Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PENGENDALIAN PENYAKIT TROPIS

“INFEKSI PARASIT : MALARIA, KECACINGAN FILARIASIS”

OLEH :
KELOMPOK 11

MARGARITA BATLAJAR 18 3145 353 167


NUR RESKIANAN 18 3145 353
RIRIN ANGRIYANI CN 18 3145 353 199

PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah


memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya serta kemudahan–Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah.
Tujuan lain dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan akademis serta meningkatkan rasa tanggung jawab seorang
mahasiswa.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah
Pengendalian Penyakit Tropis yang telah memberikan tugas makalah kepada
kami guna menambah wawasan kami dan dapat diselesaikan dengan semestinya.
Kami  menyadari makalah yang sederhana dan singkat ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran dari semua pihak sangat membantu
demi terciptanya karya yang lebih baik dimasa-masa yang akan datang.
Selanjutnya kami menyadari bahwa makalah ini belum sepenuhnya
sempurna. Sehingga saya mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna
menambah kualitas serta mutu dari makalah tersebut.kami berharap semoga
makalah ini dapat menambah ilmu dan wawasan kita semua. Terima Kasih.

 
Makassar , 08  Mei  2021
 
     Kelompok 11
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………
A. Latar Belakang ………………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………...
C. Tujuan ……………………………………………………………………..........
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian infeksi parasite, malaria, kecacingan, filariasis…………………...
2. Penularan infeksi parasit malaria, kecacingan, filariasis ……….. …………....
3. Gejala dari infeksi parasit malaria, kecacingan, filariasis...................................
4. Pencegahan dan penanggulangan infeksi parasit malaria, kecacingan,
filariasis………………………………………………………………………...
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………..
B. Saran……………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit tropis merupakan penyakit yang menyerang di daerah beriklim
tropis. Indonesia termasuk negara beriklim tropis, sehingga penyakit tropis
mudah berkembang. Penyakit tropis dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan
parasit. Beberapa jenis penyakit tropis diantaranya adalah demam typoid, TBC,
kusta, tetanus, DBD, chikungunya, polio, malaria, cacingan, campak, hepatitis
dll. Penularan penyakit tropis dapat melalui kontak langsung antara penderita
penyakit tropis dengan orang yang sehat, melalui udara, makanan, minuman
dan vektor seperti nyamuk, kutu, anjing, kucing dan kera(Meiwarti,dkk.2017)
Malaria disebabkan oleh parasit sporozoa plasmodium yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Selain ditularkan melalui gigitan
nyamuk, malaria dapat menjangkiti orang lain melalui bawaan lahir dari ibu ke
anak. Gejala malaria diantaranya ialah demam, menggigil, berkeringat, mual,
muntah, anemia, hepatomegali, sakit kepala dan parasit malaria dalam darah
tepi +(Meiwarti,dkk.2017)
Kecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing parasit usus
dengan prevalensi yang cukup tinggi dan menyebar di seluruh wilayah
Indonesia. Kecacingan dilaporkan jarang menyebabkan kematian namun
mampu mempengaruhi kesehatan dan produktivitas penderita melalui
penurunan status gizi. Dampak yang perlahan dan cenderung tanpa gejala
menyebabkan penyakit ini diabaikan di antara penyakit lainnya. Kerugian yang
ditimbulkan akibat kecacingan sangat besar. Kecacingan mempengaruhi
pemasukan (intake), pencernaan (digestif), penyerapan (absorbsi), dan
metabolisme makanan. Secara kumulatif kecacingan dapat menimbulkan
kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan darah. Selain dapat
menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan produktivitas kerja,
kecacingan juga dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena
penyakit lainnya(Annida,dkk.2018)
Pemberantasan filariasis perlu dilaksanakan dengan tujuan menghentikan
transmisi penularan, diperlukan program yang berkesinambungan dan
memakan waktu lama karena mengingat masa hidup dari cacing dewasa yang
cukup lama. Dengan demikian perlu ditingkatkan surveilans epidemiologi di
tingkat Puskesmas untu penemuan dini kasus filariasis dan pelaksanaan
program pencegahan dan pemberantasan fiilariasis. Memberikan penyuluhan
kepada masyarakat di daerah endemis mengenai cara penularan dan cara
pengendalian vektor (nyamuk)(Masrizal.2012)
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan infeksi parasit malaria, kecacingan, filariasis?
2. Bagaimana cara penularan infeksi parasit malaria, kecacingan, filariasis?
3. Bagaimana gejala dari infeksi parasit malaria, kecacingan, filariasis?
4. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan infeksi parasit malaria, kecacingan,
filariasis?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnosis infeksi parasit malaria, kecacingan, filariasis?
6. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan infeksi parasit malaria, kecacingan,
filariasis?
2. Untuk mengetahui bagaimana cara penularan infeksi parasit malaria, kecacingan,
filariasis?
3. Untuk mengetahui bagaimana gejala dari infeksi parasit malaria, kecacingan,
filariasis?
4. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan dan penanggulangan infeksi parasit
malaria, kecacingan, filariasis?
5. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnosis infeksi parasit malaria,
kecacingan, filariasis?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Infeksi Malaria
1. Pengertian
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit
(protozoa) dari genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan
nyamuk Anopheles. Penyakit ini juga mempunyai nama lain, seperti demam
roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam
kura dan paludisme. (Irwan, 2017)
Malaria didefinisikan suatu penyakit infeksi dengan demam berkala
yang disebabkan oleh parasit plasmodium (termasuk protozoa) dan
ditularkan oleh nyamuk anopheles betina. Malaria yang disebabkan oleh
protozoa terdiri dari empat jenis species yaitu plasmodium vivax,
menyebabkan malaria tertiana, plasmodium malariae menyebabkan malaria
quartana, plasmodium falciparum menyebabkan malaria tropika dan
plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale. (Irwan, 2017)
2. Etiologi
Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria
yaitu parasit malaria (yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles
betina. Parasit malaria memiliki siklus hidup yang kompleks, untuk
kelangsungan hidupnya parasit tersebut membutuhkan host (tempatnya
menumpang hidup) baik pada manusia maupun nyamuk, yaitu nyamuk
anopheles. Ada empat jenis spesies parasit malaria di dunia yang dapat
menginfeksi sel darah merah manusia, yaitu: plasmodium falciparum,
plasmodium vivax, plasmodium malariae, dan plasmodium ovale. (Fitriany
dan Sabiq, 2018)
Menurut (Fitriany dan Sabiq, 2018) keempat spesies parasit malaria
tersebut menyebabkan jenis penyakit malaria yang berbeda, yaitu:
a. Plasmodium falciparum
Menyebabkan malaria plasmodium ini merupakan penyebab malaria
tropika, secara klinik berat dan dapat menimbulkan komplikasi berupa
malaria celebral (malaria otak) dan fatal. Masa inkubasi malaria tropika
ini sekitar 12 hari, dengan gejala nyeri kepala, pegal linu, demam tidak
begitu nyata, serta kadang dapat menimbulkan gagal ginjal.
b. Plasmodium vivax
Menyebabkan malaria tertian memiliki distribusi geografis terluas, mulai
dari wilayah beriklim dingin, subtropik hingga daerah tropik. Demam
terjadi setiap 48 jam atau setiap hari ketiga, pada siang atau sore. Masa
inkubasi plasmodium vivax antara 12 sampai 17 hari dan salah satu
gejala adalah pembengkakan limpa atau splenomegali.
c. Plasmodim ovale
masa inkubasi malaria dengan penyebab plasmodium ovale adalah 12
sampai 17 hari, dengan gejala demam setiap 48 jam, relatif ringan dan
sembuh sendiri.
d. Plasmodium malariae
merupakan penyebab malaria quartana yang memberikan gejala demam
setiap 72 jam. Malaria jenis ini umumnya terdapat pada daerah gunung,
dataran rendah pada daerah tropik, biasanya berlangsung tanpa gejala,
dan ditemukan secara tidak sengaja. Namun malaria jenis ini sering
mengalami kekambuhan.
3. Siklus Hidup
Menurut (Padoli, 2016) plasmodium sp. sebagai penyebab penyakit
malaria memiliki siklus hidup seksual (sporogoni) berlangsung pada
nyamuk Anopheles, dan siklus aseksual yang berlangsung pada manusia.
a. Siklus aseksual
Siklus aseksual dimulai ketika nyamuk Anopheles betina menusuk
(menggigit) manusia dan memasukkan stadium infektif sporozoit yang
terdapat pada air liurnya ke dalam darah manusia. Melalui aliran darah
sporozoit dapat memasuki hati dan menginfeksi sel hati. Disini selama 5-
16 hari sporozoit mengalami reproduksi aseksual disebut sebagai proses
skizogoni atau proses memperbanyak diri, yang akan menghasilkan
kurang lebih 10.000-30.000 merozoit, yang kemudian akan dikeluarkan
dari sel hati dan selanjutnya menginfeksi eritrosit. Sewaktu merozoit
dilepaskan dari hepatosit masuk ke dalam sirkulasi darah, dimulailah
proses skizogoni eritrositik atau reproduksi aseksual dalam sel darah
merah (eritrosit). Merozoit P. vivax dan P. ovale akan menginfeksi
eritrosit tua, dan P. falciparum akan menginfeksi semua stadium eritrosit
hingga dapat menginfeksi sampai 10-40% eritrosit. Setelah pembentukan
merozoit selesai, eritrosit akan pecah dan melepaskan merozoit ke dalam
plasma dan selanjutnya akan menyerang eritrosit lain dan memulai proses
baru. Setiap siklus skizogoni eritrositik akan berlangsung selama 48 jam
pada Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, maupun pada Plasmodium
falciparum dan 72 jam pada Plasmodium malariae. Beberapa merozoit
yang menginvasi eritrosit berdeferensiasi menjadi bentuk seksual parasit
yaitu gametosit yang berkembang terutama pada malam hari. Gametosit
akan tertelan bersama darah yang dihisap nyamuk yang menggigit
penderita, selanjutnya dimulai siklus sporogoni/gametogonium pada
nyamuk.
b. Siklus seksual
Di mulai gametosit matang di dalam darah penderita yang terhisap oleh
nyamuk, akan mengalami proses pematangan di dalam usus nyamuk
untuk menjadi gamet (gametogenesis), gamet jantan (mikrogamet), dan
gamet betina (makrogamet). Dalam beberapa menit mikrogamet akan
membuahi makrogamet (fertilisasi) dalam waktu 3 jam setelah nyamuk
menghisap darah terbentuk ookinet. Selanjutnya ookista akan pecah dan
melepaskan sporozoit ke dalam sirkulasi darah nyamuk, dan bergerak
menuju kelenjar ludah nyamuk kemudian akan ditransmisi kepada
manusia lainnya melalui tusukan/gigitan nyamuk yang terinfeksi ini.
Siklus perkembangan Plasmodium dalam nyamuk berkisar 7-20 hari dan
akhirnya berkembang menjadi sporozoit yang bersifat infektif dan
nyamuk Anopheles yang terinfeksi ini akan bersifat infektif sepanjang
hidupnya.
4. Gejala
Malaria adalah penyakit dengan gejala demam, yang terjadi tujuh
hari sampai dua minggu sesudah gigitan nyamuk yang infektif. Adapun
gejala-gejala awal adalah demam, sakit kepala, menggigil dan muntah-
muntah. (Irwan, 2017)
Menurut (Irwan, 2017) gejala klasik malaria yang umum terdiri dari
tiga stadium (trias malaria) yaitu:
a. Periode dingin. Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita
sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan saat menggigil
seluruh tubuh sering bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai
sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit
sampai 1 jam diikuti dengan peningkatan temperatur.
b. Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi
cepat dan panas badan tetap tinggi dapat mencapai 400C atau lebih,
respirasi meningkat, nyeri kepala, terkadang muntahmuntah, dan syok.
Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai dua jam atau lebih
diikuti dengan keadaan berkeringat.
c. Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai
basah, temperatur turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita bangun
akan merasa sehat dan dapat melaksanakan pekerjaan seperti biasa.
5. Pencegahan
Hal – hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan
penyakit malaria (), adalah:
a) Menghindari/mengurangi kontak atau gigitan nyamuk
 Memasang kawat kasa pada setiap lubang pada rumah
 Menggunakan kelambu sewaktu tidur
 Memasang obat nyamuk
 Menggunakan zat penolak, misalnya lotion anti nyamuk
b) Membunuh nyamuk dewasa
 Penyemprotan/pengabutan (spraying atau fogging/space praying)
 Penggunaan insektisida didalam atau diluar rumah
c) Membunuh jentik nyamuk/kegiatan anti nyamuk
 Cara kimiawi, dengan menggunakan lavarsida
 Cara biologik, misalnya pemeliharaan ikan pada kolam
 Pengelolaan lingkungan hidup, misalnya dengan penimbunan tempat
perkembangan nyamuk, pengeringan dan pembuatan DAM.
6. Diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan utama dapat meliputi demam, menggigil, dapat disertai sakit
kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal. Riwayat
berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik
malaria. Riwayat tinggal didaerah endemik malaria. Riwayat sakit
malaria. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir. Gejala klinis
pada anak dapat tidak jelas. Riwayat mendapat transfusi darah. Selain
hal-hal tadi, pada pasien penderita malaria berat, dapat ditemukan
keadaan seperti Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat, Keadaan
umum yang lemah, Kejang-kejang, Panas sangat tinggi, Mata dan tubuh
kuning, Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna, Nafas cepat (sesak
napas), Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum, Warna air
seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman, Jumlah air seni
kurang bahkan sampai tidak ada dan Telapak tangan sangat pucat.
b. Pemeriksaan fisik
1) Malaria Ringan Demam (pengukuran dengan termometer ≥ 37,5°C),
Konjungtiva atau telapak tangan pucat, Pembesaran limpa
(splenomegali), dan Pembesaran hati (hepatomegali).
2) Malaria Berat Mortalitas: Hampir 100% tanpa pengobatan,
Tatalaksana adekuat: 20%, Infeksi olehP. falciparum disertai dengan
salah satu atau lebih kelainan yaitu Malaria serebral, Gangguan status
mental, Kejang multipel, Koma, Hipoglikemia: gula darah < 50
mg/dL, Distress pernafasan, Temperatur > 40oC, tidak responsif
dengan asetaminofen, Hipotensi, Oliguria atau anuria, Anemia dengan
nilai hematokrit 1,5 mg/dL, Parasitemia > 5%, Bentuk Lanjut
(tropozoit lanjut atau schizont) P. falciparum pada apusan darah tepi,
Hemoglobinuria, Perdarahan spontan, dan Kuning.
c. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di
Puskesmas/Iapangan/rumah sakit untuk menentukan ada tidaknya
parasit malaria (positif atau negatif), spesies dan stadium plasmodium,
kepadatan parasite. Untuk penderita tersangka malaria berat perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
 Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa
ulang setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut.
 Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-
turut tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.
2) Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,
dengan menggunakan metoda imunokromatografi, dalam bentuk
dipstik Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat
terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak tersedia
fasilitas lab serta untuk survey tertentu. Hal yang penting lainnya
adalah penyimpanan RDT ini sebaiknya dalam lemari es tetapi tidak
dalam freezer pendingin.
3) Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat:
pemeriksaan peninjang meliputi; darah rutin, kimia darah lain (gula
darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase,
albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, anaIisis gas
darah, EKG, Foto toraks,Analisis cairan serebrospinalis, Biakan darah
dan uji serologi, dan Urinalisis. (Fitriany dan Sabiq, 2018)
B. Penyakit Infeksi Kecacingan
1. Pengertian
Infeksi adalah masuknya mikroba ke dalam jaringan tubuh,
kemudian berkembang biak dan menimbulkan gejala penyakit. Hadirnya
agent penyakit diatas permukaan tubuh, pakaian, benda-benda kotor lainnya
bukanlah merupakan suatu infeksi tetapi menggambarkan telah terjadi
kontaminasi terhadap permukaan tubuh atau barang tersebut. (Irawati, 2013)
Cacingan adalah salah satu jenis penyakit infeksi yang disebabkan
oleh adanya cacing di dalam usus manusia. Penyakit ini mudah menular dari
satu orang ke orang lain. Walaupun banyak dijumpai pada anak-anak,
cacingan juga menginfeksi orang dewasa, terutama yang tidak begitu
mempedulikan kebersihan. (Irawati, 2013)
Infeksi kecacingan adalah infeksi yang disebabkan oleh beberapa
jenis cacing kelas Nematoda Usus khususnya yang penularannya melalui
tanah, diantaranya cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk
(Trichuris trichiura), dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus. (Irawati, 2013)
2. Siklus Hidup
Bentuk infektif telur berisi embrio, bila tertelan oleh manusia, menetas di
usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah
atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran
darah ke paru. Larva di paru-paru menembus pembuluh darah kapiler
alveoli, lalu dinding alveoli, masuk rongga/lumen alveoli, kemudian naik ke
trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju ke
faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Klien batuk karena
rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam esofagus, lalu menuju ke
usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa dan pada
usia 2 bulan akan bertelur. Telur yang dihasilkan keluar dari tubuh host
bersama tinja. (Padoli, 2016)

3. Gejala
Menurut (Arafatullah, 2018) gejala klinis yang timbul dari
Ascariasis tergantung dari beratnya infeksi, keadaan umum penderita, daya
tahan, dan kerentanan penderita terhadap infeksi cacing ini. Penderita
Ascariasis tidak akan merasakan gejala dari infeksi ini (asimptomatik)
apabila jumlah cacing sekitar 10-20 ekor didalam tubuh manusia sehingga
baru dapat diketahui jika ada pemeriksaan tinja rutin ataupun keluarnya
cacing dewasa bersama dengan tinja. Gejala klinis yang timbul bervariasi,
bisa dimulai dari gejala yang ringan seperti batuk sampai dengan yang berat
seperti sesak nafas dan perdarahan. Gejala yang timbul pada penderita
Ascariasis berdasarkan migrasi larva dan perkembangbiakan cacing dewasa,
yaitu:
a) Gejala akibat migrasi larva A. lumbricoides Selama fase migrasi, larva A.
lumbricoides di paru penderita akan membuat perdarahan kecil di
dinding alveolus dan timbul gangguan batuk dan demam. Pada foto
thorak penderita Ascariasis akan tampak infiltrat yaitu tanda terjadi
pneumonia dan eosinophilia di daerah perifer yang disebut sebagai
sindrom Loeffler. Gambaran tersebut akan menghilang dalam waktu 3
minggu.
b) Gejala akibat cacing dewasa Selama fase didalam saluran pencernaan,
gejala utamanya berasal dari dalam usus atau migrasi ke dalam lumen
usus yang lain atau perforasi ke dalam peritoneum. Cacing dewasa yang
tinggal dilipatan mukosa usus halus dapat menyebabkan iritasi dengan
gejala mual, muntah, dan sakit perut.
4. Pencegahan
Menurut (Ariwati, 2017) berdasarkan kepada siklus hidup dan sifat
telur cacing ini, maka upaya pencegahannya dapat dilakukan dengan sanitasi
yang baik dan tepat guna, hygiene keluarga dan hygiene pribadi seperti :
a) Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
b) Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan
dicuci terlebih dahulu dengan menggunkan sabun dan air mengalir.
c) Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan,
hendaklah dicuci bersih dengan air mengalir.
d) Mengadakan terapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah endemik
ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.
e) Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.
f) Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus
hidup cacing misalnya memakai jamban/WC.
g) Makan makanan yang dimasak saja. h. Menghindari sayuran mentah
(hijau) dan selada di daerah yang menggunakan tinja sebagai pupuk
5. Diagnosis
Diagnosis askaris yaitu ditemukan telur cacing pada tinja penderita atau
ditemukannya cacing dewasa pada muntahan penderita.

6. Program pemerintah dalam penanggulangan cacingan


(Menurut PMKRI. NO 15. 2017)
BAB II PROGRAM PENANGGULANGAN CACINGAN
Pasal 3
(1) Pemerintah Pusat menetapkan target program Penanggulangan
Cacingan berupa reduksi Cacingan pada tahun 2019.
Pasal 4 : Strategi dalam mewujudkan target program Penanggulangan
Cacingan meliputi:
a. Meningkatkan komitmen Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah untuk menjadikan program Penanggulangan
Cacingan sebagai program prioritas;
b. Meningkatkan koordinasi lintas program, lintas sektor, dan
peran serta masyarakat dengan mendorong kemitraan baik
dengan kelompok usaha maupun lembaga swadaya
masyarakat;
c. Mengintegrasikan kegiatan Penanggulangan Cacingan dengan
kegiatan POPM Filariasis, penjaringan anak sekolah, usaha
kesehatan sekolah, dan pemberian vitamin A di posyandu dan
pendidikan anak usia dini serta menggunakan pendekatan
keluarga;
d. Mendorong program Penanggulangan Cacingan masuk dalam
rencana perbaikan kualitas air serta berkoordinasi dengan
kementerian yang bertanggung jawab dalam penyediaan
sarana air bersih;
e. Melakukan sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat di
pendidikan anak usia dini dan sekolah dasar atau madrasah
ibtidaiyah; dan f. Melakukan pembinaan dan evaluasi dalam
pelaksanaan Penanggulangan Cacingan di daerah.

C. Penyakit Infeksi Filariasis


1. Pengertian
Filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing
Filaria sp. yang dapat menyerang kelenjar dan saluran getah bening.
Penyakit ini dapat merusak limfe, menimbulkan pembengkakan pada
tangan, kaki, glandula mammae, dan scrotum, menimbulkan kecacatan serta
stigma negatif bagi penderita dan keluarganya. Penyakit ini berdampak pada
penurunan produktivitas kerja, menambah beban keluarga dan menimbulkan
kerugian ekonomi bagi negara yang tidak sedikit. (Mutiara dan Anindita,
2016)
2. Rantai Penularan Penyakit Filariasis
Menurut (Arsunan, 2016) rantai penularan penyakit filariasis dapat
dilihat pada gambar berikut ini:

Di dalam tubuh nyamuk, mikrofilaria berselubung (yang


didapatkannya ketika menggigit penderita filariasis), akan melepaskan
selubung tubuhnya yang kemudian bergerak menembus perut tengah lalu
berpindah tempat menuju otot dada nyamuk. Larva ini disebut larva stadium
I (L1). L1 kemudian berkembang hingga menjadi L3 yang membutuhkan
waktu 12–14 hari. L3 kemudian bergerak menuju probisis nyamuk. Ketika
nyamuk yang mengandung L3 tersebut menggigit manusia, maka terjadi
infeksi mikrofilaria dalam tubuh orang tersebut. Setelah tertular L3, pada
tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia, L3 memasuki pembuluh limfe
dimana L3 akan tumbuh menjadi cacing dewasa, dan berkembang biak
menghasilkan mikrofilaria baru sehingga bertambah banyak. Kumpulan
cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe.
Aliran sekresi kelenjar limfe menjadi terhambat dan menumpuk disuatu
lokasi. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe terutama pada
daerah kaki, lengan maupun alat kelamin yang biasanya disertai infeksi
sekunder dengan fungi dan bakteri karena kurang terawatnya bagian lipatan-
lipatan kulit yang mengalami pembengkakan tersebut.
3. Gejala
Menurut (Purnama, 2016) gejala klinis filariasis terbagi menjadi dua
yaitu:
a) Gejala dan tanda klinis filariasis akut:
 Demam berulang-ulang selama 3-5 hari. Demam dapat hilang bila
istirahat dan timbul lagi setelah bekerja berat.
 Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) di daerah
lipatan paha, ketiak (limfadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan
sakit.
 Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit
yang menjalar dari pangkal ke arah ujung kaki atau lengan.
 Abses filarian terjadi akibat seringnya pembengkakak kelenjar getah
bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
 Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, kantong buah zakar yang
terlihat agak kemerahan dan terasa panas (limfadema dini)
b) Gejala dan tanda klinis kronis:
Pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan. Buah
dada, buah zakar (elephantiasis skorti)
4. Pencegahan
a) Menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vektor:
 Menggunakan kelambu sewaktu tidur 2)
 Menutup ventilasi rumah dengan kawat kasa nyamuk
 Menggunakan obat nyamuk seprot atau obat nyamuk bakar
 Mengoles kulit dengan obat anti nyamuk.

b) Memberantas nyamuk
 Membersihkan tanaman air pada rawa-rawa yang merupakan tempat
perindukan nyamuk
 Menimbun, mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai
tempat perindukan nyamuk
 Membersihkan semak-semak di sekitar rumah.
5. Diagnosis
Filariasis dapat ditegakkan secara Klinis ; yaitu bila seseorang
tersangka Filariasis ditemukan tanda-tanda dan gejala akut ataupun
kronis ; dengan pemeriksaan darah jari yang dilakukan mulai pukul
20.00 malam waktu setempat, seseorang dinyatakan sebagai penderita
Filariasis, apabila dalam sediaan darah tebal ditemukan mikrofilaria. (Irwan,
2017)
6. Program pemerintahan dalam penanggulangan filariasis
(Menurut PMKRI. NO 94.2014)
BAB II. PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN FILARIASIS
Pasal 4 : Penyelenggaraan Penanggulangan Filariasis dilaksanakan melalui
pokok kegiatan:
a. Surveilans Kesehatan;
b. Penanganan Penderita;
c. pengendalian faktor risiko; dan
d. komunikasi, informasi, dan edukasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pentingnya
upaya penanggulanggan penyakit tropis malaria, kecacingan, filariasis dalam
berbagai metode kesehatan. Agar hidup lebih sehat dan jauh dari penyakit-
penyakit yang bisa membahayakan nyawa.
B. Penutup
Diharapkan agar pemerintah dan masyarakat dapat bekerjasama lebih
baik lagi agar program-program yang dijalankan dapat bermanfaat sehingga
resiko terkena penyakit tropis ini lebih berkurang.
Daftar Pustaka
Annida,Dkk.2018. Gambaran Status Gizi Dan Faktor Risiko Kecacingan Pada
Anak Cacingan Di Masyarakat Dayak Meratus, Kecamatan Loksado,
Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Vol 4. No 2. Journal Of Health
Epidemiology And Communicable Disease : Kalimantan Selatan
Arafatullah Hizbain. 2018. Perbedaan Jumlah Telur Cacing : Ascaris
lumbricoides Berdasarkan Variasi Lubang Aplikator Metode Kato Katz
Ariwati N. Luh. 2017. Infeksi Ascaris Lumbricoides. Bali : Universitas Udayana
Arsin Arsunan. 2016. Epidemiologi Filariasis Di Indonesia. Makassar : Masagena
Press
Fitriany J dan Sabiq A. 2018. Malaria. Indonesia : Malikussaleh University
Irawati. 2013. Hubungan Personal Hygiene Dengan Cacingan Pada Anak Di
Wilayah Kerja Puskesmas Tamangapa Antang Makassar. Makassar : UIN
Alauddin
Irwan. 2017. Epidemiologi Penyakit Menular. Yogyakarta : CV.Absolut Media
Masrizal.2012. Penyakit Filariasis.Vol 7. No 4. Sumtra Barat : Universitas
Andalas
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.2017. Penanggulangan Cacingan. Jakarta
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.2014. Penanggulangan Filariasis.
Jakarata
Meiwarti,dkk.2017. Diagnosis Penyakit Tropis Berbasis Web Dengan Metode
Certainty Factor. Volume 05, No. 3. Pontianak: Universitas Tanjungpura
Hanna dan Anindita. 2016. Filariasis: Pencegahan Terkait Faktor Risiko.
Lampung : Universitas Lampung
Padoli. 2016. Mikrobiologi Dan Parasitologi Keperawatan. Jakarta : Pusdik
Purnama S. Gede. 2016. Penyakit Berbasis Lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai