Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

REHABILITASI MEDIK PADA PASIEN HEMIPARESIS SINISTRA ET


CAUSA STROKE NON HEMORAGIK

Oleh :
Andreas Pratama Kaunang
17014101134
Masa KKM : 05 Februari – 10 Februari 2018

Supervisor Pembimbing :
dr. Lidwina S. Sengkey, SpKFR-K

Residen Pembimbing :
dr. Natalia Mamoto

ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2018
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3

A. Definisi ................................................................................................. 3

B. Epidemiologi ......................................................................................... 3

C. Anatomi Pembuluh Darah Otak ............................................................ 3

D. Fisiologi Aliran Darah Otak ................................................................. 6

E. Klasfikasi Stroke ................................................................................... 6

F. Faktor risiko Stroke ………………………………………………………………………….8

G. Patogenesis ........................................................................................... 9

H. Manisfestasi klinik . …………………………………………………………………………9

H. Diagnosis…………………………………………………………………….………………….10

I. Diagnosis Topis………………………………………….……………………………………11

J. Program Rehabilitas Medik Penderita Stroke …………………….……………11

BAB III LAPORAN KASUS ......................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 27


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan Judul “ Rehabilitasi Medik Pada Pasien Hemiparesis


Sinistra Et Causa Stroke Non Hemoragik” telah dibacakan, dikoreksi,
dan disetujui pada tanggal Februari 2018

Mengetahui,

Residen Pembimbing

dr. Natalia Mamoto

Supervisor Pembimbing,

dr. Lidwina S. Sengkey, SpKFR-K


BAB I
PENDAHULUAN

Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah suatu


gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak baik fokal maupun global
yang berlangsung lebih dari 24 jam dan dapat menimbulkan kematian yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.1
Stroke merupakan penyebab kematian kedua terbanyak di negara maju dan
ketiga terbanyak di negara berkembang. Kematian yang diakibatkan oleh stroke
mencakup sekitar 10% dari seluruh kematian yang ada. Berdasarkan data WHO
tahun 2010, terdapat 16,9 juta kasus stroke di seluruh dunia. Dari data yang
dikumpulkan oleh American Heart Association tahun 2004 setiap tiga menit satu
orang meninggal akibat stroke.2
Di Indonesia sendiri, penyakit stroke merupakan penyebab utama
kematian dengan prevalensi berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2013 adalah 12 kasus per 1000 jiwa. Sementara itu, prevalensi stroke berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Utara (10,8%),
diikuti Daerah Istimewa Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta
masing-masing 9,7%.3
Dengan kemajuan teknologi, stroke lebih sering meninggalkan kecacatan
dibandingkan kematian. Stroke merupakan penyebab kecacatan kedua terbanyak
di seluruh dunia pada individual di atas 60 tahun. Beban biaya yang ditimbulkan
akibat stroke sangat besar, selain bagi pasien dan keluarganya, juga bagi negara.
Kondisi ini belum memperhitungkan beban psikososial bagi keluarga yang
merawatnya. Delapan puluh persen penderita stroke mempunyai defisit
neuromotor sehingga memberikan gejala kelumpuhan sebelah badan
(hemiparesis) dengan tingkat kelemahan bervariasi dari yang lemah hingga berat,
kehilangan sensibilitas, kegagalan sistem koordinasi, perubahan pola jalan dan
terganggunya keseimbangan. Hal ini mempengaruhi kemampuannya untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari. 2,3
Rehabilitasi medik penderita stroke adalah usaha yang dapat dilakukan
guna mengembalikan kemampuan pasien stroke secara fisik pada keadaan semula

1
atau setidaknya mendekati normal seperti sebelum sakit dalam waktu sesingkat
mungkin. Prinsip rehabilitas medik pada stroke ialah mengusahakan agar sedapat
mungkin pasien tidak bergantung pada orang lain. Dalam penanganan penderita
diperlukan adanya satu tim yang terdiri dari berbagai disiplin keahlian, agar
tercapai hasil yang sebaik-baiknya. Tim rehabilitasi medik pasca stroke terdiri
dari dokter spesialis rehabilitasi medik, fisioterapis, okupasi terapis, ortotis
prostetis, terapi wicara, sosial-medik, psikolog, dan perawat rehabilitasi.4
Manfaat rehabilitasi pada penderita stroke bukan untuk mengubah defisit
neurologis melainkan menolong penderita untuk mencapai fungsi kemandirian
semaksimal mungkin dalam konteks lingkungannya. Jadi tujuannya adalah lebih
ke arah meningkatkan kemampuan fungsional daripada memperbaiki defisit
neurologis atau mengusahakan agar penderita dapat memanfaatkan kemampuan
sisanya untuk mengisi kehidupan secara fisik, emosional, dan sosial ekonomi
dengan baik. 5,6
Berikut ini disampaikan sebuah laporan kasus seorang penderita dengan
hemiparesis sinistra et causa stroke non hemoragik yang dirawat di bagian
Rehabilitasi Medik RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Menurut WHO, stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi
secara mendadak baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam
dan dapat menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak.1

B. EPIDEMIOLOGI
Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu dan kematian nomor
dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan
semakin penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara
yang sedang berkembang.7,8
Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke
pada tahun 2011. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal dunia. Penyakit tekanan
darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia.
Sebanyak 75% penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan. Di
Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker.
Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita
kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari
serangan stroke dan kecacatan.9

C. ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK


Suplai darah serebral berasal dari dua arteri utama yaitu sistem arteri karotis
interna dan sistem vertebrobasiler. Dua pertiga depan kedua belahan otak
(sirkulasi anterior) dan struktur subkortikal mendapat darah dari sepasang arteri
karotis interna, sedangkan 1/3 bagian belakang (sirkulasi posterior) yang meliputi
serebelum, korteks oksipital bagian posterior dan batang otak, memperoleh darah
dari sepasang arteri vertebralis kanan dan kiri yang kemudian bersatu menjadi
arteri basilaris (sistem vertebrobasiler). 10,11

3
Arteri karotis interna pada kedua sisi menghantarkan darah ke otak melalui
percabangan utamanya, arteri serebri media dan arteri serebri anterior serta arteri
khoroidalis anterior. Kedua arteri vertebralis bergabung di garis tengah pada batas
kaudal pons untuk membentuk arteri basilaris, yang menghantarkan darah ke
batang otak dan serebelum, serta sebagian hemisfer serebri melalui cabang
terminalnya, arteri serebri posterior. Sirkulasi anterior dan posterior berhubungan
satu dengan lainnya melalui sirkulus arteriosus Willisi. Sirkulus ini merupakan
lingkaran terutup dan berada di dasar hipotalamus dan khiasma optikum. Sirkulus
ini, mempunyai salah cabang yang menjadi arteri perforata. 10,11
Terdapat pula banyak hubungan anastomosis lain di antara arteri-arteri yang
mendarahi otak, dan antara sirkulasi intrakranial dan ekstrakranial; sehingga
oklusi pada sebuah pembuluh darah besar tidak selalu menimbulkan stroke karena
jaringan otak di bagian distal oklusi mungkin mendapatkan perfusi yang adekuat
dari pembuluh darah kolateral. 10

Gambar 2.1 Jalur ekstrakranial arteri utama yang menyuplai otak10


Arteri serebri anterior berjalan melalui bagian medial atas dari khiasma
optikum dan selanjutnya terletak di fisura longitudinalis dan parietalis, baik untuk
korteks sensorik maupun motorik. Arteri serebri anterior kiri berhubungan dengan
arteri serebri anterior kanan melalui arteri komunikans anterior yang merupakan
bagian sirkulus arteriosus Willisi. 11

4
Arteri serebri media yang merupakan arteri terbesar, terbagi dan bercabang
untuk memasok darah sebagian besar daerah permukaan lobus frontalis, parietalis,
dan temporalis termasuk korteks motorik, korteks sensorik, insula dan korteks
auditorik.11
Arteri vertebralis mempercabangkan arteri spinalis posterior, arteri spinalis
anterior yang memperdarahi medulla spinalis, dan arteri serebelaris posterior
inferior yang menyuplai bagian inferior serebelum sebelum bersatu menjadi arteri
basilaris. Cabang-cabang arteri basilaris adalah cabang kecil di pons dan arteri
serbelaris anterior inferior yang memperdarahi bagian inferior dan anterior
serebelum. Cabang akhir dan merupakan cabang utama arteri basilari adalah arteri
serberi posterior yang memperdarahi lobus oksipitalis termasuk korteks visual dan
cabang arteri serebelaris superior yang memperdarahi bagian superior
serebelum.11
Darah vena otak mengalir dari vena profunda serebri dan vena superfisialis
serebri menuju sinus venosus dura mater, dan dari sini menuju ke vena jugularis
interna kedua sisi.10

Gambar 2.2 Arteri pada basis kranii11

5
D. FISIOLOGI ALIRAN DARAH OTAK 10
Jumlah aliran darah ke otak (CBF) biasanya dinyatakan dalam cc/100 gram
otak/ menit. Dalam keadaan normal dan sehat, rata-rata aliran darah otak adalah
50.9 cc/100 gram/menit. Berikut adalah ambang batas aliran darah otak yang
secara langsung berhubungan dengan fungsi otak, yaitu:
a. Ambang fungsional: adalah batas aliran darah otak (yaitu sekitar 50-60
cc/ 100 gram/ menit), yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya
fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh.
b. Ambang aktivitas listrik otak: adalah batas aliran darah otak (sekitar 15
cc/ 100 gram/menit) yang bila tidak tercapai, akan menyebabkan aktivitas listrik
neuronal terhenti. Ini berarti, sebagian struktur intrasel telah berada dalam proses
disintegrasi.
c. Ambang kematian sel: yaitu batas aliran darah otak yang bila tak
terpenuhi, akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak (CBF kurang dari 15 cc/
100 gram/ menit).

E. KLASIFIKASI STROKE
1. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah suatu kondisi yang terjadi terutama disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah di otak. Pembuluh darah pecah dan kemudian
melepaskan darah ke otak. Setelah pecahnya arteri, pembuluh darah tidak
mampu membawa darah dan oksigen ke otak dan menyebabkan sel mati.
Alasan lain yang dapat menyebabkan strok hemoragik adalah darah yang
mengalir ke otak akibat pecahnya pembuluh darah tersebut membentuk
gumpalan di dalam otak dan menyebabkan kerusakan jaringan otak. Hal ini
dapat menyebabkan kerusakan fungsi otak. Hampir 70% kasus stroke
hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Umumnya terjadi pada saat
melakukan aktivitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran
umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi
yang tidak terkontrol. Stroke hemoragik terbagi menjadi intracerebral
hemorrhage (ICH) dan subarachnoid hemorrhage (SAH).13

6
2. Stroke Non Hemoragik
Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke
sebagian otak tertentu. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis
(penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah
yang telah menyumbat di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang
menuju ke otak, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah
iskemik. Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan
fungsi dan struktur sel yang diikuti dengan kerusakan fungsi dan
integritas susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron.
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun trombus pembuluh darah
otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau bangun tidur.
Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses
edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak. Hampir sebagian besar
pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.13
Menurut onset serangannya dan reversibilitas deficit neurologis
yang terjadi, maka stroke iskemik masih diklasifikasikan sebagai berikut:
a. TIA (Trancient Ischemic Attack)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.12
b. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gangguan neurologi yang timbul dan akan menghilang secara
sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.12
c. Stroke in Evolution (Progressive Stroke)
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang
muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya
berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.12
d. Completed Stroke
Gangguan neurologi yang timbul bersifat menetap atau permanen.12

7
Tabel 2.1. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Non hemoragik
Gejala & tanda Stroke hemoragik Stroke non
klinis ICH Perdarahan hemoragik
Subaraknoid
Deficit fokal Berat Ringan Ringan – berat
Onset atau awitan Mendadak (menit- Mendadak (1-2 Perlahan (jam-
jam) menit) hari)
Saat onset Sedang aktivitas Sedang aktivitas Saat istirahat
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan
Muntah Sering Sering Tidak, kecuali lesi
di batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
Penurunan Ada Ada Tidak ada
kesadaran
Kaku kuduk Negative Positif Negative
Hemiparesis Sering dari awal Permulaan tidak Sering dari awal
onset ada onset
Likuor/cairan Berdarah Berdarah Jernih
serebrospinal

3. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko stroke dibagi menjadi faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi maupun yang dapat dimodifikasi seperti berikut :14
Tabel 2.2. Faktor-faktor risiko Stroke
Faktor yang tidak dapat Faktor yang dapat dimodifikasi
dimodifikasi
Umur Hipertensi
Jenis kelamin DM
Ras Dislipidemia
Herediter Stenosis karotis
Riwayat TIA sebelumnya
Homosisteinemia, Polisitemia
Hiperurisemia
Faktor gaya hidup dan kebiasaan :
- Merokok
- Aktivitas sedenter, Obesitas
- Diet
- Alkohol
- Penyalahgunaan obat (Kokain dan
Amfetamin)

8
G. PATOGENESIS
1. Stroke Non Hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh
trombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya
aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat,
aliran darah ke area trombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian
menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli
disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri
karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba
berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologi fokal. Perdarahan otak dapat
disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.8

2. Stroke Hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke
substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen
intrakranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intrakranial
yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan tekanan
intra kranial (TIK) yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga
timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau
ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan
penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak
ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.8

H. MANIFESTASI KLINIK
Pada stroke hemoragik umumnya terjadi pada saat melakukan aktivitas,
namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan
penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol, serta
terdapat nyeri kepala dan terdapat muntah.
Sedangkan pada stroke non hemoragik umumnya terjadi setelah
beristirahat cukup lama atau bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan, tidak ada
muntah dan tidak terdapat nyeri kepala, kesadaran umumnya baik dan terjadi

9
proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak serta sering terdapat
gangguan bicara. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami
stroke jenis ini.15

I. DIAGNOSIS
Diagnosis klinik stroke dibuat berdasarkan batasan stroke, dilakukan
pemeriksaan klinis yang teliti, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan fisik dapat
membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak. Untuk memperkuat diagnosis
biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa
membantu menentukan penyebab dari stroke, mengetahui lokasi lesi dan
menentukan luas atau beratnya penyakit.7 Meskipun demikian, alat ini mahal dan
tidak semua fasilitas kesehatan memiliki peralatan tersebut. Sehingga, diperlukan
suatu alat diagnostik klinis berupa sistem skoring sederhana untuk membedakan
stroke hemoragik atau stroke iskemik.
Skor Siriraj adalah salah satu sistem skoring yang telah dikembangkan
sekitar tabun 1984-1985 di Rumah Sakit Siriraj, Universitas Mahidol, Bangkok,
Thailand. Nilai skor Siriraj lebih dari satu mengindikasikan perdarahan
intraserebral, sedangkan nilai di bawah minus satu mengindikasikan infark
serebri. Nilai antara satu dan minus satu menunjukkan hasil yang belum jelas,
sehingga membutuhkan pemeriksaan CT-Scan kepala.16
Tabel 2.3. Siriraj Stroke Score (SSS)
No. Gejala/Tanda Penilaian Indeks Skor
1. Kesadaran (0) Kompos Mentis
(1) Somnolen X 2,5 +
(2) Sopor - koma
2. Muntah (0) Tidak X2 +
(1) Ya
3. Nyeri kepala (0) Tidak X2 +
(1) Ya
4. Tekanan Darah Diastolik X 10% +
5. Ateroma (0) Tidak X (-3) -
a. DM (1) Ya
b. Angina pectoris
Klaudikasio
6. Konstanta - 12 -
Catatan: Bila SSS > 1 = stroke hemoragik, bila SSS < -1 = stroke non hemoragik

10
J. DIAGNOSIS TOPIS
Diagnosis topis dapat ditentukan dari gejala yang timbul, antara lain dengan
cara membedakan letak lesi apakah kortikal atau subkortikal (kapsula interna,
ganglia basalis, thalamus), batang otak dan medula spinalis. 17
1. Gejala klinis pada topis di kortikal
a. Afasia
b. Wajah dan lengan lebih lumpuh atau tungkai lebih lumpuh
c. Kejang
d. Gangguan sensoris kortikal
e. Deviasi mata ke daerah lesi
2. Gejala klinis pada topis subkortikal
a. Wajah, lengan dan tungkai mengalami kelumpuhan yang sama berat
b. Gangguan sensorik
c. Sikap distonik
3. Gejala klinis pada topis di batang otak
a. Hemiplegi alternans
b. Nistagmus
c. Gangguan pendengaran
d. Tanda serebelar
e. Gangguan sensorik wajah ipsilateral dan pada tubuh kontralateral
4. Gejala klinis pada topis di medulla spinalis
a. Gangguan sensorik setinggi lesi
b. Gangguan miksi dan defekasi
c. Wajah tidak kelainan
d. Brown Sequard syndrome

K. PROGRAM REHABILITASI MEDIK PADA PENDERITA STROKE


Perhatian utama rehabilitasi adalah evaluasi potensi perkembangan pasien
dengan rehabilitasi yang intensif. Tujuan dari rehabilitasi harus realistis dan
fleksibel sebab status neorologis dari pasien dan derajat kelainan biasanya
berubah seiring waktu. Hal terbaik didapatkan jika pasien dan keluarga
berpartisipasi dalam mencapai tujuan rehabilitasi.18

11
1. Fase awal
Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi sekunder dan melindungi
fungsi yang tersisa. Program ini dimulai sedini mungkin setelah keadaan umum
memungkinkan dimulainya rehabilitasi. Hal-hal yang dapat dikerjakan
adalah proper bed positioning, latihan lingkup gerak sendi, stimulasi elektrikal
dan begitu penderita sadar dimulai penanganan masalah emosional.17

2. Fase lanjutan
Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional dalam
mobilisasi dan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai pada
waktu penderita secara medik telah stabil. Biasanya penderita dengan stroke
trombotik atau embolik, biasanya mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah stroke.
Penderita dengan perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah
stroke. Program pada fase ini meliputi: 19, 20
a. Fisioterapi
- Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2 ke
bawah).
- Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk melemaskan otot.
- Latihan lingkup gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif tergantung
dari kekuatan otot.
- Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
- Latihan fasilitasi atau reedukasi otot.
- Latihan mobilisasi.

b. Okupasi Terapi
Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS), meskipun pemulihan fungsi neurologis
pada ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat bantu yang
disesuaikan, AKS dengan menggunakan satu tangan secara mandiri dapat
dikerjakan. Kemandirian dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang
disesuaikan.

12
c. Terapi Bicara
Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini
dapat ditangani oleh speech therapist dengan cara:
1) Latihan pernapasan (pre speech training) berupa latihan napas, menelan,
meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
2) Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan
mengucapkan kata-kata.
3) Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi
mengucapkan kata-kata.
4) Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.

d. Ortotik Prostetik
Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam
membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering digunakan antara
lain: arm sling, walker, wheel chair, knee back slap, short leg brace, cock-up
splint, ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot orthotic (KAFO).

e. Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui
serial fase psikologis, yaitu: fase syok, fase penolakan, fase penyesuaian dan fase
penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat,
sedangkan sebagian lagi mengalami secara lambat, berhenti pada salah satu fase,
bahkan kembali ke fase yang telah lewat. Penderita harus berada pada fase
psikologis yang sesuai untuk dapat menerima rehabilitasi.

f. Sosial Medik dan Vokasional


Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara keluarga,
keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup
serta keadaan rumah penderita.19

13
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny N. T.
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Watutumou II Maumbi
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : PNS
Tanggal pemeriksaan : 5 Februari 2018

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Kelemahan sisi tubuh sebelah kiri

2. Riwayat penyakit sekarang


Kelemahan sisi tubuh sebelah kiri dialami ±2 bulan yang lalu (Desember
2017). Saat itu penderita merasakan adanya kelemahan pada lengan dan
tungkai kiri sebelah kiri secara tiba-tiba ketika penderita hendak pergi ke
kamar mandi pada saat bangun pagi. Awalnya penderita merasakan pusing
kepala saat berdiri, diikuti dengan kelemahan sisi tubuh sebelah kiri untuk
berjalan sehingga pasien hampir terjatuh. Selain itu penderita juga merasakan
sudut mulut mulai turun dan penderita mulai berbicara pelo.
Sebelum dan sesudah kaki tangannya lemah, penderita tidak mengeluhkan
nyeri kepala, muntah dan pingsan. Dua tahun sebelumnya (2015), penderita
pernah mengalami kelemahan sisi tubuh sebelah kiri, namun tanpa disertai
bicara pelo. Setelah pengobatan dan tindakan rehabilitasi di RS Teling,
kelemahan sisi tubuh sebelah kiri pun mulai kembali normal dan penderita
dapat kembali berjalan dan beraktivitas normal.
Penderita dapat minum secara normal dan tidak ada cairan yang menetes dari
sudut bibir. Penderita tidak bisa berdiri sendiri dan hanya menggunakan kursi

14
roda untuk berpindah tempat. Penderita kesulitan mengangkat tangan dan kaki
kiri sehingga aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju, BAK dan
BAB harus dibantu oleh keluarga. Pasien lebih dominan menggunakan tangan
kanan sehingga aktivitas sehari-hari seperti makan dan menulis tidak terlalu
terganggu.
.
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi sejak 15 tahun yang lalu, dan mengkonsumsi captopril 25
mg setiap hari. Sejak pemulihan pasca serangan stroke pertama (tahun 2015),
penderita sudah tidak lagi secara rutin makan obat, karena penderita merasa
diri sudah sehat. Sejak serangan stroke pertama, penderita juga memiliki
riwayat dislipidemia dan dokter meresepkan simvastatin 10 mg diminum pada
malam hari. Riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung, ginjal, asam urat
sebelumnya disangkal oleh pasien.

4. Riwayat penyakit keluarga


Penderita memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga (dimana beberapa
saudara kandung penderita juga hipertensi). Riwayat stroke dalam keluarga
disangkal.

5. Riwayat kebiasaan
Penderita lebih dominan menggunakan tangan kanan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari, Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal oleh.
Sehari sebelum serangan, penderita mengaku sempat makan makanan yang
berlemak dan tinggi kolesterol.

6. Riwayat sosial ekonomi


Penderita adalah seorang pegawai negeri sipil (PNS). Tinggal di rumah
permanen satu lantai bersama dengan seorang suami, dua anak laki-laki Suami
adalah pensiunan pegawai negeri sipil. Terdapat dua buah kamar mandi, salah
satunya berada dalam kamar penderita yang berjarak tiga meter dari tempat
tidur penderita. Toilet yang digunakan adalah toilet duduk. Sumber

15
penerangan PLN, sumber air minum PAM. Biaya hidup sehari-hari cukup dan
biaya pengobatan di tanggung oleh BPJS.

7. Riwayat psikologis
a. Penderita dan keluarga merasa cemas akan penyakit yang dialami.
b. Penderita bersifat kooperatif saat anamnesis dan pemeriksaan serta
berkeinginan untuk cepat pulih kembali.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum : Index Barthel = 45 (ketergantungan sedang).
Kesadaran : Compos Mentis, Glasgow Coma Scale (GCS) E4M6V5
Tanda vital : Tekanan darah = 140/100 mmHg
Nadi = 85 x/menit
Respirasi = 22 x/menit
Suhu = 36,5°
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 65 kg
IMT : BB (kg )/TB (m ) 2 = 65/160 2 = 25,39 (Obese 1)
Kepala : Normosefali
Mata : Pupil bulat isokor Ǿ 3 mm/3mm, RC +/+, RCTL +/+
konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : Sekret (-), konka oedem (-), septum deviasi (-)
Telinga : Sekret (-), MAE lapang, membran timpani intak
Mulut : Sianosis (-), mulut mencong saat tersenyum (+)
Leher : Trakea letak di tengah, pembesaran KGB (-)
Paru : Gerakan dada simetris kiri = kanan, strem fremitus kiri =
kanan, sonor di kedua lapangan paru, suara nafas
vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Jantung : Ictus cordis tidak tampak dan tidak teraba, BJ I-II normal,
Gallop (-), bising (-)
Abdomen : Datar, lemas BU (+) Normal, hepar dan lien tidak teraba

16
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

2. Status Neurologis
a. Tanda Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk (-), Lasegue (-), Kernig (-), Brudzinksi (-)
b. Nervus kranialis :
Kesan paresis UMN nervus VII dan XII sinistra

Nervus Teknik Pemeriksaan Hasil


I Mengidentifikasikan bahan yang dihidu
(olfactorius) (kopi, tembakau,teh)
Normal

II Pemeriksaan visus, lapang pandang, refleks


(opticus) pupil
Normal
III Memeriksa ptosis, Gerakan bola mata dan
Normal
(occulomotorius) refleks pupil langsung & tidak langsung
IV Pergerakan bola mata ke bawah dalam
Normal
(trochlearis)
V Cabang ophtalmicus : Memeriksa refleks
(trigeminus) berkedip klien dengan menyentuhkan
kapas halus saat klien melihat ke atas
Normal
Cabang maxilaris : Memeriksa kepekaan
sensasi wajah
Cabang Mandibularis : Memeriksa
pergerakan rahang dan gigi (m. masseter
dan m. temporalis)
VI Pergerakan bola mata ke lateral
Normal
(abducens)
VII Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan
(facialis) dahi, mimik, mengangkat alis, menutup
mata, moncongkan bibir / nyengir,
memperlihatkan gigi, bersiul
Paresis
Hasil: pasien dapat mengerutkan dahi,
UMN
mengangkat alis maupun menutup mata
sinistra
secara simetris. Saat senyum, sudut mulut
kiri turun, lipatan nasolabial kiri mendatar,
saat disuruh bersiul mulut mencong ke
kanan

17
Pemeriksaan fungsi sensorik (2/3 anterior
lidah) : penderita dapat merasakan rasa
manis, pahit, asin dan asam.
VIII Pemeriksaan pendengaran (tes bisik,
(vestibulocochlearis) pemeriksaan penala – tes Rinne, Weber, Normal
Schwabach)
IX Inspeksi palatum untuk melihat pergeseran
(glossopharyngeus) uvula Normal

X Tes refleks muntah


(vagus) Normal

XI Pasien angkat bahu, pemeriksa tekan bahu


(accesorius) ke bawah dan raba massa otot trapezius
Putar kepala pasien melawan tahanan
tangan pemeriksa, raba massa otot Normal
sternokleido mastoideus.

XII Inspeksi lidah untuk melihat atrofi atau


Paresis
(hypoglossus) deviasi
UMN
Hasil: saat dijulurkan lidah deviasi ke sisi
sinistra
kiri

c. Status Neuromuskular : kesan hemiparesis sinistra


Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Status
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Gerakan Normal Menurun Normal Menurun
Kekuatan otot 5/5/5/5 3/3/3/3 5/5/5/5 3/3/3/3
Tonus otot Normal Menurun Normal Menurun
++ / ++ / ++ +/+/+ ++ / ++ +/+
Refleks fisiologis
(Normal) (menurun) (Normal) (menurun)
Refleks patologis (-) (-) (-) (-)

18
d. Status sensorik :
- Protopatik : normal
- Proprioseptik : normal
e. Status Otonom : Inkontinensia urin et alvi tidak ada

3. Skala Barthel

Aktivitas Tingkat Kemandirian N Nilai

A Kontinensia, tanpa memakai alat bantu 10 10


Bladder Kadang mengompol 5
Inkontinesia urin 0

B Kontinensia, mampu menggunakan enema dan 10 10


Bowel supositoria sendiri
Dibantu 5
Inkontinensia alvi 0

C Mandiri (buka/pakai baju, mampu membersihkan 10 5


Toileting dubur tanpa mengotori pakaian), mampu
berpegangan pada struktur pegangan di dinding,
memakai pispot, meletakkannya di kursi dan
membersihkannya
Dibantu 5

D Tanpa dibantu cuci muka, menyisir, berhias, gosok 5 0


Grooming gigi, termasuk menyiapkan alat-alat tersebut
Dibantu 0

E Tanpa dibantu mampu membuka/mengenakan baju, 10 5


Dressing resleting, ikat tali sepatu, brace, korset
Dibantu 5

F Dapat makan sendiri di meja, menggunakan 10 10


Feeding peralatan makan
Mungkin memerlukan bantuan msalnya saat 5
memotong atau mengoles mentega
Tidak mampu 0

19
Aktivitas Tingkat Kemandirian N Nilai

G Dapat berpindah dari kursi roda ke tempat 15 5


Transfers duduk/sebaliknya termasuk duduk dan berbaring
Bantuan minor secara fisik atau verbal pada 10
langkah-langkah di atas
Bantuan mayor secara fisik (1 atau 2 orang terlatih), 5
tetapi dapat duduk tanpa dibantu
Tidak dapat berpindah (sitting balance) 0

H Berjalan 16 m (50 yard) tanpa bantuan atau 15 0


Mobility supervise; mampu menggunakan brace, prosthesis,
crutches, tongkat atau walkerette kecuali rolling
walker
Dibantu, namun mampu berjalan 16 m dengan 10
sedikit bantuan
Jika pasien menggunakan kursi roda, pasien dapat 5
mengayuh kursi rodanya sejauh 16 m, berputar,
berbelok, berkeliling, berputar
Tidak mampu 0

I Dapat naik/turun tangga tanpa dibantu, 10 0


Stairs menggunakan tongkat, pegangan tangan bila
diperlukan
Perlu pengawasan 5
Dibantu 0

J Dapat mandi, menggunakan pancuran ataupun 5 0


Bathing berendam tanpa bantuan
Dibantu 0

Total 100 45

Nilai Interpretasi:
0-20 : Ketergantungan total 100 : Mandiri
25-40 : Ketergantungan berat
45-55 : Ketergantungan sedang
60-95 : Ketergantungan ringan

20
4. Pemeriksaan Mini Mental Scale Examination (MMSE)
Aspek Pemeriksaan Normal = Nilai
Kognitif Sekarang ini (tahun, musim, bulan, tanggal, hari) apa ? 5 5
Kita dimana ? (negara, propinsi, kota, rumah) 5 5
Registrasi Sebutkan 3 objek. Tiap 1 objek 1 detik, pasien disuruh
mengulang nama objek tadi. Nilai satu untuk tiap nama 3 3
objek yang benar.
Perhatian Pengurangan 100 dengan 7 terus menerus. Nilai 1
dan untuk tiap jawaban yang benar, hentikan setelah 5
kalkulasi jawaban. Atau eja terbalik kata “WAHYU”. Nilai
5 5
diberikan pada huruf yang benar sebelum kesalahan,
mis. “UYAHW” (nilai 2), bila dieja secara terbalik
benar semua “UYHAW” nilai (5).
Mengenal
kembali Pasien disuruh menyebut lagi 3 objek diatas 3 3

Bahasa Pasien disuruh menyebut pensil, arloji 2 2


Pasien disuruh untuk mengulang; tanpa bila dan atau
1 1
tetapi
Pasien mengikuti perintah “ambil kertas itu dengan
tangan kanan Anda, lipatlah menjadi dua, letakkan di 3 3
lantai”
Pasien disuruh membaca dan mengikuti perintah
1 1
“PEJAMKAN MATA ANDA”
Pasien disuruh menulis secara spontan dibawah ini 1 1
Pasien disuruh menggambar bentuk dibawah ini

1 1

Total 30 30

Penilaian :
<24  dianggap terdapat gangguan kognitif
>24 dianggap tidak terdapat gangguan kognitif

21
D. RESUME
Kelemahan sisi tubuh sebelah kiri dialami ±2 bulan yang lalu (Desember
2017). Saat itu penderita merasakan adanya kelemahan pada tangan dan kaki
kiri sebelah kiri secara tiba-tiba ketika penderita hendak pergi ke kamar mandi
pada saat bangun pagi. Awalnya penderita merasakan pusing kepala saat
berdiri, diikuti dengan kelemahan sisi tubuh sebelah kiri untuk berjalan
sehingga pasien hampir terjatuh. Selain itu penderita mengatakan bahwa sudut
mulutnya mulai turun dan penderita mulai berbicara pelo. Sebelum dan
sesudah kaki tangannya lemah, penderita tidak mengeluhkan nyeri kepala,
muntah dan pingsan.
Dua tahun sebelumnya (2015), penderita pernah mengalami kelemahan
sisi tubuh sebelah kiri, namun tanpa disertai bicara pelo. Setelah pengobatan
dan tindakan rehabilitasi di RS Teling, kelemahan sisi tubuh sebelah kiri pun
mulai kembali normal dan penderita dapat kembali berjalan dan beraktivitas
normal.
Penderita dapat minum secara normal dan tidak ada cairan yang menetes
dari sudut bibir. Penderita tidak bisa berdiri sendiri dan hanya menggunakan
kursi roda untuk berpindah tempat. Penderita kesulitan mengangkat tangan
dan kaki kiri sehingga aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju, BAK
dan BAB harus dibantu oleh keluarga. Pasien lebih dominan menggunakan
tangan kanan sehingga aktivitas sehari-hari seperti makan dan menulis tidak
terlalu terganggu.
Riwayat hipertensi dan dislipidemia namun penderita tidak minum obat
secara teratur. Riwayat DM, Riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung,
ginjal, asam urat sebelumnya disangkal oleh pasien. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tanda-tanda vital: TD 140/100 mmHg, Nadi 85x/menit, Respirasi
22x/menit, Suhu 36,5°C, IMT 25,39 (Obese 1). Pemeriksaan tanda rangsang
meningeal negative. Pada pemeriksaan nervus kranialis didapatkan kesan
paresis UMN nervus VII dan nervus XII sinistra. Pemeriksaan motoric
menunjukkan kesan hemiparesis sinistra dengan kekuatan otot ekstremitas
superior sinistra 3/3/3/3 dan ekstremitas inferior sinistra 3/3/3/3, refleks
fisiologis menurun pada ekstremitas sinistra, tonus otot ekstremitas superior

22
inferior sinistra menurun, refleks patologis negative pada keempat ekstremitas.
Penghitungan indeks Barthel didapatkan: 45 (Ketergantungan sedang) dan
MMSE didapatkan skor 30 (tidak ada gangguan kognitif).

E. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Hemiparesis Sinistra + Disartria
Diagnosis topis : Lesi kortikal
Diagnosis etiologi : Stroke Iskemik
Diagnosis fungsional :
 Body function : Hemiparesis sinistra, disartria
 Body Structure : Struktur ekstremitas superior dan
inferior sinistra + hemisfer serebri
dextra
 Activity and participation : Gangguan aktivitas kehidupan sehari-
hari (AKS) berupa berjalan, berpindah
tempat, naik turun tangga, mandi dan
bekerja
 Environment : Rumah permanen, di dalam rumah tidak
ada tangga, toilet duduk.
 Personal Factor : Perempuan, usia 52 tahun, riwayat
hipertensi kronik dan dislipidemia tidak
terkontrol

F. PROBLEM REHABILITASI MEDIK


1. Kelemahan anggota gerak kiri
2. Gangguan AKS (aktivitas kehidupan sehari-hari) dalam hal berpakaian,
berjalan, dan naik turun tangga.
3. Bicara pelo
4. Penderita kurang percaya diri dan merasa cemas dengan penyakitnya.
5. Obesitas grade I

23
G. PROGRAM REHABILITASI MEDIK
1. Fisioterapi
Evaluasi:
1) Kelemahan anggota gerak kiri (kekuatan otot ektremitas superior 3/3/3/3
dan inferior 3/3/3/3
2) Gangguan berdiri, ambulasi dan transfer
Program:
1) Infra Red (IR) ekstremitas superior dan inferior sinistra
2) Active ROM exercise extremitas superior dan inferior sinistra
3) Strengthening exercise extremitas superior dan inferior sinistra
4) Latihan berdiri di standing chair
5) Latihan ambulasi dan transfer
2. Okupasi Terapi
Evaluasi:
1) Kelemahan anggota gerak kiri (kekuatan otot ektremitas superior 3/3/3/3
dan inferior 3/3/3/3
2) Gangguan AKS dalam hal duduk, berdiri, berjalan, mandi,dan menjaga
kebersihan diri
Program:
1) Melatih fungsi dan koordinasi jari-jari tangan
2) Latihan peningkatan AKS dengan aktivitas ketrampilan dan memberikan
edukasi untuk aktivitas penderita sehari-hari.
3. Psikologi
Evaluasi:
1) Kecemasan penderita dan keluarga terhadap penyakit yang dialami
penderita.
Program:
1) Memberi dukungan mental pada penderita dan keluarga agar penderita
tidak cemas dengan sakitnya.
2) Memberi dukungan agar penderita selalu rajin dan tekun dalam
menjalankan terapi.

24
4. Sosial Medik
Evaluasi :
1) Penderita adalah seorang ibu dengan pekerjaan PNS di bidang
administrasi, suaminya adalah pensiunan PNS dengan dua orang anak
laki-laki yang masih duduk di bangku sekolah
2) Rumah permanen satu lantai terdiri dari tiga buah kamar tidur, dan dua
kamar mandi. Kamar mandi menggunakan toilet duduk
3) Sumber penerangan menggunakan listrik (PLN).
4) Sumber air minum dari mata air setempat dengan menggunakan PAM
5) Biaya perawatan ditanggung oleh BPJS.
a. Program:
 Melakukan kunjungan ke kantor penderita untuk menyampaikan surat
izin kepada pihak kantor agar tidak di-PHK.
 Memberikan edukasi kepada penderita untuk berobat dan latihan
secara teratur
5. Ortotik Prostetik
a. Evaluasi:
 Gangguan berjalan dan berpindah tempat
b. Program:
 Rencana menggunakan tripod
6. Terapi Wicara
a. Evaluasi : Kontak dan pengertian baik, bicara pelo (+)
b. Program : Latihan otot-otot artikulasi

H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : bonam

I. EDUKASI

25
1. Saat melakukan aktifitas disarankan menggunakan sisi yang sehat dengan
mengikutsertakan sisi yang sakit, seperti saat sedang memakai pakaian.
2. Sedapat mungkin untuk melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari secara
mandiri.
3. Konsultasi ke instalasi gizi untuk mengatur program diet untuk
menanggulangi diabetes yang dialami oleh pasien
4. Teratur menjalankan terapi di poliklinik Rehab Medik
5. Rajin berlatih dan kontrol secara teratur
6. Tetap optimis dan menghindari stress.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Steven. Hubungan derajat spastisitas maksimal berdasarkan modified


ashworth scale dengan gangguan fungsi berjalan pada penderita stroke
iskemik [thesis]. Semarang: Ilmu Penyakit Saraf Universitas Diponegoro;
2008. p. 1.

2. Wirawan RP. Rehabilitasi stroke pada pelayanan kesehatan primer. Majalah


Kedokteran Indonesia. 2009; 59:61-71.

3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan: 2013; 91-4

4. Brainin M, et all. Poststroke chronic disease management: towards improved


identification and interventions for poststroke spasticity-related complications.
International Journal of Stroke. World Stroke Organization. 2011,6; 42–46

5. Misbach J, Wendra A. Stroke In Indonesia. A First Large Prospective Hospital


Based Study of Acute Stroke in 28 Hospitals in Indonesia. Jakarta ;2006

6. Batson DW, Avent J. Adult Neurogenic Communication Disorders. In:


Braddom RL. Physical Medicine and Rehabilitation. 4th ed. Philadelphia:
Saunders; 2011. p. 54-57

7. Hutagalung HS. Efek Aspirin, cilostazol serta clopidogrel terhadap outcome


fungsional pada pasien stroke iskemik [thesis]. Medan: Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Sumatera Utara; 2011. p. 1-2.

8. Van GJ. Main groups of cerebral and spinal vascular disease: overview. In:
Ginsberg MD, Bogousslavsky J, eds. Cerebrovascular disease:
pathophysiology, diagnosis, and management. 1 ed. Malden: Blackwell
Science; 1998:1369-72.

27
9. Soendoro T. On behalf of RISKESDAS team. Report on result of National
Basic Health Research. Jakarta: The National Institute of Health Research and
Develompment Ministry of Health Republic of Indonesia; 2008.

10. Baehr M, Frotscher M. Duus' Topical Diagnosis in Neurology. 5th ed.


Stuttgart: Thieme; 2012. Chapter 11, Blood supply and vascular disorders of
the central nervous system. p. 270-314.

11. Misbach J. Stroke: aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen. Jakarta: Badan


Penerbit FKUI; 2011.

12. Mardjonjo M, Sidharta P. Neuro klinis dasar. Edisi VI. Jakarta: Dian Rakyat,
1995; 269-302.

13. Prawirosumarto K. Rehabilitasi fisik pada pasien stroke; Rehabilitasi Medik,


Hasil Simposium 1987. Departemen Rehabilitasi Medik. Jakarta. 1987: 121-5.

14. Ritarwan, K. Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke yang
Dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan [thesis]. Medan: Departemen
Neurologi FK USU/RSUP H. Adam Malik; 2002

15. Sengkey L, Angliadi LS, Mogi TI. Ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi
medik. Manado: Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik;
2006.p.55-9.

16. Widiastuti P, Nuartha A. Sistem skoring diagnostic untuk stroke: skor Siriraj.
Kalbe Med. 2015;42(10):2-4

17. Kotambunan RC. Diagnosis stroke. Bagian Neurologi FK UNSRAT/SMF


RSUP Manado. Manado, 1995; 1-12.

28
18. Walelang Th. Faktor resiko dan pencegahan stroke. Poceeding symposium
stroke update. Manado. Perdosi; 2001.

19. Sinaki M, Dorsher PT. Rehabilitation after stroke. In: basic clinical
rehabilitation medicine. Philadelphia. Mosby, 1993; p. 87-8.

20. Kolb, Bryan, Whishaw, Ian Q. Fundamentals of Human Neuropsychology,


Fourth Edition. New York: W. H. Freeman and Company, 1996.

29

Anda mungkin juga menyukai