Disusun Oleh:
dr. Dzil.Fikri, M.Biomed
Pembimbing:
dr. Bevi Dewi Citra, Sp.PD
Pendamping:
dr. Azharul Yusri, Sp.OG
Diajukan oleh:
Disahkan Oleh :
Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan
berkah dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
yang berjudul NSTEMI. Shalawat berangkaikan salam kepada Rasulullah
Muhammad SAW yang telah membawa perubahan besar dalam kehidupan
manusia.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat yang harus diselesaikan
dalam Program Internsip Dokter Indonesia di Rumah Sakit Umum Daerah Kab.
Kepulauan Meranti. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada dr.Bevi Dewi Citra, Sp.PD yang telah membimbing serta berbagai pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian presentasi kasus ini.
Begitu pula dalam penulisan ini masih terdapat kekeliruan baik dalam
referensi maupun dalam metodologi penulisan, Untuk itu penulis menerima kritik
dan saran demi perbaikan penelitian ini. Harapan kedepannya laporan kasus ini
dapat memberikan manfaat dalam menambah ilmu pengetahuan.
Penulis
ii
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................2
2.1 Definisi......................................................................................................2
2.2 Epidemiologi.............................................................................................2
2.4 Patofisiologi...............................................................................................3
2.6 Tatalaksana..............................................................................................10
2.7 Komplikasi..............................................................................................13
BAB III..................................................................................................................14
ILUSTRASI KASUS............................................................................................14
3.4 Resume....................................................................................................20
3.5 Diagnosis.................................................................................................20
3.6 Penatalaksanaan.......................................................................................20
BAB IV..................................................................................................................29
iv
PEMBAHASAN...................................................................................................29
KESIMPULAN.....................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................32
v
BAB I
PENDAHULUAN
SKA terdiri dari infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI), infark
miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI), dan angina pektoris tidak stabil
(UAP).2
SKA merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama karena
menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi. 2
SKA masih menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Penyakit
kardiovaskular menyebabkan 17,7 juta kematian atau sekitar 31% dari seluruh
penyebab kematian di dunia dengan 7,4 juta diantaranya diakibatkan oleh
penyakit jantung koroner (PJK). Pada tahun 2020, diperkirakan di seluruh dunia,
PJK menjadi penyebab kematian tersering yaitu sebesar 36%, angka ini dua kali
lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker.3
Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) yang merupakan
bagian dari SKA dapat diketahui dengan adanya keluhan angina tipikal yang
mirip angina pektoris tidak stabil (UAP), biasanya disertai dengan perubahan
spesifik pada EKG dengan peningkatan marka jantung (Troponin I/T). Penegakan
diagnosis yang tepat dan cepat menjadi kunci keberhasilan dalam
penatalaksanaannya untuk mencegah kematian dan meminimalkan keluhan serta
membatasi perluasan kerusakan miokard.2
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infark miokard adalah nekrosis dari otot jantung sebagai akibat dari iskemia
yang lama.3 Infark miokard tanpa elevasi segmen ST ataupun non ST-Elevation
miocardial infarction (NSTEMI), diketahui dengan adanya keluhan angina tipikal
yang mirip dengan angina pektoris tidak stabil atau unstable angina pectoris
(UAP), biasanya disertai dengan perubahan yang spesifik pada pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG) dengan peningkatan marka jantung (Troponin I/T).
Diagnosis NSTEMI ditegakkan apabila terjadi peningkatan marka jantung, bila
tidak terjadi peningkatan marka jantung maka mengarah ke diagnosis UAP.2
2.2 Epidemiologi
Data dari World Health Oganization (WHO) tahun 2016 menunjukkan 17,9
juta orang di dunia meninggal akibat peyakit kardiovaskular atau 31% dari
kematian di seluruh dunia. Di negara berkembang, lebih dari 75% kematian akibat
penyakit kardiovaskular terjadi pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah
sampai sedang. Adapun berdasarkan jenis kelamin, kelompok wanita pada usia
45-54 tahun, prevalensinya 0,1%-1% dan pada usia 65-74 tahun dengan
prevalensi 10-15%. Sedangkan pada kelompok laki-laki, pada usia 45-54 tahun
prevalesinya 2%-5% dan pada usia 65-74 tahun dengan prevalensi 10%-20%.4
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan
prevalensi tertinggi untuk penyakit kardiovaskular di Indonesia adalah PJK, yakni
sebesar 1,5% dengan peringkat prevalensi tertinggi ialah Kalimantan Utara
(2,2%), DI Yogyakarta (2%), dan Gorontalo (2%). Berdasarkan sisi pekerjaan,
penderita PJK tertinggi ialah aparatur pemerintahan, yaitu
PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD dengan prevalensi 2,7%. Sedangkan menurut
tempat tinggal, penduduk perkotaan lebih banyak menderita PJK dibanding
pedesaan dengan prevalensi 1,6%;1,3%.5
2
2.3 Etiologi dan faktor risiko
Penyebab utama dari SKA adalah aterosklerosis. 90% kasus infark miokard
disebabkan akibat thrombus akut yang menyumbat arteri koroner sehingga
mengakibatkan ruptur plak dan erosi yang diperkirakan menjadi pemicu utama
terjadinya trombosis koroner. Terjadinya arterosklerosis dipengaruhi oleh faktor-
faktor risiko yang berbeda-beda pada setiap individu. Faktor risiko terjadinya
aterosklerosis terdiri dari faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor
risiko yang dapat dimodifikasi.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain adalah usia, jenis
kelamin dan riwayat keluarga yang mengalami penyakit jantung koroner pada usia
muda (<55 tahun untuk pria dan < 65 tahun untuk wanita). Sedangkan faktor
risiko terjadinya aterosklerosis yang dapat dimodifikasi adalah pola diet, kadar
serum lipid, kebiasaan merokok, hipertensi, dislipidemia, obesitas, sindroma
metabolik, diabetes mellitus, aktifitas fisik yang kurang, dan stres psikologis.2,6
2.4 Patofisiologi1,2,7-9
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrous yang menutupi plak tersebut.
Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus
ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun
parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih
distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi
sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner.Berkurangnya aliran darah
koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti
selama kurang lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis
(infark miokard).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Sumbatan subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard).
3
Selain nekrosis, iskemia juga menyebabkan terjadinya gangguan kontraktilitas
miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang),
serta disritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi
ventrikel). Pada sebagian pasien, SKA terjadi karena sumbatan dinamis akibat
spasme lokal arteria koronaria epikardial (angina prinzmetal).Penyempitan arteri
koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan progresi
pembentukan plak atau restenosis setelah intervensi koroner perkutan (IKP).
Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis dapat menjadi
pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. STEMI
terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Menurut
American Heart Association (AHA) patogenesis angina pektoris tak stabil
maupun NSTEMI disebabkan karena adanya trombosis dan agregasi trombosit,
ruptur plak, vasospasme, dan erosi pada plak tanpa ruptur.
4
dasar terjadinya aterosklerosis. Disfungsi endotelium menyebabkan endotel tidak
lagi memiliki barier yang dapat menghambat masuknya lipoprotein ke dalam
pembuluh darah arteri. Peningkatan permeabilitas dari endotel membuat LDL
masuk ke tunika intima, selanjutnya LDL akan terakomodasi di ruang subendotel
dengan berikatan dengan matriks ekstraseluler yaitu proteoglikan. LDL tersebut
akan dioksidasi oleh ROS (Reactive Oxygen Species) dan pro enzym yang
dihasilkan oleh makrofag dan sel otot pembuluh darah sehinggamenjadi mLDL
(modified LDL). mLDL ini akan merangsang rekrutmen dari leukosit ke ruang sub
intima (terutama monosit dan limfosit T) melalui 2 cara yaitu (1) ekspresi LAM
(leukocyte adhesion molecule) pada pada permukaan endotel non adhesi, (2)
signal kemoatraktan [MCP 1, IL 8, interferon inducible protein – 10).
Masuknya monosit ke dalam ruang sub intima, monosit berdiferensiasi
menjadi makrofag dan memakan mLDL melalui reseptor scavenger (pada
makrofag) dan membentuk sel busa (foam cell). Sel busa menghasilkan beberapa
faktor yang dapat merekrut sel otot. Sebagai contoh sel busa menghasilkan
platelet derived growthfactor (PDGF) yang menyebabkan terjadinya migrasi sel
otot dari internal elasticlamina ke ruang sub intima, tempat dimana sel otot
bereplikasi. Sel busa juga melepaskan sitokin dan faktor pertumbuhan seperti
TNF α, IL-1, Fibroblast growthfactor, dan TGF β yang akan menstimulasi sel otot
berproliferasi dan menghasilkanprotein matriks ekstraseluler (kolagen dan elastin)
dan lebih lanjut mencetuskan pelepasan sitokin yang mendorong dan
mempertahankan inflamasi pada lesi. Adanya sel otot yang menghasilkan kolagen
akan membentuk fibrous cap. Pembentukan fibrous cap dan deposisi matriks
ekstraseluler ini sebenarnya merupakan prosessintesis dan degradasi yang saling
bergantian yaitu dimana (1) sintesis yaitu sel otot merangsang kolagen melalui
TGF β dan PDGF, dan (2) degradasi yaitu T-lymphocyte derived cytokine IFN – γ
menghambat sintesis kolagen dan lebih lanjut sitokin akan merangsang sel busa
untuk menghasilkan MMP (matrix metalloproteinase) yang akan melemahkan
fibrous cap sehingga mudah ruptur. Proses sintesis dan degrasi ini terus berlanjut
tanpa menyebabkan gejala. Kematian dari sel otot dan sel busa baik karena
stimulasi inflamasi yang berlebihan maupun karena apoptosis menyebabkan
lemak dan debris seluler membentuk lipid core. Ukuran dari lipid core memiliki
5
peranan biomekanikal untuk stabilnya plak. Selain itu deposisi dan distribusi
fibrous cap merupakan hal yang penting dalam intergritas plak, jika fibrous cap
tebal maka plak tersebut akan jarang ruptur yang sering kita sebut plak stabil,
tetapi apabila fibrous cap tipis akan cenderung menyebabkan ruptur dari plak.7
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi, dan agregasi platelet dan
menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Setelah berhubungan dengan darah,
faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi
enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin. Sebagai reaksi
terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi pletelet dan pletelet melepaskan
isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan
pembentukan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam
perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai
trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil. Terjadinya vasokonstriksi juga
mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi
endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam
perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang
terlokalisir dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme seringkali
terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan
trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan
elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya
menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.
6
2.5 Diagnosis klinis2,10
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik biasanya dilakukan untuk mengidentifikasi faktor
pencetus, komplikasi, penyakit penyerta maupun diganosisi banding. Tidak ada
pemeriksaan fisik yag khas pada pasien angina. Regurgitasi katup mitral, suara
jantung tambahan dan rongki biasanya diperiksa untuk mengidentifikasi
komplikasi.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG 12 sadapan dilakukan pada semua pasien
dengan keluhan nyeri dada atau mengarah pada iskemia. Perekaman EKG
harus dilakukan dalam 10 menit sejak pasien datang ke ruang gawat
7
darurat. Pemeriksaan EKG dapat diulang setiap keluhan angina timbul kembali.
Sadapan V3R dan V4R, serta sadapan V7-V9 direkam pada semua pasien dengan
perubahan EKG yang mengarah pada iskemia dinding inferior.2
Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada
sadapan yang berdekatan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis
STEMI untuk pria dan perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV.
Jika pemeriksaan EKG awal menunjukkan kelainan non-diagnostik, sementara
angina masih berlangsung, pemeriksaan diulang 10 – 20 menit kemudian dan
sebaiknya merekam sadapan V7-V9. Pada keadaan di mana EKG ulang tetap
menunjukkan kelainan yang non-diagnostik dan marka jantung negatif sementara
keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam
untuk dilakukan EKG ulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.
EKG yang mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP anatara lain:
- Depresi segmen ST dan/atau inverse gelombang T; dapat disertai dengan
elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit).
- Gelombang Q yang menetap.
- Normal.
Perubahan EKG pada UAP bersifat sementara dan masing-masing dapat
terjadi sendiri-sendiri ataupun bersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat
serangan angia dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhan angina
hilang dalam waktu 24 jam.
V1–V4 Anterior
V7–V9 Posterior
8
2). Uji latih
Tujuan dari stress test adalah menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung
atau tidak dan menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada
pembuluh darah utama akan member hasil positif kuat. Pada pasien yang telah
stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan tanda risiko tinggi perlu
pemeriksaan exercisa test dengan alat treadmill. Bila hasilnya negatif, maka
prognosis baik. Sedangkan bila hasilnya positif disertai dengan depresi segmen
ST yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner,
untuk menilai keadaan pembuluh koronernya apakah perlu dilakukan tindakan
revaskularisasi karena risiko terjadinya komplikasi.
3). Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis
NSTEMI/UAP secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal
ventrikel kiri, adanya insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding
regional jantung, menandakan prognosis kurang baik.
4) Foto toraks
Biasanya normal pada pasien dengan angina. Pembesaran jantung dapat
menandakan adanya disfungsi pada organ jantung sebelumnya.
5) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan biomarka jantung meliputi troponin I atau I dan pemeriksaan
kreatinin kinase-MB (CK-MB). CK-MB meningkat setelah 4–6 jam, mencapai
puncak dalam 12 jam dan menetap sampai 2 hari. Kadar CK-MB dapat meningkat
pada orang dengan kerusakan otot skeletal sehingga spesifisitas rendah, waktu
paruh singkat (48 jam), lebih dipilih untuk diagnostik infark berulang.
Terdapat dua jenis enzim troponin yaitu cardiac-spesific troponin
T (cTn T) dan cardiac-spesific troponin I (cTn I) atau disebut dengan Troponin
9
I/T. Kadar Troponin I/T mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi
dibandingkan CK-MB. Kadar troponin I/T meningkat setelah 3–4 jam setelah
awitan infark, kadar troponin I mencapai puncak dalam 24 jam, dapat dideteksi 5-
10 hari dan kadar troponin T mencapai puncak dalam12–48 jam, dan dapat
dideteksi 5-10 hari.
2.6 Tatalaksana2
10
1) Fase akut di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Non-farmakoterapi :
- Tirah baring
- Oksigen 2–4 liter/menit
Farmakoterapi :
- Aspilet 160 mg kunyah
- Clopidogrel 300 mg atau Ticagrelor 180 mg
- Nitrat sublingual 5 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai 3 kali
pemberian, jika masih ada keluhan dapat dilajutkan dengan nitrat intravena
- Morfin 1–4 mg intravena jika masih nyeri dada persisten
Monitoring
- Monitoring klinis
- Stratifikasi risiko di IGD untuk menentukan strategi invasif
a. Pasien resiko sangat tinggi sebaiknya dikerjakan tindakan invasif segera
berupa revaskularisasi (PCI) dalam waktu <2 jam dengan
mempertimbangkan ketersediaan tenaga dan fasilitas cathlab. Kriteria
resiko sangat tinggi bila terdapat salah satu kriteria berikut :
- Hemodinamik tidak stabil atau syok kardiogenik
- Angina berulang
- Aritmia malignan (VT,VF,TAVB)
- Gagal jantung akut
b. Pasien dengan peningkatan enzim jantung namun tanpa kriteria risiko
sangat tinggi, dirawat selama 5 hari dan dapat dilakukan PCI saat atau
setelah pulang dari rumah sakit dengan mempertimbangkan kondisi
klinis da ketersediaan tenaga da fasilitas cathlab.
c. Pasien tanpa perubahan EKG dan kenaika enzim, dilakukan iskemik
stres test seperti treadmill test, echocardiography stress test, stress test
11
perfusion scanning atau MRI. Bila iskemik stres test negatif, pasien
dipulangkan.
12
2.7 Komplikasi
13
BAB III
ILUSTRASI KASUS
1. Anamnesis :
Auoanamnesis.
Keluhan Utama :
Nyeri dada yang memberat sejak 4 jam SMRS.
14
tidak berbunyi ”ngik” dan tidak berkurang saat pasien diistirahatkan. Pasien
sudah mengeluhkan sesak napas sejak 4 hari SMRS. Tidak ada keluhan mual
dan muntah. Sebelumnya, pasien tampak lemas dan nafsu makan berkurang.
Tidak ada keluhan BAB/BAK.
1 tahun yang lalu, pernah mengeluhkan keluhan yang sama namun pasien
tidak pernah kontrol.
Riwayat kebiasaan
- Pasien bekerja sebagai wiraswasta.
- Kebiasaan mengkonsumsi makanan berlemak dan jarang berolahraga.
- Pasien tidak merokok.
- Pasien tidak mengkonsumsi alkohol.
15
Pemeriksaan kepala dan leher
- Kepala : normocephal, jejas (-)
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Hidung : nafas cuping hidung (-), deformitas (-)
- Mulut : tampak mencong ke sebelah kiri
- Leher : JVP tidak meningkat (5+2 cm H2O), pembesaran KGB di
leher (-)
Thoraks paru
- Inspeksi : Statis : simetris kiri dan kanan, retraksi iga (-),
deformitas(-), Dinamis : pergerakan dinding dada simetris kiri dan
kanan, pergerakan dinding dada yang tertinggal (-/-)
- Palpasi : Vokal fremitus sama kanan dengan kiri
- Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Thoraks jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba pada SIK VI linea
midclavicularis sinistra, kuat angkat, diameter 1-2 cm
- Perkusi: Batas jantung kanan 🡪SIK V linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri 🡪SIK VI linea midclavicularis sinistra
- Auskultasi : S1 dan S2 normal, mumur (-), gallop(-)
Abdomen
- Inspeksi : Tampak datar, venektasi (-), scar (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal 10 kali/menit
- Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien
tidak teraba
- Perkusi: Timpani pada seluruh kuadran abdomen
Ekstremitas
16
- Ekstremitas atas : akral hangat, pitting edema (-/-), CRT<2
detik, sianosis (-)
- Eksremitas bawah : akral hangat, pitting edema (-/-), CRT<2
detik, sianosis (-)
5 5
- Kekuatan motorik :
5 5
Kimia klinik
GDS : 112 mg/dL
Ureum : 27 mg/dL
Creatinin : 1,4 mg/dL
Elektrolit
Na+ : 140 mmol/L
K+ : 3,3 mmol/L
Cl– : 101 mmol/L
Imunoserologis
Troponin I : 0,02 ng/mL
CKMB : 8 u/L
17
EKG ( 30/06/2021 ) di IGD RSUD Meranti
Interpretasi
Irama : sinus Tachycardi
Rate/Frekuensi : 126 bpm, reguler
Aksis : normoaksis
Gelombang P : 0,08 s (normal)
P-R interval : 0,16 s (normal)
Kompleks QRS : 0,08 s (normal)
Segmen-ST : ST depresi pada sadapan V5-V6, ST elevasi pada sadapan
V1-V2
Gelombang T : T inverted pada sadapan AvL
LVH/RVH : LVH (-), RVH (-)
LBBB/RBBB : LBBB (-), RBBB (-)
Kesimpulan : Sinus tachycardi, 126 bpm, normoaksis dengan
NSTEMI lateral
18
Foto Rongten thorax ( 30/06/2021 ) di IGD RSUD Meranti
19
3.4 Resume
20
Tn. SA, usia 35 tahun datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri,
nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan sampai ke lengan kiri, nyeri
juga dirasakan mendadak dan hilang timbul, nyeri dipengaruhi oleh aktifitas.
Pasien juga mengeluhkan sesak napas yang timbul mendadak dan terus menerus,
tidak dipicu oleh aktivitas, cuaca, maupun makanan. Sesak napas tidak berbunyi
”ngik” dan tidak berkurang saat pasien diistirahatkan. Pasien sudah mengeluhkan
sesak napas sejak 4 hari SMRS. Tidak ada keluhan mual dan muntah.
Sebelumnya, pasien tampak lemas dan nafsu makan berkurang. Tidak ada keluhan
BAB/BAK.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan batas jantung kiri linea midclavicularis
sinistra. Pada hasil pemeriksaan penunjang, didapatkan peningkatan enzim
troponin I, rekaman EKG didapatkan depresi segmen ST pada sadapan II, III, aVF
disertai gambaran q patologis pada sadapan V1-V4, dan pada pemeriksaan foto
polos dada didapatkan kesan kardiomegali.
Daftar masalah
- Nyeri dada yang menjalar sampai ke lengan kiri
- Sesak napas
3.5 Diagnosis
- Acute NSTEMI inferior
- HHD
- Acute Lung Edema
- Hipokalemia
3.6 Penatalaksanaan
Tatalaksana di IGD RSUD Meranti (30/06/2021)
Non farmakologi :
- Tirah baring posisi semi fowler
- Oksigen nasal kanul 3 L/menit
- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
- Rawat di bangsal
21
Farmakologi :
- ISDN 5 mg 3 dd tab I SL
- Clopidogrel 75 mg 1 dd tab IV
- Aspirin 80 mg 1 dd tab II
- Furosemid ekstra 1 amp
3.7 Follow Up
Lpm
- Koreksi Kcl 15 Imunoserologis
jam )
22
- Drp NTG 5 Amp
dalam Nacl
menjadi 20cc ( Kec
: 0,02 cc/jam )
- Drip furosemide 1
Amp dalam Nacl
menjadi 50 cc
( Kec : 2,5 cc/jam )
- Inj Omeprazole 1 x
40 mg
- Inj. Arixtra 1 x
2,5mg SC
- Bisoprolol 1 x
2,5mg
- Amlodipine 1 x 10
mg
- Becefort tab 3 x 1
- Clopidogrel 1 x 75
mg
- Aspilet 1 x 80
- Alprazolam 1 x 0,5
mg
- Pasang kateter
- Cek troponin I
- EKG setiap pagi
01/07/2021 S : Nyeri dada berkurang, EKG : Kesan :
sesak berkurang
Sinus rhytm, HR : 88, dengan T inverted pada
sadapan II,III,AvF dan V6
23
Nadi:84 x/i
RR : 24 x/i , T : 36,8oC,
SpO2 : 98%.
P:
: 0,02 cc/jam )
Kalium : 3,6 mmol
- Drip furosemide 5
Amp dalam Nacl Clorida : 102 mmol
menjadi 50 cc
Troponin I : 0,02 ng/ml
( Kec : 2,5 cc/jam )
- Inj. Omeprazole 1 x
40 mg
- Inj. Arixtra 1 x 2,5
mg SC
- Bisoprolol 1 x 2,5
mg
- Amlodipin 1 x 10
mg
- Becefort 3 x 1
- Clopidogrel 1 x 75
mg
- Aspilet 1 x 80 mg
24
- Alprazolam 1 x 0,5
mg
- Periksa hasil ekg
post koreksi dan
troponin I
02/07/2021 S : Nyeri dada berkurang EKG : Kesan :
P:
25
- Bisoprolol 1 x 2,5
mg
- Amlodipin 1 x 10
mg
- Becefort 3 x 1
- Clopidogrel 1 x 75
mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- ISDN 3 x 5mg
- Alprazolam 1 x 0,5
mg OFF
- Periksa hasil ekg
03/07/2021 S : Nyeri dada (-), Sesak EKG : Kesan :
(-), perdarahan (-)
Sinus Rhytme, Axis normal, HR : 71, T inverted
pada sadapan II,III, AvF dan V5-V6
P:
26
- Inj. Furosemide 1 x
40mg
- Inj. Omeprazole 1 x
40 mg
- Inj. Arixtra 1 x 2,5
mg SC ( Hari ke –
4)
- Bisoprolol 1 x 2,5
mg
- Amlodipin 1 x 10
mg
- Becefort 3 x 1
- Clopidogrel 1 x 75
mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- ISDN 3 x 5mg
- Periksa ekg
- Pindah cempaka
04/07/2021 S : Nyeri dada (-), Sesak EKG : Kesan :
(-), perdarahan (-)
Sinus Rythme, Normal axis, HR : 71, T
inverted pada sadapan II,III, AvF dan V5-v6
P:
27
- IVFD Nacl 0,9% /
24 jam/kolf
- 02 nasal kanul K/p
- Inj. Furosemide 1 x
40mg
- Inj. Omeprazole 1 x
40 mg
- Inj. Arixtra 1 x 2,5
mg SC ( Hari ke –
5)
- Bisoprolol 1 x 2,5
mg
- Amlodipin 1 x 10
mg
- Sucralfate 3 x 1 c
- Dulcolax tab 1 x 1
- Clopidogrel 1 x 75
mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- ISDN 3 x 5mg
- Periksa ekg
- AFF Kateter
05/07/2021 S : Nyeri dada (-), Sesak EKG : Kesan :
(-), perdarahan (-)
Sinus Rythme, Axis normal, HR : 76. T inverted
pada sapadan II,III,Avf dan v6
28
A : NSTEMI + HHD + CHF
P:
- Pasien boleh
pulang
- Bisoprolol 1 x 2,5
mg
- Amlodipin 1 x 10
mg
- Sucralfate 3 x 1 c
- Clopidogrel 1 x 75
mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- ISDN 3 x 5mg
- Candesartan 1 x 16
mg
29
BAB IV
PEMBAHASAN
30
Penatalaksanaan NSTEMI mengacu pada guideline dari ACC/AHA tahun
2013 dan ESC 2012. Adapun tujuan tatalaksana yang dapat dilakukan di ruang
emergensi pada pasien NSTEMI mencakup pengurangan atau menghilangkan rasa
nyeri dada maupun keluhan sistemik serta identifikasi untuk melakukan terapi
reperfusi segera. Pada pasien NSTEMI dapat dilakukan monitoring EKG setiap
harinya dan upaya untuk mengurangi gejala. Terapi farmakologis yang dapat
diberikan berupa anti iskemia (beta blocker, nitrat, CCB), antiplatelet,
antikoagulan atau trombolitik, dan terapi invasif (kateterisasidini/ revaskularisasi),
serta pemberian oksigen 2L/menit melalui nasal kanul apabila pasien
mengeluhkan sesak.2,7
Pasien didiagnosis dengan NSTEMI dan diberikan tatalaksana awal di
IGD berupa tirah baring dengan posisi semi fowler, oksigenasi 3L/menit melalui
nasal kanul, akses intravena dengan pemberian NaCl 0,9% 20 tpm, pemasangan
NGT dan diberikan obat-obatan berupa ISDN, clopidogrel, aspirin, dan
furosemid. Pada pasien diberikan terapi golongan nitrat berupa Isosorbit dinitrate
(ISDN) bertujuan untuk dilatasi vena yang mengakibatkan berkurangnya preload
dan volume akhir diastolik ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium
berkurang, serta meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi
pembuluh koroner. Pemberian golongan nitrat dapat diulang maksimal 3 kali
dengan interval 3-5 menit apabila nyeri dada belum berkurang sekaligus
dilakukan pemantauan tekanan darah.2
Pemberian golongan antiplatelet berupa aspirin dan clopidogrel
diindikasikan karena kedua obat tersebut merupakan golongan
antitrombotik/antiplatelet yang bekerja menghambat pembentukan trombus. Pada
pasien ini diberikan aspirin di IGD dengan loading dose 160 mg dan pemberian
dilanjutkan dengan maintenance dose 80 mg di bangsal. Pemberian aspirin
bertujuan untuk menurunkan reoklusi koroner. Pada pasien ini juga diberikan
Clopidogrel di IGD dengan loading dose 300 mg dan pemberian dilanjutkan
dengan maintenance dose 75 mg di bangsal. Clopidogrel diberikan sebagai
antiagregrasi platelet.2
Pemberian antikoagulan berupa Fondaparinux pada pasien ini
ditambahkan karena pasien mendapatkan terapi antiplatelet. Fondaparinux dipilih
31
karena memiliki profil keamanan berbanding risiko yang paling baik. Selain itu,
pada pasien juga diberikan ranipril, golongan ACE inhibitor sebagai terapi
antihipertensi dan diberikan digoxin untuk mengurangi frekuensi nadi pasien.2,12
KESIMPULAN
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Pratiwi FI, Sodiqur R, Nani M. Komplikasi pada pasien infark miokard akut
STEMI yang mendapat maupun tidak mendapat terapi. Semarang: Universitas
Diponegoro. [Tesis]. 2012.
4. Fox K, Garcia MA, Ardissino D, Buszman P, Camici PG, Crea F, et al. guidelines
on the management of stable angina pectoris: executive summary: The task force
on the management of stable angina pectoris of the European society of
cardiology. Eur Heart J. 2006:27(11).1341-81.
6. Gray HH, Dawkins KD, Simpson IA, Morgan JM. Lecture Notes: Kardiologi.
Edisi IV. Jakarta:2002. Hal 107-50.
10. Mozaffarian D, Benjamin EJ, Go AS, Arnett DK, Blaha MJ, Cushman M, et al.
Heart disease and stroke statistics-2015. Circulation [Internet]. 2015:131(4):29-
322.
12. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi 12.
Jakarta: EGC;2014. hlm 169-251.
33