Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN RESIKO

TINGGI (BBRT)

Tugas ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak

Dosen Pengampu:
Budiyati, S.Kep, Ns., M.Kep., Sp.Kep.An.

Disusun Oleh:
Riksa Rizki Fuadi
P1337420120047
Reguler 2A2

PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

TAHUN AJARAN 2021/2022


A. Bayi dengan BB Lahir Rendah (BBLR)

Menurut Manuaba tahun 1998 menyatakan bahwa istilah prematuritas diganti deng
an berat badan lahir rendah (BBLR) karena ada dua bentuk penyebab kelahiran bayi d
engan berat badan kurang dari 2500 gram, yaitu berat badan lebih rendah dari yang se
harusnya meskipun usia kehamilannya cukup bulan dan usia kehamilan kurang dari 3
7 minggu atau keduanya (Maryunani & Nurhayati 2009). Menurut Adelle Pilliteri tah
un 1986 bayi BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram.

BBLR merupakan keadaan dimana bayi lahir dengan berat kurang dari 2500 gram t
anpa memandang usia kehamilan (M. Sholeh Kosim et al.2014). BBLR adalah suatu
keadaan kelahiran premature, faktor ibu berkaitan dengan umur dan paritas, faktor
plasenta misalnya penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, dan faktor janin.
Selain itu BBLR juga dapat disebabkan karena penyakit ibu, komplikasi pada
kehamilan, faktor kebiasaan ibu, hidramnion, kelainan kromosom, tempat tinggal di
dataran tinggi, radiasi, sosio-ekonomi, dan paparan zat-zat racun.

Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada bayi BBLR adalah Hipotermi. Salah
satu faktor resiko terjadinya bayi BBLR terbesar disebabkan oleh kelahiran premature
Bayi belum memiliki pengaturan suhu tubuh yang sempurna dan harus dilindungi dar
i perubahan suhu lingkungan yang ekstrim. Bayi yang lahir premature dengan BBLR
memiliki permukaan tubuh yang luas sedangkan jaringan lemak subkutis yang lebih ti
pis menyebakan penguapan berlebih ditambah dengan pemaparan dari suhu luar yang
menyebabkan hipotermi (Nurarif 2015).

Masalah jangka panjang yang timbul pada bayi BBLR jika tidak mendapat perawat
an yang tepat akan berakibat fatal pada perkembangannya. Bila dapat bertahan hidup
akan dijumpai kerusakan saraf, gangguan bicara, hiperakti, tingkat kecerdasan rendah,
masalah fisik seperti penyakit kronis paru, gangguan penglihatan (retinopati), dan kela
inan kongenital.

Penatalaksanaan yang tepat pada bayi BBLR diantaranya yaitu memberikan edukas
i kepada orang tua tentang perawatan metode kanguru, cara memandikan bayi yang te
pat, cara menjaga suhu bayi agar tetap hangat dan perawatan menggunakan incubator
(Proverawati & Ismawati 2010).
B. Bayi dengan Ibu DM

Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis yang kompleks dikarateristikkan


dengan metabolisme karbohidrat, protein, lemak, hiperglikemi dan perkembangan
dari mikrovaskuler, arteriosclerosis, makrivaskuler komplikasi, dan neuropatik. Ibu
penderita DM termasuk ibu yang beresiko tinggi pada saat kehamilan, baik untuk
dirinya sendiri maupun untuk janinnya.

Patofisiologi bayi dengan ibu DM antara lain hipoglikemia, makrosomia,


respiratory distress syndrome/RDS, hyperbilirubinemia, hipokalsemia, dan trauma
lahir. Etiologinya yaitu ibu penderita DM, kelainan sel beta pancreas (dapat hilang
atau kegagalan dalam melepas insulin), daktor lingkungan yang merubah fungsi sel
beta, dan gangguan sistem imunitas.

Manifestasi klinis bayi dengan ibu dm yaitu bayi cenderung besar dan gemuk
disertai area wajah yang mengembung dan pletorik, bayi terlihat mudah gugup dan
terkejut serta gemetar dan mudah terangsang secara berlebihan selama tiga hari
pertama kehidupan, bayi mengalami takipnea selama lima hari pertama kehidupannya
akibat hipoglikemia, hipotermia, polistermia, lemah jantung, atau edema serebri, bayi
dapat terjadi hypotonia, latergi, dan aktivitas menyusu buruk, serta terdapat insiden
penyakit membrane kortisol dan insulin pada sintesis surfaktan.

Diagnosa keperawatan yang sering terjadi, yaitu cedera berhubungan trauma


kelahiran sekunder terhadap makrosomia, resiko cedera berhubungan perubahan
glukosa darah, cairan, dan elektrolit, dan kurangnya pengetahuan orang tua
berhubungan kurang informasi tentang perawatan bayi.

C. Bayi dengan Ibu Ketergantungan Obat

Neonatal Abstinence Syndrome (NAS) adalah sebuah istilah untuk sekelompok


masalah bayi disebabkan oleh pengaruh penggunaan narkoba oleh ibu bayi. Gejala
NAS melibatkan sistem saraf pusat dan oronom serta gastrointestinal. Pada umumnya
NAS ditandai dengan adanya iritabilitas, menangis terus, tremor, gangguan nafsu
makan, muntah, diare, banyak brkeringat, gangguan siklus tidur, dan kadang disertai
kejang pada neonatus.

Faktor penyebab dari bayi dengan NAS adalah penggunaan obat-obatan, yaitu
narkotik golongan opiate (kodein, metadon, fentanyl, heroin), golongan stimulant
(amfetamin, kokain), golongan depresan (alkohol, barbiturate, benzodiazepine,
cannabis/ganja), golongan selective serotonin reuptake inhibitors/SSRIs (fluoksetin).

Penatalaksanaan yang dilakukan antara lain pengobatan suportif, terapi


medikamentosa berdasarkan berat ringannya gejala NAS, tes urine dan meconium
unutk memeriksa obat, dan pemeriksaan analisis rambu.

Diagnosa keperawatan yang sering terjadi, yaitu pola napas yang cepat
berhubungan gangguan neurologis kejang, imaturitas otot-otot pernapasan, dan
penurunan ekspansi paru, penambahan berat badan yang lambat berhubungan ketidak
mampuan menerima nutrisi dengan baik, dan diare atau muntah berhubungan resiko
infeksi.

D. ARDS

ARDS pada neonatus merupakan penyakit gangguan kegagalan pernapasan atau


RDS yang disebut juga penyakit membrane hialin, yaitu penyakit paru akut pada bayi
baru lahir yang disebabkan oleh defesiensi surfaktan. ARDS lebih sering ditemukan
pada bayi yang baru lahir dengan umur kehamilan kurang dari 36-28 minggu dengan
berat badan kurang dari 2500 gr. ARDS dapat disebabkan oleh trauma langsung pada
paru, non pulmonal, dan sistemik.

Manifestasi klinis ARDS yaitu diantaranya penurunan kesadaran mental,


hiposekmia, sianosis, auskultasi jantung, auskultasi paru (ronchi basah, crackles,
stridor, wheezing), retraksi interkosta, dispnea dengan kesulitan bernapas, takikardia,
dan takipnea. Tanda dan gejala ARDS terbagi menjadi fase adekuat (permeabilitas
membrane basalis dari alveoli meninggi dan menyebabkan alveoli penuh dengan
cairan yang mengandung protein kadar tinggi), faser proliferasi (3-4 hari sel-sel epitel
tipe 2 akan mengalami multiplikasi diikuti dengan proliferasi fibroblast menyebabkan
terbentuknya jaringan ikat yang juga terjadi pada ruangan alveoli), dan fase
penyembuhan (faal paru tidak pernah kembali normal pada fase kedua, tetapi faal
paru dapat kembali normal setelah fase ketika di 6-12 minggu).

Penatalaksanaan ARDS antara lain terapi oksigen, ventilasi mekanik, positive and
expiratory breathing (PEEB), pemantauan oksigen artei adekuat, terapi farmakologis,
pemeliharaan jalan napas, pencegahan infeksi, dukungan nutrisi, dan monitor semua
sistem terhadap respon terapi dan potensial komplikasi. Komplikasi yang dapat
muncul dari ARDS adalah abnormalitas obstruktif terbatas, hiposekmia, infeksi paru,
dan defek difusi sedang.

Diagnosa keperawatan yang sering terjadi yakni ketidakefektifan pola napas


berhubungan sindrom hipoventilasi, gangguan pertukaran gas berhubungan
ketidakseimbangan perfusi, dan ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan
mukus yang berlebih.

E. Hiperbilirubinemia

Hyperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar serum bilirubin dalam darah


yang melebihi normal. Pada bayi baru lahir biasanya dapat mengalami
hyperbilirubinemia pada minggu pertama setelah kelahiran akibat dari meningkatnya
produksi bilirubin atau mengalami hemolisis, kurangnya albumin sebagai alat
pengangkut, penurunan \uptake oleh hati penurunan konjugasi bilirubin oleh hati,
penurunan ekskresi bilirubin, dan peningkatan sirkulasi eneterophepatik.

Manifestasi klinis hyperbilirubinemia diantaranya yaitu kulit berwarna kuning


sampai jingga, bayi tampak lemah, refleks hisap kurang, urine pekat, pemeriksaan
abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit, feses seperti dempul/pucat, tonus otot
yang lemah, turgor kulit jelek, kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dL, terdapat
icterus pada sklera, kuku, atau kulit dan membrane mukosa, dan jaundice yang
tampak 24 jam pertama. Diklasifikasikan menjadi hyperbilirubinemia fisiologis yang
tidak muncul dalam 24 jam pertama bayi dilahirkan dan hyperbilirubinemia patologis
yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah bayi dilahirkan. Komplikasi yang dapat
terjadi antara lain retardasi mental : kerusakan neurologis, gangguan pendengaran dan
penglihatan, kematian, dan kern icterus.

Diagnosa keperawatan yang sering terjadi, yaitu resiko kurangnya volume cairan

berhubungan hilangnya air (insensible water loss) tanpa disadari dari fototerapi,
gangguan integritas kulit berhubungan fototerapi, ansietas orang tua berhubungan
kondisi bayi dan angguan bonding, kurangnya pengetahuan berhubungan kurangnya
pengalaman orang tua, dan resiko injuri (internal) berhubungan peningkatan serum
bilirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah dengan gangguan ekskresi
bilirubin.

F. Sepsis Neonatorum

Sepsis neonatorum merupakan infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala
sistematik dan terdapat bakteri dalam darah dimana perjalanan penyakitnya dapat
berlangsung sangat cepat menyebabkan sering sekali sepsis neonatorum tidak
terpantau dan tanpa pengobatan yang memadai dapat mengakibatkan kematian bayi
dalam 24-48 jam. Sepsis neonatorum diklasifikasikan menjadi sepsis dini (infeksi
perinatal yang terjadi segera dalam periode setelah lahir kurang dari 72 jam dan
biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran) dan sepsis lanjutan atau sepsis
nasokomial (sepsis awitan lambat/SAL).

Sepsis neonatorum bisa diakibatkan oleh bakteri, virus, parasit, atau jamur, yaitu
dimana pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri Acinetobacter sp,
Enterobacter sp, Pseudomonas sp, dll. Selain itu terdapat beberapa komplikasi hamil
yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis neonatorum, yaitu perdarahan,
demam yang terjadi pada ibu, infeksi pada uterus dan plasenta, ketuban pecah terlalu
dini, dnan proses kelahiran yang lama dan sulit. Proses penularan bisa terjadi pada
masa antenatal atau sebelum lahir, masa intranatal atau saat persalinan, dan infeksi
pascanatal atau sesudah persalinan.

Manifestasi klinis sepsis neonatorum biasanya sering tidak jelas dan tidak spesifik
serta dapat mengenai sistem organ. Beberapa tanda gejala yang dapat ditemukan,
yaitu gangguan napas, pernurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun besar menonjol,
keluar nanah dari telinga, ekstensor kaku, hipertermia (>37,7 oC) atau hipotermia
(<35,5oC), tidak mau menyusu dan tidak dapat minum, daan kemerahan di sekitar
umbilikus. Pemeriksaan penunjang yang biasanya dilakukan, yaitu pemeriksaan
laboratorium darah perifer lengkap, hitung jenis, dan biakan darah.

Penatalaksanaan medis sepsis neonatorum yaitu pernapasan berupa kebutuhan


oksigen meningkat yang harus dipenuhi dengan pemberian oksigen atau kemudian
dengan ventilator, kardiovaskular yang digunakan untuk menunjang tekanan darah
dan perfusi jaringan, mencegah syok dengan pemberian volume ekspander 10-20
mL/kg; hematologi; dan metabolic berupa monitor dan terapi hipoglikemia dan
hiperglikemia, koreksi asidosis metabolic dengan bikarbonat cairan.

Diagnosa keperawatan yang sering terjadi, yaitu pola napas tidak efektif
berhubungan imaturitas paru dan neuromuscular, penurunan energi, dan keletihan;
resiko tinggi infeksi berhubungan pertahanan imunologi yang kurang; perubahan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh (resiko tinggi) berhubungan ketidakmampuan
mencerna nutrisi karena imaturitas dan atau penyakit.

G. Aspirasi Mekonium

Meconium aspirasi syndrome merupakan suatu gejala yang diakibatkan oleh


terhisapnya meconium (kotoran bayi) ke dalam saluran pernapasan bayi. Hal tersebut
terjadi jika janin menghirup meconium yang tercampur dengan cairan ketuban baik
ketika bayi masih di dalam Rahim maupun sesaat setelah dilahirkan. Meconium
aspirasi syndrome dapat terjadi jika janin mengalami stress selama proses persalinan,
dimana bayi bisa mengalami kekurangan oksigen menyebabkan meningkatnya
gerakan usus dan pengenduran otot anus, sehingga meconium dikeluarkan ke dalam
cairan yang mengelilingi bayi dalam Rahim.

Manifestasi klinis beserta tanda gejala bayi dengan aspirasi meconium, yaitu kulit
bayi tampak kehijauan, ketika lahir tampak lemas atau lemah, kulit tampak kebiruan
atau sianosis, takipnea, apnea, tampak tanda-tanda post maturitas. Pengobatan yang
dapat dilakukan antara lain fisioterapi dada dengan menepuk-nepuk dada,
antibiotic,CPR/Resustasi, menempatkan bayi di ruang hangat, dan ventilasi mekanik
supaya paru-paru tetap mengembang.

Diagnosa keperawatan yang sering muncul, yaitu resiko tinggi insufisiensi


pernapasan berhubungan aspirasi meconium, koping keluarga tidak efektif
berhubungan ansietas, rasa bersalah, dan kemungkinan perawatan jangka panjang,
gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan peningkatan pernapasan,
resiko tinggi infeksi berhubungan pneumonia sebagai akibat meconium pada paru,
resiko tinggi injuri karena peningkaran tekanan intracranial berhubungan sistem saraf
pusat yang immature dan respon stress fisiologis, dan pola napas tidak efektif
berhubungan imaturitas pulmonari dan neuromuscular, penurunan energi, dan
kelelahan.

Anda mungkin juga menyukai