Oleh:
Pembimbing:
Pembimbing,
Mengetahui,
Ketua Departemen/KSM Neurologi
FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar,
ii
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat-Nya tinjauan sistematis dengan judul “Manajemen Gula pada
Pasien Stroke Akut” ini selesai pada waktunya. Tinjauan sistematis ini disusun
sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Departemen/KSM
Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu penyelesaian tinjauan sistematis ini. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada:
1. Dr. dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K), selaku Ketua Departemen/KSM
Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar yang telah memfasilitasi dan
memberikan penulis kesempatan selama proses pembelajaran di bagian ini.
2. dr. Ida Ayu Sri Indrayani, Sp.S selaku Penanggung Jawab Pendidikan Dokter
Muda Departemen/KSM Neurologi FK UNUD/RSUP Denpasar yang telah
memberikan penulis kesempatan dan membantu penulis selama proses
pembelajaran di bagian ini.
3. dr. I. G. N. Ketut Budiarsa, Sp. S selaku pembimbing dalam pembuatan
tinjauan sistematis ini yang telah memberikan saran, dan masukkan dalam
penyempurnaan tinjauan sistematis ini.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan tinjauan sistematis ini.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari kata sempurna sehingga saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan
tinjauan sistematis ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Om Santhi, Santhi, Santhi Om
Penulis
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL.................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3
2.1 Stroke...................................................................................................3
2.2 Stroke dan Hiperglikemia............................................................................3
2.4 Manajemen Gula Darah pada Stroke...........................................................6
BAB III KESIMPULAN........................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................14
iv
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke tahun
2011. Dari jumlah tersebut 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia. Diperkirakan jumlah
stroke iskemik terjadi 85% dari jumlah stroke yang ada. Penyakit darah tinggi atau
hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Di Indonesia stroke
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker.
Prevalensi stroke mencapai 8,3 per 1000 penduduk, 60,7 persennya disebabkan oleh
stroke non hemoragik. Sebanyak 28,5 % penderita meninggal dunia dan sisanya
mengalami kelumpuhan total atau sebagian. Hanya 15 % saja yang dapat sembuh
total dari serangan stroke atau kecacatan (Nasution, 2013; Halim dkk., 2013).2
1
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stroke
Definisi stroke adalah suatu defisit neurologi fokal atau global yang terjadi
secara mendadak dan berlangsung lebih dari 24 jam disebabkan oleh karena
gangguan peredaran darah otak. Stroke menjadi penyebab kematian ketiga setelah
penyakit jantung dan kanker, serta menjadi penyebab kecacatan utama. 8 Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan Indonesia tahun 2007
menunjukkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama di rumah-rumah
sakit di Indonesia. Kemajuan teknologi kedokteran berhasil menurunkan angka
kematian akibat stroke, namun angka kecacatan akibat stroke cenderung tetap.3
3
4
Selanjutnya, 27 hingga 37% pasien dirawat di rumah sakit karena stroke dan
hiperglikemia tanpa riwayat DM memiliki ganguan toleransi glukosa tiga bulan
setelah stroke awal, dan sekitar sepertiga dari kasus bermanifestasi menjadi DM.
Stroke melibatkan aktivasi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal. Aktivasi sirkuit
neuron yang kompleks ini menyebabkan peningkatan kadar glukokortikoid serum,
termasuk kortisol, dan aktivasi dari sistem saraf otonom simpatis, menghasilkan
peningkatan pelepasan katekolamin. Oleh karena itu, fase akut stroke iskemik dan
minggu pertama setelah stroke disertai dengan kadar kortisol dan katekolamin
humoral yang tinggi. Peningkatan kadar hormon stres seperti peningkatan kortisol
glikogenolisis, glukoneogenesis, proteolisis, dan lipolisis, menghasilkan produksi
glukosa berlebihan. Sebagai tambahan ion, epinefrin menghambat transpor glukosa
ke dalam sel dengan menghambat pengikatan insulin ke reseptornya, dengan
demikian, peningkatan kadar epinefrin yang bersirkulasi dapat menyebabkan
resistensi insulin dengan hiperinsulinemia. Hipotesis bahwa reaksi stres itu sendiri
berkontribusi terhadap hiperglikemia setelah stroke iskemik lebih lanjut didukung
oleh pengamatan bahwa peningkatan keparahan stroke disertai dengan peningkatan
yang sesuai dalam kadar hormon stres, dengan peningkatan bersamaan dalam
hiperglikemia.
terbukti 60% dari nilai pra-iskemik pada tikus hiperglikemik, dibandingkan dengan
89% nilai pra-iskemik pada tikus dengan normal kadar glukosa darah. Penghambatan
vasodilatasi merupakan mekanisme penting dimana hiperglikemia mengurangi aliran
darah otak. Infus glukosa akut telah terbukti mengurangi vasodilatasi dependen
endotelium pada manusia yang sehat. Vasodilatasi terutama dimediasi oleh oksida
nitrat yang diturunkan dari endotelium, yang disintesis oleh oksida nitrat sintase
endotel. Berkurangnya ekspresi gen NOS3 dikaitkan dengan lingkungan
hiperglikemik. Penurunan ekspresi gen ini dimediasi melalui aktivasi protein kinase
C. Hiperglikemia menstimulasi jalur lipooksigenase dan siklooksigenase, yang
mengarah pada peningkatan pembentukan prostaglandin vasokonstriktif seperti
tromboksan A2. Selain itu, hiperglikemia dapat meningkatkan produksi eikosanoid,
yang dapat memengaruhi tonus pembuluh darah dan mengakibatkan vasokonstriksi.
serta berbagai interleukin dan molekul pensinyalan sel), dan melalui infiltrasi dari
jaringan oleh sel-sel inflamasi (seperti leukosit dan makrofag) . Respon inflamasi
menyebabkan kerusakan sawar otak darah, diapesis sel-sel inflamasi dari sirkulasi ke
interstitium, dan pembentukan edema yang mengakibatkan cedera jaringan dan
peningkatan ukuran infark. Faktor-faktor ini memiliki peran kunci dalam pengaturan
respon inflamasi dengan meningkatkan produksi sitokin pro-inflamasi dan
mempromosikan adhesi sel-sel inflamasi ke sel-sel inflamasi lainnya dan endotel
pembuluh darah.
dengan respon stress pada tubuh akibat luasnya volume infark, terjadinya gangguan
kortikal. Hiperglikemia ini berhubungan dengan hasil akhir yang biasanya lebih
buruk dibandingkan pada pasien stroke tanpa hiperglikemia.
Salah satu indikasi paling penting bahwa pasien dengan stroke iskemik mendapat
kontrol glikemik yang ketat dirancang untuk menjaga nilai glukosa darah dalam
kisaran fisiologis yang lebih rendah (<6,1 mmol / L), memiliki hasil klinis yang lebih
baik daripada pasien yang tidak menerima pengobatan control glikemik. Namun,
penggunaan kontrol glikemik yang ketat harus diperhatikan dengan hati-hati karena
meningkatkan risiko hipoglikemia berat ( kadar glukosa darah <2.2.mmol / L), yang
mungkin merupakan faktor kontribusi terhadap hasil klinis yang buruk pada pasien
yang diobati dengan kontrol glikemik yang ketat.
Pedoman saat ini dari American Heart Association dan European Stroke
Organization menyatakan bahwa setelah stroke iskemik, konsentrasi glukosa darah
melebihi 7,8 mmol / L menjamin pemberian insulin. Namun, cara di mana kadar
glukosa harus ditetapkan dan dipertahankan sepanjang perjalanan klinis pasien
tinggal di rumah sakit tidak jelas. Di sebagian besar rumah sakit, regimen insulin
skala geser digunakan untuk mengelola hiperglikemia.1Penggunaan ekstensif
regimen insulin skala geser mungkin karena kenyamanan, kesederhanaan, dan
ketepatan waktu pengobatan. Namun, penggunaan rejimen semacam itu, tidak secara
konsisten meningkatkan kontrol glikemik, dan itu terkait dengan peningkatan risiko
hipoglikemia. Keterbatasan utama dari protokol ini adalah bahwa mereka
memerlukan pendekatan reaktif daripada proaktif, yang membutuhkan modifikasi.
dosis insulin sebagai respons terhadap perubahan konsentrasi glukosa darah.
Sebaliknya, agen penurun glukosa oral mengurangi kadar glukosa darah secara
efektif, tetapi agen ini bertindak jauh lebih lambat daripada insulin.
Pada Indonesia, manjemen gula pada pasien stroke berdasarkan Pedoman Pelayanan
Nasional Kedokteran dimana pada pasien stroke penting untuk menghindari kadar
gula darah melebihi 180 mg/dL. Target kadar gula darah pada pasien stroke 140-180
mg/dL. Perlu dilakukan manajemen terapi dengan infus saline dan baiknya hindari
8
larutan glukosa dalam 24 jam pertama setelah serangan stroke akan berperan dalam
mengendalikan kadar gula darah.
Pada pasien dengan stroke akut perlu dilakukan beberapa hal yang
berhubungan dengan manajemen gula darah diantaranya :
1) Pasien stroke iskemik atau TIA sebaiknya dilakukan skrining diabetes dengan
gula darah puasa, HbAIc segera setelah pasien masuk rumah sakit (kelas II,
peringkat bukti C).
2) Semua pasien stroke dengan GD tidak terkendali diberikan insulin
3) Target pengendalian gula darah 140-180 mg/dL (kelas II, peringkat bukti C). Bila
>250 mg/dL, diberikan insulin intravena secara rutin, dosis sesuai dengan
protocol. Kontrol gula darah selama fase akut stroke
Pemberian insulin intravena juga perlu dilakukan pada pasien yang tidak reaktif
dengan pemberian subkutan atau pada pasien dengan hiperglikemia yang tinggi.
Target kadar glukosa darah dengan pemberian inslulin intravena adalah 140-180
mg/dL,9 (80-110 untuk kasus perawatan intensif, untuk kasus tertentu, tata laksana
glukosa pada stroke bisa mencapai 110-140mg/dL dengan memperhatikan risiko
terjadinya hipoglikemia ). Standar drip insulin 100 U/100 mL 0.9% NaCl via infus (1
U/1 mL). Infus insulin harus dihentikan bila pasien makan dan menerima dosis
pertama dari insulin subkutan.
<60 (hipoglikemia
<70 0 0 0 0
70 – 109 0.2 0.5 1 1.5
110 – 119 0.5 1 2 3
120 – 149 1 1.5 3 5
150 – 179 1.5 2 4 7
180 – 209 2 3 5 9
210 – 239 2 4 6 12
240 – 269 3 5 8 16
270 – 299 3 6 10 20
300 – 329 4 7 12 24
330 – 359 4 8 14 28
>360 6 12 16 28
Periksa glukosa darah kapiler tiap jam sampai pada sasaran glukosa (glucose
goal range) selama 4 jam, kemudian diturunkan tiap 2 jam dan bila tetap stabil, dapat
dikurangi tiap 4 jam. Pemantauan tiap jam untuk pasien sakit kritis walaupun glukosa
darah stabil. Seluruh pasien yang memerlukan infus insulin secara berlanjut harus
mendapatkan sumber glukosa secara rutin baik melalui IV (D5W atau TPN) atau
melalui asupan enteral. Infus insulin dihentikan jika pasien harus meninggalkan ICU
untuk tes diagnostik ataupun karena memang sudah selesai perawatan ICU.
Untuk mencapai glukosa darah sesuai target, berilah dosis short-acting atau
rapid-acting insulin subkutan 1-2 jam sebelum menghentikan infus insulin intravena.
Dosis insulin “basal dan prandial” harus disesuaikan dengan tiap kebutuhan pasien.
Misalnya bila dosis rata-rata dari IV insulin 1.0 U/jam selama 8 jam sebelumnya dan
stabil, dosis total per hari adalah 24 U. Dari ini 50% (12 U) adalah basal sekali sehari
atau 6 U 2 x/hari, 50% selebihnya adalah prandial, misalnya short-acting (regular)
atau rapid actinginsulin 4 U sebelum tiap makan.
200 – 249 2 3 4
250 – 299 3 5 7
300 – 349 4 7 10
> 349 5 8 12
a) Hipoglikemia ringan :
Pemberian konsumsi makanan tinggi gula, gula murni merupakan pilihan
utama, namun bentuk karbohidrat lain yang berisi glukosa juga efektif
untuk menaikkan glukosa darah.
Glukosa 15-20 gr (2-3 sendok makan) yang dilarutkan dalam air adalah
terapi pilihan pada pasien hipoglikemia yang masih sadar.
12
Stroke merupakan suatu defisit neurologi fokal atau global yang terjadi secara
mendadak dan berlangsung lebih dari 24 jam disebabkan oleh karena gangguan
peredaran darah otak. Menurut patofisiologinya, stroke diklasifikasikan menjadi
stroke iskemik dan stroke hemoragik. Mayoritas stroke terjadi pada orang tua, yang
lebih rentan terhadap gangguan dari homeostasis cairan. Tujuan terapi dari stroke
akut adalah menstabilkan pasien dan mengevaluasi keadaan pasien, termasuk
melakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan imaging. Semua ini harus
tercapai dalam waktu kurang dari 60 menit.
Pasien stroke dengan hiperglikemia, memiliki resiko yang lebih buruk. Dua
mekanisme tuntuk menjelaskan pengaruh negatif hiperglikemia pada hasil setelah
stroke: (1) reperfusi yang lebih buruk karena cedera pembuluh darah dan hilangnya
tonus pembuluh darah melalui oksidasi mekanisme yang bergantung pada oksida
nitrat; dan (2) peningkatan asidosis, mungkin dari saluran penginderaan asam / asam
laktat, yang mengarah pada cedera jaringan lebih lanjut. Penatalaksanaan
hiperglikemia dapat melalui pemberin insulin subkutan maupun pemberian insulin
seara intravena. Perlu diperhatikan adanya resiko hipoglikemia saat pemberian insulin
tersebut.
13
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and Victor’s Principles of
Neurology. 10th Edition. USA: McGraw Hill. 2014.
2. The Stroke Center UT Southwestern Medical Centre Department of
Neurology and Neurotherapeutics. 2013. Dallas.
3.
23