Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III


STROKE HEMORAGIK

DOSEN : Sri Yulianti,S.Kep,Ns,.M.Kep

KELAS : III C KEPERAWATAN

KELOMPOK VIII:
NURIYANA ABD. HAKIM (201801123)
NUR FADILLAH M. DIRAN (201801121)
SARTINA H. TSHUNINI (201801132)

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih yang maha
penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-nya, yang telah
melimpahkan Rahmat, hidayat, dan inayah-nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang “STROKE HEMORAGIK”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat mempelancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritikan dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “STROKE


HEMORAGIK” untuk pembaca ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Palu, 08 September 2020

Kelompok VIII
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan.............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................
A. Anatomi Fisiologi...........................................................................................
B. Konsep Medis.................................................................................................
1. Definisi....................................................................................................
2. Aspek Epidemiologi................................................................................
3. Etiologi....................................................................................................
4. Patofisiologi............................................................................................
5. Pathway...................................................................................................
6. Manifestasi Klinis...................................................................................
7. Klasifikasi................................................................................................
8. Pencegahan..............................................................................................
9. Penatalaksaan..........................................................................................
10. Komplikasi..............................................................................................
C. Terapi Komplementer.....................................................................................
D. Pencegahan Primer,Sekunder,Tersier............................................................
E. Proses Keperawatan........................................................................................
F. EBP/Hasil Penelitian Terkait Intervensi Keperawatan ..................................
BAB III PENUTUP....................................................................................................
A. KESIMPULAN.....................................................................................................
B. SARAN..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut World Heart Organisation atau WHO (2012) definisi
stroke adalah suatu kondisi penyakit yang disebabkan oleh terhentinya
aliran darah yang mensuplai otak secara tiba-tiba, baik karena adanya
sumbatan maupun rupturnya pembuluh darah. Kondisi ini menyebabkan
jaringan otak yang tidak terkena aliran darah kekurangan oksigen dan
nutrisi sehingga sel otak mengalami kerusakan. Setiap tahun, di Amerika
Serikat sekitar 795.000 orang mengalami stroke baru (stroke iskemik) dan
berulang (stroke hemoragik). Sekitar 610.000 ( 76,73 %) di antaranya
adalah serangan pertama, dan 185.000 (23,27%) adalah serangan berulang
(hemoragik) (AHA, 2015).
Pudiastuti (2011) menyatakan stroke dibagi menjadi dua kategori
yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik atau stroke non hemoragik.
Stroke non hemoragik adalah suatu gangguan peredaran darah otak akibat
tersumbatnya pembuluh darah tanpa terjadi suatu perdarahan, hampir
sebagian besar pasien atau 83% mengalami stroke non hemoragik
(Harahap & Siringoringo, 2016). Stroke telah menjadi penyebab kematian
utama di hampir semua rumah sakit di Indonesia, yakni 14,5% Dengan
populasi sekitar 250 juta jiwa, berarti terdapat sekitar 3,6 juta penderita
stroke di Indonesia, stroke non hemoragik 2,8 juta jiwa (77,8%) dan
sisanya adalah stroke hemoragik (Pratama, 2016). Menurut data yang
diperoleh Depkes Provinsi Bali (2014), prevalensi stroke di provinsi Bali
adalah 6,7 per 1000 penduduk. Jumlah populasi penduduk 4,2 juta jiwa,
berarti sekitar 320 ribu penderita stroke di Bali, stroke non hemoragik 260
ribu jiwa (81,25%) (Pratama, 2016). Berdasarkan hasil studi pendahuluan
di rumah sakit Sanjiwani Gianyar jumlah penderita SNH yang dirawat
inap pada tahun 2014 sebanyak 548 orang, tahun 2015 sebanyak 560
orang, tahun 2016 sebanyak 596 orang dan tahun 2017 sebanyak 638
orang.
Beberapa faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka
kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi
seperti usia, ras, gender, genetik, dan riwayat Transient Ischemic Attack
sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi berupa hipertensi, merokok,
penyakit jantung, diabetes, obesitas, penggunaan oral kontrasepsi, alkohol,
hiperkolesterolemia. Berdasarkan peneitian di rawat inap Neurologi di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou sebagian besar pasien stroke iskemik
memiliki hipertensi yaitu sebanyak 40 pasien (65,4%), prehipertensi
sebanyak 13 pasien (23%), dan yang normal sebanyak 7 pasien (11,6%)
(Kabi, et al, 2015).
Hipertensi memang merupakan faktor resiko yang kuat untuk
terjadinya stroke. Hal ini disebabkan oleh hipertensi dapat menipiskan
dinding pembuluh darah dan merusak bagian dalam pembuluh darah yang
mendorong terbentuknya plak aterosklerosis (Kabi, et al,2015).
Aterosklerosis dapat menimbulkan oklusi mendadak pembuluh darah
karena terjadinya thrombus dan kemudian dapat terlepas sebagai emboli.
Trombus atau emboli menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah kecil
di bagian korteks serebri. Daerah korteks terutama area parietalis. Area
tersebut merupakan area broadman 4 akibat pembuluh darah tersumbat
mengakibatkan terjadinya iskemik. Daerah otak yang tidak mendapatkan
oksigen menyebabkan hipoksia sehingga sel otak akan mengalami
kekurangan nurisi dan juga oksigen, sel otak yang mengalami kekurangan
oksigen dan glukosa akan menyebabkan asidosis kemudian asidosis akan
mengakibatkan natrium, klorida, dan air masuk ke dalam sel otak dan
kalium meninggalkan sel otak sehingga terjadi edema setempat.
Martino, dkk (2005) mengatakan salah satu masalah yang muncul
pada pasien stroke iskemik yaitu disfagia (sulit menelan) dikarenakan
dapat memperburuk kondisi pasien. Disfagia atau kesulitan menelan
makanan atau cairan yang disebabkan oleh gangguan pada proses
menelan. Kerusakan saraf otak, nervus hipoglosus (nervus kranial XII),
nervus glosofaringeus (nervus kranial IX) atau nervus trigeminus (nervus
kranial V) pada area parietalis yang termasuk area broadman 4 bisa
menyebabkan paralisis pada bagian mekanisme menelan. Jika mekanisme
menelan mengalami paralisis total atau sebagian, gangguan yang terjadi
dapat berupa hilangnya semua tindakan menelan sehingga menelan tidak
terjadi sama sekali, kegagalan glottis untuk menutup, sehingga makanan
tidak jatuh ke esofagus, melainkan jatuh ke paru, dan kegagalan palatum
mole dan uvula untuk menutup nares posterior sehingga makanan masuk
ke hidung selama menelan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja Anatomi Fisiologi Stroke Hemoragik?
2. Apa saja Konsep Medis Stroke Hemoragik?
3. Apa saja Terapi Komplementer Stroke Hemoragik?
4. Bagaimana Pencegahan Primer, Sekunder, dan Tersier Stroke
Hemoragik?
5. Bagaimana Proses Keperawatan secara Teori?

C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah Stroke Hemoragik ini yakni sebagai
syarat untuk memenuhi tugas dari dosen mata kuliah dan mahasiswa dapat
mengetahui tentang antara lain:
1. Untuk mengetahui apa saja Anatomi Fisiologi Stroke Hemoragik
2. Untuk mengetahui apa saja Konsep Medis Stroke Hemoragik
3. Untuk mengetahui apa saja Terapi Komplementer Stroke Hemoragik
4. Untuk mengetahui bagaimana Pencegahan Primer, Sekunder, dan Tersier
Stroke Hemoragik
5. Untuk mengetahui bagaimana Proses Keperawatan secara Teori
BAB II

PEMBAHASAN

A. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi Ota

Gambar 1. Anatomi Otak


Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang
lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu
serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak),
dan diensefalon. Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus
kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari
lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung
jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan
pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih
tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk
impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks
penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari
sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang
memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah
sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot,
serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula
oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata
merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor,
pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons
merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum.
Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden
dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus,
epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan
pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum
dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan
menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan
pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan
dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer
yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.
2. Sirkulasi Darah Otak

Gambar 2. Anatomi Pembuluh Darah Otak


Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 %
konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya.
Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan
arteri vertebralis. Dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling
berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam
tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri
serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah
pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia,
kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial)
lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan
korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus
temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi
yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini
bersatu membentuk arteri basilaris, terus berjalan sampai setinggi otak
tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri
serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini
memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan
sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya
memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan
temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. Darah di dalam
jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak
mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari
sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial.

B. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
terhentinya suplai darah kebagian otak. Stroke adalah penyakit pada
otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal dan atau global, munculnya
mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi syaraf pada stroke
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Gangguan syaraf tersebut antara lain kelumpuhan wajah atau anggota
badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), perubahan
kesadaran, dan gangguan penglihatan (Kemenkes RI, 2013).
Definisi stroke menurut WHO adalah manifestasi klinik dari
gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh yang
berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau
berakhir dengan maut tanpa ditemukannya penyebab selain dari pada
vaskuler.
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang
disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara
mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan
daerah otak yang terganggu. Ditemukan pada semua golongan usia,
namun sebagian besar akan dijumpai pada usia di atas 55 tahun. Rata-
rata angka kejadian (insiden) stroke adalah 200 per 100.000 penduduk,
artinya diantara 100.000 penduduk terdapat 200 orang akan
mendapatkan stroke.
Stroke hemorragic adalah stroke yang terjadi karena pembuluh
darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir.
Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma,
malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.
Kesadaran pasien umumnya menurun. Maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa stroke hemorrhagic adalah salah satu jenis stroke yang
disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah
tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak
mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.
Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian kokain
atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat
dan perdarahan intraserebrum atau subarakhnoid. Perdarahan dapat
dengan cepat menimbulkan gejala neurologik karena tekanan pada
struktur-struktur sel saraf di dalam tengkorak. Perdarahan dapat terjadi
di bagian mana saja dari sistem saraf. Secara umum, perdarahan di
dalam tengkorak diklasifikasikan berdasarkan lokasi dalam kaitannya
dengan jaringan otak dan meningen dan oleh tipe lesi vaskular yang
ada. Perdarahan ke dalam lapisan terluar meningen, misalnya
perdarahan subdura atau epidura, paling sering kaitannya dengan
trauma.

2. ASPEK EPIDEMIOLOGI
Tingginya angka kejadian stroke bukan hanya dinegara maju saja,
tetapi juga menyerang negara berkembang seperti Indonesia karena
perubahan tingkah laku dan pola hidup masyarakat (Hartanti, 2012).
Usia merupakan salah satu faktor resiko stroke, semakin tua
umurnya maka resiko terkena stroke pun semakin tinggi. Penelitian
WHO menunjukan bahwa insiden stroke bervariasi antara 48 sampai
240 per10.000 per tahun pada populasi usia 45 sampai 54 tahun, stroke
dapat menyerang terutama pada mereka yang mengkonsumsi makanan
berlemak. Life style atau gaya hidup selalu dikaitkan dengan berbagai
penyakit yang menyerang usia produktif. Generasi muda sering
menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya
mengkonsumsi makanan siap saji yang serat dengan lemak dan
kolesterol tapi rendah serat.
Di Indonesia belum ada penelitian epidemiologi tentang kejadian
stroke terutama stroke berulang. Pola hidup masyarakat yang meliputi
pola makan, aktifitas fisik atau olah raga, merokok, konsumsi alkohol
dan stress merupakan salah satu faktor resiko yang diduga berperan
dalam menimbulkan pemicu terjadinya stroke. Keadaan rawan stroke
di Indonesia semakin meningkat, karena dikombinasi perubahan fisik,
lingkungan, kebiasaan, gaya hidup dan jenis penyakit yang
berkembang dengan tiba-tiba, menyebabkan resiko masyarakat terkena
stroke, di Indonesia secara kumulatif bisa meningkat menjadi 10
sampai 15 kali atau yang pasti jauh lebih besar dibandingkan di masa-
masa sebelumnya (Yayasan stroke indonesia).
Prevalensi stroke di indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1000
penduduk. Hal ini menunjukan sekitar 72,3 % kasus stroke
dimasyarakat telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan. Prevalensi
stroke tertinggi dijumpai di nangro aceh darussalam (16,6%) dan
terendah di papua (3,8%).
3. ETIOLOGI
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi
a. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah
dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang
mempunyai bentuk abnormal, terjadi hubungan persambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena,
menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.

Faktor resiko yang dapat diubah yang memiliki kaitan erat dengan
kejadian stroke berulang diantaranya :

a. Hipertensi
b. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif,
fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
c. Kolesterol tinggi, obesitas
d. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
e. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
f. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok,
dan kadar estrogen tinggi)
g. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alkohol.

4. PATOFISIOLOGI
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak akut
fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak.
Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah
otak atau pecahnya pembuluh darah otak. Otak yang seharusnya
mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu.
Stroke bukan merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan kumpulan
dari beberapa penyakit diantaranya hipertensi, penyakit jantung,
diabetes mellitus dan peningkatan lemak dalam darah atau
dislipidemia. Penyebab utama stroke adalah thrombosis serebral,
aterosklerosis dan perlambatan sirkulasi serebral merupakan penyebab
utama terjadinya thrombus. Stroke hemoragik dapat terjadi di epidural,
subdural dan intraserebral.
Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah sehingga dapat terjadi
perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak
dan merembes kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel
atau ke ruang intracranial. Ekstravasi darah terjadi di daerah otak dan
subaraknoid, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser
dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga
dapat mengakibatkan penekanan pada arteri disekitar perdarahan.
Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil
karena terjadi penekanan maka daerah otak disekitar bekuan darah
dapat membengkak dan mengalami nekrosis karena kerja enzim-enzim
maka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga.
Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan.
Pembuluh darah yang mengalami gangguan biasanya arteri yang
berhubungan langsung dengan otak. Timbulnya penyakit ini mendadak
dan evolusinya dapat secara cepat dan konstan, berlangsung beberapa
menit bahkan beberapa hari. Gambaran klinis yang sering muncul
antara lain: pasien mengeluh sakit kepala berat, leher bagian belakang
kaku, muntah penurunan kesadaran dan kejang. Sembilan puluh persen
menunjukan adanya darah dalam cairan serebrospinal, dari semua
pasien ini 70-75 % akan meninggal dalam waktu 1- 30 hari, biasanya
diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke sistem ventrikel,
herniasi lobus temporal dan penekanan mesensefalon atau mungkin
disebabkan karena perembesan darah ke pusat-pusat yang vital.
Penimbunan darah yang cukup banyak di bagian hemisfer serebri
masih dapat ditolerir tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang
nyata sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5
ml saja sudah dapat mengakibatkan kematian.

5. PATWAY

Hipertensi / terjadi

aneurisma

rupture arteri srebri

ekstravasasi darah di

vasospasme

penyebar ke hemisfer

perdarahan selebri

TIK NYERI

Hipertensi / terjadi

tekanan /perfusi serebral

iskemia

anoksia aktifitas elektrolit

metabolisme anaerob pompa Na+ dan Ka+

metabolit asam Na+ dan H2O masuk ke

acidosis local edema intrasel

pompa Na+ gagal edema ekstrasel


nekrosis jaringan dan
perfusi jaringan serebral

6. MANIFESTASI KLINIS
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder
atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya. Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Bare
(2002), antara lain: defisit lapang pandang, defisit motorik, defisit
sensorik, defisit verbal, defisit kognitif dan defisit emosional.
a. Defisit Lapang Pandangan
1) Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan
penglihatan
2) Kesulitan menilai jarak
3) Diplopia
b. Defisit Motorik
1) Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang
sama).
2) Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang
sama).
3) Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan
kaki.
4) Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang
sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
5) Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
c. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
d. Defisit Verbal
1) Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat
dipahami)
2) Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang
dibicarakan)
3) Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
e. Defisit Kognitif
1) Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
2) Penurunan lapang perhatian
3) Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
4) Perubahan penilaian
f. Defisit Emosional
1) Kehilangan kontrol diri
2) Labilitas emosional
3) Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
4) Depresi
5) Menarik diri
6) Rasa takut, bermusuhan dan marah
7) Perasaan isolasi

7. KLASIFIKASI
Menurut WHO ICD-NA (The Application of the International
Classification of Diseases to Neurology) stroke hemoragik dibagi
menjadi :
a. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral meliputi 10% dari seluruh kasus
gangguan pembuluh darah otak, terjadi di hemisfer serebri (80%)
dan batang otak serta serebelum (20%). Perdarahan intraserebral
umumnya terjadi antara umur 50-75 tahun, dan sedikit perbedaan
frekuensi antara pria dan wanita. Beberapa diantaranya pernah
mengalami infark otak atau perdarahan. Sebagian besar penderita
perdarahan serebral memiliki riwayat hipertensi dan tekanan darah
biasanya lebih tinggi lagi ketika terjadi perdarahan. Perdarahan
intraserebral bisa terjadi dibagian otak seperti lobar,
talamus,putamen, mesensefalon,pons, medula oblongata, dan
serebelum.
b. Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan pada rongga subarakhnoid paling sering terjadi
akibat dari ruptur aneurisma besar dalam sirkulus arteriosus
serebri, sedangkan penyebab yang lebih jarang adalah trauma,
kelemahan pembuluh darah akibat infeksi, dan koagulopati.
Perdarahan ini ditandai oleh onset mendadak nyeri kepala yang
berat, bisa disertai hilangnya kesadaran, muntah, muntah atau
kejang. Karena perdarahan dapat masif dan ekstravasasi darah ke
dalam ruang subarakhnoid lapisan meningen dapat berlangsung
cepat, maka angka kematian sangat tinggi sekitar 50% pada bulan
pertama setelah perdarahan. Penyebab tingginya angka kematian
ini adalah empat penyulit utama dapat menyebabkan iskemia otak
serta morbiditas dan mortalitas “tipe lambat” yang dapat terjadi
lama setelah perdarahan terkendali. Penyulit-penyulit tersebut
adalah vasospasme reaktif disertai infark, ruptur ulang,
hiponatremia, hidrosefalus. Bagi pasien yang bertahan hidup
setelah perdarahan awal, ruptur ulang atau perdarahan ulang adalah
penyulit paling berbahaya pada masa pascaperdarahan dini.
Vasospasme adalah penyulit yang terjadi 3 sampai 12 hari setelah
perdarahan awal. Seberapa luas spasme arteri menyebabkan
iskemia dan infark bergantung pada keparahan dan distribusi
pembuluh-pembuluh yang terlibat. Alat yang sering digunakan
untuk mengklasifikasikan keparahan subarakhnoid adalah Hunt
and Hess Classification Grading Scale. Skala lima tingkat ini
digunakan secara luas dalam klinis dan untuk riset. Modifikasi dari
skala Hunt and Hess mencakup tujuh tingkatan keparahan , yang
diberi nomor 0 samapi 5. Aneurisma yang tidak mengalami ruptur
diberi derajat/tingkat 0, dan derajat 2 yang asli dibagi lagi menjadi
derajat 1a dan 2. Skala tujuh tungkat yang lebih baru ini
dicakupkan dalam situs web the Brain Attack Coalition tahun 2001
yang mencantumkan lima skala stroke yang berbeda, yang
semuanya digunakan untuk mengevaluasi pasien stroke. Kecuali
skala Hunt and Hess, yang digunakan untuk menilai derajat
disfungsi dini, skala yang lain digunakan selama pemulihan stroke
untuk menilai derajat kecacatan, tingkat fungsional, dan kemajuan
perbaikan Dalam keadaan normal, jaringan kapiler terdiri dari
pembuluh-pembuluh darah yang garis tengahnya hanya 8/1.000
mm. Karena ukurannya yang halus, arteriolarteriol halus ini
memiliki resistensi vaskular tinggi yang memperlambat aliran
darah sehingga oksigen dan zat makanan dapat berdifusi ke dalam
jaringan otak. Pada malformasi arteriovena pembuluh melebar
sehingga darah mengalir di antara arteri bertekanan tinggi dan
sistem vena bertekanan rendah. Akhirnya, dinding venula melemah
dan darah dapat keluar dengan cepat ke jaringan otak. Pada
sebagian besar pasien, perdarahan terutama terjadi di intraparenkim
dengan perembesan ke dalam ruang subarakhnoid. Perdarahan
mungkin massif, yang menyebabkan kematian, atau kecil dengan
garis tengah 1 cm.
8. PENCEGAHAN
Stroke merupakan penyakit neurologi yang paling sering
mengakibatkan cacat dan kematian, upaya penanggulangan stroke
harus dilakukan secara menyeluruh, serentak, berkelanjutan, dan
melibatkan bukan hanya para ahli dibidang penyakit syaraf, tetapi juga
para ahli dari disiplin ilmu yang berkaitan dengan penanganan stroke.
Pencegahan stroke merupakan tindakan yang paling efektif untuk
menghindari kematian, disabilitas, dan penderitaan. Di samping itu
suatu strategi pencegahan yang berhasil akan mengurangi atau bahkan
mungkin meniadakan perawatan rumah sakit, rehabilitas dan biaya
ekonomi akibat hilangnya produktivitas penderita. Orang yang pernah
terkena stroke memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalaminya
kembali, terutama dalam satu tahun pertama setelah stroke.
Tindakan untuk mencegah agar stroke tidak berulang, sama dengan
menghindari serangan jantung, yakni mempertahankan kesehatan
sistem kardiovaskuler dan mempertahankan aliran darah ke otak.
Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah mengontrol penyakit–
penyakit yang berhubungan dengan terjadinya aterosklerosis. Secara
umum, pengontrolan dapat dilakukan dengan menerapkan pola diet
yang tepat dan olahraga yang teratur untuk mempertahankan kesehatan
otak dan sistem saraf.
Faktor-faktor pencegahan stroke saling berkaitan satu sama lain
dan saling mendukung mencegah stroke berulang
a. Kendalikan tekanan darah
Hipertensi merupakan faktor tunggal yang paling penting
dalam hal resiko stroke. Mempertahankan tekanan darah dibawah
140/90 mmHg dapat mengurangu resiko stroke hingga 75-85
persen. Pada pasien stroke disarankan untuk memeriksakan
tekanan darah maksimal satu bulan sekali.
b. Kendalikan diabetes
iabetes mellitus meningkatkan resiko stroke hingga 300
persen. Orang dengan tingkat gula darah yang tinggi, seringkali
mengalami stroke yang lebih parah dan meninggalkan cacat yang
menetap. Pengendalian diabetes adalah faktor penting untuk
mengurangi faktor stroke.
c. Miliki jantung sehat Penyakit jantung
secara signifikan meningkatkan resiko stroke. Bahkan,
stroke kadangkala disebut sebagai serangan otak karena adanya
persamaan biologis antara serangan jantung dan stroke. Kurangilah
faktor resiko penyakit stroke seperti tekanan darah tinggi,
merokok, kolesterol tinggi, kurang olahraga, kadar gula darah
tinggi, dan berat badan berlebih.
d. Kendalikan kadar kolesterol
Kadar kolesterol tinggi berperan dalam mengembangkan
aterosklerosis karotid, yaitu bahan lemak tertimbun di dalam
pembuluh karotid, yaitu pembuluh darah yang memasok darah ke
otak. Penyempitan pembuluhpembuluh inilah yang dapat
meningkatkan resiko stroke. bila kadar kolesterol diturunkan
hingga 25 persen maka dapat mengurangi resiko stroke sampai 29
persen.
e. Berhenti merokok
Perokok memiliki resiko 60 persen lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tidak merokok. Merokok dapat
meningkatkan resiko tekanan darah tinggi dan cenderung untuk
membentuk gumpalan darah, dua faktor yang berkaitan erat dengan
stroke. Berbagai resiko stroke yang terkait dengan merokok dapat
ditiadakan dalam dua hingga tiga tahun setelah berhenti merokok.
9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
a. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti
central jaringan otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang
masih bisa diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk
menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan
memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan
mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta
tekanan darah.
b. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan
rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
c. Pengobatan
1) Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan
perdarahan pada fase akut
2) Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah
peristiwa trombolitik/emobolik.
3) Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
d. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki
peredaran darah otak. Penderita yang menjalani tindakan ini
seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi,
diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini
dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan
kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
10. KOMPLIKASI
Stroke hemoragik dapat menyebabkan
a. Infark Serebri
b. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus
normotensif
c. Fistula caroticocavernosum
d. Epistaksis
e. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal

C. TERAPI KOMPLEMENTER
Ada beberapa terapi yang dapat dimanfaatkan oleh pasien pasca
stroke seperti latihan lengan dan pemberian posisi. Terapi akupresur
terutama meridian acupressure terbukti merupakan intervensi yang efektif
untuk memperbaiki pergerakan ektremitas atas, meningkatkan aktivitas
sehari-hari, dan mengurangi depresi pada pasien stroke hemiplegia stroke
di Korea. Penelitian tersebut menguji terapi akupresur 10 menit setiap hari
dalam waktu dua pecan. Akupresur adalah intervensi yang dapat dilakukan
oleh perawat dan telah diakui sebagai tindakan keperawatan. Akupresur
merupakan metode non-invasif berupa penekanan pada titik akupunktur
tanpa menggunakan jarum, biasanya hanya menggunakan jari atau benda
tertentu yang dapat memberikan efek penekanan sehingga lebih bisa
diterima dan ditoleransi oleh pasien dibandingkan akupunktur yang
menggunakan jarum. Akupresur bermanfaat dalam memperbaiki fungsi
ektremitas atas melalui efeknya untuk melancarkan pergerakan aliran qi
(energi vital) di dalam tubuh.
Titik akupresur fungsi ektremitas atas
Meskipun, manfaat akupresur telah diuji pada penelitian di Korea,
pada populasi di Indonesia perlu dilakukan penelitian kembali dengan
metode yang lebih singkat, yaitu selama tujuh hari. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi pengaruh akupresur terhadap kekuatan otot dan
tentang gerak ekstremitas atas pada pasien stroke pasca rawat inap.
Pembuktian efektifitas akupresur dalam penelitian ini menjadi
salah satu evidence based practice yang akan semakin memperkuat
dukungan teoritis bagi perkembangan terapi komplementer dalam ilmu
keperawatan medikal bedah, sehingga dapat dijadikan sebagai materi
dalam pembelajaran keperawatan medikal bedah.
D. PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER
1. PENCEGAHAN PRIMER
Merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi faktor resiko
yang sudah ada dalam individu tetapi belum menderita stroke.
Terdapat dua pendekatan utama pada pencegahan stroke: strategi
kesehatan masyarakat atau populasi dan strategi resiko tinggi. Strategi
populasi didasarkan pada peraturan dan program pendidikan yang
bertujuan mengurangi perilaku beresiko pada seluruh populasi. Strategi
resiko tinggi mengarahkan upaya untuk orang-orang yang memiliki
resiko stroke di atas rata-rata. Agar hemat biaya, pendekatan resiko
tinggi harus didasarkan pada resiko basal (absolut) seseorang
mengalami suatu kejadian dan bukan didasarkan hanya pada usia atau
pertimbangan resiko relatif yang berkaitan dengan satu faktor resiko.
Pada semua kelompok usia dan di semua kategori resiko, perempuan
memiliki resiko absolut yang lebih rendah daripada laki-laki. Contoh
dari pencegahan primer yaitu program Pos Pembinaan Terpadu PTM
(Posbindu PTM) yang dibentuk oleh Kemenkes RI.
2. PENCEGAHAN SEKUNDER
Merupakan upaya tingkat dua yang dilakukan setelah seseorang
individu mengalami stroke, bentuk upaya yang dilakukan dalam
pencegahan sekunder adalah diagnosa dini dan memperbaiki kondisi
penderita stroke agar tidak memburuk melalui pengobatan yang tepat.
Pencegahan sekunder pertama yaitu melalui diagnosa.
3. PENCEGAHAN TERSIER
Meliputi program rehabilitasi penderita stroke yang diberikan
setelah mengalami stroke. Tujuan dari rehabilitasi adalah
mengembalikan kemampuan maksimal dan kemandirian pasien dalam
batas-batas yang disebabkan oleh kecacatan dan kebutuhannya, adapun
yang dapat dilakukan yaitu :
a. Fisioterapi
Ahli fisioterapi dan perawat secara umum lebih paham dari
pada staf medis mengenai hal mengangkat dan menggerakkan
pasien yang imobil, masukan-masukan dari mereka adalah vital
saat pasien memulai mobilisasi, termasuk tata laksana spastisitas
dan penggunaan alat bantu berjalan (tongkat, kruk, penyangga),
dan bidai untuk kelemahan pergelangan tangan dan kaki.
b. Terapi okupasional
Penilaian efek kecacatan pada aktivitas pasien sehari-hari
adalah wilayah terapi okupasional (occupational theraphy,OT).
Digunakan daftar tilik formalActivities of Daily Living dengan
perhatian khusus pada aktivitas makan, perawatan diri dan mandi,
fungsi sfingter dan kemandirian pergi ke toilet, berpakaian dan
mobilitas (termasuk berpindah dari kursi ke tempat tidur, berjalan
atau menggunakan kusri roda, dan kemampuan untuk berjalan di
tangga). Penilaian awal dilakukan di rumah sakit namun
dibutuhkan pula kunjungan rumah selanjutnya. OT harus
memberikan informasi mengenai modifikasi struktural dan alat
bantu, misalnya tangga dan lift. Tuntunan mengenai jenis kursi
roda dan penyesuaian alat juga disediakan oleh OT.
c. Neuropsikologi
Ahli psikologi klinis terlibat dalam penilaian dan diagnosis
pasien dengan disfungsi kognitif. Beberapa ahli juga terlibat dalam
pelatihan kembali dan konsultasi pasien dengan kerusakan otak.
d. Kerja sosial
Pendampingan dengan pelayanan sosial penting sebelum
pasien yang cacat dapat meninggalkan bangsal nuerologis akut,
yang menjadi perhatian akhir adalah pekerjaan pasien, karena
pasien mengalami keterbatasan untuk kembali ke pekerjaan
awalnya maka diperlukan periode istirahat yang diperpanjang jika
dimungkinkan.

E. PROSES KEPERAWATAN SECARA TEORI


1. PENGKAJIAN
Data-data yang perlu di kaji adalah :
a. Identitas klien : Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada
usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.
b. Keluhan utama : Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
c. Riwayat penyakit sekarang : serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan
aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu : Adanya riwayat hipertensi, diabetes
militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga : Biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi ataupun diabetes
f. Riwayat psikososial : Stroke memang suatu penyakit yang sangat
mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
g. Pola-pola fungsi kesehatan : Pola persepsi dan tata laksana hidup
sehat, Pola nutrisi dan metabolisme, Pola eliminasi,Pola aktivitas
dan latihan, Pola tidur dan istirahat, Pola hubungan dan peran, Pola
persepsi dan konsep diri, Pola sensori dan kognitif, Pola reproduksi
seksual, Pola penanggulangan stress,dan Pola tata nilai dan
kepercayaan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan
perdarahan intracerebral.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
hemiparese/hemiplagia.
c. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.
d. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah
baring lama.
e. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
menurunnya reflek batuk dan menelan.
3. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan
perdarahan intra cerebral
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil:
1) Klien tidak gelisah
2) Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3) GCS Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6
4) Pupil isokor, reflek cahaya (+) - Tanda-tanda vital normal (N:
60-100x/mnt, S: 36-36,7oC, RR: 16- 20x/menit)
INTERVENSI
1) Observasi dan catat tandatanda vital dan kelain tekanan
intrakranial tiap dua jam.
2) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung
(beri bantal tipis).
3) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total dan anjurkan klien
untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan.
4) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuro
protektor.
RASIONAL
1) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara
dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat
2) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage
vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
3) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial
dan potensial terjadi perdarahan ulang
4) Memperbaiki sel yang masih viabel
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
hemiparese/hemiplagia.
Tujuan: Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
Kriteria hasil:
1) Tidak terjadi kontraktur sendi
2) Bertabahnya kekuatan otot
3) Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
INTERVENSI
1) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
2) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada
ekstrimitas yang tidak sakit
3) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
RASIONAL
1) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak
dilatih untuk digerakkan
2) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
3) Mempertahankan kekuatan tonus otot.
c. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil:
1) Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
2) Hb dan albumin dalam batas normal
INTERVENSI
1) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan
reflek batuk
2) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara
manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika
dibutuhkan
3) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
4) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui
iv atau makanan melalui selang
RASIONAL
1) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada
klien
2) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan
kontrol muskuler
3) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan merunkan
resiko terjadinya tersedak
4) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan
juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan
segala sesuatu melalui mulut
d. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah
baring lama.
Tujuan: Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil:
1) Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka - Klien
mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
2) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
INTERVENSI
1) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area
sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap
merubah posisi.
2) Ubah posisi tiap 2 jam. Gunakan bantal air atau pengganjal
yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol.
3) Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru
mengalami tekanan pada waktu berubah posisi. Jaga
kebersihan kulit.
4) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion)
dan mobilisasi jika mungkin
RASIONAL
1) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
2) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
3) Menghindari kerusakankerusakan kapiler-kapiler
4) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
e. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
menurunnya reflek batuk dan menelan.
Tujuan : Jalan nafas tetap efektif.
Kriteria hasil :
1) Klien tidak sesak nafas
2) Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
3) Tidak retraksi otot bantu pernafasan
4) Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit

INTERVENSI
1) Observasi pola dan frekuensi nafas. Auskultasi suara nafas
2) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
3) Ubah posisi tiap 2 jam sekali
4) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
RASIONAL
1) Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
2) Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
3) Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran
pernafasan
4) Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru

F. EBP/Hasil Penelitian Terkait Intervensi Keperawatan


Jurnal dengan judul “AKUPRESUR UNTUK MENINGKATKAN
KEKUATAN OTOT DAN RENTANG GERAK EKSTREMITAS ATAS
PADA PASIEN STROKE”.
Stroke atau cerebrovascular accident disebabkan oleh putusnya
aliran darah ke otak atau oleh karena pecahnya pembuluh darah di otak
yang dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal yang berkontribusi
berupa kelemahan otot pada sisi kontralateral dengan lesi di otak (Eng,
2004).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 (Kementrian
Kesehatan RI, 2013), stroke meru-pakan penyebab kematian utama di
Indonesia. Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan sebesar 7,0 per mil dan berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
atau gejala sebesar 12,1 per mil. Sebanyak 57,9 persen penyakit stroke
telah terdiagnosis.
Penelitian ini menggunakan metode kuasi eks-perimental dengan
pendekatan control groups pretest-post test design yang melibatkan 34
pasien stroke pasca rawat inap. Kriteria inklusi responden, antara lain
terdiagnosis stroke baik hemoragik maupun non-hemoragik, mengalami
hemiparesis dengan kekuatan otot 1-3 baik kiri maupun kanan, kesadaran
kompos mentis dan bersedia mengikuti penelitian. Sedangkan kriteria
eksklusi dari penelitian ini yaitu tanda-tanda vital tidak stabil, pasien
dalam fase akut (kurang dari 7 hari onset serangan) dan kontraindikasi
akupresur (kulit terluka, bengkak, fraktur, myalgia).
Hasil analisis yang terlihat pada Tabel 3 menunjukkan bahwa
antara ke-lompok intervensi dan kelompok kontrol tidak memiliki
perbedaan rerata usia yang bermakna atau rerata usia setara/homogen
antara kelompok intervensi dan kontrol (p>0,05).Hasil analisis
menunjukkan rerata rentang gerak ekstremitas atas antara kelompok
intervensi dan kontrol sebelum dilakukan intervensi hampir sama. Analisis
lebih lanjut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rentang gerak yang
ber-makna antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum
dilakukan akupresur (p>0,05).
Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat per-bedaan yang
signifikan kondisi kekuatan otot ekstremitas atas pada kelompok intervensi
dan kontrol (p>0,05). Dengan kata lain, kekuatan otot ekstremitas atas
sebelum dilakukan aku presur setara atau homogen antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Hasil analisis menunjukkan bahwa
kekuatan otot pada kelompok intervensi lebih besar jika dibandingkan
dengan kekuatan otot pada kelom-pok kontrol setelah dilakukan
akupresur. Analisis lebih lanjut menunjukkan adanya perbedaan kekuatan
otot yang bermakna antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
setelah dilakukan akupresur (p < 0,05).
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Sebagian besar 75% pasien pasca stroke mendapatkan
dukungan keluarga tinggi. Dukungan-dukungan yang diberikan
oleh keluarga berupa dukungan emosional, pengharapan, nyata
dan informasi.
2. 45% pasien pasca stroke memiliki kemampuan perawatan diri
dengan bantuan Sebagian. Faktor yang mempengaruhi
kemampuan perawatan diri ialah penyakit stroke itu sendiri,
lamanya seseorang terkena stroke, rehabilitasi dan umur.
3. Tingginya dukungan keluarga yang diberikan dapat
memberikan efek negative yaitu pasien dapat ketergantungan
dengan bantuan yang diberikan.
B. SARAN
1. Bagi Pelayanan Keperawatan
perawat dapat memberikan health education bagi keluarga
mengenai stroke, pengobatan, rehabilitasi, dan perawatan
pasien pasca stroke di rumah. perawat juga di harapkan dapat
membantu pasien dan keluarga dalam meningkatkan motivasi
pasien untuk sembuh.
2. Bagi keluarga pasien pasca stroke
keluarga perlu meningkatkan motivasi bagi pasien pasca stroke
untuk lebih mandiri dengan pengawasan dan tidak memberikan
efek negative ketergantungan dalam melakukan perawatan diri.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/293/2/BAB%20I.pdf

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/141/jtptunimus-gdl-rusnayusuf-7036-3-
babii.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/64325/Chapter%20II.pdf

https://id.scribd.com/doc/207886019/MAKALAH-Stroke-Hemoragik

https://www.academia.edu/3686277/makalah_stroke_hemoragik

Anda mungkin juga menyukai