Z DENGAN
STROKE INFARK DI RUANG ICU RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH
BANDUNG
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat
dan Keperawatan Kritis
Dosen Pengampu: Santy Sanusi, S.Kep., Ners, M.Kep.
Disusun oleh:
Rika Libriati.R, S.Kep.
402018076
Mengesahkan,
KATA PENGANTAR
ii
Segala puji bagi allah swt yang telah memberikan rahmat dan karunianya
kepada kita semua, sehingga atas ijin, anugrah, kekuatan lahir dan batin penulis
dapat menyelesaikan tugas laporan kasus asuhan keperawatan kegawatan darurat
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn.Z Dengan Kegawatan Stroke Infark di
Ruang ICU Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung”, tepat pada waktunya.
Penulisan laporan kasus ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas
dalam stase Asuhan Keperawatan Kritis dalam program studi keperawatan profesi
ners STIKes ‘Aisyiyah Bandung.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan tugas ini masih memilki
banyak kekurangan, hal ini tidak lepas dari terbatasnya pengetahuan dan wawasan
yang dimilki penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi terciptanya laporan yang lebih baik.Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada Ibu Santy Sanusi, S.Kep., Ners, M.Kep. selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan arahan dalam penyusunan laporan. Selain itu, kepada
pembimbing di lahan rumah sakit, yaitu Ibu Euis, S.Kep., Ners dan Ibu Wita A,
S.Kep., Ners serta staf/perawat ruangan icu yang telah membantu dalam proses
penyusunan laporan. Semoga amal kebaikan yang telah diberikan kepada penulis
mendapat pahala Allah SWT. Demikan laporan ini penulis buat, semoga
bermanfaat bagi dunia keperawatan.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................5
A. Latar Belakang..............................................................................................5
B. Tujuan...........................................................................................................7
C. Sistematika Penulisan...................................................................................7
B. Konsep Penyakit.........................................................................................13
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................48
A. Pangkajian Keperawatan.............................................................................48
B. Diagnosa Keperawatan...............................................................................50
C. Perencanaan................................................................................................52
D. Implementasi Keperawatan.........................................................................53
E. Evaluasi Keperawatan.................................................................................54
A. Kesimpulan.................................................................................................56
1. Pengkajian Keperawatan.........................................................................56
iv
2. Diagnosa Keperawatan............................................................................56
3. Perencanaan Keperawatan.......................................................................56
4. Implementasi Keperawatan.....................................................................57
5. Evaluasi Keperawatan.............................................................................57
B. Saran............................................................................................................57
1. Bagi perawat...............................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................58
v
vi
7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian nomor tiga dan
penyebab kecacatan nomor satu di seluruh dunia, sebanyak 80-85% stroke non
hemoragik (Muhammad Hayyi, 2010). Who memprediksi bahwa penyebab
kematian di dunia yang disebabkan oleh stroke akan meningkat seiring dengan
meningkatkan kematian akibat kanker dan jantung. Stroke secara klasik ditandai
oleh defisit neurologis yang disebabkan oleh cedera fokus akut dari system saaf
pusat (SSP) oleh penyebab vaskular termasuk infark cerebral, perdarahan
intracerebral, dan perdarahan subarchnoid (sacco et al, 2013). Berdasarkan
kelainan patologisnya stroke dibedakan menjadi dua jenis yaitu, stroke
hemoragic dan stroke non hemoragic. Stroke hemoragic diakibatkan oleh
pecahnya pembuluh darah di otak, sedangkan stroke non hemoragic disebabkan
oleh oklusi pembuluh darah otak yang kemudian menyebabkan terhentinya
pasokan oksigen dan glukosa ke otak (Zuryati & Adityo, 2016).
Angka kejadian pada masing-masing stroke ini berbeda-beda. Di negara
Amerika diperkirakan pada setiap tahunnya kejadian stroke masih sekitar
500.000 pasien stroke baru dan 150.000 pasien meninggal dengan stroke. Di
Negara maju insiden stroke hemoragik berkisar 15-30%, dan stroke non
hemoragic antara 70-85 %. Akan tetapi untuk Negara-negara berkembang
seperti Asia kejadian stoke hemoragic lebih tinggi dengan presentase 30 % dan
stroke non hemoragic 70 % (Junaidi, 2011).
Di Indonesia sendiri, stroke merupakan penyebab kematian pada seluruh
kelompok usia dengan 15,4% dari keseluruhan kematian (satu dari tujuh orang
meninggal akibat stroke). Stroke juga merupakan penyebab utama ketiga dari
kecacatan hidup setiap tahun di dunia (Murray et al., 2013). Seperempat (25%)
dari orang-orang yang menderita stroke meninggal dan lainnya (75%) memiliki
8
cacat ringan atau berat (Depkes, RI, 2013). Prevalensi stroke di Indonesia
meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2013, yaitu 8,3/1000 menjadi 12,1/1000
penduduk (Depkes RI, 2013). Data lainnya yang ditunjukkan oleh Riskesdas
tahun 2007 usia 45-54 tahun sekitar 8 % terjadi stroke dan tahun 2013
meningkat menjadi 10 %. Jumlah penderita stroke usia 55-64 tahun pada tahun
2007 sebanayak 15 % dan pada tahun 2013 mencapai 24 %.
Melihat fenomena tersebut bisa jadi kejadian tersebut akan meningkat
setiap tahunnya. Adapun gejala neurologis yang timbul tergantung berat
gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinik stroke dapat
menyebabkan penurunan kesadaran, afasia, nyeri kepala, dan penurunan fungsi
motorik. Perubahan tersebut memmpengaruhi struktur fisik da n mental,
sehingga dengan adanya perubahan tersebut mbolisasi penederita akan
mengalami kemunduran aktivitas seperti kelemahan menggerakan anggota
tubuh, ketidakmampuan bicara dan ketidakmapuan fungsi motorik lainnya
(Smeltzer dan bare,2002). Hal tersebut dapat menyebabkan kecacatan pada
penderita stroke dan lebih lanjut jika tidak tertangani dengan tepat dapat
menyebabkan kematian.
Pentalaksanaan stroke yang tepat menjadi tantangan dan bagian penting
dalam mencegah komplikasi lebih lanjut untuk dapat menurunkan angka
kejadian mortalitas dan mordibitas. Penanganan dan Pengelolan stroke yang
tepat memerlukan strategi dan sistem yang baik, intervensi yang cepat dan tepat
terutama di ruang ICU yang akan membawa dampak signifikan untuk
mengurangi resikonya dan gejala sisa. Penatalaksaan stroke dapat dilakukan
dengan metode dan pentalaksanaan sesuai teori yang telah ditetapkan yang
dikondisikan dengan keadaan klinis klien. Sehingga dibutuhkan kemampuan
petugas kesehatan khususnya perawat dalam tata kelola untuk mengurangi
resiko yang dapat menyebabkan kematian. Melihat fenomena di atas penulis
akan memamparkan dan menyusun laporan mengenai asuhan keperawatan pada
pasien dengan kondisi stroke infark.
9
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat menyusun dan melaksankan asuhan keperawatan
mengenai asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien dengan kondisi
stroke infark.
2. Tujuan khusus
a) Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada pasien mengenai asuhan
keperawatan pada pasien dengan kondisi stroke infark .
b) Mahasiswa dapat menyusun diagnosa keperawatan pada pasien mengenai
asuhan keperawatan pada pasien dengan kondisi stroke stroke infark.
c) Mahasiswa dapat menyusun perencanaan pada pasien mengenai asuhan
keperawatan pada pasien dengan kondisi stroke infark.
d) Mahasiswa dapat melaksanakan implementasi mengenai asuhan
keperawatan pada pasien dengan kondisi stroke infark.
e) Mahasiswa dapat melakukan evaluasi pada pasien mengenai asuhan
keperawatan pada pasien dengan kondisi stroke infark..
C. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan laporan ini, penulis membuat sistematika penulisan
sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan baik secara
umum maupun khusus, dan sistematika pembahasan.
2. Bab II Tinjauan Pustaka
Terdiri dari landasan teori tentang asuhan keperawatan mengenai
asuhan keperawatan pada pasien dengan kondisi stroke infark.
3. Bab III Tinjauan Kasus
Pada bab ini, penulis mengemukakan proses asuhan keperawatan pada
pasien mulai dari pengkajian, penentuan diagnosa, penentuan intervensi,
pelaksanaan implementasi, dan evaluasi.
10
4. Bab IV Pembahasan
Pada bab ini akan menguraikan kesenjangan antara teori dan data-data
yang telah diperoleh dari kasus serta analisa jurnal untuk menguraikan
analisis dan pembahasan hasil laporan.
5. Bab V Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini menguraikan kesimpulan dari seluruh laporan yang telah
dilakukan.
11
BAB II
TINJAUAN TEORI
Gambar 2.1
Sumber pustekomdep diknas (2008)
pemakaian oksigen tubuh, dan sekitar 400kilo kalori energi setiap harinya.
Secara anatomis sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan 12
pasang saraf cranial. Saraf perifer dapat terdiri dari neuron-neuron yang
menerima pesan-pesan neural sensorik (aferen) yang menuju ke system saraf
pusat, dan atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari system
saraf pusat. Saraf spinal menghantarkan pesan-pesan tersebut maka saraf
spinal dinamakan saraf campuran.
Sistem saraf somatic terdiri dari saraf campuran. Bagian aferen membawa
baik informa sisensorik yang disadari maupun informasi sensorik yang tidak di
sadari. Sistem saraf otonom merupakan sistem saraf campuran. Serabut-serabut
aferennya membawa masukan dari organ-organ visceral. Saraf parasimpatis
adalah menurunkan kecepatan denyut jantung dan pernafasan, dan meningkatkan
pergerakan saluran cerna sesuai dengan kebutuhan pencernaan dan pembuangan.
2. Fisiologis
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat
computer dari semua alat tubuh. Bagian dari saraf sentral yang terletak didalam
rongga tengkorak (cranium) dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak
terletak dalam rongga cranium berkembang dari sebuah tabung yang mulanya
memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal.
a. Otak depan menjadi hemifer serebri, korpus striatum, thalamus, serta hipotalamus.
b. Otak tengah, trigeminus, korpus callosum, korpus kuadrigeminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan serebellum.
Fisura dan sulkus membagi hemifer otak menjadi beberapa daerah. Korteks
serebri terlipat secara tidak teratur. Lekukan diantara gulungan serebri disebut
sulkus. Sulkus yang paling dalam membentuk fisura longitudinalis dan lateralis.
Daerah atau lobus letaknya sesuai dengan tulang yang berada diatasnya
(lobusfrontalis, temporalis, parientalis dan oksipitalis).
Fisura longitudinalis merupakan celah dalam pada bidang media lateralis
memisahkan lobus temporalis dari lobus frontalis sebelah anterior dan lobus
parientalis sebelah posterior. Sulkus sentralis memisahkan lobus parientalis
13
sebelah posterior. Sulkus sentralis juga memisahkan lobus frontalis dan lobus
parientalis.
a. Cerebrum
Cerebrum (otak besar) merupakan bagian terbesar dan terluas dari otak,
berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masing-
masing disebut fosakranialis anterior atas dan media. Kedua permukaan ini
dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian korteks serebral
dan zat putih terdapat pada bagian dalam yang mengandung serabur syaraf. Pada
otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu:
1. Lobus frontalis adalah bagian dari serebum yang terletak dibagian
sulkus sentralis.
2. Lobus parientalis terdapat didepan sulkus sentralis dan dibelakang
oleh korako oksipitalis.
3. Lobus temporalis terdapat di bawah lateral dari fisura serebralis dan
didepan lobus oksipitalis.
4. Oskipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebum.
Korteks serebri selain dibagi dalam lobus juga dibagi menurut fungsi dan
banyaknya area. Cambel membagi bentuk korteks serebri menjadi 20 area.
Secara umum korteks dibagi menjadi empat bagian:
1. Korteks sensoris, pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang
mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau
bagian tubuh tergantung ada fungsi alat yang bersangkutan. Disamping itu juga
korteks sensoris bagian fisura lateralis menangani bagian tubuh bilateral lebih
dominan.
2. Korteks asisiasi. Tiap indra manusia, lorteks asosiasi sendiri merupakan
kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berpikir,
rangsangan yang diterima diolah dan disimpan serta dihubungkan dengan
data yang lain. Bagian anterior lobus temporalis mempunyai hubungan dengan
fungsi luhur dan disebut psikokorteks.
14
B. Konsep Penyakit
1. Definisi
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi
karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa
terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke
otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-
16
arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne,
2002: 2131).
2. Etiologi
Ada beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)
a. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah.
Trombosis serebri ini disebabkan karena adanya:
1) Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding
pembuluh darah
2) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan
viskositas/ hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah
cerebral
3) Arteritis: radang pada arteri.
b. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan
yang dapat menimbulkan emboli:
1) Penyakit jantung reumatik
2) Infark miokardium
3) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil
yang dapat menyebabkan emboli cerebri
4) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
a. Hipertensi.
17
3. Tanda gejala
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
dekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa
karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya (Muttaqin 2008).
a) Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia).
b) Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”.
c) Tonus otot lemah atau kaku.
d) Menurun atau hilangnya rasa.
e) Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”.
18
berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia
karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung
sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran
darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding
pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus
mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah
yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang- kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan
perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik
infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses
atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang
tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah.
Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau
ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro
vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak,
hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan
ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Jika sirkulasi
serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6
menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
20
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya
henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan
mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase
otak. Elemen- elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik
akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah
yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar
menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko
kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan
lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-
60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah
5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin
2008).
21
5. Pathways
22
23
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaaan diagnostik menurut David & Jhon (2009) adalah:
a. Angiografi cerebral untuk menentukan penyebab stroke hemoragic. Seperti
peradarahan atau obstruksi arteri.
b. Computer topografi (CT) scan otak untuk memperlihatkan adanya edem,
hematom iskemia dan adanya infark.
c. Magnetic resonance imaging (MRI) menunjukkan daerah yang mengalami
infark hemologi Malvormasi Arterio Vena (MAV).
d. Ultrasonografi doppler untuk mengidentifikasi penyakit arteri vena
(masalah sistem arteri keritis).
e. Electroencephalography (EEG) untuk mengidentifikasi masalah berdasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
f. Pemeriksaan syaraf kranial menurut (Judha, M., Rahil, H.N, 2011)
1) Olfaktorusius (N.I): Untuk menguji saraf ini digunakan bahan- bahan
yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah.
Letakkan salah satu bahan tersebut di depan salah satu lubang hidung orang
tersebut sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup
matanya. Kemudian pasien diminta untuk memberitahu saat mulai
tercium baunya bahan tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan
bahan yang diciumnya. Hasil pemeriksan normal mampu membedakan
zat aromatis lemah.
2) Optikus (N.II): Ada enam pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu
penglihatan sentral, kartu snellen, penglihatan perifer, refleks pupil,
24
b)Breathing
Penurunan perfusi jaringan akan mengakibatkan gangguan hemodinamik,
jantung terganggu, terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi
maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinan karena aspirasi), cenderung
terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
c) Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat,
merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
d) Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan
otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada
ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi
gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memori).
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi,
disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
e) Bladder
Pada keadaan syok akan terjadi penurunan perfusi jaringan sehingga akan terjadi
gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
28
f) Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan
menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
g) Bone
Pasien stoke sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang
lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas
atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau
putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain
itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
h)Aktivitas dan istirahat
Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis.
Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot ). Perubahan tingkat
kesadaran, perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia )
, kelemahan umum, dan gangguan penglihatan
i) Sirkulasi
Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung ,
endokarditis bacterial ), polisitemia. Hipertensi arterial, disritmia, perubahan
EKG, pulsasi : kemungkinan bervariasi, denyut karotis, femoral dan arteri iliaka
atau aorta abdominal.
j) Integritas ego
Perasaan tidak berdaya, hilang harapan, emosi yang labil dan marah yang tidak
tepat, kesedihan, kegembiraan, kesulitan berekspresi diri.
k)Eliminasi
Inkontinensia, anuria, distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak
adanya suara usus ( ileus paralitik )
l) Makan/ minum
Nafsu makan hilang, ausea / vomitus menandakan adanya PTIK, kehilangan
sensasi lidah, pipi, tenggorokan, disfagia, riwayat DM, peningkatan lemak dalam
darah. Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring),
obesitas ( faktor resiko), sensori neural. Pusing / syncope ( sebelum CVA /
29
sementara selama TIA), nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau
perdarahan sub arachnoid. Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena
terlihat seperti lumpuh/mati, penglihatan berkurang, sentuhan : kehilangan
sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi yang
sama). Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
m) Status mental
Koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah laku (seperti:
letargi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
n)Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke,
genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflek tendon
dalam (kontralateral).Wajah: paralisis / parese (ipsilateral), afasia ( kerusakan
atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata-kata,
reseptif / kesulitan berkata-kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil,
apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik, reaksi dan ukuran
pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral.
o)Nyeri / kenyamanan
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya, tingkah laku yang tidak stabil,
gelisah, ketegangan otot / fasial.
p)Respirasi
Perokok ( faktor resiko ), kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas,
timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi
17) Keamanan
Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi terhadap
tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh
yang sakit, tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali, gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh, gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri
18) Interaksi sosial
30
a) Komunikasi meningkat.
b)Komunikasi ekspresif.
c) Komunikasi resepresif.
d)Gerakan berkoordinasi.
e) Mampu memperoleh, mengatur dan menggunakan informasi.
f) Mampu mengontrol respons ketakutan dan kecemasan terhadap ketidakmampuan
berbicara.
g)Mampu memanajemen kemampuan fisik yang dimiliki.
h)Mampu mengomunikasikan kebutuhan dengan lingkungan.
Intervensi:
a) Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan.
b)Berdiri di depan pasien ketika berbicara.
c) Gunakan komunikasi terapeutik.
d)Dengarkan dengan penuh perhatian.
e) Beri pujian positif.
6) Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
Tujuan: tidak terjadi aspirasi pada pasien.
Kriteria hasil:
a) Dapat bernafas dengan mudah, frekuensi pernafasan normal.
b)Mampu menelan,mengunyah tanpa terjadi aspirasi.
Intervensi:
a) Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan.
b)Pelihara jalan nafas.
c) Lakukan saction bila diperlukan.
d)Haluskan makanan yang akan diberikan.
e) Haluskan obat sebelum pemberian.
7) Resiko Injuri berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
Tujuan: tidak terjadi trauma.
Kriteria hasil:
a) Bebas dari cedera.
34
b)Mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan dan cara untuk mencegah
cedera menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
Intervensi:
a) Menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien.
b)Memberikan informasi mengenai cara mencegah cedera.
c) Memberikan penerangan yang cukup.
d)Menganjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien.
8)Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran
Tujuan: pola nafas pasien efektif.
Kriteria hasil:
a) Menujukkan jalan nafas paten ( tidak merasa tercekik, irama nafas normal,
frekuensi nafas normal,tidak ada suara nafas tambahan.
b)Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
a) Pertahankan jalan nafas yang paten.
b)Observasi tanda-tanda hipoventilasi.
c) Berikan terapi O2.
d)Dengarkan adanya kelainan suara tambahan.
e) Monitor vital sign.
9) Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang paparan
sumber informasi
Tujuan: pasien mengerti proses penyakitnya dan Program perawatan serta terapi
yg diberikan.
Kriteria hasil:
a) Menjelaskan kembali tentang penyakit.
b)Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas.
Intervensi:
a) Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya.
b)Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi kemungkinan
penyebab. Jelaskan kondisi tentang klien.
c) Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan.
35
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
Pendidikan SD SMP
SMA/SMK Diploma
No. RM 730626
Rujukan Ya Tidak
Puskesmas
………………………………………..
Dokter praktek
…………………………………....
2. ANAMNESA
a. Keluhan Utama
Keluhan yang paling dominan dirasakan pasien atau kondisi terakhir pasien yang
tampak dominan berdasarkan masalah ABC (Airway, Breathing, Circulation):
1) Airway : jalan nafas bersih , tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada secret
2) Breathing : RR 30 x/menit, irama teratur, ada tarikan otot intercostal, tidak ada nafas
cuping hidung, reflek batuk +, terpasang O2 sungkup Nonrebriting 10 liter / menit,
suara nafas vesikuler, wheezing -/-, ronchi +/+.
3) Circulation
TD : 117/67 mmHg, nadi 103x/menit reguler, suhu : 38 ˚C, akral hangat, capillary
refill 2 detik.
Keluhan nyeri Ya Tidak terkaji
Area/lokasi nyeri ………………….. Skala nyeri…………………………
Penyebaran………………………….. Kualitas……………………………….
Frekwensi & durasi…………………. Cara mengurangi nyeri ………………
Nyeri meningkat apabila …………………………………………………………
3
Menurut penuturan keluarga tidak ada yang memiliki kondisi penyakit seperti ini dalam
keluarga pasien.
1. PEMERIKSAAN FISIK
A. KEADAAN UMUM
Wheezing Gargling
Pada lobus mana, lobus kiri bagian
Crackles atas
Bau napas keton Ya Tidak
Irama & kedalaman Dispneu Kusmaul Cheynestokes
Ortopneu
Kecepatan Eupneu Bradipneu Tachipneu
Apneu
Retraksi dada Simetris Asimetris Flial chest
Penggunaan otot bantu pernapasan Ya Tidak
Penurunan kotraksi otot pernapasan Ya Tidak
Peningkatan diameter anterior posterior Ya Tidak
Pernapasan bibir Ya Tidak
Pernapasan cuping hidung Ya Tidak
Posisi trachea Lurus Bergeser
Bila trachea bergeser,ke arah manakah Kiri Kanan
Jejas/lebam dada Kiri Kanan
Luka terbuka dada dengan sucking
wound Ya Tidak
Krepitasi Ya Tidak
Hasil perkusi
Dullness Kiri Kanan
Timpani / hipertimpani Kiri Kanan
Sonor / hipersonor Kiri Kanan
C. PERSARAFAN
FOUR Score ……………………….. GCS Score : E 2 M 2 V 2= 6
Riwayat sincope Ya Tidak
Bila (ya) berapa Berapa lama
kali…………………….. sincope…………………….
Diameter pupil Simetris Asimetris Ki/ka 3/3 cm
Refleks cahaya Dilatasi Midriasis
Nyeri kepala Ya Tidak Skala nyeri: tidak
Merasa berputar Ya Tidak
Bila (ya) Muntah Limbung Rasa takut jatuh
Tekanan Intra Cranial (ICP) tidak terkaji Tekanan Perfusi Serebral tidak terkaji
mmHg mmHg
Kejang Ya Tidak
Frekwensi Kejang…………………..kali Berapa lama setiap kejang……..………..
Kaku kuduk Ya Tidak
Tanda dolls eyes Ya Tidak
Paralisis Ya Tidak
Bila (ya) dimana Hemiparesis Paraplegi
Kanan Kiri
6
Atas Bawah
Refleks Mengedip
D. CARDIOVASKULER
Ya, Lingkar
Ascites Tidak perut………....cm
7
F. PERKEMIHAN
Pola berkemih Normal Melalui kateter urine
Ya, jenis obat furosemid dosis 1 x 1
Terapi diuretik Tidak amp (10 mg)
Jumlah urine 1310cc/24 jam Warna urine kuning pekat
Konsistensi urine cair Bau urine
Intake cairan jam terakhir 1290 cc Infus 1000 cc/24 jam
Makan/minum 6 x 250 cc
Cairan oplos obat 10 cc
Balancing 24 jam terakhir +20 cc
Penggunaan kateter urine lama (> 5 hari) Ya Tidak
Bila (ya) sudah berapa lama menggunakan kateter urine 7 hari
Ganti kateter setiap berapa hari 8 hari nomor kateter 16
Jenis bahan kateter Nelaton Silikon …………………
Retensi Urine Tidak Ya
Bila (ya) sejak kapan tidak keluar urine
……………………………………………….
Hidroneprosis Tidak Ya Kanan Kiri
Edema Anasarka Ekstre atas Ekstre bawah
Turgor kulit Baik Jelek
Irigasi kandung Tidak Ya, hari ke….… warna………….
8
kemih …….
F. MUSKULOSKELETAL
Kekuatan Otot ( 0 – 5) Atrofi Otot (+ / -)
3 1
3 1
Kontraktur sendi (+ / -)
G. INTEGUMEN
Luka Ya Tidak
Jenis luka /lesi Luka bakar Dekubitus Luka tusuk
Vulnus Gangren Abses
………………………………………
Kanker …
9
H. KEBUTUHAN EDUKASI
(Lingkari skor sesuai dengan jawaban, Total skor adalah jumlah skor yang dilingkari)
No Parameter Skor
Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yang tidak diinginkan
1.
dalam 6 bulan terakhir ?
a. Tidak penurunan berat badan 0
10
a. Tidak 0
b. Ya 1
Total skor 0
3.
4. BB/TB = 80 kg/165 cm BMI 29,090
5. Pasien dengan diagnosa khusus :Tidak Ya
6. DMGinjalHatiJantungParuStrokeKanker
7. PenurunanImunitasGeriatriLain-lain………………….
Interpretasi
≥60 menit
Duration of Sx 2
10-59 menit
1
Yes
Diabetes 1
4
4.HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
b. Pemeriksaan diagnostic
HARI / JENIS
KESAN KET
TANGGAL PEMERIKSAAN
Senin, 15/25/2019 CT Scan Infark cerebral lama di ratio
oksipital kiri dan ganglia
basaliaris
Selasa, 27/12/2019 Rontegen thoraks Bercak samar pada infrahiller
kanan korelasi klinis sugestif
beronkopneumonia
kanan.Kardiomegali dengan
elongasio aorta, belum dapat
menyingkirkan adanya efusi
pleura kiri dikarenakan sinus
costophrtinicus kiri dan
sebagian diafragma kiri
terobliterasi bayangan
jantung.
5. Program Terapi
Cara
Nama Obat Dosis Jam Pemberian
Pemberian
Lavemir SC 0-0-10 22
Spirolacton NGT 1 x 25 08
mg
b. ANALISIS DATA
KEMUNGKINAN MASALAH
NO DATA
PENYEBAB KEPERAWATAN
1 DS:- Aterosklerosis Penurunan curah
DO: ↓ jantung
Trombosis
Penurunan
↓
kesadaran
Kontriksi arteri
Tekanan darah koronaria
sistole 116-122 ↓
mmhg, diastole 60- Aliran darah ke
4
jantung menurun
69 mmHg
↓
Gambaran EKG Oksigen dan nutrisi
VES (Ventrikular menurun
Extra Systole) ↓
Jaringan miocard
HR: 90-103 X/mnt
iskemic
Suara jantung ↓
tambahan (S3 Nekrose lebih dari 30
Murmur) menit
↓
RR: 26x/menit
Supply oksigen ke
Irama napas miocard turun
dispneu ↓
Hipoksia seluler
Pasien terpasang
↓
O2 sungkup
Integritas membran
nonrebriting 10
sel berubah
liter/menit
↓
Gambaran EKG Kontraktilitas miocard
VES menurun
↓
Penurunan curah
jantung
DS:- Aterosklerosis Penurunan kapasitas
2.
DO: ↓ adaptif intrakranial
Trombosis,embolus
Penurunan
↓
kesadaran
Penyumbatan pada
GCS 6, E2M2V2: pembuluh darah di
Soporus otak
↓
Gambaran ST Scan
5
Penurunan oksigen
Infark cerebral lama
pada area sumbatan
di ratio oksipital kiri
(oksipital)
dan ganglia
↓
basaliaris
Iskemia jaringan
↓
Peningkatan TTIK
Suhu 37,80 C ↓
kekuatan otot
Pengeluaran toksin
tangan dan kaki
↓
3
3
1
1
6
Inflamasi/peradangan
Terpasang
selang NGT ↓
Asidosis Respiratorik
Hipoventilasi
Alveolar
Hiperkapnia
Retensi CO2
Peningkatan PaCO2
(Pa Co2> 60 mmHg
akan menyebabkan
penurunan kesadaran)
Resiko Disuse
7
Syndrome
2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN :
1. Penurunan curah jantung b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Monitor intake out put 1. Intake out put dapat
perubahan frekuensi jantung, selama 3 x 24 jam diharapkan efektifitas setiap jam menjadi acuan dala
perubahan afterload, ditandai pompa jantung meningkat dengan kriteria 2. Lakukan penilaian menilai kontraktilitas
8
3. Kolaborasikan dengan 4. Norepinephrine
(Ventrikular Extra Systole)
dokter terapi O2 yang meningkatkan denyut
HR: 90-103 X/mnt tepat dalam memenuhi jantung dan tekanan
kebutuhan oksigen (sesuai darah, memicu pelepasan
Suara jantung tambahan (S3
kebutuhan= RR X VT (6- glukosa dari tempat
Murmur)
8 cc/kgbb) x 21 % = 26 penyimpanan energi,
RR: 26x/menit x640x21%= 3494.4 lpm meningkatkan aliran
atau 3-4 darah ke otot rangka,
Irama napas dispneu
liter )/pertimbangkan mengurangi aliran darah
Pasien terpasang O2 sungkup kondisi atau status ke sistem pencernaan,
nonrebriting 10 liter/menit kesadaran klien dan menghambat
4. Kolaborasi dengan dokter pengosongan kandung
Gambaran EKG VES
dalam pemberian obat kemih dan motilitas
vasokonstriktor (vascon gastrointestinal
0,05mg )
9
cerebral, ditandai dengan: dengan kriteria hasil :
2. Posisikan tinggi kepala 2. Posisi head up 30
DS:- Tanda-tanda vital dalam batas norma tempat tidur 30 derajat derajat dapat
DO: RR16-24 x/mnt, TDS110-130 atau lebih menurunkan tekanan
mmhg,HR 80-100x/menit pada intracranial
Penurunan kesadaran 3. Monitor status kesadaran
Tidak terjadi peningkatan tanda-tanda 3. Penurunan kesadaran
GCS 6, E2M2V2: Soporus 4. Jaga posisi kepala netral
TIK menggambarkan
dan hindari rotasi dan
Gambaran ST Scan Infark terjadinya efek dari
MAP 70-100 mmHg fleksi pada leher
cerebral lama di ratio oksipital peningkatan tekanan
kiri dan ganglia basaliaris ICP 5-15 mmHg 5. Monitor nilai CPP,MAP, intracranial
dan ICP
Peningkatan kualitas tingkat kesadaran 4. Dapat menghambat
6. Kolaborasikan pemberan venous return dan
diuretik osmotic atau meningkatkan TIK
active loop : furosemid 1 x
5. Peningkatan nilai
1 amp (iv), Spirolacton 1
normal ada
x 25 mg tab/ngt
CPP,MAP,dan ICP
7. Kolaborasikan pemberian menjadi gambaran
vitamin syaraf: citicolin 2 terjadinya peningkatan
10
TIK dan parameter
x 500 mg/iv
keadaan haemodinamik/
sirkulasi
7. Citicollin adalah
vitamin saraf yang dapat
11
meningkatkan aliran
oksigen ke otak
12
Suhu 37,80 C
lanjut
kekuatan otot tangan dan
4. Sebagai heparinesasi,
kaki
mengurangi kekentalan
darah (anti platelet)
13
14
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tanggal DP Waktu Tindakan Keperawatan Paraf
Kesadaran somnolen
GCS 10 (E3M5V2)
Tekanan Darah 133/73mmHg
Nadi 88 x/menit
Respirasi 25x/menit,retraksi (+) Ronchi (-)
O2 terpasang 8 liter/menit NRM
Suhu 36,80 C
Menggunakan kasur dekubitus
Melakukan pengawasan maintenance cairan
nacl 20 cc/jam
1,2,3 15.00 Melakukan rom pasif Rika
Hasil :
3
1
1,2,3 18.00 Memberikan makan dan obat via NGT 250 cc Rika
Hasil: retensi –
Kesadaran CM
GCS 14 (E4M6V4)
Tekanan Darah 121/73mmHg
Nadi 89 x/menit
Respirasi 22x/menit,retraksi (-) Ronchi (-)
O2 terpasang 8 liter/menit NRM
17
Suhu 36,60 C
Vascon sudah stop
Memberikan meropenem drip 100 nacl
Menyuntikkan injeksi furosemid/iv
Menggunakan kasur dekubitus
Memberikan makan diet uremi 250 cc, obat
KSR 1200 mg, Spirolacton 25 mg
Hasil: retensi (-)
Hasil :
4
2
menggunakan tegaderm
1,2,3 12.00 Memberikan makan dan obat via NGT 250 cc Rika
Hasil: retensi –
5. EVALUASI KEPERAWATAN
2 S:- Rika
3 S:- Rika
O : Kekuatan otot
3
3
1
2 28/12/201 1 S: Rika
9
O : Hasil: HR 98x/ menit, TD 130/69 mmHg, MAP 89 mmHg ,
14.00 kesadaran CM, nasal kanul 4 lpm, retraksi -, dispneu -,
peningkatan JVP -, CRT 2 detik, saturasi O2 98%, gambaran EKG
VES, Intake 660 output 380 balance +240, produksi urine +
2 S:-
3 S:-
O:
Kekuatan otot
4
4
2
3 29/12/201 Pasien pindah ruangan pada hari minggu jam 11.30 wib
9
22
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pangkajian Keperawatan
Tahap awal pengkajian yaitu pengumpulan data, baik data subyektif maupun
obyektif. Proses pengumpulan data dilakukan dengan tahapan, wawancara kepada
keluarga, pemeriksaan fisik klien, dan observasi. Pada saat pengumpulan data
penulis sedikit mengalami hambatan dalam menggali data terutama data primer dari
klien karena mengalami penurunan kesadaran. Namun proses pengkajian dapat
berjalan lancar karena klien diantar oleh keluarga yang tinggal serumah dengan
klien, sehingga memudahkan penulis dalam memperoleh data sekunder dan
kronologis klien.
Menurut Smeltzer & Suzanne (2002), manifestasi klinis stroke antara lain:
Kelumpuhan pada salah satu sisi wajah ‘”bels palsy”, kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia), corus otot lemah atau kaku, penurunan
kesadaran, hilangnya rasa, gangguan lapang pandang homanius hemianopsia,
gangguan bahasa (disatria: kesulitan dalam membentuk kata : aphasia atau difasia :
bicara defeksi/ kehilangan bicara), gangguan persepsi, dan gangguan status mental.
Pada hasil pengkajian fisik head to toe ditemukan, . Keadaan umum lemah,
pada tingkat kesadaran E2M2V2 dengan nilai GCS 6 (sopor), kelumpuhan pada
kelopak mata yaitu mengalami ptosis sebelah kanan. Lidah tidak jatuh ke belakang,
RR 26 x/menit, suara nafas ronchi pada lapang paru, nafas cuping hidung, terlihat
pengembangan dada, teraba hembusan napas, klien irama napas tidak teratur, terlihat
adanya penggunaan otot bantu rongga dada dalam pernapasan, napas cepat dan
pendek, terpasang NRM 8 lpm. Pada system resarafan kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh hemiparese kiri dengan kekuatan otot ekstremitas kanan 3/3 terdapat
mampu melawan gaya gravitasi tapi tidak mampu melawan tahanan sedangkan pada
ekstremitas kiri kekuatan otot 1/1 hanyaterdapat tonus otot, reflex patella +/+ dan
reflex babinski -/-, untuk kemampuan bicara klien hanya dapat mengerang. Adapun
data atau pemeriksaan saraf cranial lainnya tidak dapat dilakukan karena klien tidak
kooperatif dan sulit dilakukan pemeriksaan saraf secara keseluruhan.
Sistem kardiovaskular TD: 117/69 mmHg, MAP 85 mmhg, N = 103 x/menit,
terdengar suara jantung S1 dan S2 reguler, tidak ada bunyi jantung tambahan,
24
cappilary refille kembali <2 detik, akral hangat, JVP tidak meningkat, terdapat suara
jantung tambahan S3 murmur. Pada sistem pencernaan tidak terdapat abnormalitas.
Pada system perkemihan klien terpasang kateter. Sistem integument terdapat luka
dekubitus di bokong grade II, tampak kemerahan, jumlah eksudat sedikit.
Data sekunder yang diperoleh keluarga mengatakan pada tanggal 15 Desember
2019, 5 jam sebelum rumah sakit klien datang dengan keluhan kelemahan anggota
badan sebelah kiri. Menurut keluarga keluhan tersebut terjadi secara tiba-tiba, pada
saat klien akan dibangunkan oleh Istri untuk makan klien tidak dapat menggerakan
anggota tubuhnya, mulut mencong ke kiri, mata kanan ptosis, muntah tidak ada,
kejang tidak ada. Menurut penuturan istri klien berobat tidak teratur, stroke sudah
ketiga kali. Klien datang ke IGD RS Muhammadiyah Bandung tanggal 15 Desember
2019 pukul 12.30 WIB. Pada saat di IGD kesadaran klien compos mentis,
mengalami kelumpuhan anggota gerak sebelah kiri, mulut mencong, kekuatan
motorik ekstremitas kanan 4/3 dan ekstremitas kiri 0/0, dan di rawat di ruanagn dewi
Sartika.
Pada tanggal 25 desember 2019, setelah 10 hari dirawat di Dewi Sartika, sejak
pukul 15.30 WIB klien mengalami penurunan kesadaran, suara terdengar ngorok,
kesadaran soporo comatus (5), teknan darah 90/60 mmHg, suhu 37,6 oC, nadi
80x/menit, respirasi 27 x/menit, SPO2 95 %. Di ruang DS mendapat terapi citicolin
2 x 500 mg/iv, pantoprazole 2 x 40 mg/iv, lavemir 1 x 6 iu/sc, PCT infuse,
atrovastatin 1 x 20/po, harnal 1x1/po, furosemid 1x1/po, Spirolacton 1 x 25/po, KSR
1 x 600/po, infuse Nacl 0,9 %, terpasang vascon 0,05 mg, gula darah sewaktu 127
mg/dl, terpasang O2 sungkup nonrebriting 10 lt/mnt dengan posisi tidur semi fowler,
terpasang NGT dan DC, dengan kondisi tersebut klien masuk ruangan ICU.
B. Diagnosa Keperawatan
Pada proses pengelompokan dan analisa data maka ditemukan bahwa
kemungkinan penyebab dari keluhan-keluhan pasien tersebut memiliki saling
keterkaitan dengan teori yang dikembangkan Diagnose yang ditemukan pada Tn.Z
adalah:
emboli yang dapat menyebabkan arteriskeloris yang akan terbawa bersama aliran
pembuluh darah. Otak membutuhkan sekitar 20 % kebutuhan oksigen, jika
terdapat sumbatan pada jalur nya akan mengakibatkan terhambatnya aliran
oksigen ke otak, sehingga akan terjadi iskemik. Thrombus dapat pecah dari
dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus
mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri,
membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan
oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak (Arif Mutaqqin,
2008).
Caplan (2007) mengemukakan bahwa perdarahan intraserebral menyebabkan
vaskularisasi mengalami ruptur dan menyebabkan kebocoran darah ke bagian otak
yang lain dan membuat otak tertekan karena penambahan volume cairan yang
akan menyebabkan pecahnya aneurisma. Akibatnya perdarahan dalam parenkim
otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan
masuk dalam ventrikel atau ruang intracranial. Peningkatan volume saat
mengiritasi jaringan otak sehingga dapat menyebabkan vasospasme pada arteri di
sekitar sumbatan. Akibatnya suplai oksigen ke jaringan sekitar menurun.Hal ini
sesuai dengan hasil data yang diperoleh dari klien, faktor pencetus adalah
hipertensi kronis yang menyebabkan terjadinya stroke infark.
c. Risiko sindrom disuse berhubungan dengan penurunan kesadaran sopor
Menurut NANDA (2012-2014) resiko sindrom disuse adalah beresiko terhadap
pemburukan sistem tubuh akibat pengistrahatan atau pembatasan muskuloskeletal
yang diprogramkan atau yang tidak dapat dihindari. Manifestasi klinis dari stroke
adalah penurunan kesadaran yang mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi otot
pernapasan, kelumpuhan atau kelemahan otot yang mengakibatkan terjadinya
penurunan fungsi metabolik dan gerak pada tubuh.
Beberapa diagnosa yang tidak muncul atau tidak dikembangkan oleh penulis
berdasarkan teori yaitu: kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
27
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan untuk pasien stroke sendiri, memiliki beberapa
manajemen yang dapat mengurangi komplikasi lebih lanjut. Implementasi yang
dilakukan didasarkan pada kondisi di Rumah Sakit sudah sesuai dengan apa yang
terdapat diteori.
Implementasi dilakukan mulai tanggal 27-28 Desember 2019, mulai dari
pengawasan ketat terhadap penurunan curah jantung mulai dari, memonitor intake
dan output/shift, penilaian terhadap status hemodinamik, pemberian oksigen NRM 8
lpm, dan pemberian vasokonstriktor (vaskon) 0,05 mg atau 8,4 cc/jam. Untuk
diagnosa kedua fokus untuk manajemen TTIK, mulai dari monitoring tekanan darah,
suhu, respirasi dan nadi/jam, melakukan posisi head up 30 o, menjaga posisi kepala
agar terhindar dari rotasi dan fleksi pada leher, memonitor nilai MAP, melakukan
kolaborasi pemberian diuretic osmotik seperti furosemid 1 x 1 ampul dan spirolacton
75 mg dan kolaborasi pemberian vitamin neirotropik yaitu citicollin 2 x 500 mg/iv
29
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah pengukuran keefektifan pengkajian, diagnosis, perencanaan
dan implememtasi. Klien merupakan fokus evaluasi dengan menganalisis respon
klien, mengidentifikasi faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan dan
kegagalan dan perencanaan untuk asuhan di masa depan (Rosdahl, 2014). penulis
dapat Pada tahap ini penulis dapat mengevaluasi kondisi klien telah sesuai dengan
kriteria yang didapatkan dan tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi dilakukan hanya dua hari karena pada hari ketiga yaitu tanggal 29
Desember 2019, klien telah dipindahkan ke ruangan. Untuk diagnosa yang
pertama, diagnosa keperawatan penurunan curah jantung teratasi sebagian Hasil:
HR 98x/ menit, TD 130/69 mmHg, MAP 89 mmHg , kesadaran CM, nasal kanul
4 lpm, retraksi -, dispneu -, peningkatan JVP -, CRT 2 detik, saturasi O2 98%,
gambaran EKG VES, Intake 660 output 380 balance +240, produksi urine +. Pada
diagnosa kedua penurunan kapasistas adaptif intracranial teratasi sebagian dengan
HR 98x/ menit, TD 130/69 mmHg, MAP 89 mmHg , kesadaran CM, nasal kanul
4 lpm, retraksi -, dispneu -, peningkatan JVP -, CRT 2 detik, saturasi O2 98%,
gambaran EKG VES, Intake 660 output 380 balance +240, kejang -, kesadaran
CM (14) terpasang kateter DC no 16, terpasang NGT, kelopak mata kanan sudah
mulai tebuka, pupil isokor, diameter 3/3 refleks cahaya +/+, reflek patella +/+,
reflex babinski -/-. Sedangkan pada diagnosa ketiga resiko sindroom disuse tidak
terjadi Dengan tindak lanjut rawat inap Arafah 2 dan terapi dilanjutkan. Sedangkan
pada diagnosa kedua resiko aspirasi tidak terjadi, kesadaran CM, nasal kanul 4
lpm, retraksi -, dispneu -, peningkatan JVP -, CRT 2 detik, saturasi O2 98%,
gambaran EKG VES, Intake 660 output 380 balance +240, Luka dekubitus grade
II, warna luka merah eksduasi sedikit, kekuatan otot meningkat ekstremitas kanan
4/4, ekstremitas kiri 2/2.
31
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pengkajian Keperawatan
Dalam pengkajian yang dilakukan pada Klien Tn.Z, pengkajian fisik head
to toe ditemukan, Keadaan umum lemah, pada tingkat kesadaran E2M2V2
dengan nilai GCS 6 (sopor), kelumpuhan pada kelopak mata yaitu mengalami
ptosis sebelah kanan.Lidah tidak jatuh ke belakang, nafas cuping hidung,
terlihat pengembangan dada, teraba hembusan napas, RR: 26x/menit, irama
napas tidak teratur, terlihat adanya penggunaan otot bantu rongga dada dalam
pernapasan, napas cepat dan pendek. TD: 117/69 mmHg, N = 103 x/menit,
terdengar suara jantung S1 dan S2 reguler, ada bunyi jantung tambahan S3
murmur, cappilary refille kembali <2 detik, akral hangat, JVP tidak
meningkat. Kelemahan otot sebelah kiri dengan kekuatan otot, ekstremitas
kanan 3/3 dan ekstremitas kiri 1/1
2. Diagnosa Keperawatan
Pada tinjauan pustaka terdapat 8 diagnosa keperawatan yang muncul tetapi
pada kasus nyata muncul 3 diagnosa, dan tidak terdapat diteori hal ini
disebabkan karena kondisi pasien yang memiliki riwayat penyakit tambahan
seperti jantung dan DM lebih di fokuskan untuk penanganan utama dan
menstabilkan kondisi pasien terlebih dahulu. Berdasarkan hasil analisa data
maka diagnosa yang disusun pada klien Tn.Z adalah :
3. Perencanaan Keperawatan
Intervensi pada setiap diagnose sudah dilakukan sesuai teori dan guideline
namun terdapat beberapa intervensi yang belum tepat dipengaruhi oleh keadaan
pasien. Adapun selain keadaan pasien dalam penatalaksanaan dilakukan
berdasarkan intruksi kolaborasi dari dokter. Selain itu kondisi sarana dan
prasarana yang terbatas. Adapun guideline stroke hemoragic untuk penanganan
pasien menurut perdosis 2011 yang didasarakan dari American Heart
Association/ American Stroke Association (2011).
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang dilakukan berdasarkan pada intervensi yang telah
disusun. Pada saat implementasi terdapat beberapa hal yang menjadi
pertimbangan. Seperti tidak adanya skoring untuk skala stroke, tidak adanya alat
ukur untuk ICP. Akan tetapi secara prinsip tindakan yang dilakukan tidak jauh
berbeda dengan teori dan guideline.
5. Evaluasi Keperawatan
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh penulis dapat disimpulkan
kondisi klien telah sesuai dengan kriteria yang didapatkan dan tujuan yang
telah ditentukan yaitu untuk mengatasi penurunan curah jantung dan
penurunan kapasistas adaptif intracranial teratasi sebagian. Sedangkan resiko
sindrom disuse tidak terjadi.
B. Saran
1. Bagi perawat
Perawat sebagai profesi yang memegang peranan penting dalam
pemberian asuhan harus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
khususnya dalam memberikan asuhan kegawatan pada pasien dengan stroke.
Perawat harus mampu cepat, tanggap dan memiliki respon time yang baik
sehingga dapat mencegah komplikasi lebih lanjut. Selanjutnya
mengaplikasikan jurnal -jurnal terbaru terkait penyakit stroke infark.
33