Penyakit Tropik
Kelompok 3
Disusun oleh :
Nansya Handayani AM 11181040000001
Venna Yaasmiin Aadilah 11181040000004
Serina Aulia Noviani 11181040000009
Syifa Asbahati Zahra 11181040000041
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami diberi
kelancaran dalam mengerjakan makalah Discovery Learning ini. Selain itu kami
ucapkan terima kasih kepada para pendukung dosen pembimbing dan fasilitator
yang senantiasa membimbing kami, sehingga proses pembuatan makalah ini dapat
berjalan dengan baik. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman – teman
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah Discovery Learning.
Penyusun
ii
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN................................................................................................................2
2.1 Definisi Malaria................................................................................................2
2.2 Etiologi Malaria................................................................................................2
2.3 Patofisiologi.......................................................................................................3
2.4 Cara Penularan................................................................................................4
2.5 Manifestasi Klinis.............................................................................................5
2.6 Jenis Penyakit Malaria.....................................................................................6
2.7 Cara Pengobatan............................................................................................11
2.8 Cara Pencegahan............................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Malaria
Malaria merupakan infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan
oleh suatu protozoa spesies plasmodium yang ditularkan ke manusia melalui
air liur nyamuk.
(Handayani dan Andi, 2009).
Malaria merupakan penyakit akut dan kronik yang disebabkan oleh
protozoa (genus Plasmodium), yang ditandai oleh demam paroksismal yang
diawali dengan kedinginan dan menggigil kemudian berkeringat, disertai
dengan lemah lesu, anemia dan hepatosplenomegali
(Soegijanto, 2016).
2
2.3 Patofisiologi
Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yamg mengandung parasit.
Gejala yang paling mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh
pirogen endogen, yaitu TNF dan interieukin-1. Akibat demam terjadi
vasodilatasi perifer yang mungkin disebabkan oleh bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh parasit. Pembesaran limpa disebabkan oleh teriadinya
peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit, teraktivasinya sistem
retikuloendotelial untuk memfagositosis eritrosit yang terinfeksi parasit dan
sisa eritrosit akibat hemolisis. Juga terjadi penurunan jumlah trombosit dan
leukosit neutrofil. Terjadinya kongesti pada organ lain meningkatkan resiko
teriadinya ruptur limpa
Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis oleh
sistem retikuloendotelial. Hebatnya hemolisis tergantung pada jenis
Plasmodium dan status imunitas pejamu. Anemia juga disebabkan oleh
hemolisis autoimun, sekuestrasi oleh limpa pada eritosit yang terinfeksi
maupun yang normal, dan gangguan eritropoiesis. Pada hemolisis berat dapat
terjadi hemoglobinuria dan hemoglobinemia. Hiperkalemia dan
hiperbilirubinemia juga sering ditemukan.
Kelainan patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika,
disebabkan karena sel darah merah yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket,
sehingga perjalanannya dalam kapiler terganggu dan mudah melekat pada
endotel kapiler karena adanya penonjolan membran eritrosit. Setelah terjadi
penumpukan sel dan bahan pecahan sel, maka aliran kapiler terhambat dan
timbul hipoksi jaringan, terjadi gangguan pada integritas kapiler dan dapat
terjadi perembesan cairan bahkan perdarahan ke jaringan sekitarnya.
Rangkaian kelainan patologis ini dapat menimbulkan manifestasi klinis
sebagai malaria serebral, edema paru, gagal ginial dan malabsorpsi usus.
Pertahanan tubuh individu terhadap malaria dapat berupa faktor yang
diturunkan maupun yang didapat. Pertahanan terhadap malaria yang
diturunkan terutama penting untuk melindungi anak kecil/bayi karena sifat
khusus eritrosit yang relatif resisten terhadap masuk dan berkembang-biaknya
3
parasit malaria. Masuknya parasit tergantung pada interaksi antara organel
spesifik pada merozoit dan struktur khusus pada permukaan eritrosit. Sebagai
contoh eritrosit yang mengandung glikoprotein A penting untuk masuknya
Plasmodium falciparum. Individu yang tidak mempunyai determinan
golongan darah Duffy (termasuk kebanyakan negro Afrika) mempunyai
resistensi alamiah terhadap Plasmodium vivax; spesies ini mungkin
memerlukan protein pada permukaan sel yang spesifik untuk dapat masuk ke
dalam eritrosit. Resistensi relatif yang diturunkan pada individu dengan HbS
terhadap malaria telah lama diketahui dan pada kenyataannya terbatas pada
daerah endernis malaria. Seleksi yang sama juga dijumpai pada
hemoglobinopati tipe lain, kelainan genetik tertentu dari eritrosit, thalasemia,
defisiensi enzim G6PD dan defisiensi pirufatkinase. Masing-masing kelainan
ini menyebabkan resistensi membran eritrosit atau keadaan sitoplasma yang
menghambat pertumbuhan parasit.
Imunitas humoral dan seluler terhadap malaria didapat sejalan dengan
infeksi ulangan. Namun imunitas ini tidak mutlak dapat mengurangi
gambaran klinis infeksi ataupun dapat menyebabkan asimptomatik dalam
periode panjang. Pada individu dengan malaria dapat dijumpai
hipergamaglobulinemia poliklonal, yang merupakan suatu antibodi spesifik
yang diproduksi untuk melengkapi beberapa aktivitas opsonin terhadap
eritrosit yang terinfeksi, tetapi proteksi ini tidak lengkap dan hanya bersifat
sementara bilamana tanpa disertai infeksi ulangan. Tendensi malaria untuk
menginduksi imunosupresi, dapat diterangkan sebagian oleh tidak adekuatnya
respon ini. Antigen yang heterogen terhadap Plasmodium mungkin juga
merupakan salah satu faktor. Monosit/makrofag merupakan partisipan selular
yang terpenting dalam fagositosis eritrosit yang terinfeksi
(Sumarmo dkk, 2010).
2.4 Cara Penularan
Malaria dapat ditularkan melalui dua cara yaitu cara alamiah dan nonalamiah
1. Penularan secara alamiah (natural infection) terjadi melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina.
4
2. Penularan nonalamiah, dibagi menurut cara penularannya, yaitu:
a. Malaria congenital, penularan secara transplasental atau melalui tali
pusat saat partus
b. Secara mekanik, penularan terjadi melalui transfuse dara (mudah
diobati karena tidak melalui sporozoit-siklus hati) atau jarum suntik
yang tidak steril (pada pecandu obat bius saat di rumah sakit).
Pada umumnya sumber infeksi malaria pada manusia adalah penderita
malaria baik yang simptomik maupun asimptomik.
( Soegijanto, 2016)
2.5 Manifestasi Klinis
Secara klinis, gejala malaria infeksi tunggal pada pasien non-imun terdiri
atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme), yang
diselingi oleh suatu periode (periode laten) bebas demam. Sebelum demam,
pasien biasanya merasa lemah, nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, mual
atau muntah. Pada pasien dengan infeksi majemuk atau campuran (lebih dari
satu jenis plasmodium atau satu jenis plasmodium tetapi infeksi berulang
dalam waktu berbeda) maka serangan demam terus menerus (tanpa interval).
Pada paroksisme biasanya terdiri dari tiga stadium yang berurutan.
paroksisme ini biasanya jelas terlihat pada orang dewasa namun jarang
dijumpai pada usia muda.serangan demam yang pertama didahului oleh masa
inkubasi titik masa inkubasi bervariasi antara 9 sampai 30 hari tergantung
pada spesies parasit paling pendek pada plasmodium falciparum dan paling
panjang pada plasmodium malariae. masa inkubasi ini juga tergantung pada
intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya, dan derajat
imunitas. Pada malaria akibat transfusi darah masa inkubasi plasmodium
falciparum adalah 10 hari, plasmodium Vivax 16 hari, dan plasmodium
malariae 40 hari atau lebih setelah transfusi. masa inkubasi pada penularan
secara alamiah bagi masing-masing spesies parasit, untuk plasmodium
falciparum 12 hari, plasmodium Vivax dan plasmodium ovale 13-17 hari, dan
plasmodium malariae 28-30 hari. Setelah lewat masa inkubasi, pada anak
5
besar dan orang dewasa timbul gejala demam yang terbagi dalam 3 stadium,
yaitu:
1. Stadium dingin
Stadium ini diawali dengan gejala menggigil atau perasaan yang sangat
dingin. Gigi gemeretak dan pasien biasanya menutupi tubuhnya dengan
segala macam pakaian dan selimut yang tersedia. Nadi cepat tetapi lemah,
bibir dan jari-jari pucat atau sianosis, kulit kering dan pucat, pasien
mungkin muntah dan pada anak sering terjadi kejang. Stadium ini
berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam
2. Stadium demam
Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini pasien merasa kepanasan.
Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, nyeri
kepala, seringkali terjadi mual dan muntah, nadi menjadi kuat lagi.
Biasanya pasien menjadi sangat haus dan suhu badan dapat meningkat
sampai 41oC atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2-12 jam. Demam
disebabkan oleh karena pecahnya skizon dalam sel darah merah yang telah
matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah. Pada
plasmodium vivax dan plasmodium ovale, skizon dari tiap generasi
menjadi matang setiap 48 jam sekali, sehingga timbul demam setiap hari
ketika terhitung dari serangan demam sebelumnya. Pada plasmodium
malariae, demam terjadi pada 72 jam (setiap hari keempat), sehingga
disebut malaria quartana. Pada plasmodium falciparum setiap 24-48 jam.
3. Stadium berkeringat
Pada stadium ini pasien berkeringat banyak sekali, tempat tidurnya basah,
kemudian suhu badan menurun dengan cepat, kadang-kadang sampai di
bawah normal. Stadium ini berlangsung 2-4 jam
(Sumarmo dkk, 2010).
2.6 Jenis Penyakit Malaria
Malaria Tropika (Plasmodium Falciparum)
Merupakan penyebab utama infeksi berat. Spesies ini mengakibatkan
kematian pada orang dewasa nonimun sampai dengan 25% dalam 2 minggu
6
setelah mendapat infeksi primer, kecuali segera mendapat pengobatan yang
tepat. Parasitemia > 60% karena Plasmodium falciparum dapat menginfeksi
eritrosit imatur dan matur. Malaria serebral dan black water fever adalah
komplikasi terberat dari malaria tropika. Relaps pada malaria tropika disebut
short term relapse. Umumnya kekambuhan terjadi paling lama 1 tahun,
penyebabnva adalah parasit stadium eritrositik yang belum terbunuh
sempurna oleh obat-obat antimalaria.
(Soegijanto, 2016)
Malaria Berat
7
parasit maupun yang tidak dan kegagalan eritropoesis. Anemia turut
berperan dalam gejala serebral (gelisah, koma) dan gejala kardiopulmonal
(gagal jantung, hepatomegalu, dan edema paru). (Soegijanto, 2016)
c. Dehidrasi, gangguan asam basa (asidosis metabolic) dan gangguan
elektrolit
Gejala klinik dehidrasi sedang sampai berat adalah penurunan perfusi
perifer, rasa haus, penurunan berat badan 3-4%, nafas cepat dan dalam
(asidosis), penurunan turgor kulit, peningkatam kadar ureum darah (6,5
mmol/L atau 40 mg/dL), asidosis metabolic pada pemeriksaan urin, kadar
natrium urin rendah dan sedimen normal, merupakan tanda terjadinya
dehidrasi dan bukan gagal ginjal.
d. Hipoglikemia berat
Hipoglikemia dapat terjadi pada malaria berat, terutama pada anak
kecil (diawah 3 tahun) dengan gejala kejang, hiperparasitemia, penurunan
kesadaran (profound coma) atau dengan gejala yang lebih ringan seperti
berkeringat, kulit teraba dingin dan lembab, serta napas yang tidak teratur.
Hipoglikemia pada anak adalah keadaan di mana kadar glukosa dara
turun menjadi 40 mg/dL atau lebih rendah.
e. Gagal ginjal
Gagal ginjal jarang terdapat pada anak dengan malaria terutama pada
anak kecil. Demikian juga oliguria jarang dijumpai pada anak kecil bila
dibandingkan dengan anak besar. Kadar ureum serum sedikit meningkat
kira-kira 10% pada anak lebih dari 5 tahun, seringkali gagal ginjal
disebabkan oleh dehidrasi yang tidak diobati adekuat. Pada orang dewasa
dapat pula disertai nekrosis tubular akut. Gagal ginjalng pada umumnya
bersifat reversible.
f. Edema paru akut
Pada kasus malaria serebral dapat dijumpai anemia berat dan parasitemia
berat. Frekuensi nafas meningkat dan dijumpai krepitasi serta ronki yang
menyebar. Gejala edema paru sering kali timbul beberapa hari setelah
pemberian obat antimalaria, pada umumnya terjadi bersamaan dengan
8
hiperparasitemia, gagal ginjal, hipoglikemia dan asidosis. Apabila kita
menemukan peningkatan frekuensi napas, harus dibedakan antara edema
paru akibat pemberian cairan yang berlebihan atau akibat
bronkopneumpnia. Sebagai akibat edema paru dapat terjadi hipoksia yang
mengakibatkan kejang dan penurunan kesadaran serta kematian.
g. Kegagalan sirkulasi (algid malaria)
Malaria algid adalah malaria falciparum yang disertai syok oleh karena
adanya septicemia kuman gram negative. Penderita malaria berat pada
anak dapa jatuh pada keadaan kolaps dngan tekanan darah sistolik kurang
dari 50 mmHg pada posisi berbaring, kulit teraba dingin, lembab,
sianotik, konstriksi vena perifer, denyut nadi lemah dan cepat.
h. Kecenderungan terjadi perdarahan
Perdarahan yang sering dijumpai adalah perdarahan gusi, epistaksis,
petekia dan perdarahan subkonjungtiva. Apabila tejadi koagulasi
intravascular diseminata (KID), akan timbul perdarahan yang lebih hebat
yaitu melena dan hematemesis. KID pada umumnya terjadi pada
seseorang yang tidak mempunyai imunitas terhadap malaria, baik dia
pergi ke daerah endemis atau sebagai malaria impor. Kecenderungan
terjadi perdarahan ditandai dengan perpanjangan waktu perdarahan,
trombositopenia dan menurunnya factor koagulasi. Perdarahan spontan
dari saluran cerna terjadi kira-kira 10% malaria serebral.
i. Hiperpireksia/hyperthermia
Hiperpireksia lebih banyak dijumpai pada anak daripada dewasa dan
seringkali berhubungan dengan kejang, delirium dan koma, maka pada
malaria monitor suhu berkala sangat dianjurkan. Hiperpireksia adalah
keadaan di mana suhu tubuh meningkat menjadi 42oC atau lebih dan
dapat menyebabkan gejala sisa neurologik yang menetap.
j. Hemoglobinuria/Black Water Fever
Hemolisis intravascular masif dengan hemoglobinuria merupakan
komplikasi malaria yang jarang terjadi pada anak. Hampir seluruh kasus
hemoglobinuria berkaitan dengan defisiensi G6PD pada pasien dengan
9
infeksi malaria. Pada kasus ini hemolisis akan berhenti setelah pecahnya
eritrosit tua.
10
Plasmodium malariae terutama menyerang eritrosit matur. Merupakan
suatu bentuk malaria yang paling ringan namun merupakan infeksi kronik.
Relaps umumya terjadi selama 1 tahun pertama kemudian diikuti
timbulnya kekambuhan jangka panjang sampai 30 tahun. Penyebabnya
parasit stasium eritrositik yang berada di sirkulasi mikrokapiler yang tidak
dapat dibunuh karena pengobatan antimalaria yang tidak sempurna.
(Soegijanto, 2016)
Penyakit malaria yang disebabkan plasmodium malariae akan mengalami
gejala demam (masa sporulasi) selang waktu 72 jam
(Ismail, 2019)
2.7 Cara Pengobatan
11
4. Sporonitisidal : menghambat pertumbuhan oocyst di dinding
lambungnyamuk.
a. Pirimakuin
5. Profilaksis kausal : bekerja terhadap parasit stadium di jaringan, tujuannya
mencegah timbulnya infeksi yang ada (relaps) dan manifestasi klinis.
6. Supresif atau profilaksis klinis : mencegah gejala klinis dengan cara
membunuh parasit yang masuk ke dalam sirkulasi darah, semua obat
golongan skizontisidal darah bersifat profilaksis klinis.
(Soegijanto, 2016)
2.8 Cara Pencegahan
1. Perorangan
a. Menghindar dari gigitan nyamuk (biasanya menjelng matahari
terbenam hingga menjelang fajar ), dengan :
Menggunakan kelambu atau kasa anti nyamuk
Penggunaan repellent
Memakai pakaian yang menutupi lengan dan kaki
b. Obat profilaksis bila memasuki daerah endemis malaria bagi para
pengunjung atau turis domestik atau mancanegara (2 minggu
sebelumnya-4 minggu setelah keluar dari daerah endemis malaria)
Klorokuin 5 mg/kg, 1x setiap minggu
Pirimetamin 0,5-0,75 mg/kg atau sulfadoksin 10-15 mg/kg, 1X setiap
minggu (untuk umur >6bulan)
c. Mencegah atau membasmi tempat perindukan nyamuk.
2. Komunitas
a. Meningkatkan pelayanan kesehatan .
b. Penanggulangan penularan malaria secara berkesinambungan.
c. Penyuluhan kepada masyarakat tentang pengetahuan malaria
12
DAFTAR PUSTAKA
Handayani, Wiwik dan Andi Sulistyi.H. 2009. Buku Ajara Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba
Medika
Ismail, Saldanis. 2019. Mikrobiologi-Parasitologi. Yogyakara: DeePublish
Soedarmo, Sumarmo. S, dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.
Jakarta: Ikatan Dokter anak Indonesia
Soegijanti, Soegeng. 2016. Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia. Surabaya:
Airlangga University Press
13