Tugas ini ditulis Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I
Dosen Pengampu:
Ns. Syaefunnuril Anwar H, M.Kep
Disusun oleh:
Abdul Basri Kuloh 030420259
Riyan Gunawan 030420268
Jl. Raya Industri Pasir Gombong,Jl. Jababeka Raya, Pasirgombong,Kec.cikarang utara, Bekasi, Jawa barat
17530Telpon.0218911110 Email.info@imds.ac.id
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………...…………………………………………..….. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………....…. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………….……………………………..…....1
B. Tujuan Penulisan………………………………………………...….… 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Malaria ………………….…………………...………..…….. 2
B. Patofisiologi …………….………………………………………….… 3
C. Tanda dan Gejala………………………………………..………......…3
D. Test Diagnostic………………….…………………………..……..…. 6
E. Penatalaksanaan…………………………………….…………..…….. 8
F. Program Pemerintah Dalam Penanggulan Penyakit…………………...10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………….12
B. Saran………………………………………………………………..... 12
DAFTAR PUSAKA ………………………………………………..……..…. 13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaria masih sebagai ancaman terhadap status Kesehatan masyarakat terutama pada
masyarakat yang hidup di daerah terpencil. Hal ini tercermin dengan dikeluarkannya
Peraturan Presiden Nomor: 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional tahun 2015 - 2019 dimana malaria termasuk penyakit prioritas yang perlu
ditanggulangi dan di RPJMN IV tahun 2020-2024 juga disebutkan bahwa prevalensi
penyakit menular utama, salah satunya malaria masih tinggi disertai dengan ancaman
emerging disease akibat tingginya
mobilitas penduduk sehingga berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, ada 219 juta kasus malaria di
seluruh dunia pada 2019. Meski demikian, angka kematian akibat penyakit malaria
cenderung turun sejak 2004. Dari 759 ribu menjadi 409 ribu kematian pada 2019. Artinya
ternjadi penurunan 46,1% dalam kurun 15 tahun. Sedangkan di Indonesia Kementerian
Kesehatan mencatatkan bahwa total kasus malaria di Indonesia tahun 2021 sebanyak 94.610.
Kasus malaria yang terjadi di Jawa Barat mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Kasus
tertinggi terjadi pada tahun 2013 terjadi 633 kasus, lalu pada tahun 2014 terjadi 501 kasus,
pada tahun 2015 terjadi 344 kasus, pada tahun 2016 terjadi 327 kasus, pada tahun 2017
terjadi 330 kasus, pada tahun 2018 terjadi 205 kasus dan pada tahun 2019 baru terjadi 18
kasus.
Salah satu tantangan terbesar dalam upaya pengobatan malaria di Indonesia adalah terjadinya
penurunan efekasi beberapa obat anti malaria, bahkan terdapat resistensi terhadap klorokuin.
Hal ini dapat disebabkan antara lain oleh karena penggunaan obat anti malaria yang tidak
rasional. Sejak tahun 2004 obat pilihan utama untuk malaria falciparum adalah obat ACT.
Kombinasi artemisinin dipilih untuk meningkatkan mutu pengobatan malaria yang sudah
resisten terhadap klorokuin dimana artemisinin ini mempunyai efek terapeutik yang lebih
baik.
B. Tujuan Penulisan
1. Agar mahasiswa mampu memahami tentang malaria
2. Memahami bagaimana penatalaksanaan malaria
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Malaria
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit yang disebut Plasmodium, yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi Plasmodium. Dalam tubuh manusia
Plasmodium berkembang biak dihati, kemudian menginfeksi sel-sel darah merah
(WHO,2012).
Malaria sudah diketahui sejak zaman Yunani. Kata malaria terdiri dari dua kata, yaitu
mal = busuk dan aria = udara (Sorontou, 2013).
Nama malaria diambil dari kondisi yang terjadi yaitu suatu penyakit yang banyak diderita
masyarakat yang tinggal di sekitar rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk (Safar, 2010
dalam Nurmaulina, 2017)
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup
dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami
ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina.Spesies plasmodium pada manusia
adalah, plasmodium falciparum, P. vivax, P. Ovale dan P. malariae.Jenis Plasmodium
yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P.falciparum dan P. vivax, sedangkan
P.malariae dapat ditemukan di beberapa provinsi antara lain: Lampung, NTT dan Papua.
P. Ovale pernah ditemukan di NTT dan Papua. (Depkes RI, 2008)
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan
bagi masyarakat. Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria
yaitu parasite malaria (yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina.
Plasmodium terbagi dalam empat jenis spesies di dunia yang dapat menginfeksi sel darah
merah manusia. Pengobatan yang diberikan meliputi pengobatan radikal malaria dengan
membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia bertujuan sebagai
pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis dan parasitologik serta
memutuskan rantai penularan. Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko
terinfeksi malaria sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Prognosis
malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan dan kecepatan
pengobatan.Malaria adalah suatu penyakit akut maupun kronik disebabkan oleh protozoa
genus Plasmodium dengan manifestasi berupa demam, anemia dan pembesaran limpa.
Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun
kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai
dengan
ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia,
dan
pembesaran limpa Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria
yaitu parasit malaria (yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina. Parasit
malaria memiliki siklus hidup yang kompleks, untuk kelangsungan hidupnya parasit
tersebut membutuhkan host (tempatnya menumpang hidup) baik pada manusia maupun
nyamuk, yaitu nyamuk anopheles.
2
Ada empat jenis spesies parasit malaria di dunia yang dapat menginfeksi sel darah merah
manusia, yaitu:
1. Plasmodium falciparum
2. Plasmodium vivax
3. Plasmodium malariae
4. Plasmodium ovale
Keempat spesies parasit malaria tersebut menyebabkan jenis penyakit malaria yang
berbeda.
B. Patofisiologi Malaria
Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Demam mulai
timbul bersamaan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan macam-macam antigen.
Antigen ini akan merangsang makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan
berbagai macam sitokin, diantaranya Tumor Necrosis Factor (TNF). TNF akan dibawa
aliran darah ke hipothalamus, yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh manusia.
Sebagai akibat demam terjadi vasodilasi perifer yang mungkin disebabkan oleh bahan
vasoaktif yang diproduksi oleh parasit.
Limpa merupakan organ retikuloendotelial. Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadi
peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit, teraktifasinya sistem
retikuloendotelial
untuk memfagositosis eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrsit akibat hemolisis.
Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan fagositosis oleh sistem
retikuloendotetial. Hebatnya hemolisis tergantung pada jenis plasmodium dan status
imunitas penjamu. Anemia juga disebabkan oleh hemolisis autoimun, sekuentrasi oleh
limpa pada eritrosit yang terinfeksi maupun yang normal dan gangguan eritropoisis.
Hiperglikemi dan hyperbilirubinemia sering terjadi. Hemoglobinuria dan
Hemoglobinemia dijumpai bila hemolisis berat. Kelainan patologik pembuluh darah
kapiler pada malaria tropika, disebabkan kartena sel darah merah terinfeksi menjadi kaku
dan lengket, perjalanannya dalam kapiler terganggu sehingga melekat pada endotel
kapiler karena terdapat penonjolan membran eritrosit. Setelah terjadi penumpukan sel dan
bahan-bahan pecahan sel maka aliran kapiler terhambat dan timbul hipoksia jaringan,
terjadi gangguan pada integritas kapiler dan dapat terjadi perembesan cairan bukan
perdarahan kejaringan sekitarnya dan dapat menimbulkan malaria cerebral, edema paru,
gagal ginjal dan malobsorsi usus.
Gejala-gejala yang timbul dapat bervariasi tergantung daya tahan tubuh penderita
dan gejala spesifik dari mana parasit berasal.
10. Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman
11. Jumlah air seni kurang sampai tidak ada air seni
12. Telapak tangan sangat pucat (anemia dengan kadar Hb kurang dari 5 g%)
13. Penderita malaria berat harus segera dibawa/dirujuk ke fasilitas kesehatan
untuk mendapatkan penanganan semestinya
C. Test Diagnostic
1. Anamnesis
Keluhan utama dapat meliputi demam, menggigil, dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal. Riwayat berkunjung dan
bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria. Riwayat tinggal
didaerah endemik malaria. Riwayat sakit malaria. Riwayat minum obat malaria
satu bulan terakhir. Gejala klinis pada anak dapat tidak jelas. Riwayat mendapat
transfusi darah. Selain hal-hal tadi, pada pasien penderita malaria berat, dapat
ditemukan keadaan seperti Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat, Keadaan
umum yang lemah, Kejang-kejang, Panas sangat tinggi, Mata dan tubuh kuning,
Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna, Nafas cepat (sesak napas), Muntah
terus menerus dan tidak dapat makan minum, Warna air seni seperti pekat dan
dapat sampai kehitaman, Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada dan
Telapak tangan sangat pucat.
2. Pemeriksaan fisik
a. Malaria Ringan
Demam (pengukuran dengan termometer ≥ 37,5°C), Konjungtiva atau
telapak tangan pucat, Pembesaran limpa (splenomegali), dan Pembesaran
hati (hepatomegali).
b. Malaria Berat
Mortalitas: Hampir 100% tanpa pengobatan, Tatalaksana adekuat: 20%,
Infeksi oleh plasmodium falciparum disertai dengan salah satu atau lebih
kelainan yaitu Malaria serebral, Gangguan status mental, Kejang multipel,
Koma, Hipoglikemia: gula darah < 50 mg/dL, Distress pernafasan,
Temperatur > 40oC, tidak responsif dengan asetaminofen, Hipotensi,
Oliguria atau anuria, Anemia dengan nilai hematokrit <20% atau menurun
dengan cepat, Kreatinin > 1,5 mg/dL, Parasitemia > 5%, Bentuk Lanjut
(tropozoit lanjut atau schizont) Plasmodium falciparum pada apusan darah
tepi, Hemoglobinuria, Perdarahan spontan, dan Kuning.
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di
Puskesmas/Iapangan/rumah sakit untuk menentukan Ada tidaknya parasit
malaria (positif atau negatif),Spesies dan stadium plasmodium, Kepadatan
parasite.
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa
ulang setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut.
2. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-
turut tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.
D. PENATALAKSANAAN MALARIA
Penatalaksanaan malaria di Indonesia meliputi pengobatan yang radikal mengikuti
kebijakan nasional pengendalian malaria di Indonesia. Pengobatan dengan artemisinin-
based combination therapy (ACT) hanya boleh diberikan pada pasien dengan hasil
pemeriksaan darah malaria positif. Pada kasus malaria berat, penatalaksanaan tidak boleh
ditunda.
Berobat Jalan
Pasien malaria nonfalciparum tanpa gejala berat dan dapat mengonsumsi obat oral
dapat berobat jalan. Evaluasi pengobatan dilakukan pada hari ke-3, -7, -14, -21,
dan -28 berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan darah mikroskopis. Edukasi
pasien untuk segera memeriksakan diri jika ada pemburukan klinis tanpa
menunggu jadwal tersebut.
Pasien rawat inap dengan keadaan umum dan kesadaran baik, telah bebas demam
3 hari tanpa obat penurun demam dan pemeriksaan parasit negatif 3 kali berturut-
turut dengan jarak waktu 12-24 jam, dapat dipulangkan dan berobat jalan.
Persiapan Rujukan
Setiap kasus malaria berat harus dirawat inap atau dirujuk ke fasilitas kesehatan
dengan fasilitas yang memadai. Risiko kematian tertinggi pada malaria berat atau
malaria serebral terjadi pada 24 jam pertama. Untuk itu, pasien dengan waktu
rujukan >6 jam perlu diberikan antimalaria sebelum dirujuk. Antimalaria yang
dianjurkan adalah artesunate dan artemether intramuskular. Jika kedua obat
tersebut tidak tersedia, kina intramuskular (paha) dapat diberikan. Artesunate
rektal hanya direkomendasikan untuk anak berusia < 6 tahun (dosis 10 mg/kgBB)
jika artesunate intravena atau intramuskular tidak tersedia. Di Indonesia, bila tidak
tersedia artesunate, maka dapat diberikan dihidroartemisinin-piperakuin (DHP)
sebanyak 1 kali (bila toleransi oral baik). Pasien yang gagal diterapi dengan
antimalaria lini pertama memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang memiliki
antimalaria lini kedua.
Medikamentosa
Obat antimalaria tidak boleh diberikan sebelum malaria terkonfirmasi melalui
pemeriksaan laboratorium. Pemberian antimalaria bertujuan untuk membunuh
semua stadium parasit di dalam tubuh, termasuk gametosit. Pada kasus infeksi
Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, antimalaria yang dapat membunuh
hipnozoit perlu diberikan untuk mencegah relaps.
Jenis antimalaria perlu disesuaikan dengan daerah pasien terinfeksi, sebab adanya
pola resistensi obat yang berbeda.Medikamentosa yang dianjurkan di Indonesia
untuk kasus malaria tanpa komplikasi adalah DHP oral dengan atau tanpa
primaquine (tergantung jenis malaria). chloroquine tidak lagi digunakan karena
banyaknya kasus resistensi. DHP diberikan 1 kali sehari selama 3 hari. Dosis
primaquine yang digunakan adalah 0,25 mg/kgBB/hari. Obat antimalaria
dikonsumsi sehabis makan (tidak dalam keadaan perut kosong).
Terapi Suportif
Terapi suportif yang dapat diberikan untuk pasien malaria adalah terapi cairan,
transfusi darah, terapi simtomatik, koreksi kondisi asidosis dan hipoglikemia.
WHO menyarankan agar pasien dewasa dengan malaria berat dirawat di ruang
perawatan intensif.
Terapi Cairan
Terapi cairan pada malaria berat harus dinilai secara individual. Orang dewasa
dengan malaria berat rentan mengalami kelebihan cairan, sedangkan anak-anak
cenderung dehidrasi. Untuk itu, diperlukan evaluasi tekanan vena jugularis,
perfusi perifer, turgor kulit, capillary refill time, dan urine output.
Transfusi Darah
Anemia berat umumnya terjadi pada anak. Untuk itu, transfusi darah
direkomendasikan dilakukan pada pasien dengan kadar hemoglobin di bawah 5
gram/dL. Di daerah dengan endemisitas rendah, kadar hemoglobin <7 gram/dL
merupakan indikasi untuk transfusi darah.
Terapi Simtomatik
Antipiretik harus diberikan jika suhu tubuh >38,5oC. Antipiretik yang banyak
digunakan adalah paracetamol yang dapat diberikan setiap 4 jam. Penggunaan
obat antiinflamasi nonsteroid, seperti diklofenak dan asam mefenamat tidak lagi
direkomendasikan karena meningkatkan risiko perdarahan gastrointestinal,
gangguan ginjal, dan sindrom Reye.
Antiemetik parenteral dapat diberikan untuk mengurangi mual dan muntah
sampai toleransi oral pasien baik. Jika terjadi kejang, penatalaksanaan kejang
dapat diberikan berdasarkan algoritma kejang pada dewasa atau anak.
Penanganan Hipoglikemia
Penanganan hipoglikemia diberikan pada pasien malaria berat yang kesadarannya
tidak membaik setelah pemberian artesunate intravena. Penanganan hipoglikemia
dilakukan dengan bolus dextrose 40% sebanyak 50 cc intravena (diencerkan 1:1)
dan dilanjutkan dengan dosis rumatan menggunakan dextrose 5–10%.
Pada pasien anak, bolus dextrose 10% diberikan dengan dosis 2 mL/kgBB. Pada
pasien hipoglikemia yang asimtomatik, cairan rumatan berupa dextrose 5–10%
dapat langsung diberikan. Glukosa darah perlu dievaluasi secara berkala.
Asidosis
Asidosis pada malaria terjadi akibat beberapa faktor. Parasit malaria
memproduksi Plasmodium laktat dehidrogenase yang menghasilkan asam laktat
sehingga dapat menurunkan pH
Kondisi distres pernapasan, kesadaran somnolen, edema otak berhubungan
dengan pola pernapasan yang ireguler dan akan memperparah kondisi asidosis.
Terapi suportif untuk menyeimbangkan kembali pH darah dapat menurunkan
mortalitas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Kelainan
patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika, disebabkan kartena sel darah
merah terinfeksi menjadi kaku dan lengket, perjalanannya dalam kapiler terganggu
sehingga melekat pada endotel kapiler karena terdapat penonjolan membran eritrosit.
Setelah terjadi penumpukan sel dan bahan-bahan pecahan sel maka aliran kapiler
terhambat dan timbul hipoksia jaringan, terjadi gangguan pada integritas kapiler dan
dapat terjadi perembesan cairan bukan perdarahan kejaringan sekitarnya dan dapat
menimbulkan malaria cerebral, edema paru, gagal ginjal dan malobsorsi usus.
B. Saran
Dinas Kesehatan perlu mengintensifkan edukasi berupa penyuluhan kepada masyarakat
tentang bahaya, pencegahan dan pengobatan malaria.
Bagi Masyarakat perlu menerapkan pola hidup bersih dan sehat yang salah satunya
adalah memperhatikan kondisi rumah dan lingkungan sebagai upaya pencegahan
penyakit yang paling mudah dilakukan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Putra, Teuku Romi Imansyah. 2011. “Malaria dan Permasalahannya” dalam jurnal kedokteran
syiah kuala Vol 11, Nomor 2. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.
Kemenkes RI. Buku saku tatalaksana kasus malaria. Jakarta: Kemenkes RI; 2020.
Dinkes.SumutProv. 2016. “TANDA DAN GEJALA PENYAKIT MALARIA BERDASARKAN
JENIS PARASITNYATANDA DAN GEJALA PENYAKIT MALARIA BERD”,
http://dinkes.sumutprov.go.id/artikel/tanda-dan-gejala-penyakit-malaria-berdasarkan-jenis-
parasitnyatanda-dan-gejala-penyakit-malaria-, diakses pada 29 september 2021 pukul 18.37
Purwaningsih S. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi,
Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, Hal:185-92, 2000
Olisvelos, Kania Apenta. 2020. "Kasus Malaria di Jawa Barat",
https://www.kompasiana.com/kania8338/5ed87ca0d541df6fd6718b23/kasus-malaria-di-jawa-
barat, diakses pada 28 september 2021 pukul 12.40
13