Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III


STROKE HEMORAGIK

DOSEN : NS. SRI YULIANTI,S.KEP.,M.KEP

KELAS : III C KEPERAWATAN

KELOMPOK VIII:
NURIYANA ABD. HAKIM (201801123)
NUR FADILLAH M. DIRAN (201801121)
SARTINA H. TSHUNINI (201801132)

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih yang maha penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-nya, yang telah melimpahkan Rahmat,
hidayat, dan inayah-nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“STROKE HEMORAGIK”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat mempelancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritikan dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “STROKE HEMORAGIK”


untuk pembaca ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Palu, 08 September 2020

Kelompok VIII
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan.............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................
A. Anatomi Fisiologi...........................................................................................
B. Konsep Medis.................................................................................................
1. Definisi....................................................................................................
2. Aspek Epidemiologi................................................................................
3. Etiologi....................................................................................................
4. Patofisiologi............................................................................................
5. Pathway...................................................................................................
6. Manifestasi Klinis...................................................................................
7. Klasifikasi................................................................................................
8. Pencegahan..............................................................................................
9. Penatalaksaan..........................................................................................
10. Komplikasi..............................................................................................
C. Proses Keperawatan........................................................................................
D. Terapi Komplementer....................................................................................
E. Pencegahan Primer,Sekunder, Tersier............................................................
F. Proses Keperawatan Secara Teori...................................................................
BAB III PENUTUP....................................................................................................
A. KESIMPULAN.....................................................................................................
B. SARAN..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut World Heart Organisation atau WHO (2012) definisi stroke adalah
suatu kondisi penyakit yang disebabkan oleh terhentinya aliran darah yang mensuplai
otak secara tiba-tiba, baik karena adanya sumbatan maupun rupturnya pembuluh
darah. Kondisi ini menyebabkan jaringan otak yang tidak terkena aliran darah
kekurangan oksigen dan nutrisi sehingga sel otak mengalami kerusakan. Setiap tahun,
di Amerika Serikat sekitar 795.000 orang mengalami stroke baru (stroke iskemik) dan
berulang (stroke hemoragik). Sekitar 610.000 ( 76,73 %) di antaranya adalah serangan
pertama, dan 185.000 (23,27%) adalah serangan berulang (hemoragik) (AHA, 2015).
Pudiastuti (2011) menyatakan stroke dibagi menjadi dua kategori yaitu stroke
hemoragik dan stroke iskemik atau stroke non hemoragik. Stroke non hemoragik
adalah suatu gangguan peredaran darah otak akibat tersumbatnya pembuluh darah
tanpa terjadi suatu perdarahan, hampir sebagian besar pasien atau 83% mengalami
stroke non hemoragik (Harahap & Siringoringo, 2016). Stroke telah menjadi
penyebab kematian utama di hampir semua rumah sakit di Indonesia, yakni 14,5%
Dengan populasi sekitar 250 juta jiwa, berarti terdapat sekitar 3,6 juta penderita stroke
di Indonesia, stroke non hemoragik 2,8 juta jiwa (77,8%) dan sisanya adalah stroke
hemoragik (Pratama, 2016). Menurut data yang diperoleh Depkes Provinsi Bali
(2014), prevalensi stroke di provinsi Bali adalah 6,7 per 1000 penduduk. Jumlah
populasi penduduk 4,2 juta jiwa, berarti sekitar 320 ribu penderita stroke di Bali,
stroke non hemoragik 260 ribu jiwa (81,25%) (Pratama, 2016). Berdasarkan hasil
studi pendahuluan di rumah sakit Sanjiwani Gianyar jumlah penderita SNH yang
dirawat inap pada tahun 2014 sebanyak 548 orang, tahun 2015 sebanyak 560 orang,
tahun 2016 sebanyak 596 orang dan tahun 2017 sebanyak 638 orang.
Beberapa faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka kejadian stroke
iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti usia, ras, gender, genetik,
dan riwayat Transient Ischemic Attack sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi
berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas, penggunaan oral
kontrasepsi, alkohol, hiperkolesterolemia. Berdasarkan peneitian di rawat inap
Neurologi di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou sebagian besar pasien stroke iskemik
memiliki hipertensi yaitu sebanyak 40 pasien (65,4%), prehipertensi sebanyak 13
pasien (23%), dan yang normal sebanyak 7 pasien (11,6%) (Kabi, et al, 2015).
Hipertensi memang merupakan faktor resiko yang kuat untuk terjadinya
stroke. Hal ini disebabkan oleh hipertensi dapat menipiskan dinding pembuluh darah
dan merusak bagian dalam pembuluh darah yang mendorong terbentuknya plak
aterosklerosis (Kabi, et al,2015). Aterosklerosis dapat menimbulkan oklusi mendadak
pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan kemudian dapat terlepas sebagai
emboli. Trombus atau emboli menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah kecil di
bagian korteks serebri. Daerah korteks terutama area parietalis. Area tersebut
merupakan area broadman 4 akibat pembuluh darah tersumbat mengakibatkan
terjadinya iskemik. Daerah otak yang tidak mendapatkan oksigen menyebabkan
hipoksia sehingga sel otak akan mengalami kekurangan nurisi dan juga oksigen, sel
otak yang mengalami kekurangan oksigen dan glukosa akan menyebabkan asidosis
kemudian asidosis akan mengakibatkan natrium, klorida, dan air masuk ke dalam sel
otak dan kalium meninggalkan sel otak sehingga terjadi edema setempat.
Martino, dkk (2005) mengatakan salah satu masalah yang muncul pada pasien
stroke iskemik yaitu disfagia (sulit menelan) dikarenakan dapat memperburuk kondisi
pasien. Disfagia atau kesulitan menelan makanan atau cairan yang disebabkan oleh
gangguan pada proses menelan. Kerusakan saraf otak, nervus hipoglosus (nervus
kranial XII), nervus glosofaringeus (nervus kranial IX) atau nervus trigeminus (nervus
kranial V) pada area parietalis yang termasuk area broadman 4 bisa menyebabkan
paralisis pada bagian mekanisme menelan. Jika mekanisme menelan mengalami
paralisis total atau sebagian, gangguan yang terjadi dapat berupa hilangnya semua
tindakan menelan sehingga menelan tidak terjadi sama sekali, kegagalan glottis untuk
menutup, sehingga makanan tidak jatuh ke esofagus, melainkan jatuh ke paru, dan
kegagalan palatum mole dan uvula untuk menutup nares posterior sehingga makanan
masuk ke hidung selama menelan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja Anatomi Fisiologi Stroke Hemoragik?
2. Apa saja Konsep Medis Stroke Hemoragik?
3. Apa saja Terapi Komplementer Stroke Hemoragik?
4. Bagaimana Pencegahan Primer, Sekunder, dan Tersier Stroke Hemoragik?
5. Bagaimana Proses Keperawatan secara Teori?

C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah Stroke Hemoragik ini yakni sebagai syarat untuk
memenuhi tugas dari dosen mata kuliah dan mahasiswa dapat mengetahui tentang
antara lain:
1. Untuk mengetahui apa saja Anatomi Fisiologi Stroke Hemoragik
2. Untuk mengetahui apa saja Konsep Medis Stroke Hemoragik
3. Untuk mengetahui apa saja Terapi Komplementer Stroke Hemoragik
4. Untuk mengetahui bagaimana Pencegahan Primer, Sekunder, dan Tersier Stroke
Hemoragik
5. Untuk mengetahui bagaimana Proses Keperawatan secara Teori
BAB II

PEMBAHASAN

A. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi Otak

Gambar 1. Anatomi Otak


Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak), dan diensefalon. Serebrum terdiri
dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing
hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang
bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan
pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi
tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran
dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima
informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater
yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian
posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan
kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons
dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang
penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang
penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan
serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat
stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal
yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi
pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki
atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada
beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan
rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah
dan emosi.
2. Sirkulasi Darah Otak

Gambar 2. Anatomi Pembuluh Darah Otak


Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen
total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang
arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dalam rongga kranium,
keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu
sirkulus Willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis
komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam
tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri
anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur
seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum
dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk
korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk
lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan
pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, terus
berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk
sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini
memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-
organ vestibular. Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-
venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris.
Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial.

B. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh terhentinya suplai
darah kebagian otak. Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi
syaraf lokal dan atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat.
Gangguan fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak non traumatik. Gangguan syaraf tersebut antara lain kelumpuhan wajah atau
anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), perubahan kesadaran,
dan gangguan penglihatan (Kemenkes RI, 2013).
Definisi stroke menurut WHO adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi
serebral, baik fokal maupun menyeluruh yang berlangsung dengan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut tanpa ditemukannya
penyebab selain dari pada vaskuler.
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan
gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang terganggu. Ditemukan pada
semua golongan usia, namun sebagian besar akan dijumpai pada usia di atas 55
tahun. Rata-rata angka kejadian (insiden) stroke adalah 200 per 100.000
penduduk, artinya diantara 100.000 penduduk terdapat 200 orang akan
mendapatkan stroke.
Stroke hemorragic adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak
pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi
antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa stroke hemorrhagic adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan karena
pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara
semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan
kelumpuhan.
Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau
amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan
intraserebrum atau subarakhnoid. Perdarahan dapat dengan cepat menimbulkan
gejala neurologik karena tekanan pada struktur-struktur sel saraf di dalam
tengkorak. Perdarahan dapat terjadi di bagian mana saja dari sistem saraf. Secara
umum, perdarahan di dalam tengkorak diklasifikasikan berdasarkan lokasi dalam
kaitannya dengan jaringan otak dan meningen dan oleh tipe lesi vaskular yang
ada. Perdarahan ke dalam lapisan terluar meningen, misalnya perdarahan subdura
atau epidura, paling sering kaitannya dengan trauma.
2. ASPEK EPIDEMIOLOGI
Tingginya angka kejadian stroke bukan hanya dinegara maju saja, tetapi juga
menyerang negara berkembang seperti Indonesia karena perubahan tingkah laku
dan pola hidup masyarakat (Hartanti, 2012).
Usia merupakan salah satu faktor resiko stroke, semakin tua umurnya maka
resiko terkena stroke pun semakin tinggi. Penelitian WHO menunjukan bahwa
insiden stroke bervariasi antara 48 sampai 240 per10.000 per tahun pada populasi
usia 45 sampai 54 tahun, stroke dapat menyerang terutama pada mereka yang
mengkonsumsi makanan berlemak. Life style atau gaya hidup selalu dikaitkan
dengan berbagai penyakit yang menyerang usia produktif. Generasi muda sering
menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi
makanan siap saji yang serat dengan lemak dan kolesterol tapi rendah serat.
Di Indonesia belum ada penelitian epidemiologi tentang kejadian stroke
terutama stroke berulang. Pola hidup masyarakat yang meliputi pola makan,
aktifitas fisik atau olah raga, merokok, konsumsi alkohol dan stress merupakan
salah satu faktor resiko yang diduga berperan dalam menimbulkan pemicu
terjadinya stroke. Keadaan rawan stroke di Indonesia semakin meningkat, karena
dikombinasi perubahan fisik, lingkungan, kebiasaan, gaya hidup dan jenis
penyakit yang berkembang dengan tiba-tiba, menyebabkan resiko masyarakat
terkena stroke, di Indonesia secara kumulatif bisa meningkat menjadi 10 sampai
15 kali atau yang pasti jauh lebih besar dibandingkan di masa-masa sebelumnya
(Yayasan stroke indonesia).
Prevalensi stroke di indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1000 penduduk. Hal
ini menunjukan sekitar 72,3 % kasus stroke dimasyarakat telah didiagnosis oleh
tenaga kesehatan. Prevalensi stroke tertinggi dijumpai di nangro aceh darussalam
(16,6%) dan terendah di papua (3,8%).
3. ETIOLOGI
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi
a. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas
dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
kemudian robek dan terjadi perdarahan.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk
abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga
darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan
menimbulkan perdarahan otak.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
Faktor resiko yang dapat diubah yang memiliki kaitan erat dengan kejadian stroke
berulang diantaranya :

a. Hipertensi
b. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi
atrium, penyakit jantung kongestif)
c. Kolesterol tinggi, obesitas
d. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
e. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
f. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi)
g. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alkohol.
4. PATOFISIOLOGI
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun
global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah
otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah
otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi
terganggu. Stroke bukan merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan kumpulan
dari beberapa penyakit diantaranya hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus
dan peningkatan lemak dalam darah atau dislipidemia. Penyebab utama stroke
adalah thrombosis serebral, aterosklerosis dan perlambatan sirkulasi serebral
merupakan penyebab utama terjadinya thrombus. Stroke hemoragik dapat terjadi
di epidural, subdural dan intraserebral.
Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya
pembuluh darah sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa
mendorong struktur otak dan merembes kesekitarnya bahkan dapat masuk
kedalam ventrikel atau ke ruang intracranial. Ekstravasi darah terjadi di daerah
otak dan subaraknoid, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan
tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat
mengakibatkan penekanan pada arteri disekitar perdarahan. Bekuan darah yang
semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil karena terjadi penekanan maka
daerah otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami nekrosis
karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk
suatu rongga.
Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan. Pembuluh
darah yang mengalami gangguan biasanya arteri yang berhubungan langsung
dengan otak. Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat secara cepat
dan konstan, berlangsung beberapa menit bahkan beberapa hari. Gambaran klinis
yang sering muncul antara lain: pasien mengeluh sakit kepala berat, leher bagian
belakang kaku, muntah penurunan kesadaran dan kejang. Sembilan puluh persen
menunjukan adanya darah dalam cairan serebrospinal, dari semua pasien ini 70-75
% akan meninggal dalam waktu 1- 30 hari, biasanya diakibatkan karena
meluasnya perdarahan sampai ke sistem ventrikel, herniasi lobus temporal dan
penekanan mesensefalon atau mungkin disebabkan karena perembesan darah ke
pusat-pusat yang vital. Penimbunan darah yang cukup banyak di bagian hemisfer
serebri masih dapat ditolerir tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata
sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah
dapat mengakibatkan kematian.

5. PATWAY

Hipertensi / terjadi

aneurisma

rupture arteri srebri

ekstravasasi darah di

vasospasme

penyebar ke hemisfer

perdarahan selebri

TIK NYERI

Hipertensi / terjadi

tekanan /perfusi serebral

iskemia

anoksia aktifitas elektrolit

metabolisme anaerob pompa Na+ dan Ka+

metabolit asam Na+ dan H2O masuk ke

acidosis local edema intrasel

pompa Na+ gagal edema ekstrasel

nekrosis jaringan dan


perfusi jaringan serebral
6. MANIFESTASI KLINIS
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak
yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Manifestasi klinis stroke menurut
Smeltzer & Bare (2002), antara lain: defisit lapang pandang, defisit motorik,
defisit sensorik, defisit verbal, defisit kognitif dan defisit emosional.
a. Defisit Lapang Pandangan
1) Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan
2) Kesulitan menilai jarak
3) Diplopia
b. Defisit Motorik
1) Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama).
2) Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).
3) Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki.
4) Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara.
5) Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
c. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
d. Defisit Verbal
1) Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami)
2) Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)
3) Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
e. Defisit Kognitif
1) Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
2) Penurunan lapang perhatian
3) Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
4) Perubahan penilaian
f. Defisit Emosional
1) Kehilangan kontrol diri
2) Labilitas emosional
3) Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
4) Depresi
5) Menarik diri
6) Rasa takut, bermusuhan dan marah
7) Perasaan isolasi

7. KLASIFIKASI
Menurut WHO ICD-NA (The Application of the International Classification
of Diseases to Neurology) stroke hemoragik dibagi menjadi :
a. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral meliputi 10% dari seluruh kasus gangguan
pembuluh darah otak, terjadi di hemisfer serebri (80%) dan batang otak serta
serebelum (20%). Perdarahan intraserebral umumnya terjadi antara umur 50-
75 tahun, dan sedikit perbedaan frekuensi antara pria dan wanita. Beberapa
diantaranya pernah mengalami infark otak atau perdarahan. Sebagian besar
penderita perdarahan serebral memiliki riwayat hipertensi dan tekanan darah
biasanya lebih tinggi lagi ketika terjadi perdarahan. Perdarahan intraserebral
bisa terjadi dibagian otak seperti lobar, talamus,putamen, mesensefalon,pons,
medula oblongata, dan serebelum.
b. Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan pada rongga subarakhnoid paling sering terjadi akibat dari
ruptur aneurisma besar dalam sirkulus arteriosus serebri, sedangkan penyebab
yang lebih jarang adalah trauma, kelemahan pembuluh darah akibat infeksi,
dan koagulopati. Perdarahan ini ditandai oleh onset mendadak nyeri kepala
yang berat, bisa disertai hilangnya kesadaran, muntah, muntah atau kejang.
Karena perdarahan dapat masif dan ekstravasasi darah ke dalam ruang
subarakhnoid lapisan meningen dapat berlangsung cepat, maka angka
kematian sangat tinggi sekitar 50% pada bulan pertama setelah perdarahan.
Penyebab tingginya angka kematian ini adalah empat penyulit utama dapat
menyebabkan iskemia otak serta morbiditas dan mortalitas “tipe lambat” yang
dapat terjadi lama setelah perdarahan terkendali. Penyulit-penyulit tersebut
adalah vasospasme reaktif disertai infark, ruptur ulang, hiponatremia,
hidrosefalus. Bagi pasien yang bertahan hidup setelah perdarahan awal, ruptur
ulang atau perdarahan ulang adalah penyulit paling berbahaya pada masa
pascaperdarahan dini. Vasospasme adalah penyulit yang terjadi 3 sampai 12
hari setelah perdarahan awal. Seberapa luas spasme arteri menyebabkan
iskemia dan infark bergantung pada keparahan dan distribusi pembuluh-
pembuluh yang terlibat. Alat yang sering digunakan untuk mengklasifikasikan
keparahan subarakhnoid adalah Hunt and Hess Classification Grading Scale.
Skala lima tingkat ini digunakan secara luas dalam klinis dan untuk riset.
Modifikasi dari skala Hunt and Hess mencakup tujuh tingkatan keparahan ,
yang diberi nomor 0 samapi 5. Aneurisma yang tidak mengalami ruptur diberi
derajat/tingkat 0, dan derajat 2 yang asli dibagi lagi menjadi derajat 1a dan 2.
Skala tujuh tungkat yang lebih baru ini dicakupkan dalam situs web the Brain
Attack Coalition tahun 2001 yang mencantumkan lima skala stroke yang
berbeda, yang semuanya digunakan untuk mengevaluasi pasien stroke.
Kecuali skala Hunt and Hess, yang digunakan untuk menilai derajat disfungsi
dini, skala yang lain digunakan selama pemulihan stroke untuk menilai derajat
kecacatan, tingkat fungsional, dan kemajuan perbaikan Dalam keadaan
normal, jaringan kapiler terdiri dari pembuluh-pembuluh darah yang garis
tengahnya hanya 8/1.000 mm. Karena ukurannya yang halus, arteriolarteriol
halus ini memiliki resistensi vaskular tinggi yang memperlambat aliran darah
sehingga oksigen dan zat makanan dapat berdifusi ke dalam jaringan otak.
Pada malformasi arteriovena pembuluh melebar sehingga darah mengalir di
antara arteri bertekanan tinggi dan sistem vena bertekanan rendah. Akhirnya,
dinding venula melemah dan darah dapat keluar dengan cepat ke jaringan
otak. Pada sebagian besar pasien, perdarahan terutama terjadi di intraparenkim
dengan perembesan ke dalam ruang subarakhnoid. Perdarahan mungkin
massif, yang menyebabkan kematian, atau kecil dengan garis tengah 1 cm.
8. PENCEGAHAN
Stroke merupakan penyakit neurologi yang paling sering mengakibatkan cacat
dan kematian, upaya penanggulangan stroke harus dilakukan secara menyeluruh,
serentak, berkelanjutan, dan melibatkan bukan hanya para ahli dibidang penyakit
syaraf, tetapi juga para ahli dari disiplin ilmu yang berkaitan dengan penanganan
stroke. Pencegahan stroke merupakan tindakan yang paling efektif untuk
menghindari kematian, disabilitas, dan penderitaan. Di samping itu suatu strategi
pencegahan yang berhasil akan mengurangi atau bahkan mungkin meniadakan
perawatan rumah sakit, rehabilitas dan biaya ekonomi akibat hilangnya
produktivitas penderita. Orang yang pernah terkena stroke memiliki resiko lebih
tinggi untuk mengalaminya kembali, terutama dalam satu tahun pertama setelah
stroke.
Tindakan untuk mencegah agar stroke tidak berulang, sama dengan
menghindari serangan jantung, yakni mempertahankan kesehatan sistem
kardiovaskuler dan mempertahankan aliran darah ke otak. Tindakan pertama yang
harus dilakukan adalah mengontrol penyakit–penyakit yang berhubungan dengan
terjadinya aterosklerosis. Secara umum, pengontrolan dapat dilakukan dengan
menerapkan pola diet yang tepat dan olahraga yang teratur untuk mempertahankan
kesehatan otak dan sistem saraf.
Faktor-faktor pencegahan stroke saling berkaitan satu sama lain dan saling
mendukung mencegah stroke berulang
a. Kendalikan tekanan darah
Hipertensi merupakan faktor tunggal yang paling penting dalam hal
resiko stroke. Mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg dapat
mengurangu resiko stroke hingga 75-85 persen. Pada pasien stroke disarankan
untuk memeriksakan tekanan darah maksimal satu bulan sekali.
b. Kendalikan diabetes
iabetes mellitus meningkatkan resiko stroke hingga 300 persen. Orang
dengan tingkat gula darah yang tinggi, seringkali mengalami stroke yang lebih
parah dan meninggalkan cacat yang menetap. Pengendalian diabetes adalah
faktor penting untuk mengurangi faktor stroke.
c. Miliki jantung sehat Penyakit jantung
secara signifikan meningkatkan resiko stroke. Bahkan, stroke
kadangkala disebut sebagai serangan otak karena adanya persamaan biologis
antara serangan jantung dan stroke. Kurangilah faktor resiko penyakit stroke
seperti tekanan darah tinggi, merokok, kolesterol tinggi, kurang olahraga,
kadar gula darah tinggi, dan berat badan berlebih.
d. Kendalikan kadar kolesterol
Kadar kolesterol tinggi berperan dalam mengembangkan aterosklerosis
karotid, yaitu bahan lemak tertimbun di dalam pembuluh karotid, yaitu
pembuluh darah yang memasok darah ke otak. Penyempitan
pembuluhpembuluh inilah yang dapat meningkatkan resiko stroke. bila kadar
kolesterol diturunkan hingga 25 persen maka dapat mengurangi resiko stroke
sampai 29 persen.
e. Berhenti merokok
Perokok memiliki resiko 60 persen lebih tinggi dibandingkan dengan
yang tidak merokok. Merokok dapat meningkatkan resiko tekanan darah tinggi
dan cenderung untuk membentuk gumpalan darah, dua faktor yang berkaitan
erat dengan stroke. Berbagai resiko stroke yang terkait dengan merokok dapat
ditiadakan dalam dua hingga tiga tahun setelah berhenti merokok.
9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
a. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan
otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan,
tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area
iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat
dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta
tekanan darah.
b. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan, pemberian dexamethason.
c. Pengobatan
1) Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada
fase akut
2) Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/emobolik.
3) Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
d. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah
otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita
beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular
yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran
pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
10. KOMPLIKASI
Stroke hemoragik dapat menyebabkan
a. Infark Serebri
b. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
c. Fistula caroticocavernosum
d. Epistaksis
e. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
C. PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Data-data yang perlu di kaji adalah :
a. Identitas klien : Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama : Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
c. Riwayat penyakit sekarang : serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu : Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga : Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi ataupun diabetes
f. Riwayat psikososial : Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal.
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas
emosi dan pikiran klien dan keluarga.
g. Pola-pola fungsi kesehatan : Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat, Pola
nutrisi dan metabolisme, Pola eliminasi,Pola aktivitas dan latihan, Pola tidur
dan istirahat, Pola hubungan dan peran, Pola persepsi dan konsep diri, Pola
sensori dan kognitif, Pola reproduksi seksual, Pola penanggulangan stress,dan
Pola tata nilai dan kepercayaan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intracerebral.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia.
c. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelemahan otot mengunyah dan menelan.
d. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama.
e. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya
reflek batuk dan menelan.
3. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra
cerebral
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil:
1) Klien tidak gelisah
2) Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3) GCS Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6
4) Pupil isokor, reflek cahaya (+) - Tanda-tanda vital normal (N: 60-
100x/mnt, S: 36-36,7oC, RR: 16- 20x/menit)
INTERVENSI
1) Observasi dan catat tandatanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap
dua jam.
2) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal
tipis).
3) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total dan anjurkan klien untuk
menghindari batuk dan mengejan berlebihan.
4) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuro protektor.
RASIONAL
1) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk
penetapan tindakan yang tepat
2) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral
3) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan
potensial terjadi perdarahan ulang
4) Memperbaiki sel yang masih viabel
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia.
Tujuan: Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
Kriteria hasil:
1) Tidak terjadi kontraktur sendi
2) Bertabahnya kekuatan otot
3) Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
INTERVENSI
1) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
2) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang
tidak sakit
3) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
RASIONAL
1) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih
untuk digerakkan
2) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
3) Mempertahankan kekuatan tonus otot.
c. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelemahan otot mengunyah dan menelan.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil:
1) Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
2) Hb dan albumin dalam batas normal
INTERVENSI
1) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
2) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
3) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
4) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau
makanan melalui selang
RASIONAL
1) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
2) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol
muskuler
3) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan merunkan resiko
terjadinya tersedak
4) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu
melalui mulut
d. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama.
Tujuan: Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil:
1) Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka - Klien mengetahui
penyebab dan cara pencegahan luka
2) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
INTERVENSI
1) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
2) Ubah posisi tiap 2 jam. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di
bawah daerah-daerah yang menonjol.
3) Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami
tekanan pada waktu berubah posisi. Jaga kebersihan kulit.
4) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi
jika mungkin
RASIONAL
1) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
2) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
3) Menghindari kerusakankerusakan kapiler-kapiler
4) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
e. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya
reflek batuk dan menelan.
Tujuan : Jalan nafas tetap efektif.
Kriteria hasil :
1) Klien tidak sesak nafas
2) Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
3) Tidak retraksi otot bantu pernafasan
4) Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
INTERVENSI
1) Observasi pola dan frekuensi nafas. Auskultasi suara nafas
2) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
3) Ubah posisi tiap 2 jam sekali
4) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
RASIONAL
1) Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
2) Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
3) Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan
4) Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru
D. TERAPI KOMPLEMENTER
Ada beberapa terapi yang dapat dimanfaatkan oleh pasien pasca stroke seperti
latihan lengan dan pemberian posisi. Terapi akupresur terutama meridian acupressure
terbukti merupakan intervensi yang efektif untuk memperbaiki pergerakan ektremitas
atas, meningkatkan aktivitas sehari-hari, dan mengurangi depresi pada pasien stroke
hemiplegia stroke di Korea. Penelitian tersebut menguji terapi akupresur 10 menit
setiap hari dalam waktu dua pecan. Akupresur adalah intervensi yang dapat dilakukan
oleh perawat dan telah diakui sebagai tindakan keperawatan. Akupresur merupakan
metode non-invasif berupa penekanan pada titik akupunktur tanpa menggunakan
jarum, biasanya hanya menggunakan jari atau benda tertentu yang dapat memberikan
efek penekanan sehingga lebih bisa diterima dan ditoleransi oleh pasien dibandingkan
akupunktur yang menggunakan jarum. Akupresur bermanfaat dalam memperbaiki
fungsi ektremitas atas melalui efeknya untuk melancarkan pergerakan aliran qi (energi
vital) di dalam tubuh.

Titik akupresur fungsi ektremitas atas


Meskipun, manfaat akupresur telah diuji pada penelitian di Korea, pada
populasi di Indonesia perlu dilakukan penelitian kembali dengan metode yang lebih
singkat, yaitu selama tujuh hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
pengaruh akupresur terhadap kekuatan otot dan tentang gerak ekstremitas atas pada
pasien stroke pasca rawat inap.
Pembuktian efektifitas akupresur dalam penelitian ini menjadi salah satu
evidence based practice yang akan semakin memperkuat dukungan teoritis bagi
perkembangan terapi komplementer dalam ilmu keperawatan medikal bedah,
sehingga dapat dijadikan sebagai materi dalam pembelajaran keperawatan medikal
bedah.
E. PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER
1. PENCEGAHAN PRIMER
Merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi faktor resiko yang sudah
ada dalam individu tetapi belum menderita stroke. Terdapat dua pendekatan utama
pada pencegahan stroke: strategi kesehatan masyarakat atau populasi dan strategi
resiko tinggi. Strategi populasi didasarkan pada peraturan dan program pendidikan
yang bertujuan mengurangi perilaku beresiko pada seluruh populasi. Strategi
resiko tinggi mengarahkan upaya untuk orang-orang yang memiliki resiko stroke
di atas rata-rata. Agar hemat biaya, pendekatan resiko tinggi harus didasarkan
pada resiko basal (absolut) seseorang mengalami suatu kejadian dan bukan
didasarkan hanya pada usia atau pertimbangan resiko relatif yang berkaitan
dengan satu faktor resiko. Pada semua kelompok usia dan di semua kategori
resiko, perempuan memiliki resiko absolut yang lebih rendah daripada laki-laki.
Contoh dari pencegahan primer yaitu program Pos Pembinaan Terpadu PTM
(Posbindu PTM) yang dibentuk oleh Kemenkes RI.
2. PENCEGAHAN SEKUNDER
Merupakan upaya tingkat dua yang dilakukan setelah seseorang individu
mengalami stroke, bentuk upaya yang dilakukan dalam pencegahan sekunder
adalah diagnosa dini dan memperbaiki kondisi penderita stroke agar tidak
memburuk melalui pengobatan yang tepat. Pencegahan sekunder pertama yaitu
melalui diagnosa.
3. PENCEGAHAN PRIMER
Meliputi program rehabilitasi penderita stroke yang diberikan setelah
mengalami stroke. Tujuan dari rehabilitasi adalah mengembalikan kemampuan
maksimal dan kemandirian pasien dalam batas-batas yang disebabkan oleh
kecacatan dan kebutuhannya, adapun yang dapat dilakukan yaitu :
a. Fisioterapi
Ahli fisioterapi dan perawat secara umum lebih paham dari pada staf
medis mengenai hal mengangkat dan menggerakkan pasien yang imobil,
masukan-masukan dari mereka adalah vital saat pasien memulai mobilisasi,
termasuk tata laksana spastisitas dan penggunaan alat bantu berjalan (tongkat,
kruk, penyangga), dan bidai untuk kelemahan pergelangan tangan dan kaki.
b. Terapi okupasional
Penilaian efek kecacatan pada aktivitas pasien sehari-hari adalah
wilayah terapi okupasional (occupational theraphy,OT). Digunakan daftar tilik
formalActivities of Daily Living dengan perhatian khusus pada aktivitas
makan, perawatan diri dan mandi, fungsi sfingter dan kemandirian pergi ke
toilet, berpakaian dan mobilitas (termasuk berpindah dari kursi ke tempat
tidur, berjalan atau menggunakan kusri roda, dan kemampuan untuk berjalan
di tangga). Penilaian awal dilakukan di rumah sakit namun dibutuhkan pula
kunjungan rumah selanjutnya. OT harus memberikan informasi mengenai
modifikasi struktural dan alat bantu, misalnya tangga dan lift. Tuntunan
mengenai jenis kursi roda dan penyesuaian alat juga disediakan oleh OT.
c. Neuropsikologi
Ahli psikologi klinis terlibat dalam penilaian dan diagnosis pasien
dengan disfungsi kognitif. Beberapa ahli juga terlibat dalam pelatihan kembali
dan konsultasi pasien dengan kerusakan otak.
d. Kerja sosial
Pendampingan dengan pelayanan sosial penting sebelum pasien yang
cacat dapat meninggalkan bangsal nuerologis akut, yang menjadi perhatian
akhir adalah pekerjaan pasien, karena pasien mengalami keterbatasan untuk
kembali ke pekerjaan awalnya maka diperlukan periode istirahat yang
diperpanjang jika dimungkinkan.

F. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI


1. Pengkajian
Menurut NANDA (2013), fase pengkajian merupakan sebuah komponen
utama untuk mengumpulkaninformasi, data, menvalidasi data,
mengorganisasikan data, dan mendokumentasikan data. Pengumpulan data antara
lain meliputi :
a. Identitas klien : Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama : Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
c. Riwayat penyakit sekarang : serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang
lain.
d. Riwayat penyakit dahulu : Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga : Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi ataupun diabetes
f. Riwayat psikososial : Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya
untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan
pikiran klien dan keluarga.
g. Pola-pola fungsi kesehatan : Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat, Pola
nutrisi dan metabolisme, Pola eliminasi,Pola aktivitas dan latihan, Pola tidur
dan istirahat, Pola hubungan dan peran, Pola persepsi dan konsep diri, Pola
sensori dan kognitif, Pola reproduksi seksual, Pola penanggulangan stress,dan
Pola tata nilai dan kepercayaan.
h. Pemeriksaan Fisik : Keadaan umum, Pemeriksaan integumen, Pemeriksaan
kepala dan leher, Pemeriksaan dada, Pemeriksaan abdomen, Pemeriksaan
inguinal, genetalia, anus, Pemeriksaan ekstremitas dan Pemeriksaan neurologi.
i. Pemeriksaan penunjang : CT scan, MRI, Angiografi serebral, Pemeriksaan
foto thorax, Sinar X Tengkorak, Elektro encephalografi / EEG.
j. Pemeriksaan Diagnostic

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa merupakan penentuan jenis penyakit berdasarkan tanda dan gejala
dengan menggunakan cara dan alat seperti laboratorium, foto dan klinik.
3. Intervensi
Intervensi adalah suatu tindakan logis yang dilakukan untuk kepentingan pasien.
Misalnya kolaborasi dokter dan perawat guna memberikan perawatan terbaik bagi
pasien.
4. Implementasi
Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan rencana yang telah disusun
dengan cermat dan rinci. Implementasi ini biasanya selesai setelah dianggap
permanen.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keoperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Sebagian besar 75% pasien pasca stroke mendapatkan dukungan keluarga
tinggi. Dukungan-dukungan yang diberikan oleh keluarga berupa
dukungan emosional, pengharapan, nyata dan informasi.
2. 45% pasien pasca stroke memiliki kemampuan perawatan diri dengan
bantuan Sebagian. Faktor yang mempengaruhi kemampuan perawatan diri
ialah penyakit stroke itu sendiri, lamanya seseorang terkena stroke,
rehabilitasi dan umur.
3. Tingginya dukungan keluarga yang diberikan dapat memberikan efek
negative yaitu pasien dapat ketergantungan dengan bantuan yang
diberikan.
B. SARAN
1. Bagi Pelayanan Keperawatan
perawat dapat memberikan health education bagi keluarga mengenai
stroke, pengobatan, rehabilitasi, dan perawatan pasien pasca stroke di
rumah. perawat juga di harapkan dapat membantu pasien dan keluarga
dalam meningkatkan motivasi pasien untuk sembuh.
2. Bagi keluarga pasien pasca stroke
keluarga perlu meningkatkan motivasi bagi pasien pasca stroke untuk lebih
mandiri dengan pengawasan dan tidak memberikan efek negative
ketergantungan dalam melakukan perawatan diri.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/293/2/BAB%20I.pdf

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/141/jtptunimus-gdl-rusnayusuf-7036-3-
babii.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/64325/Chapter%20II.pdf

https://id.scribd.com/doc/207886019/MAKALAH-Stroke-Hemoragik

https://www.academia.edu/3686277/makalah_stroke_hemoragik

Anda mungkin juga menyukai