Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu udara yang beriklim tropis
dengan suhu dan kelembaban yang tinggi. Hal ini merupakan salah
satu penyebab terjadinya pemyebaran dan interaksi jamur. Penyakit
jamur di Indonesia memiliki prevalensi yang cukup tinggi. M. Nasution,
dkk melaporkan jumlah penderita dermatomikosis pada tahun 1996-
1998 sebanyak 4.162 dari 20.951 penderita baru penyakit kulit yang
berkunjung ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUP H.
Adam Malik, RSUD dr. Pirngadi Medan. Dan Pada tahun 2002
penyakit dermatofitosis merupakan penyakit kulit yang menduduki
urutan pertama dibandingkan dengan penyakit kulit yang lain.
(Nasution, 2006).
Dermatofitosis merupakan mikosis superfisialis yang
disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Jamur golongan
dermatofita dikelompokkan dalam 3 genus yaitu Trichophyton,
Microsporum, dan Epidermophyton. Enam spesies penyebab
dermatofitosis di Indonesia yaitu, Trichopython rubrum, Trcihophyton
mentagrophites, Microsporum canis, Microsporum gypseum,
Trichophyton concentricum, dan Epidermophyton floccosum. Jamur ini
mengeluarkan enzim keratinase sehingga mampu mencerna keratin
pada kuku,rambut dan starum korneum pada kulit. (Sutanto, 2008).
Penyakit jamur pada kuku yang disebabkan oleh jamur
golongan dermatofita dan golongan non dermatofita disebut
onikomikosis. Jamur dermatofita yang menginfeksi kuku disebut Tinea
unguium. Jamur dermatofita penyebab onikomikosis terbanyak adalah
Trichophyton rubrum sebesar 70% disusul Trichophyton
mentagrophites sebesar 19,8% dan Epidermophyton floccosum
sebesar 2,2%.(Imam,2008). Kelainan penyakit ini dapat mengenai

1
2

satu kuku atau lebih, permukaan kuku tidak rata, mudah rapuh atau
keras, warnanya kuning, kecoklatan, putih, hitam, dan kuku yang
terkena dapat terkikis. Penyembuhan penyakit ini memerlukan waktu
beberapa bulan bahkan bisa mencapai satu tahun (Sutanto, 2008).
Tingginya angka prevalensi ini dipengaruhi oleh letak geografis dan
iklim negara Indonesia. Selain itu perilaku masyarakat seperti mata
pencaharian dan tempat tinggal juga dapat menyebabkan interaksi
dengan jamur. Jamur pada umumnya dapat cepat berkembang di
tempat yang lembab juga dapat berpindah melalui media air.
Mata pencaharian yang menyebabkan terpaparnya jamur salah
satunya adalah petani. Karena kodisi lingkungan kerja petani yang
langsung berhubungan dengan keadaan yang lembab dan kotor dapat
menyebabkan gangguan kesehatan terutama penyakit jamur pada
kuku. Penelitian mengenai jamur yang menginfeksi kuku petani
sebelumnya pernah dilakukan oleh Dzikri Adi Priadi di tahun 2013 dan
oleh Aidh Apriatna di tahun 2017.
Selain petani, mata pencaharian yang beresiko terpaparnya
jamur adalah pekerja budidaya ikan. Budidaya ikan adalah usaha
pemeliharaan dan pengembang biakan ikan atau organisme air
lainnya. Para pekerja budidaya ikan sebagian besar melakukan
pekerjaannya di dalam air, maka sangat memungkinkan jamur untuk
tumbuh terutama pada bagian kaki karena kaki selalu berada di dalam
air. Berdasarkan survei yang telah dilakukan peneliti pada tanggal 28
oktober 2018 kepada pekerja budidaya ikan di Desa Sukamaju
Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis melalui melalui wawancara
terdapat 35 orang pekerja, beberapa para pekerja diantaranya ada
yang memiliki kondisi kuku berwarna kuning, kecoklatan, putih dan
mudah rapuh. Hal ini di duga karena kondisi lingkungan kerja yang
berhubungan langsung dengan keadaan yang lembab dan kotor serta
kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh para pekerja yang
menyebabkan jamur tumbuh, salah satunya dengan menggunakan
3

sepatu boots dan kaus kaki dalam keadaan basah dan dalam waktu
yang lama, tidak melepas sepatu boots dan kaus kaki pada saat
selesai melakukan pekerjaannya di dalam kolam, sehingga jamur
mudah menyerang kuku.
Aktivitas yang dilakukan para pekerja budidaya ikan di Desa
Sukamaju Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis pada saat
melakukan pekerjaannya mereka cenderung mengabaikan tindakan
aseptis serta kurang menjaga kebersihan. Allah berfirman dalam Q.S
Al-Hajj (22): 29:

Artinya: “ Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran


yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka
menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka
melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu
(Baitullah).” [QS. AL HAJJ 22:29]

Artinya: “Dari Abu Malik al-Asy’ari ra. Berkata: Rasulullah SAW.


Bersabda: Kebersihan itu sebagian dari Iman” (HR.Ahmad).

Ayat Al Quran dan hadis diatas mengingatkan kita bahwa Allah


swt. menyukai orang-orang yang mensucikan diri atau bersih. Karena
sesungguhnya bersih itu sebagian dari iman dan juga dapat
4

menghindarkan kita dari berbagai macam penyakit yang disebabkan


kurannya kita dalam menjaga kebersihan diri.
Dengan demikian, penulis bermaksud untuk melakukan
pemeriksaan jamur dermatofita penyebab onikomikosis pada kuku
pekerja di budidaya ikan di Desa Sukamaju Kecamatan Baregbeg
Kabupaten Ciamis.

B. Rumusan Masalah
“Apakah terdapat jamur golongan dermatofita penyebab
onikomikosis pada kuku kaki pekerja budidaya ikan di Desa Sukamaju
Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis?”.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya
jamur golongan dermatofita penyebab onikomikosis pada kuku
pekerja budidaya ikan di Desa Sukamaju Kecamatan Baregbeg
Kabupaten Ciamis.

D. Manfaat Penelitian
1. Untuk Peneliti
Mendapatkan pengetahuan dan wawasan mengenai jamur
dermatofita penyebab onikomikosis pada pekerja budidaya ikan.
2. Untuk Institusi
Untuk menambah kepustakaan bagi STIKes
Muhammadiyah Ciamis.
3. Untuk Pekerja Budidaya Ikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada masyarakat, khususnya bagi para pekerja budidaya ikan
di Desa Sukamaju Kecamatan Beregbeg Kabupaten Ciamis
tentang jamur dermatofita penyebab onikomikosis sehingga para
kerja dapat memperhatikan prilaku hidup bersih dan sehat.
5

E. Keaslian Penelitian
Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan jamur penyebab
onikomikosis pernah dilakukan oleh Aidh Apriatna pada tahun 2016
tentang pemeriksaan jamur pada kuku kaki petani di Kelurahan
Kertajaya Kecamatan Lakbok Kabupaten Ciamis. Dan pada tahun
2013 penelitian dilakukan oleh Dzikri Adi tentang pemeriksaan jamur
penyebab onikomikosis pada kuku kaki petani di Desa Madura
Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
pada variabel yang diteliti yaitu mengidentifikasi jamur penyebab
onikomikosis. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya yaitu objek penelitiannya berupa pekerja budidaya ikan,
tempat, dan waktu penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar
1. Jamur
a. Pengertian Jamur
Jamur adalah mikroorganisme yang termasuk golongan
eukariotik dan tidak termasuk golongan tumbuhan. Jamur
berbentuk sel atau benang bercabang dan mempunyai dinding
sel yang sebagian besar terdiri atas kitin dan glukan, dan
sebagian kecil dari selulosa atau kitosan. Gambaran tersebut
yang membedakan jamur dengan sel hewan dan sel
tumbuhan. Sel hewan tidak mempunyai dinding sel,
sedangkan sel tumbuhan sebagian besar adalah selulosa.
Jamur mempunyai protoplasma yang mengandung satu atau
lebih inti, tidak mempunyai klorofil dan berkembang biak
secara seksual, dan aseksual. (Sutanto dkk, 2008).
b. Sifat umum jamur
Semua jamur adalah organisme eukariotik dan masing-
masing sel jamur mempunyai sekurang-kurangnya satu inti,
membran inti, reticulum endoplasma, mitokondria, dan
apparatus sekresi. Kebanyakan jamur bersifat aerob obligat
atau fakultatif. (Jawetz, 2010).
Jamur bersifat heteropik yaitu organisme yang tidak
mempunyai klorofil sehingga tidak dapat membuat makanan
sendiri melalui proses fotosintesis seperti tanaman. Untuk
hidupnya jamur memerlukan zat organik yang berasal dari
hewan, tumbuh-tumbuhan, serangga dan lain-lain, kemudian
dengan menggunakan enzim zat organik tersebut diubah dan
dicerna menjadi zat anorganik yang kemudian diserap oleh
jamur sebagai makanannya. Pada umumnya, jamur tumbuh

6
7

dengan baik di tempat yang lembab. Jamur juga dapat


menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga jamur
dapat ditemukan di semua tempat di seluruh dunia termasuk
gurun pasir yang panas.
Di alam bebas terdapat lebih dari 100.000 spesies
jamur dan kurang dari 500 spesies diduga dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Dari sekian
banyak jamur tersebut diperkirakan 100 spesies bersifat
pathogen pada manusia dan sekitar 100 spesies hidup
komensal pada manusia (bersifat saprofit), tetapi dapat
menimbulkan kelainan pada manusia bila keadaan
menguntungkan untuk pertumbuhan jamur tersebut. Keadaan
ini disebut faktor resiko, misalnya penderita
immunocompromised. Perubahan sifat dari jamur komensal
menjadi pathogen dikelompokkan sebagai jamur oportunis.
Jamur yang menimbulkan penyakit pada manusia,
biasanya hidup pada zat organik atau di tanah yang
mengandung zat organik seperti humus, tinja binatang
(ungags, kelelawar). Dalam keadaan demikian, jamur dapat
hidup terus- menerus sebagai saprobe tanpa melalui daur
sebagai parasit pada manusia.
Manusia selalu terpajan jamur yang tumbuh hampir di
semua tempat terutama di daerah tropis. Meskipun demikian
tidak semua orang terkena penyakit jamur. Hal itu disebabkan
sistem kekebalan di dalam tubuh manusia. Sistem kekebalan
bawaan melindungi masunya jamur ke dalam tubuh manusia
dan sistem kekebalan didapar akan diaktifkan bila jamur
masuk ke dalam jaringan tubuh. Untuk menimbulkan kelainan,
jamur yang masuk ke dalam jaringan harus menyesuaikan diri
dengan lingkungan baru, mengatasi sistem kekebalan didapat
dan mampu berkembangbiak.(Sutanto,2008).
8

c. Morfologi jamur
1) Khamir (yeast=ragi), yaitu sel-sel berbentuk bulat, lonjong,
atau memanjang, berkembangbiak membentuk tunas.
Membentuk koloni yang basah dan berlendir serta tidak
bergerak. Ukuran khamir antara 5-10 µm. (Hasyimi, 2010)
2) Kapang (mold), yaitu terdiri atas sel-sel memanjang dan
bercabang yang disebut hifa. Hifa tersusun atas hifa
bersekat atau hifa tidak bersekat. (Hasyimi, 2010).
Kapang membentuk koloni yang menyerupai kapas
(cottony, woolly) atau padat (velvety, powdery, granular).
(Sutanto, 2008).
3) Bentuk dimorfik yaitu jamur yang memiliki bentuk antara
khamir dan kapang. Kadang-kadang khamir membentuk
tunas yang memanjang yang bertunas lagi pada ujungnya
secara menerus sehingga membentuk seperti hifa dengan
sekat-sekat. Dengan demikian disebut hifa semu. Hifa
semu yang menyusun suatu anyaman, maka anyamannya
disebut miselium semu.
Hifa, berdasarkan fungsinya dibagi atas:
a) Hifa vegetatif, yaitu berfungsi untuk mengambil
makanan guna pertumbuhannya.
b) Hifa udara, yaitu berfungsi mengambil oksigen.
c) Hifa reproduktif, yaitu berfungsi membentuk spora.
(Hasyimi, 2010)
Spora dapat dibentuk secara aseksual atau seksual.
Spora aseksual disebut talospora (thallospora), yaitu
spora yang langsung dibentuk dari hifa reproduktif
diantaranya:
a) Blastospora, yaitu spora yang bentuknya tunas pada
permukaan sel, ujung hifa semu atau pada sekat
(septum) hifa semu. Contoh: Candida.
9

b) Artrospora, yaitu spora yang dibentuk langsung dari


hifa dengan banyak septum yang kemudian
mengadakan fragmentasi sehingga hifa tersebut
terbagi menjadi banyak artrospora yang berdinding
tebal. Contoh: Oidiodendron, Geotrichum.
c) Klamidospora, yaitu spora yang dibentuk pada hifa
bisa diujung atau disebut terminal, apabila ditengah
disebut interkaler, dan apabila menonjol disamping
disebut lateral. Contoh: Candida albicans, dermatofita.
d) Aleuriospora, yaitu spora yang dibentuk pada ujung
atau sisi dari hifa khusus yang disebut konidiofora.
Aleuriospora ini uniseluler dan kecil, diebut
mikrokonidia (mikro aleuriospora) atau multiselular,
besar atau panjang, disebut makrokonidia (makro
aleuriospora). Contoh: Fusarium, Curvularia,
dermatofita.
e) Sporangiospora, yaitu spora yang dibentuk didalam
ujung hifa yang menggelembung, disebut sporangium.
Contoh: Rhizopus, Mucor, Absidia.
f) Konidia, yaitu spora yang dibentuk diuujng sterigma
bentuk fialid. Sterigma dibentuk diatas konidiofora.
Konidia membentuk susunan seperti rantai. Contoh:
Penicillium, Aspergillus.
Spora seksual dibentuk dari fusi dua sel atau hifa.
Yang termasuk golongan spora seksual ialah:
a) Zigospora, yaitu spora yang dibentuk oleh dua hifa
yang sejenis.
b) Oospora, yaitu spora yang dibentuk dari dua hifa yang
tidak sejenis.
c) Askospora, yaitu spora yang dibentuk didalam askus
sebagai hasil penggabungan dua sel atau hifa.
10

d) Basidiospora, yaitu spora yang dibentuk pada


basidium sebagai hasil penggabungan dua jenis hifa.
(Sutanto, 2008).
d. Klasifikasi jamur
1) Actinomycetes tergolong bakteri, tetapi karena penyakit
yang ditimbulkannya mirip dengan beberapa penyakit
jamur, maka secara tradisional dimasukkan dalam
mikologi.
2) Myxomycetes, bentuk vegetatif terdiri atas sel-sel yang
motil. Sebab pada stadium lanjut sel-sel tersebut
bergabung dan kemudian membentuk bagian-bagian yang
mirip sporulasi jamur.
3) Chytridiomycetes, kapang yang memiliki hifa senositik.
Salah satu spesies patogen pada manusia adalah
Rhinosporidium seeberi.
4) Zygomycetes, mempunyai hifa senositik, patogen untuk
binatang air dan tumbuh-tumbuhan, dahulu digolongkan
dalam phycomycetes.
5) Ascomycetes, kapang dari kelas ini membentuk
askospora dalam askus menjadi penyebab jamur sistemik
pada manusia.
6) Basidiomycetes, kapang dari kelas ini membentuk
basidiospora. Dan menyebabkan patogen pada manusia,
antara lain Cryptococcus neoformans (Hasyimi,2010).
e. Penyakit Jamur
Penyakit jamur atau dikenal dengan istilah mikosis
dibagi menjadi mikosis superfisialis dan mikosis
profunda/sistemik. Mikosis superfisialis, yaitu penyakit yang
menyerang lapisan lapisan permukaan kulit, rambut, dan
kuku. Mikosis profunda/sistemik adalah penyakit jamur yang
menyerang organ-organ bagian dalam tubuh. Penyakit ini
11

dapat terjadi karena jamur langsung masuk ke organ dalam


misalnya paru-paru melalui inhalasi, melalui luka, atau
menyebar dari permukaan kulit dan alat dalam lain.
Dermatofitosis adalah mikosis superfisialis. Penyakit ini
disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Jamur ini dapat
menghasilkan enzim keratinase sehingga mampu mencerna
keratin pada kuku, rambut, dan stratum korneum pada kulit.
Tabel 2.1 Beberapa Gambaran Klinis Infeksi Dermatofita
Jamur yang
Gambaran sering
Penyakit Kulit Lokasi Lesi
Klinis menyebabkan
penyakit

Tinea Kulit halus dan Bercak-bercak Trichophyton


korporis(kurap lingkaran dengan
) tidak berambut ubrum,
tepi berwarna
Epidermophyton
merah dan
floccosum.
bervesikel yang
(Jawetz dkk,2010).
meluas serta
berskauma di
tengahnya.
Gatal.
(Jawetz
dkk,2010).

Tinea pedis Sela-sela jari Akut: Trichophyton


gatal,merah, rubrum,
(kaki atlet) kaki orang Trichophyton
bervesikel. mentagrophites,
yang memakai Kronis: Epidermophyton
sepatu. floccosum.
gatal,beskauma,
(Jawetz dkk,2010).
berfisur.
(Jawetz
dkk,2010).
12

Tinea Kruris Selangkangan Lesi eritem Trichophyton


rubrum,
(lipat paha) berskauma di Trichophyton
mentagrophites,
daerah lipatan
Epidermophyton
kulit, gatal. floccosum.

(Jawetz (Jawetz dkk,2010).


dkk,2010).

Tinea kapitis Rambut Pitak melingkar Trichophyton


kepala. mentagrophites,
dengan sisa Microsporum
endotrick: canis.
jamur batang rambut
(Jawetz dkk,2010).
di dalam yang pendek
batang
atau patahan
rambut.
rambut di
Ektotricks:
dalam folikel.
jamur di
Rambut yang
permukaan
rambut. terinfeksi
Microsporum
akan
berflourensi.
(Jawetz
dkk,2010).

Tinea barbae Janggut Lesi eritem dan Trichophyton


mentagrophites.
bengkak.
(Jawetz dkk,2010).
(Jawetz
dkk,2010).

Tinea unguium Kuku Kuku menebal Trichophyton


rubrum,
(Onikomikosis) atau rapuh di Trichophyton
mentagrophites,
bagian distalnya,
Epidermophyton
berubah warna, floccosum (Jawetz
dkk, 2010).
13

kusam.
(Jawetz dkk,
2010).

2. Kuku
a. Pengertian Kuku
Kuku terdiri dari bagian sel tanduk yang mengalami
modifikasi. Dasar kuku terdiri dari sel prickle yang mengalami
modifikasi dan melekat kuat. Warna kpada kuku diperoleh dari
darah dan sebagian dari pigmen dalam epidermis terutama
melanin (Zulkoni, 2010).
b. Anatomi Kuku
Lempengan kuku merupakan hasil pembelahan sel di
dalam matriks kuku, yang tertanam dalam bagian kuku
proksimal, tetapi yang hanya tampak sebagian yang
berbentuk seperti bulan separuh (lanula) berwarna pucat pada
bagian bawah kuku. lempengan kuku melekat erat pada dasar
kuku (nail bed) dibawahnya. Kutikula merupakan perluasan
stratum korneum pada lipatan kuku proksimal ke atas
lempengan kuku.
14

Gambar 2.1 Anatomi Kuku


(Sumber: Robin, 2005)

3. Onikomikosis
Onikomikosis adalah infeksi jamur superfisial yang
ditemukan di seluruh dunia. Di negara maju (industri) di dapat
angka insiden onikomikosis hingga 30% dari keseluruhan kejadian
infeksi jamur superfisial. Onikomikosis lebih sering terjadi pada
kuku jari kaki dari pada kuku jari tangan. Onikomikosis disebabkan
oleh jamur dermatofita sebesar 76%, oleh ragi (yeast) sebesar
13,5% dan kapang (mould) sebesar 5,5% dan sisanya 5% oleh
infeksi campuran.(Putra Imam, 2008). Penyakit jamur pada kuku
yang disebabkan oleh jamur dermatofita disebut tinea unguium.
Dermatofita adalah golongan jamur yang mempunyai sifat dapat
mencerna keratin. (Sutanto, 2008).
Berdasarkan sifat dan morfologinya, dermatofita dapat
dikelompokkan Dalam tiga genus, yaitu: Trichophyton,
Epidermophyton, dan Microsporum. Di Indonesia penyebab utama
dermatofitosis ada enam spesies, Trichophyton rubrum,
Trichophyton mentagrophites, Microsporum canis, Microsporum
gypseum, Trichophyton concentricum, dan Epidermophyton
floccosum. (Sutanto, 2008). Jamur dermatofita penyebab
onikomikosis terbanyak adalah Trichophyton rubrum sebesar 70%
disusul Trichophyton mentagrophites sebesar 19,8% dan
Epidermophyton floccosum sebesar 2,2% dan sisanya jamur
dermatofita lain. (Putra Imam, 2008). Morfologi dan identifikasi
jamur dermatofita penyebab onikomikosis antara lain:
a. Trichophyton rubrum
1) Dermatofita antropofilik
15

2) Infeksi rambut, kulit, dan kuku.


3) Gambaran mikroskopik dari biakan: makrokonidia seperti
pensil, mikrokonidia seperti tetesan air mata.
4) Biakan (kultur): tumbuh (2-3 minggu), koloni putih seperti
bludru (velvety), ditutupi oleh aerial miselium, memberi
pigmen merah anggur. (Irianto, 2013).

(a) (b)

Gambar 2.2 (a) Koloni Trichophyton rubrum Pada Media SDA


(b) Jamur Trichophyton rubrum secara mikroskopis
(Sumber: Kurniati, 2008)

b. Trichophyton mentagrophites

(a) (b)
16

Gambar 2.3 (a) Koloni Trichophyton mentagrophites pada media SDA


(b) Jamur Trichophyton mentagrophites secara mikroskopis
(Sumber: Kurniati, 2008)

1) Dermatofita antropofilik, ecothrix.


2) Koloni tumbuh dalam media 8-10 hari.
3) Gambaran mikroksopis dari koloni: mikrokonidia bulat
berkelompok seperti buah anggur, hifa spiral, berbentuk
cerutu, makrokonidia berbentuk pensil.(Irianto,2013).
4) Koloni jamur biasanya berwarna putih sampai kuning tua
(krem) dengan permukaan koloni yang seperti tepung,
sedangkan dibaliknya koloni membentuk pigmen
berwarna coklat merah muda menjadi coklat merah tua
dengan bertambah tuanya koloni. (Soedarto, 2015).

c. Epidermophyton floccosum

(a) (b)
Gambar 2.4 (a) Koloni Epidermophyton floccosum pada media SDA
(b) Jamur Epidermophyton floccosum secara mikroskopis
17

(Sumber: Sukarni, 2008 dan Prianto, 2010).

1) Koloni berwarna kuning-hijau menjadi coklat muda,


velvety, dikelilingi warna orange-coklat beberapa minggu,
koloni menjadi cottony dengan aerial hifa putih.
2) Makrokonidia dinding tipis dan halus, makrokonidia
(septum 2-4), konidiofor seperti jari tangan, mikrokonidia
tidak ada, klamidiospora banyak ditemukan. (Irianto,
2013).
Patologi dan gejala klinis onikomikosis yaitu jamur
masuk kedalam kuku melalui 4 cara yaitu melalui daerah distal
subungual, samping kuku, permukaan lempeng kuku dan di
bawah kuku bagian proksimal. Infeksi jamur ini dapat
mengenai satu kuku atau lebih. Kuku yang menderita
onikomikosis mempunyai permukaan tidak rata, tidak
mengkilat. Selain itu kuku yang menderita onikomikosis
menjadi rapuh atau mengeras. Kelainan ini dapat dimulai dari
bagian proksimal atau bagian distal. (Sutanto, 2008).
Gambaran klinis onikomikosis antara lain sebagai berikut:

Tabel 2.2 Gambaran Klinis Onikomikosis


Gambaran Klinis Patogen Tersering Patogen Lain
OSD Onikolisis dan Trichophyton rubrum Trichophyton
penebalan subungual. (Anugrah,2016). mentagrophytes.
Diskolorasi kuning (Anugrah, 2016)
kecoklatan.
(Anugrah, 2016)
OSPT Warna keputihan Trichophyton Aspergillus terreus,
pada lempeng mentagrophytes. Acremonium potronii,
kuku(white island). (Anugrah, 2016) Fusarium oxysporum.
(Anugrah, 2016) (Anugrah, 2016)
OSP dan Hiperkeratotik Trichophyton
OSPP subungual, onikolisis mentagrophytes.
proksimal, leukonikia (Anugrah, 2016)
(Anugrah, 2016).
Onikomikosis Kuku menebal dan Dapat merupakan
18

distrofik total distrofik. hasil akhir OSDL,


(Anugrah, 2016) OSPT, dan OSP.
(Anugrah, 2016)
(Sumber: Anugrah, 2016).

a. OSD (Onikomikosis Subungual Distal)

Gambar 2.5 Onikomikosis Subungual Distal


(Sumber: Anugrah, 2016).

b. OSP (Onikomikosis Subungual Proksimal)

Gambar 2.6 Onikomikosis Subungal Proksimal


(Sumber: Anugrah, 2016).
c. OSPT (Onikomikosis Superfisial Putih)

Gambar 2.7 Onikomikosis


Superfisial Putih
19

(Sumber: Anugrah, 2016).

d. Onikomikosis Distrofik Total

Gambar 2.8 Onikomikosis Distrofik Total


(Sumber: Anugrah, 2016).

Sebelum pengobatan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan


penunjang untuk menegakkan diagnosis. Dua pemeriksaan
penunjang utama yaitu pemeriksaan mikroskopik dan kultur.
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan preparat KOH 10%.
Sampel diambil dari kerokan jaringan dasar kuku yang terinfeksi.
Pada mikroskop akan tampak elemen jamur berupa hifa atau ragi,
selanjutnya dilakukan pemeriksaan kultur. (Anugrah, 2016). Obat
anti jamur untuk infeksi dermatofita yaitu:
a. Griseofulvin, efektif untuk infeksi jamur di kulit, rambut dan
kuku yang disebabkan oleh jamur Microsporum, dan
Trichophyton, Epidermophyton. Infeksi kuku tangan
membutuhkan waktu penyembuhan 4-6 bulan, sedangkan
infeksi kuku kaki membutuhkan waktu penyembuhan 6-12
bulan. Pada anak, griseofulvan diberikan 10 mg/kg BB/hari,
sedangkan untuk dewasa 500-1000 mg/hari dalam dosis
tunggal. (Irianto, 2013).
b. Mikonazol. Turunan imidazol sintetik yang relatif stabil.
Tersedia untuk pengguna topikal dalam bentuk krim 2% atau
20

lotion, dan sebagai krim intravaginal, gel 2% untuk


pengobatan kandidiasis oral.
c. Klotrimazol. Tersedia untuk penggunaan secara topikal pada
kulit dalam bentuk krim atau lotion 1% dan sebagai krim
intravaginal serta tablet 100 mg yang digunakan dalam
kandidiasis vulvovagina.
d. Ekonazol. Tersedia dalam bentuk krim untuk penggunaan
topikal.
e. Oksikonazol. Tersedia dalam bentuk krim 1% dan lotion untuk
topikal.
f. Ketokonazol. Tersedia dalam bentuk krim 2% untuk terapi
dermatofitosis dan kandidosis secara topikal, bentuk sampo
untuk pengobatan dermatitis seborea.
g. Sulkonazol. Tersedia dalam larutan. Kombinasi tetap
antijamur- kortikosteroid secara topikal baru-baru ini
dikenalkan dengan tujuan untuk memberikan perbaikan
simptomatis yang lebih cepat dari pada suatu agen jamur
yang diberikan secara tunggal. Salah satu contohnya krim
clotrimazole-betametashone dipropinate. (Irianto, 2013).

B. Kerangka Konsep

Kuku pekerja
budidaya ikan

Onikomikosis

Non Dermatofita Dermatofita


21

Trichophyton Trichophyton Epidermophyton


rubrum mentagrophytes floccosum

Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif

Gambar 2.9 Kerangka Konsep

Keterangan:
: yang diteliti

: yang tidak diteliti


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu hanya menggambarkan ada
atau tidaknya jamur dermatofita penyebab onikomikosis pada kuku
kaki pekerja budidaya ikan di Desa Sukamaju Kecamatan Baregbeg
Kabupaten Ciamis.

B. Variabel dan Definisi Operasional


Tabel 3.1 Variabel dan Definisi Operasional
Skala
N Definisi
Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Pengukura
o Operasional
n
1 Onikomikosis Kelainan Pemeriksaa Mikroskopis Positif (+) apabila Nominal
kuku yang n langsung dengan terdapat jamur
disebabkan dan kultur melakukan dermatofita pada
oleh jamur SDA pengamata mikroskopis pada
golongan n preparat kultur SDA
dermatofita jamur Negatif (-) apabila
yang dengan tidak terdapat
menginfeksi KOH 10% jamur dermatofita
kuku pekerja dan pada
budidaya ikan penanaman pengamatan
SDA langsung dan
kultur SDA
2 Jamur Golongan Pemeriksaa Mikroskopis Positif (+) apabila Nominal
dermatofita jamur yang n langsung dengan terdapat jamur
mempunyai dan kultur. melakukan T.rubrum
sifat dapat pengamata T.mentagrophites
mencerna n preparat E.floccosum,
keratin jamur pada
dengan pengamatatan
KOH 10% mikroskopis. dan
dan kultur SDA
penanaman Negatif (-) tidak
SDA terdapat
jamurT.rubrum,
T.mentagrophites
, E.floccosum
pada kultur SDA
dan pengamatan

22
23

mikroskopis.

3 Trichophyton Jamur yang Mikroskopis Mikroskopis Positif (+) Adanya Nominal


rubrum paling umum dan alat dengan jamu T.rubrum
menyebabka indra melakukan Mikroskopis: hifa
n infeksi pengamata halus,
jamur pada n preparat mikrokonidia
kulit, rambut, jamur kecil, berdinding
kuku dengan tipis,lonjong,
KOH 10% seperti tetesan air
dan mata
penanaman makrokonidia
SDA seperti pensil.
Makroskopis:
putih bertumpu
ditengah dan
maroon pada
tepinya berwarna
merah cheri.
Negatif (-) Tidak
ada jamur
T.rubum.

4 Trichophyton Jamur yang Mikroskopis Mikroskopis Positif (+) Adanya Nominal


mentagrophites menyerang dan alat dengan jamur
kulit, kuku, indra melakukan T.mentagrophites
rambut pengamata mikroskopis:
dengan n preparat mikrokonidia
keratin jamur bulat,
sebagai dengan bergerombol,
nutrisinya. KOH 10% bentuk hifa spiral
dan makrokonidia
penanaman seperti pensil.
SDA Makroskopis:
putih hingga krem
permukaan
seperti tumpukan
kapas.
Negatif (-) Tidak
adanya jamur
T.mentagophites.

5 Epidermophyto Jamur yang Mikroskopis Mikroskopis Positif (+) Adanya Nominal


n menyerang dan alat dengan jamur
floccosum kulit, kuku, indra melakukan E.floccosum
rambut pengamata Mikroskopis: hifa
dengan n preparat lebar,
keratin jamur makrokonidia
sebagai dengan berbentuk ganda
nutrisinya. KOH 10% Dinding tebal,
24

dan terdiri atas 2-4


penanaman sel. Makroskopis:
SDA seperti bulu datar
dengan lipatan
central dan warna
kuning kehijauan,
kuning
kecoklatan.
Negatif (-) tidak
adanya jamur
E.floccosum

6 Pekerja Seseorang Alat indera Melihat Tidak rata mudah Nominal


Budidaya Ikan yang Bekerja langsung rapuh, mengeras,
pada usaha berubah warna.
Pemeliharaan
dan
pengembang
biakan ikan
atau
organisme air
lainnya

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Dalam penelitian ini objek yang diteliti adalah pekerja
budidaya ikan yang ada di Desa Sukamaju Kecamatan Baregbeg
Kabupaten Ciamis dengan jumlah keseluruhan populasi pekerja
35 orang.
2. Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling
yaitu teknik pengambilan sampel dengan cara menentukan
sampel dari ciri-ciri tertentu dan pertimbangan tertentu, sehingga
mempermudah peneliti untuk mendapatkan objek yang sedang di
teliti.
Dalam penelitian ini, sampel yang dipilih yaitu, para pekerja
budidaya ikan di Desa Sukamaju Kecamatan Baregbeg
Kabupaten Ciamis, yang mempunyai kuku kaki berwarna coklat,
25

kekuning-kuningan, mengeras dan rapuh. Sehingga sampel yang


diperoleh sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh peneliti.
(Sugiyono, 2012).
Kriteria yang dapat dijadikan menjadi sampel, yaitu sebagai
berikut:
a. Kriteria Inklusi
1) Pekerja budidaya ikan yang ada di Desa Sukamaju
Kecamatan Baregbeg.
2) Pekerja budidaya ikan yang memiliki kriteria pemeriksaan
seperti kuku rusak, mudah rapuh, berwarna hitam,
berwarna kuning kecoklatan.
3) Bersedia ikut serta dalam penelitian.
b. Kriteria Eksklusi
1) Pekerja budidaya ikan yang tidak hadir di tempat pada
saat pengambilan sampel.
2) Pekerja budidaya ikan yang menolak atau mengundurkan
diri menjadi responden dalam penelitian ini.

D. Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini jika dilihat dari
sumber data yang diperoleh merupakan sumber data primer,
karena peneliti langsung memperoleh data. Jika dilihat dari segi
cara/teknik pengumpulan data yaitu melalui wawancara kepada
para pekerja budidaya ikan yang ada di Desa Sukamaju
Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis, karena responden
adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri sehingga
dapat memberikan data yang benar dan dapat dipercaya bagi
penulis.(Sugiyono,2012).
26

2. Instrumen Penelitian
a. Alat
Tabel 3.2 Daftar Alat yang Digunakan Dalam Penelitian
No Nama Alat Spesifikasi Jumlah
1 Skapel Steril Secukupnya
2 Neraca Analitik - 1 buah
3 Autoklaf YNC-OV-80L 1 buah
4 Oven YQS.SG41.280 1 buah
5 Cawan Petri Steril Secukupnya
6 Dect glass P= 6cm, L= 2cm Secukupnya
7 Objek glass P= 6 cm, L= Secukupnya
8 Mikroskop 2cm 1 buah
9 Gelas Kimia Magnus Secukupnya
10 Erlenmeyer 250 mL 1 buah
11 Lampu Spirtus 1000 mL 1 buah
12 Ose - 1 buah
13 Spatula lurus 1 buah
14 Pipet Tetes Steril Secukupnya

b. Bahan
Tabel 3.3 Daftar Bahan yang Digunakan Dalam Penelitian
No Nama Alat Spesifikasi Jumlah
1 Kerokan kuku Kuku yang Secukupnya
terlihat rapuh,
berwarna coklat
kekuning
kuningan, hitam
2 Saboraud - Secukupnya
Dextrose Agar
3 Aquadest - Secukupnya
4 KOH 10% 10 g/100 mL
5 NaCl 0,85% 85 g/250 mL
6 Alkohol 70% Secukupnya

E. Prosedur Penelitian
1. Tahap Pre-analitik
a. Persiapan Pasien
1) Mencatat identitas pasien, seperti mencatat nama pasien,
umur, jenis kelamin.
27

2) Memperhatikan kondisi pasien, misalnya memperhatikan


kondisi kuku pasien apakah sesuai dengan kriteria seperti
mudah rapuh, tidak mengkilat, dan berubah warna.
3) Responden menandatangani lembar persetujuan
responden. Sebelumnya responden diberikan informasi
terkait penelitian yang akan dilakukan, apabila responden
yang bersedia maka harus menandatangani lembar
persetujuan responden.
4) Mengambil sampel kerokan kuku pasien.
5) Memasukan sampel kedalam cawan petri yang telah
diberi label.
b. Sterilisasi Alat-alat Gelas
Semua alat gelas yang digunakan untuk penelitian
dicuci bersih, dikeringkan dan dibungkus dengan kertas
payung kemudian dimasukan ke dalam oven dengan suhu
1600C selama 2 jam. (Jawetz, dkk, 2010).
c. Pembuatan KOH 10%
d. Pembuatan NaCl 0,85%
e. Pembuatan SDA
f. Pembuatan Media Kontrol
2. Tahap Analitik
a. Pengambilan dan Penanaman Sampel pada Media
Sabouraud Dextrose Agar
1) Terlebih dahulu pada kuku yang akan dilakukan
pengerokan didesinfektan dengan menggunakan alkohol
70% supaya terbebas dari bakteri, kemudian kerok bagian
kuku yang di curigai dengan menggunakan skapel steril
sampai di dapat hasil kerokan yang cukup dan
dikumpulkan pada cawan petri.
2) Hasil kerokan ditanam pada media Sabouraud Dextrose
Agar dengan ditotolkan pada bagian tertentu.
28

3) Media diberi label dan nomor sampel.


4) Media dibungkus dengan kertas paying kemudian
diinkubasi pada suhu ruang selama 7 hari sambil diamati
pertumbuhannya setiap hari.
5) Koloni yang dicurigai mempunyai pertumbuhan seperti
kapas yang berwarna putih berwarna kuning kecoklatan
bisa dilihat dari sisi koloni sebaliknya.(Soedarto,2015).
b. Pemeriksaan Langsung dengan KOH 10%
1) Hasil kerokan kuku secukupnya diletakkan diatas objek
glass
2) Ose dipijarkan pada spirtus
3) KOH 10% diteteskan sebanyak satu tetes dan tutup
dengan cover glass
4) Kemudian sediaan difiksasi
5) Diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x dan
40x.
6) Hasil positif jika ditemukan jamur penyebab onikomikosis.
c. Pemeriksaan Mikroskopis dari Media Sabouraud Dextrose
Agar
1) Diambil sedikit koloni jamur dari biakan dengan ose lurus,
letakkan pada objek glass yang telah ditetesi NaCl 0,85%
tutup dengan cover glass.
2) Diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran lensa
10x dan 40x (Soedarto, 2015).
3. Tahap Post-analitik
a. Hasil pemeriksaan penelitian
b. Dokumentasi penelitian.

F. Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan jamur penyebab
onikomikosis pada kuku pekerja budidaya ikan di Desa Sukamaju
29

Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis diolah dan disajikan secara


deskriptif dalam bentuk tabel dan dijelaskan secara narasi.

G. Etika Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti meminta izin terlebih dahulu ke
Kesbangpol Kota Ciamis melalui STIKes Muhammadiyah Ciamis
untuk melakukan pemeriksaan penyakit onikomikosis yang
disebabkan oleh jamur golongan dermatofita pada kuku pekerja
budidaya ikan. Setelah itu, para pekerja akan diberi penjelasan
mengenai tujuan penelitian, mengapa terpilih sebagi sampel, tata cara
atau prosedur, resiko dan ketidaknyamanan, manfaat penelitian,
kerahasiaan data, perkiraan sampel yang akan di ambil, kesukarelaan
dari penelitian ini kemudian akan menandatangani format persetujuan
(informed concent) sebagai responden dalam penelitian ini. Hasil yang
diperoleh dari penelitian ini akan dijaga kerahasiaan nya.

H. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Parasitologi
STIKes Muhammadiyah Ciamis, pada bulan November 2018 – Juni
2019.

Anda mungkin juga menyukai