Kasus
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pasien dengan
Sirosis Hepatis dan Ileus Obstruksi
OLEH:
KELOMPOK I
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas segala rahmat dan
perkenananNya sehingga makalah dapat tersusun sampai selesai, sebagai salah satu tugas mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah Lanjut II pada Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Universitas Hasanuddin Makassar.
Makalah ini membahas asuhan keperawatan medikal bedah pada pasien dengan sirosis
hepatis dan ileus obstruksi. Kami mengharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa ilmu keperawatan. Makalah ini masih
banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini.
Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih
Penyusun
Kelompok 3
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 35
iii
ILEUS OBSTRUKSI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 36
B. Tujuan .......................................................................................................... 36
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Ileus Obstruksi ……………………………………………………. 38
B. Etiologi …………………………………………………………………..… 38
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit sirosis hati merupakan salah satu penyebab utama
masalah morbiditas dan mortalitas di berbagai negara dan berada pada
urutan ke-14 sebagai penyebab kematian terbanyak di seluruh dunia serta
menyebabkan 1,03 juta kematian per tahun di seluruh dunia (Tsochatzis et
al., 2014). Penyakit ini juga menjadi salah satu masalah kesehatan di
Indonesia dengan prevalensi sirosis hati yang dirawat di ruang rawat
Penyakit Dalam adalah sekitar 3,6% - 8,4% di Jawa dan Sumatera, serta
47,4% dari berbagai penyakit hati yang dirawat (Abarca, 2021).
Prognosis sirosis bermacam-macam disebabkan oleh sejumlah
faktor yaitu penyebab beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit
penyerta yang lain (Abarca, 2021) Terapi yang dilakukan bertujuan untuk
mengurangi progresivitas penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang
dapat menambah kerusakan hati, pencegahan serta penanganan
komplikasi. Penanganan sirosis hati memerlukan kerjasama tim medis,
pasien, keluarga, serta lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini.
Edukasi terhadap pasien dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi
yang mungkin 2 terjadi akan sangat membantu memperbaiki hasil
pengobatan, serta diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup
penderita (Abarca, 2021)
B. Tujuan
Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah untuk dapat
memahami dan menganalisa, memaparkan pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pemberian asuhan keperawatan medikal bedah
pasien dengan sirosis hepatis
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran umum tentang penerapan proses
asuhan keperawatan.
1
2. Tujuan Khusus
a. Perawat mampu melaksanakan pengkajian terhadap pasien dengan
sirosis hepatis
b. Perawat mampu menyusun diagnosa keperawatan sesuai dengan
hasil pengkajian.
c. Perawat mampu menyusun perencanaan keperawatan terhadap
pasien dengan keluhan sirosis hepatis sesuai dengan kebutuhan
pasien.
d. Perawat mampu melakukan intervensi tindakan yang nyata sesuai
dengan perencanaan tindakan keperawatan dan prioritas masalah.
e. Perawat menilai hasil tindakan perawatan yang dilakukan terhadap
pasien.
3. Manfaat
a. Untuk melatih dan menambah pengetahuan tentang sirosis hepatis.
b. Dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang sirosis
hepatis.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
By BruceBlaus - Own work, CC BY-SA 4.0,
B. Klasifikasi
1. Secara konvensional sirosis hati dibagi menjadi:
a. Makronodular, dengan besar nodul lebih dari 3 mm
b. Mikronodular, dengan besar nodul kurang dari 3mm.
c. Campuran mikro dan makronodular
2. Secara klinis sirosis hati dibagi menjadi:
a. Sirosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis
yang nyata.
b. Sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda
klinik yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan
dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat
perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi
hati.
3. Secara morfologis dan etiologi terbagi atas : (Price & Wilson, 2005)
a. Sirosis Alkoholik
Sirosis alkoholik, atau secara historis disebut sirosis Laennec,
disebabkan oleh alkoholisme kronis. Perubahan pertama pada hati
yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara bertahap
di dalam sel-sel hati (infiltrasi lemak) dan alkohol menimbulkan
efek toksik langsung terhadap hati. Akumulasi lemak
mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik yang
mencakup pembentukan trigliserida secara berlebihan, menurunnya
pengeluaran trigliserida dari hati dan menurunnya oksidasi asam
lemak. Sirosis alkohol memiliki tiga stadium:
1) Perlemakan Hati Alkoholik
Stadium pertama dari sirosis alkohol yang relatif jinak,
ditandai oleh penimbunan trigliserida di hepatosit dan terjadi
pada 90% pecandu alkohol kronis. Alkohol dapat menyebabkan
penimbunan trigliserida di hati yang dapat meluas hingga
mengenai lobulus hati. Hati menjadi besar, lunak, berminyak
dan berwarna kuning.
4
2) Hepatitis Alkoholik
Stadium kedua sirosis alkohol dan diperkirakan diderita
oleh 20- 40% pecandu alkohol kronis. Kerusakan hepatosit
mungkin disebabkan oleh toksisitas produk akhir metabolisme
alkohol, terutama asetaldehida dan ion hidrogen.
3) Sirosis Alkoholik
Pada stadium ini, sel hati yang mati diganti oleh jaringan
parut. Pita-pita fibrosa terbentuk dari aktivasi respon
peradangan yang kronis dan mengelilingi serta melilit di antara
hepatosit yang masih ada. Peradangan kronis menyebabkan
timbulnya pembengkakan dan edema interstisium yang
membuat kolapsnya pembuluh darah kecil dan meningkatkan
resistensi terhadap aliran darah yang melalui hati yang
menyebabkan hipertensi portal dan asites.
b. Sirosis Pascanekrosis
Sirosis pascanekrosis terjadi setelah nekrosis berbercak
pada jaringan hati, sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut
yang terjadi sebelumnya. Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh
jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan di selingi
dengan parenkim hati normal, biasanya mengkerut dan berbentuk
tidak teratur dan banyak nodul.
c. Sirosis Biliaris
Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris
pascahepatik. Statis empedu menyebabkan penumpukan empedu di
dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar
lembar fibrosa di tepi lobulus, hati membesar, keras, bergranula
halus dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal
dan utama dari sindrom ini. Terdapat dua jenis sirosis biliaris:
primer (statis cairan empedu pada duktus intrahepatikum dan
gangguan autoimun) dan sekunder (obstruksi duktus empedu di ulu
hati)
5
C. Etiologi
Berdasarkan Muttaqin & Sari, (2016), terdapat berbagai macam
penyebab yang dapat mengakibatkan sirosis hati, namun sampai saat ini
belum ada penyebab yang pasti. Hal – hal yang sering disebut
menyebabkan sirosis hati:
1. Virus hepatitis B, C, dan D.
Hepatitis B dan D akan mengalami kegagalan fungsi hati yang
mengakibatkan perubahan pada jaringan parenkim hati menjadi
jaringan fibrosis sehingga mengakibatkan nekrosis pada hati. Pada
beberapa kasus virus hepatitis C mampu memperlemah sistem imun
tubuh yang akibatnya dapat timbul infeksi kronis dengan kerusakan
hati yang memungkinan untuk berkembang menjadi sirosis (Price &
Wilson, 2005)
2. Alkohol
Mengkonsumsi alkohol secara berlebihan menyebabkan infiltrasi
lemak di dalam sel-sel hati kemudian membentuk jaringan parut dan
nodul sehingga merubah bentuk struktur hati. Peneybab kerusakan hati
merupakan efek langsung alkohol pada sel hati. Sirosis hepatis yang
disebabkan oleh alkohol dikenal juga dengan sirosis laennec. Organ
hati sangat terganggu dengan masuknya zat alkohol (methanol dan
etanol) ke dalamnya. Karena alkohol yang masuk ke dalam tubuh akan
dieleminasi oleh organ hati, oleh karena itu banyak mengkonsumsi
alkohol dapat memperberat kerja hati dan merusak fungsi hati secara
terus menerus dan perlahan (Thaha et al., 2021).
3. Obat-obatan atau toksin
Penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu lama seperti INH dan
metildopa
4. Kelainan metabolik
Hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi α1- antitripsin,
diabetes melitus, glikogenosis tipe IV, galaktosemia, tirosinemia,
6
fruktosa intoleran. Pada hemochromatosis, pasien-pasien mewarisi
suatu kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah besi yang
berlebihan dari makanan. Melalui waktu, akumulasi besi pada organ-
organ yang berbeda diseluruh tubuh menyebabkan sirosis, arthritis,
kerusakkan otot jantung yang menjurus pada gagal jantung, dan
disfungsi (kelainan fungsi) buah pelir yang menyebabkan kehilangan
rangsangan seksual. Perawatan ditujukan pada pencegahan kerusakkan
pada organ-organ dengan mengeluarkan besi dari tubuh melaui
pengeluaran darah. Pada penyakit Wilson, ada suatu kelainan yang
diwariskan pada satu dari protein-protein yang mengontrol tembaga
dalam tubuh. Melalui waktu, tembaga berakumulasi dalam hati, mata-
mata, dan otak.
5. Kolestasis intra dan ekstra hepatik.
6. Gagal jantung dan obstruksi aliran vena hepatika.
7. Gangguan imunitas.
Penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistim imun
yang ditemukan lebih umum pada wanita-wanita. Aktivitas imun yang
abnromal pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan
penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang progresif, menjurus
akhirnya pada sirosis.
8. Sirosis biliaris primer dan sekunder
9. Idiopatik atau kriptogenik
Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh penyebab-
penyebab yang tidak teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum
untuk pencangkokan hati. sirosis kriptogenik disebabkan oleh NASH
(nonalcoholic steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan,
diabetes tipe 2, dan resistensi insulin yang tetap bertahan lama. Lemak
dalam hati dari pasien-pasien dengan NASH diperkirakan menghilang
dengan timbulnya sirosis, dan ini telah membuatnya sulit untuk dokter-
dokter untuk membuat hubungan antara NASH dan sirosis kriptogenik
untuk suatu waktu yang lama
D. Tanda dan Gejala
7
Gejala awal sirosis sering asimtomatis sehingga kadang ditemukan
pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena
kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan
mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung,
mual, berat badan menurun, pada laki – laki dapat timbul impotensi, testis
mengecil, buah dada membesar, serta hilangnya gairah seksualitas. Bila
sudah lanjut (dekompensata), gejala – gejala lebih menojol terutama bila
timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya
rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin
disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,
gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih seperti teh pekat, muntah
darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa,
sukar berkonsentrasi, bingung, agitasi, hingga koma (Nurdjanah, 2014).
Sesuai dengan consensus Braveno III, Sirosis hati dapat
diklasifikasikan menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya
varises, asites, dan pendarahan varises:
1. Stadium 1 : Tidak ada varises, tidak ada asites
2. Stadium II : Varises, tanpa asites
3. Stadium 3 Asites, dengan atau tanpa varises Stadium
4. Perdarahan dengan atau tanpa asites
Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata,
sementara staiudm 3 dan 4 dimasukkan dalam kelompok sirosis
dekompensata.
Menurut Price & Wilson, (2005), manifestasi utama dan lanjut dari
sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan fisiologi yaitu :
1. Gagal Hepatoseluler
a. Ikterik
Penderita dapat menjadi ikterik selama fase dekompensasi
disertai gangguan reversible fungsi hati. Pada kulit dan membrane
mukosa terjadi akibat hiperbilirubinemia.
b. Edema perifer
8
Edema terjadi umumnya setelah terjadi asites dan sebagai
akibat hipoalbunemia dan retensi garam dan air. Kegagalan sel hati
untuk menginaktifkan aldosterone dan hormone anti diuretic
merupakan penyebab retensi natrium dan air.
c. Gangguan endokrin
Hormon korteks adrenal, testis dan ovarium dimetabolisme
dan diinaktifkan oleh hati nomal sehingga terjadi kelebihan
estrogen dalam sirkulasi.
1) Angioma laba-laba (Spider navi) terlihat pada kulit terutama
disekitar leher, bahu dan dada. Angioma terdiri atas arteriola
sentral tempat memancarkan banyak pembuluh halus
2) Atrofi testis: hipogonadisme menyebabkan impotensi dan
infertil. Tanda ini menonjol pada sirosis alkoholik dan
hemokromatosis
3) Ginekomastia: secara histologis berupa proliferasi benigna
jaringan glandula mammae pada laki – laki, kemungkinan
akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga
hilangnya rambut dada dan aksila pada laki – laki, sehingga
megalami perubahan kea rah feminisme. Kebalikannya, pada
perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase
menopause.
4) Eritema palmaris, yaitu warna merah saga pada thenar dan
hipothenar telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan
perubahan metabolisme hormone estrogen
5) Peningkatan pigmentasi kulit diduga akibat aktivitas hormon
peransang melanosit (melanocyte stimulating hormone) MSH
yang bekerja secara berlebihan.
d. Gangguan hematologic
Terjadinya pendarahan, anemia, leukopenia dan
trombositopenia. Penderita sering mengakami pendarahan hidung,
gusi, menstruasi berat dan mudah memar. Hal ini terjadi akibat
berkurangnya pembentukan factor-faktor pembekuan oleh hati dan
9
terjadi akibat hipersplenisme yaitu limpa menjadi terlalu aktif
overeaktif sehingga menghancurkan sel darah dengan cepat dan
premature. Mekanisme lain yang menimbulkan anemia adalah
defisiensi folat, vitamin B12 dan besi sekunder akibat kehilangan
darah dan peningkatan hemolisis eritrosit.
e. Fetor hepatikum
adalah bau apek manis yang terdeteksi dari napas penderita
(terutama pada koma hepatikum) dan diyakini terjadi akibat
ketidakmampuan hati dalam memetabolisme metionin.
f. Ensefalopati Hepatik
Suatu bentuk intoksikasi otak yang disebabkan oleh
kelainan matabolisme amonia dan isi usus yang tidak mengalami
metabolisme dalam hati.
2. Hipertensi portal
Hipertensi portal terjadi karena peningkatan vena porta yang
menetap diatas nilai normal yaitu 6 sampai 12 cm H20.
a. Hepatomegali: Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan
nodular
b. Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis dengan
penyebab nonalkoholik. Pembesaran ini dikaitkan dengan kongesti
pulpa merah lien karena hipertensi porta
c. Asites: Penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat
hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Hipertens porta
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam pembuluh
darah jaringan intestinal. Hipoalbumenia terjadi karena
menurunnya sintesis-sintesis yang dihasilkan sel-sel hati yang
terganggu. Hal ini menyebabkan menurunnya tekanan osmotic
koloid. Kombinasi antara tekanan hidrostatik yang meningkat dan
tekanan osmotic yang menurun dalm pembuluh darah jaringan
intestinal menyebabkan terjadinya transudasi cairan dari ruang
intravaskuler ke ruang interstisial sesuai dengan hukum gaya
starling.
10
d. Varises Esofagus:
Disebabkan karena terjadinya perubahan hemodinamik dan
hipertensi porta terhadap esofagus bagian bawah. Pirau darah
melalui saluran ini ke vena kava menyebabkan dilatasi vena.
e. Hemoroid Interna
Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superfisial dinding
abdomen dan timbulnya sirkulasi ini mengakibatkan dilatasi vena-
vena sekatar umbilicus (kaput medusa). System vena rektal
membantu dekompensasi tekanan portal sehingga vena-vena
berlidatasi dan dapat menyebabkan berkembangnya hemoroid
interna.
11
Gambar Sirosis Hepatis (Widya, 2018)
12
c. Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein-protein yang
penting untuk pembekuan darah serta untuk mengangkut hormon
tiroid, steroid dan kolesterol dalam darah.
d. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga dan banyak vitamin.
e. Pengaktifan vitamin D, yang dilaksanakan oleh hati bersama
dengan ginjal.
f. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang usang.
g. Ekskresi kolesterol dan bilirubin, yang merupakan produk
penguraian yang berasal dari pemecahan sel darah merah yang
sudah usang.
Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Tiap-tiap
sel hati atau hepatosit mampu melaksanakan berbagai tugas
metabolik diatas, kecuali aktivitas fagositik yang dilaksanakan
oleh makrofag residen atau yang lebih dikenal sebagai sel
Kupffer. Sel Kupffer, yang meliputi 15% dari massa hati serta
80% dari total populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang sangat
penting dalam menanggulangi antigen yang berasal dari luar
tubuh dan mempresentasikan antigen tersebut kepada limfosi
(Nurdjanah, 2014)
F. Penatalaksanaan Medis
13
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi
ditujukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan – bahan
yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan
komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik, diberikan diet yang
mengandung protein 1g/kgBB dan kalori sebanyak 2.000 – 3.000
kkal/hari.
Terdapat 3 jenis diet khusus penyakit hati. Hal ini didasarkan pada
gejala dan keadaan penyakit pasien. Jenis diet penyakit hati tersebut adalah
diet hati I (DH I), diet hati II (DH II), diet hati III (DH III). Selain itu pada
diet penyakit hati ini juga menyertakan diet garam rendah I (Rashati &
Eryani, 2019).
1. Diet garam rendah I (DGR I)
Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites
dan atau atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak
menambahkan garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi
14
kadar natriumnya. Kadar Natrium pada Diet garam rendah I ini adalah
200-400 mg Na.
2. Diet hati I (DH I)
Diet Hati I diberikan bila pasien dala keadaan akut atau bila
prekoma sudah dapat diatasi dan pasien sudah mulai mempunyai nafsu
makan. Melihat keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk
cincang atau lunak. Pemberian protein dibatasi (30 g/hari) dan lemak
diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Formula enteral dengan asam
amino rantai cabang (Branched Chain Amino Acid /BCAA) yaitu
leusin, 17 isoleusin, dan valin dapat digunakan. Bila ada asites dan
diuresis belum sempurna, pemberian cairan maksimal 1 L/hari.
3. Diet hati II (DH II)
Diet hati II diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet hati II
kepada pasien dengan nafsu makannya cukup. Menurut keadaan
pasien, makanan diberikan dalam bentuk lunak / biasa. Protein
diberikan 1 g/Kg berat badan dan lemak sedang (20-25% dari
kebutuhan energi total) dalam bentuk yang mudah dicerna. Makanan
ini cukup mengandung energi, zat besi, vitamin A & C, tetapi kurang
kalsium dan tiamin. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan
diberikan sebagai diet hati II rendah garam. Bila asites hebat dan
diuresis belum baik, diet mengikuti pola Diet Rendah garam I.
4. Diet hati III (DH III)
Diet hati III diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati
II atau kepada pasien hepatitis akut (hepatitis Infeksiosa/A dan
hepatitis serum/B) dan sirosis hati yang nafsu makannya telah baik,
telah dapat menerima protein, lemak, mineral dan vitamin tapi tinggi
karbohidrat.
Berdasarkan Nurdjanah, (2014), Tatalaksana pasien sirosis yang
kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati.
Terapi pasien ditujuan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya:
1. Alkohol dan bahan – bahan lain yang toksik dan dapat mencederai
hati dihentikan penggunaannya.
15
2. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa
menghambat kolagenik.
3. Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif.
4. Pada hemokromatosis flebotomi, setiap minggu sampai konsentrasi
besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.
5. Pada penyakit hati nonalkoholik, menurunkan berat badan dapat
mencegah terjadinya sirosis.
6. Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida)
merupakan terapi utama.
a. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara
oral setiap hari selama 1 tahun, namun pemberian lamivudine
setelah 9 – 12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga
terjadi resistensi obat.
b. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, 3
kali seminggu selama 4 – 6 bulan.
7. Pada hepatitis C kronis, kombinasi interferon dengan ribavirin
merupakan terapi standar.
a. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5
MIU 3 kali seminggu.
b. Ribavirin 800 – 1.000 mg/hari selama 6 bulan.
8. Pada pengobatan fibrosis hati, pengobatan antifibrotik pada saat ini
lebih mengarah pada peradangan dan tidak terhadap fibrosis.
Pengobatan untuk mengurangi aktivasi dari sel stelata bisa
merupakan salah satu pilihan.
a. Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik yang dihubungkan
dengan pengurangan aktivasi sel stelata.
b. Kolkisin memiliki efek antiperadangan dan mencegah
pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam penelitian
sebagai antifibrosis dan sirosis.
c. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai antifibrosis.
d. Obat – obatan herbal juga sedang dalam penelitian.
16
Menurut Gani et al.,( 2012) Interferon tidak boleh diberikan pada
pasien dengan karakteristik:
1. Pasien sirosis dekompensata.
2. Pasien dengan gangguan psikiatri.
3. Pasien yang sedang hamil.
4. Pasien dengan penyakit autoimun aktif
Pengobatan sirosis hati dekompensata (Nurdjanah, 2014):
1. Asites
a. Tirah baring.
b. Diet rendah garam.
1) Konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari.
2) Diet rendah garam dikombinasi dengan obat – obatan diuretik.
c. Diuretik
1) Spironolakton dengan dosis 100 – 200 mg 1 kali sehari.
2) Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan
0,5 kg/hari tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan
adanya edema kaki.
3) Bila tidak adekuat, bisa dikombinasi dengan furosemide 20 –
40 mg/hari. Pemberian furosemide bisa ditambah dosisnya bisa
tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari.
d. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites
bisa 4 – 6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
2. Ensefalopati hepatic
a. Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.
b. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil
ammonia.
c. Diet protein dikurangi sampai 0,5 g/kgBB/hari, terutama diberikan
yang kaya asam amino rantai cabang.
3. Varises esophagus
a. Sebelum berdarah dan sesudah berdarah, bisa diberikan obat beta
blocker (propranolol).
17
b. Waktu perdarahan akut bisa diberikan preparat somatostatin atau
okreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligase
endoskopi.
4. Peritonitis bakterial spontan
a. Antibiotika seperti cefotaxim IV, amoksisilin, atau aminoglikosida.
5. Sindrom hepatorenal
a. Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur
keseimbangan garam dan air.
6. Transplantasi hati
Terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata.
G. Komplikasi
Menurut Angeli et al., (2018), ada beberapa omplikasi yang dapat
terjadi pada penderita sirosis hati :
1. Perdarahan varises esofagus
Perdarahan varises esofagus merupakan komplikasi serius yang
sering terjadi akibat hipertensi portal. Dua puluh sampai 40% pasien
sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan.
Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan
meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk
menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.
2. Ensefalopati hepatikum
Disebut juga koma hepatikum Merupakan kelainan neuropsikiatrik
akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan
hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang 22
berlanjut sampai koma. Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal
hati yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan
fungsinya sama sekali.
3. Peritonitis bakterialis spontan
Peritonitis bakterialis spontan yaitu infeksi cairan asites oleh satu
jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal.
Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri
abdomen
18
4. Sindrom hepatorenal
Keadaan ini terjadi pada penderita penyakit hati kronik lanjut,
ditandai oleh kerusakan fungsi ginjal dan abnormalitas sirkulasi arteri
menyebabkan vasokonstriksi ginjal yang nyata dan penurunan GFR.
Dan dapat terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
5. Karsinoma hepatoseluler
Karsinoma hepatoseluler berhubungan erat dengan 3 faktor yang
dianggap merupakan faktor predisposisinya yaitu infeksi virus
hepatitis B kronik, sirosis hati dan hepatokarsinogen dalam makanan.
Meskipun prevalensi dan etiologi dari sirosis berbeda beda di seluruh
dunia, namun jelas bahwa di seluruh negara, karsinoma hepatoseluler
sering ditemukan bersama sirosis, terutama tipe makronoduler.
H. Tes Diagnostik
19
pembuluh darah
e. Biopsi Hati
Untuk mengidentifikasi fibrosis dan jaringan parut. Biopsi
merupakan tes diagnostik yang paling dipercaya dalam
menegakkan diagnosis sirosis hepatis.
2. Laboratorium
a. Hematologi
Hasil pemeriksaan darah biasanya dijumpai anemia,
leukopenia, trombositopenia dan waktu protombin memanjang
b. Uji faal Hepar
Tes faal hati bertujuan untuk mengetahui fungsi hati
normal atau tidak. Temuan laboratorium bisa normal dalam
sirosis
1) Bilirubin meningkat (> 1.3 mg/dL)
BAB III
TINJAUAN KASUS
20
kebutuhan dasar seorang manusia. Henderson mendefinisikan
keperawatan sebagai membantu individu yang sakit dan yang sehat
dalam melaksanakan aktivitas yang memiliki kontribusi terhadap
kesehatan dan penyembuhannya, dimana individu tersebut akan
mampu mengerjakanya tanpa bantuan bila ia memiliki kekuatan,
kemauan, dan pengetahuan yang dibutuhkan. Hal ini dilakukan dengan
cara membantu mendapatkan kembali kemandiriannya secepat
mungkin (Alligood, 2017)
2. Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Virginia Henderson
Berdasarkan Alligood, (2017), kebutusan dasar manusia terdiri 14,
diantaranya :
a. Bernafas secara normal.
b. Makan dan minum dengan cukup.
c. Membuang kotoran tubuh.
d. Bergerak dan menjaga posisi yang diinginkan.
e. Tidur dan istirahat.
f. Memilih pakaian yang sesuai
g. Menjaga suhu tubuh tetap dalam batas normal dengan
menyesuaikan pakaian dan mengubah lingkungan.
h. Menjaga tubuh tetap bersih dan terawat serta melindungi
integumen.
i. Menghindari bahaya lingkungan yang bisa melukai.
j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengungkapkan emosi,
kebutuhan, rasa takut atau pendapat.
k. Beribadah sesuai dengan keyakinan.
l. Bekerja dengan tata cara yang mengandung unsur prestasi.
m. Bermain atau terlibat dalam berbagai kegiatan rekreasi.
n. Belajar mengetahui atau memuaskan rasa penasaran yang
menuntun pada perkembangan normal dan kesehatan serta
menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia.
B. Pengkajian Keperawatan
21
1. Identifikasi
a. Pasien
Nama initial : Tn. M
Umur : 56 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Menikah
Jumlah anak :1
Agama/ suku : Islam/Bugis
Warga negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia \
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pedagang
Alamat rumah : Dusun tarawe
b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. F
Umur : 44 Tahun
Alamat : Mamuju
Hubungan dengan pasien : Istri
2. Data Medik
a. Diagnosa medik
Saat Masuk : Susp. Sirosis Hepatis
Saat pengkajian : Sirosis Hepatis
b. Pemeriksaan Penunjang
05 Maret 2022 : Pemeriksaan Laboratorium
22
RBC 4.11 x10^6/uL 4.00- 5.50
HGB 10 g/dL 12.0 – 16.0
HCT 38.8 % 40.0 – 54.0
RDW-SD 59.4 fL 46 35.0-56.0
PLT x10^3/uL 150 – 450
WBC 5.09 x10^3/uL 4.0 –
NLR 2.37 10.00
LED 54*
H
H
23
Olleural effusion bilateral
3. Keadaan Umum Pasien
a. Kesadaran(kualitatif): Compos Mentis
Skala Koma Glasgow (Kuantitatif):
1) Respon motorik 6
2) Respon bicara 5
3) Respon membuka mata 4_+
Jumlah 15
Kesimpulan: Pasien sadar penuh
b. Tanda-Tanda Vital
1) Tekanan darah :170/90mmHg
2) Suhu: 36 0C
3) Pernapasan: 24 x/menit
4) Nadi :98 x/menit
c. Pengukuran
1) Lingkar lengan atas : 30 cm
2) Lingkar perut : 107 cm
3) Tinggi badan : 160 cm
4) Berat badan : 67 kg
5) IMT : 26,1 kg/m3
d. Riwayat Penyakit Saat Ini:
a. Keluhan Utama : Perut membesar
b. Riwayat Keluhan Utama :
Pasien mengatakan merasa perutnya semakin hari semakin
membesar dan terasa tegang yang dialami ± 1 minggu yang
lalu, disertai dengan nyeri ulu hati yang dirasakan seperti
tertusuk-tusuk. Pasien juga mengatakan ada mual tetapi tidak
sampai muntah. Keluhan mual ini membuat pasien jadi malas
makan atau tidak ada nafsu makan. Pasien juga mengeluh
lemas sejak ± 1 bulan yang lalu dan dirasakan terus- menerus
meskipun sudah beristirahat dan bulu ketiak rontok kurang
lebih sejak 3 minggu yang lalu sehingga keluarga memutuskan
24
untuk membawa pasien ke Rumah Sakit Stella Maris Makassar.
c. Riwayat Penyakit
Pasien mengatakan pernah mengalami riwayat sakit kuning
± 20 tahun yang lalu.
25
b. Conjungtiva : Tampak Anemis
c. Abdomen
1) Inspeksi : Tampak perut asites
2) Auskultasi : peristaltik usus 15 x/ menit
3) Palpasi : Ada nyeri tekan pada perut kiri kuadran
atas dan teraba pembesaran pada lien pasien
4) Perkusi : Redup
d. Kulit
1) Edema : Positif
2) Ikterik : Positif
3. Eliminasi
Pasien mengatakan BAB pasien hanya 1 kali dalam dua hari
dengan konsistensi padat dan berwarna hijau kehitaman sedangkan
BAK 3-4 kali sehari, urine berwarna teh tua dengan jumlah ±200 cc.
Keluarga pasien mengatakan jika ingin BAB & BAK maka keluarga
membantu pasien BAK & BAB diatas tempat tidur menggunakan
urinal & pispot.
Observasi:
Tampak urin berwarna teh tua. Tampak urine ± 100 cc. Pasien tidak
menggunakan kateter.
26
Pasien tampak berbaring di tempat tidur dan dibantu keluarga dalam
beraktivitas, tampak pasien lesu, tampak tidak mampu
mempertahankan aktivitas rutin.
5. Tidur dan istirahat
Pasien mengatakan sulit tidur karena nyeri perut yang dirasakan,
pasien juga sering terbangun karena lingkungan yang ribut dan
pencahayaan yang terang. Pasien juga mengeluh istirahatnya tidak
cukup karena merasa gelisah dan cemas menunggu penjelasan dokter
tentang penyakitnya. Tampak pasien gelisah.
Observasi:
Ekspresi wajah tampak mengantuk, banyak menguap dan Palpebra
inferior berwarna gelap
27
10. Berkomunikasi dengan orang lain
Pasien mengatakan hubungannya dengan anak, istri, dan keluarga
berjalan dengan baik seperti biasanya dan selalu berkomunikasi
dengan keluarga saat perasaannya tidak enak dan mendapat bantuan
serta dukungan dari keluarganya dan juga teman-temannya
D. TERAPI
1. Spinorolacton 1 tab (100 mg)/ 24 jam/ oral
2. Furosemide 1 tab (40 mg) /24 jam/ oral
3. Amlodipine 1 tab (10 mg)/24 jam/ oral
28
4. Candesartan 1 tab (16 mg)/ 24 jam/ oral
5. Lactulose syr 15 mg/ 24 jam/ oral
6. Curcuma 1 tab (20 mg)/ 12 jam/ oral
29
E. Analisa Data
30
3 DS : Agen pencedera Nyeri akut
fisiologis
P : Pasien mengeluh nyeri pada perut
kanan atas sampai pinggang
sebelah kanan semenjak perut
pasien membesar
Q : Pasien mengatakan nyeri seperti
tertusuk-tusuk
R : Nyeri pada perut kanan atas sampai
pinggang
S : Skala nyeri 6
T : Nyeri dirasakan hilang timbul
DO :
- Tampak pasien meringis
- Tampak gelisah
F. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
No Diagnosis Keperawatan
1 Hipervolemia berhubungan dengan gangguan aliran balik vena
2 Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis
3 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
31
G. Intervensi Keperawatan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ileus obstruktif merupakan suatu keadaan adanya sumbatan atau
hambatan mekanik yang mengakibatkan isi usus tidak bisa melewati lumen
usus. Hal ini disebabkan oleh kelainan di dalam lumen usus, dinding usus,
atau benda asing di luar usus yang menekan, serta kelainan vaskularisasi pada
suatu segmen usus yang dapat menyebabkan nekrosis segmen usus. Ileus
obstruktif merupakan suatu keadaan yang darurat sehingga memerlukan
penanganan segera (Wahyudi et al., 2020)
Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan
darurat, apabila tidak ditangani maka tingkat kematian mendekati 100%. Bila
operasi dilakukan dalam 24-48 jam dapat menurunkan angka kematian hingga
kurang dari 10%. Faktor-faktor yang menentukan morbiditas meliputi usia
pasien, komorbiditas, dan keterlambatan dalam perawatan. Data yang
diperoleh, mortalitas obstruksi usus secara keseluruhan masih sekitar 5-8%
(Dewi, 2020)
Ketika obstruksi usus dikelola dengan cepat, dapat diperoleh hasil
yang baik. Secara umum, ketika obstruksi usus dikelola tanpa pembedahan,
tingkat kekambuhan jauh lebih tinggi daripada yang dirawat dengan
pembedahan (Dewi, 2020).
B. Tujuan
Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah untuk dapat
memahami dan menganalisa, memaparkan pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pemberian asuhan keperawatanasuhan
keperawatan medikal bedah pasien dengan sirosis hepatis dan ileus
obstruksi
a. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran umum tentang penerapan proses
asuhan keperawatan.
b. Tujuan Khusus
a. Perawat mampu melaksanakan pengkajian terhadap pasien dengan
ileus obstruksi.
b. Perawat mampu menyusun diagnosa kepercayaan sesuai dengan
hasil pengkajian.
c. Perawat mampu menyusun perencanaan keperawatan terhadap
pasien dengan keluhan ileus obstruksi sesuai dengan kebutuhan
pasien.
d. Perawat mampu melakukan intervensi tindakan yang nyata sesuai
dengan perencanaan tindakan keperawatan dan prioritas
masalah.Perawat menilai hasil tindakan perawatan yang dilakukan
terhadap pasien.
c. Manfaat
a. Untuk melatih dan menambah pengetahuan tentang ileus
obstruksi.
b. Dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang ileus
obstruksi.
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Definisi
aliran normal isi usus sepanjang saluran isi usus. Obstruksi usus dapat akut
dengan kronik, partial atau total.Intestinal obstruction terjadi ketika isi usus
dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti
pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya
B. Etiologi
1. Hernia inkarserata :
reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus
b. Invaginasi (intususepsi)
jarang pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering
ascendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum. Hal ini dapat
c. Askariasis
disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri atas sisa makanan dan
puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat
cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi untuk
d. Volvulus
strangulasi (Indrayani,2013).
empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian
ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
yang dimulai di kulit atau jaringan yang melapisi atau menutupi organ-
organ tubuh) , terutama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal
(Indrayani,2013).
C. Manifestasi Klinis
abdomen.
e. Strangulasi
menurun dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi
berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar. (Price
&Wilson, 2007)
D. Patofisiologi Hernia inkarserata, adhesi, intususepsi, askariasis, volvulus, tumor, batu
empedu
ILEUS OBSTRUKTIF
Akumulasi gas dan cairan intra lumen disebelah paroksimal dari letak
obstruktif
Distensi abdomen Gelombang peristaltic berbalik arah, Kerja usus Klien rawat
isi usus terdorong ke lambung melemah inap
kemudian mulut
Gangguan
Poliferasi Tekanan peristaltic usus Reaksi
bakteri cepat intralumen ↑ Asam hospitalisasi
lambung ↑
Kimus sulit
pelepasan Tekanan vena dicerna usus cemas
bakteri dan & arteri ↓ Mual muntah mual
toksin dari usus ansietas
yang infark Kehilangan Sulit
bakteri Iskemia cairan menuju dehidrasi BAB
dinding usus ruang peritonium
melepas konstipasi
endotoksin, Intake cairan ↓
melepaska Metabolism Pelepasan bakteri
n zat anaerob & toksin dr usus Cairan intrasel ↓
pirogen yg nekrotik ke
Merangsang dlm peritonium
Impuls Resiko syok
pengeluaran (hipovolemia)
hipotalamus mediator Resiko infeksi
bagian kimia
termoregulato
r melalui Merangsang reseptor Merangsang Saraf simpatis
ductus nyeri REM Pasien terjaga
susunan saraf terangsang utk
thoracicus mengaktivasi RAS ↓
otonom,
Suhu tubuh ↑ Nyeri mengaktivasi mengaktifkan kerja Gangguan
akut organ tubuh pola tidur
norepinephrine
hipertermi
E. Prognosis
(Indrayani,2013).
F. Klasifikasi
dalam lumen usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena
3. Menurut etiologinya
4. Menurut stadiumnya
antaralain :
sehingga makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi
sedikit.
aliran darah).
G. Komplikasi
volume cairan.
pembedahan.
H. Pemeriksaan Diagnostik
barium sulfat sebagai media kontras pada usus besar) : untuk melihat
I. Penatalaksanaan
1. Persiapan
2. Operasi
3. Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan
memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus
TINJAUAN KASUS
Asuhan Keperawatan
Kamar : K.6.2
I. DENTIFIKASI
Umur : 39 Tahun
Pendidikan : SMA
b. Tanda-tanda vital
- Suhu : 36,7 C
- Nadi : 88 x/i
- Pernafasan : 22 x/i
1. Pengkajian
Pengkajian ditujukan untuk menggali kebutuhan rasa nyaman
klien dan keluarga pada empat konteks pengalaman fisik, psikospiritual,
sosialkultural dan lingkungan. Kenyamanan fisik terdiri dari sensasi tubuh
dan mekanisme homeostasis. Kenyamanan psikospiritual mencakup
kesadaran diri dan hubungan manusia pada tatanan yang lebih tinggi.
Kenyamanan lingkungan terdiri dari lampu, bising, lingkungan sekeliling,
cahaya, dan suhu
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan didapatkan dari masalah klien, baik
kenyamanan fisik, psikospiritual dan kenyamanan lingkungan.
3. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan bertujuan meningkatkan rasa nyaman.
Intervensi kenyamanan memiliki tiga kategori :
a. ntervensi kenyamanan standar untuk mempertahankan homoestasis
dan mengontrol rasa sakit
b. Latihan untuk meredakan kecemasan, memberikan jaminan dan
informasi, menanamkan harapan, mendengarkan dan membantu
merencanakan pemulihan
c. Tindakan yang menenangkan bagi jiwa
4. Implementasi keperawatan
Kebutuhan kenyamanan fisik termasuk deficit dalam mekanisme
fisiologis yang terganggu atau beresiko karena sakit atau prosedur
invasive. Kebutuhan fisik yang tidak jelas terlihat dan yang mungkin
tidak disadari seperti kebutuhan cairan atau keseimbangan elektrolit,
oksigenasi atau termoregulasi. Kebutuhan fisik yang terlihat seperti sakit,
mual, muntah, menggigil atau gatal lebih mudah ditangani dengan
maupun tanpa obat. Standar kenyamanan intervensi di arahkan untuk
mendapatkan kembali dan mempertahankan homoestasis.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan setelah implementasi. Beberapa
instrument telah dikembangkan untuk mengukur pencapaian tingkat
kenyamanan seperti behaviors ceklist ataupun children comfort disiases
sesuai dengan usia klien.
a. Keluhan utama :
NRS, nyeri yang dia rasakan hilang timbul (2-3 menit), nyeri akan
keturunan
dengan menu nasi putih, tempe/tahu, ayam, kadang daging merah dan
untuk puasa, nafsu makannya menurun dan tidak pernah makan nasi,
c. Observasi
4. Pemeriksaan Fisik
m. Abdomen:
n. Kulit
o. lesi
ILEUS
OBSTRUKTIF 1) Nyeri abdomen 1) Lokasi obstruksi
2) Muntah 2) Lamanya obstruksi
3) Distensi 3) Penyebabnya
Pengertian:
4) Kegagalan buang air besar 4) Ada atau tidaknya iskemia
gangguan pada aliran normal isi
usus sepanjang traktus intestinal atau gas (konstipasi). usus
Patofisiologi
Akumulasi gas
Pemeriksaan Diagnostik dan cairan
Etiologi
Foto polos abdomen Komplikasi dalam lumen
a. Intususepsi Perlengketan, intususepsi,
letak obstruksi
b. Tumor dan neoplasma Pemeriksaan radiologi dengan volvulus, hernia dan tumor
Peritonitis
barium enema
c. Stenosis Perforasi
CT Scan Distensi
Sepsis
d. Striktur USG abdomen
Syok Hipovolemik abdomen,spingter
e. Perlekatan (adhesi) MRI, Angiografi ani eksterna tidak
f. Hernia Pemeriksaan Laboratorium relaksasi
leukositosis Ekspalasi
g. Abses isi lambung
ke esofagus
Tekanan intra
Penatalaksanaan Medis lumen meningkat
Mual muntah
Resusitasi
Farmakologis
Tidak nafsu Merangsang Kontraksi otot
Operatif
makan reseptor abdomen ke
nyeri diafragma
Relaksasi otot
diafragma
Tinja tertahan di Hospitalisasi
terganggu
usus dan sulit
keluar
Kehilangan H2O Intake kurang
dan elektrolit Intervensi pembedahan Ekspansi paru menurun
No DIAGNOSIS KEPERAWATAN
2 berubah
umum
F. Intervensi keperawatan berdasarkan evidence based practice nursing
nyeri
penggunaan Analgetik
b. Teraputik
Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
Kontrol lingkungan
c. Edukasi
secara mandiri
otot penguyah lemah, standart asupan nutria yang - Lakukan oral hygiene sebelum
sehat
5. - Anjurkan mengkomsumsi
tinggi serat
G. Terapi modalitas dan komplementer terkait kasus
a. Terapi Farmakologis
b. Terapi cairan
- Cairan RL 500 cc / IV
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ileus atau obstruksi usus adalah suatu gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran isi usus. Obstruksi
usus dapat akut dengan kronik, partial atau total.Intestinal obstruction terjadi
ketika isi usus tidak dapat melewati saluran gastrointestinal. Faktor-faktor
yang menentukan morbiditas meliputi usia pasien, komorbiditas, dan
keterlambatan dalam perawatan. Data yang diperoleh, mortalitas obstruksi
usus secara keseluruhan masih sekitar 5-8%. Ketika obstruksi usus dikelola
dengan cepat, dapat diperoleh hasil yang baik. Secara umum, ketika obstruksi
usus dikelola tanpa pembedahan, tingkat kekambuhan jauh lebih tinggi
daripada yang dirawat dengan pembedahan.
Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai
dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.
Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang
retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vascular, dan
regenerasi nodularis parenkim hati. Gejala awal sirosis sering asimtomatis
sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan
kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Etiologi sirosis
mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi progresi
penyakit, menghindarkan bahan – bahan yang bisa menambah kerusakan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi.
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan institut mampu meningkatkan kualitas pendidikan sehingga
menghasilkan mahasiswa keperawatan yang professional dan inovatif
terutama dalam memberikan asuhan keperawatan medikal bedah pada
pasien dengan sirosis hepatis dan ileus obstruksi.
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa agar dapat mencari informasi dan memperluas
wawasan mengenai asuhan keperawatan medikal bedah pada pasien
dengan sirosis hepatis dan ileus obstruksi.
3. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan Rumah Sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan yang
baik serta menyediakan fasilitas yang memadai untuk kesembuhan dan
pemulihan pasien dengan sirosis hepatis dan ileus obstruksi.
DAFTAR PUSTAKA