat hanya kuku rapuh yang
menyerupai kapur.

xvii
Gambar 3 Onikomikosis

Subungual Distal (OSD)

2. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)


Jamur masuk melalui kutikula lipatan kuku posterior kemudian
berpindah sepanjang lipatan kuku proksimal menginvasi matrik kuku.
Pada tipe ini, paling sering disebabkan oleh T. rubrum. Tipe ini selalu
dikaitkan dengan keadaan immunocompromised. Banyak ditemukan
pada pasien HIV/ AIDS. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)
dapat mengenai satu atau dua kuku. Gambaran klinis yang dapat
ditemukan adalah bintik putih di bawah lipatan kuku proksimal.Secara
bertahap, warna keputihan mulai memasuki lunula, lalu berpindah ke
distal kuku yang terinfeksi. Terjadi pembesaran hingga dapat
menyebar pada seluruh kuku, hiperkeratosis subungual, leukonikia,
onikolisis proksimal dan destruksi pada seluruh kuku.

Gambar 4

Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)

3. Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT)

xviii
Pada tipe ini, jamur menginvasi permukaan dorsal kuku.
Penyebab terbanyak adalah T. mentagrophytes atau T. rubrum (pada
anak-anak). Permukaan lempeng kuku yang terinvasi oleh jamur
menunjukkan gambaran putih, seperti tepung/ serbuk kapur (chalky
white) dan kadang mudah retak.Kelainan ini juga jarang ditemui.
Kelainan kuku pada bentuk ini merupakan leukonikia atau keputihan
di permukaan kuku yang dapat dikerok untuk dibuktikan adanya
elemen jamur.Merupakan infeksi lapisan dorsal kuku yang disebabkan
bercak bersisik putih (James, 2008).

Gambar 5 Onikomikosis

Superfisial Putih (OSPT)

f. Spesies jamur yang menginfeksi kuku


1. Trichophyton rubrum

1) Pengertian
Trichophyton rubrum adalah salah satu spesies jamur yang
menyebabkan banyak penyakit. Penyakit–penyakit yang diakibatkan
jamur ini sering kali menyerang masyarakat. Pertumbuhan koloninya
dari lambat hingga bisa menjadi cepat, jamur ini memiliki kemampuan
untuk menyerang struktur keratin yaitu rambut, kulit dan kuku
(Venerol, 2012). Pertumbuhan T. rubrum termasuk lambat tumbuh
dengan morfologi kultur seperti kapas berwarna putih sampai
kemerahan pada permukaan agar PDA (Potato Dextrose Agar).
T.rubrum merupakan dermatofita yang paling banyak menimbulkan
klinis infeksi jamur superfisialis (Blutfield dkk, 2015).

xix
Trichophyton rubrum adalah fungi superfisial yang paling
umum menyerang manusia, data menunjukan setidaknya 60% dari
semua infeksi fungi superfisial dimanusia disebebkan oleh
Trichophyton rubrum. Selain itu, Trichophyton rubrum juga dapat
menyebabkan infeksi lain seperti kerions, abses dan granuloma
(Raposo dkk, 2011).

2) Taksonomi
Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Onygenales
Famili : Arthrodermataceae
Genus : Trichophyton
Spesies : Trichophyton rubrum
3) Morfologi
Secara umum morfologi koloninya berupa bubuk berbulu, ataupun
licin seperti wax (Laksmipathy dan Kannabiran, 2010). Tipe sporanya
adalah makronidia yang tipis, berbentuk cigar-shaped atau seperti
pensil bersepta dengan ukuran 8-5 μm × 48 μm, dan berdinding tipis
namun sulit untuk diidentifikasi karena jarang terlihat. Mikrokonidia
T.rubrum berbentuk bulat (2.5 to 4 μm) dengan jumlah yang
melimpah (Aneja dkk, 2012).
Sifat umum Trichophyton rubrum:
a. Dermatophytes antropofilik
b. Infeksi rambut, kulit dan kuku
c. Ectothrix, tes urease negatif, hair perforation test negatif
d. Biakan (kultur) : tumbuh lambat (2-3 minggu), koloni putih seperti
bludru (velvety), ditutupi oleh aerial miselium, memberi pigmen
merah anggur dilihat dari reverse side.
Gambaran mikroskopik dari biakan :
a. Berdinding tipis

xx
b. Bentuk septa kecil
c. Bentuk lonjong seperti tetesan air mata
d. Membentuk banyak mikrokonidia (Gandjar dkk, 2014).

Gambar 6 Trichophyton rubrum

4) Patogenesis

Invasi jamur Ticophyton dapat menimbulkan kelainan pada kulit,


rambut, dan kuku. Jamur Tricophyton rubrum termasuk golongan jamur
antropofilik yaitu jamur yang hidup di tubuh manusia sebagai tempat
pertumbuhannya (Gandahusada, 2003).
Tricophyton rubrum dapat hidup dan berkembang pada lapisan
epidermis dengan enzim kreatinase, protease dan katalase. Selain itu, jamur
patogen ini juga memproduksi enzim hidrolitik, yaitu fosfatase super oksid
dismutase, asam lemak jenuh dan lipase. Tricophyton rubrum setelah
menginvasi sel kreatin, menerobos ke dalam epidermis dan selanjutnya akan
menimbulkan reaksi peradangan atau inflamasi. Reaksi peradangan tersebut
timbul akibat Tricophyton rubrum serta bahan yang dihasilkan berada di
daerah kutan, yaitu dari lapisan kulit yang meliputi stratum korneum hingga
stratum basale (Hadiloekita, 2007)

2. Trichophyton mentagrophytes
1. Pengertian
    Trichophyton mentagrophytes adalah jenis kapang yang
termasuk dermatofita dan penyakit yang disebabkannya disebut
dermatofitosis. Kapang ini menyerang bagian tubuh yang
mengandung zat keratin seperti kulit, rambut dan kuku atau tanduk
(Gholib, 2009). Trichophyton mentagrophytes mempunyai koloni

xxi
yang berbutir kasar, berwarna krem sampai coklat muda, dibalik
koloni terlihat pigmen, hifa dan mikrokonidia tidak khas,
mikrokonidia banyak bergerombol seperti buah anggur, berdinding
tipis, halus dan memiliki rambut tambahan yang disebut rat tail
(Kumala, 2009).
2. Taksonomi
Kingdom    : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Euascomycetes
Order :Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus  : Trichophyton
Spesies : Trichophyton mentagrophytes

3. Morfologi

Bentuk makroskopis Trichophyton mentagrophytes adalah


merupakan tenunan lilin, berwarna putih sampai putih kekuningan
yang agak terang atau berwarna violet merah. Kadang bahkan
berwarna pucat kekuningan dan coklat. Jamur ini merupakan jamur
filamentous yang menyerang kulit yang menggunakan keratin
sebagai nutrisinya. Jamur Trichophyton mentagrophytes tumbuh
dengan subur di area yang hangat dan lembab (Maha, 2017)

Divisi ini memiliki ciri hifa bersekat, reproduksi dengan cara


aseksual menggunakan konidiospora, sedangkan reproduksi seksual
belum diketahui sehingga jamur kelas ini disebut jamur imferfekti.
Pada biakan Trichophyton mentagrophytes membentuk koloni dan
konidia yang khas, koloninya dapat berbentuk seperti kapas sampai
granular, memiliki kelompok mikronidia yang terbentuk sferis
menyerupai buah anggur, terdapat mikronidia yang menyerupai
kapas tapi jarang ditemukan (Jawetz dkk, 2004). Makronidia

xxii
berbentuk panjang seperti pensil, sedangkan mikronidia lecil,
berdinding tipis, dan berbentuk lonjong dan terletak pada
konidiofora yang pendek dan tersusun secara satu persatu atau
berkelompok pada sisi hifa (Srisasi, 2003).

Sifat umum Trichophyton mentagrophytes :


b. Dermatophytes antropofilik, ectothrix.
c. Koloni tumbuh dalam media setelah 8-10 hari.
d. Permukaan koloni bergantung spesies : woolly, fluffy, cottony
granuler, powdery, velvety.
e. Reverse side media berwarna merah anggur.
f. Gambaran mikroskopik dari koloni : mikrokonidia bulat
berkelompok seperti buah anggur, spiral hyphae, cigar shaped
macroconidia dengan 2-5 septum yang menyempit pada tempat
perlekatan dengan dasar. Tes urease positif dan hair perforation
test positif.

Gambar 7 Tricophyton mentagrophytes


4) Patogenesis
    Infeksi Trichophyton menyebabkan timbulnya bercak
melingkar dan berbatas tegas yang tertutup dengan sisik atau
gelembung kecil atau dikenal dengan istilah ring worm atau tinea.
Trichophyton paling sering menyebabkan Tinea capitis, Tinea
favosa, Tinea corporis, Tinea imbrikata, Tinea kruris, Tinea manus
dan pedis, Tinea unguinum ( Madani, 2000).
C. Tinjauan Umum Tentang Nelayan

xxiii
Lingkungan kerja merupakan tempat yang memiliki potensi yang dapat
mempengaruhi kesehatan kerja. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kesehatan kerja antara lain faktor fisik, faktor kimia, dan faktor biologis
(Kurniawati, 2006). Salah satu pekerjaan yang diduga beresiko tinggi terjadi
nya infeksi Tinea unguium pada kuku kaki adalah nelayan.
Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam
operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Orang yang hanya
melakukan pekerjaan, seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat/perlengkap
an ke dalam perahu/kapal, mengangkut ikan dari perahu/kapal tidak
dimasukkan sebagai nelayan. (Suasono dan hutagalung, 2013).
Secara garis besar nelayan berdasarkan alat penangkapan ikan dapat
dibedakan atas dua golongan , yaitu :
1. Nelayan berdasarkan pemilikan alat penangkapan, yang terbagi atas :
a. Nelayan pemilik, yaitu nelayan yang mempunyai alat penangkapan, baik
yang langsung turun ke laut maupun yang langsung menyewakan alat
tangkapan kepada orang lain.
b. Nelayan buruh atau nelayan penggarap, yaitu nelayan yang tidak
memiliki alat penangkap, tetapi mereka menyewa alat tangkap dari orang
lain atau mereka yang menjadi buruh atau pekerja pada orang yang
mempunyai alat penangkapan.
2. Berdasarkan sifat kerjanya nelayan, dapat dibedakan atas :
a. Nelayan penuh atau nelayan asli, yaitu nelayan baik yang mempunyai
alat tangkap atau buruh yang berusaha semata-mata pada sektor
perikanan tanpa memiliki usaha yang lain.
b. Nelayan sambilan, yaitu nelayan yang memilki alat penangkapan atau
juga sebagai buruh pada saat tertentu melakukan kegiatan pada sektor
perikanan di samping usaha lainnya (Zamzami, 2007)
Nelayan adalah salah satu contoh okupasi yang kesehariannya bekerja di
air menggunakan sepatu tertutup dengan waktu yang cukup lama dan sering.
Ruang lingkup kerja mereka juga seputar daerah panas dan lembab, sehingga
dapat meningkatkan pertumbuhan jamur. Semakin lama kontak dengan

xxiv
pekerjaanya maka dapat menyebabkan terjadinya infeksi Tinea unguium pada
kuku kaki nelayan. Hal ini dikarenakan pengaruh air laut yang kepekatannya
dapat menarik air dari kulit, dimana kuku melekat pada kulit sehingga
memungkinkan terjadinya infeksi Tinea unguium pada kuku kaki nelayan.
Selain itu kurangnya personal hygiene menjadi faktor pendukung yang
memudahkan timbulnya infeksi jamur pada kuku kaki nelayan.
Desa Soropia adalah salah satu wilayah yang sebagian masyarakatnya
berprofesi sebagai nelayan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, baik
sebagai nelayan penuh ataupun nelayan sambilan. Kurangnya hygiene personal
pada sebagian nelayan di Desa Soropia memungkinkan terjadinya infeksi pada
kuku kaki nelayan yang dapat juga disebabkan karena pengaruh lama kontak
dengan air dapat meningkatkan pertumbuhan jamur pada kuku yang dapat
diakibatkan migrasi jamur dari kulit ke kuku kaki nelayan.
E. Tinjauan Tentang Media Pertumbuhan Jamur
Media adalah bagian yang terdiri dari campuran zat-zat makanan (nutrisi)
baik bahan alami maupun buatan, yang diperlukan mikroorganisme untuk
perkembangbiakan di laboratorium secara in vitro. Mikroorganisme
memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-molekul kecil yang dirakit
untuk menyusun komponen sel. Syarat media yang baik harus berupa
molekul-molekul rendah dan mudah larut dalam air, nutrient dalam media
harus memenuhi kebutuhan dasar mikroorganisme yang meliputi air, karbon,
energi, mineral dan faktor tumbuh, tidak mengandung zat-zat penghambat dan
media harus steril.
Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri atas
campuran nutrisi (nutrient) yang digunakan oleh suatu mikroorganisme untuk
tumbuh dan berkembang biak pada media tersebut. Mikroorganisme
memanfaatkan nutrisi pada media berupa molekul-molekul kecil yang dirakit
untuk menyusun komponen sel-nya. Media pertumbuhan juga bisa digunakan
untuk mengisolasi mikroorganisme, identifikasi dan membuat kultur murni.
Komposisi media pertumbuhan dapat dimanipulasi untuk tujuan isolasi dan

xxv
identifikasi mikroorganisme tertentu sesuai dengan tujuan masing- masing
pembuatan suatu media.
Tujuan menggunakan media yaitu dengan media pertumbuhan dapat
dilakukan isolat mikroorganisme menjadi kultur murni, dapat menginokulasi
mikroorganisme dari sampel pemeriksaan, dan digunakan sebagai tempat
untuk menyimpan stok mikroorganisme. Mikroorganisme untuk kehidupannya
membutuhkan bahan-bahan organik dan anorganik dari lingkungannya.
Sabouraud Dextrose Agar (SDA) merupakan modifikasi dari Dextrose
Agar dengan Sabouraud. Media SDA digunakan untuk budidaya jamur
patogen & komensal dan ragi.Konsentrasi dekstrosa yang tinggi dan pH asam
dari rumus memungkinkan selektivitas fungi. George meningkatkan SDA
dengan penambahan cycloheximide, streptomisin, dan penisilin untuk
menghasilkan media yang sangat baik untuk isolasi terutama dermatofit.
Sabouraud Dextrose Agar digunakan untuk menentukan kandungan mikroba
dalam kosmetik, juga digunakan dalam evaluasi mikologi makanan, dan secara
klinis membantu dalam diagnosis ragi dan jamur penyebab infeksi.
1. Jenis Media Sabouraud Dextrose Agar
a. Menurut konsistensinya : media Sabouraud Dextrose Agar merupakan
media berbentuk padat (solid).
b. Menurut fungsinya : media Sabouraud Dextrose Agar merupakan
media selektif untuk pertumbuhan jamur dan menghambat pertumbuhan
bakteri.
c. Menurut bahan penyusunnya : media Sabouraud Dextrose Agar
tersusun dari bahan sintetis.
d. Menurut wadahnya : media Sabouraud Dextrose Agar merupakan
media yang disimpan dalam plate (cawan petri).
2. Fungsi Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
Adapun fungsi Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) yaitu:
a. Isolasi mikroorganisme menjadi kultur murni,
b. Memanipulasi komposisi media pertumbuhannya,
c. Menumbuhkan mikroorganisme,

xxvi
d. Memperbanyak jumlah,
e. Menguji sifat-sifat fisiologisnya,
f. Menghitung jumlah mikroba,
g. Media SDA banyak di gunakan untuk media jamur, di media ini
pertumbuhan jamur akan optimal di suhu 25 - 30 derajat celcius.
3. Komposisi Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
a. Mycological peptone 10 g
b. Glucose 40 g
c. Agar 15 g
4. Fungsi Dari Komponen Dalam Media SDA
a. Mycological peptone: menyediakan nitrogen dan sumber vitamin yang
diperlukan untuk pertumbuhan organisme dalam Sabouraud Dextrose
Agar.
b. Glucose: dalam konsentrasi yang tinggi dimasukkan sebagai sumber
energi.
c. Agar: berperan sebagai bahan pemadat (Yuniarti, 2012).
E. Tinjauan Tentang Pemeriksaan Jamur
Pemeriksaan jamur terdiri dari dua pemeriksaan yaitu pemeriksaan secara
makroskopik dan secara mikroskopik. Dalam pemeriksaan makroskopik
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pertumbuhan jamur pada media yang
dilakukan inokulasi pada media, sedangkan pemeriksaan mikroskopik jamur
bertujuan untuk mengetahui jenis jamur yang menginfeksi suatu sampel yang
dilakukan dengan melihat ciri-ciri jamur dibawah mikroskop.
Pemeriksaan jenis jamur dibawah mikroskop bertujuan untuk melihat
bentuk spora, hifa dan miselium jamur yang tumbuh sehingga jamur dapat
diidentifikasi jenisnya (Thomas, 2011). Pemeriksaan yang dilakukan dengan
mengambil koloni jamur yang telah tumbuh pada media Saboroud Dextrose
Agar (SDA) diletakkan diatas objek glass dan di tetesi dengan larutan KOH
10%, pemberian KOH 10% bertujuan untuk melisiskan keratin dan
menghilangkan bekas lemak yang terkandung sehingga dapat memperjelas

xxvii
bentuk spora, hifa, miselium jamur dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x
dan 40x (Amelia,2013).

xxviii
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. DASAR PEMIKIRAN

Tinea unguium atau istilah lainnya onychomycosis merupakan infeksi


pada lempeng kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita, khususnya
Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes. Gejala yang
ditimbulkan pada infeksi ini berupa kerusakan pada lempeng kuku kaki,
diantaranya kuku menjadi lebih tebal dan nampak terangkat dari dasar
perlekatannya atau onycholysis, pecah-pecah, tidak rata dan tidak mengkilat
lagi, serta perubahan warna lempeng kuku menjadi putih, kuning, coklat,
hingga hitam. Lingkungan kerja merupakan tempat yang memiliki potensi yang
dapat mempengaruhi kesehatan kerja, salah satu pekerjaan yang diduga
beresiko mengakibatkan terjadinya infeksi Tinea unguium pada kuku kaki
adalah nelayan.
Nelayan merupakan salah satu profesi yang selalu kontak dengan air,
kepekatan air laut dapat menarik air dari kulit dimana kuku menempel pada
kulit sehingga mempengaruhi kuku dan menyebabkan Tinea unguium.
Walaupun Tinea unguium tidak menyebabkan mortalitas, namun dapat
mengurangi estetika, bersifat kronis, serta sulit diobati, sehingga dapat
mempengaruhi kenyamanan sekaligus mempengaruhi kualitas hidup dalam
berinteraksi, selain itu juga adanya infeksi jamur dapat menjadi reservoir bagi
infeksi mikroorganisme lainnya. Sehingga peneliti bermaksud untuk
melakukan penelitian terhadap kerokan kuku kaki nelayan yang dijadikan
sampel yang kemudian diinokulasi di media Sabouroud Dextrose Agar (SDA)
yang kemudian diinkubasi selama 3-7 hari pada suhu 37 C.
Secara makroskopik jika hasil positif terdapat koloni berbentuk seperti
kapas, warna dasar putih, dan warna permukaan merah anggur ataupun kuning.
Jika negatif tidak terlihat ada koloni jamur pada media, secara mikroskopik
dilakukan dengan cara melihat spora konidia, konidiofora dan hifa dibawah
mikroskop dengan perbesaran 10-40x lapangan pandang.

29
B. KERANGKA PIKIR

Personal Kuku Kaki Nelayan Kontak dengan


hygene air

Diduga terinfeksi

Pemeriksaan makroskopik (Sampel diambil dari kuku kaki


nelayan dengan cara kerokan kemudian di inokulasi pada
media SDA pada suhu 37 C selama 3-7 hari).

Tidak ada
Ada koloni jamur koloni jamur

Trichophyton
rubrum
Pemeriksaan mikroskopik (Mengidentifikasi
jenis jamur dengan KOH 10% dibawa T. mentagrophytes
mikroskop perbesaran 10x dan 40x).

Jamur jenis lain

Keterangan :

: variabel yang diteliti

: variabel yang tidak diteliti

30
C. VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel bebas (Independen) adalah sampel kerokan kuku kaki nelayan di
Desa Soropia Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe.
2. Variabel terikat (Dependen) adalah jamur penyebab Tinea unguium pada
kuku kaki nelayan.
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Kuku kaki nelayan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kuku kaki
yang terlihat abnormal dari kuku yang sehat.
2. Tinea unguium adalah infeksi pada lempeng kuku kaki nelayan di Desa
Soropia Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe yang disebabkan oleh
jamur dermatofita.
3. Jamur yang dimaksud adalah jamur yang diperoleh dari sampel kerokan
kuku kaki nelayan di Desa Soropia Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe,
yang kemudian diinokulasi pada media Saboroud Dextrosa Agar (SDA).
4. Pemeriksaan makroskopik jamur bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pertumbuhan jamur pada media yang dilakukan dengan inokulasi jamur
pada media Saboroud Dextrosa Agar (SDA).
Kriteria objektif
a. Ada : ditandai dengan koloni berbentuk seperti kapas,warna dasar putih,
dan warna permukaan merah anggur ataupun kuning.
b. Tidak ada : ditandai dengan tidak terlihatnya ciri-ciri koloni jamur seperti
diatas
5. Pemeriksaan mikroskopik jamur bertujuan untuk
mengetahui jenis jamur yang menjadi penyebab Tinea unguium pada kuku
kaki nelayan, yang dilakukan dengan melihat ciri-ciri jamur dibawah
mikroskop dengan pemberian KOH 10% yang bertujuan untuk melisiskan
keratin, sehingga memperjelas bentuk spora, hifa dan miselium jamur
dibawah mikroskop. Kriteria objektif
a. Spesies Tricophyton rubrum, jika dilihat dibawah mikroskop beberapa
mikrokonida berbentuk air mata, sedikit makrokonidia berbentuk pensil.

31
b. Spesies Tricophyton mentagrophytes, jika dilihat dibawah mikroskop
mikrokonidia yang bergerombol, bentuk cerutu yang jarang, terkadang
hifa spiral.

32
DAFTAR PUSTAKA

Amalia Nur. 2013. Identifikasi Jamur Aspergillus flavus Pada Kacang Tanah
(Arachis hypogea L) Yang Dijual Dipasar Kodim. Analis Kesehatan Sains.
{KTI} Vol. 1.

Amalia Reski, Rifqoh R, dkk. Hubungan Personal Hygene Terhadap Infeksi Tinea
Unguium Pada Kuku Kaki Petani Penggarap Sawah diKelurahan Kebun Sari
Kecamatan Amuntai Tengah. Jurnal Ergaterio.3(2).

Aneja , KR dkk. 2012. Biodiversity of Dermatophytes: An Overview, Indian


Society Of Mycology and Plant Pathology Scientific Publishers (Indian),
Jodhpur, Rev. Plant Pathol, Vol 5, pp. 299-314.

Bertus PVN, Pandeleke JEH. 2015. Profil Dermatofitosis di Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUP Prof. DR. RD. Kandou Manado Periode Januari-Desember
2012. Jurnal e-Clinic.3(2).

Badan Pusat Statistik.2018. Statistik Sumber Daya Laut Dan Pesisir Tahun 2018.
Jakarta Pusat: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik Kecamatan Soropia. 2018.Kecamatan Dalam Angka


Soropia. Kendari : Badan Pusat Statistik

Blutfield, MS, dkk. 2015. The Imunologic Response to Tricophyton Rubrum in


Lower Extremity Fungal Infections. J. Fungi, 1(130-137).

Bintari DWN, Suarsana A, dkk. 2019.Onychomicosis Non-Dermatofita Pada


Peternak Babi Di Banjar Paang Kaja Dan Banjar Semaga Desa Penatih
Kecamatan Denpasar Timur. Jurnal Kesehatan Terpadu.3(1):8-14

Bramono K. 2013. Onikomikosis. In: Bramono K, Suyoso S, Indriatmi W, Ramali


LM, Widaty S, Ervianti E, editors. Dermatomikosis Superfisialis (2nd ed).
Jakarta: Badan penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,; p. 86-99.

Budimulya, U. 2007. Mikosis Dalam Djuanda A, Hamzah Has, Aisah S. Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 103-
116.
Djuanda, Adhi. dkk. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: 97.

Elewski BE, dkk. 2008. Fungal Disease. In:Bologna JL, Lorizzo JL, Rapini RP.
Dermatology. 2nd ed. New York: Mosby Elsevier:70-1265.
Fyfendi mades. 2017. Mikrobiologi. Edisi ke-1 Depok: Kencana.

33
Gandahusada, S. Herry D.(2003), Parasitologi Kedokteran, edisi Ke-3 Jakarta:
Balai Penerbit FKUI

Gholib, D. (2009). Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Karuk (Piper
sarmentosum ROXB) dan Daun Seserehan (Piper aduncum L.) terhadap
Trichophyton mentagrophytes. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner. 815-819.

Hadiloekito MG, 2007. Respon Imun Pada Lesi Tinea Glabrosa: Ekspresi
Interleukin-4, Interferon Gamma, Imunoglobulin G dan Heat Shock Protein
70. Disertasi Universitas Air Langga,Surabaya.

Hapsari, E. W.2014.Pertumbuhan dan Produktivitas Jamur Tiram Putih


(Pleurotus ostreatus) pada media Serbuk Gergaji Kayu Jati (Tectona grandis
L) dengan penambahan Sekam Pai (Oryza sativa). Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.Surakarta.

Hasyimi, Drs. H. M. (2010). Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk Mahasiswa


Keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Irianto, Koes. 2014. Bakteriologi Medis, Mikologi Medis, dan Virologi Medis
(Medical Bacteriology, Medical Micology, and Medical Virology). Bandung :
Alfabeta

James D, Berger G, Elston M.2008. Diseases resulting from fungi and yeast.
Andrew’s Disease of The Skin Clinical Dermatology, 10th edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier; p.305-7.

Kumala, W.dkk.2009. Mikologi dasar kedokteran. Universitas Trisakti. Jakarta


Kurniawati. (2012). Hubungan Kelelahan Kerja dengan Kinerja Perawat di
Bangsal Rawat Inap Rumah Sakit Islam Fatimah Kabupaten Cilacap. KES
MAS Vol. 6, No. 2, 62-232.

Leelavathi M, Tzar MN, Adawiah J. 2012. Common Microorganisme Causing


Onychomycosis in Tropical Climate. Sains Malays: 697-700.

Madani A, Fattah. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Hipokrates

Maha, H. L. 2017. Perbandingan formulasi mikonazol nitrat dalam sediaan


nanoemulsi dan krim terhadap aktivitas antijamur Tricophyton
mentagrophytes, Microsporum canis dan Candida albicans. Tesis. Fakultas
Farmasi USU. Medan.

Mahyudi, Hestina. 2016. Identifikasi Jamur Penyebab Tinea unguium


Pada Kerokan Kuku Kaki Petani Di Desa Rikit Bur Kecamatan Bukit
Tusam Kabupaten Aceh Tenggara. Jurnal Analis Laboratorium Medik.1(2).

34
Moore Mk, Hay RJ. 2010. Anatomy and organization of human skin. In: Berth-
jones J, editors. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed. Cambridge: Wiley-
Balckwell:;p.3.14-5.

Prafitasari ND, Hidayatullah AT, dkk. 2019. Profil Dermatofitosis Superfisialis


Periode Januari-Desember 2017 di Rumah Sakit Islam Aisyah Malang.
Jurnal Saintika Medika, 15(1).

Pratiwi T Sylvia. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah


Mada.
Retnoningsih Arie. 2017.Analisis Faktor-Faktor Penyebab Dermatitis Kontak
Pada Nelayan.{Skripsi}. Semarang: Universitas Muhamadiyah Semarang.

Rohayatun IM, Rahmawati & Mukarlina. 2017. Uji Antagonis Isolat Jamur
Rizosfer Lokal Terhadap Phytophthora sp. Im5 dari Pangkal Batang
Tanaman Jeruk Siam (Citrus nobilis Var. microcarpa). Protobiont 6 (3):
130-135.

Syaifuddin, A. 2017. Identifikasi Jamur Aspergillus sp. Pada Roti Tawar


Berdasarkan Masa Sebelum dan Sesudah Kadaluarsa.{KTI}. Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika. Jombang.

Soedarto. 2015. Mikrobiologi Kedokteran . jakarta: CV. Sagung Seto.

Setianingsih Ika,Arianti CD,dkk.2015.Prevalence And Risk Factor  Analysis of


Tinea
unguium Infection on Pig Farmer  in  The Tanah  Siang  Sub-district, Centra
l Kalimantan. Jurnal Epidemiologi Dan Penyakit Bersumber Binatang.5(3):1
55-161.

Swasono SE, Hutagalung AS. 2013. Ikan Untuk Nelayan. Depok: Fakultas
Hukum Universitas Indonesia.

Tabri, Farida. 2016. Anti histamin H1 Sistemik Pada Pediatrik Dalam Bidang


Dermatologi. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Universitas
Hasanuddin.
Thomas M, dkk.2011. Teknik Isolasi Dan Kultur. Sumatera Utara: Laboratorium
Terpadu Program Magister Biomedik.

Verma S, Hefferman MP.2008. Superfisial Fungal Infection: Dermatophytosis,


Onicomycosis, Tinea Nigra, Piedra. In Wolff, K. (eds). Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Vol. II. Ed7. United States : Mcgraw
Hill 1807-1821.

35
Wolff KL. Johnson RA. 2007. Disorder of The Nail Apparatus. In: Fitzpatrick’s
Color Atlas &SinopsisOf Clinical Dermatology, 5 th ed. New York: The
McGraw-Hill companies;p.1016-21.

Wolff K, Johnson RA, Suurmond Dick. 2009. Tinea Unguium. In: Fitzpatrick’s
Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. 9th ed. New York:
McGraw-Hill Companies.

Yuniarti, Tuty. 2012. Media dan Reagensia. Kendari: Akademi Analis Kesehatan
(Tidak untuk dipublikasikan):2-5.
Zamzami, Lucky. 2007. “Pemanfaatan Budaya Lokal Terhadap Teknologi
Penangkapan Ikan Pada Masyarakat Nelayan di Kelurahan Pasar Laban,
Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Kota Padang”. Padang : Laporan
Penelitian LP Unand.

36
TABEL SINTESA
(Topik: Identifikasi Jamur Penyebab Tinea unguium pada Kuku Kaki Nelayan di Desa Soropia Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe)

KARAKTERISTIK TEMUAN
JUDUL PENELITI MASALAH
NO METODE
JURNAL (TAHUN) UTAMA SUBJEK INSTRUMEN
DESAIN & REKOMENDASI
IDENTIFIKASI Kurangnya
Populasi:
JAMUR PENYEBAB pengetahuan akan
Seluruh petani di
TINEA  UNGUIUM  personal hygiene Temuan:
Desa Rikit Bur
PADA KEROKAN (kebersihan diri) Didapatkan 2
kecamatan bukit tusam
KUKU KAKI menjadi Penyebab pekerja kuli pasir
kabupaten
PETANI DI DESA Mahyudi Tinea Unguium terinfeksi jamur
aceh tenggara yang Pemeriksaan
1. RIKIT Hestina Pada Kuku Kaki Cross sectional golongan dermatofita
berjumlah 20 orang. laboratorium
BUR KECAMATAN (2016) Petani Di genus Trichophyton
BUKIT TUSAM Desa Rikit Bur Spesies mentagrophytes
Sampel: 10 sampel
KABUPATEN Kecamatan Bukit penyebab Tinea unguium
Unit sampel: kerokan
ACEH TENGGARA. Tusam Kabupaten
kuku kaki
Aceh Tenggara

37
2 PROFIL Dwi Di Indonesia Populasi : Berupa data deskriptif Temuan:
DERMATOFITOSIS
Nurwulan dermatofitosis seluruh penderita sekunder dari restrospektif Hasil dari data rekam
SUPERFISIALIS
PERIODE Pravitasari, menempati urutan dermatofitosis buku registrasi medik RSI Aisyiyah
JANUARI-
Tubagus Arif kedua setelah di Rumah Sakit pasien Malang pasien poli kulit
DESEMBER 2017 DI
RUMAH SAKIT Hidayatullah, pityriasis versikolor. Islam Aisyah mengenai dan kelamin pada tahun
ISLAM AISYAH
Aliefia Dermatofitosis Malang prevalensi 2017 tercatat jumlah
MALANG.
Firdausie didapatkan sebanyak Sampel: 19 kejadian kasus dermatofitosis
Nuzula, 52% dengan kasus Unit sampel: data dermatofitosis. sebanyak 19 kasus dari
Ridya terbanyak tinea kruris manusia yang 417 kasus dimana
Puspita memiliki penyakit berdasarkan jenis kelamin
(2019) dermatofitosis. perempuan lebih banyak
(63%), dengan usia
terbanyak 35-59% (35%),
efflorensi terbanyak
pustula ( 44%), dan terapi
kombinasi merupakan
jumlah terbanyak. Dari 19
kausu kasus
dermatofitosis prevalensi
terbanyak adalah tinnea

38
incognito dengan
effloresensi pustule dan
pada sampel wanita
dengan usia anatar 35-59
tahun.

3 PROFIL Cyndi E. E. Insidensi penyakit Populasi: Berupa data deskriptif Temuan:


DERMATOFITOSIS
J. Sondakh yang disebabkan oleh seluruh kasus sekunder dari retrospektif Hasil penelitian
DI POLIKLINIK
KULIT DAN Thigita A. jamur di Indonesia penyakit kulit buku registrasi menunjukkan bahwa dari
KELAMIN RSUP
Pandaleke berkisar 2,93-27,6% di RSUP Prof. Dr. pasien total 4.099 kasus penyakit
PROF. DR.
RD.KANDOU Ferra O. untuk tahun 2009- R. D. Kandou mengenai kulit di tahun 2013,
MANADO
Mawu 2011. Manado dengan total prevalensi terdapat 153 (3,7%) kasus
PERIODE
JANUARI- (2016) 4.099 kasus kejadian dermatofitosis dengan
DESEMBER 2012.
Sampel: 153 kasus dermatofitosis. persentase tertingggi yang
Unit sampel: : data diperoleh ialah: tinea
manusia yang kruris (35,3%), golongan
memiliki penyakit umur 45-64 tahun
dermatofitosis. (32,7%), jenis kelamin
perempuan (60,8%), ibu
rumah tangga (22.9%),
dan terapi kombinasi

39
(68.6%)
4. ONYCHOMYCOSIS Ni Wayan Masyarakat yang Populasi: Pemeriksaan Deskriptif. Temuan:
NON DERMATOFI
Desi Bintari, bekerja sebagai Sampel penelitian laboratorium Hasil identifikasi
TA PADA
PETERNAK BABI Anggraeni peternak memiliki adalah seluruh menunjukkan bahwa dari
DI BANJAR
Suarsana, resiko terinfeksi Tinea peternak babi di 20 sampel sebanyak 8
PAANG KAJA
DAN BANJAR Putu Rina unguium yang cukup Banjar Paang Kaja sampel (40%) positif
SEMAGA DESA
Wahyuni tinggi. dan Banjar Semaga Tinea unguium (jamur
PENATIH
KECAMATAN (2019) Desa Penatih kuku). Dari 20 sampel
DENPASAR
Kecamatan pada pengamatan metode
TIMUR
Denpasar Timur langsung mendapatkan
yang berjumlah 22 hasil positif sebanyak 2
responden.. sampel (10%) Sedangkan
Sampel: 20 sampel pada pengamatan metode
Unit sampel: kultur jamur hasil positif
kerokan kuku kaki pada peternak babi di
Banjar Paang Kaja dan
Banjar Semaga Desa
Penatih Kecamatan
Denpasar Timur sebanyak
8 sampel (40%) terinfeksi
oleh jamur Aspergillus
flavus (75%), Aspergillus

40
sp.1 (12,5%), Aspergillus
niger (12,5%) dan
Rhizopus sp1 (12,5%).
Recommendasi :
Perlu dilakukan
identifikasi lanjutan untuk
mengetahui secara pasti
spesies Aspergillus dan
Rhizopus penyebab
onychomycosis.

PREVALENSI, Ika Masyarakat yang Populasi: seluruh Pemeriksaan Temuan:


5. AGEN PENYEBAB, Cross sectional
DAN ANALISIS Setianingsih, bekerja sebagai peternak babi diDesa laboratorium Berdasarkan hasil

41
FAKTOR RISIKO Dwi Candra peternak babi Konut dan Desa pemeriksaan mikroskopis,
INFEKSI TINEA
Arianti, memiliki resiko Sungai Lunuk Tinea unguium
UNGUIUM PADA
PETERNAK BABI Abdullah terinfeksi Tinea Kecamatan Tanah ditemukan pada 14 (35%)
DI KECAMATAN
Fadilly unguium yang cukup Siang Kabupaten sampel, diantara sampel
TANAH SIANG,
PROVINSI (2015) tinggi. Murung Raya positif diketahui 10
KALIMANTAN
Kalimantan Tengah (71%) infeksi terjadi pada
TENGAH.
perempuan. Kebiasaan
Sampel: 40 sampel menggunakan alat
Unit sampel: pelindung diri
kerokan kuku kaki berdasarkan uji Chi-
dan tangan. square menunjukkan
hubungan yang signifikan
dengan terjadinya infeksi
(p = 0,007). Candida sp
ditemukan pada hampir
semua kultur spesimen.
Prevalensi Tinea unguium
pada peternak babi cukup
tinggi dan faktor yang
menunjukkan hubungan
signifikan dengan infeksi
adalah kebiasaan

42
menggunakan pelindung
diri.
6. HUBUNGAN Reski amalia, Personal Hygiene Populasi : Pemeriksaan  cross sectional Temuan:
PERSONAL
Rifqoh sebagai faktor yang seluruh petani laboratorium Didapati 70% responden
HYGIENE
TERHADAP Rifqoh, Dian mempengaruhi dikelurahan Kebun dengan personal hygiene
INFEKSI TINEA
Nurmansyah terjadinya Tinea Sari Kecamatan baik dan 61% kuku petani
UNGUIUM
PADA KUKU (2016) unguium. Amuntai Tengah penggarap sawah di
KAKI PETANI
Sampel: 40 Kelurahan Kebun Sari
PENGGARAP
SAWAH DI Unit sampel: kuku Kecamatan Amuntai
KELURAHAN
kaki petani Tengah terinfeksi Tinea
KEBUN SARI
KECAMATAN unguium. Hasil penelitian
AMUNTAI
mendapatkan adanya
TENGAH.
hubungan yang bermakna
antara personal hygiene
terhadap infeksi Tinea
unguium dengan Asymp,
Sig adalah 0,006 atau
probabilitas dibawah 0,05
(0,006 < 0,05). Pekerja
yang rentan terinfeksi
Tinea unguium akan lebih
baik jika lebih

43
memperhatikan personal
hygiene-nya dalam
menghindari infeksi
primer maupun infeksi
berulang.
Recommendasi:
Kepada peneliti lain
diharapkan agar
melanjutkan penelitian
selanjutnya yaitu
hubungan sanitasi
lingkungan terhadap
infeksi Tinea unguium.

44
45

Anda mungkin juga menyukai