Anda di halaman 1dari 31

Keperawatan Medikal Bedah III

Stroke Hemoragic

Dosen : Ns.Windu Unggun Cahya Jalu Putra, S.Kep., M.Kep.


III A Keperawatan
KELOMPOK I
Irnawati : 201901012
Izul Huda : 201901013
M.Hian Akhir : 201901016
Muammar : 201901019
Nabila Pratiwi : 201901022
Nur Intan Khairunnisaa : 201901027
Sarva M. Somat : 201901031
Sri Indriyani : 201901035
Widya Sapitri : 201901038

PROGAM STUDI NERS


STIKES WIDYA NUSANTARA PALU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Makalah dan Asuhan
keperawatan Stroke Hemoragic” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk
melengkapi serta memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah III yang telah
diberikan Pak Ns.Windu Unggun Cahya Jalu Putra, S.Kep., M.Kep. selaku dosen
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III.
Penyusunan makalah ini, kami mendapat hambatan akan tetapi dengan
bantuan dari berbagai pihak semua itu bisa teratasi. Olehnya kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini. Semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah Swt.
Kami menyadari bahwa Makalah dan Asuhan Keperawatan ini jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dari pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurrnaan makalah selanjutnya. Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Palu,
24 Oktober 2021
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................
A. Latar Belakang....................................................................................................
B. Rumusan Masalah...............................................................................................
C. Tujuan.................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................
A. Definisi................................................................................................................
B. Etiologi................................................................................................................
C. Manifestasi Klinis...............................................................................................
D. Patofisiologi........................................................................................................
E. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................
F. Penatalaksanaan..................................................................................................
G. Komplikasi..........................................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................................
A. Pengkajian...........................................................................................................
B. Diagnose Keperawatan.......................................................................................
C. Intervensi Keperawatan......................................................................................
BAB IV PENUTUP........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan salah satu dari beberapa penyakit cerebrovascular yang
paling umum, di negara maju sering di temukan penyakit ini, saat ini di negara
berkembang juga sudah banyak di temukan penyakit ini seperti di negara
Indonesia. Indonesia menduduki urutan pertama dengan masalah penyakit stroke
se Asia dengan kasus yang semakin bertambah. Penyakit stroke merupakan
penyakit yang tidak menular yang masih menjadi salah satu masalah kesahatan
utama di Indonesia. Dengan berjalannya peningkatan morbiditas dan mortalitas
secara bersamaan di negara Indonesia akan berdampak negatif terhadap
perekonomian dan produktivitas, karena membutuhkan waktu yang lama dan biaya
yang cukup besar untuk pengobatan stroke (Kemenkes dalam Darotin, 2017).
Stroke memiliki dampak yang besar dalam berbagai aspek kehidupan. Salah
satunya adalah stroke hemoragik yaitu bocor atau pecahnya pembuluh darah otak
yang dapat mengkibatkan kematian. Stroke hemoragik mengakibatkan mortalitas
dan morbiditas jauh lebih tinggi. Ditinjau melalui aspek risiko kematian, besarnya
biaya pengobatan, penurunan kualitas hidup dan peningkatan prevalensi, stroke
hemoragik memiliki dampak luas (Sunjaya dkk, 2019). Masalah yang timbul pada
penderita stroke hemoragik salah satunya adalah penurunan kesadaran yang dapat
menyebabkan penderita mengalami risiko aspirasi, dimana risiko masuknya sekret,
zat cair, atau padat ke dalam saluran trakheobronkial (Herdman T, 2015).
Jumlah penderita stroke menurut data American Healt Association (AHA)
menyatakan setiap 40 detik terjadi 1 kasus baru dengan jumlah 795.000 penderita
stroke (Mutiasari,2019). Pada pasien stroke terjadi separuh lebih (55%) yang
mengalami masalah gangguan menelan pada masa akut maupun masa rehabilitasi,
ini yang menjadi faktor risiko aspirasi (Armstrong & Mosher,2011). Sekitar 14%-
94% terjadi insidensi disfagia stroke, dengan tingginya insidensi disfagia stroke
tersebut maka akan berdampak pada meningkatnya risiko aspirasi
(Achmad,et.al,2017). Menurut data dari World Healt Organization (WHO)
prevalensi stroke pada tahun 2018 naik 7% menjadi 10,9%. Jumlah penderita
stroke di Indonesia pada tahun 2013 berjumlah 12,1 per mil, sedangkan pada tahun
2018 menurut Riskesdas jumlah penderita stroke menurun 10,9 per mil
( Kemenkes, 2019). Penderita stroke di Provinsi jawa Timur menurut Riset
Kesehatan Dasar pada tahun 2018 mencapai 21.120 jiwa atau 12,4% dan
menduduki peringkat 8 di Indonesia (Kemenkes, 2018). Sedangkan angka kejadian
stroke di RS Dr.Harjono Ponorogo dari bulan September 2019 sampai September
2020 berjumlah 856 orang dan yang menderita setroke hemoragik sejumlah 311
orang tercatat mulai bulan September 2019 sampai September 2020 ( Rekam
Medik RSUD dr. Harjono, 2020).
Stroke hemoragik adalah stroke yang dikarenakan bocor atau pecahnya
bembuluh darah di otak. Ada beberapa kondisi penyebab pembuluh darah di otak
pecah dan mengalami perdarahan antara lain Hipertensi, aneurisma, pengencer
darah (Haryono Rudi, 2019). Selain itu stroke dapat terjadi karena adanya
penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah sehingga otak tidak mendapat suplai
darah yang membawa oksigen sehingga menyebabkan terjadinya kematian
jaringan atau sel otak (Kesuma,2019). Stroke dapat di akibatkan karena adanya
beberapa faktor resiko, yaitu faktor yang bisa di modifikasi seperti kebiasaan yang
kurang baik ( merokok, diet buruk, gaya hidup, dan obesitas), ataupun karena
penyakit pendukung seperti hipertensi diabetus militus, penyakit kardiovaskuler
dan faktor resiko yang tidak dapat di rubah seperti jenis kelamin, usia, riwayat
keluarga dll (Triasti, 2016)
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperwatan pada pasien dengan
Stroke Hemoragic?
C. Tujuan
Mengetahui tentang Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan Stroke Hemoragic!
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Stroke hemoragik adalah kondisi otak yang mengalami kerusakan karena
aliran darah atau suplai darah ke otak terhambat oleh pendarahan (Arum, 2015).
Stroke hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah di otak sehingga aliran
darah menjadi tidak normal dan darah yang keluar merembes masuk ke dalam
suatu daerah di otak dan merusaknya (Amanda, 2018).
Stroke hemoragik merupakan disfungsi neurologis fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan pada substansi otak yang terjadi secara spontan
bukan oleh karena trauma kapitis, akibat pecahnya pembuluh arteri dan
pembuluh kapiler (Nugraha, 2018).
Stroke hemoragik adalah jenis stroke yang penyebabnya adalah pecahnya
pembuluh darah di otak atau bocornya pembuluh darah otak. Terjadi karena
tekanan darah otak yang mendadak, meningkat dan menekan pembuluh darah,
sehingga pembuluh darah tersumbat, tidak dapat menahan tekanan tersebut
(Wati, 2019).
Stroke hemoragik yaitu perdarahan intrakanial berdasarkan tempat
perdarahannya yakni dirongga subarakhnoid atau didalam parenkim otak
(intraserebral) ada juga perdarahan yang terjadi bersamaan pada kedua tempat
seperti perdarhan subarakhoid yang bocor kedalam otak atau sebaliknya
(Rahmayanti, 2019).
B. Etiologi
Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah, darah akan
keluar mengisi ruang tengkorak kepala sehingga terjadi peningkatan tekanan di
dalam otak yang akibatnya terjadi penurunan kesadaran secara tiba-tiba. Keadaan
seperti ini disebabkan karena tekanan darah yang mengalami peningkatan cukup
tinggi (Arum, 2015). Selain hal–hal yang disebutkan diatas, ada fakor–faktor lain
yang menyebabkan stroke hemoragik (Pudiastuti, 2015), diantaranya :
1. Faktor resiko medis Faktor resiko medis seperti migrain, hipertensi (penyakit
tekanan darah tinggi), diabetes, kolesterol, aterosklerosis (pengerasan
pembuluh darah), gangguan jantung, riwayat stroke keluarga, penyakit ginjal,
dan penyakit vaskuler perifer. 80% pemicu stroke hemoragik disebabkan
karena hipertensi dan Aterosklerosis.
2. Faktor resiko perilaku Faktor resiko perilaku seperti kurang olahraga,
merokok /aktif dan pasif, makanan tidak sehat (junk food, fast food),
kontrasepsi oral, mendengkur, narkoba, obesitas, stress, dan cara hidup.
3. Faktor lain Data statistik 93% pengidap penyakit trombosis ada hubungannya
dengan penyakit tekanan darah tinggi.
a. Ttombosis serebral Terjadi pada pembuluh darah dimana oklusi terjadi
trombosis dapat menyebabkan iskemik jaringan otak, edema dan kongesti
di area sekitarnya.
b. Emboli serebral Penyumbatan pada pembuluh darah otak karena bekuan
darah, lemak atau udara. Kebanyakan emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
c. Perdarahan intra serebral Pembuluh darah otak bisa pecah, terjadi
karenaAterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak akan
menyebabkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan akibat otak akan bengkan, jaringan otak internal tertekan
sehingga menyebabkan infark otak, edema dan mungkin terjadi herniasi
otak.
d. Migren
e. Trombosis sinus dura
f. Diseksi arteri karotis atau vertebralis
g. Kondisi hiperkoagulasi
h. Vaskulitis sistem saraf pusat
i. Penyakit moya–moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
j. Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia, atau leukemia)
k. Miksoma atrium.
C. Manifestasi Klinis
Menurut (Tarwoto, 3013; Nugraha, 2018), manifestasi klinik stroke
hemoragik tergantung dari sisi atau bagian mana yang terkena, rata-rata serangan,
ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolaretal. Pada stroke akut gejala klinis meliputi :
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) atau hemiplegia
(paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan terjadi akibat adanya
kerusakan pada area motorik di korteks bagian frontal, kerusakan ini bersifat
kontralateral artinya jika terjadi kerusakan pada hemisfer kanan maka
kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien juga akan kehilangan kontrol otot
vulenter dan sensorik sehingga pasien tidak dapat melakukan ekstensi maupun
fleksi
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan Gangguan
sensibilitas terjadi karena kerusakan sistem saraf otonom dan gangguan saraf
sensorik
3. Penurunan kesadaran (Konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma) Terjadi
akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang otak atau
terjadinya gangguan metabolik otak akibat hipoksia
4. Afasia (kesulitan dalam berbicara)
Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi bicara, termasuk dalam
membaca, menulis memahami bahasa. Afasia terjadi jika terdapat kerusakan
pada area pusat bicara primer yang berada pada hemisfer kiri dan biasanya
terjadi pada stroke dengan gangguan pada arteri middle serebral kiri. Afasia
dibagi menjadi tiga bagian yaitu afasia motorik, sensorik dan afasia global.
Afasia motorik atau ekpresif terjadi jika area pada Area Broca, yang terletak
pada lobus frontal otak. Pada afasia jenis ini pasien dapat memahami lawan
bicara tetapi pasien tidak dapat mengungkapkan lewat bicara. Afasia sensorik
terjadi karena kerusakan pada Area Wernicke, yang terletak pada lobus
temporal. Pada afasia sensorik pasien tidak mampu menerima stimulasi
pendengaran tetapi pasien mampu mengungkapkan pembicaraan, sehingga
respon pembicaraan pasien tidak nyambung atau koheren. Pada afasia global
pasien dapat merespon pembicaraan dengan baik menerima maupun
mengungkapkan pembicaraan.
5. Disatria (bicara cadel atau pelo)
Merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi sehingga ucapannya
menjadi tidak jelas. Namun demikian pasien dapat memahami pembicaraan,
menulis, mendengarkan maupun membaca. Disatria terjadi karena kerusakan
nervus kranial sehingga terjadi kelemahan dari otot bibir, lidah dan laring.
Pasien juga terdapat kesulitan dalam mengunyah dan menelan.
6. Gangguan penglihatan (diplopia)
Dimana pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga pandangan menjadi
ganda, gangguan lapang pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi karena
kerusakan pada lobus temporal atau pariental yang dapat menghambat serat
saraf optik ada korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat disebabkan
karena kerusakan pada saraf kranial 2, 4 dan 6.
7. Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus kranial 9.
Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan gluteus menutup kemudian
makanan masuk ke esophagus.
8. Inkontenesia baik bowel maupun bladder serng terjadi hal ini karena
tergangguanya saraf yang mensyarafi bladder dan bowel.
9. Vertigo seperti mual, muntah, dan nyeri kepala, terjadi karena peningkatan
tekanan intrakranial, edema serebri.
D. Patofisiologi
Faktor resiko stroke seperti gaya hidup, Diabetes Melitus, riwayat penyakit
jantung dan sebagainya dapat menyebabkan kerja norepinefrin dipembuluh darah
meningkat sehingga tekanan darah meningkat atau hipertensi akut. Hipertensi yang
terus menerus dapat mengakibatkan timbulnya penebalan dan degeneratif
pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga
perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta
iritasi pada pembuluh darah otak. Perubahan yang terus berlanjut ini dapat
menyebabkan pembuluh darah otak (serebral) pecah sehingga terjadi stroke
hemoragik (Rahmayanti, 2019).
Mekanisme yang sering terjadi pada stroke perdarahan intraserebral adalah
faktror dinamik yang berupa peningkatan tekanan darah. Hipertensi kronis
menyebabkan pembuluh darah arteriol yang berdiameter 100-400 mikrometer
mengalami perubahan yang patologik. Perubahan tersebut berupa lipohyalinosis,
fragmentasi, nekrosis, dan mikroaneurisma pada arteri di otak. Kenaikan tekanan
darah secara mendadak ini dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah. Jika
pembuluh darah tersebut pecah, maka akan menyebabkan perdarahan. (Munir,
2015). Pecahnya pembuluh darah otak mengakibatkan darah masuk ke dalam
jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan Transient Iskemic Attack (TIA)
yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan Intraserebral sering dijumpai di daerah pituitary glad,
thalamus, sub kartikal,lobus parietal, nucleus kaudatus, pons, dan cerebellum.
Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding pembuluh darah
berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid (Perdana, 2017).
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM (Arteriovenous
Malformati). Aneurisma paling sering di dapat pada percabangan pembuluh darah
besar di sirkulasi willis sedangkan AVM (Arteriovenous Malformatio) dapat
dijumpai pada jaringan otak di permukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun di
dalam ventrikel otak dan ruang subarachnoid (Perdana, 2017). Aneurisma
merupakan lesi yang didapatkan karena berkaitan dengan tekanan hemodinamik
pada dinding arteri percabangan dan perlekukan. Prekursor awal aneurisma adalah
adanya kantong kecil melalui arteri media yang rusak. Kerusakan ini meluas akibat
tekanan hidrostatik dari aliran darah pulsatif dan turbulensi darah, yang paling
besar berada di bifurcatio atrei. Suatu anuerisma matur memiliki sedikit lapisan
media, diganti dengan jaringan ikat, dan mempunyai lamina elastika yang terbatas
atau tidak ada sehingga mudah terjadi ruptur. Saat aneurisma ruptur, terjadi
ekstravasasi darah dengan tekanan arteri masuk ke ruang subarachnoid dan dengan
cepat menyebar melalui cairan serebrospinal mengelilingi otak dan medulla
spinalis. Ekstravasasi darah menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
global dan mengiritasi meningeal (Munir, 2015).
Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid
pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat
mengakibatkan vasopasme pembuluh darah serebral. Vasopasme ini seringkali
terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9,
dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasopasme diduga
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke
dalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh darah arteri di ruang subarachnoid.
Ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lain-
lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah
otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi (Wati, 2019).
Perdarahan subarachnoid (PSA) yang mengacu pada perdarahan otak di
bawah arachnoid, sering menyebabkan onset cepat defisit neurologis dan
hilangnya kesadaran. Perdarahan subarachnoid ini akan direspon tubuh dengan
cara mengkonstraksi pembuluh darah (vasokonstriksi atau vasospasme) yang
diransang oleh zat-zat yang bersifat vasokonstriksi seperti serotonin,
prostaglandin, dan produk pecahan darah lainnya. Keadaan ini akan memicu ion
kalsium untuk masuk kedalam sel otot polos pembuluh darah. Akibatnya
konstraksi atau spasme akan semakin hebat dan lambat laun, yaitu sekitar hari
kelima setelah perdarahan, kontraksi akan mencapai puncaknya sehingga terjadi
penutupan lumen atau saluran pembuluh darah secara total dan darah tidak dapat
mengalir lagi ke sel saraf yang bersangkutan. Akhirnya terjadi kematian pada sel
saraf dan menyebabkan kehilangan kontrol mengakibatkan terjadinya hemiplegi
dan hemiparesis. Hemiplegi dan hemiparesis dapat mengakibatkan kelemahan
pada alat gerak dan menyebabkan keterbatasan dalam pergerakan fisik pada
ekstremitas sehingga muncul masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik
(Black dan Hawks, 2014).
E. Pemeriksaan penunjang
Menurut Wati (2019), pemeriksaan penunjang pada pasien yang mengalami stroke
hemoragik adalah sebagai berikut :
1. Angiografi serebral.
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya pertahanan
atau sumbatan arteri, meperlihatkan secara tepat letak oklusi atau ruptur.
2. Scan tomografi komputer (Computer Tomography scan-CT scan). Mengetahui
adanya tekanan normal dan adanya trombosis, emboli serebral, dan tekanan
intrakranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya perdarahan subarakhnoid dan perdarahan intrakranial.
Kadar protein total meningkat, beberapa kasus trombosis disertai proses
inflamasi. CT secara sensitif mendeteksi perdarahan subarachnoid akut, tetapi
semakin lama interval antara kejadian akut dengan CT-scan, semakin
mungkin temuan CT-scan negative. Jika SAH masih masih dicurigai pada CT-
scan normal, pungsi lumbal harus dilakukan.
3. Fungsi lumbal.
Pemeriksaan ini menunjukkan terlihatnya darah atau siderofag secara
langsung pada cairan serebrospinal.
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Menunjukkan daerah infark, perdarahan, malformasi arteriovena (MAV)
5. Ultrasonografi doppler (USG doppler).
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis/aliran
darah atau timbulnya plak) dan arterioklerosis (Munir, 2015). Pemeriksaan
sinar x kepala dapat menunjukkan perubahan pada glandula pineal pada sisi
yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis internal yang
dapat dilihat pada trombosis serebral, klasifikasi parsial pada dinding
aneurisme pada perdarahan subaraknoid
6. Elektroensefalogram (Electroencephalogram-EEG).
Mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah
lesi yang spesifik.
7. Sinar tengkorak.
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan
dan massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis
serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
8. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan gula darah: gula darah bisa meningkat karena keadaan
hiperglikemia.
b. Faktor risiko stroke hemoragik yang dapat dimodifikasi, sebagian besar
pasien memiliki hipertensi (82,30%), kadar gula darah meningkat
(63,54%), LDL meningkat (65,63%), triglserida meningkat (64,58%), dan
kholesterol total meningkat (69,79%), pasien dengan kadar HDL normal
lebih banyak (48,96).
F. Penatalaksanaan
Menurut Wati (2019), penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien yang
mengalami stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
1. Terapi Stroke Hemoragik Pada Serangan akut
a. Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan
b. Masukan klien ke unit perawatan saraf untuk dirawat I bagian bedah saraf
c. Pada stroke hemoragik, terutama disebabakan SAH, manajemen cairan
merupakan prioritas, sehingga pasien berada dalam status euvolemi
dengan pemberian cairan isotonik. Tidak dianjurkan menggunakan cairan
hipotonik karena dapat mencetuskan atau memperberat edema serebral
yang terjadi, dan larutan yang mengandung glukosa sebaiknya tidak
diberikan kecuali pasien berada dalam keadaan hipoglikemik
d. Penatalaksanaan umum di bagian saraf Neuroprotektor yang umum
digunakan pada pasien stroke adalah citicolin dan piracetam. Berdasarkan
penelitian penggunaan neuroprotektor memberikan luaran yang signifikan
terhadap kesadaran, fungsi kognitif, dan motorik pada pasien stroke.
Citicolin dengan dosis 2 x 250 mg maupun 2 x 500 mg memberikan nilai
GCS yang tidak jauh berbeda baik pada pasien stroke iskemik maupun
stroke hemoragik.
e. Penatalaksanaan khusus pada kasus
1) Subarachnoid hemorrhage dan intraventricular hemorrahage,
2) Kombinasi antara parenchymatous dan subarachnoid hemorrhage,
3) Parenchymatous hemorrhage.
2. Range Of Motion (ROM) ROM bertujuan meningkatkan atau
mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot, dan bermanfaat untuk
menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan
pergerakan. Prinsip ROM diantaranya yaitu, ROM dilakukan berlahan dan
hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien, ROM harus diulang 8 kali dan
dikerjakan minimal 2 kali sehari, perhatikan umur, diagnosa, tanda- tanda
vital dan lamanya tirah baring, ROM dapat dilakukan pada semua persendian
atau hanya pada bagian-bagian yang dicurigai mengalami proses penyakit, dan
melakukan ROM harus sesuai waktunya (misalnya setelah mandi atau
perawatan rutin telah di lakukan).
3. Pengaturan Posisi Pengaturan
Posisi pasien di tempat tidur setiap dua jam untuk memberi peluang tubuh
beraktivitas secara pasif, dan memaksimalkan pengembangan paru serta
mencegah terjadinya dekubitus, tetapi jika membalikkan tubuh pasien terlalu
sering dikhawatirkan akan meningkatkan tekanan intrakranial, oleh karena itu
dilakukan perubahan posisi dalam selang waktu 2 jam.
G. Komplikasi
Menurut Rahmayanti (2019) komplikasi yang dapat terjadi pada klien stroke
hemoragik adalah sebagai berikut :
1. Fase akut
a. Hipoksia serebral dan menurunnya aliran darah otak Pada area otak yang
infark atau terjadi kerusakan karena perdarahan maka terjadi gangguan
perfusi jaringan akibat terhambatnya aliran darah otak. Tidak adekuatnya
aliran darah dan oksigen mengakibatkan hipoksia jaringan otak. Fungsi
otak akan sangat tergantung pada derajat kerusakan dan lokasinya. Aliran
darah ke otak snagat tergantung pada tekanan darah, fungsi jantung atau
kardiak output, keutuhan pembuluh darah. Sehingga pada pasien dengan
stroke keadekuatan aliran darah sangat dibutuhkan untuk menjamin
perfusi jaringan yang baik untuk menghindari terjadinya hipoksia
serebral.
b. Edema serebri Merupakan respon fisiologis terhadap adanya trauma
jaringan. Edema terjadi jika pada area yang mengalami hipoksia atau
iskemik maka tubuh akan meningkatkan aliran darah pada lokasi tersebut
dengan cara vasodilatasi pembuluh darah dan meningkatkan tekanan
sehingga cairan interstresial akan berpindah ke ekstraseluler sehingga
terjadi edema jaringan otak.
c. Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
Bertambahnya massa pada otak seperti adanya perdarahan atau edema
otak akan meningkatkan tekanan intrakranial yang ditandai adanya defisit
neurologi seperti adanya ganggua motorik, sensorik, nyeri kepala,
gangguan kesadaran. Peningkatan teakanan intrakranial yang tinggi dapat
mengakibatkab herniasi serebral yang dapat mengancam kehidupan.
d. Aspirasi
Pasien stroke dengan gangguan kesadaran atau koma sangat rentan
terhadap adanya aspirasi karena tidak adanya reflek batuk dan menelan
2. Komplikasi pada masa pemulihan atau lanjut
a. Komplikasi yang sering terjadi pada masa lanjut atau pemulihan, biasanya
terjadi akibat immobilisasi seperti pneumonia, dekubitus, kontraktur,
thrombosis vena dalam, atropi, inkontinensia urine
b. Kejang, terjadi akibat kerusakan atau gangguan pada aktifitas listrik otak
c. Nyeri kepala kronis seperti migraine, nyeri kepala tension, nyeri kepala
clauster
d. Malnutrisi, karena intake yang tidak adekuat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien stroke meliputi :
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri
kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang
tidak disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan,
rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan stroke hemoragik
seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat pasien melakukan
aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai
tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
mellitus.
6. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan
keluarga
7. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen,
apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal
terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki
tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS 13-15
b. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan
darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
2) Nadi
Biasanya nadi normal
3) Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada bersihan
jalan napas
4) Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik
c. Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
d. Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada
pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan
menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : biasanya
alis mata simetris, dapat mengangkat alis, mengernyitkan dahi,
mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi, saat pasien
menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung lokasi
lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah.
e. Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor,
kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) :
biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III
(okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor
dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa
membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien dapat mengikuti
arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya
hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan
f. Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan
cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang
bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak,
dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan
pada nervus VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah
anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung
g. Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi
kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan asin.
Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat tidak
simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat
merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) : biasanya
pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan
namun artikulasi kurang jelas saat bicara
h. Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus
VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari
dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat
mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yangjelas
i. Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik
mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku biasanya
(+) dan bludzensky 1 (+)
j. Thorak
1) Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
2) Jantung
Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi: biasanya suara vesikuler
k. Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar.
Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
l. Ekstremitas
1) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya
normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) :
biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada
bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat
siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun
ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada pemeriksaan tricep respon tidak
ada fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan
reflek hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang ketika diberi
reflek (reflek Hoffman tromer (+)).
2) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I
kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki
digores biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada
saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn
(reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut dari atas ke bawah
biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim (+))
dan pada saat betis diremas dengan kuat biasanya pasien tidak
merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada
m. Pemeriksaan Test diagnostik
1) Radiologi
a) Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik sperti
stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada
stroke perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma
b) Lumbal pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan
lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak
darah. Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik pada
subarachnoid atau pada intrakranial
c) CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya
secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan
otak
d) Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari heemoragik
e) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis)
f) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
2) Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit,
Eritrosit. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah pasien
menderita anemia. Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun
pasien. Bila kadar leukosit diatas normal, berarti ada penyakit
infeksi yang sedang menyerang pasien.
b) Test darah koagulasi
Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu: prothrombin
time, partial thromboplastin (PTT), International Normalized Ratio
(INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini gunanya mengukur
seberapa cepat darah pasien menggumpal. Gangguan
penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau pembekuan
darah. Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer
darah seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek apakah
obat itu diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun bila
sebelumnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat untuk melihat
dosis yang diberikan benar atau tidak.
c) Test kimia darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol,
asam urat, dll. Apabila kadar gula darah atau kolesterol berlebih,
bisa menjadi pertanda pasien sudah menderita diabetes dan
jantung. Kedua penyakit ini termasuk ke dalam salah satu pemicu
stroke
(Robinson, 2014)
n. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola kebiasaan
Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan
penggunaan minumana beralkhohol
2) Pola makan
Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan
pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat
badan.
3) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya
kejang otot/ nyeri otot
4) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan,
kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
5) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
6) Pola hubungan dan peran
Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
7) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, dan tidak kooperatif
(Batticaca, 2008)

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul menurut NANDA (2010) dan
Tarwoto: Asuhan Keperawatan Sistem Persarafan (2013)
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan
napas, reflek batuk yang tidak adekuat
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan infark jaringan
otak, vasospasme serebral, edema serebral
3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler,
kelemahan anggota gerak
5. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan ekstremitas
Bawah
6. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan kardiak output
7. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran, disfungsi otak
global
8. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
9. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fungsi bicara,
afasi
10. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
depresi pusat pencernaan
11. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa
Keperawatan NOC NIC

1. Ketidakefektifa Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas


n bersihan jalan asuhan keperawatan a. Posisikan pasien untuk
diharapkan bersihan
nafas Definisi : memaksimalkan ventilasi
jalan menjadi efektif
Ketidakmampu dengan kriteria hasil b. Identifikasi kebutuhan aktual/potensial
an pasien untuk memasukkan alat
1. Status
membersihkan pernafasan : membuka jalan nafas
sekresi atau c. Buang sekret dengan memotivasi
a. Frekuensi
obstruksi dari pasien untuk melakukan batuk atau
pernafasan normal
saluran napas menyedot lender
untuk (16-25x/menit) d. Instruksikan bagaimana agar bias
mempertahanka b. Irama pernafasan melakukan batuk efektif
n bersihan jalan e. Auskultasi suara nafas
teratur
nafas Batasan f. Posisikan untuk meringankan sesak
c. Kemampuan
karakteristik : nafas
untuk
1. Batuk yang mengeluarkan
tidak efektif
sekret Monitor pernafasan
2. Dispnea 2. Tanda-tanda vital:
a. Monitor kecepatan, irama, kedalaman
3. Gelisah a. Irama pernafasan dan kesulitan bernafas
teratur b. Catat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisan, penggunaan otot
4. Perubahan b. Tekanan darah bantu pernafasan dan retraksi otot
c. Monitor suara nafas tambahan
frekuensi nafas normal
(120/80mmHg) d. Monitor pola nafas
Faktor yang
berhubungan : c. Tekanan nadi e. Auskultasi suara nafas, catat area
normal (60-100 dimana terjadi penurunan atau tidak
1. Benda asing x/menit) adanya ventilasi dan keberadaan suara
dalam jalan nafas tambahan
nafas f. Kaji perlunya penyedotan pada jalan
nafas dengan auskultasi suara nafas
2. Sekresi yang
ronki di paru
tertahan
g. Monitor kemampuan batuk efektif
pasien
h. Berikan bantuan terapi nafas jika
diperlukan (misalnya nebulizer)

2. Ketidakefektifa Setelah dilakukan a. Kaji status neurologic setiap jam


n perfusi tindakan b. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
jaringan keperawatan c. Kaji pupil, ukuran, respon terhadap
serebral diharapkan perfusi cahaya, gerakan mata
jaringan serebral d. Kaji reflek kornea
Definisi : rentan
pasien menjadi e. Evaluasi keadaan motorik dan sensori
mengalami
efektif dengan pasien
penurunan
kriteria hasil : f. Monitor tanda vital setiap 1 jam
sirkulasi
g. Hitung irama denyut nadi, auskultasi
jaringan otak g. Tanda-tanda
adanya murmur
yang dapat vital normal
h. Pertahankan pasien bedrest, beri
menganggu h. Status sirkulasi
lingkungan tenang, batasi pengunjung,
kesehatan lancer
atur waktu istirahat dan aktifitas
Batasan i. Pasien
i. Pertahankan kepala tempat tidur 30-
karaketristik : mengatakan 45°dengan posisi leher tidak
nyaman dan menekuk/fleksi
1. Tanda-tanda
tidak sakit j. Anjurkan pasien agar tidak menekuk
vital
kepala lutut/fleksi, batuk, bersin, feses yang
2.Status j. Peningkatan keras atau mengedan
sirkulasi kerja pupil k. Pertahankan suhu normal
k. Kemampuan l. Pertahankan kepatenan jalan napas,
Faktor yang
komunikasi baik suction jika perlu, berikan oksigen
berhubungan :
100% sebelum suction dan suction
1. Hipertensi tidak lebih dari 15 detik
m. Monitor AGD, PaCO2 antara 35-
2. Embolisme
45mmHg dan PaO2 >80 mmHg
3. Tumor otak n. Bantu pasien dalam pemeriksaan
diagnostic
(missal:
o. Berikan obat sesuai program dan
gangguan
monitor efek samping
serebrovaskular,
1) Antikoagulan:hepari
penyakit
2) Antihipertensi
neurologis,
3) Antifibrolitik :Amicar
trauma, tumor)
4) Steroid,dexametason
5) Fenitoin, fenobarbital Pelunak
feses

3. Ketidakefektifa Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas


n Pola Nafas tindakan a. Posisikan pasien untuk
Definisi : keperawatan memaksimalkan ventilasi
inspirasi atau diharapkan pola b. Identifikasi kebutuhan aktual/potensial
ekspirasi yang nafas pasien untuk memasukkan alat
tidak memberi pasien menjadi membuka jalan nafas
ventilasi efektif c. Instruksikan bagaimana agar bias
adekuat dengan kriteria melakukan batuk efektif
hasil: d. Auskultasi suara nafas
Batasan
1. Status pernafasan e. Posisikan untuk meringankan sesak
karaketristik :
a. Frekuensi nafas
1. Dispnea pernafasan normal
Terapi oksigen
(16-25x/menit)
2. Pola nafas
b. Irama pernafasan a. Siapkan peralatan oksigen dan berikan
abnormal teratur melalui system humidifier
(irama, c. Suara auskultasi b. Berikan oksigen tambahan seperti
frekuensi, nafas normal yang diperintahkan
kedalaman) d. Kepatenan jalan c. Monitor aliran oksigen
nafas d. Monitor efektifitas terapi oksigen
Faktor yang
e. Retraksi dinding e. Amati tanda-tanda hipoventialsi
berhubungan :
dada tidak ada induksi oksigen
1. Disfungsi 2. Tingkat kelelahan f. Konsultasi dengan tenaga kesehatan
berkurang dengan lain mengenai penggunaan oksigen
Neuromuskular
kriteria hasil : tambahan selama kegiatan dan atau
2. Gangguan a. Kelelahan tidak tidur
neurologis ada
Monitor tanda-tanda vital
(misal:elektroen b. Nyeri otot tidak
sefal gram ada a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan
[EEG] positif, c. Kualitas istirahat status pernafasan dengan tepat
trauma kepala, cukup b. Monitor tekanan darah saat pasien
gangguan d. Kualitas tidur berbaring, duduk dan berdiri sebelum
kejang) cukup dan setelah perubahan posisi
c. Monitor dan laporkan tanda dan gejala
hipotermia dan hipertermia
d. Monitor keberadaan nadi dan kualitas
nadi
e. Monitor irama dan tekanan jantung

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stroke hemoragik adalah kondisi otak yang mengalami kerusakan karena
aliran darah atau suplai darah ke otak terhambat oleh pendarahan (Arum, 2015).
Stroke hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah di otak sehingga aliran darah
menjadi tidak normal dan darah yang keluar merembes masuk ke dalam suatu
daerah di otak dan merusaknya (Amanda, 2018).
Ada beberapa kondisi penyebab pembuluh darah di otak pecah dan
mengalami perdarahan antara lain Hipertensi, aneurisma, pengencer darah. Selain
itu stroke dapat terjadi karena adanya penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah
sehingga otak tidak mendapat suplai darah yang membawa oksigen sehingga
menyebabkan terjadinya kematian jaringan atau sel otak.

B. Saran
Semoga dengan adanya makalah yang berjudul Stroke Hemoragic ini dapat
bermanfaat bagi yang membacanya, terutama bagi Mahasiswa – Mahasiswi
STIKES Widya Nusantara Palu Jurusan Keperawatan. Agar makalah ini dapat
bermanfaat dan menambah wawasan yang sebelumnya kita belun ketahui, Dan
dengan adanya makalah ini kita dapat mengetahui tanda dan gejala seseorang yang
terkena Stroke Hemoragic, mengetahui penyebab nya dan cara penanganannya.

DAFTAR PUSTAKA
Hutagalung, J. I. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami Stroke
Hemoragik Dengan Hambatan Mobilitas Fisik Dalam Penerapan Terapi Range
Of Motion di Rumah Sakit Umum Dr. Ferdinand Lumban Tobing Sibolga
Tahun 2020.
Bulecheck, Gloria M., dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC).
Singapore: Elsevier Global Rights.
Moorhead, Sue., dkk. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC). Singapore:
Elsevier Global Rights.
NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-
2017, edisi 10. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai