Anda di halaman 1dari 29

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE


Tugas ini di ajukan guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II

Dosen Pengampu :
Umi Mardirahayu, SST, MST.Kep.

Disusun Oleh :
1. Riksa Rizki F (P1337420120047)
2. Dhiya Malichatul A. (P1337420120053)
3. Denanda Eka Putri D. (P1337420120055)
4. Siska Lailatul M. (P1337420120059)
5. Vera Aulia (P13374201200)

PROGRAM STUDI DIPLOMA DIII KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................2

KATA PENGANTAR................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4

1.1. Latar Belakang.............................................................................................................4

1.2. Rumusan Masalah........................................................................................................4

1.3. Manfaat dan Tujuan.....................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................6

2.1. Definisi Penyakit Stroke..............................................................................................6

2.2. Etiologi Penyakit Stroke..............................................................................................6

2.3. Patofisiologi Penyakit Stroke......................................................................................8

2.4. Tanda dan Gejala Penyakit Stroke...............................................................................8

2.5. Penatalaksanaan Penyakit Stroke................................................................................9

2.6. Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Stroke...............................................................9

2.7...........................................................................................................................................9

BAB III PENUTUP..................................................................................................................10

3.1. Simpulan....................................................................................................................10

1.2. Saran..........................................................................................................................10

1.3. Penutup......................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................11
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul
“Asuhan Keperawatan Pasien Stroke” tepat waktu. Makalah tersebut disusun guna memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II di prodi D3 Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Semarang. Selain itu, penulis juga berharap makalah ini dapat menambah
wawasan pembaca mengenai Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Umi Mardirahayu,
SST, MST.Kep. selaku dosen pengampu presentasi mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
II yang telah memberikan tugas makalah ini dan menambah pengetahuan serta pemahaman
penulis. Tak lupa, penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Selasa 16, Februari 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Stroke merupakan penyakit cerebrovascular dimana terjadi gangguan fungsi otak
yang berhubungan dengan penyakit pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak.
Stroke terjadi akibat terganggunya suplai darah ke otak akibat pecah pembuluh darah
atau adanya sumbatan pada pembulh darah. Hal ini meyebabkan suplai oksigen ke otak
terganggu dan mengakibatkan kerusakan jaringan otak.

Gejala umum yang biasanya terjadi yaitu wajah, tangan atau kaki yang kaku secara
tiba-tiba, mati rasa atau lemah, yang biasanya terjadi pada satu sisi tubuh. Gejala lain
seperti pusing, sulit berbicara atau mengerti perkataan, kesulitan melihat, kesulitan
jalan, kehilangan keseimbangan dan koordiasi, pingsan atau kehilangan kesadaran,
serta sakit kepala berat dengan penyebab yang tidak pasti (Dinata, Safrita & Sastri,
2012).

stroke merupakan peyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung


koroner dan kanker pada negara maju ataupun negara berkembang. satu dari 10
kematian disebabkan oleh stroke. menurut data world stroke organization setiap tahun
terdapat 13,7 juta kasus baru penyakit stroke dan terjadi sekitar 5,5 juta kematian akibat
stroke.

pada tahun 2018 data Riskesdes menyatakan bahwa prevaleni storke permil
berdasarkan diagnoss dokter pada penduduk dengan usia diatas 15 tahun, provinsi
dengan pasien stroke terbanyak adalah Kalimantan Timur yaitu sebesar 14,7% dan
terendah di Papua dengan presentase 4,1%. prevalensi pasien stroke ini meningkat
seiring dengan bertambahnya usia, pada usia lebih dari 75 tahun yaitu sebesar 50,2%.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan penyakit stroke ?
2. Apakah etiologi penyakit stroke?
3. Bagaimana patofisiologi penyakit stroke?
4. Bagaiman tanda dan gejala penyakit stroke?
5. Bagaiman penatalaksanaan penyakit stroke?
6. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit stroke?
1.3. Manfaat dan Tujuan
1. Dapat mengetahui dan memahami definisi penyakit stroke
2. Dapat mengetahui dan memahami etilogi penyakit stroke
3. Dapat mengetahui dan memahami patofisiologi penyakit stroke
4. Dapat mengetahui dan memahami tanda dan gejala penyakit stroke
5. Dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan penyakit stroke
6. Dapat mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit stroke
1.4.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Penyakit Stroke


Otak adalah organ kompleks manusia yang terdiri dari sel-sel daraf dan
bertanggung jawab pada seluruh sinyal dan sensasi yang menyebabkan tubuh dapat
bergerak, berpikir, dan bereaksi terhadap suatu kejadian atau keadaan. Otak
memerlukan suplai oksigen dan nutrisi secara berkelanjutan karena tidak dapat
menyimpan energi. Suplai ini didapatkan dari darah melalui sirkulasi perdarahan dari
jantung melalui arteri menuju otak.

Stroke merupakan penyakit defisit neurologis atau kerusakan jaringan otak yang
disebabkan karena adanya pecahnya pembuluh darah atau terjadi penyumbatan pada
pembuluh darah menuju otak, sehingga oksigen tidak dapat dihantarkan ke otak secara
maksimal.

Stroke dapat juga diartikan sebagai kondisi otak yang mengalami kerusakan
karena aliran atau suplai darah ke otak terhambat oleh adanya sumbatan (ischemic
stroke) atau perdarahan (haemorrhagic stroke) (Arum, 2015). Ischemic stroke (non
hemoragik)/cerebro vaskuler accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak disebabkan karena adanya
thrombus atau emboli (Oktavianus, 2014). Stroke perdarahan intraserebral
(Intracerebral Hemorrhage, ICH) atau yang biasa dikenal sebagai stroke hemoragik,
yang diakibatkan pecahnya pembuluh intraserebral. Kondisi tersebut menimbulkan
gejala neurologis yang berlaku secara mendadak dan seringkali diikuti gejala nyeri
kepala yang berat pada saat melakukan aktivitas akibat efek desak ruang atau
peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Efek ini menyebabkan angka kematian pada
stroke hemoragik menjadi lebih tinggi dibandingkan stroke iskemik.

2.2. Etiologi Penyakit Stroke


Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke hemoragik)
disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah. faktor-faktor yang
menyebabkan stroke (Arum, 2015) diantaranya :
A. Faktor resiko medis
Faktor resiko medis yang memperparah stroke adalah arteriosklerosis atau
pengeraasn pembuluh darah, adanya riwayat stroke dalam keluarga, dan migrain.
B. Faktor resiko pelaku
Stroke terjadi karena perilaku gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat.
Diantaranya adalah kebiasaan merokok, mengkonsumsi minuman bersoda dan
beralkohol, suka menyantap makanan siap saji atau fast food, kurang aktifitas gerak
atau olahraga, suasana hati yang tidak nyaman dan stress berat.
Keadaan yang dapat menyebabkan stroke diantaranya adalah :
A. Thrombois cerebral
Thrombosis terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi, sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Thrombosis terjadi akibat penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda gejala akan
memburuk pada 48 jam pasca thrombosis. Keadaan yang menyebabkan thrombosis
otak adalah :
1) Antherosklerosis : yaitu mengerasnya pembuluh darah dan berkurangnya
kelenturan dinding pembuluh darah. Kerusakannya dapat terjadi melalui
mekanisme berikut ;
 Lumen arteri menyempit sehingga aliran darah berkurang
 Oklusi mendadak pemubluh darah karena terjadi thrombosis
 Tempat terbentuknya thrombus melepaskan kepiga thrombus (embolus)
 Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan
2) Hypercoagulasi poysitemia : darah bertambah kental, dan terjadi peningkatan
hematokrit yang dapat memperlambat aliran darah serebral
3) Arteritis : adanya peradangan pada arteri
B. Emboli
Emboli otak adalah penyumbata pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak,
dan udara. Umumnya emboli berasal dari thrombu di jantung yang terlepas dan
menyumbat arteri serebral. Emboli berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari
10-30 detik. Keadaan yang menyebabkan emboli yaitu :
1) Katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD)
2) Myokard infark
3) Fibrilasi : keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengoongan ventrikel
sehingga darah terbentuk gubpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali
dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan
pada endokardium.
C. Haemorhagi
Hemorhagi adalah perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam subarachnoid atau kedalam jaringan otak. Perdarahan ini terjadi akibat
atherosklerosis dan hypertensi. Pembuluh darah otak pecah dan menyebabkan
perembesan daran kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan. Sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan dan terjadi infark orak, oedema, dan mungkin
herniasi otak. Penyebabnya adalah :
1) Aneurisma berry, biasanya defek kongenital
2) Aneurisma fusiformis dan atherosklerosis
3) Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septi
4) Malformasi erteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri sehingga darah arteri langsung naik ke vena
5) Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
D. Hypoksia umum
Hypoksia adalah kondisi kekurangan oksigen dalam sel dan jaringan tubuh sejingga
gungsi normalnya mengalami gangguan hipoksia dapat mengganggu fungsi otak.
Penyebab terjadinya yaitu hipertensi yang parah, cardiac pulmonary arrest, dan
cardiac output turun akibat aritmia.
E. Hypokia setempat
Hypoksia setempat diakibatkan karena adanya spasme arteri serebral yang disertai
perdarahan subarachnoid, dan vasokonstriksi arteri otak disertai sakit kepala
migrain.
2.3. Patofisiologi Penyakit Stroke
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia
karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai
faktor penting trhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik
atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat
atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh
darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Jika sirkulasi serebral
terhambat, dapat berkembang cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia
serebral dapat revensibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible
dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebtal dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.

Patofisiologi Stroke Hemoragik

Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensisitif oksigen dan glukosa
karena jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan glukosa
seperti halnya pada otot. Meskipun berat otak sekitar 2% dari seluruh badan,
namun menggunakan sekitar 25% suplay oksigen dan 70% glukosa. Jika aliran
darah ke otak terhambat maka akan terjadi iskemia dan terjadi gangguan
metabolisme otak yang kemudian terjadi gangguan perfusi serebral. Area otak
disekitar yang mengalami hipoperfusi disebut penumbra. Jika aliran darah ke
otak terganggu, lebih dari 30 detik pasien dapat mengalami tidak sadar dan dapat
terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen jika aliran darah ke otak
terganggu lebih dari 4 menit (Tarwoto, 2013). Untuk mempertahankan aliran
darah ke otak maka tubuh akan melakukan dua mekanisme tubuh yaitu
mekanisme anatomis dan mekanisme autoregulasi. Mekanisme anastomis
berhubungan dengan suplai darah ke otak untuk pemenuhan kebutuhan oksigen
dan glukosa. Sedangkan mekanisme autoregulasi adalah bagaimana otak
melakukan mekanisme/usaha sendiri dalam menjaga keseimbangan. Misalnya
jika terjadi hipoksemia otak maka pembuluh darah otak akan mengalami
vasodilatasi (Tarwoto, 2013).

A. Mekanisme Anatomis
Otak diperdarahi melalui 2 arteri karotis dan 2 arteri vertebralis.
Arteri karotis terbagi manejadi karotis interna dan karotis
eksterna. Karotis interna memperdarahi langsung ke dalam otak
dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum menjadi arteri
serebri anterior dan media. Karotis eksterna memperdarahi
wajah, lidah dna faring, meningens. Arteri vertebralis berasal
dari arteri subclavia. Arteri vertebralis mencapai dasar tengkorak
melalui jalan tembus dari tulang yang dibentuk oleh prosesus
tranverse dari vertebra servikal mulai dari c6 sampai dengan c1.
Masuk ke ruang cranial melalui foramen magnum, dimana arteri-
arteri vertebra bergabung menjadi arteri basilar. Arteri basilar
bercabang menjadi 2 arteri serebral posterior yang memenuhi
kebutuhan permukaan medial dan inferior arteri baik bagian
lateral lobus temporal dan occipital. Meskipun arteri karotis
interna dan vertebrabasilaris merupakan 2 sistem arteri yang
terpisah yang mengaliran darah ke otak, tapi ke duanya disatukan
oleh pembuluh dan anastomosis yang membentuk sirkulasi
wilisi. Arteri serebri posterior dihubungkan dengan arteri serebri
media dan arteri serebri anterior dihubungkan oleh arteri
komunikan anterior sehingga terbentuk lingkaran yang lengkap.
Normalnya aliran darah dalam arteri komunikans hanyalah
sedikit. Arteri ini merupakan penyelamat bilamana terjadi
perubahan tekanan darah arteri yang dramatis.
B. Mekanisme Autoregulasi
Oksigen dan glukosa adalah dua elemen yang penting untuk
metabolisme serebral yang dipenuhi oleh aliran darah secara
terusmenerus. Aliran darah serebral dipertahankan dengan
kecepatan konstan 750ml/menit. Kecepatan serebral konstan ini
dipertahankan oleh suatu mekanisme homeostasis sistemik dan
local dalam rangka mempertahankan kebutuhan nutrisi dan darah
secara adekuat. Terjadinya stroke sangat erat hubungannya
dengan perubahan alirandarah otak, baik karena sumbatan/oklusi
pembuluh darah otak maupun perdarahan pada otak
menimbulkan tidak adekuatnya suplai oksigen dan glukosa.
Berkurangnya oksigen atau meningkatnya karbondioksida
merangsang pembuluh darah untuk berdilatasi sebagai
kompensasi tubuh untuk meningkatkan aliran darah lebih
banyak. Sebalikya keadaan vasodilatasi memberi efek pada
tekanan intracranial. Kekurangan oksigen dalam otak (hipoksia)
akan menimbulkan iskemia. Keadaan iskemia yang relative
pendek/cepat dan dapat pulih kembali disebut transient ischemic
attacks (TIAs). Selama periode anoxia (tidak ada oksigen)
metabolism otak cepat terganggu. Sel otak akan mati dan terjadi
perubahan permanen antara 3-10 menit anoksia.

2.4. Tanda dan Gejala Penyakit Stroke


Manifestasi klinis yang muncul pada stroke umumnya adalah kehilangan atau
menurunnya kemampuan motorik, menurun atau hilangnya kemampuan komunikasi,
gangguan persepsi, kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, serta disfungsi pada
12 syaraf kranial, kemampuan sensorik, refleks otot dan kandung kemih.

Berdasarkan jenis stroke, tanda dan gejala yang muncul yaitu :


a. Stroke hemoragik :
 Defisit neurologis mendadak didahului gejala prodromal yang terjadi pada saat
istirahat atau bangun pagi
 Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
 Terjadi pada usia lanjur (>50 tahun)
 Gejala neurologis tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah
dan lokasi terjadinya gangguan
b. Stroke iskemik :
 Kelumpuhan wajah atau anggota badan (hemiparesis) yang timbul mendadak
 Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (ganguan hemisensorik)
 Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, latergi, stupor, atau
koma).
 Afasia (tidak lancar dan tidak dapat berbicara)
 Disartria (bisaca pelo atau cadel)
 Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran)
 Vertigo
2.5. Penatalaksanaan Penyakit Stroke
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), penatalaksanaan stroke dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :
1. Phase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan
sirkulasi.
b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini
diharapkan mencegah peristiwa trombolitik/emobolik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala
tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
2. Post phase akut
a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
b. Program fisiotherapi
c. Penanganan masalah psikososial

Adapun penatalaksanaan medis menurut Muttaqin (2008) yaitu:

a. Penatalaksanaan Medis
1) Menurunkan kerusakan iskemik serebral Tindakan awal difokuskan untuk
menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan
oksigen, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol atau
memperbaiki disritmia serta tekanan darah.
2) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK Dengan meninggikan
kepala 15-30 derajat menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan,
pemberian dexamethason.
3) Pengobatan
a. Anti Koagulan : Heparin untuk menurunkan kecenderungan
perdarahan pada fase akut
b. Obat Anti Trombotik : Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik atau embolik
c. Diuretika : Untuk menurunkan edema serebral
4) Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah
otak.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Posisi kepala dan badan 15-30 derajat. Posisi miring apabila muntah dan
boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
2) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat.
3) Tanda-tanda vital usahakan stabil
4) Bedrest
5) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
6) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction yang berlebih

2.6. Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Stroke


1. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain.Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan
perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhankeluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik
pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan
tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends,
pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan.
Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan
dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat
terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak
yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian
B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia
urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine
eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai
muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam
lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan
nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh
karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol
motor volunter pada salah
satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salahsatu sisi tubuh, adalah
tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit
akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor
kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tandatanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien
stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya
kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang
membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan
respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi
sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan.Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien
stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien
stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan
kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus
klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu
nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah
hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan
atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior
dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia
ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.
Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara
yang
sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien
mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
h. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer
di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V : Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi
otot pterigoideus internus dan eksternus.
6) Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
8) Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut. 9)
9) Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. 10)
Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.
i. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada UMN di sisi berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena
lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu
sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

Diagnosa Keperawatan

Setelah data- data dikelompokkan, kemudian dilan'utkan dengan perumusan


diagnosa. Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan
mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual dan resiko
tinggi (Doenges dkk, 1999). Untuk membuat diagnosis keperawatan yang akurat,
perawat harus mampu melakukan hal berikut yaitu mengumpulkan data yang valid dan
berkaitan, mengelompokkan data, membedakan diagnosis keperawatan dari masalah
kolaboratif, merumuskan diagnosis keperawatan dengan tepat, dan memilih diagnosis
prioritas (Carpenito & Moyet, 2007). Diagnosa keperawatan pada klien dengan Stroke
(Doenges dkk, 1999) meliputi :

a) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:


1. Interupsi aliran darah
2. Gangguan oklusif, hemoragi
3. Vasospasme serebral
4. Edema serebral
b) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan:
1. Kerusakan neuromuskuler 
2. Kelemahan, parestesia
3. Paralisis spastis
4. Krusakan perseptual / kognitif 
c) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan:
1. Kerusakan sirkulasi serebral
2. Kerusakan neuromuskuler 
3. Kehilangan tonus otot/kontrol otot fasial
4. Kelemahan/kelelahan
d) Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:
1. Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit)
2. Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh
ansietas)
e) keurang perawatan diri berhubungan dengan:
1. Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan
kontrol/koordinasi otot
2. Kerusakan perseptual/kognitif 
3. Nyeri/ketidaknyamanan
4. Depresi
f) Gangguan harga diri berhubungan dengan:
1. Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif 
g) Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:
1. Kerusakan neuromuskuler/perceptual
h) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan:
1. Kurang pemajanan
2. Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
3. Tidak mengenal sumber-sumber informasi

Penatalaksanaan

Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang


berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan
dipilihuntuk mencapai tu'uan tersebut (Potter & Perry, 2005). Perencanaan merupakan
langkah awal dalam menentukan apa yang dilakukan untuk membantu klien dalam
memenuhiserta mengatasi masalah keperawatan yang telah ditentukan. Tahap
perencanaan keperawatan adalah menentukan prioritas diagnosa keperawatan,
penetapan kriteriaevaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan.

Tujuan yang ditetapkan harus sesuai dengan SMART, yaitu spesific (khusus),
messeurable (dapat diukur), acceptable (dapat diterima), reality (nyata) dan time
(terdapat kriteria waktu). Kriteria hasil merupakan tujuan ke arah mana perawatan
kesehatan diarahkan dan merupakan dasar untuk memberikan asuhan keperawatan
komponen pernyataan kriteria hasil.
Pencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan Stroke
(Doenges dkk, 1999) adalah sebagai berikut :

a. Diagnosa keperawatan pertama: perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan


dengan oedema serebral.
1) Tujuan: kesadaran penuh, tidak gelisah
2) Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada
tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial
3) Interverensi :
 Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow
Rasional: mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran
 Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah
Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan.
 Pertahankan keadaan tirah baring
Rasional: aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan Tekanan
Intra 1ranial (TIK).
 Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi
anatomis(netral)
Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan
meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
 Berikan obat sesuai indikasi. contohnya anti koagulan (heparin)
Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya
dapat mencegah pembekuan.
b. Diagnosa keperawatan kedua. kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
kelemahan.
1) Tujuan: dapat melakukan aktivitas secara minimum
2) Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal meningkatkan kekuatan
danfungsi bagian tubuh yang terkena mendemonstrasikan perilaku yang
memungkinkan aktivitas.
3) Intervensi:
 Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat
memberikaninformasi bagi pemulihan
 Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring)
Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
 Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantumencegah kontraktur.
 Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan
denganmenggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak
men'adilebih terganggu.
 Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan
ambulasi pasien.
Rasional program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan
kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan,
koordinasi, dan kekuatan.
c. Diagnosa keperawatan ketiga: kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler.
1) Tujuan: dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
2) Kriteria hasil: klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi
kesalah pahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga
3) Intervensi:
 Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional: perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari
derajat gangguan serebral b
 Tinta klien untuk mengikuti perintah sederhana
Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
 Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motoric
 Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesanyang
dimaksud
 Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.
d. Diagnosa keperawatan keempat: perubahan sensori persepsi berhubungan dengan
stress psikologis.
1) Tujuan: tidak ada perubahan perubahan persepsi.
2) Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi perseptual,
mengakui perubahan dalam kemampuan.
3) Intervensi:
 Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul,
rasa persendian.
Rasional: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan
kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan
 Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh
Rasional: adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap pendengaran,
penglihatan, atau sensasi yang lain
 Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu
bendauntuk menyentuh dan meraba.
Rasional: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan
persepsi dan interprestasi stimulasi.
 Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi
bagian tubuh tertentu.
Rasional: penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalam
mengintergrasikan kembali sisi yang sakite
 Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang
pendek.
Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang
perhatianatau masalah pemahaman.
e. Diagnosa keperawatan kelima: kurang perawatan diri berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/
koordinasi otot
1) Tujuan: kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2) Kriteria hasil klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan personal
hygienesecara minimal
3) Intervensi:
 Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
Rasional: jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga
membantu dalam perawatan diri
 Bantu klien dalam personal hygiene
Rasional: klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien
 Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari
Rasional: memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
 Eibatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene
Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program
peningkatanaktivitas klien
 Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional: memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana
terapi
f. Diagnosa keperawatan keenam: gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan
biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
1) Tujuan: tidak terjadi gangguan harga diri
2) Kriteria hasil mau berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang terjadi, mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam
situasi.
3) Intervensi:
 Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidak
mampuannya.
Rasional: penentuan faktor-faktor secara individu membantu
dalammengembankan perencanaan asuhan/ pilihan intervensi
 Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik
Rasional: membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah satu
bagian kehidupan.
 Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan minat/
partisipasidalam kegiatan rehabilitasi.
Rasional: mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk mengubah dan
memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya
 Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan sebanyak
mungkin untuk dirinya sendiri.
Rasional: membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggan
diridan meningkatkan proses rehabilitasi.
 Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai kebutuhan.
Rasional: dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran yang
perluuntuk perasaan/ merasa mejadi orang yang produktif.
g. Diagnosa keperawatan ketujuh: resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan
dengan kerusakan neuromuskuler/ perseptual.
1) Tujuan: kerusakan dalam menelan tidak terjadi.
2) Kriteria hasil mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi individual
dengan aspirasi tercegah, mempertahankan berat badan yang diinginkan.
3) Intervensi:
 Tinjau ulang patologi/ kemampuan menelan pasien secara individual.
Rasional: intervensi nutrisi/ pilihan rute makan ditentukan oleh faktor-faktor
ini.
 Eetakkan pasien pada posisi duduk/ tegak selama dan setelah makan
Rasional: menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan
menurunkan resiko ter'adinya aspirasi.
 Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
Rasional: menguatkan otot fasiel dan otot menelan dan menurunkan resiko
terjadinya aspirasi.
 Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/ kegiatan.
Rasional: meningkatkan pelepasan endorphin dalam otak yang meningkatkan
perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.
 Berikan cairan melalui intra vena dan/ atau makanan melalui selang.
Rasional: memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak
mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
h. Diagnosa keperawatan kedelapan. kurang pengetahuan tentang kondisi dan
pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi
informasi, kurangmengingat
1) Tujuan: klien mengerti dan paham tentang penyakitnya
2) Kriteria hasil berpartisipasi dalam proses belajar
3) Intervensi:
 Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien
Rasional: untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien
 Berikan informasi terhadap pencegahan,faktor penyebab, serta perawatan.
Rasional: untuk mendorong kepatuhan terhadap program teraupetik dan
meningkatkan pengetahuan keluarga klien
 Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan hal-hal yang
belum jelas.
Rasional: memberi kesempatan kepada orang tua dalam perawatan anaknya
 Beri feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga
atau klien.
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman klien atau keluarga
 Sarankan pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan terutama
selamakegiatan berfikir
Rasional: stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses
berfikir.

Pelaksanaan

Tindakan keperawatan (implementasi) adalah kategori dari perilaku


keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi
mencakup melakukan, membantu,atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-
hari, memberikan asuhan perawatan untuk tujuan yang berpusat pada klien (potter &
perry, 2005). Pelaksanaan keperawatan merupakan tahapan pemberian tindakan
keperawatan untuk mengatasi permasalahan penderita secara terarah dan komprehensif,
berdasarkan rencana tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya. 

Pelaksanaan keperawatan pada Stroke dikembangkan untuk memantau tanda-


tanda vital, melakukan latihan rentang pergerakan sendi aktif dan pasif, meminta klien
untuk mengikuti perintah sederhana, memberikan stimulus terhadap sentuhan,
membantu klien dalam personal hygiene, dan men'elaskan tentang penyakit, perawatan
dan pengobatan stroke.

Evaluasi
Evaluasi adalah respons pasien terhadap terapi dan kemajuan mengarah
pencapaian hasil yang diharapkan. Aktivitas ini berfungsi sebagai umpan balik dan
bagian kontrol proses keperawatan, melalui mana status pernyataan diagnostik pasien
secara individual dinilai untuk diselesaikan, dilanjutkan atau memerlukan perbaikan
(Doenges dkk, 1999).

Evaluasi asuhan Keperawatan sebagai tahap akhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dan seluruh tindakan keperawatan yang telah
dilakukan. Evaluasi ini bersifat sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada
akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan dan telah disebut juga
evaluasi pencapaian jangka panjang.

Kriteria hasil dari tindakan keperawatan yang di harapkan pada pasien stroke
adalah mempertahankan tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital stabil, kekuatan otot
bertambah dan dapat beraktivitas secara minimal, dapat berkomunikasi sesuai dengan
kondisinya, lmempertahankan fungsi perseptual, dapat melakukan aktivitas perawatan
diri secara mandiri, klien dapat mengungkapakan penerimaaan atas kondisinya, dan
klien dapat memahami tentang kondisi dan cara pengobatannya.

2.7.
BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
stroke merupakan peyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung koroner
dan kanker pada negara maju ataupun negara berkembang. satu dari 10 kematian disebabkan
oleh stroke. menurut data world stroke organization setiap tahun terdapat 13,7 juta kasus baru
penyakit stroke dan terjadi sekitar 5,5 juta kematian akibat stroke.
Strok juga dapat disebabkan dari kebiasaan hidup seseorang sehingga memicu
timbulnya stroke.

1.2. Saran
Sebagai perawat kita dituntut untuk memiliki pengetahuan yang kuat serta dapat berpikir
keritis dalam menangani pasien, sehingga semua tindakan yang dilakukan dapat mencapai
suatu hasil yang baik dan pasien mendapatkan penanganan yang baik dan segera pulih.

1.3. Penutup
DAFTAR PUSTAKA

Saja, Kora. Tt. “ASUHAN KEPERAWATAN PADA STROKE”. (DOC)


ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_STROKE_1.docx | saja korak - Academia.edu
. (diakses pada 16 Februari 2022)
Ayundari, Putri S.. 2021. “DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA STROKE HEMORAGIK”.
Jurnal Medika Hutama (Vol 03, No 01). http://jurnalmedikahutama.com . (diakses
apda 16 Februari 2022).
Hartati, Juni. 2020. “ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.Y DENGAN STROKE
HEMORAGIK DALAM PEMBERIAN INOVASI INTERVENSI POSISI ELEVASI
KEPALA 30 DERAJAT DI RUANGAN NEUROLOGI RSUD Dr.ACHMAD
MOCHTAR BUKITTINGGI TAHUN 2020”. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Perintis. Padang.
Purwanto, Hadi. Tt. “KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II”. Pusdik SDM Kesehatan
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Jakarta
Selatan.

Togz, Ryan. ASUHAN KEPERAWATAN STROKE.


https://www.academia.edu/11352241/ASUHAN_KEPERAWATAN_STROKE

(diaskes pada 16 Februari 2022)

Anda mungkin juga menyukai