Anda di halaman 1dari 34

MK : Keperawatan Medikal Bedah Lanjut II

DOSEN : Dr. Rosyidah Arafat, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.MB

Kasus
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pasien dengan
Stroke dan Cidera Kepala

OLEH:
KELOMPOK II

LELY JUMRIANI BAKTI R012221023


DEBY R0122210
INAYAH SRI ANSHARI R0122210
NASRAWATI R0122210

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT., yang senantiasa melimpahkan


rahmat dan karunia-Nya kepada kita sehingga makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah Pasien Dengan Stroke dan Cidera Kepala”
dapat terselesaikan tepat waktu.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Sehubungan dengan itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun demi meningkatkan kualitas makalah ini dan
meningkatkan keilmuan kita di bidang keperawatan khususnya terkait asuhan
keperawatan pada pasien stroke dan cidera kepala. Terima kasih tak lupa kami
sampaikan kepada Ibu Dr. Rosyidah Arafat, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.M.B
selaku dosen pengampu mata kuliah KMB Lanjut dan seluruh pihak yang
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Demikian, harapan kami makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca terutama
dalam proses pembelajaran bagi mahasiswa Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan.

Makassar, Maret 2023

Kelompok II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Stroke menjadi salah satu masalah kesehatan utama bagi masyarakat.


Hampir di seluruh dunia stroke menjadi masalah yang serius dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan angka
kejadian penyakit kardiovaskuler. Serangan stroke yang mendadak dapat
menyebabkan kecacatan fisik dan mental serta kematian, baik pada usia
produktif maupun lanjut usia (Dewi & Pinzon, 2016). Stroke merupakan
penyakit serebrovaskular yang menjadi penyebab utama kematian yang sering
terjadi di Indonesia. Jumlah penderita stroke di seluruh dunia yang berusia
dibawah 45 tahun terus meningkat (Handayani & Dominica, 2019).
Menurut data dari World Health Organization (WHO) (2021) Secara
global, stroke merupakan penyebab kematian nomor dua dan penyebab
kecacatan nomor tiga.  Diperkirakan 70% stroke terjadi di negara
berpenghasilan rendah dan menengah, yang juga menyebabkan 87% kematian
terkait stroke dan masa hidup yang disesuaikan dengan kecacatan. Setiap
tahunnya di dunia, terdapat sekitar 795.000 kasus stroke, baik itu kasus baru
maupun rekuren. 610.000 diantaranya adalah kasus yang baru dan 185.000
adalah kasus rekuren. Setiap 40 detik, seseorang di Amerika Serikat terkena
serangan stroke dan setiap 4 menit seseorang di Amerika meninggal akibat
stroke. Sebanyak 8,7% kasus stroke yang terjadi merupakan stroke iskemik
(Stroke Non Hemoragik) yang terjadi akibat tersumbatnya aliran darah menuju
ke 2 otak. Pasien stroke iskemik memiliki risiko kematian 20%. Angka
kelangsungan hidup setelah stroke iskemik pertama sekitar 65% pada tahun
pertama, sekitar 50% pada tahun kelima, 30% pada tahun ke delapan dan 25%
pada tahun ke sepuluh (Wicaksana et al., 2017).
Serangan stroke dapat mengakibatkan lumpuh atau kelemahan
(Sebagian/seluruh) anggota gerak secara tiba-tiba, kehilangan kemampuan
berbicara, berjalan, hingga kematian. Kepastian penentuan patolgi stroke
secara dini dibutuhkan untuk menetukan pengobatan yang tepat guna untuk
mencegah dampak yang lebih fatal (Arifianto, 2014; Wicaksana et al., 2017).
Penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik biasanya disebabkan oleh
kerusakan integritas dan struktur tulang, penurunan kendali otot, penurunan
massa otot, penurunan kekuatan otot dan sendi, juga nyeri sehingga pada
pasien dengan gangguan mobilitas fisik tidak segera ditangani maka pasien
akan mengalami kesulitan menggerakkan tubuhnya dalam waktu lama dan
fisiknya akan terus lemah (Ayuningtyas, 2020).
Penurunan kemampuan perawatan diri merupakan salah satu dampak dari
serangan stroke yang dapat menyebabkan masalah dalam kehidupan sehari-hari
seperti ketergantungan dalam melakukan aktivitas fisik dan pemenuhan
kebutuhan diri. Individu, khususnya pasien pasca stroke, harus memiliki suatu
kemampuan atau kekuatan untuk dapat mengendalikan kapasitas fisik agar
dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Tenaga kesehatan perlu
mengetahui hal-hal yang dapat mempengaruhi kemampuan perawatan diri pada
pasien pascastroke. (Eka Nurhayati, 2015).
Salah satu teori keperawatan yang sesuai untuk pasien stroke sehubungan
dengan perawatan diri adalah teori self-care oleh Dorothea Elizabeth Orem.
Teori keperawatan self care deficit yang berpusat pada kemampuan seseorang
dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri sebagai upaya
mempertahankan kehidupan, status kesehatan, dan kesejahteraan (Alligood,
2013). Kebutuhan akan perawatan diri pasien pasca stroke penting untuk
mendapatkan perhatian, untuk mengetahui kemampuan atau batas toleransi
pasien dalam memenuhi kebutuhan dirinya, oleh karena itu penulis tertarik
untuk membahas mengenai asuhan keperawatan pada pasien stroke
dihubungkan dengan teori keperawatan self care deficit dari Dorothea
Elizabeth Orem.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep medis stroke?
2. Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien Stroke?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep medis Stroke.
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien stroke.
3. Untuk memperoleh gambaran langsung penerapan asuhan keperawatan
pada pasien stroke dikaitkan dengan teori keperawatan Dorothea
Elizabeth Orem tentang Self Care Deficit.
BAB II
KONSEP MEDIS STROKE
A. Defenisi
Stroke menurut WHO (2006), didefenisikan sebagai tanda-tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global karena
adanya sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dan diduga berasal dari masalah
pembuluh darah. American Stroke Association (2018) mendefenisikan stroke
penyakit yang mempengaruhi arteri yang menuju ke dan di dalam
otak. Stroke merupakan kondisi ketika pembuluh darah yang membawa
oksigen dan nutrisi ke otak tersumbat oleh gumpalan atau pecah (atau
pecah). Ketika itu terjadi, bagian otak tidak bisa mendapatkan darah (dan
oksigen) yang dibutuhkannya, sehingga otak dan sel-sel otak mengalami
kematian.
Stroke sering pula disebut serangan otak, terjadi ketika ada sesuatu
yang menghalangi suplai darah ke bagian otak atau ketika pembuluh darah di
otak pecah (Centers For Disease Control and Prevention, 2022).
Stroke adalah kondisi yang terjadi apabila pembuluh darah otak mengalami
penyumbatan atau pecah. Akibatnya sebagian otak tidak mendapatkan 
pasokan darah yang membawa oksigen yang diperlukan sehingga mengalami
kematian sel/jaringan (Kementerian Kesehatan RI, 2019). Stroke adalah
istilah umum, menggambarkan kondisi di mana pasien mengalami kehilangan
kemampuan secara tiba-tiba dari semua aktivitas pikiran, dengan gejala
mengalami nyeri mendadak, kehilangan kemampuan berbicara, buang air
kecil tanpa kesadaran dan tidak responsive (Coupland et al., 2017).

Stroke diklasifikasi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik.


Stroke Iskemik (Stroke Sumbatan), adalah jenis stroke yang paling sering
terjadi. Stroke iskemik Terbagi atas :
1. Stroke Emboli : Bekuan darah atau plak yang terbentuk di dalam
jantung atau pembuluh arteri besar yang terangkut menuju otak 
2. Stroke Trombotik : Bekuan darah atau plak yang terbentuk di dalam
pembuluh arteri yang mensuplai darah ke otak
Stroke Hemoragik (Stroke Berdarah) berdasarkan lokasi perdarahannya
terbagi atas :
1. Perdarahan Intraserebral : Pecahnya pembuluh darah dan darah masuk
ke dalam jaringan yang menyebabkan sel-sel otak mati sehingga
berdampak pada kerja otak berhenti. Penyebab tersering
adalah Hipertensi
2. Perdarahan Subarachnoid : Pecahnya pembuluh darah yang berdekatan
dengan permukaan otak dan darah bocor di antara otak dan tulang
tengkorak. Penyebabnya bisa berbeda-beda, tetapi biasanya karena
pecahnya aneurisma (Kementerian Kesehatan RI, 2019).
B. Etiologi
Menurut Junaidi (2011), penyakit stroke dapat disebabkan oleh :
1. Penyebab stroke iskemik
Atheroma, pada stroke iskemik penyumbatan bisa terjadi di
sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu atheroma
karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Emboli,
endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir didalam
darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan
arteri vebrialis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya
bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau
katupnya. Infeksi, stroke juga bisa terjadi bila ada peradangan atau infeksi
menyebabkan menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke otak. Selain
peradangan umum oleh bakteri, peradangan juga bisa dipicu oleh asam
urat (penyebab rematik gout) yang berlebih dalam darah.
Obat-obatan, obat-obatan pun dapat menyebabkan stroke seperti
kokain, amfetamin, epinefrin, adrenalin, dan sebagainya dengan jalan
mempersempit diameter pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke.
Fungsi obat-obatan diatas menyebabkan kontraksi arteri sehingga
diameternya mengecil. Hipotensi, penurunan tekanan darah yang tiba-tiba
bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah keotak, yang biasanya
menyebabkan seseorang pingsan.
2. Penyebab stroke perdarahan
Terhalangnya suplay darah ke otak pada stroke perdarahan
disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah. Penyebabnya
misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stress psikis
berat. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi juga dapat
disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan tekanan lainnya, seperti
mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya.
Penyebab umum terjadinya stroke di terbagi atas (Saferi, et al., 2013) :
1. Trombosis serebral
Aterosklerosis serebral dan perlambatan aliran darah serebral
merupakan penyebab umum dari kejadian stroke. Ditemukan 40% dari
semua kasus stroke disebabkan oleh thrombosis. Hal ini berkaitan dengan
kerusakan local pada dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis (Saferi
et al., 2013).
2. Emboli serebri
Embolisme serebri menjadi penyebab umum kedua dari kejadian
stroke. Emboli serebri bersumber dari suatu thrombus dalam jantung,
sehing permasalahan sesungguhnya merupakan kelanjutan dari penyakit
jantung.
3. Hemoragik
Perdarahan (hemoragik) yang paling sering terjadi yaitu didaerah
diluar duramater (hemoragik ekstradural/epidural), dibawah duramater
(hemoragik subdural), diruang sub arachnoid (hemoragik sub arachnoid),
atau dalam substansial otak (hemoragik intra serebral).
Menurut Tilong (2014), faktor resiko stroke terbagi sebagai berikut:
1. Faktor risiko tidak dapat diubah.
Keturunan atau faktor genetik, sesuai dengan penemuan para ahli
kesehatan bahwa faktor genetik atau keturunan hamper menjadi faktor
resiko dari semua penyaki, tidak terkecuali penyakit stroke. Sebagian besar
dari penyebab stroke adalah karena faktor keturunan pada anggota
keluarga yang memiliki sejarah menderita penyakit stroke. Jenis kelamin,
menurut studi kasus yang sering kali ditemukan, laki-laki lebih beresiko
tiga kali lipat dibandingkan wanita. Akan tetapi, ini bukan berati bahwa
kaum wanita sama sekali tidak mempunyai resiko stroke, melainkan hanya
lebih cepat laki-laki yang terkena stroke. Stroke yang menyerang kaum
laki-laki biasanya jenis stroke iskemik, sedangkan pada perempuan stroke
hemoragik.
Umur, semakin tua umur seseorang maka risiko stroke akan semakin
tinggi. Hal ini disebabkan karena proses penuaan dimana semua organ
tubuh mengalami penurunan fungsi yang terjadi secara alamiah. Pada
orang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku karena adanya plak. Tetapi
belakangan ini, stroke juga stroke juga bisa menyerang usia muda. Ini
disebabkan karena pada pola makan dan jenis makanan yang dikonsumsi.
Untuk itu, stroke menyerang segala umur dan jenis kelamin.
2. Faktor yang dapat diubah
Hipertensi, tekanan darah tinggi dapat menyebabkan stroke. Selain
itu, hipertensi juga menyebabkan rusaknya sel-sel endotel pembuluh darah
melalui pengrusakan lipid dibawah otot polos. Dengan begitu, penderita
dianjurkan untuk mengatur atau menormalkan tekanan darah. Penyakit
jantung, stroke juga dapat disebabkan oleh penyakit jantung yang diderita
seseorang. Bahkan orang yang melakukan pemasangan katup jantung
buatan akan meningkatkan resiko stroke.
Diabetes mellitus, diabetes juga merupakan bagian dari faktor resiko
stroke. Karenanya, penderita diabetes mempunyai resiko terserang stroke.
Hal ini disebabkan oleh pembuluh darah yang kaku, sehingga peningkatan
atau penurunan kadar glukosa darah yang secara tiba-tiba juga dapat
menyebabkan kematian otak. Oleh karena itu, bagi seseorang terutama
menderita stroke agar mengatur kadar gulanya.
Obesitas, biasanya orang yang mengalami obesitas cenderung
menderita serangan stroke. Hal ini disebabkan karena kadar lemak dan
kolesterol meninggi pada penderita obesitas. Disini, pada orang obesitas
kadar LDL lebih tinggi didandingkan dengan kadar HDL. Tidak hanya
stroke,obesitas juga dapat meningkatkan hiperkolesterol, dan diabetes
mellitus.
Gaya hidup tidak sehat, gaya hidup juga bagian dari salah satu faktor
resiko terserang stroke seperti merokok dan minum alkohol serta obat-
obatan terlarang. Menurut para ahli kesehatan, rokok sangat banyak
mengandung nikotin. Sehingga mengakibatkan terjadinya denyut jantung
yang meningkat, tekanan darah meninggi, menurunkan kolesterol HDL,
meningkatkan kolesterol LDL, dan mempercepat arteriosclerosis. Dengan
demikian, merokok menjadi faktor resiko yang berpotensi terhadap
serangan stroke akibat pecahnya pembuluh darah pada daerah posterior
otak. Alkohol dan obat-obatan terlarang dapat menyebabkan sempitnya
pembuluh darah diotak dan menyebabkan terjadinya stroke. Hal ini
disebabkan karena pembuluh darah yang berfungsi mengirim oksigen
kedaerah otak terganggu.
C. Tanda dan Gejala
Nurmalita (2021) menyatakan bahwa jenis stroke yang berbeda bisa
menyebabkan gejala yang sama karena masing-masing mempengaruhi aliran
darah di otak. Satu-satunya cara untuk menentukan jenis stroke yang mungkin
dihadapi adalah dengan mendapatkan pertolongan medis seperti dilakukan
CT-Scan untuk membaca keadaan otak. National Stroke Association
merekomendasikan metode FAST untuk membantu mengindentifikasi tanda
dan gejala stroke :
1. F (face/wajah) saat tersenyum, apakah satu sisi wajah turun kebawah
(senyum mencong) / ada rasa baal disekitar mulut?.
2. A (arms/lengan) bila mengakat kedua lengan, apakah satu lengan terkulai
lemas jatuh kebawah?
3. S (speech/bicara) apakah ucapan tidak jelas, suara
pelo/parau/cadel/sengau, apakah ada perubahan dari volume suara, apakah
sulit untuk bicara.
4. T (time/waktu) jika mengalami gejala ini segera pergi ke rumah sakit
terdekat, hal ini diperlukan agar dapat menerima perawatan di unit stroke
rumah sakit dalam waktu 3 jam sejak kedatangan.
Manifestasi klinis pasien stroke beragam tergantung dari daerah yang
terkena dan luasnya kerusakan jaringan serebral. Manifestasi yang umumnya
terjadi yaitu kelemahan alat gerak, penurunan kesadaran, gangguan
penglihatan, gangguan komunikasi, sakit kepala, dan gangguan
keseimbangan. Tanda dan gejala ini biasanya terjadi secara mendadak, fokal,
dan mengenai satu sisi (LeMone, et.al., 2015).
Tanda dan gejala umum mencakup kebas atau kelemahan pada wajah,
lengan, atau kaki (terutama pada satu sisi tubuh); kebingungan/konfusi atau
perubahan status mental; sulit berbicara atau memahami pembicaraan;
gangguan visual; kehilangan keseimbangan , pening, kesulitan berjalan; atau
sakit kepala berat secara mendadak (Brunner & Suddarth, 2013).
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala
sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya. Gejala yang sering
didapatkan antara lain (Pradana, 2018) :
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia).
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7. Disartria (bicara pelo atau cadel)
8. Gangguan persepsi
9. Gangguan status mental
10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.
D. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan
1. Bagian – Bagian Sel Saraf
Sel saraf terdiri dari Neuron dan Sel Pendukung
a. Neuron
Adalah unit fungsional sistem saraf yang terdiri dari badan sel
dan perpanjangan sitoplasma.
1) Badan sel atau perikarion
Suatu neuron mengendalikan metabolisme keseluruhan neuron.
Bagian ini tersusun dari komponen berikut :
 Satu nukleus tunggal, nucleolus yang menanjol dan organel lain
seperti konpleks golgi dan mitochondria, tetapi nucleus ini tidak
memiliki sentriol dan tidak dapat bereplikasi.
 Badan nissi, terdiri dari reticulum endoplasma kasar dan ribosom-
ribosom bebas serta berperan dalam sintesis protein.
 Neurofibril yaitu neurofilamen dan neurotubulus yang dapat dilihat
melalui mikroskop cahaya jika diberi pewarnaan dengan perak.
2) Dendrit
Perpanjangan sitoplasma yang biasanya berganda dan pendek
serta berfungsi untuk menghantar impuls ke sel tubuh.
3) Akson
Suatu prosesus tunggal, yang lebih tipis dan lebih panjang dari
dendrite. Bagian ini menghantar impuls menjauhi badan sel ke neuron
lain, ke sel lain (sel otot atau kelenjar) atau ke badan sel neuron yang
menjadi asal akson.
Stuktur Neuron

b. Sel Neuroglia
Neuroglia (berasal dari nerve glue) mengandung berbagai
macam se yang secara keseluruhan menyokong, melindungi, dan
sumber nutrisi sel saraf pada otak dan medulla spinalis, sedangkan sel
Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron diluar
sistem saraf pusat. Neuroglia jumlahnya lebih banyak dari sel-sel
neuron dengan perbandingan sekitar sepuluh banding satu. Ada empat
sel neuroglia yang berhasil diindentifikasi yaitu :
1) Astrosit adalah sel berbentuk bintang yang memiliki sejumlah
prosesus panjang, sebagian besar melekat pada dinding kapilar
darah melalui pedikel atau “kaki vascular”. Berfungsi sebagai “sel
pemberi makan” bagi neuron yang halus. Badan sel astroglia
berbentuk bintang dengan banyak tonjolan dan kebanyakan
berakhir pada pembuluh darah sebagai kaki perivaskular. Bagian
ini juga membentuk dinding perintang antara aliran kapiler darah
dengan neuron, sekaligus mengadakan pertukaran zat diantara
keduanya. Dengan kata lain, membantu neuron mempertahankan
potensial bioelektris yang sesuai untuk konduksi impuls dan
transmisi sinaptik. Dengan cara ini pula sel-sel saraf terlindungi
dari substansi yang berbahaya yang mungkin saja terlarut dalam
darah, tetapi fungsinya sebagai sawar darah otak tersebut masih
memerlukan pemastian lebih lanjut, karena diduga celah endothel
kapiler darahlah yang lebih berperan sebagai sawar darah otak.
2) Oligodendrosit menyerupai astrosit, tetapi badan selnya kecil dan
jumlah prosesusnya lebih sedikit dan lebih pendek. Merupakan sel
glia yang bertanggung jawab menghasilkan myelin dalam susunan
saraf pusat. Sel ini mempunyai lapisan dengan subtansi lemak
mengelilingi penonjolan atau sepanjang sel saraf sehingga
terbentuk selubung myelin.
3) Mikroglia ditemukan dekat neuron dan pembuluh darah, dan
dipercaya memiliki peran fagositik. Sel jenis ini ditemukan di
seluruh sistem saraf pusat dan dianggap berperan penting dalam
proses melawan infeksi.
4) Sel ependimal membentuk membran spitelial yang melapisi rongga
serebral dan ronggal medulla spinalis. Merupakan neuroglia yang
membatasi system ventrikel sistem saraf pusat. Sel-sel inilah yang
merupakan epithel dari Plexus Coroideus ventrikel otak,
c. Selaput Myelin
Merupakan suatu kompleks protein lemak berwarna putih yang
mengisolasi tonjolan saraf. Mielin menghalangi aliran Natrium dan
Kalium melintasi membran neuronal dengan hamper sempurna.
Selubung myelin tidak kontinu di sepanjang tonjolan saraf dan terdapat
celah-selah yang tidak memiliki myelin, dinamakan nodus ranvier,
Tonjolan saraf pada sumsum saraf pusat dan tepi dapat bermielin atau
tidak bermielin. Serabut saraf yang mempunyai selubung myelin
dinamakan serabut myelin dan dalam sistem saraf pusat dinamakan
massa putih (substansia Alba). Serabut-serabut yang tak bermielin
terdapat pada massa kelabu (subtansia Grisea).
Myelin ini berfungsi dalam mempercepat penjalaran impuls dari
transmisi di sepanjang serabut yang tak bermyelin karena impuls
berjalan dengan cara “meloncat” dari nodus ke nodus lain di sepanjang
selubung myelin. Cara transmisi seperti ini dinamakan konduksi
saltatorik. Hal terpenting dalam peran myelin pada proses transmisi di
sebaut saraf dapat terlihat dengan mengamati hal yang terjadi jika tidak
lagi terdapat myelin disana. Pada orang-orang dengan Multiple
Sclerosis, lapisan myelin yang mengelilingi serabut saraf menjadi
hilang. Sejalan dengan hal itu orang tersebut mulai kehilangan
kemampuan untuk mengontrol otot-otonya dan akhirnya menjadi tidak
mampu sama sekali.

Struktur Myelin dan Nodus Ranvier

d. Synaps
Synaps merupakan tempat dimana neuron mengadakan kontak
dengan neuron lain atau dengan organ-organ efektor, dan merupakan
satu-satunya tempat dimana suatu impuls dapat lewat dari suatu neuron
ke neuron lainnya atau efektor. Ruang antara satu neuron dan neuron
berikutnya dikenal dengan celah sinaptik (Synaptic cleft). Neuron yang
menghantarkan impuls saraf menuju sinaps disebut neuron prasinaptik
dan neuron yang membawa impuls dari sinaps disebut neuron
postsinaptik.
Sinaps dari Neuron

Sinaps sangat rentan terhadap perubahan kondisi fisiologis :


1) Alkalosis
Diatas PH normasl 7,4 meningkatkan eksitabilitas neuronal. Pada PH
7,8 konvulsi dapat terjadi karena neuron sangat mudah tereksitasi
sehingga memicu output secara spontan.
2) Asidosis
Dibawah PH normal 7,4 mengakibatkan penurunan yang sangat
besar pada output neuronal. Penurunan 7,0 akan mengakibatkan
koma.
3) Anoksia
Biasa yang disebut deprivasi oksigen, mengakibatkan penurunan
eksitabilitas neuronal hanya dalam beberapa detik.
4) Obat-obatan
Dapat meningkatkan atau menurunkan eksitabilitas neuronal.
2. Impuls Saraf
Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke efektor
akan menyebabkan terjadinya gerakan atau perubahan pada efektor.
Gerakan tersebut adalah sebagai berikut.

a. Gerak sadar
Gerak sadar atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena
disengaja atau disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini
disampaikan melalui jalan yang panjang. Bagannya adalah sebagai
berikut.
Impuls > Reseptor > Saraf Sensorik > Otak > Saraf Motorik >
Efektor (Otot)
b. Gerak refleks
Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak
disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui
jalan yang sangat singkat dan tidak melewati otak..
Contoh gerak refleks adalah sebagai berikut:
1) Terangkatnya kaki jika terinjak sesuatu.
2) Gerakan menutup kelopak mata dengan cepat jika ada benda asing
yang masuk ke mata.
3) Menutup hidung pada waktu mencium bau yang sangat busuk.
4) Gerakan tangan menangkap benda yang tiba-tiba terjatuh.
5) Gerakan tangan melepaskan benda yang bersuhu tinggi.
3. Pembagian Sistem Saraf

Pembagian Sistem Saraf

Sistem saraf dibagi dua yakni :


o Saraf Pusat berupa Otak dan Medulla Spinalis.
o Saraf Tepi
4. Saraf Pusat Manusia
Sistem saraf pusat adalah pusat dari seluruh kendali dan regulasi
pada tubuh, baik gerakan sadar atau gerakan otonom. Dua organ utama
yang menjadi penggerak sistem saraf pusat adalah otak dan sumsum
tulang belakang.
Otak manusia merupakan organ vital yang harus dilindungi oleh
tulang tengkorak. Sementara itu, sumsum tulang belakang dilindungi
oleh ruas-ruas tulang belakang. Otak dan sumsum tulang belakang sama-
sama dilindungi oleh suatu membran yang melindungi keduanya.
Membran pelindung tersebut dinamakan meninges. Meninges dari dalam
keluar terdiri atas tiga bagian, yaitu piameter, arachnoid, dan durameter.
Cairan ini berfungsi melindungi otak atau sumsum tulang belakang dari
goncangan dan benturan. Selaput ini terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai
berikut:
a. Piamater. Merupakan selaput paling dalam yang menyelimuti sistem
saraf pusat. Lapisan ini banyak sekali mengandung pembuluh darah.
b. Arakhnoid. Lapisan ini berupa selaput tipis yang berada di antara
piamater dan duramater.
c. Duramater. Lapisan paling luar yang terhubung dengan tengkorak.
Daerah di antara piamater dan arakhnoid diisi oleh cairan yang
disebut cairan serebrospinal. Dengan adanya lapisan ini, otak akan
lebih tahan terhadap goncangan dan benturan dengan kranium.
Kadangkala seseorang mengalami infeksi pada lapisan meninges,
baik pada cairannya ataupun lapisannya yang disebut meningitis.

Lapisan Otak

1) Otak
Otak merupakan organ yang telah terspesialisasi sangat
kompleks. Berat total otak dewasa adalah sekitar 2% dari total
berat badannya atau sekitar 1,4 kilogram dan mempunyai sekitar
12 miliar neuron. Pengolahan informasi di otak dilakukan pada
bagian-bagian khusus sesuai dengan area penerjemahan neuron
sensorik. Permukaan otak tidak rata, tetapi berlekuk-lekuk
sebagai pengembangan neuron yang berada di dalamnya.
Semakin berkembang otak seseorang, semakin banyak
lekukannya. Lekukan yang berarah ke dalam (lembah) disebut
sulkus dan lekukan yang berarah ke atas (gunungan) dinamakan
girus.
Otak mendapatkan impuls dari sumsum tulang belakang
dan 12 pasang saraf kranial. Setiap saraf tersebut akan bermuara
di bagian otak yang khusus. Otak manusia dibagi menjadi tiga
bagian utama, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang.
Para ahli mempercayai bahwa dalam perkembangannya, otak
vertebrata terbagi menjadi tiga bagian yang mempunyai fungsi
khas. Otak belakang berfungsi dalam menjaga tingkah laku, otak
tengah berfungsi dalam penglihatan, dan otak depan berfungsi
dalam penciuman.

Otak
a) Prosencephalon
Prosencephalon terdiri atas cerebrum, talamus, dan
hipotalamus.
 Cerebrum
Merupakan bagian terbesar dari otak, yaitu mencakup 85%
dari volume seluruh bagian otak. Bagian tertentu
merupakan bagian paling penting dalam penerjemahan
informasi yang Anda terima dari mata, hidung, telinga, dan
bagian tubuh lainnya. Bagian otak besar terdiri atas dua
belahan (hemisfer), yaitu belahan otak kiri dan otak kanan.
Setiap belahan tersebut akan mengatur kerja organ tubuh
yang berbeda.besar terdiri atas dua belahan, yaitu hemisfer
otak kiri dan hemisfer otak kanan. Otak kanan sangat
berpengaruh terhadap kerja organ tubuh bagian kiri, serta
bekerja lebih aktif untuk pengerjaan masalah yang berkaitan
dengan seni atau kreativitas. Bagian otak kiri
mempengaruhi kerja organ tubuh bagian kanan serta bekerja
aktif pada saat Anda berpikir logika dan penguasaan bahasa
atau komunikasi. Di antara bagian kiri dan kanan hemisfer
otak, terdapat jembatan jaringan saraf penghubung yang
disebut dengan corpus callosum.

Belahan pada Prosencephalon


 Talamus
Mengandung badan sel neuron yang melanjutkan informasi
menuju otak besar. Talamus memilih data menjadi beberapa
kategori, misalnya semua sinyal sentuhan dari tangan.
Talamus juga dapat menekan suatu sinyal dan memperbesar
sinyal lainnya. Setelah itu talamus menghantarkan informasi
menuju bagian otak yang sesuai untuk diterjemahkan dan
ditanggapi.
 Hipotalamus
Mengontrol kelenjar hipofisis dan mengekspresikan
berbagai macam hormon. Hipotalamus juga dapat
mengontrol suhu tubuh, tekanan darah, rasa lapar, rasa haus,
dan hasrat seksual. Hipotalamus juga dapat disebut sebagai
pusat kecanduan karena dapat dipengaruhi oleh obatobatan
yang menimbulkan kecanduan, seperti amphetamin dan
kokain. Pada bagian lain hipotalamus, terdapat kumpulan
sel neuron yang berfungsi sebagai jam biologis. Jam
biologis ini menjaga ritme tubuh harian, seperti siklus tidur
dan bangun tidur. Di bagian permukaan otak besar terdapat
bagian yang disebut telensefalon serta diensefalon. Pada
bagian diensefalon, terdapat banyak sumber kelenjar yang
menyekresikan hormon, seperti hipotalamus dan kelenjar
pituitari (hipofisis). Bagian telensefalon merupakan bagian
luar yang mudah kita amati dari model torso

Pembagian Fungsi pada Cerebrum

Beberapa bagian dari hemisfer mempunyai tugas yang


berbeda terhadap informasi yang masuk. Bagian-bagian
tersebut adalah sebagai berikut.
Temporal, berperan dalam mengolah informasi suara.
Oksipital, berhubungan dengan pengolahan impuls cahaya
dari penglihatan.
Parietal, merupakan pusat pengaturan impuls dari kulit serta
berhubungan dengan pengenalan posisi tubuh.
Frontal, merupakan bagian yang penting dalam proses
ingatan dan perencanaan kegiatan manusia.
b) Mesencephalon
Mesencephalon merupakan bagian terkecil otak yang
berfungsi dalam sinkronisasi pergerakan kecil, pusat relaksasi
dan motorik, serta pusat pengaturan refleks pupil pada mata.
Mesencephalon terletak di permukaan bawah cerebrum. Pada
mesencephalon terdapat lobus opticus yang berfungsi sebagai
pengatur gerak bola mata. Pada bagian mesencephalon, banyak
diproduksi neurotransmitter yang mengontrol pergerakan
lembut. Jika terjadi kerusakan pada bagian ini, orang akan
mengalami penyakit parkinson. Sebagai pusat relaksasi, bagian
mesencephalon banyak menghasilkan neurotransmitter
dopamin.

c) Myelencephalon
Myelencephalon tersusun atas cerebellum, medula
oblongata, dan pons varoli. Myelencephalon berperan dalam
keseimbangan tubuh dan koordinasi gerakan otot.
Myecenphalon akan mengintegrasikan impuls saraf yang
diterima dari sistem gerak sehingga berperan penting dalam
menjaga keseimbangan tubuh pada saat beraktivitas. Kerja
myelencephalon berhubungan dengan sistem keseimbangan
lainnya, seperti proprioreseptor dan saluran keseimbangan di
telinga yang menjaga keseimbangan posisi tubuh. Informasi
dari otot bagian kiri dan bagian kanan tubuh yang diolah di
bagian cerebrum akan diterima oleh cerebellum melalui
jaringan saraf yang disebut pons varoli. Di bagian cerebellum
terdapat saluran yang menghubungkan antara otak dengan
sumsum tulang belakang yang dinamakan medula oblongata.
Medula oblongata berperan pula dalam mengatur pernapasan,
denyut jantung, pelebaran dan penyempitan pembuluh darah,
gerak menelan, dan batuk. Batas antara medula oblongata dan
sumsum tulang belakang tidak jelas. Oleh karena itu, medula
oblongata sering disebut sebagai sumsum lanjutan.

Cerebellum, pons varoli, dan medula oblongata

Pons varoli dan medula oblongata, selain berperan


sebagai pengatur sistem sirkulasi, kecepatan detak jantung, dan
pencernaan, juga berperan dalam pengaturan pernapasan.
Bahkan, jika otak besar dan otak kecil seseorang rusak, ia
masih dapat hidup karena detak jantung dan pernapasannya
yang masih normal. Hal tersebut dikarenakan fungsi medula
oblongata yang masih baik. Peristiwa ini umum terjadi pada
seseorang yang mengalami koma yang berkepanjangan.
Bersama otak tengah, pons varoli dan medula oblongata
membentuk unit fungsional yang disebut batang otak
(brainstem).
2) Medulla Spinalis
medulla spinalis merupakan perpanjangan dari sistem saraf
pusat. Seperti halnya dengan sistem saraf pusat yang dilindungi
oleh tengkorak kepala yang keras,medula spinalis juga dilindungi
oleh ruas-ruas tulang belakang. Medula spinalis memanjang dari
pangkal leher, hingga ke selangkangan. Bila medula spinalis ini
mengalami cidera ditempat tertentu, maka akan mempengaruhi
sistem saraf disekitarnya, bahkan bisa menyebabkan kelumpuhan
di area bagian bawah tubuh, seperti anggota gerak bawah (kaki).
Secara anatomis, medula spinalis merupakan kumpulan
sistem saraf yang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang.
Sumsum tulang belakang atau biasa disebut medulla spinalis ini,
merupakan kumpulan sistem saraf dari dan ke otak. Secara rinci,
ruas-ruas tulang belakang yang melindungi medula spinalis ini
adalah sebagai berikut:
Medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinalis yang
terdiri dari 7 pasang dari segmen servikal, 12 pasang dari segmen
thorakal, 5 pasang dari segmen lumbalis, 5 pasang dari segmen
sacralis dan 1 pasang dari segmen koxigeus

Gambar Medula Spinalis


Vertebra Servikalis (ruas tulang leher) yang berjumlah 7 buah dan
membentuk daerah tengkuk.
Vertebra Torakalis (ruas tulang punggung) yang berjumlah 12
buah dan membentuk bagian belakang torax atau dada.
Vertebra Lumbalis (ruas tulang pinggang) yang berjumlah 5 buah
dan membentuk daerah lumbal atau pinggang.
Vertebra Sakralis (ruas tulang kelangkang) yang berjumlah 5
buah dan membentuk os sakrum (tulang kelangkang).
Vertebra koksigeus (ruas tulang tungging) yang berjumlah 4 buah
dan membentuk tulang koksigeus (tulang tungging)

5. Saraf Tepi Manusia


Susunan saraf tepi terdiri atas serabut saraf otak dan serabut saraf
medula spinalis. Serabut saraf sumsum dari otak, keluar dari otak
sedangkan serabut saraf medula spinalis keluar dari sela-sela ruas tulang
belakang. Tiap pasang serabut saraf otak akan menuju ke alat tubuh atau
otot, misalnya ke hidung, mata, telinga, dan sebagainya. Sistem saraf tepi
terdiri atas serabut saraf sensorik dan motorik yang membawa impuls saraf
menuju ke dan dari sistem saraf pusat. Sistem saraf tepi dibagi menjadi
dua, berdasarkan cara kerjanya, yaitu sebagai berikut.
a. Sistem Saraf Sadar
Sistem saraf sadar bekerja atas dasar kesadaran dan kemauan kita.
Ketika Anda makan, menulis, berbicara, maka saraf inilah yang
mengkoordinirnya. Saraf ini mene-ruskan impuls dari reseptor ke
sistem saraf pusat, dan meneruskan impuls dari sistem saraf pusat ke
semua otot kerangka tubuh. Sistem saraf sadar terdiri atas 12 pasang
saraf kranial, yang keluar dari otak dan 31 pasang saraf spinal yang
keluar dari sumsum tulang belakang 31 pasang saraf spinal. Saraf-saraf
spinal tersebut terdiri atas gabungan saraf sensorik dan motorik. Dua
belas pasang saraf kranial tersebut, antara lain sebagai berikut.
1) Saraf olfaktori, saraf optik, dan saraf auditori. Saraf-saraf ini
merupakansaraf sensori.
2) Saraf okulomotori, troklear, abdusen, spinal, hipoglosal. Kelima
saraf tersebut merupakan saraf motorik.
3) Saraf trigeminal, fasial, glossofaringeal, dan vagus. Keempat saraf
tersebut merupakan saraf gabungan dari saraf sensorik dan motorik.
Agar lebih memahami tentang jenis-jenis saraf kranial.

b. Sistem Saraf Tak Sadar (Otonom)


Sistem saraf ini bekerja tanpa disadari, secara otomatis dan tidak
di bawah kehendak saraf pusat. Contoh gerakan tersebut misalnya
denyut jantung, perubahan pupil mata, gerak alat pencernaan,
pengeluaran keringat, dan lain-lain. Kerja saraf otonom ternyata sedikit
banyak dipengaruhi oleh hipotalamus di otak. Coba Anda ingat kembali
fungsi hipotalamus yang sudah dijelaskan di depan. Apabila
hipotalamus dirangsang, maka akan berpengaruh terhadap gerak
otonom seperti contoh yang telah diambil, antara lain mempercepat
denyut jantung, melebarkan pupil mata, dan menghambat kerja saluran
pencernaan.Sistem saraf otonom ini dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Saraf Simpatik
Saraf ini terletak di depan ruas tulang belakang. Fungsi saraf ini
terutama untuk memacu kerja organ tubuh, walaupun ada beberapa
yang malah menghambat kerja organ tubuh. Fungsi memacu, antara
lain mempercepat detak jantung, memperbesar pupil mata,
memperbesar bronkus. Adapun fungsi yang menghambat, antara lain
memperlambat kerja alat pencernaan, menghambat ereksi, dan
menghambat kontraksi kantung seni.
2) Sistem Saraf Parasimpatik
Saraf ini memiliki fungsi kerja yang berlawanan jika
dibandingkan dengan saraf simpatik. Saraf parasimpatik memiliki
fungsi, antara lain menghambat detak jantung, memperkecil pupil
mata, memperkecil bronkus, mempercepat kerja alat pencernaan,
merangsang ereksi, dan mepercepat kontraksi kantung seni. Karena
cara kerja kedua saraf itu berlawanan, makamengakibatkan keadaan
yang normal.

Gambar Saraf Parasimpatik dan Simpatik


6. Fisiologi Sistem Saraf
Hampir seluruh fungsi pengendalian tubuh manusia dilakukan oleh
sistem saraf. Secara umum sistem saraf mengendlikan aktivitas tubuh yang
cepat seperti kontraksi otot. Daya kepekan dan daya hantaran merupakan
sifat utama dari makhluk hidup dalam bereaksi terhadap perubahan
sekitarnya. Rangsangan ini disebut dengan stimulus. Reaksi yang
dihasilkan dinamakan respons. Dengan perantaraan zat kimia yang aktif
atau melalui hormon melalui tonjolan protoplasma dari satu sel berupa
benang atau serabut. Sel ini dinamakan neuron.

Kemampuan khusus yang dimiliki oleh sel saraf seperti iritabilita,


sensitivitas terhadap stimulus, konduktivitas, dan kemampuan mentranmisi
suatu respon terhadap stimulus diatur oleh sistem saraf melalui 3 cara
yaitu:

a. Input sensoris yaitu menerima sensasi atau stimulus melalui respor


yang terletak di tubuh, baik eksterneal maupun internal.
b. Akivitas intergratif yaitu respons mengubah stimulus mnjdi impuls
listrik yang mejalar sepanjang saraf sampai ke otak dan medulla
spinalis, kemudian menginterpretasikan stimulus sehingga respons
terhadap informasi dapat terjadi.
c. Out put yaitu impuls dari otak dan medulla spinalis memperoleh
respons yang sesuai dari otak dan kelenjar yang disebut dengan
efektor (Setiadi, 2007).
E. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Umum
a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral dekubitus bila
disertai dengan muntah. Boleh dimulai mobilisasi bertahap bila
hemodinamika stabil.
b. Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat berikan oksigen 1-
2 liter/menit bila ada gas dan darah.
c. Kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan kateter.
d. Kontrol tekanan darah, dipertahankan normal
e. Suhu tubuh harus dipertahankan.
f. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah tes menelan baik, bila
terdapat gangguan menelan atau pasien dengan kesadaran menurun, di
anjurkan menggunakan selang NGT.
g. Jika tidak ada kontraindikasi lakukan mobilisasi dan rehabilitasi dinia.
2. Penatalaksanaan Medis
a. Trombolik (streptokinase)
b. Anti platelet atau anti trombolitik (asetosol, ticlopidin, dipridamil,
cilostazol)
c. Antikpagulan (pentoxyfilin)
d. Antagonis serotonim (noftidrofuyl)
e. Antagonis calcium (nomodipin, piracetam)

3. Penatalaksanaan kasus komplikasi


a. Atasi kejang (antikolvusan)
b. Atasi tekanan intracranial yang meninggi dengan manitol,
gliserol,furosemid, intubasi steroid, da lain-lain
c. Atasi dekompresi (kraniotomi)
d. Untuk penatalaksanaan faktor resiko, atasi hipertensi (anti hipertensi)
atau hiperglikemia (anti hiperhilkemia) (Wijaya dan Putri, 2013).
F. Komplikasi
Penderita stroke mengalami berbagai komplikasi medis,
muskuloskeletal, dan psikososial beberapa bulan hingga bertahun-tahun
setelah stroke. Komplikasi ini dapat menambah kecacatan awal akibat stroke.
Dokter perawatan primer, yang berada dalam posisi ideal untuk menangani
komplikasi ini, sering dipanggil untuk melakukannya. Karena stroke adalah
gangguan umum, dokter perawatan primer dapat membantu pasien stroke
dengan memahami potensi komplikasi yang dapat timbul setelah kejadian
serebrovaskular (Chohan et al., 2019).
Komplikasi stroke yang paling umum antara lain (Christensen et al.,
2014) :
1. Edema otak, pembengkakan otak setelah stroke.
2. Pneumonia. Stroke menyebabkan masalah pernapasan, komplikasi dari
banyak penyakit utama. Pneumonia terjadi akibat tidak bisa beraktivitas
akibat stroke. Masalah menelan setelah stroke kadang-kadang dapat
mengakibatkan hal-hal yang mengarah ke pneumonia aspirasi.
3. Infeksi saluran kemih (ISK) dan/atau pengendalian kandung kemih. ISK
dapat terjadi akibat pemasangan kateter foley untuk mengumpulkan urin
ketika penderita stroke tidak dapat mengontrol fungsi kandung kemih.
4. Kejang, aktivitas listrik abnormal di otak yang menyebabkan kejang. Ini
biasa terjadi pada stroke yang lebih besar.
5. Depresi klinis , penyakit yang dapat diobati yang sering terjadi dengan
stroke dan menyebabkan emosi yang tidak diinginkan dan reaksi fisik
terhadap perubahan dan kerugian. Ini sangat umum terjadi setelah stroke
atau mungkin memburuk pada seseorang yang mengalami depresi sebelum
stroke.
6. Luka Baring. Tekanan yang diakibatkan oleh penurunan kemampuan
untuk bergerak dan tekanan pada area tubuh karena imobilitas.
7. Kontraktur ekstremitas, pemendekan otot di lengan atau kaki akibat
berkurangnya kemampuan untuk menggerakkan anggota tubuh yang
terpengaruh atau kurang olahraga.
8. Nyeri bahu, berasal dari kurangnya penyangga lengan akibat kelemahan
atau kelumpuhan. Hal ini biasanya disebabkan ketika lengan yang terkena
menggantung mengakibatkan lengan tertarik ke bahu.
9. Trombosis vena dalam (DVT), bekuan darah terbentuk di vena kaki karena
imobilitas akibat stroke.
G. Prognosis
Pasien dengan ketergantungan fungsional prestroke memiliki
prognosis yang jauh lebih tidak menguntungkan dibandingkan dengan pasien
mandiri dengan prestroke. Ada kelangsungan hidup secara signifikan lebih
rendah pada pasien stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik,
selama 30 hari pertama setelah stroke (69,3% berbanding 88,9%), sedangkan
di atas 30 hari, angka kematian hampir identik. Pada 5 tahun setelah stroke,
lebih dari 2 dari 3 pasien dengan IS, dan lebih dari 3 dari 4 pasien dengan
ICH, meninggal atau bergantung secara fungsional. Kematian dini lebih
tinggi untuk ICH daripada IS, sedangkan setelah 30 hari, kelangsungan hidup
menurun pada tingkat yang sama untuk kedua kelompok. Proporsi pasien
yang bergantung secara fungsional pada orang yang selamat secara konsisten
lebih tinggi untuk ICH di semua titik waktu. Telah ada kemajuan besar dalam
perawatan dan rehabilitasi stroke jangka panjang dalam beberapa dekade
terakhir, tetapi perbaikan lebih lanjut perlu dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan di masa mendatang (Sennfält et al., 2019).
H. Tes Diagnostik
Menurut Wijaya & Putri (2013), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada stroke ialah sebagai berikut:
1. Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk
mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
carespiratori ratean lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada
subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah
biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan
yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-
hari pertama.
3. CT scan. Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.
4. MRI MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan
otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
5. USG Doppler Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis).
6. EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
DAFTAR PUSTAKA

American Stroke Association. (2018). Ways to help prevent a second stroke.


https://www.stroke.org/en/about-stroke

Arifianto. (2014). Klasifikasi Stroke Berdasarkan Kelainan Patologis dengan


Learning Vector Quantiation. Eeccis, 8(2), 117–122.
http://jurnaleeccis.ub.ac.id/index.php/eeccis/article/viewFile/248/218

Ayuningtyas. (2020). Hubungan Tindakan Range Of Motion Terhadap


Peningkatan Kekuatan Otot Dan Rentang Gerak Sendi. 4(1), 1–23.

Chohan, S. A., Venkatesh, P. K., & How, C. H. (2019). Long-term complications


of stroke and secondary prevention: An overview for primary care
physicians. Singapore Medical Journal, 60(12), 616–620.
https://doi.org/10.11622/smedj.2019158

Christensen, H., Glipstrup, E., Høst, N., Nørbæk, J., & Zielke, S. (2014).
Complications after stroke. Oxford Textbook of Stroke and Cerebrovascular
Disease, 203–214.

https://doi.org/10.1093/med/9780199641208.003.0018

Coupland, A. P., Thapar, A., Qureshi, M. I., Jenkins, H., & Davies, A. H. (2017).
The definition of stroke. Journal of the Royal Society of Medicine, 110(1), 9–
12.

https://doi.org/10.1177/0141076816680121

Dewi, I. P., & Pinzon, R. T. (2016). Resensi Buku “Stroke In Asia.” Berkala
Ilmiah Kedokteran, 2(11), 315–316.
Eka Nurhayati, K. K. D. H. (2015). Analisis Faktor Determinan Kemampuan
Perawatan Diri Pada Pasien Pasca Stroke: Studi Literatur. Jurnal ProNers,
July, 1–14.

Handayani, D., & Dominica, D. (2019). Gambaran Drug Related Problems


(DRP’s) pada Penatalaksanaan Pasien Stroke Hemoragik dan Stroke Non
Hemoragik di RSUD Dr M Yunus Bengkulu. Jurnal Farmasi Dan Ilmu
Kefarmasian Indonesia, 5(1), 36.

https://doi.org/10.20473/jfiki.v5i12018.36-44

Junaedi, Iskandar.(2011). Stroke:Waspadai Ancamannya. Makassar :


Perpustakaan STIK GIA.

Online Akses : http://ucs.sulsellib.net//index.php?p=show_detail&id=54296

Nurmalita, E. (2021). Konsep Medis Stroke. 7–36.

Sennfält, S., Norrving, B., Petersson, J., & Ullberg, T. (2019). Long-Term
Survival and Function after Stroke: A Longitudinal Observational Study
from the Swedish Stroke Register. Stroke, 50(1), 53–61.
https://doi.org/10.1161/STROKEAHA.118.022913

WHO. (2006). The WHO STEPwise approach to stroke surveillance.

Wicaksana, I., Wati, A., & Muhartomo, H. (2017). Perbedaan Jenis Kelamin
Sebagai Faktor Risiko Terhadap Keluaran Klinis Pasien Stroke Iskemik.
Diponegoro Medical Journal, 6(2), 655–662.

Anda mungkin juga menyukai