Anda di halaman 1dari 26

Referat

LABORATORIUM DIAGNOSTIK PADA


MALARIA
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan
Klinik Senior pada Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Oleh:

M.Hafidz Al-Qadri
2207501010041

Pembimbing:

dr. Vivi Keumala Mutiawati, Sp.PK, M.Kes

BAGIAN PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan judul
“KISTA DERMOID”. Salawat beserta salam penulis sanjung kan ke pangkuan
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia ke zaman yang
berpendidikan dan terang benderang.
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas menjalani kepaniteraan klinik
senior pada Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Unsyiah/RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Selama penyelesaian laporan kasus ini penulis mendapat bantuan,
bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Vivi Keumala Mutiawati, Sp.PK,
M.Kes yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan
bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan referat ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada keluarga, sahabat, dan rekan-rekan yang telah
memberikan motivasi dan doa dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
pembaca sekalian demi kesempurnaan referat ini nantinya. Harapan penulis
semoga referat ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah SWT selalu
memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua.

Banda Aceh, 29 Agustus 2022


Penulis

M.Hafidz Al-Qadri

i
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1. Latar belakang...........................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3

2.1. Malaria.......................................................................................................3

2.2.2. Definisi...............................................................................................3

2.2.3. Epidemiologi......................................................................................3

2.2.4. Etiologi...............................................................................................5

2.2.5. Patogenesis.......................................................................................14

2.2.6. Diagnosis..........................................................................................15

2.2. Pemeriksaan laboratorium pada malaria.................................................16

2.2.1. Pemeriksaan dengan mikroskop.......................................................16

2.2.2. Tes Diagnosis Cepat (RDT).............................................................17

2.2.3. Real Time Polymerase Chain Reaction (real-time PCR).................19

BAB III KESIMPULAN......................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta endemisitas malaria tahun 2020..................................................4

Gambar 2.2 Stadium trofozoit plasmodium vivax pada sel darah merah...............6

Gambar 2.3 Stadium skizon plasmodium vivax pada sel darah merah...................7

Gambar 2.5 Stadium troozoit plasmodium malariae pada sel darah merah...........8

Gambar 2.6 Stadium skizon plasmodium malariae pada sel darah merah.............9

Gambar 2.7 Stadium gametosit plasmodium malariae pada sel darah merah.......9

Gambar 2.8 Stadium trofozoit plasmodium falciparum pada sel darah merah....10

Gambar 2.9 Stadium skizon plasmodium falciparum pada sel darah merah........11

Gambar 2.10 Stadium gametosit plasmodium falciparum pada sel darah merah 12

Gambar 2.11 Stadium trofozoit plasmodium ovale pada sel darah merah...........13

Gambar 2.12 Stadium skizon plasmodium ovale pada sel darah merah...............13

Gambar 2.13 Stadium gametosit plasmodi ovale pada sel darah merah..............14

Gambar 2.14 Langkah-langka pemeriksaan RDT................................................18

Gambar 2.15 Hasil pemeriksaan RDT..................................................................19

Gambar 2.16 Siklus amplifikasi DNA..................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Malaria adalah suatu penyakit akut maupun kronik disebabkan oleh protozoa
genus Plasmodium dengan manifestasi berupa demam, anemia dan pembesaran
limpa. Sedangkan menurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi
akut maupun kronik yang disebabkan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang
eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan
gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa. Penyakit malaria
disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk
Anopheles betina, dan sudah dikenal sejak 3000 tahun yang lalu. Ada 4 jenis
Plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria pada manusia yaitu
Plasmodium vivax, Plasmodium malaria, Plasmodium falciparum dan
Plasmodium ovale. [1,2]
Penularan malaria berkaitan dengan manusia sebagai penjamu dan perilakunya,
keberadaan Plasmodium dalam tubuh nyamuk betina, serta lingkungan sebagai
tempat perindukan dan peristirahatan vektor. Ketiga faktor tersebut menentukan
risiko penularan malaria, dengan demikian dalam upaya pencegahan penularan
malaria harus memperhatikan ketiga faktor perilaku manusia, keberadaan agen,
dan lingkungan.[3]
Malaria sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama
di dunia dan dilaporkan 3,2 milyar dari penduduk dunia terjangkit malaria.
Daerah–daerah yang berisiko terjadi penularan malaria berasal dari 108 negara,
serta diperkirakan sekitar 300-500 juta kasus klinis malaria di seluruh dunia
dengan angka kematian lebih dari 1 juta orang per tahun.Di Indonesia
diperkirakan sekitar 46,2% dari 210,6 juta total penduduk tinggal di daerah
endemik malaria dan 56,3 juta penduduk tinggal di daerah yang berisiko sedang
sampai tinggi. Lebih dari 3 juta kasus klinis malaria dilaporkan per tahun,
terutama pada daerah-daerah yang dikategorikan sebagai daerah miskin, dan

1
30.000 kasus kematian akibat malaria yang dilaporkan oleh unit pelayanan
kesehatan, antara lain pusat kesehatan masyarakat dan rumah sakit.[4]
Manifestasi klinis malaria hampir seluruhnya disebabkan oleh parasit malaria
stadium eritrositer. Oleh karena itu upaya untuk pencegahan terhadap malaria
pada saat ini cenderung memberi perhatian yang cukup banyak pada stadium
eritrositer yang meliputi merozoit, trofozoit, dan skizon. Manifestasi klinis malaria
sendiri sangat beragam diantara individu, mulai dari malaria asimtomatik (tanpa
gejala klinis) sampai ke malaria berat atau malaria dengan komplikasi. gejala
malaria juga berbeda tergantung dari agen yang menyerang dimana Plasmodium
Falciparum biasanya memiliki gejala yang lebih berat yang dapat menyebabkan
komplikasi seperti kejang hingga koma, sehingga diperlukan pemeriksaan yang
akurat untuk mendeteksi jenis malaria. Oleh karena itu, tinjauan ini bertujuan
untuk mengumpulkan pengetahuan tentang malaria dan varian nya serta
pemeriksaan laboratorium yang penting untuk penegakan diagnosis malaria.[3.4]

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Malaria
2.2.2. Definisi
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus
Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Plasmodium
terbagi dalam empat jenis spesies di dunia yang dapat menginfeksi sel darah
merah manusia yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium
malariae, dan Plasmodium ovale. Penyakit ini secara alamiah ditularkan melalui
gigitan nyamuk Anopheles betina. Orang yang menderita malaria secara khas
mengalami gejala awal mirip seperti flu, demam tinggi, rasa dingin, dan sakit
kepala. Penyakit ini dapat menyerang semua kelompok umur. Gejala malaria akan
tampak setelah 10 hari sampai 4 minggu berupa demam, sakit kepala, muntah, dan
menggigil.[1.4]

2.2.3. Epidemiologi
Malaria sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
utama di dunia dan dilaporkan 3,2 milyar dari penduduk dunia terjangkit malaria.
Daerah–daerah yang berisiko terjadi penularan malaria berasal dari 108 negara,
serta diperkirakan sekitar 300-500 juta kasus klinis malaria di seluruh dunia
dengan angka kematian lebih dari 1 juta orang per tahun. Menurut data dari Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2020 di Indonesia diperkirakan sekitar 46,2% dari
210,6 juta total penduduk tinggal di daerah endemik malaria dan 56,3 juta
penduduk tinggal di daerah yang berisiko sedang sampai tinggi. Lebih dari 3 juta
kasus klinis malaria dilaporkan per tahun, terutama pada daerah-daerah yang
dikategorikan sebagai daerah miskin, dan 30.000 kasus kematian akibat malaria
yang dilaporkan oleh unit pelayanan kesehatan, antara lain pusat kesehatan
masyarakat dan rumah sakit.[5]
Malaria merupakan salah satu penyakit menular selain HIV AIDS dan
Tuberkolusis yang pengendaliannya menjadi bagian dari tujuan Sustainable

3
Development Goals (SDGs) sebagai komitmen global yang harus dicapai pada
akhir tahun 2030. Pada tingkat nasional program eliminasi malaria ditetapkan
melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 293/Menkes/SK/IV/2009
tanggal 28 April 2009 tentang “Eliminasi Malaria di Indonesia”. Target program
eliminasi malaria adalah seluruh wilayah di Indonesia bebas dari malaria
selambat-lambatnya tahun 2030.[6]
Penilaian eliminasi malaria diawali dari tingkat kabupaten/kota. Tahun 2020
terdapat tiga provinsi yang seluruh kabupaten/kotanya telah dinyatakan bebas
malaria, yaitu DKI Jakarta, Bali, dan Jawa Timur. Tiga provinsi di Indonesia
bagian timur belum memiliki kabupaten/kota yang berstatus eliminasi malaria,
yaitu Maluku, Papua Barat, dan Papua. Meskipun belum ada kabupaten/kota yang
eliminasi di tiga provinsi tersebut namun sudah ada beberapa kabupaten yang
mencapai endemis rendah dan bersiap menuju eliminasi malaria. Secara nasional,
terdapat 318 kabupaten/kota atau 61,9% yang telah dinyatakan bebas malaria pada
tahun 2020. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2019 yang sebanyak 300
kabupaten/kota. Capaian indikator lain seperti persentase konfirmasi kesediaan
darah dan persentase pengobatan standar merupakan beberapa upaya yang
berkontribusi terhadap peningkatan capaian eliminasi malaria.[5,6]

Gambar 2.1 Peta endemisitas malaria tahun 2020


(Dikutip dari: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2021)

Gambar di atas menunjukkan persebaraan kabupaten/kota endemis malaria


pada tahun 2020 di seluruh Indonesia. Warna putih menunjukkan kabupaten/kota

4
eliminasi. Tingkat endemisitas digambarkan dengan warna hijau, kuning dan
gradasi merah.[6]
2.2.4. Etiologi
Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu
parasit malaria (yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina. Malaria
berkembang pasca penularan transplasenta atau sesudah transfuse darah yang
terinfeksi, dimana keduanya melewati fase pre-eritroser perkembangan parasit
dalam hati. Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam
genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler.
Terdapat 4 spesies Plasmodium yang menginfeksi manusia yaitu Plasmodium
vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale.
Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun
ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta
dari ibu hamil kepada janinnya.[1.3]

Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai
malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria
kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum
menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling
berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam
waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga
menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ tubuh.[1]

2.1.3.1 Plasmodium Vivax

Plasmodium vivax adalah spesies parasit malaria yang menyebabkan


malaria vivax atau tertiana. Spesies ini merupakan spesies dengan jumlah infeksi
terbesar kedua setelah Plasmodium falciparum. Plasmodium vivax dapat
menyebabkan kambuh nya penyakit kembali setelah infeksi primer karena adanya
aktivasi parasit yang tidak aktif, atau disebut hipnozoit. Masa inkubasi malaria
vivax berkisar antara 12-17 hari, dan kekambuhan dapat terjadi berbulan-bulan
hingga bertahun-tahun kemudian. Parasit malaria terdiri dari kromatin (inti) dan
juga sitoplasma. Sel darah merah yang terinfeksi Plasmodium vivax akan terlihat
membesar dengan sel darah merah yang berbentuk bulat atau lonjong, serta

5
terdapat titik halus yang menyebar merata pada sitoplasma Ada tiga stadium
perkembangan Plasmodium vivax, yaitu:[7]

Stadium pertama adalah trofozoit, trofozoit pada Plasmodium vivax


awalnya berbentuk cincin kemudian berkembang menjadi bentuk yang tidak
beraturan (ameboid). Di stadium ini, trofozoit memiliki satu kromatin (inti).
Pigmen berwarna kuning sampai cokelat, hasil dari pertumbuhan atau
metabolisme parasit. Pada infeksi Plasmodium vivax, sel darah merah yang
terinfeksi ukurannya akan terlihat membesar. Namun, pada stadium ini parasit
belum sepenuhnya memenuhi sel darah merah.[8]

Gambar 2.2 Stadium trofozoit Plasmodium vivax pada sel darah merah
(Dikutip dari: Global Health Division of Parasitic Diseases
and Malaria. 2020)

Selanjutnya terdapat stadium skizon, skizon pada Plasmodium vivax


memiliki banyak kromatin (inti). Stadium ini merupakan stadium dengan inti yang
akan membelah secara aseksual hingga jumlahnya akan terus bertambah dari dua
inti sampai dengan banyak inti. Setiap intinya disertai dengan sitoplasma. Pada
stadium ini, parasit mulai memenuhi sel darah merah dengan pigmen yang
menyatu dan berwarna cokelat kekuningan.[8]

6
Gambar 2.3 Stadium skizon Plasmodium vivax pada sel darah merah
(Dikutip dari: Global Health Division of Parasitic
Diseases and Malaria. 2020)

Terakhir terdapat stadium gametosit, gametosit pada Plasmodium vivax


akan berkembang berubah bentuk menjadi bulat atau lonjong dan padat. Parasit
pada stadium ini sudah memenuhi sel darah merah. Kromatin (inti) terlihat padat
serta pigmen berwarna coklat yang tersebar.[8]

Gambar 2.4 Stadium gametosit Plasmodium vivax pada sel darah merah
(Dikutip dari: Global Health Division of Parasitic Diseases
and Malaria. 2020)

2.1.3.1
2.1.3.2 Plasmodium malariae
Secara historis, infeksi Plasmodium malariae belum banyak mendapat
perhatian. Hal ini disebabkan, oleh prevalensi nya yang rendah dan sulitnya
penilaian untuk plasmodium malariae. Malaria yang di sebabkan oleh
plasmodium malariae ditandai dengan 72 jam periode deman, secara signifikan
lebih lama daripada infeksi plasmodium lainnya (biasa 48 jam) dan merupakan
penyakit kronis namun ringan. Ada tiga stadium dari perkembangan plasmodium
malariae, yaitu:[9]
Stadium pertama adalah Trofozoit, Trofozoit pada Plasmodium falciparum
berbentuk seperti cincin dengan sitoplasma tebal dengan inti yang besar. Pada

7
trofozoit dewasa bentuk cincin berukuran lebih besar, pigmen kasar dan sering
menutupi inti. Sulit dibedakan dengan bentuk gametosit Plasmodium falciparum.
[8]

Gambar 2.5 Stadium troozoit Plasmodium malariae pada sel darah merah
(Dikutip dari: Global Health Division of Parasitic Diseases
and Malaria. 2020)

Selanjutnya terdapat stadium skizon, skizon plasmodium malariae


memiliki 6-12 (biasanya 8-10) merozoit, sering tersusun dalam roset atau cluster
tidak beraturan. Skizon dewasa hampir memenuhi sel darah merah inang
berukuran normal. Skizon dapat terjadi pada sirkulasi darah perifer.[8]

8
Gambar 2.6 Stadium skizon Plasmodium malariae pada sel darah merah
(Dikutip dari: Global Health Division of Parasitic Diseases
and Malaria. 2020)

Terakhir terdapat stadium gametosit, gametosit Plasmodium malariae


kompak dan cenderung mengisi sel darah merah inang. Tidak ada pembesaran sel
darah merah yang terinfeksi dan terkadang ada pengurangan ukuran. Sitoplasma
berwarna biru dan kromatin berwarna merah muda menjadi merah. Pigmen gelap
yang melimpah dapat tersebar di seluruh sitoplasma.[8]

Gambar 2.7 Stadium gametosit Plasmodium malariae pada sel darah merah
(Dikutip dari: Global Health Division of Parasitic Diseases and
Malaria. 2020)

2.1.3.3 Plasmodium falciparum


Plasmodium falciparum menyebabkan malaria falsiparum (disebut juga
malaria tropika), merupakan jenis penyakit malaria yang terberat dan satu-
satunya parasit malaria yang menimbulkan penyakit mikrovaskular., karena
dapat menyebabkan berbagai komplikasi berat seperti cerebral malaria
(malaria otak), anemia berat, syok, gagal ginjal akut, perdarahan, sesak nafas,
dan lain-lain. Ada tiga stadium dari perkembangan plasmodium malariae,
yaitu:[1]

9
Stadium pertama adalah trofozoit, trofozoit Plasmodium falciparum yang
sedang berkembang cenderung tetap dalam bentuk cincin, tetapi dapat menjadi
lebih tebal dan lebih kompak. Jumlah pigmen dan kromatin juga dapat
meningkat. Bentuk kompak atau amoeboid dapat terlihat pada apusan di mana
ada keterlambatan dalam memproses darah.[8]

Gambar 2.8 Stadium trofozoit Plasmodium falciparum pada sel darah


merah
(Dikutip dari: Global Health Division of Parasitic Diseases
and Malaria. 2020)

Selannjutnya terdapat stadium skizon, skizon jarang terlihat pada


darah tepi infeksi Plasmodium falciparum, kecuali pada kasus yang parah.
Jika dilihat, skizon mengandung 8-24 merozoit. Skizon dewasa biasanya
mengisi sekitar 2/3 dari sel darah merah yang terinfeksi.[8]

10
Gambar 2.9 Stadium skizon Plasmodium falciparum pada sel darah merah
(Dikutip dari: Global Health Division of Parasitic Diseases
and Malaria. 2020)

Terakhir terdapat stadium gametosit, gametosit Plasmodium


falciparum berbentuk bulan sabit atau sosis, dan biasanya panjangnya
sekitar 1,5 kali diameter sel darah merah. Sitoplasma makrogametosit
(betina) biasanya berwarna lebih gelap, sedangkan sitoplasma
mikrogametosit (jantan) biasanya lebih pucat. Kromatin merah dan pigmen
lebih kasar dan terkonsentrasi di makrogametosit daripada mikrogametosit.
Kadang-kadang pada apusan darah tipis, sisa-sisa sel darah merah inang
dapat terlihat, ini sering disebut sebagai bib Laveran.[8]

11
Gambar 2.10 Stadium gametosit Plasmodium falciparum pada sel darah
merah
(Dikutip dari: Global Health Division of Parasitic Diseases
and Malaria. 2020)

2.1.3.4 Plasmodium Ovale


Plasmodium ovale adalah spesies protozoa parasit yang menyebabkan
malaria tertiana pada manusia. Ini adalah salah satu dari beberapa spesies
parasit plasmodium yang menginfeksi manusia. Plasmodium Ovale
merupakan parasit yang jarang terdapat pada manusia, bentuknya mirip
dengan Plasmodium vivax. Sel darah merah yang dihinggapi akan sedikit
membesar, bentuknya lonjong dan bergerigi pada satu ujungnya adalah khas
Plasmodium ovale. Plasmodium Ovale menyerupai Plasmodium malariae
pada bentuk skizon dan trofozoid yang sedang tumbuh. Ada tiga stadium dari
perkembangan plasmodium ovale, yaitu: [10]
Stadium pertama adalah trofozoit, trofozoit Plasmodium ovale yang
sedang berkembang berbentuk kompak dengan sedikit vakuolasi. Sel darah
merah yang terinfeksi sering sedikit membesar dan mungkin menunjukkan
fimbriasi dan titik-titik Schüffner. Pigmen halus dan menyebar.[8]

12
Gambar 2.11 Stadium trofozoit Plasmodium ovale pada sel darah merah
(Dikutip dari: Global Health Division of Parasitic Diseases
and Malaria. 2020)

Selanjutnya terdapat stadium skizon, skizon Plasmodium ovale dapat


serupa dengan Plasmodium vivax, meskipun cenderung lebih kecil dan
mengandung lebih sedikit merozoit (4-16, rata-rata 8). Pemanjangan ke bentuk
oval dan fimbriasi umum terjadi. Titik-titik Schüffner dapat diamati dengan
pewarnaan yang tepat. Pigmen lebih ringan dan halus, mirip dengan
Plasmodium vivax.[8]

Gambar 2.12 Stadium skizon Plasmodium ovale pada sel darah merah
(Dikutip dari: Global Health Division of Parasitic Diseases
and Malaria. 2020)

Terakhir terdapat stadium gametosit, gametosit Plasmodium ovale sulit


dibedakan dari gametosit Plasmodium vivax, meskipun umumnya eritrosit yang
terinfeksi lebih sedikit membesar. Makrogametosit matang mengisi sel darah
merah inang dengan mikrogametosit berukuran lebih kecil. Titik-titik
Schüffner dapat terlihat dengan pewarnaan yang tepat dan fimbriasi dapat
terjadi.[8]

13
Gambar 2.13 Stadium gametosit Plasmodi ovale pada sel darah merah
(Dikutip dari: Global Health Division of Parasitic Diseases
and Malaria. 2020)

2.2.5. Patogenesis
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang
dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena
skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya
anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit
selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang
menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa
sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia
mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit. Limpa mengalami
pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam
limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari
eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi
hyperplasia dari retikulosit disertai peningkatan makrofag. Penyakit malaria
sendiri akan menyebabkan beberapa masalah klinis diantaranya, yaitu demam,
mengigil, anemia , pembesaran limfa dan bisa juga menyebabkan Black water
fever pada malaria yang berat[1]

Demam pada malaria mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah
yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang

14
selsel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam
sitokin, antara lain TNF (Tumor Nekrosis Factor) dan IL-6 (Interleukin-6). TNF
dan IL-6 akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur
suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada keempat plasmodium
memerlukan waktu yang bebeda-beda. Plasmodium falciparum memerlukan
waktu 36-48 jam, Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale 48 jam, dan
Plasmodium malariae 72 jam. Demam pada Plasmodium falciparum dapat terjadi
setiap hari, Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale selang waktu satu hari, dan
Plasmodium malariae demam timbul selang waktu 2 hari.[1.11]
Anemia pada malaria terjadi karena hemolisis sel darah merah yang terinfeksi
maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale hanya
menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah
sel darah merah, sedangkan Plasmodium malariae menginfeksi sel darah merah
tua yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang
disebabkan oleh Plasmodium vivax , Plasmodium ovale dan Plasmodium
malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis. Plasmodium falciparum
menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada
infeksi akut dan kronis. Hemolisis sering menyebabkan kenaikan dalam billirubin
serum, dan pada malaria falsifarum ia dapat cukup kuat untuk mengakibatkan
hemoglobinuria (blackwater fever). Perubahan autoantigen yang dihasilkan dalam
sel darah merah oleh parasit mungkin turut menyebabkan hemolisis, perubahan-
perubahan ini dan peningkatan fragilitas osmotic terjadi pada semua eritrosit,
apakah terinfeksi apa tidak. Hemolisis dapat juga diinduksi oleh kuinin atau
primakuin pada orang-orang dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase
herediter.[1,11]

2.2.6. Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti
malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan apusan darah secara mikroskopik
atau tes diagnostik cepat.

15
Diagnosis malaria dapat ditegakkan juga dengan anamnésis, dimana pasien
biasanya akan datang dengan keluhan utama dapat meliputi demam, menggigil,
dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.
Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik
malaria. Riwayat tinggal didaerah endemik malaria. Riwayat sakit malaria.
Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir. Gejala klinis pada anak dapat
tidak jelas. Riwayat mendapat transfusi darah. Selain hal-hal tadi, pada pasien
penderita malaria berat, dapat ditemukan keadaan seperti Gangguan kesadaran
dalam berbagai derajat, Keadaan umum yang lemah, Kejang-kejang, Panas sangat
tinggi, Mata dan tubuh kuning, Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna, Nafas
cepat (sesak napas), Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum, Warna
air seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman, Jumlah air seni kurang
bahkan sampai tidak ada dan Telapak tangan sangat pucat.[1]

2.2. Pemeriksaan laboratorium pada malaria

2.2.1. Pemeriksaan dengan mikroskop


Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar baku)
untuk diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan
membuat sediaan darah tebal dan tipis. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan
tipis di rumah sakit/Puskesmas/lapangan untuk menentukan Ada tidaknya parasit
malaria (positif atau negatif), Spesies dan stadium Plasmodium.[11]
Pemeriksaan hapusan darah dengan mikroskop akan memberikan informasi
tentang ada tidaknya parasit malaria, menentukan spesiesnya, stadium
plasmodium, dan kepadatan parasitemia. Densitas parasit dapat membantu dalam
menentukan prognosis, dan pemeriksaan berkelanjutan dapat membantu dalam
menentukan respon parasit terhadap terapi.Untuk kepadatan parasit, ada 2 jenis
penilaian, yaitu kuantitatif dan semi kuantitatif[12]
Penilaian Semi Kuantitatif meliputi beberapa penilaian yaitu apabila negatif
(-) bermakna tidak ditemukan parasit dalam 100 lapangan pandang besar (LPB),
positif 1 (+) bermakna ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB, positif 2 (++)
bermakna ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB, positif 3 (+++) bermakna

16
ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB dan positif 4 (++++) bermakna ditemukan
>10 parasit dalam 1 LPB.
Selanjutnya ada penilaian Kuantitatif, pada jenis penilaian ini, jumlah parasit
dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit) atau sediaan
darah tipis (eritrosit). Contoh: Bila dijumpai 1.500 parasit per 200 leukosit,
sedangkan jumlah leukosit 8.000/μL maka hitung parasit = 8.000/200 x 1500 =
60.000 parasit/μL. Bila dijumpai 50 parasit per 1.000 eritrosit = 5 %. Bila jumlah
eritrosit 450.000 maka hitung parasit = 450.000/1.000 x 50 = 225.000 parasit/μL.
[11,12]

2.2.2. Tes Diagnosis Cepat (RDT)


Tes diagnostik cepat adalah alat yang mendeteksi antigen malaria pada
sampel darah yang sedikit dengan tes imunokromatografi. Tes imunokromatografi
berdasarkan pada penangkapan antigen parasit dari darah perifer menggunakan
antibodi monoklonal atau poliklonal terhadap antigen parasit. Setiap antigen
parasit digunakan 2 set antibodi monoklonal atau poliklonal, satu sebagai antibodi
penangkap, dan satu sebagai antibodi deteksi. Antibodi monoklonal bersifat lebih
spesifik tapi kurang sensitif bila dibandingkan dengan antibodi poliklonal.[11,12]
Antigen yang digunakan sebagai target diagnostik dapat spesifik terhadap
satu spesies plasmodium, atau dapat mencakup 4 parasit malaria pada manusia.
Saat ini tes imunokromatografi dapat mendeteksi histidine-rich protein 2 (HRP2)
dari P. falciparum, parasite lactate dehydrogenase (p-LDH), dan aldolase yang
diproduksi oleh bentuk aseksual atau seksual dari parasit P. falciparum, P. vivax,
P. ovale, dan P. malaria.[12,13]
Tes HRP2 umumnya memberikan sensitivitas terhadap P. falciparum lebih
dari 90% pada kasus klinis. Ketika didampingi dengan tes aldolase, sensitivitas
terhadap malaria non falciparum biasanya lebih rendah. Hasil dapat bervariasi
untuk tes pLDH sensitivitas terhadap P. falciparum bagus (>95%) pada beberapa
studi dan kurang (80%) pada studi yang lain. Studi terbaru menunjukkan bahwa
tes ini kurang sensitif untuk malaria non P. falciparum dibandingkan malaria P.
falciparum.[12]
Pemeriksaan RDT memiliki beberapa kekurangan. Di antaranya hasil
positif palsu dan negatif palsu pada beberapa kasus. Hasil positif palsu terjadi

17
karena reaksi silang dengan faktor rematoid di darah. Hasil negatif palsu yang
jarang dapat disebabkan oleh delesi atau mutasi dari gen hrp-2. Kelemahan lain
dari RDT adalah tidak mampu menghitung densitas parasitemia, dan
kemampuannya kurang optimal pada parasitemia yang rendah. Kualitas alat
diagnostik RDT sangat dipengaruhi transportasi dan penyimpanan alat diagnostik.
Kelembapan dan temperatur yang tinggi dapat dengan cepat merusak reagen.[12]

Gambar 2.14 Langkah-langka pemeriksaan RDT


(Dikutip dari: Malaria and its diagnosis. Tulip Group. 2003)

Cara membaca hasil pemeriksaan RDT jenis Combo/Pan adalah Bila terdapat
2 garis berwarna pada jendela test (T) dan 1 garis pada jendela kontrol (C)
menunjukkan infeksi P.falciparum atau infeksi campur. (HRP-2, pan LDH,
Aldolase), bila terdapat 1 garis berwarna pada jendela T (HRP-2) dan 1 garis pada
jendela C, menunjukkan adanya infeksi falciparum, bila terdapat 1 garis berwarna
pada jendela T (pan-LDH/Aldolase) dan 1 garis pada jendela C, menunjukkan
adanya infeksi non falciparum, bila terdapat 1 garis berwarna pada jendela C
menunjukkan negatif, dan bila tidak terdapat garis berwarna pada jendela C
menunjukkan kesalahan pada RDT (Test harus diulang/invalid).[14]

18
Gambar 2.15 Hasil pemeriksaan RDT
(Dikutip dari : Buku pedoman pemeriksaan parasit malaria
2017)

2.2.3. Real Time Polymerase Chain Reaction (real-time PCR)


Metode PCR merupakan suatu metode biomolekuler yang digunakan
untuk memperbanyak sebuah sekuens DNA spesifik hingga terbentuk ribuan
bahkan jutaan salinan. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan suatu enzim
yang disebut polimerase. Proses pelipatgandaan ini dicapai dalam tiga tahap:
denaturation, annealing (peleburan/penempelan), dan elongation atau extension
(pemanjangan).Ketiga tahap ini membentuk satu siklus amplifikasi yang dapat
dilihat pada gambar dibawah.[15]

Gambar 2.16 Siklus amplifikasi DNA


(Dikutip dari: The real-time polymerase chain reaction.
Molecular Aspects of Medicine. 2006)
Real-time PCR merupakan sebuah modifikasi terbaru dari metode PCR
konvensional. Prinsip kerjanya hampir sama dengan PCR konvensional, namun
real-time PCR dapat mengkuatifikasi dan memonitor secara langsung amplifikasi
dari suatu DNA spesifik. Amplifikasi DNA dapat dipantau oleh instrumen real-
time PCR oleh karena adanya suatu zat yang dinamakan flourescent reporter.
Flourescent reporter merupakan zat yang berikatan dengan DNA target dan
memancarkan sinyal flourosensi yang menggambarkan jumlah produk yang
dihasilkan. Flourescent reporter terdiri atas flourescent dye dan probe.
Flourescent dye pada dasarnya zat yang berflourosensi ketika berikatan dengan
DNA, sedangkan probe merupakan primer yang telah dilabeli dengan zat
radioaktif dan bekerja seperti flourescent dye. Flourescent dye akan terus
berikatan selama amplifikasi DNA, sehingga flourosensinya akan terus
bertambah. Namun flourosensi akan berkurang ketika dye tidak mengimbangi
jumlah DNA yang terus bertambah. Sinyal flourosensi ini ditampilkan sebagai
kurva response yang menggambarkan jumlah DNA yang diperbanyak seiring
jalanya siklus. Saat ini SYBR Green merupakan flourescent dye yang paling
banyak digunakan pada real-time PCR.[15]

19
BAB III
KESIMPULAN

Pemeriksaan laboratorium malaria secara garis besar digolongkan menjadi


dua kelompok yaitu: pemeriksaan mikroskopis dan uji imunoserologis untuk
mendeteksi adanya antigen spesifik atau antibodi spesifik terhadap Plasmodium,
namun yang dijadikan standar emas (gold standard) pemeriksaan laboratorium
malaria adalah metode mikroskopis untuk menemukan parasit Plasmodium di
dalam darah tepi. Uji imunoserologis dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan
mikroskopis didalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk survei
epidemiologi dimana pemeriksaan mikroskopis tidak dapat dilakukan.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Fitriany J, Sabiq A. Malaria. Vol. 4, Jurnal Averrous. 2018.


2. Nengah Yunita Artini N, Yustin Tatontos E, Analisis jenis Plasmodium
penyebab Malaria terhadap hitung jumlah trombosit [Internet]. Available
from: http://jambs.poltekkes-mataram.ac.id/index.php/home/index
3. Supranelfy Y, Oktarina R. Gambaran Perilaku Pencegahan Penyakit
Malaria di Sumatera Selatan (Analisis Lanjut Riskesdas 2018). 2021 Jun
30;19–28.
4. Rahayu N, Sulasmi S, Suryatinah Y, Litbang BP, Bumbu T, Identifikasi
spesies Plasmodium Malaria menurut karakteristik masyarakat desa
Temunih provinsi Kalimantan. 2017;9(1):10–8.
5. Primadi O, Ma’aru A, Profil Kesehatan Indonesia tahun 2020. Jakarta:
Kementrian kesehatan Indonesia; 2021
6. Febriani ID, Identifikasi stadium Plasmodium Vivax untuk penegakan
diagnosis malaria dengan sistem berbantuan komputer. Yogyakarta:
Universitas Islam Indonesia; 2021
7. Global Health Division of Parasitic Diseases and Malaria. (2020). CDC -
DPDx - Malaria. Cdc.Gov. https://www.cdc.gov/dpdx/malaria/index.html
8. Garrido-Cardenas JA, González-Cerón L, Manzano-Agugliaro F, Mesa-
Valle C. Plasmodium genomics: an approach for learning about and
ending human malaria. Parasitol Res. 2019 Jan 23;118(1):1–27.
9. Ardana AS, Muhimmah I, Identifikasi stadium Plasmodium Ovale
penyebab penyakit malaria dengan sistem berbantuan komputer. 2017
10. Lampiran peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 5 tahun
2013 tentang pedoman tatalaksana malaria [Internet]. Available from:
www.djpp.depkumham.go.id
11. Kusuma W, Lestari AAW, Herawati S, Putu W, Yasa S. Pemeriksaan
mikroskop dan tes diagnostik cepat dalam menegakkan diagnosis malaria.
12. Zairen Y, Gambaran hasil pemeriksaan mikroskopik apusan darah malaria
dengan variasi waktu pengambilan sampel yang berbeda. 2013

21
13. Pedoman teknis pemeriksaan parasit malaria. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. 2017
14. Tooy DC, Bernadus JB, Sorisi A. Deteksi Plasmodium falciparum dengan
menggunakan metode real-time polymerase chain reaction di daerah
Likupang dan Bitung.

22

Anda mungkin juga menyukai