Anda di halaman 1dari 44

TINJAUAN PUSTAKA NEUROLOGI

STROKE INFARK

Oleh :

Desy Windayani

H1A014015

Pembimbing:

dr. Ilsa Hunaifi, Sp.S

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN/ SMF ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT UMUMDAERAH PROVINSI NTB
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tinjauan pustaka ini tepat pada
waktunya. Tinjauan pustaka yang berjudul “Stroke Infark” ini disusun dalam
rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Penyakit
Saraf RSUD Provinsi NTB.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan
kepada penulis.
1. dr. Ilsa Hunaifi, Sp.S selaku pembimbing
2. dr. Ester Sampe, Sp.S, selaku Ketua SMF Ilmu Penyakit Saraf
RSUP NTB.
3. dr. Herpan Syafii Harahap, M. Biomed,Sp.S, selaku supervisor
4. dr. Wayan Subagiartha, Sp.S, selaku supervisor
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan kepada penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan tinjauan pustaka ini
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tinjauan pustaka ini.
Semoga tinjauan pustaka ini dapat memberikan manfaat dan tambahan
pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan
praktek sehari-hari sebagai dokter. Terima kasih.

Mataram, Juni 2018

Penulis

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini stroke merupakan penyakit syaraf yang serius dan menjadi
penyebab utama kecacatan atau disabilitas di berbagai negara.1 Stroke juga
merupakan penyebab utama kematian kedua di dunia dan menjadi penyebab
utama morbiditas, terutama pada populasi paruh baya dan lanjut usia. Definisi
stroke menurut WHO Monica Project adalah gangguan fungsional otak yang
terjadi secara mendadak dengan tanda klinis fokal atau global yang berlangsung
lebih dari 24 jam (kecuali akibat pembedahan atau kematian), tanpa tanda-tanda
penyebab non vaskuler, termasuk di dalamnya tanda-tanda perdarahan
subaraknoid, perdarahan intraserebri, atau infark serebri.2

Menurut World Health Organization tahun 2002, 5,5 juta orang meninggal
karena stroke dan sekitar 20% dari kematian tersebut terjadi di Negara-negara
Asia Selatan (India, Pakistan, Bangladesh, dan Sri Lanka). Menurut laporan
Centers for Disease Control and Preventiontahun 2013, stroke merupakan
penyebab utama kematian keempat di Amerika Serikat pada tahun 2008, dan
stroke adalah penyebab utama kecacatan berat jangka panjang.3

Berdasarkan survey dari Departemen Kesehatan RI terhadap 987.205


subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi didapatkan bahwa stroke
merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh
kematian). Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di Nangroe
Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di Papua.4 Rikesdas 2013 menyebutkan
gejala stroke meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan tertinggi pada
umur ≥75 tahun (43,1‰ dan 67,0‰). Prevalensi stroke yang terdiagnosis maupun
berdasarkan diagnosis atau gejala sama tinggi pada laki-laki dan
perempuan.5Kematian akibat stroke diperkirakan akan terus meningkat mencapai
23,3 juta kematian pada tahun 2030.6

2
Menurut laporan Riskesdas 2007, stroke merupakan penyebab kematian
tertinggi di Indonesia dibanding penyakit yang lain yaitu sebesar 15,4%.4
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi stroke di Indonesia
mengalami peningkatan yakni pada tahun 2007 sebesar 8,3/1000 menjadi
12,1/1000 pada tahun 2013 untuk yang terdiagnosis memiliki gejala stroke.4
Prevalensi tersebut meningkat seiring bertambahnya usia, tertinggi pada usia >75
tahun dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun. Prevalensi stroke di NTB
sebanyak 4,5/1000 yang terdiagnosis tenaga kesahatan dan lebih tinggi pada yang
terdiagnosis memiliki gejala stroke yakni sebesar 9,6/1000.4

Klasifikasi stroke secara umum dibagi menjadi dua yaitu stroke iskemik
dan stroke perdarahan. Stroke perdarahan dibagi menjadi beberapa subtipe antara
lain perdarahan intraserebral, perdarahan subdural, perdarahan epidural, dan
perdarahan subaraknoid.7 Menurut klasifikasi Trial of ORG 10172 in Acute Stroke
Treatment (TOAST), stroke iskemik digolongkan menjadi aterosklerosis arteri
besar atau large-artery atherosclerosis (LAA), oklusi arteri kecil atau small
vessel occlusion (SVO), kardioembolisme, etiologi lain yang dapat ditentukan,
dan etiologi yang tidak dapat ditentukan.8

Pemeriksaan yang baik dan komprehensif berupa anamnesis, pemeriksaan


fisik, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan penunjang yang lengkap dapat
mendiagnosis stroke. Penanganan stroke sendiri memerlukan pengorbanan yang
tidak sedikit, baik dari aspek moril maupun materil. Tindakan preventif berupa
penanganan prahospital juga perlu ditekankan. Hal ini penting untuk menjamin
perbaikan kualitas hidup penderita stroke disamping penatalaksaan yang lebih
efektif .9

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi dari stroke?
2. Bagaimana epidemiologi dari stroke?
3. Bagaimana klasifikasi stroke?
4. Apa saja faktor risiko stroke infark?

3
5. Bagaimana patofisiologi dari stroke infark?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari stroke infark?
7. Bagaimana cara menegakkan diagnosis stroke infark?
8. Bagaimana penatalaksanaan stroke infark?
9. Bagaimana komplikasi stroke infark?
10. Bagaimana prognosis stroke infark?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan meliputi:
1. Untuk mengetahui definisi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
diagnosis, tatalaksana, komplikasi dan prognosis dari stroke infark.
2. Untuk menambah pengetahuan mengenai stroke infark baik bagi penulis
maupun pembaca.

1.4 Manfaat
Manfaat penulisan meliputi:
1. Agar dokter muda mampu mengenali, dan mendiagnosis stroke infark
dengan tepat.
2. Agar dokter muda mampu melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang relevan terkait stroke infark.
3. Agar dokter muda mampu melakukan penatalaksanaan awal untuk stroke
infark.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut WHO Monica Project, stroke didefiniskan sebagai gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda klinis fokal atau
global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali akibat pembedahan atau
kematian), tanpa tanda-tanda penyebab non vaskuler, termasuk di dalamnya
tanda-tanda perdarahan subaraknoid, perdarahan intraserebri, atau infark
serebri.2Stroke, menurut definisi American Heart Association (AHA), adalah
hilangnya fungsi otak secara tiba-tiba karena gangguan dalam suplai darah otak
dengan gejala yang berlangsung setidaknya 24 jam atau menyebabkan kematian.3

2.2 Vaskularisasi di Otak


Suplai darah cerebral berasal dari arteri karotis interna dan arteri
vertebralis. Arteri karotis interna pada kedua sisi menghantarkan darah ke otak
melelui percabangan utamanya, arteri cerebri media dan arteri cerebri anterior
serta arteri khoroidalis anterior (sirkulasi anterior). Kedua arteri vertebralis
bergabung di garis tengah pada batas kaudal pons untuk membentuk arteri
basilaris, yang menghantarkan darah ke batang otak dan cerebellum, serta
sebagian hemisfer serebri melalui cabang terminalnya, arteri cerebri posterior
(sirkulasi posterior). Sirkulasi anterior dan posterior berhubungan satu dengan
yang lainnya melalui sirkulus arteriosus Willisi. Interkoneksi ini memungkinkan
kelanjutan perfusi jaringan otak bahkan jika salah satu pembuluh darah besar
mengalami stenosis atau oklusi.10
Sirkulus itu sendiri terdiri dari segmen pembuluh darah besar dan arteri
yang disebut srteri komunikans yang menghubungkan satu pembuluh besar
dengan lainnya. Berjalan dari satu sisi lingkaran dari anterior ke posterior akan
ditemukan arteri komunikans anterior, segmen proksimal arteri serebri anterior,
segmen distal arteri karotis interna, arteri komunikans posterior segmen proksimal
arteri serebri posterior,dan basilar tip.10

5
Terdapat pula banyak hubungan anastomosis lain di antara arteri-arteri
yang mendarahi otak, dan antara sirkulasi intracranial dan ekstrakranial, sehingga
oklusi pada sebuah pembuluh darah besar tidak selalu menimbulkan stroke karena
jaringan otak di bagian distal oklusi mungkin mendapatkan perfusi yang adekuat
dari pembuluh darah kolateral.10
Darah vena otak mengalir dari vena profunda serebri dan vena superfisialis
serebri menuju sinus venosus dura mater, dan dari sini menuju ke vena jugularis
interna kedua sisi. 10
Gangguan jangka panjang pada aliran darah ke salah satu bagian otak
menyebabkan hilangnya fungsi dan akhirnya terjadi nekrosis iskemik jaringan
otak (infark serebri). Iskemia serebri umumnya bermanifestasi sebagai deficit
neurologi dengan onset tiba-tiba (oleh sebab itu disebut dengan stroke), akibat
hilangnya fungsi bagian otak yang terkena.10

Gambar 2. Sirkulus Willisi10

2.3 Epidemiologi
Stroke dapat mempengaruhi individu dari segala usia, meskipun insiden dan
prevalensi kondisi ini meningkat tajam seiring bertambahnya usia. Untuk setiap

6
dekade berturut-turut setelah usia 55 tahun, tingkat stroke meningkat dua kali lipat
pada pria dan wanita. Laporan menunjukkan bahwa 75-89% stroke terjadi pada
individu berusia> 65 tahun. Dari stroke tersebut, 50% terjadi pada orang yang
berusia ≥70 tahun dan hampir 25% terjadi pada individu yang berusia> 85
tahun.11
Pada 2025, populasi global berusia> 60 tahun diperkirakan meningkat
menjadi 1,2 miliar — dua kali lipat jumlah orang di atas usia ini pada tahun 1995.
Satu laporan memperkirakan bahwa kejadian global stroke pertama akan
meningkat menjadi 18 juta pada tahun 2015, dan menjadi 23 juta pada tahun
2030. Selain itu, penelitian ini memperkirakan bahwa jumlah kematian akibat
stroke akan mencapai 6,5 juta per tahun pada tahun 2015 dan 7,8 juta per tahun
sebelum 2030. 11
Seperti yang diketahui, dua jenis utama stroke adalah iskemik dan
hemoragik, prevalensi stroke iskemik lebih besar dibandingkan dengan stroke
hemoragik, masing-masing terhitung sekitar 85% dan 15%.3 Sumber lain juga
menyebutkan stroke iskemik merupakan 85 - 87% dari semua kasus stroke,
sedangkan stroke hemoragik termasuk perdarahan intracerebral spontan dan
perdarahan subarachnoid, dan bertanggung jawab sekitar 13 – 15% kasus.1 Di
Indonesia, khususnya di Unit Stroke RSUP Dr Sardjito, tahun 2004 sampai tahun
2009, prevalensi stroke iskemik lebih tinggi dibandingkan stroke perdarahan
dengan perbandingan 1:3.12

2.4 Faktor Risiko


Adapun faktor risiko terjadinya stroke adalah sebagai berikut:12
1. Tidak dapat dimodifikasi17
- Usia
- Jenis kelamin
- Ras
2. Dapat dimodifikasi17
- Hipertensi
- Diabetes mellitus

7
- Merokok
- Penyakit jantung koroner
- Fibrilasi atrium
- Hipertrofi ventrikel kiri
- Obesitas

Faktor risiko terjadinya stroke infark menurut Sacco (1997) disajikan dalam tabel
1 berikut.
Tabel 1. Faktor risiko stroke.13
Well Documented Risk Factor
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
 Hipertensi
 Penyakit jantung
 Atrial Fibrilasi
 Endocarditis
 Stenosis Mitral
 Infark Miokard
 Merokok
 Penyakit sickle cell
 Transient Ichemic Attack
 Stenosis Karotis asimtomatis

Faktor risiko yang potensial bisa dimodifikasi


 Diabetes mellitus
 Hiperhomosisteinemia
 Hipertrofi ventrikel kiri

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi


 Usia
 Jenis kelamin
 Genetik

8
 Suku/ras
 Lokasi geografis

Less Well Documented Risk Factor


Faktor risiko yang potensial bisa dimodifikasi
 Peningkatan kadar kolesterol dan lipid
 Penyakit Jantung
 Kardiomiopati
 Endocarditis non-Bakterial
 Prolaps Katup Mitral
 Stenosis Aorta
 Patent Foramen Ovale
 Aneurisma Septum Atrial
 Penggunaan Kontraspsi Oral
 Konsumsi alcohol
 Penggunaan Obat-Obat Terlarang
 Kurangnya aktivitas
 Obesitas
 Peningkatan Hematokrit
 Faktor Diet
 Hiperinsulinemia
 Stress
 Hiperkoagulasi dan Inflamasi
 Pembentukan fibrin dan Fibrinolisis
 Ateroma Aorthic

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi


 Musim dan Iklim

9
2.5 Klasifikasi
Secara umum stroke diklasifikasikan menjadi dua yaitu stroke hemoragik
dan stroke infark. Stroke hemoragik dibagi menjadi beberapa subtipe antara lain
perdarahan intraserebral, perdarahan subdural, perdarahan epidural, dan
perdarahan subaraknoid.6Menurut klasifikasi Trial of ORG 10172 in Acute Stroke
Treatment (TOAST), stroke infark digolongkan menjadi beberapa subtipe antara
lain:8,14
1. Large Artery Atherosclerosis(LAA)
Gejala klinik dan penemuan pencitraan otak yang signifikan (>50%)
stenosis atau oklusi arteri besar di otak atau cabang arteri di korteks disebabkan
oleh proses aterosklerosis. Gambaran klinis yang dapat ditemukan berupa afasia,
keterbatasan motorik, disfungsi batang otak, dan disfungsi serebellar. Adanya
gambaran CT scan kepala/MRI berupa infark di kortikal, serebellum, batang otak,
atau subkortikal yang berdiameter lebih dari 1,5 cm diduga berpotensial berasal
dari aterosklerosis arteri besar.14
2. Stroke Lakunar (Small Vessel Occlusion)
Disebut juga infark lakunar, dimana pasien harus mempunyai satu gejala
gangguan lakunar sindrom dan tidak terdapat bukti adanya disfungsi dari kortikal
serebral. Riwayat diabetes atau hipertensi dapat membantu menegakkan
diagnosis. Gambaran CT Scan kepala/MRI pasien dapat normal atau terdapat lesi
dengan diameter <1,5 cm di daerah batang otak atau subkortikal.14
3. Stroke Embolik
Kategori ini meliputi pasien dengan oklusi arteri yang diduga disebabkan
oleh emboli yang berasal dari jantung. Penyebab kardiak dibagi menjadi dua,
yaitu kelompok risiko tinggi dan kelompok risiko sedang. Penemuan klinis dan
gambaran CT Scan kepala mirip dengan gambaran aterosklerosis arteri besar.
Setidaknya satu penyebab yang berasal dari jantung diperlukan untuk menegakkan
diagnosis stroke kardioemboli. Klasifikasi risiko tinggi dan sedang stroke
kardioemboli dapat dilihat pada tabel 3.14
Tabel 3. Klasifikasi risiko tinggi dan sedang stroke kardioemboli14
Risiko Tinggi Risiko Sedang

10
Katup Prostetik Mekanik Prolaps Katup Mitral
Mitral Stenosis dengan Atrial Fibrilasi Kalsifikasi Annulus Mitral
Fibrilasi Atrial (other than lone atrial Mitral Stenosis Tanpa Fibrilasi Atrial
fibrillation)
Infark Miokard Baru (<4 minggu) Turbulensi Atrial Kiri
Trombus Ventrikel Kiri Aneurisma Septum Atrial
Dilated Cardiomyopathy Paten Foramen Ovale
Endokarditis Atrial Flutter
Atrial Myxoma Infark Miokard (>4 minggu, <6bulan)

4. Acute stroke of other determined etiology


Kategori ini meliputi pasien stroke dengan penyebab yang jarang
didapatkan, seperti non-aterosklerotik vaskulopati, kondisi hiperkoagulasi,
kelainan hematologis. Pasien dalam kategori ini seharusnya memiliki klinis dan
gambaran CT Scan kepala/MRI stroke iskemik, tidak tergantung ukuran atau
lokasi. Pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium atau
angiografi dapat membantu menemukan penyebab dari stroke kategori ini.14
5. Stroke of an undetermined etiology
Pada beberapa kondisi, penyebab stroke tidak dapat ditentukan meskipun
sudah dilakukan beberapa evaluasi dan pemeriksaan. Kategori ini juga meliputi
pasien dengan dua atau lebih penyebab potensial stroke sehingga dokter tidak
dapat menentukan diagnosis final. Contohnya pasien dengan emboli yang berasal
dari jantung dengan risiko medium yang juga memiliki kemungkinan stroke lain
yang teridentifikasi diklasfikasikan dalam kategori ini. contoh lain yaitu pasien
dengan atrial fibrilasi dan stenosis ipsilateral 50%, atau pasien dengan gejala
lakuner dan stenosis carotid ipsilateral sebesar 50%.14
Tabel 4. Gambaran Klasifikasi TOASTAST dari Subtipe Stroke Iskemik14
Subtipe
Fitur LAA SVO Kardioemboli Penyebab Lain
Klinik

11
- Kortikal atau disfungsi sereberal + - + +/-
- Sindrom Lakunar - + - +/-
Imaging
- Kortikal, serebelar, batang otak,
atau infark subkortikal >1,5 cm + - + +/-
- Subkortikal atau batang otak
<1,5 cm - +/- - +/-
Test
- Stenosis ekstrakranial arteri + - - -
karotis interna
- Sumber emboli jantung - - + -
- Abnormalitas lain - - - +

2.6 Patofisiologi
Stroke iskemik terjadi saat suplai darah ke bagian otak terhambat secara
tiba-tiba oleh oklusi. Penyakit serebrovaskular iskemik terutama disebabkan oleh
trombosis, emboli dan hipoperfusi fokal, yang semuanya dapat menyebabkan
penurunan atau gangguan aliran darah otak atau cerebral blood flow(CBF) yang
mempengaruhi fungsi neurologis karena penurunan atau kehilangan glukosa dan
oksigen. Sekitar 45% dari stroke iskemik disebabkan oleh trombus arteri kecil
atau besar, 20% adalah emboli, dan yang lain memiliki penyebab yang tidak
diketahui. Fokal stroke iskemik disebabkan oleh gangguan aliran darah arteri ke
daerah yang bergantung pada parenkim otak oleh trombus atau embolus. Dengan
kata lain, stroke iskemik didefinisikan sebagai onset akut, (menit atau jam), defisit
neurologis fokal yang konsisten dengan lesi vaskular yang bertahan selama lebih
dari 24 jam. Stroke iskemik adalah proses dinamis, dimana semakin lama oklusi
arteri terjadi, semakin besar ukuran infark dan semakin tinggi risiko perdarahan
pasca perfusi.2
Stroke iskemik adalah suatu kompleks dengan berbagai etiologi dan
variabel klinismanifestasi. Dalam 10 detik setelah aliran otak berhenti, kegagalan
metabolisme

12
jaringan otak terjadi. EEG menunjukkan perlambatan aktivitas listrik dan
disfungsi otak yang nyata secara klinis. Jika sirkulasi segera pulih, maka terjadi
pemulihan fungsi otak secara tiba-tiba dan lengkap. Terdapat tiga patologi utama
stroke iskemik yaitu a) trombosis, b) embolisme dan, c) stroke iskemia global
(hipotensi).2
1. Trombosis
Trombosis serebral mengacu pada pembentukan trombus (bekuan darah)
di dalam arteri seperti arteri karotis internal, arteri vertebral proksimal dan
intrakranial yang menghasilkan lacunes, infark kecil ke lokasi khas termasuk
ganglia basal, talamus, kapsula internal, pons dan cerebellum yang berkembang di
bagian pembuluh yang tersumbat. Aterosklerosis adalah salah penyebab obstruksi
vaskular yang mengakibatkan stroke trombotik. Plak aterosklerotik dapat
mengalami perubahan patologis seperti trombosis. Gangguan endothelium yang
dapat terjadi dalam melewati proses rumit yang mengaktifkan banyak vasoaktif
yang merusak enzim.2
Aktivasi agregasi platelet ke dinding pembuluh darah membentuk
trombosit dan fibrin kecil. Trombosis dapat terbentuk di arteri ekstrakranial dan
intrakranial ketika dinding tunika intima rusak dan membentuk plak di sepanjang
pembuluh yang rusak. Hal ini menyebabkan trombosit untuk melekat dan
beragregasi, kemudian jalur koagulasi diaktifkan dan trombus berkembang di
tempat plak. Ketika mekanisme kompensasi sirkulasi kolateral gagal dan perfusi
terganggu, dapat menyebabkan kematian sel. Stenosis arteri extracranial rentan
terhadap destabilisasi dan ruptur plak yang menyebabkan tromboemboli serebral.
Oklusi tromboembolik dari arteri intracerebral mayor atau multipel yang lebih
kecil menyebabkan gangguan fokal aliran darah, dan membentuk trombus
sekunder di dalam mikrovaskular otak. Stroke trombotik terjadi tanpa gejala awal
pada 80-90% pasien. 10-20% digembar-gemborkan oleh satu atau lebih serangan
iskemik transien atau Transient Ischemic Attack (TIA).2
Pembentukan aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan perubahan dinding arteri akibat adanya
akumulasi lipid ekstra sel, rekrutmen dan migrasi miosit, pembentukan sel busa

13
dan deposit matrik ekstraseluler akibat pemicuan multifaktor. Aterosklerosis dapat
menyebabkan stroke, iskemia dan infark jantung, hipertensi renovaskular dan
penyakit oklusi tungkai bawah tergantung pembuluh darah yang terkena.15,16
Proses aterosklerosis diawali dengan adanya kelainan dini pada lapisan
endotel, pembentukan foam cell(sel busa) dan fatty streaks (kerak lemak),
pembentukan fibrous cap (lesi jaringan ikat)dan proses ruptur plak aterosklerotik
yang tidak stabil. Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi kronis.
Inflamasi memainkan peranan penting dalam setiap tahapan aterosklerosis mulai
dari perkembangan plak sampai terjadinya ruptur plak yang dapat menyebabkan
thrombosis.15,17
Patogenesis aterosklerosis dimulai ketika terjadi jejas pada endotel arteri,
sehingga mengaktivasi atau menimbulkan disfungsi endotel. Disfungsi endotel
merupakan awal terjadinya aterosklerosis. Disfungsi endotel ini disebabkan oleh
faktor-faktor risiko seperti dislipidemia, hipertensi, diabetes mellitus, obesitas dan
merokok dan faktor-faktor risiko lain misalnya homosistein dan kelainan
hemostatic.15,18
Pembentukan aterosklerosis dimulai dengan terjadinya akumulasi dan
modifikasi lipid (oksidasi, agregasi dan proteolisis) dalam dinding arteri yang
mengakibatkan aktivasi inflamasi endotel. Selanjutnya terjadi rekrutmen elemen-
elemen inflamasi seperti monosit ke dalam tunika intima. Awalnya monosit
menempel pada endotel yang diperantarai oleh beberapa molekul adhesi pada
permukaan sel endotel, yaitu Inter Cellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1),
Vascular Cell Adhesion Molecule-1 (VCAM-1) dan Selectin. Molekul adhesi ini
diatur oleh sejumlah faktor yaitu produk bakteri lipopolisakarida, prostaglandin
dan sitokin.15,18
Setelah berikatan dengan endotel kemudian monosit berpenetrasi ke
lapisan lebih dalam dibawah lapisan intima. Monosit-monosit yang telah
memasuki dinding arteri ini akan berubah menjadi makrofag dan memakan LDL
yang telah dioksidasi melalui reseptor scavenger. Hasil fagositosis ini akan
membentuk sel busa atau "foam cell"dan selanjutnya akan menjadi “fatty
streaks”.Aktivasi ini menghasilkan sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan yang

14
akan merangsang proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos dari tunika media ke
tunika intima dan penumpukan molekul matriks ekstraselularseperti elastindan
kolagen, yang mengakibatkan pembesaran plak dan terbentuk fibrous cap. Pada
tahap ini proses aterosklerosis sudah sampai pada tahap lanjut dan disebut sebagai
plak aterosklerotik.15,18
Pembentukan plak aterosklerotik menyebabkan penyempitan lumen arteri
yang mengakibatkan berkurangnya aliran darah. Trombosis sering terjadi setelah
rupturnya plak aterosklerosis, terjadi pengaktifan platelet dan jalur koagulasi.
Apabila plak pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses
trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu arteri.15,18

Gambar 2. Mekanisme Terjdinya Aterosklerosis18

2. Emboli
Emboli serebral umumnya mengacu pada gumpalan darah yang terbentuk
di lokasi lain dalam sistem peredaran darah, biasanya jantung dan arteri besar
bagian atas dan leher. Stroke embolik terjadi ketika gumpalan pecah, dan dibawa

15
oleh aliran darah dan terjepit di arteri percabangan yang berukuran sedang.
Microemboli dapat melepaskan diri dari plak sclerosis di arteri karotis atau dari
sumber jantung seperti fibrilasi atrium, atau hipokinetik ventrikel kiri. Embolisme
ke otak mungkin berasal dari arteri atau jantung. Sumber jantung untuk
embolisme yang diakui secara umum termasuk fibrilasi atrium, gangguan
sinoatrial, infark miokard akut, endokarditis bakteri subakut, tumor jantung, dan
gangguan katup, baik yang asli maupun buatan.2
Pada sekitar sepertiga pasien stroke iskemik, emboli ke otak berasal dari
jantung, terutama pada fibrilasi atrium. Selain bekuan, fibrin, potongan plak
atheromatous, bahan yang dikenal untuk embolisasi ke dalam sirkulasi sentral
seperti lemak, udara, tumor atau metastasis, bakteri, dan benda asing berkontribusi
pada mekanisme ini. Menurut database stroke dari negara-negara Barat,
cardioembolisme adalah penyebab paling umum stroke iskemik. Emboli stroke
biasanya disertai dengan defisit neurologis.2
3. Global - Stroke iskemik atau hipotensi
Mekanisme ketiga dari stroke iskemik adalah hipoperfusi sistemik karena
kehilangan tekanan arteri secara umum. Beberapa proses dapat menyebabkan
hipoperfusi sistemik, yang paling banyak dikenal dan dipelajari adalah henti
jantung karena infark miokard dan / atau aritmia atau hipotensi berat (syok).
Lapisan sel piramidal hippocampus dan lapisan sel Purkinje dari area korteks
serebelum sangat dipengaruhi.2
Iskemia global lebih buruk daripada hipoksia, hipoglikemia, dan kejang
karenaselain menyebabkan kegagalan energi, dapat juga menghasilkan akumulasi
asam laktat dan metabolit beracun lainnya yang biasanya dibuang oleh sirkulasi.
Stroke fatal pada pasien usia lanjut sering muncul karena hipotensi akut yang
disebabkan oleh peristiwa ekstrakranial seperti gagal jantung, perdarahan
okultisme, atau emboli paru multipel. 2
Selain itu terjadi beberapa konsekuensi setelah stroke yang dapat dijelkaskan pada
gambar 3.

16
Gambar 3. Representasi skematis mekanisme kematian sel aktif2

2.6 Manifestasi Klinis


Pada stroke infark, defisit neurologis fokal yang terjadi bergantung dari
bagian otak mana yang mengalami infark akibat gangguan pada pembuluh darah
yang menyuplai darah ke daerah tersebut. Tanda defisit neurologis fokal stroke
adalah :19
1. Gejala motorik : kelemahan salah satu sisi tubuh, kelemahan kedua sisi
tubuh, kesulitan menelan, dan ketidakseimbangan.
2. Gangguan bicara/bahasa : kesulitan memahami atau mengekspresikan
bahasa lisan, kesulitan dalam membaca atau menulis, bicara pelo, dan
kesulitan dalam menghitung.
3. Gejala sensorik : perubahan rasa pada tubuh baik seluruhnya maupun
sebagian.

17
4. Gejala visual : gangguan penglihatan pada satu mata, gangguan penglihatan
pada separuh atau seperempat lapang pandang, kebutaan bilateral, dan
peglihatan ganda
5. Gejala perilaku/kognitif : kesulitan berpakaian, menyisir rambut, menyikat
gigi diorientasi geografik, dan lupa.

Tanda-tanda diatas perlu dipikirkan terlebih dahulu apakah disebabkan


oleh proses non vaskular atau vascular. Proses non vascular contohnya seperti
tumor otak, gangguan metabolik, infeksi, intoksisitas, atau kerusakan akibat
trauma yang gejala klinisnya menyerupai stroke.7Untuk mengenali apakah
seseorang menderita stroke maka dapat mengenali tanda dan gejala klinis stroke
dengan mudah dan cepat menggunakan metode FAST yang meliputi:20
 F : Face drooping
Facial drooping adalah wajah yang tertarik ke satu sisi atau ke bawah
dan sulit untuk digerakkan. Biasanya akan mudah mengenali gejala ini karena
tampak jelas. Misalnya, daerah wajah terlihat seperti “terjatuh” pada satu
bagian.
 A : Arm weakness
Arm weakness adalah ketika seseorang mengalami kesulitan untuk
menggerakan lengan tangannya. Cara mengetahuinya dengan meminta
penderita untuk mengangkat kedua tangan ke atas kemudian amati apakah
salah satu tangan jatuh atau tidak terangkat secara sempurna. Pada beberapa
kejadian penderita mengalamai mati rasa atau sensasi kebas meskipun masih
bisa menggerakkan tangan.
 S : Speech difficulties
Speech difficulties artinya kesulitan berbicara. Pada bagian ini,
penderita berbicara dengan tidak jelas dan cenderung sulit dipahami (bicara
pelo). Cara mengetahuinya dengan meminta pasien tersebut atau dengan
mengajaknya berbicara.

 T : Time

18
Time disini maksudnya adalah dianjurkan untuk segera memanggil
bantuan medis dan membawa penderita ke rumah sakit. Pada pasien dengan
stroke, waktu amatlah penting. Semakin cepat memperoleh pertolongan, maka
akan semakin banyak sel otak yang dapat terselamatkan.

2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan terutama mengenai gejala awal, waktu
timbul, aktivitas pada saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual,
muntah, rasa berputar, kejang, gangguan visual, penurunan kesadaran,
serta faktor risiko stroke.9
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan berupa penilaian respirasi,
sirkulasi, oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher
(misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda-
tanda distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan
torak (jantung dan paru), abdomen, kulit dan ekstremitas.Selaian
pemeriksaan fisik umum, perlu juga dilakukan pemeriksaan neurologis
terutama pemeriksaan saraf-saraf kranialis, rangsang selaput otak
(meningens), sistem motorik, sensorik, koordinasi, fungsi kognitif, serta
refleks fisiologis dan patologis untuk mendeteksi adanya kelainan.9

2.7.3 Pemeriksaan Neurologi


Beberapa pemeriksaan neurologis yang dilakukan meliputi
pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap
dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Dapat juga
digunakan skala stroke National Institutes of Health Stroke Scale
(NIHSS). NIHSS tidak hanya menilai derajat defisit neurologis, tetapi
juga memfasilitasi komunikasi antara pasien dan tenaga medis,
mengidentifikasi kemungkinan sumbatan pembuluh darah, menentukan
prognosis awal dan komplikasi serta menentukan intervensi yang

19
diperlukan. NIHSS juga banyak digunakan untuk menilai tingkat
keparahan pada pasien yang mengalami stroke iskemik akut. Pada saat ini
NIHSS banyak digunakan secara rutin untuk menilai keparahan stroke
pada pusat-pusat pelayanan stroke. Terdapat 11 item dalam penilaian
NIHSS meliputi: level of consciousness,best gaze, visual field testing,
facialparesis, arm and leg motor function, limbataxia, sensory, language,
dysarthria,
extinction, and inattention. NIHSS memiliki skor maksimum 42 dan skor
minimum 0. Interpretasi dari NIHSS yaitu: skor >25 sangat berat, 14-25
berat, 5-14 sedang, dan < 5 ringan.21,22

Pada pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang minimal, untuk


menegakkan stroke secara klinis dapat menggunakan skor Siriraj, skor Gadjah
Mada maupun skor Hasanuddin
Tabel 5. Skor Siriraj.23
Skor Stroke Siriraj
Gejala/tanda Penilaian Indeks
Derajat Kesadaran (0) Kompos mentis X 2,5
(1) Somnolen
(2) Sopor/koma
Muntah (0) Tidak ada X2
(1) Ada
Nyeri kepala (0) Tidak ada X2
(1) Ada
Tekanan darah Diastolik X 0,1
Ateroma (0) Tidak ada X3
(1) Salah satu atau lebih: DM,
angina, penyakit pembuluh
darah.

20
Interpretasi skor Siriraj:
Skor >1: Stroke Hemoragik
Skor < -1: Stroke Non-Hemoragik

Tabel 6. Skor Gadjah Mada23


Penurunan kesadaran Nyeri kepala Babinski Jenis stroke

+ + + Perdarahan
+ - - Perdarahan

- + - Perdarahan

- - + Infark

- - - Infark

Tabel 7. Skor Hasanuddin23


No Kriteria Skor

1 Tekanan Darah
Sistolik>200; Diastolik>110 7,5
Sistolik <200; Diastolik<110 1

2 Waktu Serangan
Sedang aktivitas 6,5
Tidak sedang aktivitas 1

3 Nyeri Kepala
Sangat hebat 10
Hebat 7,5
Ringan 1
Tidak ada 0

4 Penurunan Menurun
Langsung beberapa menit s/d 1 jam setelah onset 10

21
1 jam s/d 24 jam setelah onset 7,5
Sesaat tapi pulih kembali 6
>24 jam setelah onset 1
Tidak ada 0

5 Muntah Proyektil
Langsung beberapa menit s/d 1 jam setelah onset 10
1 jam s/d 24 jam setelah onset 7,5
>24 jam setelah onset 1
Tidak ada 0

Nilai tertinggi pada skor Hasanuddin adalah 44 dan nilai terendah: 2


Interpretasi skor Hasanuddin
1. Skor <15 mengarah kepada stroke infark
2. Skor >15 mengarah kepada stroke hemoragik

2.7.4 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Penunjang9
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien dengan stroke perlu dilakukan pemeriksaan darah lengkap
untuk melihat adanya anemia, leukositosis, dan jumlah platelet. Selain itu, dapat
dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS), fungsi koagulasi, fungsi hepar
dan ginjal serta pemeriksaan enzim jantung (untuk mengeklusi gangguan jantung).
Pemeriksaan Imaging
Pada kasus stroke, CT scan kepala menjadi pemeriksaan baku emas (gold
standar) karena dapat membedakan stroke hemoragik dan stroke infark.
EKG dan ekokardiografi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencari faktor risiko stroke akibat
penyakit jantung.
Pemeriksaan pungsi lumbal dapat dilakukan apabila ada kecurigaan terjadi
perdarahan subaraknoid
Tabel 8. Perbedaan Stroke Hemoragik dengan Stroke Non-Hemoragik (Infark)24

22
Stroke hemoragik (SH) Stroke non-
Gejala klinis hemoragik
Perdarahan Perdarahan (SNH)
intraserebral (PIS) subaraknoid (PSA)
Gejala defisit Berat Ringan Berat/ringan
fokal
Awitan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tidak ada
Muntah pada Sering Sering Tidak, kecuali lesi
awalnya di batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering
Kaku kuduk Jarang Biasa ada Tidak ada
Kesadaran Biasa hilang Bisa hilang sebentar Dapat hilang
Hemiparesis Sering sejak awal Awal tidak ada Sering sejak awal
Deviasi mata Bisa ada Jarang Mungkin ada
Likuor Sering berdarah Berdarah Jernih

2.8 Tatalaksana
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan
morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan.
Salah satu upaya yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah
pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan stroke secara dini yang dimulai
dari penanganan prahospital yang cepat dan tepat. Dengan penanganan yang benar
pada jam-jam pertama, angka kecacatan stroke paling tidak akan berkurang
sebesar 30%. Penanganan stroke prahospital terdiri dari deteksi gejala stroke,
pengiriman pasien yang tepat, ambulans atau transportasi yang memadai, serta
hubungan yang komprehensif dengan unit gawat darurat atau rumah sakit yang
dituju.25
Deteksi dini gejala stroke perlu dilakukan oleh keluarga dan tenaga
kesehatan untuk dapat segera melakukan pertolongan yang cepat dan tepat apabila

23
terjadi serangan stroke. Pada proses pengiriman pasien diperlukan transportasi
yang memadai. Fasilitas ideal yang harus ada yaitu meliputi personil yang terlatih,
mesin EKG, peralatan dan obat-obatan resusitasi dan gawat darurat, obat-obat
neuroprotektan, telemedisin, dan ambulans yang dilengkapi dengan peralatan
gawat darurat, antara lain, pemeriksaan glukosa (glucometer), serta kadar saturasi
02 (pulse oximeter).25

2.8.1 Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat


a. Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat
pendek, maka evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat,
sistematik, dan cermat. Evaluasi gejala dan klinis stroke meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologi dan skala stroke. 9
b. Terapi Umum
1. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
-
Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan
darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada
pasien dengan defisit neurologis yang nyata
-
Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
95%
-
Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang
tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami
penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas
-
Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia
-
Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi
oksigen
-
Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau pCO2 >50
mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
-
Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa
terpasang lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi

24
2. Stabilisasi Hemodinamik
-
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena dan hindari pernberian
cairan hipotonik seperti glukosa.
-
Dianjurkan pemasangan Central Venous Catheter(CVC), dengan tujuan
untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan
cairan dan nutrisi
-
CVC 5-12 mmHg.
-
Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi,
maka obat-obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin
dosis sedang atau tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan
darah sistolik berkisar 140 mmHg
-
Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam
pertama setelah serangan stroke infark.
-
Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi dengan
konsultasi ke kardiologi.
-
Hipotensi arterial harusdihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia
harus dikoreksi dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang
mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi.
3. Pemeriksaan Awal Fisik Umum
Pada pemeriksaan fisik umum yang perlu diperiksa :
- tekanan darah,
- pemeriksaan jantung,
- dan pemeriksaan neurologi umum awal seperti, derajat kesadaran,
pemeriksaan pupil dan okulomotor sertakeparahan hemiparesis.9
4. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
-
Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologi
pada hari-hari pertama setelah serangan stroke.
-
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita
yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK.
-
Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.

25
-
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial
meliputi, peninggian posisi kepala 200 – 300, Posisi pasien hendaklah
menghindari tekanan vena jugular, hindari pemberian cairan glukosa atau
cairan hipotonik, hindari hipertermia dan jaga normovolernia. Osmoterapi
dapat dilakukan atas indikasi, pemberian osmoterapi dapat berupa manitol
0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 - 6 jam dengan
target ≤ 310 mOsrn/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari
selama pemberian osmoterapi.Jika tidak dapat diberikan manitol, maka
perlu dipertimbangkanpemberian furosemid dengan dosis inisial 1
mg/kgBB i.v.Intubasi dapat dilakukan untuk menjaga normoventilasi
(pCO2 35 - 40 mmHg).9
Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan
operatif.Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang
adekuat dapat mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya
tekanan intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction danbucking
ventilator. Agen nondepolarized seperti vencuronium atau pancuronium
yang sedikit berefek pada histamin dan blok pada ganglion lebih baik
digunakan. Pasien dengan kenaikan krtitis TIK sebaiknya diberikan
relaksan otot sebelum suctioning atau lidokain sebagai alternatif.9
Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema
otak dan tekanan tinggi intrakranial pada stroke infark, tetapi dapat
diberikan kalau diyakini tidak ada kontraindikasi.Drainase ventrikel
dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke infark serebelar.Tindakan
bedah dekompresif pada keadaan infark sereberal yang menimbulkan efek
masa, merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa dan
memberikan hasil yang baik.9
5. Penanganan Transformasi Hemoragik
Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan
asimptomatik. Terapi transformasi perdarahan simtomatik sama dengan
terapi stroke perdarahan, antara lain dengan memperbaiki perfusi serebral
dengan mengendalikan tekanan darah arterial secara hati-hati.9

26
6. Pengendalian Kejang
-
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti
oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit.
-
Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
-
Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke infark tanpa
kejang tidak dianjurkan.
-
Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat
diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak
ada kejang selama pengobatan.9
7. Pengendalian Suhu Tubuh
- Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan
antipiretik dan diatasi penyebabnya.
- Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC atau 37,5 oC.
- Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan
hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai
kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk
mendeteksi meningitis.
- Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotik.9
8. Pemeriksaan Penunjang

2.8.2 Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat


1. Cairan
-
Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga
euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.
-
Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun
enteral).
-
Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari
ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin
sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan
ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius pada penderita panas).

27
-
Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu
diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
-
Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas
darah.
-
Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari
kecuali pada keadaan hipoglikemia.9
2. Nutrisi
-
Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi
oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
-
Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi
diberikan melalui pipa nasogastrik.
-
Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi
Karbohidrat 30-40 % dari total kalori, Lemak 20-35 % (pada gangguan
nafas dapat lebih tinggi 35-55 %), Protein 20-30% (pada keadaan stress
kebutuhan protein 1.4-2.0 g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8
g/kgBB/hari).
-
Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6
minggu, pertimbangkan untuk gastrostomi.
-
Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak
memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
-
Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang
diberikan. Contohnya, hindari makanan yang banyak mengandung vitamin
K pada pasien yang mendapat warfarin.9
3. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi
-
Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut
(aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru,
dekubitus, komplikasi ortopedi dan kontraktur) perlu dilakukan.
-
Berikan antibiotik atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan
sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman.
-
Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau memakai kasur
antidekubitus.

28
-
Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru juga harus dilakukan.
-
Pada pasien tertentu yang beresiko menderita trombosis vena dalam,
heparin subkutan 5000 IU dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid
perlu diberikan. Pada pasien imobilisasi yang tidak bisa menerima
antikoagulan, penggunaan stocking eksternal atau aspirin
direkomendasikan untuk mencegah trombosis vena dalam.9
4. Penatalaksanaan Medis Lain
- Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia (kadar
glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi
insulin. Target yang harus dicapai adalah normoglikemia. Hipoglikemia
berat (<50 mg/dl) harus diobati dengan dekstrosa 40% intravena atau infus
glukosa 10-20%.
- Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor
tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau propofol bisa
digunakan.
- Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi.
- Berikan H2 antagonis, apabila ada indikasi (perdarahan lambung).
- Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lendir, atau memandikan
pasien karena dapat mempengaruhi TIK.
- Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
- Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasiintermiten.
- Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemerikssan laboratorium, MRI,
DupleksCarotid Sonography, Transcranial Doppler, TTE, TEE, dan lain-
lain sesuai denganindikasi.
- Rehabilitasi
- Edukasi
-
Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar rumah sakit).9

29
2.8.3 Penatalaksanaan Tekanan Darah Pada Stroke Akut
Pasien stroke akut sebagian besar mengalami peningkatan tekanan darah
sistolik >140 mmHg. Penelitian di Indonesia didapatkan kejadian hipertensi pada
pasien stroke akut sekitar 73,9%. Sebesar 22,5- 27,6% diantaranya mengalami
peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg.9
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan
rutin tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluaran
neurologis. Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan
sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke. Berbagai
Gudeline (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009) merekomendasikan penurunan
tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan
memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini. 9
a. Pada pasien stroke infark akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15%
(sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila
tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolik
(TDD) >120 mmHg. Pada pasien stroke infark akut yang akan diberi terapi
trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg
dan TDD <110 mmHg. Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga
TDS <180 mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah
pemberian rtPA. Obat antihipertensi yang digunakan adalah labetalol,
nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena. 9
b. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah
pada penderita stroke. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan
penyekat beta (labetalol dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin
dan diltiazem) intravena, digunakan juga untuk penanganan nyeri.
Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, meskipun bukan
kontraindikasi mutlak.9
c. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga
lebih rendah dari target pada kondisi tertentu yang mengancam target
organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru,

30
gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut
adalah 15-25% pada jam pertama, dan TD 160/90 mmHg dalam 6 jam
pertama. 9
Tabel 9. Obat antihipertensi pada stroke akut9
Golongan/Obat Mekanisme Dosis Keuntungan Kerugian
Tiazid Aktivasi ATP- IV bolus: 50- Awitan Retensi cairan
Diazoksid* sensitive K- 100 mg; IV <5 menit dan garam,
channels infuse: 15-30 hiperglikemia
mg/menit berat, durasi
lama (1-12 jam)

ACEI ACE inhibitor 0,625-1,25 Awitan Durasi lama (6


Enalaprilat* mg IV <15 menit jam), disfumgsi
selama 15 renal
menit
Calcium Penyekat kanal 5 mg/jam IV Awitan cepat Takikardi atau
Channel kalsium 2,5 mg/ tiap (1-5 menit), bradikardia,
Blocker 15 menit, tidak terjadi hipotensi,
Nikardipin sampai target rebound yang durasi lama (4-
Clevidipin* tekanan bermakna 6 jam)
Verapamil* darah jika
Diltiazem tercapai dihentikan,
Eliminasi
tidak
dipengaruhi
oleh
disfungsi hati
atau renal,
potensi
interaksi obat
rendah.

31
Awitan cepat
<1 menit,
tidak terjadi
rebound atau
takiflaksis
Beta Blocker Antagonis 10-80 mg IV Awitan cepat Bradikardia,
Labetalol* reseptor α1, β1, tiap 10 menit (5-10 menit) hipoglikemia,
β2 sampai 300 durasi lama (2-
mg/hari; 12 jam), gagal
infuse: 0,5-2 jantung
mg/menit kongestif,
bronkospasme
Esmolol* Antagonis 0,25-0,5 Awitan Bradikardia,
selektif reseptor mg/kg IV segera, durasi gagal jantung
β1 bolus disusul singkat <15 kongestif
dosis menit
pemeliharaan
Alfa Antagonis 5-20 mg IV Awitan cepat Takikardia,
Blocker reseptor α1, α2 (2 menit), aritmia
Fentolamin* durasi singkat
(10-15 menit)
Vasodilator langsung
Hidralasin NO terkait 2,5-10 mg Serum- Hidralasin
dengan IV bolus sickness like,
mobilisasi (sampai 40 drug induced
kalsium dalam mg) lupus, durasi
otot polos lama (3-4
jam), awitan
lambat (15-
30 menit)

32
Tiopental* Aktivasi 30-60 mg IV Awitan cepat Depresi
reseptor GABA (2 menit), miokardial
durasi singkat
(5-10 menit)
Nitrogliserin Nitrovasodilator 5-100 Awitan 1-2 Produksi
μg/kg/menit menit, durasi methemoglobin,
IV 3-5 menit reflex
takikardia
*belum tersedia di Indonesia

2.8.4 Penatalaksanaan Hipotensi Pada Stroke Akut


Hipotensi arterial pada stroke akut berhubungan dengan buruknya
keluaran neurologis, terutama bila TDS <100 mmHg atau TDD <70 mmHg. Oleh
karena itu, hipotensi pada stroke akut harus diatasi dan dicari penyebabnya,
terutama diseksi aorta, hipovolemia, perdarahan, dan penurunan cardiac output
karena iskemia miokardial atau aritmia.9
Penggunaan obat vasopresor dapat diberikan dalam bentuk infuse dan
disesuaikan dengan efek samping yang akan ditimbulkan seperti takikardia. Obat-
obat vasopressor yang dapat digunakan antara lain, fenilephrin, dopamine, dan
norepinefrin. Pemberian obat-obat tersebut diawali dengan dosis kecil dan
dipertahankan pada tekanan darah optimal, yaitu TDS berkisar 140 mmHg pada
kondisi akut stroke.9
Tabel 10. Obat intravena untuk meningkatkan tekanan darah pada stroke akut9
Golongan/Obat Mekanisme Dosis Keuntungan Kerugian
Norepinefrin Agonis reseptor 4 µg/ml, Refleks
α1, α2, β1 4 dimulai 1 bradikardia,
µg/ml, titrasi vasokonstriksi
sistemik dapat
memperburuk
fungsi end
organ

Dopamin Dopamin >10 Takiaritmia,


Agonis reseptor µg/kg/menit nekrosis

33
α1 pada dosis ekstrernitas
tinggi karena iskemia
dengan
ekstravasasi,
peningkatan
tekanan
intraokular

Fenilefrin* Agonis reseptor Efek minimal Refleks


α1 dan α2 pada reseptor bradikardia
β (tidak
mempengaruhi
kontraktilitas
dan Irama
jantung

*belum tersedia di Indonesia

2.8.5 Penatalaksanaan Stroke Infark


- Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak
direkomendasikan diberikan pada kebanyakan pasien stroke infark.
- Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia perlu dilakukan
sesuai indikasi.
- Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik darah
secara karakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak
direkomendasikan.
- Pemberian Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan mencegah timbulnya
stroke ulang awal, menghentikan perburukan defisit neurologi, atau
memperbaiki keluaran setelah stroke infark akut tidak direkomendasikan
sebagai pengobatan untuk pasien dengan stroke infark akut. Antikoagulasi
urgent tidak direkomendasikan pada penderita dengan stroke akut sedang
sampai berat karena meningkatnya risiko komplikasi perdarahan
intrakranial. Inisiasi pemberian terapi antikoagulan dalam jangka waktu 24
jam bersamaan dengan pemberian intravena rtPA tidak
direkomendasikan.Secara umum, pemberian heparin, LMWH atau

34
heparinoid setelah stroke infark akut tidak bermanfaat. Namun, beberapa
ahli masih merekomendasikan heparin dosis penuh pada penderita stroke
infark akut dengan risiko tinggi terjadi reembolisasi, diseksi arteri atau
stenosis berat arteri karotis sebelum pembedahan. Kontraindikasi
pemberian heparin juga termasuk infark besar >50%, hipertensi yang tidak
dapat terkontrol, dan perubahan mikrovaskuler otak yang luas.9
-
Pemberian antiplatelet seperti Aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24
sampai 48 jam setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke infark
akut. Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi
akut pada stroke, seperti pemberian rtPA intravena. Jika direncanakan
pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan. Penggunaan aspirin
sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam setelah pemberian obat
trombolitik tidak dierkomendasikan. Pemberian klopidrogel saja, atau
kombinasi dengan aspirin, pada stroke infark akut, tidak dianjurkan,
kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik, misalnya angina pectoris
tidak stabil, non-Q-wave MI, atau recent stenting, pengobatan harus
diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian. 9
-
Hemodilusi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak
dianjurkan dalam terapi stroke infark akut.
-
Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi
stroke infark akut.
-
Dalam keadaan tertentu, vasopressor terkadang digunakan untuk
memperbaiki aliran darah ke otak (cerebral blood flow). Pada keadaan
tersebut, pemantauan kondisi neurologis dan jantung harus dilakukan
secara ketat.
-
Tindakan endarterektomi carotid pada stroke infark akut dapat
mengakibatkan risiko serius dan keluaran yang tidak baik. Tindakan
endovascular belum menunjukkan hasil yang bermanfaat, sehingga tidak
dianjurkan. 9
-
Pemakaian obat-obatan neuroprotektor belum menunjukkan hasil yang
efekif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun, citicolin

35
sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan
citicolin pada stroke infark akut dengan dosis 2 x 1000 mg intravena 3 hari
dan dilanjutkan dengan oral 2 x 1000 mg selama 3 minggu dilakukan
dalam penelitian ICTUS (International Citicholin Trial in Acute Stroke, on
going). Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh PERDOSSI secara
multisenter, pemberian Plasmin oral 3 x 500 mg pada 66 pasien di 6 rumah
sakit pendidikan di Indonesia menunjukkan efek positif pada penderita
stroke akut berupa perbaikan motorik, score MRS dan Barthel index. 9
2.8.6 Terapi Spesifik Stroke Akut

Prosedur Aplikasi Pemberian Terapi Trombolisis rTPA pada Stroke


Iskemik Akut9
-
Rekomendasi pengobatan stroke didasarkan pada perbedaan antara
kerugian dalam tatalaksana yang diberikan. Fibrinolitik dengan rTPA
secara umum memberikan keuntungan reperfusi dari lisisnya trombus dan
perbaikan sel serebral yang bermakna. Pemberian fibrinolitik merupakan
rekomendasi yang kuat diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis
stroke infark akut ditegakkan (awitan 3 jam pada pemberian intravena dan
dalam 6 jam pada pemberian intra arterial). 9
1. Kriteria inklusi
- Usia > 18 tahun
- Diagnosis klinis stroke dengan defisit neurologis yang jelas
- Awitan dapat ditentukan secara jelas (<3 jam, AHA guideline 2007
atau <4,5 jam, ESO 2009)
- Tidak ada bukti perdarahan intrakranial dari CT-Scan
- Pasien atau keluarga mengerti dan menerima keuntungan dan resiko
yang mungkin timbul dan harus ada persetujuan secara tertulis dari
penderita atau keluarga untuk dilakukan terapi rTPA
2. Kriteria eksklusi
- Usia>80 tahun

36
- Defisit neurologi yang ringan dan cepat membaik atau perburukan
defisit neurologi yang berat
- Gambaran perdarahan intrakranial pada CT Scan
- Riwayat trauma kepala atau stroke dalam 3 bulan terakhir
- Infark multilobar (gambaran hipodens > 1/3 hemisfer serebri
- Kejang pada saat onset stroke
- Kejang dengan gejala sisa kelainan neurologis post iktal
- Riwayat stroke atau cedera kepala berat dalam 3 bulan sebelumnya
- Perdarahan aktif atau trauma akut (fraktur) pada pemeriksaan fisik
- Riwayat pembedahan mayor atau trauma berat dalam 2 minggu
sebelumnya
- Riwayat perdarahan gastrointestinal atau traktus urinarius dalam 3
minggu sebelumnya
- Tekanan darah sistolik > 185 mmHg, diastolik >110 mmHg
- Glukosa darah <50 mg/dl atau > 400 mg/dl
- Gejala perdarahan subarachnoid
- Pungsi arteri pada tempat yang tidak dapat dikompresi atau pungsi
lumbal dalam 1 minggu sebelumnya
- Jumlah platelet <100.000/mm3
- Mendapat terapi heparin dalam 48 jam yang berhubungan dengan
peningkatan aPTT
- Gambaran klinis adanya perikarditis pascainfark miokard
- Infark miokard dalam 3 bulan sebelumnya
- Wanita hamil
- Tidak sedang mengkonsumsi antikoagulan oral atau bila sedang dalam
terapi antikoagulan hendaklah INR < 1,7.

2. Rekomendasi NIH tentang Response Time Pasien yang akan Diberikan


rTPA di Unit Gawat Darurat
Golden hour untuk rencana pemberian rTPA (< 60 menit)
- Pasien tiba di IGD dengan diagnosis stroke

37
- Evaluasi dan pemeriksaan pasien oleh triage (termasuk anamnesis,
permintaanlaboratorium dan menilai NIHSS) waktu < 10 menit
- Didiskusikan oleh tim stroke (termasuk keputusan dilakukan
pemberianrTPA) waktu < 15 menit
- Dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala, waktu <25 menit
- Hasil pemeriksaan CT-Scan kepala dan laboratorium, waktu < 45
menit
- Pemberian rTPA (bila pasien memenuhi kriteria inklusi), waktu < 60
menit

Protokol penggunaan rTPA intravena


- Infus rTPA 0,9 mg/kg (maksimum 90 mg) dalam 60 menit dengan
10% dosisdiberikan sebagai bolus dalam 1 menit
- Masukkkan pasien ke ICU atau unit stroke untuk pemantauan
- Lakukan penilaian neurologi setiap 15 menit selama pemberian infus
dalamsetiap 30 menit setelahnya selama 6 jam berikutnya, kemudian
tiap jam hingga24 jam setelah terapi
- Bila terdapat nyeri kepala berat, hipertensi akut, mual, atau muntah,
hentikaninfus (bila rTPA sedang dimasukkan) dan lakukan CT Scan
segera
- Ukur tekanan darah setiap 15 menit selama 2 jam pertama dan setaip
30 menitselama 6 jam berikutnya, dan kemudian setiap jam hingga 24
jam setelahterapi
- Naikkan frekuensi pengukuran tekanan darah bila tekanan darah
sistolik > 180mmHg atau bila diastolik > 105 mmHg; berikan
medikasi antihipertensi untukmempertahankan tekanan darah pada
level ini atau level dibawahnya
- Tunda pemasangan pipa nasogastrik, kateter urin atau kateter
tekananintraarterial
- Lakukan CT Scan untuk follow up dalam 24 jam sebelum pemberian
antikoagulan atau antiplatelet.

38
2.9 Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien stroke adalah bronkopneumonia,
stress ulcer, ulkus dekubitus, hiponatremia, thrombosis vena dalam, spastisitas,
disfagia, disfungsi kandung kemih dan pencernaan, dan bias depresi.9
Prognosis stroke bergantung pada seberapa efisien dan cepat pasien
mendapatkan penanganan. Pasien yang sudah pernah mengalami stroke lebih
berisiko terkena serangan stroke ulang dan infark miokard.19

39
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Stroke adalah manifestasi klinis gangguan fungsi serebral, baik fokal
maupun global yang berlangsung dengan onset mendadak, berlangsung lebih dari
24 jam (kecuali disebabkan oleh pembedahan atau kematian), tanpa adanya tanda-
tanda penyebab selain gangguan vaskuler. Terdapat dua jenis stroke yaitu iskemik
dan hemoragik. Stroke iskemik atau juga dikenal sebagai infark serebri
disebabkan karena adanya penyumbatan yang menghalangi aliran darah ke otak,
sedangkan stroke hemoragik disebabkan oleh pembuluh darah yang pecah di
dalam atau di permukaan otak. Stroke iskemik prevalensinya lebih tinggi
dibandingkan stroke hemoragik. Stroke iskemik disebabkan oleh tiga mekanisme
utama, yaitu trombosis, embolisme dan penurunan perfusi sitemik.

Diagnosis stroke dapat didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan neurologis serta pemeriksaan penunjang berupa radiologi CT scan
kepala atau MRI kepala yang merupakan gold standard. Deteksi dini,
penatalaksanaan yang cepat dan tepat dibutuhkan untuk menurunkan morbiditas,
mortalitas serta disabilitas akibat stroke.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Guo Y, Li P, Guo Q, et al. Pathophysiology and Biomarkers in Acute Ischemic


Stroke – A Review; Tropical Journal of Pharmaceutical Research December 2013;
12 (6): 1097-1105.
2. Thorvaldsen P, Kuulasmaa K, Rajakangas AM, Rastenyte D, Sarti C,
Wilhelmsen L. Stroke Trends in the WHO MONICA Project. Stoke. 1997;28:
500-506.
3. Kanyal N. The Science of Ischemic Stroke: Pathophysiology &
Pharmacological Treatment; International Journal of Pharma Research &
Review, Oct 2015; 4(10):65-84
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Riset Kesehatan Dasar Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI; 2007. h.68-72.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Riset Kesehatan Dasar.Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI; 2013. h.223-226.
6. Kementerian Kesehatan RI. Infodatin : Situasi Kesehatan Jantung. 2014.
(Available at:
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/info
datin-jantung.pdf ) Accessed on 16 June 2018.
7. Caplan LR. Caplan’s Stroke Clinical Approach. 4th edition. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2009. p.581-604
8. Chung JW, Park SH, Kim N, et al. Trial of ORG 10172 in Acute Stroke
Treatment (TOAST) Classification and Vascular Territory of Ischemic Stroke
Lesions Diagnosed by Diffusion-Weighted Imaging; Journal of the American
Heart Association 2014;3:e001119.
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2011. Guideline stroke tahun
2011. PERDOSSI.
10. Duus P, Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala; Ed ke
4; EGC; Jakarta, 2010; 372-390.

41
11. Chen RL, Balami JS, Esiri MM, et al. Ischemic stroke in the elderly: an
overview of evidence; Nat. Rev. Neurol. 6, 256–265. 2010
12. Setyopranoto I. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan; CDK 185/Vol.38
no.4/Mei-Juni 2011.
13. Sacco RL, Benjamin EJ, Broderick JP, Dyken M, Easton JD, Feinberg WM, et
al. Americans Heart Association Prevention Conference, IV: Primary
Prevention and Rehabilitation of Stroke: Risk Factor. Stroke. 1997; 28: 1507-
1517.
14. Adams HP, Bendixen BH, Kappelle J, et al. Classification of Subtype of
Acute Ischemic StrokeDefinitions for Use in a Multicenter Clinical Trial. Vol
24, No 1 January 1993, 35-41
15. Hansson GK. 2005. Inflammation, Atherosclerosis, and Coronary Artery
Disease. N Engl J Med (2005); 352: 1685-95.
16. Packard RRS dan Libby P. 2008. Inflammation in Atherosclerosis: From
Vascular Biology to Biomarker Discovery and Risk Prediction.Clinical
Chemistry. 2008; 54: 24-38.
17. Ross R. 1999. Atherosclerosis - an Inflammatory Disease,NEng J Med ; 340:
115–26.
18. Libby P dan Ridker PM. 2004. Inflammation and Atherosclerosis: Role of C-
Reactive Protein in Risk Assessment.Am J Med. 2004;116: 9-16
19. Sitorus F, Ranakusuma TAS. Penyakit Serebrovaskular Serangan Otak-Brain
Attack: Transient Ischemic Attacks (TIA) – Reversible Ischemic Neurologic
Defisit (RIND) – Stroke. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibarata
M, Setihayadi B, Syam AF. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta:
Interna Publishing; 2014. hal.1555-1566.
20. Munro et al. A Pilot Study Evaluating the Use of ABCD2 Score in Pre-
Hospital Assessment of Patients with Suspected Transient Ischaemic Attack:
Experience and Lessons Learned. Experimental and Translational Stroke
Medicine. 2016.
21. Suwanwela NC, Poungvarin N. Stroke Burden and Stroke Care System in
Asia. Neurology India, 2016; 64(7): 46-51.

42
22. Jojang H, Runtuwene T, Maja PS. Perbandingan NIHSS pada pasien stroke
hemoragik dan non-hemoragik yang rawat inap di Bagian Neurologi RSUP
Prof. Dr. R. D. KandouManado. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1,
Januari-Juni 2016
23. Widiastuti P, et al. 2015. Sistem Skoring Diagnostik untuk Stroke: Skor
Siriraj. CDK-233. Vol. 42(10).
24. Dewanto G, Suwini WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan Praktis Diagnosis dan
Tatalaksana Penyakit Saraf. 2011. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
25. Jojang H, Runtuwene T, Maja PS. Perbandingan NIHSS pada pasien stroke
hemoragik dan non-hemoragik yang rawat inap di Bagian Neurologi RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1,
Januari-Juni 2016

43

Anda mungkin juga menyukai