Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA MALARIA TANPA KOMPLIKASI

DISUSUN OLEH:

RATNA DWI KRISMONDANI 2110221092

PEMBIMBING:

dr.YONGKI ISWADI PURNAMA, Sp.PD

DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN


NASIONAL VETERAN JAKARTA

RSPAD GATOT SOEBROTO

PERIODE 16 AGUSTUS 2021 – 20 OKTOBER 2021


ii

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA MALARIA TANPA KOMPLIKASI

DISUSUN OLEH:

RATNA DWI KRISMONDANI 2110221092

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik

Di SMF Penyakit Dalam

RSPAD Gatot Soebroto

Telah disetujui dan dipresentasikan pada

Tanggal, …………………. 2021

Jakarta, …...............2021

Pembimbing

dr. Yongki iswadi Purnama, Sp.PD


iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang maha Esa

yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat

menyelesaikan Referat ini guna memenuhi persyaratan kepaniteraan

Klinik bagian Penyakit Dalam di RSPAD Gatot Soebroto dengan judul

”Diagnosis dan Tatalaksana Malaria Tanpa Komplikasi”.

Referat ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam

teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di

bagian Penyakit Dalam kemudian mengaplikasikannya untuk kepentingan

klinis kepada pasien. Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada

dr. Yongki iswadi Purnama, Sp.PD yang telah membimbing penulis dalam

referat ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih memiliki

kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang

membangun dari semua pihak yang membaca referat ini. Harapan penulis

semoga refarat ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang

membacanya.

Jakarta, 2 Oktober 2021

Penulis
iv

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1


BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 2
2.1 Definis Malaria ................................................................................... 3
2.2 Etiologi Malaria .................................................................................. 3
2.3.Epidemiologi Malaria .......................................................................... 11
2.4.Manifestasi Klinis Malaria................................................................... 15
2.5.Diagnosis Malaria .............................................................................. 17
2.6.Tatalaksana Malaria ........................................................................... 20
2.7.Pemantauan Pengobatan .................................................................. 23
2.8.Pencegahan Malaria .......................................................................... 24
BAB III KESIMPULAN ............................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
LAMPIRAN ..............................................................................................
1

BAB 1

PENDAHULUAN

Malaria merupakan penyakit menular yang masih menjadi salah

satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Malaria

dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu

bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung

menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja. Saat ini

malaria merupakan penyakit endemis disebagian besar wilayah di

Indonesia, namun lebih banyak terjadi di wilayah terpencil dan pedesaan 1.

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium dan

ditularkan oleh nyamuk anopheles2. Secara global, terdapat 2,3 milyar

penduduk atau sekitar 41% dari total penduduk dunia berisiko untuk

terkena malaria terutama di negara dengan iklim tropis seperti Indonesia.

Pada tahun 2019, diperkirakan terdapat 229 juta kasus malaria di seluruh

dunia dengan jumlah kematian akibat malaria mencapai 409.000 pada

2019. Anak-anak dibawah 5 tahun adalah kelompok yang paling rentan

terkena malaria dengan presentasi kematian mencapai 67% (274.000)

dari total kematian akibat malaria di seluruh dunia. Menurut World Health

Organization (WHO) 94% kasus dan kematian malaria di dunia berasal

dari wilayah Afrika3.

Di Indonesia prevalensi kasus malaria pada tahun 2020 mengalami

penurunan dibandingkan dengan jumlah kasus pada tahun 2010. Tahun

2020 kasus malaria di Indonesia terdapat 235.700 kasus dibandingkan


2

465.700 kasus pada tahun 20104. Berdasarkan capaian endemisitas per

provinsi tahun 2019 terdapat 3 provinsi yang telah mencapai 100%

eliminasi malaria, antara lain DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Bali.

Sementara provinsi dengan wilayahnya yang belum mencapai eliminasi

malaria yakni Maluku, Papua, dan Papua Barat 5. Banyak upaya yang

dilakukan pemerintah untuk mencapai Indonesia 100% bebas malaria

terutama pada daerah dengan endemisitas yang tinggi terhadap malaria.

Saat ini terdapat dua tantangan dalam menuntaskan kasus malaria di

Indonesia. Pertama, pengendalian vektor nyamuk anopheles yang banyak

berkembang biak di muara dekat pemukiman penduduk. Kedua,

penurunan efikasi pada penggunaan beberapa obat antimalaria yang

banyak dilaporkan adanya resistensi terhadap klorokuin akibat

penggunaan terapi tidak rasional6. Referat ini akan membahas lebih detail

terkait dengan perjalanan penyakit malaria, upaya pengendalian dan

tatalaksana malaria di Indonesia saat ini.


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Malaria

Malaria adalah suatu penyakit infeksi dengan gejala demam

berkala yang disebabkan oleh parasit Plasmodium (Protozoa) yang

ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Parasit plasmodium yang

menginfeksi tubuh manusia akan menyerang eritrosit yang ditandai

dengan adanya bentuk aseksual dalam darah. Infeksi malaria

menimbulkan gejala yang disebut trias malaria yaitu demam, menggigil

dan berkeringat. Disertai dengan anemia dan splenomegali. Dapat

berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa

komplikasi ataupun dengan komplikasi sistemik yang ditandai dengan

malaria berat yang menyerang multiorgan dengan manifestasi gejala yang

berat7.

II.2 Etiologi Malaria

Malaria disebabkan oleh parasit plasmodium yang ditularkan

melalui vektor nyamuk Anopheles. Terdapat beberapa jenis plasmodium

yang ditemukan infektif terhadap manusia, yaitu: Plasmodium falciparum,

Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale, dan

Plasmodium knowlesi. Pada tahun 2009 penyebab malaria yang tertinggi

adalah Plasmodium vivax, kemudian Plasmodium falciparum, sedangkan

Plasmodium ovale tidak dilaporkan. Data ini berbeda dengan data


4

Riskesdas 2010, yang mendapatkan 86,4% penyebab malaria adalah

Plasmodium falsifarum, dan Plasmodium vivax sebanyak 6,9%8.

a. Taksonomi plasmodium9

- Genus : plasmodium

- Famili : plasmodiae

- Ordo : eucoccidiorida

- Kelas : sporozoasida

- Filum : apicomplexa

- Genus : plasmodium

- Spesies: falciparum, vivax, malariae, ovale

b. Daur hidup plasmodium sp

Daur hidup ke-empat spesies plasmodium pada manusia umumnya

sama, proses tersebut terdiri dari fase seksual eksogen (spotogoni) dalam

badan nyamuk anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam badan

hospes manusia. Pada fase aseksual mempunyai 2 daur yaitu: 1) daur

eritrosit dalam darah (skizogoni eritrosit) dan 2) daur dalam sel parenkim

hati (skizogoni eksoeritrosit) atau stadium jaringan dengan skizogoni

praeritrosit (skizogoni eksoeritrosit primer) setelah sporozit masuk dalam

sel hati dan skizogoni eksoeritrosit senkunder yang berlangsung dalam

hati. Terdapat dua populasi sporozoit yang berbeda, yaitu sporozoit yang

secara langsung mengalami pertumbuhan dan sporozoit yang tetap

domant selama periode tertentu disebut hipnozoit sampai menjadi aktif

kembali dan mengalami skizogoni9.


5

Gambar 2. Daur hidup plasmodium sp9

Bila nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit malaria

dalam kelenjar liurnya menusuk hospes, sporozoit yang berada dalam liur

nyamuk masuk melalui proboscis yang ditusukan kedalam kulit manusia.

Sporozoit segera masuk kedalam peredaran darah dan setelah 30 menit

sampai 1 jam masuk kedalam hati9. Sebagian besar sporozoit

dihancurkan. Namun terdapat parasit yang tetep hidup dalam sel hepatosit

menjadi tropozit hati dan berkembang biak. Proses ini disebut skizogoni

praeritrosit atau eksoeritrosit primer9. Inti parasir membelah diri berulang

ulang dan skizon jaringan berbentuk bulat atau lonjong menjadi besar.
6

Pembelahan inti disertai pembelahan sitoplasma yang mengelilingi setiap

inti sehingga berbentuk beribu-ribu merozoit. Fase ini berlangsung

tergantung dengan spesies malaria9. Pada akhir fase praeritrosit, skizon

pecah, merozoit keluar dan masuk kedalam peredaran darah 9. Pada

infeksi plasmodium falsiparum dan plasmodium malariae hanya terdapat

satu generasi aseksual yang berkembang dalam hati sebelum masuk

kedalam fase eritrosit. Sedangkan pada infeksi plasmodium vivax dan

plasmodium ovale terdapat sporozoit yang mengalami dorman dalam sel

hepar. Sehingga infeksi dapat berlangsung dengan lama hingga bertahun

tahun bila tidak diobati dan banyak mengalami relaps9.

Tabel 1. Skizogoni jaringan pada malaria11

Spesies Fase praeritrosit Jumlah merozoite

Plasmodium vivax 6-8 hari 10.000

Plasmodium falciparum 5,5 hari-7 hari 40.000

Plasmodium malariae 12-16 hari 2.000


Plasmodium ovale 9 hari 15.000

Waktu antara permulaan infeksi sampai parasit malaria dalam

darah tepi disebut masa pra-paten. Masa ini dapat dibedakan dengan

masa inkubasi yang berhubungan dengan timbulnya gejala klinis malaria.

Merozoit yang dilepaskan oleh skizon jaringan mulai menyerang eritrosit.

Invasi merozoit bergantung pada interaksi reseptor pada eritrosit,

glikoforin dan merozoit sendiri. Sisi anterior merozoit melekat pada

membran eritrosit, kemudian membran merozoit menebal dan bergabung


7

dengan membran plasma eritrosit, lalu melakukan invaginasi, membentuk

vakuol dengan parasit berada di dalamnya. Pada saat merozoit masuk,

selaput permukaan dijepit sehingga lepas. Seluruh proses ini berlangsung

selama kurang lebih 30 detik9. Stadium termuda dalam darah berbentuk

bulat, kecil, beberapa di antaranya mengandung vakuol sehingga

sitoplasma terdorong ke tepi dan inti berada di kutubnya. Oleh karena

sitoplasma mempunyai bentuk lingkaran, maka parasit muda disebut

bentuk cincin Selama pertumbuhan, bentuknya berubah menjadi tidak

teratur. Stadium muda ini disebut trofozoit. Parasit mencernakan

hemoglobin dalam eritrosit dan sisa metabolismenya berupa pigmen

malaria (hemozoin dan hematin). Pigmen yang mengandung zat besi

dapat dilihat dalam parasit sebagai butir-butir berwarna kuning tengguli

hingga tengguli hitam yang makin jelas pada stadium lanjut9.

Setelah masa pertumbuhan, parasit berkembangbiak secara

aseksual melalui proses pembelahan yang disebut skizogoni. Inti parasit

membelah diri menjadi sejumlah inti yang lebih kecil. Kemudian

dilanjutkan dengan pembelahan sitoplasma untuk membentuk skizon.

Skizon matang mengandung banyak merozoit. Ketika skizogoni telah

matang sempurna akan pecah dan merozoit dilepaskan ke aliran darah

(sporulasi). Merozoit ini akan memasuki eritrosit baru dan memulai siklus

aseksualnya untuk membentuk merozoit kembali. Periodisitas skizon

dalam eritrosit berbeda-beda untuk setiap spesies. Hal ini akan

mempengaruhi terhadap periode demam yang dialami oleh pasien.

Skizogoni fase eritrosit berlangsung 48 jam pada plasmodium vivax dan


8

plasmodium ovale, kurang dari 48 jam pada plasmodium falciparum dan

72 jam pada plasmodium malariae. Setelah 2 atau 3 generasi merozoite

(3-15 hari), sebagian merozoit tumbuh menjadi fase seksual. Proses ini

disebut gametogenesis. Membentuk gametosit betina (makrogametosit)

dan gametosit jantan (mikrogametosit)9.

Ketika nyamuk betina menghisap darah manusia gametosit akan

ikut terhisap oleh nyamuk dan terjadi proses feritilasi dalam lambung

nyamuk membentuk zigot. Dalam 18-24 jam zigot akan berkembang

menjadi ookinet. Ookinete kemudian menembus dinding lambung melalui

sel epitel ke permukaan luar lambung dan menjadi ookista. Ookista makin

lama makin besar hingga 500 mikron dan intinya membelah. Ookista yang

pecah akan melepaskan ribuan sporozoit dan bergerak dalam rongga

badan nyamuk untuk mencapai kelenjar liur. Bila nyamuk menghisap

darah setelah menusuk kulit manusia, sporozoit akan masuk kedalam luka

tusuk dan mencapai aliran darah dan menjalankan siklus aseksual

kembali dalam tubuh host perantaranya9.


9

Gambar 3. Daur hidup plasmodium falciparum dan plasmodium


malariae12

Gambar 4. Daur hidup plasmodium ovale dan plasmodium vivax12


10

c. Sifat vektor nyamuk Anopheles

Nyamuk anopheles memiliki tipe mulut tusuk hisap. Pada penularan

malaria dari nyamuk anopheles ke manusia yang berperan sebagai vektor

adalah nyamuk betina. Parasit malaria terdapat di air ludah nyamuk yang

dapat masuk ke tubuh manusia melalui probosis saat menghisap darah.

Aktivitas nyamuk Anopheles dalam menghisap darah terjadi pada malam

hari. Siklus hidup nyamuk anopheles melalui 4 fase yaitu telur, larva, pupa

dan nyamuk dewasa9.

Gambar 5. Siklus Hidup Nyamuk Anopheles10.

Nyamuk anopheles dewasa akan bertelur di genangan air yang

kotor, dalam dan tenang. Seperti rawa-rawa. Karakteristik telur anopheles

berbentuk seperti perahu dengan bagian atas konkaf seperti pelampung.

Telur akan berkembang ke fase larva dalam waktu 12 hari. Larva

mengapung di atas permukaan air, dengan posisi spirakel dibagian

posterior abdomen, bulu palma di lateral abdomen dan tergal plate di


11

dorsal abdomen. Larva kemudian akan berkembang menjadi pupa dalam

waktu 8-10 hari. Pupa nyamuk anopheles memiliki karakteristik badan

tegak lurus terhadap permukaan air. Pupa nyamuk dalam waktu 1-2 hari

akan berubah menjadi nyamuk dewasa9.

II.3 Epidemiologi

Malaria menjadi salah satu penyakit menular selain HIV AIDS dan

Tuberkolusis yang pengendaliannya menjadi bagian dari tujuan

Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai komitmen global yang

harus dicapai pada akhir tahun 2030. Pada tingkat nasional program

eliminasi malaria ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI

Nomor 293/Menkes/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang “Eliminasi

Malaria di Indonesia”. Target program eliminasi malaria adalah seluruh

wilayah di Indonesia bebas dari malaria selambat-lambatnya tahun 2030.

Penilaian eliminasi malaria diawali dari tingkat kabupaten/kota. Pada

tahun 2019 terdapat tiga provinsi yang seluruh kabupaten/kotanya telah

dinyatakan bebas malaria, yaitu DKI Jakarta, Bali, dan Jawa Timur. Lima

provinsi di Indonesia bagian timur belum memiliki kabupaten/kota yang

berstatus eliminasi malaria, yaitu Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku

Utara, Papua Barat, dan Papua. Meskipun belum mencapai eliminasi 100

% dari ke 5 provinsi tersebut namun sudah terdapat beberapa kabupaten

yang mencapai endemis rendah dan bersiap menuju eliminasi malaria 5.


12

Gambar 5. Persentase Kabupaten/Kota Yang Mencapai Eliminasi


Malaria Menurut Provinsi Tahun 20195

Secara nasional, terdapat 300 kabupaten/kota yang telah

dinyatakan bebas malaria pada tahun 2019. Jumlah ini meningkat

dibandingkan tahun 2018 ketika 285 kabupaten/kota telah berstatus

eliminasi malaria. Capain indikator lain seperti persentase konfirmasi

kesediaan darah dan persentase pengobatan standar merupakan

beberapa upaya yang berkontribusi terhadap peningkatan capaian

eliminasi malaria5.

Gambar 6. Sebaran daerah endemis malaria di Indonesia5


13

Gambar di atas menunjukkan persebaraan Kabupaten/Kota

endemis malaria pada tahun 2019 di seluruh Indonesia. Warna putih

menunjukkan kabupaten/kota eliminasi. Tingkat endemisitas digambarkan

dengan warna hijau, kuning dan gradasi merah 5. Angka kesakitan malaria

digambarkan dengan indikator Annual Parasite Incidence (API) per 1.000

penduduk, yaitu proprosi antara pasien positif malaria terhadap penduduk

berisiko di wilayah tersebut dengan konstanta 1.000. Annual Parasite

Incidence (API) malaria di Indonesia pada tahun 2019 meningkat

dibandingkan tahun 2018, yaitu dari 0,84 menjadi sebesar 0,93 per 1.000

penduduk. Namun demikian, API malaria di Indonesia menunjukkan

kecenderungan penurunan sejak tahun 20095.

Gambar di bawah ini dapat diketahui bahwa API malaria pada

tahun 2009 sebesar 1,8 per 1.000 penduduk menurun hingga angka

terendah pada tahun 2018 sebesar 0,84 per 1.000 penduduk. Pada

tingkat Provinsi, Provinsi Papua, NTT dan Papua Barat menjadi

penyumbang kasus terbanyak dan memiliki API malaria yang tinggi

dibandingkan Provinsi lainnya, seperti yang ditampilkan pada gambar

berikut5.

Gambar 7. Angka Kesakitan Malaria (Annual Paracite Incidence /API)


Per 1.000 Penduduk Tahun 2009-20195
14

Gambar 8. Angka Kesakitan Malaria (Annual Paracite Incidence /API)


Per 1.000 Penduduk menurut provinsi tahun 201910

Provinsi Papua, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur memiliki

API malaria yang sangat tinggi dibandingkan provinsil lainnya di

Indonesia, yaitu sebesar 64,03%, 7,38%, dan 2,37% per 1.000 penduduk.

Sebagian besar Provinsi, yaitu 31 Provinsi (91,2%) memiliki API malaria

<1 per 1.000 penduduk. Annual Parasite Incidence (API) malaria per 1.000

penduduk juga menjadi landasan tingkat endemisitas malaria menjadi

rendah (< 1), sedang (1-5), dan tinggi (>5). Pada tahun 2019 terdapat 160

kabupaten/kota (31,9%) endemis rendah, 31 kabupaten/kota (5,4%)

endemis sedang, dan 23 kabupaten/kota (4,3%) endemis tinggi.

Persentase Kabupaten/Kota berstatus endemis rendah menurut provinsi,

disajikan pada gambar berikut5.


15

II.4 Manifestasi Klinis

Malaria mempunya karakteristik demam periodek, anemia dan

splenomegali. Masa inkubasi pada masing masing plasmodium bervariasi

(tabel 2). Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam

berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, merasa dingin di punggung, nyeri

sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tak enak dan diare

ringan. Keluhan prodromal sering terjadi pada malaria vivax dan ovale,

sedangkan pada malaria falciparum dan malariae keluhan prodromal tidak

jelas bahkan gejala dapat mendadak11.

Gejala yang klasik yaitu terjadinya " Trias Malaria " secara

berurutan: periode dingin (15-60 menit), mulai menggigil, penderita sering

membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil

sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, diikuti dengan

meningkatnya temperatur; diikuti dengan periode panas (penderita muka

merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi beberapa jam) diikuti

dengan keadaan berkeringat. Pada periode berkeringat penderita

berkeringat banyak dan temperatur turun, kemudian penderita merasa

sehat. Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi malaria vivax, pada

malaria falsiparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada.

Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada malaria falciparum, 36 jam

pada malaria vivax dan ovale, 60 jam pada malaria malariae. Demam

dapat berlangsung lebih dari 7 hari dan mulai turun setelah 14 hari11.

Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi

malaria. Beberapa mekanisme terjadinya anaemia ialah: pengrusakan


16

eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoiesis sementara, hemolisis oleh

karena proses complement mediated immune complex, eritrofagositosis,

penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin.

Pembesaran limpa (splenomegali) sering dijumpai pada penderita malaria,

limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi

bengkak, nyeri dan hiperemis11. Splenomegali timbul disebabkan karena

peningkatan destruksi eritrosit yang terinfeksi malaria dalam organ limpa.

Splenomegali dapat bertahan lebih lama setelah demam turun. Pada

malaria malariae yang biasanya ditemukan pada daerah afrika, amerika

selatan dan asia8. Jarang di daerah Indonesia manifestasi klinisnya

ringan, namun dalam beberapa penelitian di Afrika dilaporkan adanya

komplikasi yang berat yaitu sindrom nefrotik pada sebagian kecil kasus

dengan manifestasi utama seperti jenis malaria lainnya. Pada

pemeriksaan dapat dijumpai edema, asites, proteinuria yang banyak,

hipoproteinaemia, tanpa uremia dan hipertensi11.

Tabel 2. Masa Inkubasi Malaria11

Masa Tipe
Plasmodium relaps Recrudensi Manifestasi klinik
Inkubasi panas
Gejala
gastrointestinal;
hemolisis, anemia;
ikterus
hemoglobinuria,
Falsiparum 12 (9-14) 24,36,48 (--) (+) syok, gejala
serebral, edema
paru, hipoglikemia,
gangguan
kehamilan, kelainan
retina, kematian
Anemia kronik,
13(12-
Vivax 48 (++) (--) splenomegali,
17)
rupture limpa
17

17 (16-
Ovale 48 (++) (--) Sama dengan vivax
18)
Rekrudensi sampai
50 tahun,
28 (18- splenomegali
Malariae 72 (--) (+)
40) menetap, limpa
jarang rupture,
sindrome nefrotik

II.5 Diagnosis Malaria

Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai

membahayakan nyawa. Diagnosis malaria ditegakan berdasarkan

anamnesis yang tajam, pemeriksaan fisik dan penunjang. Banyak gejala

awal malaria yang mirip dengan gejala infeksi lainnya. Gejala utama

demam akut yang muncul sering didiagnosis dengan infeksi lain seperti

demam tifoid, demam dengue, leptospirosis, chikungunya dan infeksi

saluran napas6. Adanya trombositopenia sering didiagnosis dengan

leptospirosis, demam dengue atau tifoid. Apabila ada demam dengan

ikterus bahkan sering diinterpretasikan sebagai hepatitis dan leptospirosis.

Selain itu pada malaria berat yang datang dengan penurunan kesadaran

sering didiagnosis sebagai infeksi otak bahkan stroke. Agar diagnosis

malaria dapat ditegakan dengan benar perlu adanya anamnesis yang

tajam terutama pada pasien demam perlu ditanyakan riwayat perjalanan

ke daerah endemis malaria6.

A. Anamnesis6

Pada anamnesis sangat penting diperhatikan adanya:


18

a. Keluhan: gejala klasik trias malaria (demam, menggigil,

berkeringat) disertai gejala prodormal sakit kepala, mual, muntah,

diare dan nyeri otot.

b. Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria.

c. Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria.

d. Riwayat tinggal di daerah endemis malaria.

B. Pemeriksaan Fisik6

Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan hal berikut ini;

a. Suhu tubuh aksiler ≥ 37,5 °C

b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat

c. Sklera ikterik

d. Pembesaran Limpa (splenomegali)

e. Pembesaran hati (hepatomegali)

C. Pemeriksaan Penunjang6

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan

darah lengkap untuk melihat adanya anemia maupun trombositopenia.

Baku emas untuk diagnosis malaria yaitu dengan melakukan pemeriksaan

apusan darah malaria (apusan darah tebal dan apusan darah tipis)6,13.

Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan uji diagnostic cepat untuk

mendeteksi antigen malaria dalam darah.

a. Pemeriksaan dengan mikroskop6

Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di

Puskesmas/lapangan/ rumah sakit/laboratorium klinik untuk menentukan:

1. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).


19

2. Spesies dan stadium plasmodium.

3. Kepadatan parasit.

Sediaan darah tipis lebih sedikit membutuhkan darah untuk

pemeriksaan dibandingkan dengan sedian apusan darah tebal,

morfologinya lebih jelas bentuk parasit plasmodium yang berada di dalam

eritrosit sehingga didapatkan bentuk parasit yang utuh dan morfologinya

sempurna, serta lebih mudah untuk menentukan spesies dan stadium

parasit dan perubahan pada eritrosit yang dihinggapi parasit dapat dilihat

jelas13.

Ciri-ciri apusan sedian darah tebal yaitu membutuhkan darah lebih

banyak untuk pemeriksaan dibandingkan dengan apusan darah tipis

sehingga jumlah parasit yang ditemukan lebih banyak dalam satu lapang

pandang. Pemeriksaan apusan darah tebal sangat penting untuk infeksi

malaria yang ringan karena lebih mudah dalam menemukan parasit.

Namun, sediaan ini mempunyai bentuk parasit yang kurang utuh dan

kurang begitu lengkap morfologinya13.

Gambar 9. Apusan darah tebal dan tipis malaria14

b. Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit

malaria, dengan menggunakan metoda imunokromatografi. Sebelum


20

menggunakan RDT perlu dibaca petunjuk penggunaan dan tanggal

kadaluarsanya. Pemeriksaan dengan RDT tidak digunakan untuk

mengevaluasi pengobatan6,13.

Gambar 10. Prosedur Rapid Diagnostic Test Malaria15

II.6 Tatalaksana Malaria

1. Malaria Falsiparum dan Malaria Vivax

Pengobatan malaria falsiparum dan vivax saat ini menggunakan

ACT ditambah primakuin. Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama

dengan malaria vivaks, Primakuin untuk malaria falsiparum hanya

diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,25 mg/kgBB, dan untuk

malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB. Primakuin

tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan dan ibu hamil. Pengobatan

malaria falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di

bawah ini6:
21

Tabel 3. Pengobatan malaria falciparum menurut berat badan dengan


DHP dan primakuin6

Tabel 4. Pengobatan malaria Vivax menurut berat badan dengan DHP


dan primakuin6

Catatan5:

a. Sebaiknya dosis pemberian obat berdasarkan berat badan, apabila

penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat

dapat berdasarkan kelompok umur.

b. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel

pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat

badan.
22

c. Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan

ideal.

d. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil

2. Malaria vivax yang relaps

Pengobatan kasus malaria vivax relaps (kambuh) diberikan dengan

regimen ACT yang sama tapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5

mg/kgBB/hari6.

3. Pengobatan malaria ovale

Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP

ditambah dengan Primakuin selama 14 hari. Dosis pemberian obatnya

sama dengan untuk malaria vivax6.

4. Pengobatan malaria malariae

Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama

3 hari, dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak

diberikan primakuin6.

5. Pengobatan malaria campuran

Penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta

primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari6.

6. Pengobatan Malaria Pada Ibu Hamil

Prinsip pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan

pengobatan pada orang dewasa lainnya. Pada ibu hamil tidak diberikan

Primakuin6.
23

Tabel 5 Pengobatan malaria Vivax menurut berat badan


dengan DHP dan primakuin

Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut

kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh karena itu diberikan setelah

makan6.

II.6 Pemantauan Pengobatan

a. Rawat Jalan

Pada penderita rawat jalan evaluasi pengobatan dilakukan pada

hari ke 3, 7, 14, 21 dan 28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah

secara mikroskopis. Apabila terdapat perburukan gejala klinis selama

masa pengobatan dan evaluasi, penderita segera dianjurkan datang

kembali tanpa menunggu jadwal tersebut di atas5.

b. Rawat Inap

Rawat Inap Pada penderita rawat inap evaluasi pengobatan

dilakukan setiap hari dengan pemeriksaan klinis dan darah malaria hingga

klinis membaik dan hasil mikroskopis negatif. Evaluasi pengobatan

dilanjutkan pada hari ke 7, 14, 21 dan 28 dengan pemeriksaan klinis dan

sediaan darah secara mikroskopis5.

Bila setelah pengobatan malaria selesai dan pada pemantauan

pengobatan ditemukan adanya plasmodium bentuk aseksual dalam darah

Namun pasien tidak menunjukan perburukan klinis maka terapi dilanjutkan

dengan menggunakan regimen pengobatan lini ke-2 yang terdiri dari


24

kombinasi kina, primakuin, doksisiklin/tetrasiklin. Kina diberikan peroral 3

kali sehari 10 mg/kgBB/hari selama 7 hari, doksisklin diberikan 2 kali

sehari selama 7 hari dengan dosis usia >15 tahun 3-5 mg/kgBB/hari dan

usia 8-14 tahun 2,2 mg/kgBB/hari, tetrasiklin dosis empat kali sehari 4

mg/kgBB selama 7 hari, primakuin dosis 0,75 mg/kgBB dosis tunggal

untuk malaria falciparum dan 0,25 mg/kgBB selama 14 hari untuk malaria

vivaks11. Sedangkan bila gejala klinis pasien semakin memburuk maka

ditatalaksana sebagai malaria berat dan indikasi untuk di rujuk.

II.7 Pencegahan Malaria

Pencegahan malaria terdiri dari pencegahan primer, sekunder dan

tersier. Penuntasan kasus malaria di Indonesia perlu adanya Kerjasama

dari berbagai sektor masyarakat dan pemerintah. Beberapa upaya yang

dapat dilakukan diantaranya:

1. Pencegahan Primer, yaitu pencegahan yang dilakukan melalui

tindakan terhadap manusia. Yang meliputi16:

a. Edukasi merupakan faktor terpenting yang harus diberikan kepada

setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah

endemis malaria. Materi penting yang harus disampaikan adalah

cara penularan malaria, risiko penularan malaria, pengenalan

gejala dan tanda malaria, pengobatan malaria, dan upaya

menghilangkan tempat perindukan.

b. Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini melalui penyuluhan

kepada masyarakat tentang cara pencegahan malaria.


25

c. Proteksi pribadi untuk menghidari gigitan nyamuk dengan

menggunakan pakaian lengkap, tidur menggunakan kelambu,

memakai obat penolak nyamuk, menghindari kunjungan pada

daerah yang rawan penularan malaria.

d. Modifikasi perilaku dengan mengurangi aktivitas di luar rumah mulai

senja sampai subuh

e. Kemopropilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium Sp)

Kemopropilaksis merupakan upaya yang dilakukan untuk

mencegah risiko jatuh sakit jika telah didigit nyamuk yang terinfeksi

Plasmodium. Pencegahan infeksi malaria pada pendatang yang

berkunjung ke daerah endemis malaria dilakukan dengan

memberikan obat kemoprofilaksis yaitu doksisiklin dengan dosis

100mg/hari. Obat ini diberikan 1-2 hari sebelum bepergian, selama

berada di daerah tersebut sampai 4 minggu setelah kembali. Tidak

boleh diberikan pada ibu hamil dan anak dibawah umur 8 tahun

dan tidak boleh diberikan lebih dari 6 bulan6.

f. Tindakan terhadap vektor16

a) Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan

memusnahkan sarang vektor seperti mengeringkan genangan

air yang menjadi sarang nyamuk, mengurangi kontak nyamuk

dengan manusia misalnya memasang kasa atau kawat pada

ventilasi rumah,

b) Pengendalian secara biologis Cara ini dilakukan dengan

menggunakan makhluk hidup yang sifatnya parasitik tehadap


26

nyamuk, atau penggunaan hewan predator, keuntungan

menerapkan penngendalian biologis ini adalah terjadinya

penurunan populasi nyamuk tanpa timbulnya gangguan

keseimbanngan ekologi. Pengendalian secara biologi ini dapat

dilakukan dengan memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk,

melakukan radiasi terhadap nyamuk jantan agar steril sehingga

tidak mampu membuahi.

c) Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh

masyarakat yang memiliki ternak seperti kerbau, sapi, babi,

dengan menempatkan kandang di luar lumah, karena nyamuk

An. Aconitus menyukai darah ternak, dengan demikian akan

mengurangi risiko gigitan nyamuk bagi penghuni rumah.

d) Pengendalian secara kimia Pengendalian secara kimia

dilakukan dengan menggunakan insektisida, seperti anti

nyamuk bakar, semprot, repellent.

2. Pencegahan Sekunder.

Pencegahan sekunder dapat melalui diagnosis dini yang

dilakukan dengan anamnesa yang tepat untuk mengetahui gejala klinis

pada penderita, melakukan pemeriksaan fisik, laboratorium dan

pengobatan yang tepat dan adekuat16

3. Pencegahan tersier meliputi Penanganan lanjut akibat komplikasi

malaria dan rehabilitasi mental/psikologis16


27

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Malaria merupakan infeksi menular yang disebabkan oleh parasit

plasmodium yaitu plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium

ovale, dan plasmodium malariae. Parasit ini ditularkan ke manusia melalui

vektor nyamuk anopheles betina yang menggigit pada malam hari. Saat

ini Indonesia termasuk kedalam kategori negara endemis malaria. Gejala

malaria ditandai dengan munculnya trias malaria yaitu menggigil, demam

dan berkeringat dapat ditemukan anemia dan splenomegali. Diagnosis

malaria ditegakan berdasarkan anamnesis yang tajam, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang dengan menemukan parasit malaria dalam

darah tepi melalui teknik apusan darah tipis dan tebal serta tes diagnosis

cepat (rapid diagnoctic tets). Regimen pengobatan malaria yang tersedia

di Indonesia yaitu regimen dihidroartemisin + piperakuin (DHP) dan

primakuin dengan durasi pemberian tergantung dari jenis plasmodium

yang menginfeksi. Primakuin tidak diberikan pada wanita hamil yang

terinfeksi malaria. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menuntaskan

masalah malaria di Indonesia yaitu dengan membagikan kelambu anti

nyamuk di daerah dengan endemisitas malaria yang tinggi dan

mengharuskan untuk mengkonsumsi obat antimalaria profilaksis saat

akan bepergian kedaerah endemis malaria.


28

DAFTAR PUSTAKA

1. Sutarto and Cania, E. 2017. Faktor Lingkungan, Perilaku dan Penyakit

Malaria. Agromed Unila. 4(1): 271–278.

2. Roach, R. R. 2012. Malaria Tropical Pediatrics: A Public Health

Concern of International Proportions: Second Edition, 4(2):287–297.

3. World health organization. 2019. Malaria Fact sheets. WHO. Available

at https://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/malaria

4. Kementerian kesehatan Indonesia. 2021. Kasus Malaria di Indonesia

Menurun, NTT Jadi Provinsi Pertama di Kawasan Timur Berhasil

Eliminasi Malaria. Kemenkes RI. Available at

http://p2p.kemkes.go.id/kasus-malaria-di-indonesia-menurun-ntt-jadi-

provinsi-pertama-di-kawasan-timur-berhasil-eliminasi-malaria/

5. Kementrian Kesehatan RI. 2020. Profil Kesehatan Indonesia 2019.

Jakarta: Kemenkes RI

6. Kemetenterian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Buku Saku

Pelanatalaksanaan Kasus Malaria. Jurnal Ekologi Kesehatan. 13: 201-

209–209.

7. Lukman Hakim 2017. Malaria: Epidemiologi dan Diagnosis. Aspirator,

3(2): 107–116.

8. Bannister, L. H. and Sherman, I. W. 2009. Plasmodium. Encyclopedia

of Life Sciences, (December). doi:

10.1002/9780470015902.a0001970.pub2.
29

9. Sutanto, I., Suhariah Ismid, I., K. Sjarifuddin, P., dan Sungkar, S. 2013.

Parasitologi Kedokteran edisi keempat. Jakarta. Badan Penerbit FKUI

10. Okuneye, K., Eikenberry, S. E. and Gumel, A. B. 2019. Weather-driven

malaria transmission model with gonotrophic and sporogonic cycles’,

Journal of Biological Dynamics. Taylor & Francis, 13: 288–324. doi:

11. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu

penyakit dalam jilid III. VI. Jakarta: Interna Publishing. 2014:1132-53.

12. CDC. Malaria. USA: Center for Disease Control Prevention. 2020.

13. Kusuma, W. et al. 2014. Pemeriksaan Mikroskop Dan Tes Diagnostik

Cepat Dalam Menegakkan Diagnosis Malaria. e-Jurnal Medika

Udayana, 3(2): 170–186.

14. Microbe online. 2021. Thick and Thin Blood Smear for Malaria

Diagnosis. Available at https://microbeonline.com/microscopic-

diagnosis-of-malaria.

15. Gillet, P. et al. 2011. Malaria rapid diagnostic kits: Quality of packaging,

design and labelling of boxes and components and readability and

accuracy of information inserts. Malaria Journal. BioMed Central Ltd,

10(1): 39.

16. Purba, I. G. 2016.Promosi Kesehatan Pencegahan Penularan Penyakit

Malaria Pada Masyarakat Di Desa Ibul Besar I. Jurnal Pengabdian

Sriwijaya, 4(2): 320–330.


30

LAMPIRAN

Algoritme 1. Alur Penemuan Penderita Malaria


31

Algoritme 2. Alur Tatalaksana Penderita Malaria

Anda mungkin juga menyukai