Anda di halaman 1dari 6

ISBN: 987-602-72245-6-8

Prosiding Biologi Achieving the Sustainable Development Goals


with Biodiversity in Confronting Climate Change
Gowa, 08 November 2021
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb

Review: Tinea Pedis


HAERANI1, ZULKARNAIN2
1
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Jl. HM. Yasin Limpo No. 36 Gowa, Indonesia. 92113
Email: 60300118017@uin-alauddin.ac.id
2
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Jl. HM. Yasin Limpo No. 36 Gowa, Indonesia. 92113
Email: zulkarnain@uin-alauddin.ac.id

ABSTRACT
Tinea pedis is a dermatophytosis disease. Tinea pedis or more commonly referred to as water fleas
is an infectious disease caused by dermatophyte fungi that infect the skin between the toes, soles of the feet
and the lateral parts of the feet. Trichopyton rubrum is the main fungal species that causes Tinea pedis. This
review describes how T. rubrum infects the skin through the breakdown of keratin with enzyme production
by fungi which then causes various clinical problems such as maceration, itching, bleeding, odor, fissures,
and at a severe level can cause complications. Cleanliness, socioeconomic, work and education are all
supporting factors for the occurrence of tinea pedis. Maintaining personal hygiene is a measure to prevent
infection, the treatment that can be done is with oral or tropical antifungals.

Keywords: dermatophytosis; Tinea pedis; Trichopyton rubrum.

INTISARI
Tinea pedis merupakan salah satu penyakit dermatofitosis. Tinea pedis atau lebih sering disebut
sebagai kutu air merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang
menginfeksi kulit pada bagian sela-sela jari kaki, telapak kaki dan bagian lateral kaki. Trichopyton rubrum
menjadi spesies jamur utama penyebab Tinea pedis. Review ini menggambarkan bagaimana T. rubrum
menginfeksi kulit melalui penghancuran keratin dengan produksi enzim oleh jamur yang kemudian
menimbulkan berbagai masalah klinis seperti maserasi, gatal, bearair, menimbulkan bau, fisura, serta pada
tingkat parah dapat menimbulkan komplikasi. Kebersihan, sosial ekonomi, pekerjaan dan pendidikan
menjadi faktor pendukung terjadinya Tinea pedis. Menjaga kebersihan personal menjadi langkah
pencegahan infeksi, pengobatan yang dapat dilakukan yaitu dengan antijamur oral maupun tropikal.

Kata kunci: dermatofitosis; Tinea pedis; Trichopyton rubrum

PENDAHULUAN yakni peringkat ketiga penyakit terbanyak pada


Kulit adalah bagian tubuh yang paling pasien rawat jalan yang ada di rumah sakit se-
luas dan menutupi seluruh permukaan tubuh Indonesia didasarkan pada jumlah kunjungan
manusia. Karena hal tersebut, kulit menjadi sebanyak 192.414. Dari data tersebut kita dapat
proteksi pertama dalam melindungi tubuh mengetahui bahwa penyakit kulit sangat
manusia dari luar, sebagai aseptor tehadap domianan terjadi di wilayah Indonesia. Pada
rangsangan, pengatur suhu atau temperatur umumnya penyakit kulit yang terjadi di wilayah
tubuh serta pengaruh lain dari luar. Oleh sebab Indonesia banyak disebabkan oleh infeksi
itu, kesehatan kulit menjadi sangat penting jamur, bakteri, parasit, serta virus yang juga
karena peranannya yang sangat vital sebagai dipengaruhi oleh berbagai hal sehingga
organ pelindung tubuh (Pranata et al., 2019). memberikan penggambaran yang berbeda
Kulit yang fungsinya sebagai proteksi juga terhadap kondisi klinis penyakit kulit seperti
dapat mengalami gangguan seperti infeksi yang kebiasaan, iklim dan kondisi lingkungan.
disebabkan oleh agen mikrobiologis. Dermatofitosis adalah salah satu penyakit kulit
Data Profil Kesehatan Indonesia tahun yang sering terjadi dan disebabkan oleh jamur
2010 menunjukkan penyakit kulit serta jaringan golongan dermatofita (Sondakh et al., 2016).
subkutan masuk ke dalam peringkat 10 besar

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar 59


ISBN: 987-602-72245-6-8
Prosiding Biologi Achieving the Sustainable Development Goals
with Biodiversity in Confronting Climate Change
Gowa, 08 November 2021
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb

Dermatofitosis merupakan penyakit yang organisme lainnya. Oleh sebab itu tingkat
terjadi pada jaringan tubuh yang mengandung infeksi dari jamur sangat tinggi.
zat tanduk pada bagian epidermis, rambut serta
kuku. Prevalensi dermatofitosis ini ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
diperkirakan mencapai 20-25% dari populasi TINEA PEDIS
dunia dan terus mengalami peningkatan. Tinea pedis (athlete’s foot) atau lebih
Dermatofitosis dapat menular secara langsung sering disebut sebagai kutu air merupakan
maupun tidak langsung dari manusia ke penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur
manusia (anthropophilic organism), dari hewan golongan dermatofita yang menginfeksi kulit
(zoophilic organism) serta dari tanah (geophilic pada bagian sela-sela jari kaki, telapak kaki dan
organisms). Penularan juga dapar terjadi secara bagian lateral kaki (Farihatun, 2018). Tinea
tidak langsung dengan perantara benda lain pedis dapat disebabkan oleh semua genus
sebagai media penularan, seperti topi, handuk, dermatofita. Pada dasarnya dermatofita sendiri
sisir serta kaos kaki yang pengunaannya terbagi menjadi 3 genus utama, yaitu
dilakukan secara bergantian dengan orang yang Trichopyton (menginfeksi kulit, kuku, dan
telah terinfeksi (Triana et al., 2020). rambut), Epidermophyton (kulit dan kuku) serta
Ada banyak penyakit kulit yang Microsporus (kulit dan rambut) (Warouw et al.,
tergolong dalam dermatofitosis. Tinea pedis 2021). Spesies yang termasuk ke dalam 3 genus
menjadi salah satu penyakit yang disebabkan tersebut yaitu T. rubrum, T. mentagrophites, T.
oleh jamur golongan dermatofit yang angka concentricum, E. floccosum, M. gypseum dan
kejadiannya tinggi pada berbagai wilayah. M. canis. Di antara 6 spesies tersebut T. rubrum
Jamur dermatofita merupakan golongan jamur menjadi agen utama penyebab Tinea pedis di
yang dapat memproduksi enzim keratinase dan Indonesia, bahkan di seluruh dunia.
memiliki kemampuan mencerna keratin pada Berdasar dari Farihatun (2018),
kuku, kulit serta rambut. Organisme yang Taksonomi dari T. rubrum adalah sebagai
mampu mencerna keratin disebut degan berikut:
keratofilik. Jamur dermatofit akan menginvasi Phylum : Askomykota
stratum korneum yang ada pada kulit. Jamur Class : Eurityomycetes
memiliki keterkaitan yang erat dengan Order : Onygenales
kehidupan manusia. Jamur dapat hidup dan dan Family : Arthrodermataceae
berkembang dimana saja, baik di udara, tanah, Genus : Tricopyton
air, pakaian, bahkan pada organ tubuh Spesies : Trichophyton rubrum

Gambar 1. Mikroskopis jamur Trichopyton rubrum (Farihatun, 2018)

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar 60


ISBN: 987-602-72245-6-8
Prosiding Biologi Achieving the Sustainable Development Goals
with Biodiversity in Confronting Climate Change
Gowa, 08 November 2021
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb

Trichopyton rubrum menginfeksi rambut, dermatofita akan melepaskan berbagai jenis


kuku serta kulit dengan membentuk makronidia enzim seperti keratinase, sistein dioksigenase,
silindris yang dinding selnya halus, tipis yang metaloprotease dan serinprotese. serta
terdiri dari 8-10 septum berukuran 4 x 8 – 8 x menghasilkan ceramide dan lipase yang akan
15 µm. Mikronidia pada jamur ini memiliki menyerang dan merusak keratin superfisial
bentuk khas yaitu bulat, piriform atau clavate (Khusnul, 2018).
dengan ukuran 2-4 µm (Farihatun, 2018).
Infeksi kulit yang diakibatkan oleh spesies GAMBARAN KLINIS TINEA PEDIS
jamur ini memiliki persebaran yang merata di Kulit yang biasanya terinfeksi Tinea
seluruh dunia dan menjadi bentuk infeksi pedis akan memberikan gejala secara umum
superfisial paling banyak. Menurut (Ilkit & seperti terkelupasnya kulit yang diserta rasa
Durdu, 2015) T. rubrum dapat menyebabkan gatal, berair dan sering menimbulkan bau.
infeksi kronis dan memiliki kecenderungan Berdasarkan gambaran klinis tersebut, menurut
untuk menyebar ke bagian anatomi tubuh Ilkit & Durdu (2015), Tinea pedis dibedakan
lainnya. T. rubrum dapat bertahan hidup dalam menjadi 4 yaitu:
waktu kurang lebih 18 bulan dalam bentuk a. Tinea pedis interdigital
artrokonidialnya (fragmen hifa), dimana bentuk Tinea pedis interdigital ini merupakan
ini bertanggung jawab dalam penyebaran bentuk yang paling umum dan sebagian besar
klonal dari jamur ini. disebabkan oleh T. rubrum. Kelainan klinis
Setelah menginvasi sel keratin, T. rubrum yang tampak berupa eritema interdigital,
selanjutnya memasuki epidermis dan maserasi, scaling dan fisura. Lesi ini biasanya
menyebabkan terjadinya reaksi peradangan. T. terjadi diantara jari keempat dan kelima yang
rubrum mempunyai kemampuan dalam hal biasanya tampak basah dan secara kolektif
mengurangi sel-sel keratinosit sehingga akan disebut dengan dermatofitosis simpleks. Gejala
menimbulkan penghambatan terhadap
umum secara klinis seperti gatal, rasa seperti
pergantian sel-sel keratinosit. Pada lazimnya, T.
terbakar serta menimbulkan bau yang tidak
rubrum menjadi penyebab Tinea pedis dengan
sedap. Tinea pedis interdigital terbagi menjadi
tipe hiperkeratotik, utamanya pada telapak kaki
(Yuliana & Ervianti, 2015). dua jenis yaitu dermatofitosis simpleks yang
Menurut Khusnul (2018), penularan sebagian besar bersifat asimtomatik dan
infeksi jamur penyebab Tinea pedis dapat ditandai dengan munculnya sisik serta
terjadi secara tidak langsung melalui perantara mengelupas. Kedua yaitu dermatofitosis
air yang sebelumnya telah terkontaminasi spora kompleks yang gejalanya seperti ruang
jamur. Spora jamur yang telah menempel pada interdigital basah, maserasi, fisura antar ruang,
media transmisi akan melakukan proses hyperkeratosis, leukokeratosis dan erosi
pelekatan pada keratin yang kemudian mulai (Kumar et al., 2011).
memproduksi keratinase (keratolitik). b. Tinea pedis inflamasi atau vesikuler
Keratinase yang dihasilkan oleh jamur T. rubrum mengakibatkan lesi vesikuler
kemudian menghidrolisis keratin dan mulai yang biasanya terjadi pada permukaan plantar
menginisiasi pertumbuhan jamur pada bagian kaki yang tebal. Bagian atas vesikel biasanya
stratum korneum. Selain itu, jamur dermatopita megalami pengupasan setelah beberapa hari
juga dapat menginfeksi seseorang dengan cara yang kemungkinan disebabkan oeh abrasi. Ini
masuk melalui luka kecil atau abrasi pada kulit akan mengakibatkan rasa gatal yang parah, rasa
akibat faktor mekanis. Jamur golongan terbakar serta menimbulkan nyeri dengan

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar 61


ISBN: 987-602-72245-6-8
Prosiding Biologi Achieving the Sustainable Development Goals
with Biodiversity in Confronting Climate Change
Gowa, 08 November 2021
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb

intensitas yang berbeda- beda. Peradangan terjadi pada kedua kaki serta dapat pula muncul
yang cukup parah akan menyebabkan penderita pada salahsatu telapak tangan.
kesulitan berjalan. Lesi ini akan berkembang d. Tinea pedis ulseratif
dengan cepat pada musim panas atau kemarau. Ulseratif Tinea pedis dominan
Dan pada tingkat yang lebih parah, akan disebabkan oleh T. interdigitale. Tinea pedis
memberikan respon inflamasi yang tipe ini ditandai dengan lesi vesikulopustular
melumpuhkan seperti selulitis, adenopati dan yang penyebarannya cepat, ulkus dan erosi
limfangitis.
serta kadangkala disertai dengan infeksi bakteri
c. Tinea pedis hiperkeratotik
sekunder. Lesi yang ditimbulkan biasanya
Tipe ini ditandai dengan terjadinya
mengalami maserasi yang biasanya dimulai
eritema plantaris mulai dari skala ringan
dari ruang antar jari- jari kaki sebelum
hingga hiperkeratosis difus. Hiperkeratosis
menyebar ke punggung kaki, bagian lateral dan
difus melibatkan telapak kaki, permukaan
permukaan plantar selama beberapa hari.
medial dan lateral kaki dan seringkali disertai
Menurut Makola et al. (2018), Tinea pedis
dengan sisik yang tipis. Biasanya pada kulit
ulseratif ini dapat menyebabkan komplikasi
akan muncul semacam kerak berupa tumpukan
diantaranya selulitis, limfangitis demam dan
sel kulit berwarna putih. Pada kasus yang berat,
malaiase. Gejala- gejala yang biasanya terjadi
infeksi akan menyebabkan kuku jari menebal,
adalah bisul, nyeri dengan tingkatan yang
hancur dan bahkan terlepas. Tipe ini dapat
bervariasi serta menimbulkan rasa gatal.
menimbulkan gejala pruritus ataupun kadang
tanpa gejala (asimtomatik). Infeksi sering

Gambar 2. Gambaran klinis Tinea pedis pada sela-sela jari kaki (Triana et al., 2020)

FAKTOR PENDUKUNG TERJADINYA Kejadian penyakit Tinea pedis lebih


TINEA PEDIS banyak ditemukan pada pria dibandingkan
Indonesia merupakan Negara beriklim dengan wanita. Hal ini dikarenakan
tropis sehingga kondisi tersebut memberikan kebanyakan pria banyak yang bekerja pada
daya dukung terhadap pertumbuhan dan tempat-tempat yang mengakibatkan kakinya
perkembangan mikroorganisme, utamanya selalu basah dan memungkinkan terinfeksi
jamur. Seperti yang telah kita ketahui bahwa
jamur dermoatofita, seperti menjadi petani,
jamur sangat cocok dengan lingkungan yang
lembab karena kondisi tersebut sangat nelayan dan lain sebagainya. Angka kejadian
mendukung pertumbuhan dan maupun gejala yang ditimbulkan oleh Tinea
perkembangannya. pedis semakin meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Karena semakin tinggi usia,
maka daya tahan tubuh akan semakin menurun
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar 62
ISBN: 987-602-72245-6-8
Prosiding Biologi Achieving the Sustainable Development Goals
with Biodiversity in Confronting Climate Change
Gowa, 08 November 2021
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb

terhadap suatu penyakit serta juga banyak infeksi jamur pada kulit yaitu dengan menjaga
terserang penyakit degenerative seperti kebersihan secara personal, seperti mandi
diabetes yang juga menjadi faktor prediposisi secara teratur dengan menggunakan sabun,
mudah yang mengakibatkan terjadinya infeksi mencuci bagian kaki maupun tangan secara
jamur pada kulit. Selain itu, keadaan sosial benar serta tidak lupa menjaga tingkat
ekonomi serta kebersihan yang minim kekeringan kulit agar tidak menciptakan
memegang peranan yang cukup penting kondisi lembab yang sangat menunjang
terhadap infeksi jamur yang terjadi. Penyakit pertumbuhan. Selain itu, perawatan terhadap
infeksi yang disebabkan oleh jamur pada kuku, tangan, rambut dan kaki harus
umumnya lebih sering terjadi pada kalangan diperhatikan (Isro’in & Andarmoyo, 2012).
dengan sosial ekonomi yang rendah. Hal Menurut Rustika & Agung (2018), kebersihan
tersebut ada kaitannya dengan status gizi yang kulit menjadi hal utama sebagai langkah
berkaitan dengan sistem pertahanan tubuh mengurangi kontak maupun transmisi
seseorang dalam menanggapi suatu penyakit terjadinya infeksi.
tertentu. Faktor yang dikatakan paling Pada masa sekarang ini, obat anti jamur
mendominasi adalah tingkat kemiskinan dan semakin berkembang baik yang diharapkan
kebersihan secara personal (Rustika & Agung, mampu mengurangi prevalensi penyakit yang
2018). Tidak hanya itu, tingkat pendidikan, disebabkan oleh infeksi jamur. Dalam
pekerjaan dan lingkungan fisik juga menjadi menangani infeksi Tinea pedis, dapat ditempuh
indikator yang berpengaruh terhadap dengan memberikan antijamur oral maupun
penyebaran infeksi Tinea pedis. Seperti tropical ataupun dengan kombinasi antara
penelitian yang dilakukan oleh Farida (2019) kedua jenis antijamur tersebut Contoh
bahwa pendidikan kesehatan memegang antijamur oral yaitu Gliseofulvin, Intraconazale
peranan penting dalam peningkatan sikap dan Fluconazole. Antijamur tropikal yang biasa
seseorang menjadi lebih baik, utamanya dalam digunakan yaitu Miconazole, Sulconazole,
kebersihan secara personal. Karena kebanyakan Oxoconazole, Econazole, Clotrimazole,
orang masih acuh terhadap infeksi jamur ini Ciclopirox, Ketoconazole, Naftifine,
dengan anggapan bahwa hal tersebut tidak akan Terbinafine, Flutrimasol, Bifonazole, dan
memberikan pengaruh yang cukup besar Butenafine (Nurwulan et al., 2019).
terhadap kesehatan dan menurunkan kualitas
hidup bagi penderitanya. KESIMPULAN
Beberapa faktor lain yaitu memakai Tinea pedis merupakan salahsatu
sepatu tertutup dalam jangka waktu yang lama, penyakit dermatofitosis. Tinea pedis atau lebih
terjadinya kelembapan karena ekskresi sering disebut sebagai kutu air merupakan
keringat, kebiasaan tidak memakai alas kaki, penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur
golongan dermatofita yang menginfeksi kulit
serta pecahnya kulit di bagian sela jari karena
pada bagian sela-sela jari kaki, telapak kaki dan
mekanis juga menjadi faktor resiko terjadinya bagian lateral kaki. Trichopyton rubrum
Tinea pedis. Selain itu, lingkungan kerja menjadi spesies jamur utama penyebab Tinea
menjadi tempat yang sangat berpotensi dalam pedis. Infeksi atau penularan jamur T. rubrum
memengaruhi kesehatan (Khusnul, 2018). dapat terjadi secara langsung maupun secara
tidak langsung melalui media perantara.
PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN T.rubrum menginfeksi kulit melalui
TINEA PEDIS penghancuran keratin dengan produksi enzim
Hal- hal yang perlu diperhatikan untuk oleh jamur yang kemudian menimbulkan
menjaga kesehatan terutama menghindari berbagai masalah klinis seperti maserasi, gatal,

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar 63


ISBN: 987-602-72245-6-8
Prosiding Biologi Achieving the Sustainable Development Goals
with Biodiversity in Confronting Climate Change
Gowa, 08 November 2021
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb

bearair, menimbulkan bau, fisura, serta pada 60(5): 37–41.


tingkat parah dapat menimbulkan komplikasi. https://doi.org/http://creativecommons.org/licens
es/by-nc-nd/4.0.
Kebersihan, sosial ekonomi, pekerjaan dan Nurwulan, D., Hidayatullah, T. A., Nuzula, A. F., &
pendidikan menjadi faktor pendukung Puspita, R. 2019. Profil dermatofitosis
terjadinya Tinea pedis. Menjaga kebersihan superfisialis periode Januari– Desember 2017 di
personal dapat dijadikan sebagai langkah Rumah Sakit Islam Aisiyah Malang. Saintika
pencegahan infeksi. Dalam hal pengobatan, Medika. vol. 15(1): 25-32.
https://doi.org/10.22219/sm.vol15.smumm1.862
dapat menggunakan antijamur oral maupun 5.
tropikal. Pranata, F. S., Jufriadif Na’am, & Sumijan. 2019. Sistem
pakar diagnosis penyakit jamur pada manusia
DAFTAR PUSTAKA menggunakan input suara berbasis android.
Farida. 2019. Effect of health counseling on tinea pedis Jurnal RESTI (Rekayasa Sistem Dan Teknologi
on farmers attitudes in prevention of tinea pedis in Informasi). vol. 3(3): 435–442.
Sukodono Village , Karangrejo District, https://doi.org/10.29207/resti.v3i3.1187.
Tulungagung Regency. Journal of Global Rustika, R., & Agung, W. 2018. Karakteristik petugas
Research in Public Health. vol. 4(1): 75–77. pemungut sampah dengan tinea pedis di Tempat
https://doi.org/ojs.stikesstrada,ac.id/index.php. Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing, Kota
Farihatun, A. 2018. Identifikasi jamur penyebab tinea Tangerang. Jurnal Ekologi Kesehatan. vol. 17(1):
pedis pada kaki penyadap karet di PTPN VIII 11–19. https://doi.org/10.22435/jek.17.1.106.11-
Cikupa Desa Cikupa Kecamatan Banjarsari 19.
Kabupaten Ciamis Tahun 2017. Meditory: The Sondakh, C.E.E. ., Pandaleke, T., & Mawu, F. 2016.
Journal of Medical Laboratory. vol. 6(1): 56–60. Profil dermatofitosis di Poliklinik Kulit dan
https://doi.org/10.33992/m.v6i1.236. Kelamin RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado
Ilkit, M., & Durdu, M. 2015. Tinea pedis: The etiology periode Januari-Desember 2013. E-CliniC. vol.
and global epidemiology of a common fungal 4(1): 1-7.
infection. Critical Reviews in Microbiology. vol. https://doi.org/10.35790/ecl.4.2.2016.14563.
41(3): 374–388. Triana, D., Nawaliya, A., & Sinuhaji, B. 2020. Kejadian
https://doi.org/10.3109/1040841X.2013.856853. infeksi Trichophyton mentagrophytes terkait
Isro’in, L., & Andarmoyo, S. 2012. Buku Personal personal hygiene antara nelayan dengan pengolah
Hygiene. Yogyakarta: Graha Ilmu. ikan rumahan di wilayah pesisir Kota Bengkulu.
Khusnul, K. 2018. Isolasi dan identifikasi jamur Jurnal Kesehatan Kusuma Husada. vol. 12(1):
dermatophyta pada sela-sela jari kaki petugas 74–81. https://doi.org/10.34035/jk.v12i1.582.
kebersihan di Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan Warouw, M.W.M., Kairupan, T.S., & Suling, P.L. 2021.
Bakti Tunas Husada: Jurnal Ilmu-Ilmu Efektivitas anti jamur sistemik terhadap
Keperawatan, Analis Kesehatan dan Farmasi. dermatofitosis. Jurnal Biomedik. vol. 13(28):
vol. 18(1): 45-50. 185–191.
https://doi.org/10.36465/jkbth.v18i1.304. https://doi.org/10.35790/jbm.13.2.2021.31833.
Kumar, V., Tilak, R., Prakash, P., Nigam, C., & Gupta, Yuliana & Ervianti. 2015. Sindrom dermatofitosis kronis
R. 2011. Tinea pedis: An update. Asian Journal of (Chronic Dermatophytosis Syndrome). Berkala
Medical Sciences. vol. 2(2): 18–22. Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin-Periodical of
Makola, N.F., Magongwa, N.M., Matsaung, B., Dermatology and Venereology. vol. 27(3): 225–
Schellack, G., & Schellack, N. 2018. Managing 231.
athlete’s foot. South African FamilyPractice, vol

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar 64

Anda mungkin juga menyukai