PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu udara yang beriklim tropis
dengan suhu dan kelembaban yang tinggi. Hal ini merupakan salah
satu penyebab terjadinya pemyebaran dan interaksi jamur. Penyakit
jamur di Indonesia memiliki prevalensi yang cukup tinggi. M. Nasution,
dkk melaporkan jumlah penderita dermatomikosis pada tahun 1996-
1998 sebanyak 4.162 dari 20.951 penderita baru penyakit kulit yang
berkunjung ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUP H.
Adam Malik, RSUD dr. Pirngadi Medan. Dan Pada tahun 2002
penyakit dermatofitosis merupakan penyakit kulit yang menduduki
urutan pertama dibandingkan dengan penyakit kulit yang lain.
(Nasution, 2006).
Dermatofitosis merupakan mikosis superfisialis yang
disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Jamur golongan
dermatofita dikelompokkan dalam 3 genus yaitu Trichophyton,
Microsporum, dan Epidermophyton. Enam spesies penyebab
dermatofitosis di Indonesia yaitu, Trichopython rubrum, Trcihophyton
mentagrophites, Microsporum canis, Microsporum gypseum,
Trichophyton concentricum, dan Epidermophyton floccosum. Jamur ini
mengeluarkan enzim keratinase sehingga mampu mencerna keratin
pada kuku,rambut dan starum korneum pada kulit. (Sutanto, 2008).
Penyakit jamur pada kuku yang disebabkan oleh jamur
golongan dermatofita dan golongan non dermatofita disebut
onikomikosis. Jamur dermatofita yang menginfeksi kuku disebut Tinea
unguium. Jamur dermatofita penyebab onikomikosis terbanyak adalah
Trichophyton rubrum sebesar 70% disusul Trichophyton
mentagrophites sebesar 19,8% dan Epidermophyton floccosum
sebesar 2,2%.(Imam,2008). Kelainan penyakit ini dapat mengenai
1
2
satu kuku atau lebih, permukaan kuku tidak rata, mudah rapuh atau
keras, warnanya kuning, kecoklatan, putih, hitam, dan kuku yang
terkena dapat terkikis. Penyembuhan penyakit ini memerlukan waktu
beberapa bulan bahkan bisa mencapai satu tahun (Sutanto, 2008).
Tingginya angka prevalensi ini dipengaruhi oleh letak geografis dan
iklim negara Indonesia. Selain itu perilaku masyarakat seperti mata
pencaharian dan tempat tinggal juga dapat menyebabkan interaksi
dengan jamur. Jamur pada umumnya dapat cepat berkembang di
tempat yang lembab juga dapat berpindah melalui media air.
Mata pencaharian yang menyebabkan terpaparnya jamur salah
satunya adalah petani. Karena kodisi lingkungan kerja petani yang
langsung berhubungan dengan keadaan yang lembab dan kotor dapat
menyebabkan gangguan kesehatan terutama penyakit jamur pada
kuku. Penelitian mengenai jamur yang menginfeksi kuku petani
sebelumnya pernah dilakukan oleh Dzikri Adi Priadi di tahun 2013 dan
oleh Aidh Apriatna di tahun 2017.
Selain petani, mata pencaharian yang beresiko terpaparnya
jamur adalah pekerja budidaya ikan. Budidaya ikan adalah usaha
pemeliharaan dan pengembang biakan ikan atau organisme air
lainnya. Para pekerja budidaya ikan sebagian besar melakukan
pekerjaannya di dalam air, maka sangat memungkinkan jamur untuk
tumbuh terutama pada bagian kaki karena kaki selalu berada di dalam
air. Berdasarkan survei yang telah dilakukan peneliti pada tanggal 28
oktober 2018 kepada pekerja budidaya ikan di Desa Sukamaju
Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis melalui melalui wawancara
terdapat 35 orang pekerja, beberapa para pekerja diantaranya ada
yang memiliki kondisi kuku berwarna kuning, kecoklatan, putih dan
mudah rapuh. Hal ini di duga karena kondisi lingkungan kerja yang
berhubungan langsung dengan keadaan yang lembab dan kotor serta
kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh para pekerja yang
menyebabkan jamur tumbuh, salah satunya dengan menggunakan
3
sepatu boots dan kaus kaki dalam keadaan basah dan dalam waktu
yang lama, tidak melepas sepatu boots dan kaus kaki pada saat
selesai melakukan pekerjaannya di dalam kolam, sehingga jamur
mudah menyerang kuku.
Aktivitas yang dilakukan para pekerja budidaya ikan di Desa
Sukamaju Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis pada saat
melakukan pekerjaannya mereka cenderung mengabaikan tindakan
aseptis serta kurang menjaga kebersihan. Allah berfirman dalam Q.S
Al-Hajj (22): 29:
B. Rumusan Masalah
“Apakah terdapat jamur golongan dermatofita penyebab
onikomikosis pada kuku kaki pekerja budidaya ikan di Desa Sukamaju
Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis?”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya
jamur golongan dermatofita penyebab onikomikosis pada kuku
pekerja budidaya ikan di Desa Sukamaju Kecamatan Baregbeg
Kabupaten Ciamis.
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk Peneliti
Mendapatkan pengetahuan dan wawasan mengenai jamur
dermatofita penyebab onikomikosis pada pekerja budidaya ikan.
2. Untuk Institusi
Untuk menambah kepustakaan bagi STIKes
Muhammadiyah Ciamis.
3. Untuk Pekerja Budidaya Ikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada masyarakat, khususnya bagi para pekerja budidaya ikan
di Desa Sukamaju Kecamatan Beregbeg Kabupaten Ciamis
tentang jamur dermatofita penyebab onikomikosis sehingga para
kerja dapat memperhatikan prilaku hidup bersih dan sehat.
5
E. Keaslian Penelitian
Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan jamur penyebab
onikomikosis pernah dilakukan oleh Aidh Apriatna pada tahun 2016
tentang pemeriksaan jamur pada kuku kaki petani di Kelurahan
Kertajaya Kecamatan Lakbok Kabupaten Ciamis. Dan pada tahun
2013 penelitian dilakukan oleh Dzikri Adi tentang pemeriksaan jamur
penyebab onikomikosis pada kuku kaki petani di Desa Madura
Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
pada variabel yang diteliti yaitu mengidentifikasi jamur penyebab
onikomikosis. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya yaitu objek penelitiannya berupa pekerja budidaya ikan,
tempat, dan waktu penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1. Jamur
a. Pengertian Jamur
Jamur adalah mikroorganisme yang termasuk golongan
eukariotik dan tidak termasuk golongan tumbuhan. Jamur
berbentuk sel atau benang bercabang dan mempunyai dinding
sel yang sebagian besar terdiri atas kitin dan glukan, dan
sebagian kecil dari selulosa atau kitosan. Gambaran tersebut
yang membedakan jamur dengan sel hewan dan sel
tumbuhan. Sel hewan tidak mempunyai dinding sel,
sedangkan sel tumbuhan sebagian besar adalah selulosa.
Jamur mempunyai protoplasma yang mengandung satu atau
lebih inti, tidak mempunyai klorofil dan berkembang biak
secara seksual, dan aseksual. (Sutanto dkk, 2008).
b. Sifat umum jamur
Semua jamur adalah organisme eukariotik dan masing-
masing sel jamur mempunyai sekurang-kurangnya satu inti,
membran inti, reticulum endoplasma, mitokondria, dan
apparatus sekresi. Kebanyakan jamur bersifat aerob obligat
atau fakultatif. (Jawetz, 2010).
Jamur bersifat heteropik yaitu organisme yang tidak
mempunyai klorofil sehingga tidak dapat membuat makanan
sendiri melalui proses fotosintesis seperti tanaman. Untuk
hidupnya jamur memerlukan zat organik yang berasal dari
hewan, tumbuh-tumbuhan, serangga dan lain-lain, kemudian
dengan menggunakan enzim zat organik tersebut diubah dan
dicerna menjadi zat anorganik yang kemudian diserap oleh
jamur sebagai makanannya. Pada umumnya, jamur tumbuh
6
7
c. Morfologi jamur
1) Khamir (yeast=ragi), yaitu sel-sel berbentuk bulat, lonjong,
atau memanjang, berkembangbiak membentuk tunas.
Membentuk koloni yang basah dan berlendir serta tidak
bergerak. Ukuran khamir antara 5-10 µm. (Hasyimi, 2010)
2) Kapang (mold), yaitu terdiri atas sel-sel memanjang dan
bercabang yang disebut hifa. Hifa tersusun atas hifa
bersekat atau hifa tidak bersekat. (Hasyimi, 2010).
Kapang membentuk koloni yang menyerupai kapas
(cottony, woolly) atau padat (velvety, powdery, granular).
(Sutanto, 2008).
3) Bentuk dimorfik yaitu jamur yang memiliki bentuk antara
khamir dan kapang. Kadang-kadang khamir membentuk
tunas yang memanjang yang bertunas lagi pada ujungnya
secara menerus sehingga membentuk seperti hifa dengan
sekat-sekat. Dengan demikian disebut hifa semu. Hifa
semu yang menyusun suatu anyaman, maka anyamannya
disebut miselium semu.
Hifa, berdasarkan fungsinya dibagi atas:
a) Hifa vegetatif, yaitu berfungsi untuk mengambil
makanan guna pertumbuhannya.
b) Hifa udara, yaitu berfungsi mengambil oksigen.
c) Hifa reproduktif, yaitu berfungsi membentuk spora.
(Hasyimi, 2010)
Spora dapat dibentuk secara aseksual atau seksual.
Spora aseksual disebut talospora (thallospora), yaitu
spora yang langsung dibentuk dari hifa reproduktif
diantaranya:
a) Blastospora, yaitu spora yang bentuknya tunas pada
permukaan sel, ujung hifa semu atau pada sekat
(septum) hifa semu. Contoh: Candida.
9
kusam.
(Jawetz dkk,
2010).
2. Kuku
a. Pengertian Kuku
Kuku terdiri dari bagian sel tanduk yang mengalami
modifikasi. Dasar kuku terdiri dari sel prickle yang mengalami
modifikasi dan melekat kuat. Warna kpada kuku diperoleh dari
darah dan sebagian dari pigmen dalam epidermis terutama
melanin (Zulkoni, 2010).
b. Anatomi Kuku
Lempengan kuku merupakan hasil pembelahan sel di
dalam matriks kuku, yang tertanam dalam bagian kuku
proksimal, tetapi yang hanya tampak sebagian yang
berbentuk seperti bulan separuh (lanula) berwarna pucat pada
bagian bawah kuku. lempengan kuku melekat erat pada dasar
kuku (nail bed) dibawahnya. Kutikula merupakan perluasan
stratum korneum pada lipatan kuku proksimal ke atas
lempengan kuku.
14
3. Onikomikosis
Onikomikosis adalah infeksi jamur superfisial yang
ditemukan di seluruh dunia. Di negara maju (industri) di dapat
angka insiden onikomikosis hingga 30% dari keseluruhan kejadian
infeksi jamur superfisial. Onikomikosis lebih sering terjadi pada
kuku jari kaki dari pada kuku jari tangan. Onikomikosis disebabkan
oleh jamur dermatofita sebesar 76%, oleh ragi (yeast) sebesar
13,5% dan kapang (mould) sebesar 5,5% dan sisanya 5% oleh
infeksi campuran.(Putra Imam, 2008). Penyakit jamur pada kuku
yang disebabkan oleh jamur dermatofita disebut tinea unguium.
Dermatofita adalah golongan jamur yang mempunyai sifat dapat
mencerna keratin. (Sutanto, 2008).
Berdasarkan sifat dan morfologinya, dermatofita dapat
dikelompokkan Dalam tiga genus, yaitu: Trichophyton,
Epidermophyton, dan Microsporum. Di Indonesia penyebab utama
dermatofitosis ada enam spesies, Trichophyton rubrum,
Trichophyton mentagrophites, Microsporum canis, Microsporum
gypseum, Trichophyton concentricum, dan Epidermophyton
floccosum. (Sutanto, 2008). Jamur dermatofita penyebab
onikomikosis terbanyak adalah Trichophyton rubrum sebesar 70%
disusul Trichophyton mentagrophites sebesar 19,8% dan
Epidermophyton floccosum sebesar 2,2% dan sisanya jamur
dermatofita lain. (Putra Imam, 2008). Morfologi dan identifikasi
jamur dermatofita penyebab onikomikosis antara lain:
a. Trichophyton rubrum
1) Dermatofita antropofilik
15
(a) (b)
b. Trichophyton mentagrophites
(a) (b)
16
c. Epidermophyton floccosum
(a) (b)
Gambar 2.4 (a) Koloni Epidermophyton floccosum pada media SDA
(b) Jamur Epidermophyton floccosum secara mikroskopis
17
B. Kerangka Konsep
Kuku pekerja
budidaya ikan
Onikomikosis
Keterangan:
: yang diteliti
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu hanya menggambarkan ada
atau tidaknya jamur dermatofita penyebab onikomikosis pada kuku
kaki pekerja budidaya ikan di Desa Sukamaju Kecamatan Baregbeg
Kabupaten Ciamis.
22
23
mikroskopis.
D. Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini jika dilihat dari
sumber data yang diperoleh merupakan sumber data primer,
karena peneliti langsung memperoleh data. Jika dilihat dari segi
cara/teknik pengumpulan data yaitu melalui wawancara kepada
para pekerja budidaya ikan yang ada di Desa Sukamaju
Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis, karena responden
adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri sehingga
dapat memberikan data yang benar dan dapat dipercaya bagi
penulis.(Sugiyono,2012).
26
2. Instrumen Penelitian
a. Alat
Tabel 3.2 Daftar Alat yang Digunakan Dalam Penelitian
No Nama Alat Spesifikasi Jumlah
1 Skapel Steril Secukupnya
2 Neraca Analitik - 1 buah
3 Autoklaf YNC-OV-80L 1 buah
4 Oven YQS.SG41.280 1 buah
5 Cawan Petri Steril Secukupnya
6 Dect glass P= 6cm, L= 2cm Secukupnya
7 Objek glass P= 6 cm, L= Secukupnya
8 Mikroskop 2cm 1 buah
9 Gelas Kimia Magnus Secukupnya
10 Erlenmeyer 250 mL 1 buah
11 Lampu Spirtus 1000 mL 1 buah
12 Ose - 1 buah
13 Spatula lurus 1 buah
14 Pipet Tetes Steril Secukupnya
b. Bahan
Tabel 3.3 Daftar Bahan yang Digunakan Dalam Penelitian
No Nama Alat Spesifikasi Jumlah
1 Kerokan kuku Kuku yang Secukupnya
terlihat rapuh,
berwarna coklat
kekuning
kuningan, hitam
2 Saboraud - Secukupnya
Dextrose Agar
3 Aquadest - Secukupnya
4 KOH 10% 10 g/100 mL
5 NaCl 0,85% 85 g/250 mL
6 Alkohol 70% Secukupnya
E. Prosedur Penelitian
1. Tahap Pre-analitik
a. Persiapan Pasien
1) Mencatat identitas pasien, seperti mencatat nama pasien,
umur, jenis kelamin.
27
G. Etika Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti meminta izin terlebih dahulu ke
Kesbangpol Kota Ciamis melalui STIKes Muhammadiyah Ciamis
untuk melakukan pemeriksaan penyakit onikomikosis yang
disebabkan oleh jamur golongan dermatofita pada kuku pekerja
budidaya ikan. Setelah itu, para pekerja akan diberi penjelasan
mengenai tujuan penelitian, mengapa terpilih sebagi sampel, tata cara
atau prosedur, resiko dan ketidaknyamanan, manfaat penelitian,
kerahasiaan data, perkiraan sampel yang akan di ambil, kesukarelaan
dari penelitian ini kemudian akan menandatangani format persetujuan
(informed concent) sebagai responden dalam penelitian ini. Hasil yang
diperoleh dari penelitian ini akan dijaga kerahasiaan nya.