Anda di halaman 1dari 23

Case Report Session

NON ST ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION

(NSTEMI)

Oleh :

Ariq Rifqi 2140312084


Hanifa Raissa 2140312062
M. Rafif Helery 2140311029
Rizki Anugrah 2140312038
Yasmin Nabila R 2140312029

Preseptor :

dr. Kino, Sp.JP(K)

BAGIAN ILMU KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Case Report Session
(CRS) yang berjudul Non ST Elevation Miocardial Infarction.

CRS ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di bagian
Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Kino, Sp.JP(K) selaku pembimbing
yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam pembuatan referat ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari


kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Padang, 7 November 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
DAFTAR TABEL ................................................................................................... 4
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... 5
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 6
1.1 Latar belakang ................................................................................................ 6
1.2 Batasan Masalah............................................................................................. 7
1.3 Tujuan penulisan ............................................................................................ 7
1.4 Metode penulisan ........................................................................................... 7
BAB 2 LAPORAN KASUS ................................................................................... 8
BAB 3 DISKUSI ................................................................................................... 12
BAB 4 KESIMPULAN ......................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 21

3
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 TIMI Risk Score untuk NSTEMI 16


Tabel 2.2 Mortalitas 30 hari berdasarkan Kelas Killip 17

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 EKG tanggal 2 November 2021 9


Gambar 2.2 Rontgen Thorax Tanggal 4 November 2021 9
Gambar 3.1 Algoritma Talalaksana Bradikardi ACLS3 13
Gambar 3.2 Algoritma evaluasi dan tatalaksana SKA (PERKI SKA 2018) 14
Gambar 3.3 Grace Score 18

5
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Menurut World Health Organization (WHO), Sindroma Koroner Akut


(SKA) merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia, pada tahun 2015
sebesar 7,4 juta dan diperkirakan akan mencapai 23,3 juta kematian pada tahun
2030. Di Amerika Serikat, usia rata-rata presentasi ACS adalah 68 tahun (kisaran
interkuartil 56 hingga 79), dan rasio pria-wanita sekitar 3:2. Beberapa pasien
memiliki riwayat stable angina, sedangkan pada yang lain, ACS adalah
presentasi awal dari coronary artery disease (CAD).1
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu penyebab utama
kematian dan kecacatan di seluruh dunia, Setiap tahun diperkirakan 785 ribu
orang Amerika Serikat mengalami infark miokard dan sekitar 470 ribu orang
akan mengalami kekambuhan berulang, setiap 25 detik diperkirakan terdapat 1
orang Amerika yang mati dikarenakan Infark Miokard. Di Indonesia menurut
Kemenkes (2013) prevalensi jantung koroner berdasarkan wawancara
terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5%, dan berdasarkan terdiagnosis
dokter atau gejala sebesar 1,5%.2
Angina pectoris tidak stabil berhubungan dengan hambatan aliran darah
yang menyebabkan kurangnya perfusi ke miokardium. Angina pectoris tidak
stabil dianggap sebagai ACS di mana ada iskemia miokard tanpa nekrosis
miokard yang terdeteksi (yaitu, biomarker jantung nekrosis miokard - seperti
isozim creatine kinase MB, troponin, mioglobin - tidak dilepaskan ke dalam
sirkulasi).3 Di Amerika Serikat, sindrom koroner akut menyumbang lebih dari
1,4 juta penerimaan rumah sakit per tahun. Di negara-negara industri, insiden
tahunan angina tidak stabil adalah sekitar enam dari 10.000 orang pada populasi
umum.
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika
terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di
dua sadapan yang bersebelahan. Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI
dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan
peningkatan marka jantung. Marka jantung yang lazim digunakan adalah

6
Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia marka jantung
terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi Infark Miokard Akut
Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial Infarction, NSTEMI).
Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat secara
bermakna.4
Strategi awal dalam penatalaksanaan pasien dengan NSTEMI dan UAP
adalah perawatan dalam Coronary Care Units, mengurangi iskemia yang sedang
terjadi beserta gejala yang dialami, serta mengawasi EKG, troponin dan/atau
CKMB.4

1.2 Batasan Masalah

Batasan penulisan ini membahas mengenai definisi, klasifikasi, diagnosis,


dan penatalaksanaan pasien dengan NSTEMI.

1.3 Tujuan penulisan

Tujuan penulisan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan


pemahaman mengenai diagnosis dan penatalaksanaan dari kasus NSTEMI.

1.4 Metode penulisan

Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang


merujuk dari berbagai literatur.

7
BAB 2
LAPORAN KASUS

Seorang pasien laki – laki berusia 67 tahun datang ke RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tanggal 2 November 2021 dengan keluhan lemas dan pusing sejak 6
jam sebelum masuk rumah sakit dan disertai keringat dingin. Nyeri dada muncul
sejak 2 hari ini dan memberat 6 jam sebelum masuk rumah sakit dan tidak
berkurang dengan istirahat atau pemberian ISDN. Pada 2 hari ini nyeri dirasakan
di bagian dada kiri, terasa seperti tertindih benda berat, tidak menjalar, dan
muncul setelah beraktifitas serta berkurang dengan istirahat dan minum ISDN.
Nyeri berlangsung selama lebih dari 20 menit, serta semakin lama semakin
memberat. Nyeri disertai keringat dingin. Nyeri disertai sesak, Dsypneu on Effort
tidak ada, Paroxymal Nocturnal Dyspneu tidak ada, Orthopneu dan kaki sembab
tidak ada. Tidak ada keluhan berdebar – debar, mual muntah dan pingsan.
Sebelumnya, 10 tahun yang lalu pasien mengalami nyeri dada yang timbul
mendadak saat sedang naik haji, saat nyeri dada tersebut timbul, pertolongan yang
diberikan oleh istrinya adalah dengan memposisikan pasien bersandar ke tembok
dan nyeri perlahan-lahan menghilang. Kemudian nyeri dada kembali timbul
beberapa bulan setelahnya karena banyak beraktifitas, oleh karena itu pasien di
rujuk ke RS Harapan kita untuk dilakukan Tindakan CABG. Setelah itu pasien
tidak ada merasakan nyeri sampai 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Faktor risiko penyakit kardiovaskuler yaitu pasien merokok sejak usia 14
tahun, saat ini pasien memiliki riwayat hipertensi, dan diabetes melitus tidak ada.
Riwayat penyakit sebelumnya, pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma dan
gastritis. Pada riwayat penyakit keluarga, pasien memiliki riwayat keluarga yang
meninggal akibat penyakit jantung yaitu ayah pasien. Riwayat penyakit keluarga
tidak ada yang mengalami hipertensi, DM, dislipidemia dan alergi.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran CMC, tekanan darah 120/78 mmHg, frekuensi nadi 46x/ menit,
frekuensi nafas 19x/ menit, suhu 36.5°C, tinggi badan 156 cm, berat badan 60 kg,
dengan IMT 24,6 m2 . Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, dan tekanan
vena jugularis didapatkan 5 + 0 cmH2O. Pada pemeriksaan jantung didapatkan

8
iktus kordis tidak terlihat, iktus kordis tidak teraba. Perkusi jantung didapatkan
batas jantung kanan pada linea sternalis dextra, batas atas RIC II, dan batas kiri 1
jari medial LMCS di RIC V. Pada auskultasi ditemukan S1 dan S2 reguler,
murmur (-), gallop (-). Pemeriksaan paru didapatkan inspeksi simetris kiri dan
kanan pada statis dan dinamis, palpasi didapatkan fremitus kiri dan kanan sama,
perkusi didapatkan sonor kiri dan kanan, dan auskultasi didapatkan suara napas
vesikuler, tidak ada rhonki (-)/(-) dan wheezing (-)/(-). Pada pemeriksaan
abdomen tidak distensi, hepar dan lien tidak teraba, perkusi timpani dan bising
usus normal. Ekstremitas hangat dan tidak terdapat edema pada tungkai.
Hasil pemeriksaan laboratorium saat di IGD didapatkan kadar Hemoglobin
10,5 gr/dL, leukosit 12.400/mm3, Hematokrit 30%, trombosit 222.000/mm3, Cr :
1,3 , Na/K/Cl : 127/4,1,96.
Gambaran EKG di IGD didapatkan sinus ritmis, regular, frekuensi 60x/
menit, axis LAD, gelombang P normal, PR interval 0.16 s, QRS duration 0.06 s,
Q patologis di V2 dan V3, ST elevasi V2 – V4, LVH (-), RVH (-).

Gambar 2.1 EKG tanggal 2 November 2021


Gambaran rontgen toraks di IGD, pasien atas nama Tn. Djafril Jamal, usia
67 tahun, di ambil di RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 2 November 2021,
didapatkan foto toraks sentris, asimetris, densitas cukup, inspirasi kurang, CTR
<50%, segmen aorta normal, segmen pulmonal normal, pinggang jantung normal,
dan apeks tertanam. Tidak terdapat infiltrate, kranialisasi dan pletora.

9
Gambar 2.2 Rontgen Thorax Tanggal 4 November 2021

TIMI Score :
Usia 67 tahun : 1
2 faktor risiko: Hipertensi, riwayat keluarga : 0
Angiogram koroner : 1
Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir : 0
Deviasi ST : 0
Peningkatan marka jantung : 1
Total skor : 5/7

GRACE Score:
Usia 67 tahun : 58
Denyut jantung 48x/menit : 0
TD sistol 120 : 34
Kreatinin 1,3 mg/dl : 10
Killip 1 : 0
Deviasi segmen ST : 0
Peningkatan marka jantung : 14
Henti jantung saat tiba di RS : 0
Grace Skor : 116

10
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, gambaran EKG, dan foto
rontgen, pasien didiagnosis dengan Junctional Rhythm ec ACS, NSTEMI TIMI
5/7 GS 116 dan ASHD Riwayat CABG (undoc) dan diagnose banding Junctional
Rhythm ec Degenerative. Pasien saat di IGD diberikan tatalaksana berupa IVFD
RL 500 cc/24jam, drip dopamine start 5mcg/kgBB/min dan rencana Pro TPM.
Pasien selanjutnya ditatalaksana dengan diberikan IVFD RL 500cc/24 jam,
candesartan 1x8 mg, atorvastatin 1x40mg, amplodipin 1x10mg, ISDN kapan
perlu, lovenox 2x0,6cc, aspilet 1x80mg, clopidogrel 1x75mg, ranitidine 2x50mg
IV, dan laxadin 1x10 cc.
Pada tanggal 2 November 2021 setelah pemberian atropine sulfat 6 ampul
di RS Ibnu Sina, tidak terdapat perbaikan maka pasien dirujuk ke RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Sampai di IGD pasien ditatalaksana dengan IVFD RL 500
cc/24jam, drip dopamine start 5mcg/kgBB/min dan Pro TPM. Dilakukan
pemasangan Temporary Pacemaker, setelah itu heart rate pasien kembali normal
yaitu 86x/menit dan pemberian dopamine dihentikan. Pasien selanjutnya
ditatalaksana dengan IVFD RL 500cc/24 jam, candesartan x8 mg, amplodipin
1x10mg, lovenox 2x0,6cc, aspilet 1x80 mg, clopidogrel 1x75 mg, ranitidin
2x50mg, laxadin 1x10cc dan ISDN kapan perlu. Pada hari berikutnya keluhan
nyeri dada pasien telah berkurang, sesak napas tidak ada, berdebar tidak ada, dan
pusing tidak ada. Pasien JR on TPM dengan irama kembali sinus rhythm, maka
rencana dilakukan TPM standby off. Pada hari selanjutnya pasien on TPM
Standby off, pasien merasakan nyeri dada kembali, lalu pasien diberikan nitrokaf
2x2,5mg. Pada hari berikutnya, pasien sudah tidak mengeluhkan nyeri dada dan
sesak napas. Irama jantung pasien sinus rhythm dan direncanakan AFF TPM.

11
BAB 3
DISKUSI

Seorang pasien laki-laki usia 67 tahun datang ke RSUP M. Djamil Padang


pada tanggal 2 November 2021 dengan keluhan utama lemas dan pusing 6 jam
sebelum masuk rumah sakit. Selain itu pasien juga mengeluhkan sesak napas
terutama saat beraktifitas. Keluhan orthopnea dan paroxysmal nocturnal dispnea
disangkal oleh pasien. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada yang dirasakan 2
hari sebelumnya. Nyeri dada tidak menjalar, dirasakan selama >20 menit,
muncul setelah beraktifitas serta berkurang dengan istirahat dan minum ISDN.
Kemudian nyeri dada memberat 6 jam sebelum masuk rumah sakit dan tidak
berkurang dengan istirahatan atau pemberian ISDN.

Beberapa penyakit yang perlu dicurigai dari keluhan lemas dan sesak napas
diantaranya adalah anemia, gagal jantung, gangguan irama jantung, dan PPOK.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan denyut nadi pasien 46x/menit yang
menunjukkan telah terjadi bradikardi pada pasien. Manifestasi klinis bradikardia
dapat bervariasi secara luas dari gejala berbahaya hingga episode pingsan.
Bradikardia dapat secara luas diklasifikasikan menjadi 2 kategori umum:
Disfungsi nodus sinus (SND) dan blok atrioventrikular. Terlepas dari apakah
bradikardia disebabkan oleh SND atau blok atrioventrikular, istilah bradikardia
simtomatis dapat digunakan pada pasien dengan manifestasi klinis sinkop atau
prasinkop, pusing, gejala gagal jantung, atau keadaan kebingungan akibat
hipoperfusi serebral yang disebabkan oleh lambatnya denyut jantung.5

Pada pasien dengan bradikaria, pemeriksaan EKG 12 sadapan


direkomendasikan untuk mendokumentasikan ritme, kecepatan, dan konduksi,
dan untuk screening penyakit jantung struktural atau penyakit sistemik. Pada
pasien ini ditemukan gambaran EKG berupa bradikardia dengan irama junctional
yang menunjukkan telah terjadi disfungsi nodus sinus pada pasien ini. Adapun
tatalaksana awal pada bradikardia adalah dengan pemberian atropine. Pada
pasien ini telah diberikan atropin sulfat 6 ampul injeksi di IGD RS Ibnu Sina
namun tidak membaik maka pasien dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang.

12
Saat di IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang, pasien diberikan drip dopamine start
5mcg/kgBB/min dan Pro Temporary Pacemaker.6

Gambar 3.1 Algoritma Talalaksana Bradikardi ACLS


Sumber: Algoritma Bradikardi ACLS6

Ada beberapa etiologi yang dapat dicurigai sebagai penyebab disfungsi


nodus sinus diantaranya adalah infark miokard, penggunaan obat-obatan,
degenerative, abnormalitas elektrolit, infeksi, dll.5 Pada pasien ini, terdapat
keluhan nyeri dada sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada dapat

13
disebabkan oleh kardiak dan non kardiak. Keluhan pasien dengan iskemia
miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal
(angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah
retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area intermiten (beberapa
menit) atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan
penyerta seperti diaphoresis (keringat dingin), mual/muntah, nyeri abdominal,
sesak napas, dan sinkop.7

Pasien di diagnosis banding dengan Junctional Rhythm ec Degenerative.


Irama junctional adalah irama jantung abnormal yang berasal dari nodus AV
atau Bundle His. Ketika aktivitas listrik pada SA node terhambat atau kurang
otomatisasi dari AV node/Bundle His, irama junctional akan terbentuk. Beberapa
keadaan dan obat-obatan dapat menyebabkan kerusakan pada SA node dan
menyebabkan AV node atau Bundle His mengambil alih fungsi otomatisasi dari
SA node.8 Seiring dengan penuaan kontrol intrinsik dan ekstrinsik jantung akan
menurun. Penuaan berkaitan dengan pergantian sel pacemaker pada sinoatrial
nodus dan serat konduksi ke atrioventricular nodus dengan matriks ekstraseluler
yang terdiri dari kolagen dan serat elastin. Selain itu dapat terjadi penurunan
fungsi atau gangguan reseptor simpatis dan parasimpatis yang berfungsi pada
fungsi otomatisasi.9

Pasien merasakan nyeri dada tidak menjalar selama >20 menit yang tiba-tiba
muncul setelah beraktivitas dan berkurang dengan istirahat dan minum ISDN.
Maka dapat disimpulkan nyeri dada yang dirasakan oleh pasien ini mengarahkan
kepada kecenderungan angina akibat infark miokard.

14
Gambar 3.2 Algoritma evaluasi dan tatalaksana SKA
Sumber: Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut PERKI 20187

Saat pasien masuk IGD pada Selasa malam dilakukan EKG 12 sadapan dan
didapatkan hasil EKG dengan gelombang P dan PR interval tidak dapat dinilai.
Didapatkan irama bradikardi menandakan bahwa pasien memiliki irama
junctional rhythm. Kemudian hasil interpretasi EKG pada kompleks QRS
sebesar 0,06s. Berdasarkan hasil EKG 12 sadapan pasien, tidak didapatkan ST
Segmen elevasi.

Pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan untuk SKA adalah biomarka


jantung, tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes
fungsi ginjal, dan panel lipid.10 Pada pasien, hasil pemeriksaan laboratorium saat
di IGD didapatkan kadar hemoglobin 10,5 gr/dL, leukosit 12.400/mm3,
hematokrit 30%, trombosit 222.000/mm3, GDS 88 mg/dl, Ur/Cr/: 30/1,3 mg/dL,
Na/K/Ca/Cl: 127/4,1/8,6/96, troponin-I 479 ng/L, HbSAg non reaktif.

15
Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium: anemia, leukositosis, natrium
dan klorida menurun, troponin I meningkat. Troponin merupakan pilihan
biomarker karena sensitif dan spesifik terhadap kerusakan otot jantung.
Pemeriksaan troponin jantung merupakan marker yang dipilih untuk
mendiagnosis infark miokard akut dan digunakan sebagai alat diagnostik utama
pada pasien dengan nyeri dada. Troponin I sangat spesifik terhadap jaringan
miokard, tidak terdeteksi dalam darah orang sehat dan menunjukkan peningkatan
pada pasien SKA, muncul dalam 4-6 jam, dan hilang 2-3 minggu. Troponin-C
dan troponin-T kurang spesifik, karena struktur troponin-C pada otot jantung
mirip dengan otot skeletal, sedangkan gen untuk Troponin-T juga ditemukan
pada otot skeletal selama pertumbuhan janin. Troponin-I merupakan baku emas
untuk mendeteksi nekrosis miokard.10

Pada pasien SKA juga dilakukan penghitungan risiko kematian 30 hari


dengan TIMI score dan Grace Score. TIMI score adalah sistem prognostik yang
menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada
pasien NSTEMI.7

Tabel 3.1. TIMI Risk Score untuk NSTEMI


Sumber: Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut PERKI 20187

Faktor Risiko (Bobot) Skor

Usia >65 tahun 1

Lebih dari 3 faktor risiko 0

Angiogram coroner sebelumnya menunjukkan


1
stenosis >50%

Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir 1

Setidaknya 2 episode nyeri saat istirahat dalam


1
24 jam terakhir

Deviasi ST >1mm saat tiba 0

Peningkatan biokimia jantung (CK, troponin) 1

Skor risiko = total poin 5

16
Prediksi resiko kejadian kedua berdasarkanTIMI score:

0-2: rendah (<8,3%)

3-4: menengah (<19,9%)

5-7: tinggi (≤41%)

Gambar 3.3 Grace Score


Sumber: European Society of Cardiology 202028

17
Grace Score dari pasien ini adalah 116:

• Usia 67 tahun (58)

• Denyut jantung 44 kali/ menit (0)

• TD sistol 119 (34)

• Kreatinin 1,3 mg/dl (10)

• Killip 1 (0)

• Deviasi segmen ST (0)

• Peningkatan marka jantung troponin I; 479 ng/L (14)

• Tidak henti jantung saat tiba di RS (0)

Skor GRACE yang didapatkan dari pasien adalah 116, dengan


interpretasinya kemungkinan mortalitas saat di rumah sakit sebesar 1,4%.

Berdasarkan anamesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,


pemeriksaan EKG, pasien didiagnosis dengan Junctional Rhythm et causa
NSTEMI TIMI Score 5/7 Grace Score 116 dan ASHD Riwayat CABG (2011)
undoc. Adanya irama junctional pada pasien ini diduga disebabkan oleh infark
miokard yang terjadi pada pasien. Nodus sinus diperfusi oleh arteri nodus
sinoatrial, yang menerima darah dari arteri koroner kanan sebesar 60% dan arteri
sirkumfleks kiri sebesar 40%. Penyempitan arteri ini dapat menyebabkan
gangguan fungsi nodus sinus yang menyebabkan disfungsi nodus sinus yang
berpotensi reversible.11

Pasien selanjutnya ditatalaksana dengan diberikan IVFD RL 500cc/24 jam,


candesartan 1x8 mg, atorvastatin 1x40mg, amplodipin 1x10mg, ISDN kapan
perlu, lovenox 2x0,6cc, aspilet 1x80mg, clopidogrel 1x75mg, ranitidine 2x50mg
IV, dan laxadin 1x10 cc.

Tujuan diberikan dual anti platelet untuk mencegah pembentukan thrombus.


Aspirin diberikan untuk menghambat produksi tromboksan A2 serta clopidogrel

18
menghambat reseptor P2Y12 pada ADP sehingga ADP tidak dapat berikatan
pada reseptor tersebut. Hal ini akan membuat agregasi platelet terganggu.29

Untuk memprotektif mukosa lambung akibat produksi tromboksan A2


dihambat, diberikan ranitidin 2x50 mg iv.29 Pasien diberikan atorvastatin 1x40
mg sebagai penurun kadar LDL darah tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL
dan tanpa mempertimbangkan modifikasi diet, statin harus diberikan kepada
semua pasien dengan infark miokard. Selain itu, pasien juga diberikan laxadin
1x10cc sebagai anti konstipasi. Pemberian laxadin tersebut untuk mencegah
peningkatan tekanan rongga dada akibat mengedan yang dapat menyebabkan
sistem saraf merespon dengan meningkatkan tekanan darah dan denyut nadi.7

19
BAB 4
KESIMPULAN

Pasien laki-laki 67 tahun datang dengan dengan keluhan utama lemas dan
pusing 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri berlangsung selama lebih dari 20
menit, serta semakin lama semakin memberat. Selain itu pasien juga mengeluhkan
sesak napas terutama saat beraktifitas. Keluhan orthopnea dan paroxysmal
nocturnal dispnea disangkal oleh pasien. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada
yang dirasakan 2 hari sebelum masuk rumah sakit, dan memberat 6 jam sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri dada tidak menjalar selama >20 menit, muncul setelah
beraktifitas dan berkurang dengan istirahat dan minum ISDN. Beberapa penyakit
yang perlu dicurigai dari keluhan lemas dan sesak napas diantaranya adalah
anemia, gagal jantung, gangguan irama jantung, dan PPOK

Pada pemeriksaan fisik ditemukan denyut nadi pasien 46x/menit yang


menunjukkan telah terjadi bradikardi. Pada pasien ini ditemukan gambaran EKG
berupa bradikardia dengan irama junctional yang menunjukkan telah terjadi
disfungsi nodus sinus pada pasien ini
Pasien di berikan terapi di IGD dengan cairan intravena RL 500 cc/24 jam
dan diberikan dual anti platelet, aspirin 1x80mg dan clopidogrel 1x75mg. Untuk
memprotektif mukosa lambung akibat produksi tromboksan A2 dihambat, diberikan
lansoprazole 1x30 mg iv. Diberikan atorvastatin 1x40 mg sebagai penurunan kadar
LDL darah, lasix 1x16mg untuk laksatif, bisoprolol 1x2,5mg untuk mengontrol
tekanan darah, dan ISDN 5 mg SL untuk meredakan nyeri dada. Selanjutnya pasien
diberikan tatalaksana berupa diberikan atropin sulfat 6 ampul injeksi namun tidak
memperbaiki gejala sehingga pada pasien dilakukan pemasangan transcutaneus
pacing.

20
DAFTAR PUSTAKA
1. Anbe DT, Amstrong PW, Bates ER, green LA, hand M, Hochman JS et al.
2004. AHA/ACC Guideline for the Management of Patients With ST-Elevation
Acute Coronary Syndromes A Report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines.
The American Heart Association, Inc., and The American College of
Cardiology Foundation

2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Kesehatan Jantung.


Buletin jendela data dan informasi kesehatan. Jakarta : Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.

3. Antman EM, Braunwald E. ST-segment Elevation Myocardial Infarction.


Dalam(Loscalzo J ed) Harrison’s cardiovascular medicine. New York:
McGraw-Hill Medical. 2010.
4. Kumar A, Cannon CP.Acute coronary syndromes: diagnosis and management,
part 1. A Peer-Reviewed Medical Journal.2009; 84(10), 917-938.
5. Kusumoto FM, Schoenfeld MH, Barrett C, Edgerton JR, Ellenbogen KA, Gold
MR, et al. 2018 ACC/AHA/HRS Guideline on the Evaluation and Management
of Patients With Bradycardia and Cardiac Conduction Delay: Executive
Summary: A Report of the American College of Cardiology/American Heart
Association Task Force on Clinical Practice Guidelines, and the Heart Rhythm
Society. J Am Coll Cardiol. 2019 Aug 20;74(7):932-987.
6. ACLS Bradycardia Algorithm [Internet]. [cited 2021 Nov 8]. Available from:
https://www.acls.net/acls-bradycardia-algorithm

7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (2018). Pedoman


Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Tim Penyusun; 2018.
8. Semelka M, Gera J, Usman S. Sick sinus syndrome: a review. Am Fam
Physician. 2013 May 15;87(10):691-6. PMID: 23939447.
9. Mirza M, Strunets A, Shen WK, Jahangir A. Mechanisms of arrhythmias and
conduction disorders in older adults. Clin Geriatr Med. 2012 Nov;28(4):555-73.
doi: 10.1016/j.cger.2012.08.005. PMID: 23101571; PMCID: PMC3610528.

21
10. Alwi I. Infarkmiokardakutdenganelevasist. Dalam (Sudoyo AW, Setyohadi B,
Alwi I, SimadibrataM, Setiadi S ed) Buku ajarilmupenyakitdalam. Ed 6.
Jakarta: Interna Publishing.2014,1741-56.
11. Jabbour F, Kanmanthareddy A. Sinus Node Dysfunction. [Updated 2021 Jul
10]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544253/
12. O’Gara PT, et al,Guideline for the management of st-elevation myocardial
infarction. Journal of the American Collage of Cardiology.2013; 62(4): e78-
140.
13. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi Ketiga. 2015.
14. Alwi I. Infark miokard akut dengan ST elevasi. Penyakit Jantung Koroner
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. InternaPublishing : Jakarta.2014.
1457-74.
15. Kumar A, Cannon CP. Acute coronary syndromes: diagnosis and management.
Mayo Clin Proc. 2009;84(10).917-38
16. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia Pedoman Tatalaksana
Sindrom Koroner Akut. Centra Communication. 2015
17. McGlynn TJ, Burnside JW. Diagnosis Fisik (physical diagnosis) ed.17.
Penerjemah Lukmanto H. Jakarta. ECG. 2007
18. Rhee JW, Sabatine MS, Lilly LS. Chapter 7: Acute Coronary Syndrome.
Pathophysiology of heart disease : a collaborative project of medical students
and faculty / editor Leonard S. Lilly.—5th ed.Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelpia. 2011
19. Pacheco HG, Mendoza AA, Sangabriel AA, Herrera UJ, Damas F, Lidt GE,
Manzur FA, Sánchez CM. The TIMI risk score for STEMI predicts in-
hospitalmortality andadverse events in patients without cardiogenic shock
undergoingprimary angioplasty. Mexico. Arch Cardiol Mex 2012;82(1):7
20. Morrow DA, Antman EM, Charlesworth A, Cairns R, Murphy SA, de Lemos
JA, Giugliano RP, McCabeCH, Braunwald E. TIMI risk score for ST-elevation
myocardial infarction: A convenient, bedside, clinical score for risk assessment
at presentation: An intravenous nPA for treatment of infracting myocardium
early II trial substudy. Circulation. 2000 Oct 24; 102(17):2031-7

22
21. Dharma S. Cara mudah membaca EKG. EGC.Jakarta; 2016.
22. Fortin, F (2021). Left ventricular enlargement.
https://radiopaedia.org/users/ffortin?lang=us. Diakses 24 Juli 2021
23. Dasgupta, A., & Wahed, A. (2014). Cardiac Markers. Clinical Chemistry,
Immunology and Laboratory Quality Control, 127–144.
24. Aragam KG, Tamhane UU, Kline-Rogers E, Li J, Fox KA, Goodman SG, Eagle
KA, Gurm HS. Does simplicity compromise accuracy in ACS risk prediction?
A retrospective analysis of the TIMI and GRACE risk scores. PLoS One. 2009
Nov 23;4(11):e7947.
25. Morrow DA, Antman EM, Charlesworth A, Cairns R, Murphy SA, de Lemos
JA, Giugliano RP, McCabe CH, Braunwald E. TIMI risk score for ST-elevation
myocardial infarction: A convenient, bedside, clinical score for risk assessment
at presentation: An intravenous nPA for treatment of infarcting myocardium
early II trial substudy. Circulation. 2000 Oct 24;102(17):2031-7.
26. Braunwald E. Application of current guidelines to the management of unstable
angina and non-ST-elevation myocardial infarction. Circulation. 2003 Oct
21;108):III28-37.
27. Al-Daydamony MM, Farag EM. CRUSADE bleeding score as a predictor of
bleeding events in patients with acute coronary syndrome in Zagazig University
Hospital. Indian Heart J. 2016 Sep-Oct;68(5):632-638.
28. Collet JP, Thiele H, Barbato E, et al. 2020 ESC Guidelines for the management
of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-
segment elevation. Eur Heart J. 2021;42:1289–367.
29. Polgár J, Eichler P, Greinacher A, Clemetson KJ. Adenosine diphosphate
(ADP) and ADP receptor play a major role in platelet activation/aggregation
induced by sera from heparin-induced thrombocytopenia patients. Blood. 1998
Jan 15;91(2):549-54.

23

Anda mungkin juga menyukai