Anda di halaman 1dari 67

MAKALAH NEROMUSCULAR 1

STROKE

Disusun oleh :
DESIANASYFITRI
NIM.2160033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI FISIOTERAPIS FAKULTAS


KEPERAWATAN FISIOTERAPI INSTITUT
KESEHATAN MEDISTRA
LUBUK PAKAM
TAHUN 2020
HALAMAN PENGESAHAN

Lubuk Pakam, Okteber 2021

Mengetahui Disetujui Oleh


Ketua Prodi Clinical Educator
Program Profesi Fisioterapi

Frt. Timbul Siahaan, S.Ft, M.Kes Ftr.Miftahul Jannah,M.biomed


NIDN. 0119086401 NIDN.05.16.19.06.1993
…………………………….

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas nikmat iman, nikmat sehat dan nikmat sempat kepada

Allah SWT sehingga kami bisa menyelasaikan makalah yang berjudul “STROKE

NON HEMORAGIK ”. Saya merasa bahwa makalah ini masih banyak memiliki

kekurangan. Namun, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami sebagai

penulis serta baga para pembaca atau yang lainnya.

Saya sangat bersyukur sekali karena telah bisa merampungkan tugas

makalah ini. Makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritikan dan

saran sangat kami butuhkan. Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini

dengan penuh rasa terimakasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini

sehingga dapat memberikan manfaat.


Daftar Isi

KATA PENGANTAR................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................ 3

1.3 Tujuan .................................................................................................... 3

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 4

2.1 Definisi Stroke ........................................................................................ 4

2.2 Stroke Non Hemoragik............................................................................ 5

2.3 Etiologi ................................................................................................... 5

2.4 Patofisiologi............................................................................................ 7

2.5 Klasifikasi Stroke.................................................................................... 8

2.6 Faktor Resiko.......................................................................................... 10

2.7 Manisfestasi Klinis.................................................................................. 11

2.8 Laporan Status Klinis .............................................................................. 12

BAB III PENUTUP..................................................................................... 15

3.1 Kesimpulan............................................................................................. 15

3.2 Saran....................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 16
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern

saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir

diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat

mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mentalbaik pada usia produktif

maupun usia lanjut (Junaidi, 2011).

Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat

stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain

itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya kadar

glukosa darah dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara

patologis berperan dalam peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan

pencetus beberapa penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat

stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena

terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang

merusak jaringan otak (Rico dkk, 2008).

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di

Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang

terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah

pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke

berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%) dibandingkan dengan

perempuan (6,8%).

Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi

1
(8,2%) dibandingkan dengan daerah pedesaan (5,7%). Berdasarkan data 10 besar

penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013, prevalensi kasus stroke di Indonesia

berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mill dan 12,1 per mill

untuk yang terdiagnosis memiliki gejala stroke. Prevalensi kasus stroke tertinggi

terdapat di Provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di Provinsi Papua

(2,3%), sedangkan Provinsi Jawa Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke antara

laki-laki dengan perempuan hampir sama (Kemenkes, 2013).

Menurut Dinkes Provinsi Jawa Tengah (2012), stroke dibedakan menjadi

stroke hemoragik dan stroke non hemoragik. Prevalensi stroke hemoragik di Jawa

Tengah tahun 2012 adalah 0,07 lebih tinggi dari tahun 2011 (0,03%). Prevalensi

tertinggi tahun 2012 adalah Kabupaten Kudus sebesar 1,84%. Prevalensi stroke

non hemoragik pada tahun 2012 sebesar 0,07% lebih rendah dibanding tahun

2011 (0,09%). Pada tahun 2012, kasus stroke di Kota Surakarta cukup tinggi.

Kasus stroke hemoragik sebanyak 1.044 kasus dan 135 kasus untuk stroke

non hemoragik. Berdasarkan data yang didapat dari bagian rekam medis RSUD

Dr. Moewardi, jumlah kasus stroke pada semua kelompok usia meningkat dari

tahun 2011-2012 dan menurun pada tahun 2013. Walaupun terjadi penurunan

kasus pada tahun 2013, namun jumlah kasus stroke di RSUD Dr. Moewardi masih

tergolong tinggi dibandingkan dengan rumah sakit yang lainnya. Pada tahun 2011

terdapat 240 kasus, tahun 2012 terdapat 391 kasus, dan tahun 2013 terdapat 350

kasus untuk stroke hemoragik. Sedangkan untuk stroke non hemoragik, pada

tahun 2011 terdapat 113 kasus, tahun 2012 sebanyak 636 kasus, dan tahun 2013

sebanyak 270 kasus (RSUD Dr. Moewardi, 2014). Seseorang menderita stroke

karena memiliki perilaku yang dapat meningkatkan faktor risiko stroke. Gaya
hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan tinggi

kolesterol, kurang aktivitas fisik, dan kurang olahraga, meningkatkan risiko

terkena penyakit stroke (Aulia dkk, 2008). Gaya hidup sering menjadi penyebab

berbagai penyakit yang menyerang usia produktif, karena generasi muda sering

menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi

makanan tinggi lemak dan kolesterol tapi rendah serat. Selain banyak

mengkonsumsi kolesterol, mereka mengkonsumsi gula yang berlebihan sehingga

akan menimbulkan kegemukan yang berakibat terjadinya penumpukan energi

dalam tubuh (Dourman, 2013).

Penyakit stroke sering dianggap sebagai penyakit monopoli orang tua. Dulu,

stroke hanya terjadi pada usia tua mulai 60 tahun, namun sekarang mulai usia 40

tahun seseorang sudah memiliki risiko stroke, meningkatnya penderita stroke usia

muda lebih disebabkan pola hidup, terutama pola makan tinggi kolesterol.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan stroke ?

2. Apa penyebab Stroke ?

3. Bagaimana Cara Penanganan stroke ?

1.3 Tujuan

1. Untuk memperdalam pengetahuan tentang kondisi dan penanganan pada

kasus post immobilisasi dislokasi shoulder

2. Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi pada kasus dislokasi

shoulder.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stroke

Definisi Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara

mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan

tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24

jam, disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke

hemoragik) ataupun sumbatan (stroke non hemoragik) dengan gejala dan tanda

sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan

cacat, atau kematian (Junaidi, 2011).

Stroke diklasifikasikan menjadi stroke non hemoragik dan stroke hemoragik.

Kurang lebih 83% dari seluruh kejadian stroke berupa stroke non hemoragik, dan

kurang lebih 51% stroke disebabkan oleh trombosis arteri, yaitu pembentukan

bekuan darah dalam arteri serebral akibat proses aterosklerosis. Trombosis

dibedakan menjadi dua subkategori, yaitu trombosis pada arteri besar (meliputi

arteri karotis, serebri media dan basilaris), dan trombosis pada arteri kecil. Tiga

puluh persen stroke disebabkan trombosis arteri besar, sedangkan 20% stroke

disebabkan trombosis cabang-cabang arteri kecil yang masuk ke dalam korteks

serebri (misalnya arteri lentikulostriata, basilaris penetran, medularis) dan yang

menyebabkan stroke trombosis adalah tipe lakuner. Kurang lebih 32% stroke

disebabkan oleh emboli, yaitu tertutupnya arteri oleh bekuan darah yang lepas dari

tempat lain di sirkulasi. Stroke perdarahan frekuensinya sekitar 20% dari seluruh

kejadian stroke (Washington University, 2011).


2.2 Stroke Non Hemoragik

Stroke non hemoragik terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-

tiba terganggu oleh oklusi. Penyakit serebrovaskular iskemik terutama disebabkan

oleh trombosis, emboli dan hipoperfusi fokal, yang semuanya dapat menyebabkan

penurunan atau gangguan dalam aliran darah otak (CBF) yang mempengaruhi

fungsi neurologis akibat perampasan glukosa dan oksigen. Sekitar 45% dari stroke

iskemik disebabkan oleh trombus arteri kecil atau besar, 20% adalah emboli

berasal, dan lain-lain memiliki penyebab yang tidak diketahui. Stroke iskemik

fokal disebabkan oleh gangguan aliran darah arteri ke daerah tergantung dari

parenkim otak oleh trombus atau embolus. Dengan kata lain, stroke iskemik

didefinisikan sebagai onset akut, (menit atau jam), dari defisit neurologis fokal

konsisten dengan lesi vaskular yang berlangsung selama lebih dari 24 jam.

Stroke non hemoragik adalah penyakit yang kompleks dengan beberapa

etiologi dan manifestasi klinis. Dalam waktu 10 detik setelah tidak ada aliran

darah ke otak, maka akan terjadi kegagalan metabolisme jaringan otak.

2.3 Etiologi

Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis

(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan

bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara menyempitkan lumen pembuluh

darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah, Oklusi mendadak pembuluh

darah karena terjadinya thrombus atau perdarahan ateromc merupakan

terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai embolid menyebabkan

dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian dapat

robek. Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia jaringan otak
di bagian distal sumbatan. Di samping itu, embolus juga bertindak sebagai iritan

yang menyebabkan terjadinya vasospasme lokal di segmen di mana embolus

berada. Gejala kliniknya bergantung pada pembuluh darah yang tersumbat. Ketika

arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus, maka areasistem saraf

pusat (SSP) yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada perdarahan

kolateral yang adekuat. Di sekitar zona nekrotik sentral, terdapat ‘penumbra

iskemik’yang tetap viabel untuk suatu waktu, artinya fungsinya dapat pulih jika

aliran darah baik kembali. Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena

dua alasan, Edema sitotoksik yaitu akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron

yang rusak, Edema vasogenik yaitu akumulasi cairan ektraselular akibat

perombakan sawar darah-otak.Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis

yang berat beberapa hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan tekanan

intrakranial dan kompresi struktur-struktur di sekitarnya (Smith et al, 2001).


2.4 Patofisiologi

faktor yang tidak dapat faktor yang dapat


dimodifikasi dimodifikasi
 Umur 1. hipertensi
 Ras 2. Diabetes militus
 Jenis kelamin 3. Life style
 Genetik 4. hiperkolesterol
Terbentuknya trombus arterial dan
emboli

penyumbatan pembuluh darah otak

menurunnya suplay O2 ke otak

iskemik jaringan pada otak syok neurologik

hipoksia meningkatnya metabolis anaerob

STROKE NON HEMORAGIK penumpukan asam laktat

nyeri

2.5 Klasifikasi Stroke Non Hemoragik

Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas:

Transient Ischaemic Attack (TIA) defisit neurologis membaik dalam

Waktu kurang dari 30 menit


1. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND) defisit neurologis membaik

kurang dari 1 minggu.

2. Stroke In Evolution (SIE)/Progressing stroke ini merupakan jenis terbarat dan

sulit ditentukan prognosanya. Hal ii disebabkan kondisi pasien yang cenderung

labil, berubah ubah, dan dapat mengarah ke kondisi yang lebih buruk.

3. Completed Stroke merupakan gangguan pembuluh darah otak yang

menyebabkan deficit neurologis akut yang berlangsung lebih dari 24 jam.

Beberapa penyebab stroke non hemoragik meliputi

a. Emboli

Hampir 20%, stroke non hemoragik disebabkan emboli yang berasal dari

jantung. Sekali stroke emboli dari jantung terjadi, maka kemungkinan untuk

rekuren relatif tinggi. Resiko stroke emboli dari jantung meningkat dengan

bertambahnya umur, karena meningkatnya prevelansi fibrilasi atrial pada lansia.

Umumnya prognosis stroke kardioemboli buruk dan menyebabkan kecacatan

yang lebih besar. Timbulnya perdarahan otak tanpa tanda-tanda klinis memburuk

dan terjadi 12-48 jam setelah onset stroke emboli yang disertai infark besar.

b. Trombosis

Aterosklerosis adalah salah satu obstruksi vaskular yang terjadi akibat

perubahan patologis pada pembuluh darah, seperti hilangnya elastisitas dan

menyempitnya lumen pembuluh darah. Aterosklerosis ini merupakan respon

normal terhadap injury yang terjadi pada lapisan endotel pembuluh darah arteri.

Proses aterosklerosis ini lebih mudah terjadi pada pembuluh darah arteri karena

arteri lebih banyak memiliki sel otot polos dibandingkan vena. Proses
aterosklerosis ditandai oleh penimbunan lemak yang terjadi secara lambat pada

dinding-dinding arteri yang disebut plak, sehingga dapat memblokir atau

menghalangi sama sekali aliran pembuluh darah ke otak.

Akibat terjadinya aterosklerosis ini bisa juga disebabkan oleh terbentuknya

bekuan darah atau trombus yang teragregasi platelet pada dinding pembuluh darah

dan akan membentuk 12 fibrin kecil ya ng menjadikan sumbatan atau plak pada

pembuluh darah, ketika arteri dalam otak buntu akibat plak tersebut, menjadikan

kompensasi sirkulasi dalam otak akan gagal dan perfusi terganggu, sehingga akan

mengakibatkan kematian sel dan mengaktifkan banyak enzim fosfolipase yang

akan memacu mikroglia memproduksi Nitrit Oxide secara banyak dan pelepasan

sitokin pada daerah iskemik yang akan menyebabkan kerusakan atau kematian sel

( Lakhan et al, 2009). Apabila bagian trombus tadi terlepas dari dinding arteri dan

ikut terbawa aliran darah menuju ke arteri yang lebih kecil, maka hal ini dapat

menyebabkan sumbatan pada arteri tersebut, bagian dari trombus yang terlepas

tadi disebut emboil.

c. Vasokontriksi

2.6 Faktor Resiko

Seseorang menderita stroke karena memiliki perilaku yang dapat

meningkatkan faktor risiko stroke. Gaya hidup yang tidak sehat seperti

mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan tinggi kolesterol, kurang aktivitas fisik,

dan kurang olahraga, meningkatkan risiko terkena penyakit stroke. Gaya hidup

sering menjadi penyebab berbagai penyakit yang menyerang usia produktif,


karena generasi muda sering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan

seringnya mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol tapi rendah serat.

Selain banyak mengkonsumsi kolesterol, mereka mengkonsumsi gula yang

berlebihan sehingga akan menimbulkan kegemukan yang berakibat terjadinya

penumpukan energi dalam tubuh (Dourman, 2013). faktor risiko stroke dibagi

menjadi dua yaitu, faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat

dimodifikasi.

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :

a. Usia

Stroke dapat terjadi pada semua orang dan pada semua usia, termasuk anak-

anak. Kejadian penderita stroke iskemik biasanya berusia lanjut (60 tahun keatas)

dan resiko stroke meningkat seiring bertambahnya usia dikarenakan

mengalaminya degeneratif organ-organ dalam tubuh (Nurarif et all, 2013).

b. Jenis kelamin

Pria memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke pada usia

dewasa awal dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan 2:1. Insiden

stroke lebih tinggi terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan rata-rata

25%-30% Walaupun para pria lebih rawan daripada wanita pada usia yang lebih

muda, tetapi para wanita akan menyusul setelah usia mereka mencapai

menopause.

c. Genetik

Beberapa penelitian menunjukkan terdapat pengaruh genetik pada risiko

stroke. Namun, sampai saat ini belum diketahui secara pasti gen mana yang

berperan dalam terjadinya stroke.


Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :

a. Life style

b. hipertensi

Hipertensi mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak sehingga timbul

perdarahan otak. Hipertensi dapat mempengaruhi hampir seluruh organ tubuh,

terutama otak, jantung, ginjal, mata, dan pembuluh darah perifer. Kemungkinan

terjadinya komplikasi tergantung kepada seberapa besar tekanan darah itu,

seberapa lama dibiarkan, seberapa besar kenaikan dari kondisi sebelumnya, dan

kehadiran faktor risiko lain.

Insiden stroke dapat bertambah dengan meningkatnya tekanan darah dan

berkurang bila tekanan darah dapat dipertahankan di bawah 140/90 mmHg, baik

pada stroke iskemik, perdarahan intrakranial, maupun perdarahan subaraknoid.

2.7 Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala stroke yang dialami oleh setiap orang berbeda dan

bervariasi,tergantung pada daerah otak mana yang terganggu. Beberapa tanda dan

gejala stroke akut berupa :

a) Terasa semutan/seperti terbakar

b) Lumpuh/kelemahan separuh badan kanan/kiri (Hemiparesis)

c) Kesulitan menelan, sering tersedak

d) Mulut mencong dan sulit untuk bicara

e) Suara pelo, cadel (Disartia)

f) Bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami (Afasia)

g) Kepala pusing atau sakit kepala secara mendadak tanpa diketahui sebabnya

h) Gangguan penglihatan
i) Gerakan tidak terkontrol

j) Bingung/konfulsi, delirium, letargi, stupor atau koma

2.8 Laporan Kasus


A. INDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. Anita
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : No CM : 20.10.02
B. SEGI FISIOTERAPI
Keluhan Utama : pasien merasakan lemah pada anggota gerak sebelah kanan
Riwayat Penyakit Sekarang : Sekitar kurang lebih 6 bulan yang lalu pasien
terjatuh saat hendak mau kekamr mandi.
C. PEMERIKSAAN TANDA VITAL SIGN
TD : 150/90 MMhg
HR : 78 x/i
RR : 24 x/i
TEM : 37 0C
TB : 162 cm
BB : 60 kg
D. INSPEKSI/ OBSERVASI
Statis : pasien datang menggunakan alat bantu tongkat
Ketika berjalan pasien tampak menyeret
kakinya Bahu asimetris
Dinamis : terlihat pada gait abnormal dimana hilangnya fase swing

E. JOINT TEST

 Gerak aktif : pasien dapat menggerakan anggota gerak kanan tidak full rom

dan disertai nyeri dan kelemahan


 Gerak pasif : pasien dapat menggerakan anggota gerak kanan full rom dan

disertai nyeri dan kelemahan.

 Gerak isometrik : pasien belum mampu melawan tahanan minimal

F. KETERANGAN ICF

 Body struktur

kelemahan otot

Atrofi otot

 Activities and participation

Sulit berjalan

Sulit naik turun tangga, sulit memakai bra

 Body function

kesulitan menggerakan anggota gerak sebelah kanan seperti makan, mencuci,

memakai bra, mandi, berdiri lama, baik turun tangga.

 Everirontmental Faktor

sulit ibadah dan bekerja

G. DIAGNOSIS FISIOTERAPI

 Impairment

Adanya kelemahan otot

Adanya atrofi otot

Keterbatasan lgs dikarenakan kelemahan

Adanya nyeri saat digerakkan

 Fungsional limitation

Sulit mengancing baju serta bra

Sulit mandi, makan


Sulit naik turun tangga

Sulit berdiri lama

 Disability

Pasien sulit dalam aktivitas sehari hari seperti ibadah dan bekerja.

H. INTERVENSI FISIOTERAPI

 IR

 TERAPI LATIHAN PASIVE DAN AKTIF EXERSICE


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak (dalam

beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan tanda dan gejala klinis

baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, disebabkan oleh

terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke hemoragik) ataupun

sumbatan (stroke non hemoragik) dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang

terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian.

3.2 Saran

Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca, khususnya mahasiswa,

namun alangkah baiknya jika pembaca puas dengan materi yang saya susun dan

bisa lebih mudah memahami tentang materi stroke non hemoragik.


DAFTAR PUSTAKA

Aulia, Basjiruddin ; darwin Amir (ed.). 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf

(Neurologi) edisi 1. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas.

Gustaviani, Reno. 2007. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam

(Sudoyo, Aru W; Bambang Setiyohadi; Idrus Alwi; Marcellus Simadibrata K;

Siti Setiadi. ed.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3, edisi 4. Jakarta:

Pusat Penerbitan Departemen Imu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Hal 1857-1859.

Guyton, Arthur C; John E Hall. 2007. Textbook of Medical Physiology edisi 11.

Terjemahan; Dian Ramadhani; Fara Indriyani; Frans Dany; Imam Nuryanto;

Srie Sisca Prima Rianti; Titiek Resmisari; Joko Suryono. 2008. Buku Ajar

Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC.

Harsono. ed. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Junaidi, I Putu Yuda; Harry Freitag L.M. 2011. Deteksi Dini dan Pencegahan

Hipertensi dan Stroke. Yogyakarta: Media Pressindo.

Lakhan et al., 2009. Klasifikasi stroke. Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1, edisi 5.

Jakarta.

Marks, Dawn B; Marks, Allan D; Smith, Collen M. 2000. Basic Medical

Biochemistry : A Clinical Approach. Terjemahan; Brahm U. Pendit. Biokimia

Kedokteran Dasar Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC.


Nastiti, Dian. 2012. Gambaran Faktor Risiko Kejadian Stroke pada pasien Stroke

Rawat Inap di Rumah Sakit Krakatau Medika Tahun 2011. Skripsi,

Universitas Indonesia.

Purnamasari, Dyah. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam

( Sudoyo, Aru W; Bambang Setiyohadi; Idrus Alwi; Marcellus Simadibrata

K; Siti Setiadi. ed.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3, edisi 5. Jakarta:

InternaPublishing. Hal 1880-1883.

Rico, izaldy; Laksmi Asanti. 2008. etiologi Stroke. Yogyakarta: ANDI.

Simon, Roger P; David A Greenberg; Michael J Aminoff. 2009. Clinical

Neurology edisi internasional 7. USA: McGraw-Hill.

Turner, Christopher. 2009. Neurology. China: Mosby Elsevier.


MAKALAH NEUROMUSKULAR 1
PARKINSON

Disusun oleh :
Desiana Syafitri
NIM.2160033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI FISIOTERAPIS


FAKULTAS KEPERAWATAN FISIOTERAPI INSTITUT
KESEHATAN MEDISTRA
LUBUK PAKAM
TAHUN 2021

18
HALAMAN PENGESAHAN

Lubuk Pakam, Okteber 2021

Mengetahui Disetujui Oleh


Ketua Prodi Clinical Educator
Program Profesi Fisioterapi

Frt. Timbul Siahaan, S.Ft, M.Kes Ftr.Miftahul Jannah,M.Biomed


NIDN. 0119086401 NIDN. 05.16.19.06.1993
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit Parkinson merupakan gangguan neurodegeneratif tersering ke-dua


setelah penyakit Alzheimer.1 Penyakit Parkinson menyerang jutaan penduduk di dunia
atau sekitar 1% dari total populasi dunia. Penyakit tersebut menyerang penduduk dari
berbagai etnis dan status sosial ekonomi.2
Penyakit Parkinson diperkirakan menyerang 876.665 orang Indonesia dari total
jumlah penduduk sebesar 238.452.952. Total kasus kematian akibat Penyakit Parkinson
di Indonesia menempati peringkat ke-12 di dunia atau peringkat ke-5 di Asia, dengan
prevalensi mencapai 1100 kematian pada tahun 2002.3 Etiologi Penyakit Parkinson
belum diketahui. Penyakit ini dipercaya berkaitan dengan faktor usia, genetik, dan
lingkungan.4
Proporsi penduduk Lanjut Usia (≥ 60 tahun) di Indonesia semakin bertambah,
yaitu 5,4 % pada tahun 1980 menjadi 6,1% pada tahun 1995.5 Proporsi penduduk Lanjut
Usia di Propinsi Jawa Tengah tahun 2000 6,1 % dan 6,3% pada tahun 2001. Peningkatan
ini antara lain karena keberhasilan program pembangunan nasional khususnya
pembangunan kesehatan sehingga berhasil meningkatkan angka harapan hidup, dari usia
52,41 tahun pada tahun 1980 menjadi usia 67,97 tahun pada tahun 2000.6
Peningkatan proporsi penduduk lanjut usia mempunyai konsekuensi tersendiri,
sebagai akibat menurunnya fungsi tubuh menyebabkan makin tingginya penyakit
degeneratif pada kelompok usia tersebut. Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif
yang paling lazim setelah penyakit Alzheimer, dengan insiden di Inggris kira-kira
20/100.000 dan prevalensinya 100-160/100.000. Prevalensinya kira-kira 1 % pada umur
65 tahun dan meningkat 4-5% pada usia 85 tahun. 7-9
Penyakit ini memiliki dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun keluarga.
Penyakit ini dapat menyebabkan pasien mengalami ganguan pergerakan. Tanda-tanda
khas yang ditemukan pada penderita diantaranya resting tremor, rigiditas, bradikinesia,
dan instabilitas postural. Tanda-tanda motorik tersebut merupakan akibat dari degenerasi
neuron dopaminergik pada system nigrostriatal. Namun, derajat keparahan defisit
motorik tersebut beragam. Tanda-tanda motorik pasien sering disertai depresi, disfungsi

2
kognitif, gangguan tidur, dan disfungsi autonom. Penyakit ini menyebabkan penderita
tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.7-9
Pengobatan Penyakit Parkinson saat ini bertujuan untuk mengurangi gejala
motorik dan memperlambat progresivitas penyakit. Tetapi selain gangguan motorik
penyakit Parkinson juga mengakibatkan gejala non motorik seperti depresi dan
penurunan kognitif, disamping terdapat efek terapi obat jangka panjang. Hal tersebut
tentu saja mempengaruhi kualitas hidup penderita Parkinson. Peningkatan kualitas hidup
adalah penting sebagai tujuan pengobatan.7-9
BAB II
PEMBAHASAN

Sejarah
Parkinson’s Disease (Penyakit Parkinson) adalah penyakit neurodegeneratif yang
bersifat kronis progresif, dan merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia
Alzheimer. Penyakit ini memiliki dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun
keluarga.6 Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter inggris yang bernama James
Parkinson pada tahun 1887. Penyakit ini merupakan suatu kondisi ketika seseorang
mengalami ganguan pergerakan.7
Tanda-tanda khas yang ditemukan pada penderita diantaranya; resting tremor,
rigiditas, bradikinesia, dan instabilitas postural. Tanda-tanda motorik tersebut
merupakan akibat dari degenerasi neuron dopaminergik pada sistem nigrostriatal.
Namun, derajat keparahan defisit motorik tersebut beragam. Tanda-tanda motorik pasien
sering disertai depresi, disfungsi kognitif, gangguan tidur, dan disfungsi autonom.8
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan
wanita seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit Gejala awalnya muncul sebelum usia
40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan,
pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa,
meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 – 89 tahun.8,9

Definisi
Parkinson’s Disease (Penyakit Parkinson) merupakan suatu penyakit karena
gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman
dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/neostriatum (striatal dopamine
deficiency).10
Penyakit parkinson merupakan proses degeneratif yang melibatkan neuron
dopaminergik dalam substansia nigra (daerah ganglia basalis yang memproduksi dan
menyimpan neurotransmitter dopamin). Daerah ini memainkan peran yang penting
dalam sistem ekstrapiramidal yang mengendalikan postur tubuh dan koordinasi gerakan
motorik volunter, sehingga penyakit ini karakteristiknya adalah gejala yang terdiri dari
bradikinesia, rigiditas, tremor dan ketidakstabilan postur tubuh (kehilangan
keseimbangan).31, 32
Parkinson’s Disease adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan
erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari
neuron dopaminergik substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi
intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies.
Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pada daerah otak lain termasuk lokus
ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipotalamus, korteks cerebri, motor
nukelus dari saraf kranial, serta sistem saraf otonom.11

Epidemiologi
Penyakit parkinson merupakan salah satu kelumpuhan yang paling umum di
Amerika Serikat. Penyakit tersebut terjadi pada satu dari setiap seratus orang yang
berusia lebih dari 60 tahun dan lebih mempengaruhi pria daripada wanita. Secara kasar
60.1 kasus baru didiagnosis tiap tahun di Amerika Serikat, dan insidensnya
32
diprediksikan akan meningkat seiring pertambahan usia populasi.
Penyakit parkinson menyerang penduduk dari berbagai etnis dan status sosial ekonomi.
Penyakit parkinson diperkirakan menyerang 876.665 orang Indonesia dari total jumlah
penduduk sebesar 238.452.952. Total kasus kematian akibat penyakit parkinson di
Indonesia menempati peringkat ke-12 di dunia atau peringkat ke-5 di Asia dengan
prevalensi mencapai 1100 kematian pada tahun 2002.13

Klasifikasi
Parkinsonism dapat dibagi atas 3 bagian besar, yaitu :14
a. Primer atau idiopatik : Penyakit Parkinson, Juvenile Parkinsonism
b. Sekunder atau simtomatik : berhubungan dengan infeksi, obat, toksin,
penyakit vaskuler, trauma, dan tumor otak.
c. Parkinson plus (disebut juga sebagai paraparkinson) : progressive supranuclear
palsy, degenerasi kortikobasal ganglionik, kelainan herediter seperti penyakit
Wilson, penyakit Huntington, dan lain-lain.

Etiologi
Etiologi Parkinson primer masih belum diketahui. Terdapat beberapa dugaan, di
antaranya ialah; infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum diketahui), reaksi
abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum
diketahui, serta terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.11
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra.
Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki
(involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang
tidak disadarinya. Mekanisme bagaimana kerusakan itu terjadi belum jelas benar.
Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan parkinson adalah sebagai berikut:11
1. Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000
penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang
mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra.
2. Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada Parkinson’s
Disease. Yaitu mutasi pada gen sinuklein pada lengan panjang kromosom 4 (PARK1)
pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal
resesif, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di kromosom.
Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria.15
Adanya riwayat Parkinson’s Disease pada keluarga meningkatkan faktor resiko
menderita Parkinson’s Disease sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8
kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh
keturunan, gejala parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di
USA sangat sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa.
Di Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita.
Contoh klasik dari penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena
kasus penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun.13
3. Faktor Lingkungan
a. Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan kerusakan
mitokondria.
b. Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c. Infeksi
Paparan virus influenza intra-utero diduga turut menjadi faktor predesposisi Parkinson’s
Disease melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan menunjukkan adanya
kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardiaastroides.
d. Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu mekanisme
kerusakan neuronal pada Parkinson’s Disease. Sebaliknya, kopi merupakan neuroprotektif.
e. Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan Parkinson’s Disease, meski mekanismenya
masih belum jelas benar.
f. Stres dan depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik. Depresi dan
stres dihubungkan dengan Parkinson’s Disease karena pada stres dan depresi terjadi
peningkatan turnover katekolamin yang memacu stres oksidatif.
g. Ras
Angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih dibandingkan kulit hitam.

Patofisiologi 11
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit parkinson terjadi karena
penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta
(SNc) sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplamik eosinofilik (Lewy bodies)
dengan penyebab multifaktor. 31, 33
Substansia nigra (sering disebut black substance), adalah suatu region kecil di
otak (brain stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini menjadi pusat
kontrol/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan neurotransmitter
yang disebut dopamine, yang berfungsi untuk mengatur seluruh gerakan otot dan
keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf pusat. Dopamine diperlukan
untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam mengatur
pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta kelancaran komunikasi (bicara).
Dopamin diproyeksikan ke striatum dan seterusnya ke ganglion basalis. Reduksi ini
menyebabkan aktivitas neuron di striatum dan ganglion basalis menurun, menyebabkan
gangguan keseimbangan antara inhibitorik dan eksitatorik. Akibatnya kehilangan kontrol
sirkuit neuron di ganglion basalis untuk mengatur jenis gerak dalam hal inhibisi
terhadap jaras langsung dan eksitasi terhadap jaras yang tidak langsung baik dalam jenis
motorik ataupun non-motorik. Hal tersebut mengakibatkan semua fungsi neuron di
sistem saraf pusat (SSP) menurun dan menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia),
tremor, kekakuan (rigiditas) dan hilangnya refleks postural.31, 33,34
Lewy bodies adalah inklusi sitoplasmik eosinofilik konsentrik dengan halo
perifer dan dense cores . Adanya Lewy bodies dengan neuron pigmen dari substansia
nigra adalah khas, akan tetapi tidak patognomonik untuk penyakit parkinson, karena
terdapat juga pada beberapa kasus parkinsonism atipikal. Untuk lebih memahami
patofisiologi yang terjadi perlu diketahui lebih dahulu tentang ganglia basalis dan sistem
ekstrapiramidal.33
Dalam menjalankan fungsi motoriknya, inti motorik medula spinalis berada
dibawah kendali sel piramid korteks motorik, langsung atau lewat kelompok inti batang
otak. Pengendalian langsung oleh korteks motorik lewat traktus piramidalis, sedangkan
yang tidak langsung lewat sistem ekstrapiramidal, dimana ganglia basalis ikut berperan.
Komplementasi kerja traktus piramidalis dengan sistem ekstapiramidal menimbulkan
gerakan otot menjadi halus, terarah dan terprogram.33
Ganglia Basalis (GB) tersusun dari beberapa kelompok inti, yaitu:33
1. Striatum (neostriatum dan limbic striatum) Neostriatum terdiri dari putamen
(Put) dan Nucleus Caudatus (NC).
2. Globus Palidus (GP)
3. Substansia Nigra (SN)
4. Nucleus Subthalami (STN)
Pengaruh GB terhadap gerakan otot dapat ditunjukkan lewat peran sertanya GB
dalam sirkuit motorik yang terjalin antara korteks motorik dengan inti medula spinalis.
Terdapat jalur saraf aferen yang berasal dari korteks motorik, korteks premotor dan
supplementary motor area menuju ke GB lewat Putamen. Dari putamen diteruskan ke
GPi (Globus Palidus internus) lewat jalur langsung (direk) dan tidak langsung (indirek)
melalui GPe (Globus Palidus eksternus) dan STN. Dari GPe diteruskan menuju ke inti-
inti talamus (antara lain: VLO: Ventralis lateralis pars oralis, VAPC: Ventralis anterior
pars parvocellularis dan CM: centromedian). Selanjutnya menuju ke korteks dari mana
jalur tersebut berasal. Masukan dari GB ini kemudian mempengaruhi sirkuit motorik
kortiko spinalis (traktus piramidalis).33
Agak sulit memahami mekanisme yang mendasari terjadinya kelainan di ganglia
basalis oleh karena hubungan antara kelompok-kelompok inti disitu sangat kompleks
dan saraf penghubungnya menggunakan neurotransmitter yang bermacam-macam.
Namun ada dua kaidah yang perlu dipertimbangkan untuk dapat mengerti perannya
dalam patofisiologi kelainan ganglia basalis.33
Patofisiologi GB dijelaskan lewat dua pendekatan, yaitu berdasarkan cara kerja
obat menimbulkan perubahan keseimbangan saraf dopaminergik dengan saraf
kolinergik, dan perubahan keseimbangan jalur direk (inhibisi) dan jalur indirek
(eksitasi). 33
Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi neuron SNc
adalah stres oksidatif. Stres oksidatif menyebabkan terbentuknya formasi oksiradikal,
seperti dopamin quinon yang dapat bereaksi dengan α-sinuklein (disebut protofibrils).
Formasi ini menumpuk, tidak dapat di gradasi oleh ubiquitin-proteasomal pathway,
sehingga menyebabkan kematian sel-sel SNc. Mekanisme patogenik lain yang perlu
dipertimbangkan antara lain: 33
 Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal dengan
nitric-oxide (NO) yang menghasilkan peroxynitric-radical.
 Kerusakan mitikondria akibat penurunan produksi adenosin trifosfat (ATP) dan
akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stres oksidatif, akhirnya
menghasilkan peningkatan apoptosis dan kematian sel.
 Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang
memicu apoptosis sel-sel SNc.

Dua hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme degenerasi neuronal pada
penyakit Parkinson ialah: hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin.

1. Hipotesis radikal bebas


Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine dapat merusak neuron nigrotriatal,
karena proses ini menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal oksi lainnya. Walaupun
ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan dari stress oksidatif, namun pada
usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.
2. Hipotesis neurotoksin
Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berperan pada proses neurodegenerasi
pada Parkinson.
Pandangan saat ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam menyusun
rencana neurofisiologi yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan bagian yang
diperankan oleh serebelum ialah mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan
balik mengenai pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah
mengumpulkan program untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan
melakukan pembetulan kesalahan yang terjadi seaktu program gerakan
diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan ekstrapiramidal adalah gerakan
involunter.
Dasar patologinya mencakup lesi di ganglia basalis (kaudatus, putamen,
palidum, nukleus subtalamus) dan batang otak (substansia nigra, nukleus rubra, lokus
seruleus).
Secara sederhana, penyakit atau kelainan sistem motorik dapat dibagi sebagai
berikut :
1) Piramidal: kelumpuhan disertai reflek tendon yang meningkat dan reflek
superfisial yang abnormal
2) Ekstrapiramidal: didomonasi oleh adanya gerakan-gerakan involunter
3) Serebelar: ataksia alaupun sensasi propioseptif normal sering disertai nistagmus
4) Neuromuskuler: kelumpuhan sering disertai atrofi otot dan reflek tendon yang
menurun

Gejala Klinis
Gejala klinis yang sering timbul adalah :
1. Gejala Motorik
a. Tremor/bergetar
Gejala Parkinson’s Disease sering luput dari pandangan awam, dan
dianggap sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri
khas dari Parkinson’s Disease adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang
beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak
terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur.13
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangeal,
kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam atau gerakan memilin (pil rolling).
Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi- supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala
fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-tertarik. Tremor
ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang (resting/
alternating tremor).10
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada
kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung uang).
Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-
goyang jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika disadari, tremor
tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin
berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.13
b. Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang tremor
tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan
tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya
menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa
juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti
break-dance. Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan dengan postur yang
membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya
menjadi cepat tetapi pendek-pendek.13
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal ini
oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda gigi
(cogwheel phenomenon).10
c. Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda
akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan
sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit
mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret.
Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena
penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara
menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.13
Gerakan volunteer menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya
sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila
berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya
ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti
topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka
keluar dari mulut.10
d. Tiba-tiba berhenti atau ragu-ragu untuk melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah,
sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu- ragu untuk mulai
melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi lambat
berpikir dan depresi.13 Bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi muka serta mimik
muka. Disamping itu, kulit muka seperti berminyak dan ludah suka keluar dari mulut
karena berkurangnya gerak menelan ludah.
e. Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini
merupakan gejala dini.10
g. Bicara Monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring,
sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara
halus ( suara bisikan ) yang lambat.10
h. Gangguan Behavioral
Lambat-laun menjadi dependen ( tergantung kepada orang lain ), mudah takut,
sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat
(bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu
yang cukup.10

f. Langkah dan Gaya berjalan (sikap Parkinson)


Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit
pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung
melengkung bila berjalan.10

(1) tubuh condong ke depan, (2) bahu adduksi, (3) siku fleksi 90˚, (4) pergelangan
tangan ekstensi, (5) Hip dan lutut semifleksi.

i. Gejala Lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal
hidungnya (tanda Myerson positif)10

2. Gejala non motorik16


a. Disfungsi otonom
- Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
- Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
- Pengeluaran urin yang banyak
- Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya
hasrat seksual, perilaku, dan orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi, seperti :
- kepekaan kontras visual lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan
warna.
- penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension
ortostatik, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian
tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan - berkurangnya
atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atau anosmia).

Hal yang termasuk dalam pemeriksaan koordinasi: 17


- Bicara : berbicara spontan, pemahaman, mengulang, menamai
- Menulis : mikrografia
- Percobaan apraksia : ketidakmampuan dalam melakukan tindakan yang
terampil: mengancing baju, menyisir rambut, dan mengikat tali sepatu
- Mimik wajah
- Tes telunjuk : pasien merentangkan kedua lengannya ke samping
sambil menutup mata. Lalu mempertemukan jari-jarinya di tengah
badan
- Tes telunjuk-hidung : pasien menunjuk telunjuk pemeriksa, lalu
menunjuk hidungnya
- Disdiadokokinesia : kemampuan melakukan gerakan yang bergantian secara
cepat dan teratur
- Tes tumit-lutut : pasien berbaring dan kedua tungkai diluruskan, lalu
pasien menempatkan tumit pada lutut kaki yang lain.

Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada setiap kunjungan penderita :
1. Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk
mendeteksi hipotensi ortostatik.
2. Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan
diekstensikan, menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada tremor dan
rigiditas yang san gat, berarti belum berespon terhadap medikasi.
3. Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh
menulis kalimat sederhana dan menggambarkan lingkaran-lingkaran konsentris
dengan tangan kanan dan kiri diatas kertas, kertas ini disimpan untuk perbandingan
waktu follow up berikutnya.
4. Pemeriksaan penunjang

Untuk menegakkan diagnosis, dapat melihat dari derajat berdasarkan kriteria


Hoehn and Yahr (1967), yaitu: 18
Stadium 1 : Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat
gejala yang mengganggu tetapi belum menimbulkan kecacatan, biasanya
terdapat tremor pada satu anggota gerak.
Stadium 2 : Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara berjalan
terganggu
Stadium 3 : Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat
berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
Stadium 4 : Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak
tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor
dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
Stadium 5 : Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri
dan berjalan walaupun dibantu.

Kriteria Hughes (1992) :


Possible : didapatkan 1 dari gejala-gejala utama
Probable : didapatkan 2 dari gejala-gejala utama
Definite : didapatkan 3 dari gejala-gejala utama

Pemeriksaan penunjang10
- EEG
Biasanya terjadi perlambatan yang progresif
- CT Scan kepala
Biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulkus-sulkus melebar
- Positron emission tomography (PET) dapat dilakukan untuk
menunjukkan pemendekan sinyal yang tinggi antara nukleus rubra dan
substansia nigra.
- Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT) Scan
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,
sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena
parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.16
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat
menyebabkan kematian.18
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan
pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala
terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah.19
Parkinson’s Disease (PD) sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal,
tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien PD pada
umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita PD. Pada tahap akhir, PD
dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat
menyebabkan kematian.20
Progresifitas gejala pada PD dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun
demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk
memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan terapi
yang tepat, kebanyakan pasien PD dapat hidup produktif beberapa tahun setelah
diagnosis.19

Tatalaksana Penyakit Parkinson


Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan
secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk
menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang
timbul.16
Pengobatan penyakit Parkinson bersifat individual dan simtomatik, obat-obatan
yang biasa diberikan adalah untuk pengobatan penyakit atau menggantikan atau meniru
dopamin yang akan memperbaiki tremor, rigiditas, dan slowness.17
Perawatan pada penderita penyakit Parkinson bertujuan untuk memperlambat
dan menghambat perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat dilakukan dengan
pemberian obat dan terapi fisik seperti terapi berjalan, terapi suara/berbicara dan pasien
diharapkan tetap melakukan kegiatan sehari-hari.16
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang progresif
dan penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu strategi penatalaksanaannya adalah :
1. Terapi simtomatik, untuk mempertahankan independensi pasien
2. Neuroproteksi
3. Neurorestorasi

Neuroproteksi dan neurorestorasi keduanya untuk menghambat progresivitas penyakit


Parkinson. Strategi ini ditujukan untuk mempertahankan kualitas hidup penderitanya.
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan secara
holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan
penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul.
Pengobatan penyakit parkinson bersifat individual dan simtomatik, obat obatan yang
biasa diberikan adalah untuk pengobatan penyakit atau menggantikan atau meniru
dopamin yang akan memperbaiki tremor, rigiditas, dan slowness.33, 35
Perawatan pada penderita penyakit parkinson bertujuan untuk memperlambat
dan menghambat perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat dilakukan dengan
pemberian obat dan terapi fisik seperti terapi berjalan, terapi suara/berbicara dan pasien
diharapkan tetap melakukan kegiatan sehari-hari. Pengobatan penyakit parkinson dapat
dikelompokan ,sebagai berikut :

I. Terapi Farmakologik

A. Bekerja pada sistem dopaminergic


1. Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa) 32, 33,35

Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam otak


levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada neuron
dopaminergic oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopadekarboksilase).
Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L- Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya
dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena
mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan
benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah metabolisme L-
Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik. Levodopa mengurangi tremor, kekakuan
otot dan memperbaiki gerakan. Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali
menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk
meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya. Banyak dokter menunda
pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai
memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya
terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa efektifitas levodopa
berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan
memasuki susunan saraf pusat dan mengalami perubahan enzimatik menjadi dopamin.
Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal. Efek samping levodopa pada
pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada
anggota gerak maupun tubuh. Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa juga
semakin lama semakin berkurang. Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal
pemberian diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat
yang memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau
MAO-B inhibitor.
2. Agonis dopamin32, 33, 35

Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax), Pramipexol


(Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk
mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan
tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang
selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson. Obat ini dapat berguna untuk
mengobati pasien yang pernah mengalami serangan yang berfluktuasi dan diskinesia
sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis
rendah yang diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik. Efek samping
obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema kaki, mual dan muntah.
3. Penghambat Monoamine Oxidase (MAO Inhibitor) 33

Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada penyakit
Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan mencegah
perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya sindrom Parkinson,
dengan demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna
untuk mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson yaitu untuk mengaluskan pergerakan.
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi monoamine
oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh
neuron dopaminergik.
Metabolitnya mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin. Biasa dipakai sebagai
kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu obat ini juga berfungsi sebagai
antidepresan ringan. Efek sampingnya adalah insomnia, penurunan tekanan darah dan
aritmia.
B. Bekerja pada sistem kolinergik

Antikolinergik33
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat aksi
neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu membantu mengoreksi
keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin, sehingga dapat mengurangi gejala tremor.
Ada dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson, yaitu
thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga termasuk
golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine (disipal) dan procyclidine
(kamadrin). Efek samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan kabur. Sebaiknya
obat jenis ini tidak diberikan pada penderita penyakit Parkinson usia diatas 70 tahun,
karena dapat menyebabkan penurunan daya ingat.

C. Bekerja pada Glutamatergik

Amantadin33
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak. Obat ini dulu
ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat menghilangkan gejala
penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor, bradikinesia, dan fatigue pada awal
penyakit Parkinson dan dapat menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan
diskinesia pada penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi
dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek sampingnya dapat mengakibatkan
mengantuk

.
D. Bekerja sebagai pelindung neuron

Neuroproteksi33
Berbagai macam obat dapat melindungi neuron terhadap ancaman degenerasi akibat
nekrosis atau apoptosis. Termasuk dalam kelompok ini adalah :
a. Neurotropik faktor, yaitu dapat bertindak sebagai pelindung neuron terhadap
kerusakan dan meningkatkan pertumbuhan dan fungsi neuron. Termasuk dalam
kelompok ini adalah BDNF (brain derived neurotrophic factor), NT 4/5
(Neurotrophin 4/5), GDNT (glia cell line-derived neurotrophic factorm artemin),
dan sebagainya. Semua belum dipasarkan.
b. Anti-exitoxin, yang melindungi neuron dari kerusakan akibat paparan bahan
neurotoksis (MPTP, Glutamate). Termasuk disini antagonis reseptor NMDA, MK
801, CPP remacemide dan obat antikonvulsan riluzole.
c. Anti oksidan, yang melindungi neuron terhadap proses oxidative stress akibat
serangan radikal bebas. Deprenyl (selegiline), 7-nitroindazole, nitroarginine
methyl-ester, methylthiocitrulline, 101033E dan 104067F, termasuk didalamnya.
Bahan ini bekerja menghambat kerja enzim yang memproduksi radikal bebas.
Dalam penelitian ditunjukkan vitamin E (tocopherol) tidak menunjukkan efek
anti oksidan.
d. Bioenergetic suplements, yang bekerja memperbaiki proses metabolisme energi
di mitokondria. Coenzym Q10 ( Co Q10 ), nikotinamide termasuk dalam
golongan ini dan menunjukkan efektifitasnya sebagai neuroprotektant pada
hewan model dari penyakit parkinson.
e. Rotigotine, rotigotine transdermal yang disampaikan adalah tambahan yang
secara klinis inovatif dan berguna untuk kelas agonis dopamin reseptor.
Rotigotine transdermal patch mewakili pilihan efektif dan aman untuk
pengobatan pasien dengan awal untuk maju penyakit Parkinson. Kemungkinan
non-invasif dan mudah digunakan formulasi yang memberikan stimulasi terus-
menerus dopaminergik mungkin langkah menuju meminimalkan komplikasi
yang timbul dari stimulasi pulsatil dopaminergik. Karena pasien penyakit
Parkinson biasanya harus mengambil banyak dosis obat setiap hari, patch ini
diharapkan akan membantu banyak penderita.
f. Bahan lain yang masih belum jelas cara kerjanya diduga bermanfaat untuk
penyakit parkinson, yaitu nikotin. Pada dasawarsa terakhir, banyak peneliti
menaruh perhatian dan harapan terhadap nikotin berkaitan dengan potensinya
sebagai neuroprotektan. Pada umumnya bahan yang berinteraksi dengan R
nikotinik memiliki potensi sebagai neuroprotektif terhadap neurotoksis, misalnya
glutamat lewat R NMDA , asam kainat, deksametason dan MPTP. Bahan
nikotinik juga mencegah degenerasi akibat lesi dan iskemia.8 Terapi
neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang diinduksi
progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen neuroprotektif
adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids, bioenergetics,
antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering digunakan di klinik
adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamin agonis, dan
complek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10.

II. Terapi Pembedahan32

Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses patologis yang
mendasari (neurorestorasi). Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson dilakukan bila
penderita tidak lagi memberikan respon terhadap pengobatan / intractable , yaitu masih
adanya gejala dua dari gejala utama penyakit parkinson (tremor, rigiditas, bradi/akinesia,
gait/postural instability), Fluktuasi motorik, fenomena on-off, diskinesia karena obat, juga
memberi respons baik terhadap pembedahan .
Ada 2 jenis pembedahan yang bisa dilakukan :
a. Pallidotomi , yang hasilnya cukup baik untuk menekan gejala :
- Akinesia / bradikinesia
- Gangguan jalan / postural
- Gangguan bicara
b. Thalamotomi, yang efektif untuk gejala :
- Tremor
- Rigiditas
- Diskinesia karena obat.

 Deep Brain Stimulation (DBS)


Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang dihubungkan
dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada seperti alat pemacu jantung.
Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi di otak, jadi relatif aman. Manfaatnya adalah
memperbaiki waktu off dari levodopa dan mengendalikan diskinesia.

 Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh Lindvall dan
kawannya, jaringan medula adrenalis (autologous adrenal) yang menghasilkan dopamin.
Jaringan transplan (graft) lain yang pernah digunakan antara lain dari jaringan embrio
ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor cells,
non neural cells (biasanya fibroblast atau astrosytes), testis-derived sertoli cells dan carotid
body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan jaringan diberikan obat
immunosupressant cyclosporin A yang menghambat proliferasi T cells sehingga masa
hidup graft jadi lebih panjang. Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala
penyakit parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6 tahun sesudah
transplantasi. Teknik operasi ini sering terbentur bermacam hambatan seperti ketiadaan
donor, kesulitan prosedur baik teknis maupun perijinan.

III. Non Farmakologi

a. Rehabilitasi medik
Peranan rehabilitasi medik pada penyakit Parkinson adalah :
- Mencegah kontraktur oleh karena rigiditas, dengan gerakan pasif perlahan namun
full ROM.
- Meningkatkan nilai otot secara general dengan fasilitasi gerak yang dimulai dari
sendi proximal, misalnya dengan menggunakan PNF, NDT atau konvensional.
- Meningkatkan fungsi koordinasi.
- Meningkatkan transfer dan ambulasi disertai dengan latihan keseimbangan.

Fisioterapi

1. Infra Red Radiation 22, 24


Sinar infra red merupakan suatu gelombang yang mempunyai pancaran
gelombang yang mempunyai elektromagnetik dengan panjang gelombang 7.700 –
Amstrong.
Sinar infra red ini selain berasal dari matahari, dapat pula diperoleh dengan cara
buatan dari bantalan listrik, lampu luminous infra red gelombang panjang dan pendek.
Berdasarkan panjang gelombangnya infra red dapat dibedakan sebagai berikut:

 Gelombang Panjang
Gelombang panjang ini diatas 12.000 A sampai dengan 150.000 A. Penetrasi sinar ini
hanya sampai pada lapisan superficial epidermis, yaitu sekitar 0,5 mm.
 Gelombang Pendek
Panjang gelombang ini antara 7.700 A sampai dengan 12.000 A. Daya penetrasi ini lebih
dalam dari gelombang panjang, yaitu sampai jaringan subcutan darah kapiler, pembuluh
lymph, ujung-ujung saraf dan jaringan lain dibawah kulit.
Berdasarkan tipe sinar infra red dapat dibedakan sebagai berikut:
 Tipe A: panjang gelombang 780 – 15000 mm, penetrasi dalam
 Tipe B: panjang gelombang 1500 – 3000 mm, penetrasi dangkal
 Tipe C: panjang gelombang 3000 – 10.000 mm, penetrasi dangkal
Efek Fisiologis
Pengaruh sinar infra red jika sinar infra red diabsorbsi oleh kulit, maka panas
akan timbul pada tempat sinar tadi diabsorbsi. Dengan adanya panas ini temperature
naik dan pengaruh-pengaruh lain akan terjadi antara lain adalah:
 Meningkatkan proses metabolisme
 Vasodilatasi pembuluh darah
 Pigmentasi
 Pengaruh terhadap jaringan otot
 Menaikkan temperatur tubuh
 Mengaktifkan kerja kelenjar keringat
Efek Terapeutik
 Relaksasi otot
 Meningkatkan suplai darah

Prosedur Pemberian Sinar Infra Red22,23


Agar hasil terapi dengan sinar infra red mempunyai hasil yang maksimal, maka
perlu memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Persiapan Alat
Sebelum pemberian terapi harus diperhatikan:
 Sinar infra red dalam keadaan nol
 Menyiapkan kaca mata pelindung
 Jaraknya diatur sekitar 35 – 45 cm
2. Persiapan Pasien
Pasien dipersiapkan antara lain:
 Sebelum diberikan terapi, pasien terlebih dahulu diberikan penjelasan
mengenai efeknya, cara kerja, dan kontra indikasinya
 Posisi pasien dalam keadaan tidur terlentang dengan menggunakan kaca mata
pelindung
 Daerah yang akan diterapi bebas dari pakaian
 Sinar infra red diarahkan tegak lurus pada daerah yang akan diterapi
3. Dosis
 Intensitas
 Durasi
 Frekwensi
4. Hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
 Sebelum terapi
Perhatikan daerah yang akan diterapi, apakah ada bengkak atau tidak, suhunya normal atau
tidak, jika ada bengkak ataupun suhu tidak normal maka sinar infra red jangan mengenai
daerah tersebut.
 Pada saat terapi
Apabila pasien merasakan pusing, mual, menggigil, keringat dingin, maka terapi segera
dihentikan.
 Setelah terapi
Setelah terapi, pasien dianjurkan tidak segera bangun dari tempatnya dan bagian yang
sudah diterapi diperiksa kembali dan kemudian peralatan dirapikan kembali seperti semula.

2. Terapi latihan

a. Range of Motion (ROM) exercise merupakan pergerakan tulang satu terhadap


tulang yang lain pada sendi yang dibentuknya.

Fungsi ROM EXC

 Memelihara sendi dan jaringan lunak sekitar sendi


 Meminimalkan terbentuknya kontraksi otot
 Memelihara elastisitas mekanik otot
 Membantu sirkulasi darah secara dinamis
 Mempertinggi pergerakan cairan sinovial untuk pemberian makanan /
nutrisi pada cartilago dan material dalam sendi
 Menurunkan atau menghambat pain
 Membantu proses penyembuhan oleh cidera atau operasi
 Membantu memelihara pergerakan pasien yang disadari
b. Stretching Exercise

Latihan penguluran adalah suatu metode terapi untuk memanjangkan struktur jaringan
kontrktil dan non kontraktil yang memendek secara patologis sehingga ROM meningkat.

Tujuan dari stretching exercise yaitu :

1. Menambah LGS dan mobilitas jaringan sekitar sendi


2. Mencegah kontraktur yang menetap
3. Fleksibilitas
4. Meminimalkan cedera muskulo berkaitan aktifitas fisik yg spesifik

c. Strengthening Exercise

Latihan penguatan merupakan bentuk dari latihan aktif dimana suatu kontraksi dinamik
maupun statis melawan suatu tenaga/kekuatan dari luar.
Tujuan dari strengthening exercise yaitu :

1. Meningkatkan kekuatan otot


2. Meningkatkan ketahanan otot (endurance)
3. Meningkatkan tenaga (power)

d. Neurodevelopmental Treatment (NDT) Bobath-Training


 Pola otot, tidak mengisolasi gerakan, digunakan untuk pergerakan.
 Ketidakmampuan untuk memberikan impuls langsung pada otot dalam
kombinasi yang berbeda oleh orang dengan susunan saraf pusat yang
utuh.
 Pola otot yang abnormal ditekan sebelum pola otot yang normal muncul.
 Reaksi asosiasi: sinergi massa dihindari karena dapat memperburuk
kelemahan otot dan otot yang tidak berserpon (penguatan yang abnormal
akan meningkatkan tonus dan spastisitas)
 Pola penghambat reflex digunakan untuk mencegah reaksi postural yang
abnormal; juga untuk memfasiliitasi gerakan involunter.
 Pola yang abnormal dimodifikasi pada titik kunci proksimal sebagai
control (misalnya leher, tulang belakang, bahu atau pelvis)

e. Proprioceptif Neuromuscular Facilitation (PNF)


 Stimulasi dari saraf, otot, reseptor sensorik untuk menghasilkan respon
melalui rangsangan manual untuk meningkatkan kemudahan pergerakan
dan meningkatkan fungsi otot.
 Mekanise neuromuskular yang normal memberi kemampuan untuk
melakukan aktifitas motorik yang luas dengan struktur anatomis yang
terbatas. Hal ini terintegrasi dan efisien tanpa mempengaruhi aksi
motorik, aktifitas reflex dan reaksi lainnya.
 Mekanisme neuromuskular yang tidak lengkap tidak cukup memenuhi
untuk hidup sehari-hari karena kelemahan, ikoordinasi, spasme otot atau
spastisitas.
 Keperluan khusus diberikan oleh terapis fisik dan terapis okupasional
memfasilitasi efek dari mekanisme neuromuskular dan mengembalikan
keterbatasan pasien.
 Pola pergerakan-massa digunakan sesuai dengan aksioma Beevor (bahwa
otak tidak tahu tentang aksi dari otok tertentu tapi tahu tentang
pergerakannya)

f. Brunnstrom: Fasilitasi sentral menggunakan pemulihan Twitchell dimana


meningkatkan sinergi tertentu melalui stimulus proprioseptif pada kulit. Dengan
menambahkan breating retraining (BRT) dan inspiratory mucle training (IMT)
pada program rehabilitasi pasien Parkinson’s Disease menghasilkan perbaikan
fungsi otot pernafasan, kapasitas latihan, dan kualitas hidup menurut Sutbeyaz
dkk. Pada studi ini pasien diberikan BRT dan IMT selama setengah jam sehari, 6
kali seminggu.
g. Latihan keseimbangan

1) Posisi duduk
Pasien duduk di tempat tidur, terapis di belakang pasien dengan memegang salah
satu tangan pasien dan tangan yang lain memfiksasi pada bahu yang kontralateral. Lalu
terapis menarik tangan pasien secara perlahan ke arah samping secara perlahan dan
pasien di minta untuk mempertahankan keseimbangan agar tidak jatuh ke samping.
Setelah itu dilakukan pada tangan yang lain dengan prosedur yang sama.
2) Posisi berdiri
Pasien berdiri dengan tumpuan 10 cm, terapis memfiksasi pada pevis pasien, lalu
terapis menggerakkan ke depan, belakang, samping kanan dan samping kiri dan pasien
diminta agar menjaga keseimbangan agar tidak jatuh.

h. Latihan koordinasi
Dilakukan pada posisi berdiri maupun duduk untuk gerak jari ke hidung, jari
pasien ke jari terapis, jari ke jari tangan pasien, gerak oposisi jari tangan dan gerakan
lain yang ada pada pemeriksaan koordinasi non-ekuilibrium. Pasien duduk atau berdiri
dengan kedua lengan ke depan (fleksi sendi bahu 90ᵒ) sehingga ke dua jari telunjuk
pasien dan terapis saling bersentuhan, lalu pasien di minta mempertahankannya setelah
itu pasien di minta mengikuti gerakan tangan terapis, usahakan jari telunjuk masih saling
bersentuhan selama pergerakan tangan terapis.

Frenkel’s exercise 27
Merupakan suatu bentuk latihan gerak untuk perbaikan koordinasi dengan
menggunakan indra yang lain (visual, pendengaran, reseptor). Program ini terdiri seri
latihan yang sudah terencana yang didesain untuk membantu mengkompensasi ketidak
mampuan dari lengan dan tungkai untuk melakukan gerakan yang terkoordinasi, yaitu
ketidak mampuan untuk meletakkan posisi dan mengatakan dimana posisi lengan dan
tungkai jika bergerak tanpa pasien melihat gerakan.
Dasar fisiologi Frenkel’s exercise sebagai berikut :
a. Perbaikan koordinasi melalui indra yang lain
b. Belajar kembali tentang fungsi dan pola fungsional yang
hilang Prinsip latihan antara lain sebagai berikut :
a. Tujuan latihan untuk melatih koordinasi bukan untuk tujuan penguatan otot.
b. Selama latihan harus diberikan instruksi dan aba-aba, suara yang lembut, dan
selama latihan harus dihitung.
c. Pasien diposisikan sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah melihat
gerakan yang dilakukan.
d. Untuk menghindari kelelahan setiap gerakan dilakukan tidak boleh lebih dari
empat kali dan diselingi istirahat diantara setiap gerakan.
e. Latihan dilakukan dalam ROM yang normal untuk menghindari over-streching
dari otot.
f. Latihan dimulai dari gerakan yang sederhana kemudian ditingkatkan pada
pola gerakan yang lebih sulit.
Gerakan dalam Frenkel’s exercise antara lain :
a. Fine motor, Gerakan halus yang memerlukan keterampilan dan koordinasi
visual yang prima serta melibatkan extremitas superior
b. Gross motor, gerakan kasar yang melibatkan aktivitas tungkai atau axtremitas
inferior.

Posisi latihan yang dapat dilakukan antara lain :


1. Posisi tidur terlentang (Lying)
Posisi awal : Tidur terlentang pada tempat tidur dengan permukaan yang lembut
sehingga lengan dan tungkai mudah digerakkan dan kepala lebih tinggi dengan disangga
bantal supaya pasien dapat melihat dengan jelas setiap gerakan yang dilakukan. Adapun
gerakan yang dilakukan sebagai berikut :
a) Tekuk satu lutut dan panggul dan geser tumit sepanjang tempat tidur, luruskan
kembali keposisi awal. Ulangi gerakan pada tungkai yang lain.
b) Tekuk satu tungkai pada lutut dan panggul seperti pada posisi 1, geser ke
samping, kembali ketengah kemudian luruskan tungkai kembali ke posisi awal.
Ulangi gerakan pada tungkai yang lain.
c) Tekuk satu tungkai pada lutut dan panggul dengan tumit terangkat dari
tempat tidur, luruskan kembali keposisi awal dan ulangi pada tungkai yang
lainnya.

d) Tekuk dan luruskan satu tungkai pada lutut dan panggul dengan tumit digeser
pada tempat tidur kemudian berhenti jika diberi aba-aba. ulangi pada tungkai
yang lainnya.
e) Tekuk satu tungkai pada lutut dan panggul dan letakkan tumit pada lutut tungkai
yang lain, kemudian geser kebawah sepanjang tulang kering kearah pergelangan
kaki dan kembali keatas kearah lutut, kembali keposisi awal. ulangi pada tungkai
yang lainnya.
f) Tekuk kedua lutut dan panggul, rapatkan kedua pergelangan kaki dan geser
kedua tumit sepanjang tempat tidur dengan kedua pergelangan kaki tetap rapat,
luruskan kedua pergelangan kaki tepat rapat, luruskan kedua tungkai dan
kembali keposisi awal.
g) Tekuk satu tungkai pada lutut dan panggul bersamaan dengan satu tungkai yang
lain diluruskan seperti gerakan mengayuh sepeda.

2. Posisi duduk
Posisi awal : Duduk tegak pada kursi dengan kedua kaki menempel dilantai.
Gerakannya :
a) Buatlah tanda, angkat sebatas tumit, kemudian tingkatkan gerakan dengan
mengangkat seluruh kaki dan letakkan kaki secara perlahan pada gambar telapak
kaki yang digambar dilantai.
b) Buat dua garis menyilang dilantai, secara bergantian geser kaki sepanjang garis
ke arah depan, belakang, kiri dan kanan.

c) Belajar untuk bangkit berdiri dan duduk kembali dengan hitungan gerakan :
Hitungan kesatu : tekuk kedua lutut geser kebelakang
Hitungan kedua : condongkan badan kedepan
Hitungan ketiga : angkat badan dengan meluruskan kedua tungkai dan luruskan
punggung
Ulangi proses ini untuk ke posisi duduk kembali.
3. Posisi berjalan
Posisi awal : Berdiri tegak dengan jarak kedua kaki 4-6 inchi. Gerakannya :
a) Berjalan ke samping dimulai dari setengah langkah ke kanan. Lakukan gerakan
ini dengan urutan hitungan.
Hitungan pertama : Pindahkan berat badan pada kaki kiri
Hitungan kedua : Letakkan kaki kanan 12 inchi kekanan
Hitungan ketiga : Pindahkan berat badan kekaki kanan.
Hitungan keempat : Angkat kaki kiri melewati kaki kanan.
Ulangi pada tungkai yang lainnya.
b) Berjalan kedepan diantara kedua garis sejajar dengan jarak 14 inchi, letakkan
kaki kanan disamping garis kanan, letakkan kaki kiri disamping garis kiri, dan
kemudian berjalan dengan koreksi pada langkah kaki. Istirahat setelah 10
langkah.
c) Berjalan kedepan dengan meletakkan setiap kaki pada gambar kaki yang sudah
digambar dilantai. Latihan dengan quarter steps, half steps, three quarter streps
dan full streps.

d) Berputar kekanan, dengan hitungan pertama : Angkat jari-jari kaki kanan dan
putar keluar, pivot pada tumit. Hitungan kedua : Angkat tumit kiri dan pivot pada
jari-jari kaki putar kedalam. Hitungan ketiga : Berputar penuh. Ulangi gerakan
untuk berputar kekiri.
e) Berjalan naik dan turun tangga. Berjalan satu langkah, letakkan kaki kanan
ditangga kemudian angkat kaki kiri letakkan disamping kaki kanan, kemudian
lanjutkan ke anak tangga selanjutnya dengan pola sama. Kemudian lanjutkan
latihan dengan melangkah bergantian dengan langkah biasa setiap anak tangga.
Awal latihan gunakan pegangan kemudian keseimbangan ditingkatkan tanpa
pegangan
4. Latihan untuk ekstremitas atas.
a) Gerakan fleksi dan ekstensi bergantian

b) Gerakan abduksi dan adduksi bergantian Satu lengan fleksi dan abduksi, lengan
lain ekstensi da adduksi bergantian
c) Latihan dipapan tulis : merubah tanda minus menjadi plus dan mengkopi garis
lurus, silang, lingkar, dan lain-lain.
d) Latihan koordinasi mata tangan
e) Latihan menggunakan puzzle, balok susun, dan lain-lain. Satu lengan fleksi dan
abduksi, lengan lain ekstensi da adduksi bergantian
f) Latihan dipapan tulis : merubah tanda minus menjadi plus dan mengkopi garis
lurus, silang, lingkar, dan lain-lain.
g) Latihan koordinasi mata tangan
h) Latihan menggunakan puzzle, balok susun, dan lain-lain

i. Senam Parkinson29

Kemampuan gerak dan keseimbangan penderita parkinson akan menurun.


Gejalanya bisa tremor atau bagian tubuh tertentu sering gemetar. Otot dan anggota tubuh
menjadi kaku. Selain itu, penderita mudah lelah dan lupa. Penyakit ini tentu akan sangat
mengganggu kegiatan sehari-hari. Karena itu, diperlukan latihan untuk mencegah atau
memperbaiki otot-otot tubuh. Ada sebuah senam yang gerakannya khusus diciptakan
untuk menguatkan kerja otot dan membangun keseimbangan tubuh. Senam ini tepat
dilakukan oleh para penderita parkinson. Tapi, mereka yang tidak menderita penyakit ini
juga dapat melakukana sebagai tindakan pencegahan.
Senam Parkinson dapat meningkatkan kesiagaan tubuh atau body awareness. Hal
ini penting untuk menjaga agar penderita tidak sampai jatuh. Sebab, mereka yang sudah
terbiasa melatih keseimbangan secara refleks dapat menahan jika akan terjatuh.
Sebagai permulaan, sebelum melakukan senam, tetap harus ada pemanasan. Tujuannya,
meminimalkan cedera dan mempersiapkan rasa gerak otot.
Senam Parkinson tidak menjurus pada latihan kardiovaskuler. Berbeda dengan
aerobik yang bekerja pada bagian prime muscle, senam itu lebih bekerja pada core
muscle untuk stabilisator sendi. Senam ini juga mampu meningkatkan peredaran darah.
Tujuannya bukan untuk menambah massa otot. Gerakannya simultan berkesinambungan
seperti menari. Untuk mendapatkan hasil maksimal, perlu latihan rutin. Maksimal lima
kali seminggu, dan dalam tujuh hari tetap diberikan jeda istirahat total selama dua hari.
Hal ini berfungsi untuk proses pemulihan otot-otot yang telah dilenturkan.
Senam dianjurkan untuk penderita Parkinson karena gerakannya lambat.
Ketukan pada setiap gerakannya 80 kali per menit. Senam juga tidak membutuhkan
gerakan meloncat dan berputar. Seseorang tidak disarankan senam jika malam
sebelumnya tidak bisa tidur dengan lelap. Walaupun tidur lelap, namun bila badan terasa
tidak bugar, tidak disarankan senam, karena hal ini dapat menurunkan koordinasi
gerakan.
Gerakan 1: Melatih otot pelvis

Fungsi: Memfiksasi panggul supaya tidak mudah jatuh.


Cara: Duduk tegak di atas bola, kedua kaki agak terbuka. Jaga keseimbangan. Tegak dan
pertahankan dalam waktu 10 detik, rileks, ulangi lagi gerakan sebanyak 10 kali.

Gerakan 2: Memindahkan berat badan ke satu sisi

Fungsi: Melatih rasa gerak sendi panggul dan otot-ototnya agar siap menghadapi
perubahan posisi. Penting untuk mengatur strategi agar tidak jatuh terutama saat berdiri.
Cara: Posisi awal duduk tegak di atas bola. Kemudian, gerakkan bola dengan pantat ke
kanan. Tahan dengan kedua tangan dan sebagian badan digerakkan ke arah berlawanan.
Ini dilakukan untuk menahan berat badan jangan sampai jatuh menggelinding ke kanan.
Ulangi 10 kali dengan arah berlawanan secara bergantian.

Gerakan 3: Penguatan otot pinggang, perut, dan paha

Fungsi: Menguatkan otot pinggang, perut, dan paha yang merupakan bagian dari
penjaga keseimbangan.
Cara: Duduk tegak di atas bola. Kedua tangan saling bersentuhan. Angkat salah satu
kaki perlahan hingga lurus sejajar paha. Lakukan gerakan dengan kaki yang berbeda.
Ulangi 10 kali.

Gerakan 4: Melatih gerak sendi panggul

Fungsi: Menjaga keseimbangan.

Cara: Duduk tegak di atas bola. Kemudian gerakkan bola dengan pantat sedikit ke
belakang. Kedua tangan diluruskan ke depan untuk menahan berat badan agar tidak
jatuh ke belakang. Kembali lagi ke depan. Ulangi 10 kali.

Gerakan 5: Penguatan otot paha

Fungsi: Stabilisator sendi lutut. Mengurangi kemungkinan jatuh akibat kelemahan otot
paha. Mengurangi nyeri otot.
Cara: Berdiri tegap dengan bola di belakang punggung. Turunkan bola dengan
menggunakan tubuh bagian belakang. Turunkan hingga posisi kaki menekuk 90 derajat
seperti mau duduk. Saat turun tahan 5 detik. Kemudian naik ke posisi semula dan ulangi
lagi sebanyak 10 kali.

Gerakan 6: Melatih kelenturan otot punggung

Fungsi: Otot punggung menjadi lentur. Membuat gerak fleksibel, mengurangi risiko
jatuh dan mencegah kekakuan pada panggul.
Cara: Duduk tegap di atas bola. Kemudian gerakkan dan turunkan badan ke salah satu
sisi. Posisikan kedua tangan sejajar menyentuh lantai sesuai arah badan. Ulangi dengan
arah bergantian. Masing-masing arah (kanan-kiri) diulangi sampai lima.

Gerakan 7: Melatih kelenturan otot samping

Fungsi: Mencegah kekakuan dan nyeri pada punggung. Menjaga kelenturan otot-otot
punggung.
Cara: Berlutut dengan bola di samping badan. Gerakkan badan bersama kedua tangan ke
sisi yang terdapat bola. Saat miring ke kanan, tangan yang terdekat dengan bola
menyentuh bola. Lakukan dengan arah berbeda. Masing-masing arah lima repetisi.

Gerakan 8: Stretching otot dada

Fungsi: Meningkatkan ekspansi thorax atau dada. Sehingga, pengembangan paru lebih
bagus. Masukan oksigen juga lebih banyak.

Cara: Berlutut dengan bola di depan badan. Kemudian dorong bola ke depan dengan
kedua tangan. Dorong hingga tulang punggung dan tangan lurus.

j. Edukasi dan Home Program28

Edukasi dan home program prinsipnya adalah tindakan yang dapat dilakukan
oleh keluarga dan penderita untuk menunjang pemulihan kemampuan gerak dan fungsi.
Dengan melakukan program rumah ini akan sangat membantu proses perkembangan
motorik. Namun demikian, program latihan di rumah hendaknya dilakukan dengan
benar agar proses pembelajaran motorik yang diberikan oleh fisioterapis tidak
berlawanan dengan yang dilakukan di rumah.
a. Mengatur Posisi di Tempat Tidur

Umumnya penderita Parkinson’s Disease akan mengalami imobilisasi atau kurang gerak
karena menurunnya kemampuan fungsional. Dengan kondisi tersebut, maka beberapa
komplikasi mungkin terjadi seperti pembentukan bekuan darah, dekubitus, pneumonia,
kontraktur otot, keterbatasan sendi, dan lain lain.

b. Latihan Mandiri (self exercise)

Pada dasarnya penderita Parkinson’s Disease juga dapat melakukan latihan mandiri, hal
ini ditujukan untuk membantu proses pembelajaran motorik. Setiap gerakan yang
dilakukan hendaknya secara perlahan dan berkelanjutan dan anggota gerak yang
mengalami gangguan ikut aktif melakukan gerakan seoptimal mungkin.

c. Latihan Fungsional Tangan

Salah satu ciri khas dari Parkinson’s Disease adalah tangan tremor jika sedang
beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak
terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur. Fungsi
tangan begitu penting dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan merupakan bagian
yang paling aktif.

Latihan fungsional tangan dapat berupa:

 Membuka tangan.
 Menutup jari-jari untuk menggenggam objek.
 Menggeser engsel kunci pintu atau lemari.
 Membuka menutup kran air
 Membuka dan mengancingkan baju, dll

d. Latihan pada Wajah dan Mulut

Salah satu mesalah yang sering muncul pada penderita Parkinson’s Disease adalah
menurunnya kemampuan bicara dan ekspresi wajah. Latihan pada wajah dan mulut
antara lain, latihan tersenyum, memembentuk bibir menjadi huruf “O” dan lain lain.
e.Therapi okupasi

Kebanyakan pasien yang mengalami kelainan neurologis seperti pada


Parkinson’s Disease sangat tergantung kepada orang lain untuk melakukan ADL
dasar (seperti mandi, berpakaian, makan, ke toilet, bersih-bersih, berpindah
tempat). Kemampuan individu untuk melakukan aktivitas ini biasanya dinilai
dengan disability rating scale seperti Fungsional Independence Measure. Hampir
semua pasien menunjukan peningkatan ADL ketika pemulihan terjadi.

Laporan dari kemandirian fungsional level yang dicapai pada pasien


Parkinson’s Disease setelah perbaikan bervariasi dari satu penulis dengan yang
lainnya. Variabilitas ini mungkin akibat perbedaan antara populasi penelitian,
metode rehabilitasi, follow up dan pelaporan data. Dalam kebanyakan laporan,
47-76% pasien mencapai kemandirian parsial atau total dari ADL. Kebanyakan
peneliti berusaha meneliti faktor mana yang bisa memprediksi fungsional ADL
outcome dengan menggunakan multivariate analysis. Berbagai variabel di uji,
daftar dibawah ini dilaporkan memiliki pengaruh yang paling besar.
Bagaimanapun semua faktor tersebut ditunjukkan untuk memprediksi outcome
dalam setiap studi. Faktor yang memprediksi ADL outcome yang jelek adalah :
 Usia tua
 Adanya komorbiditas
 Myocardial infarction
 Diabetes mellitus
 Parkinson’s Disease yang berat
 Kelemahan yang berat
 Skor awal ADL yang rendah
 Penundaan dalam memulai rehabilitasi sejak onset

b. Nutrisi
Beberapa nutrien telah diuji dalam studi klinik klinik untuk kemudian
digunakan secara luas untuk mengobati pasien Parkinson. Sebagai contoh, L-
Tyrosin yang merupakan suatu perkusor L-dopa mennjukkan efektifitas sekitar 70
% dalam mengurangi gejala penyakit ini. Zat besi (Fe), suatu kofaktor penting
dalam biosintesis L-dopa mengurangi 10%- 60% gejala pada penelitian terhadap
110 pasien.16
THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan koenzim dan perkusor
koenzim dalam biosintesis dopamine menunjukkan efektifitas yang lebih rendah
dibanding L- Tyrosin dan zat besi. Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi secara
teori dapat mengurangi kerusakan sel yang terjadi pada pasien Parkinson. Kedua
vitamin tersebut diperlukan dalam aktifitas enzim superoxide dismutase dan
Belum lama ini, Koenzim Q10 juga telah digunakan dengan cara kerja yang mirip
dengan vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu zat sintesis baru yang memiliki
struktur dan fungsi mirip dengan koenzim Q10.katalase untuk menetralkan anion
superoxide yang dapat merusak sel.16
Belum lama ini, Koenzim Q10 juga telah digunakan dengan cara kerja
yang mirip dengan vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu zat sintesis baru yang
memiliki struktur dan fungsi mirip dengan koenzim Q10.
BAB III
KESIMPULAN
Parkinson’s Disease (Penyakit Parkinson) adalah penyakit neurodegeneratif yang
bersifat kronis progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada
ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia
nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency). Di Amerika Serikat,
ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk
210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita.
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan
secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk
menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang
timbul. Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,
sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena
parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progres hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat
menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-
berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang,
dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang
dapat sangat parah.
Peranan rehabilitasi medik pada penyakit Parkinson adalah mencegah kontraktur
oleh karena rigiditas, dengan gerakan pasif perlahan namun full ROM, meningkatkan
nilai otot secara general dengan fasilitasi gerak yang dimulai dari sendi proximal,
dengan menggunakan PNF, NDT atau konvensional, meningkatkan koordinasi,
meningkatkan transver dan ambulasi disertai dengan latihan keseimbangan.
DAFTAR PUSTAKA

Dick, F.D. et al. 2007. Environmental Risk Factors for Parkinson’s Disease and
Parkinsonism: the Geoparkinson Study on Behalf of the Geoparkinson Study Group.
Occup Environ Med. 64:666–672.
Samii, A., Nutt J.G., Ransom B.R. 2004. Parkinson’s Disease. Lancet. 363: 1783-
93.
World Health Organization. Department of Measurement and Health Information.
December 2004. Estimated total deaths (2000), by cause and WHO Member State,
2002.
Leah, M..R. dan Salil K.D. 2007. Cigarette Smoking and Parkinson’s Disease.
EXCLI Journal. 6:93-99.
Departemen Kesehatan RI : Profil Kesehatan Indonesia 1995.
Dinas Kesehatan Tingkat I Jawa Tengah : Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah
tahun 2003.
Thomson F, Muir A, Stirton J et al. Parkinson′s Disease . The Parmaceutical Journal
2001; Vol.267 : 600 – 612
Stephen K, Eeden VD, Caroline M. Incidence of Parkinson’s Disease: Variation by
Age, Gender, and Race/Ethnicity. Am J Epidemiol, 2003; 157: 1015 – 22.
Husni A: Parkinson’s Disease, patofisiologi, diagnosis dan wacana terapi.
Disampaikan pada Temu Ilmiah Nasional I dan konferensi kerja III PERGEMI .
Semarang, 2002 .
Andi M, 2003. Parkinson. http://medlinux.blogspot.com/2008/03/parkinson.html. 3
Juni 2008.
Jankovic J, Tolosa E, 2002. Parkinson’s Disease And Movements Disorders
4th.Philadelpia : Lippincott &Wilkins. Pp 91-99, 39-53
Clarke CE, Moore AP. Parkinson’s Disease. http://www.aafp.org/afp/
20061215/2046.html, 3 Juni 2008.
Hanifah M. Pengaruh Ekstrak Biji Korobenguk Hasil Soxhletasi Terhadap Gejala
Penyakit Parkinson. 2013.
Parkinson’s Disease and Other Movement Disorders. Editor: Hasan Sjahrir,
Darulkutni Nasution, Abdul Gofir. Cetakan pertama, Mei 2007. Penerbit : Pustaka
Cendikia Press. Yogyakarta
Yayasan peduli parkinson Indonesia. Parkinson disease. http://www. parkinson-
indonesia.com/. 3 Juni 2008
Anisa R., 2003. Parkinson. http://www.neurologychannel.com /parkinsonsdisease. 3
Juni 2008.
http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2010/02/16/status-pemeriksaan-
neurologi/
Sobha S. Rao, M.D., Laura A. Hofmann, M.D., and Amer Shakil, M.D.,
“Parkinson’s Disease: Diagnosis and Treatment”,http://www.aafp.org/afp/
20061215/2046.html, 15 Desember 2006.
Terapi deep brain stimulation bantu kendalikan Parkinson’s Disease.
2007.http://www.medicastore.com/med/index.php?
id=&iddtl=&idktg=&idobat=&UID=20080527174540125.163.140.209
Maurice Victor, Allan H. Ropper, Raymond D, 2000. Adams & Victor’s
Principles Of Neurology 7th edition. Parkinson Disease (Paralysis Agitans)
Greg Juhn, M.T.P.W., David R. Eltz, Kelli A. Stacy, Daniel Kantor, M.D., 2006.
University of Florida Health Science Center, Jacksonville, FL. Parkinson’s
disease.http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000755.htm#Treatment
Lewis P. Rowland, 2000. Merritt’s Neurology 10th Edition. Parkinsonism: Stanley
Fahn and Serge Przedborski
Physical Therapy in Parkinson’s Disease. Available at: http://www.emedicine.com
Lee JM. Prosedur-prosedur Termal, Listrik dan Manipulatif. Dalam: Segi Praktis
Fisioterapi. Edisi kedua. Jakarta: Binarupa Aksara. 1990.
Marques PAMC, Soares LGP, do Nascimento CM, Neto AAPV, Marques RC,
Pinheiro ALB. In : Laser phototherapy a case report.2010.
Teixeira LJ. Soares BGDO, Vieira VP. Physical therapy for Parkinson’s Disease.
The Cochrane Collaboration. 2007. 2: 1-5.
Frenkel’s Exercise. Available at :
http://ipuy-fullmoon.blogspot.com/2009/07/frenkels-exercise.html.
Penatalaksanaan Terapi Latihan. Blog ortotis prostetis. Available at http://ortotik-
prostetik.blogspot.com/2009/02/penatalaksanaan-terapilatihanpada.html
Irfan M. Fisioterapi pada Parkinson’s Disease. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2010
Dikutip dari: Soetini N. Senam Parkinson, Latih Kesimbangan. Blog Fisioterapi
Praktis. Available at http://fisio-praktis.blogspot.com/2009/02/senam-parkinson-
latih-keseimbangan.html.
Silitonga R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup Penderita
penyakit parkinson di poliklinik saraf rs dr kariadi. Semarang: Universitas
Diponegoro; 2007.
Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.
Baehr MF, Michael. Duu,s Topical Diagnosis in Neurology. 4th ed. United States of
America: Thieme; 2005.
Purba JS. Penyakit Parkinson. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.
H. Ropper AHB, Robert. Adams and Victor's Principles of Neurology. 8th ed. United States of
America: McGraw-Hill; 2005.

Anda mungkin juga menyukai