Anda di halaman 1dari 26

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT STROKE

FAKTOR RESIKO & PENYEBABNYA

Untuk memenuhi Tugas Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

Disusun oleh Kelompok 2

Tingkat 1 Kesehatan Masyarakat (Non Reg)

Sonia Septiani Sukma Putri (113219002)


Fitriana Rahmawati (113219016)
Ester Christina Simanjuntak (113219020)
Mochammad Faisal Kurnia (113219021)
Almira Erviani Sugiarto (113219033)
Putri Fatimah Azzahra (113219047)

STIKES JENDERAL ACHMAD YANI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Epidemiologi Penyakit Stroke Faktor
Resiko & Penyebabnya. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Pelajaran Epidemiologi Penyakit Tidak Menular (EPTM). Adapun makalah
ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa ada kekurangan
baik dari segi penyusunan bahasa maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan
lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca
yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil hikmah
dan manfaatnya sehingga dapat menambah wawasan terhadap pembaca.

Cimahi, Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
2.1 Pengertian Stroke............................................................................................4
2.2 Epidemiologi Stroke.......................................................................................5
2.3 Tanda dan Gejala Stroke................................................................................6
2.4 Riwayat Alamiah Stroke.................................................................................6
2.4.1 Tahap Pre-pathogenesis..........................................................................6
2.4.2 Tahap Sub-klinis.....................................................................................7
2.4.3 Tahap Klinis............................................................................................7
2.4.4 Tahan Penyakit Lanjut............................................................................8
2.4.5 Tahap Akhir Penyakit.............................................................................8
2.5 Mekanisme Stroke........................................................................................10
2.5.1 Stroke Iskemik......................................................................................10
2.5.2 Stroke Hemoragik.................................................................................10
2.6 Faktor Resiko................................................................................................12
2.7 Gambaran Klinik dan Diagnosis..................................................................14
2.8 Penemuan dan Pengendalian Faktor Resiko Stroke.....................................15
2.9 Pencegahan Stroke........................................................................................16
2.9.1 Pencegahan Primordial.........................................................................16
2.9.2 Pencegahan Primer................................................................................17
2.9.3 Pencegahan Sekunder...........................................................................17
2.9.4 Pencegahan Tersier...............................................................................18
2.10 Penanggulan Stroke....................................................................................19

ii
BAB III PENUTUP...............................................................................................21
3.1 Simpulan.......................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern


saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir
diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat
mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental baik pada usia produktif
maupun usia lanjut (Junaidi, 2011).

Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat


stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain
itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya kadar
glukosa darah dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara
patologis berperan dalam peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan
pencetus beberapa penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat
stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena
terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang
merusak jaringan otak (Rico dkk, 2008).

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di


Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang
terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah
pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke
berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%) dibandingkan dengan
perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat tinggal, revalensi stroke di perkotaan
lebih tinggi (8,2%) dibandingkan dengan daerah pedesaan (5,7%).

Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013,


prevalensi kasus stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 7,0 per mill dan 12, 1 per mill untuk yang terdiagnosis memiliki gejala
stroke. Prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara

1
(10,8%) dan terendah di Provinsi Papua (2,3%), sedangkan Provinsi Jawa
Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke antara laki-laki dengan perempuan hampir
sama (Kemenkes, 2013).

Seseorang menderita stroke karena memiliki perilaku yang dapat


meningkatkan faktor risiko stroke. Gaya hidup yang tidak sehat seperti
mengkonsumsin makanan tinggi lemak dan tinggi kolesterol, kurang aktivitas
fisik, dan kurang olahraga, meningkatkan risiko terkena penyakit stroke (Aulia
dkk, 2008). Gaya hidup sering menjadi penyebab berbagai penyakit yang
menyerang usia produktif, karena generasi muda sering menerapkan pola makan
yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan
kolesterol tapi rendah serat. Selain banyak mengkonsumsi kolesterol, mereka
mengkonsumsi gula yang berlebihan sehingga akan menimbulkan kegemukan
yang berakibat terjadinya penumpukan energi dalam tubuh. Penyakit stroke sering
dianggap sebagai penyakit monopoli orang tua. Dulu, stroke hanya terjadi pada
usia tua mulai 60 tahun, namun sekarang mulai usia 40 tahun seseorang sudah
memiliki risiko stroke, meningkatnya penderita stroke usia muda lebih disebabkan
pola hidup, terutama pola makan tinggi kolesterol (Dourman, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan stroke?
2. Bagaimana Epidemiologi stroke?
3. Apa saja tanda dan gejala dari stroke?
4. Bagaimana mekanisme dari stroke?
5. Apa saja faktor resiko dari stroke?
6. Bagaimana riwayat alamiah atau perjalanan stroke?
7. Bagaimana gambaran klinis dan diagnosis penyakit stroke?
8. Bagaimana cara pencegahan penyakit stroke?
9. Apa saja penanganan dari penyakit stroke?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa definisi dari stroke
2. Untuk mengetahui Epidemiologi stroke
3. Untuk mengetahui dan dapat memahami tanda dan gejala dari stroke

2
4. Dapat memahami dan mengetahui mekanisme penyakit stroke
5. Mengetahui faktor resiko dari penyakit stroke
6. Mengetahui riwayat alamiah atau perjalanan stroke
7. Dapat memahami gambaran klinis dan diagnosis penyakit stroke
8. Untuk mengetahui dan dapat melakukan cara pencegahan penyakit
stroke
9. Dapat memahami penanganan dari penyakit stroke

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Stroke


Stroke dapat diartikan sebagai ditemukannya manifestasi klinik dan gejala
terjadinya gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh yang berkembang
secara cepat selama 24 jam atau lebih akibat adanya gangguan peredaran darah di
otak (Brainin & Wolf-Dieter, 2010). Stroke merupakan penyakit cerebrovascular
yang terjadi karena adanya gangguan fungsi otak yang berhubungan dengan
penyakit pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak (Wardhani & Santi,
2015).

Stroke juga biasa disebut dengan brain attack atau serangan otak, yaitu
terjadi ketika bagian otak rusak karena kekurangan suplai darah pada bagian otak
tersebut. Oksigen dan nutrisi tidak adekuat yang dibawa oleh pembuluh darah
menyebabkan sel otak (neuron) mati dan koneksi atau hubungan antar neuron
(sinaps) menjadi hilang (Silva, et al., 2014).

Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan
gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang terganggu. Stroke
merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius karena ditandai dengan
tingginya morbiditas dan mortalitasnya. Selain itu, tampak adanya kecenderungan
peningkatan insidennya (Bustan, 2007).

Stroke/cerebro vascular accident (CVA) adalah suatu kondisi yang terjadi


ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan
otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia, yang
dapat merusakkan atau mematikan sel-sel saraf di otak. Kematian jaringan otak
dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Stroke

4
adalah penyebab kematian yang ketiga di Amerika Serikat dan banyak negara
industri di Eropa (Jauch, 2005).

2.2 Epidemiologi Stroke


Stroke ditemukan pada semua golongan usia, namun sebagian besar akan
dijumpai pada usia di atas 55 tahun. Ditemukan kesan bahwa insiden stroke
meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia, dimana akan terjadi
peningkatan 100 kali lipat pada mereka yang berusia 80-90 tahun. Insiden usia 80-
90 tahun adalah 300/10.000 dibandingkan dengan 3/10.000 pada golongan usia
30-40 tahun. Stroke banyak ditemukan pada pria dibandingkan pada wanita.
Variasi gender ini bertahan tanpa pengaruh umur (Bustan, 2007). Tetapi
perempuan, khususnya perempuan yang pada menopause (usia 40-55 tahun) lebih
beresiko terserang stroke dibandingkan laki-laki (Utama, 2008).

Kasus stroke meningkat di Negara maju seperti Amerika, dimana


kegemukan dan junk food telah mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika,
setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika.Dari data tersebut
menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang terkena
serangan stroke (anonym, 2007).

Penelitian prospektif tahun 1996/1997 mendapatkan 2.065 pasien stroke dari


28 rumah sakit di Indonesia. Survei Departemen Kesehatan RI pada 987.205
subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan bahwa stroke
merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh
kematian). Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di Nangroe
Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di Papua (Setyopranoto, 2011). Stroke
menduduki posisi ketiga di Indonesia setelah jantung dan kanker. Sebanyak
28,5% penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian
maupun total hanya lima belas persen saja yang dapat sembuh total dari serangan
stroke atau kecacatan. Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan bahwa
63,52 per100.000 penduduk indonesia berumur di atas 65 tahun ditaksir menderita
stroke (Sutrisno, 2007).

5
2.3 Tanda dan Gejala Stroke
WHO (2016) menjelaskan bahwa gejala umum yang terjadi pada stroke
yaitu wajah, tangan atau kaki yang tiba-tiba kaku atau mati rasa dan lemah, dan
biasanya terjadi pada satu sisi tubuh saja. Gejala lainnya yaitu pusing, kesulitan
bicara atau mengerti perkataan, kesulitan melihat baik dengan satu mata maupun
kedua mata, sulit berjalan, kehilangan koordinasi dan keseimbangan, sakit kepala
yang berat dengan penyebab yang tidak diketahui, dan kehilangan kesadaran atau
pingsan. Tanda dan gejala yang terjadi tergantung pada bagian otak yang
mengalami kerusakan dan seberapa parah kerusakannya itu terjadi.

Serangan stroke dapat terjadi secara mendadak pada beberapa pasien tanpa
diduga sebelumnya. Stroke bisa terjadi ketika pasien dalam kondisi tidur dan
gejalanya baru dapt diketahui ketika bangun. Gejala yang dimiliki pasien
tergantung pada bagian otak mana yang rusak. Tanda dan gejala yang umumnya
terjadi pada stroke yaitu wajah, lengan, dan kaki dari salah satu sisi tubuh
mengalami kelemahan dan atau kaku atau mati rasa, kesulitan berbicara, masalah
pada penglihatan baik pada satu ataupun kedua mata, mengalami pusing berat
secara tiba-tiba dan kehilangan keseimbangan, sakit kepala yang sangat parah,
bertambah mengantuk dengan kemungkinan kehilangan kesadaran, dan
kebingungan.

2.4 Riwayat Alamiah Stroke


Proses suatu penyakit dimulai dari seseorang yang rentan penyakit dan di
serang oleh agen patogenik yang cukup virulen untuk menimbulkan penyakit,
perjalanan alami penyakit ini juga disebut dengan riwayat alamiah penyakit
(Timmreck, 2005).

2.4.1 Tahap Pre-pathogenesis


Pre-pathogenesis meliputi orang-orang yang sehat, tetapi mempunyai
faktor resiko atau predisposisi untuk terkena penyakit Stroke. Faktor-faktor resiko
dari penyakit tersebut adalah; usia dan jenis kelamin, genetika, ras, mendengkur
dan sleep apnea, inaktivitas fisik, hipertensi, merokok, diabetes militus, penyakit

6
jantung, arteriosklerosis, dislipidemi, alcohol dan narkoba, kontrasepsi oral, serta
obesitas (Dewanto, 2009).

2.4.2 Tahap Sub-klinis


Pada penyakit non-infeksi merupakan periode terjadinya perubahan
anatomi dan histology mis : terjadinya aterosklerotik pada pembuluh darah
koroner yang mengakibatkan penyempitan pembuluh darah. Pada tahap ini sulit
untuk diagnose secara klinis (Budiarto, 2001). Aterosklerosis adalah penyakit
yang merupakan dasar serangan jantung (infark miokard) dan stroke (thrombosis
serebri). Arterosklerosis ditandai dengan penebalan berupa bercak daru intima
yang mengandung endapan lipidintrasel dan ekstrasel. Jadi proses utama yang
terlibat dalam aterosklerosis adalah poiferasi setempat dari sel-sel otot polos,
kelebihan produksi matriks eksternalnya, dan penimbunan lipid intrasel dan
ekstrasel, penelitian tentang pathogenesis penyakit ini terpusat pada peran
kolesterol, berbagai lipoprotein plasma, dan yang dibebaskan setempat oleh
trombosit yang diaktifkan. Kelainan pembuluh darah yang sering menimbulkan
hipertensi dan stroke adalah stenosis (penyempitan) karena aterosklerosis,
displasia (stenosis non aterosklerosis) dinding arteri di lapisan intima, lapisan
media dan adventisia juga turut berperan. Di dalam lapisan intima terjadi
fibroplasia intima, yaitu penimbunan jaringan fibrous sehingga lumen arteri
menyempit. Pada lapisan media terjadi fibroplasias media, yaitu penimbunan
jaringan fibrous dan atrofi otot polos, sehingga lumen arteri menyempit. Pada
lapisan adventisia, terjadi penggantian dengan jaringan kolagen yang meluas ke
jaringan ikat sehingga menjadi kaku dan sempit.

2.4.3 Tahap Klinis


Tahap klinis merupakan kondisi ketika telah terjadi perubahan fungsi organ
yang terkena dsn menimbulksn gejala. Tahap klinis pada penyakit Stroke
tergantung pada neuroanatomi dan Vaskularisasinya. Gejala klinis dan deficit
neurologic yang ditemukan berguna menilai lokasi iskemi (Dewanto, 2009).

a. Gangguan peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan


hemihipestesis kontralateral yang terutama melibatkan tungkai.

7
b. Gangguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan hemiparesis dan
hemihipestisi kontralateral yang terutama mengenai lengan di sertai dengan
gangguan fungdi luhur berupa afasia (bila mengenai area otak dominan) atau
hemispatial neglect (bila mengenai area otak nondominan).

c. Gangguan peredaran darah arteri serebri prosterior menimbulkan menianopsi


homonym atau kuadrantanopsi kontralateral tanpa disertai gangguan motorik
maupun sensorik. Gangguan daya ingat terjadi apabila terjadi infark pada lobus
temporaliss medial. Aleksia tanpa agrafia timbul bila infark terjadi pada korteks
visual dominan dan splenium korpus kalosum. Agnosia dan porosopagnosia
(ketidakmampuan mengenali wajah) timbul akibat infark pada korteks
rooksipitalis inferior.

d. Gangguan peredaran darah batang otak menyebabkan gangguan saraf cranial


seperti disartri, diplopi dan vertigo; gangguan serebral, seperti ataksia atau hilang
keseimbangan; atau penurunan kesadaran.

e. Infark lekunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan mumi motorik
atau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur. (Dewanto, 2009).

2.4.4 Tahan Penyakit Lanjut


Salah atu aspek yang tidak menguntungkan dan menghancurkan dari
beberapa penyakit akut dan kronis adalah hasil akhir yang berupa kecacatan atau
ketidakmampuan. Pada stroke dapat menyebabkan penderitanya menjadi lumpuh
(Timmreck, 2005).

2.4.5 Tahap Akhir Penyakit


Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya perjalanan
penyakit tersebut dapat berada dalam lima keadaan, yaitu :

a. Sembuh sampurna

b. Sembuh dengan cacad (fisik, fungsional, dan social)

Kecacatan ada stroke umumnya dinilai dengan kemampuan pasien untuk


melanjutkan fungsinya kembali seperti sebelum sakit dan kemampuan pasien
untuk mandiri. Salah satu skala ukur yang aling sering dipakai untuk
menggambarkan kecacatan akibat stroke adalah skala Raknin, sebagai berikut:

8
 Tidak ada distabilitas yang significant, dapat melakukan tugas harian
seperti biasa
 Distabilitas ringan, tidak dapat melakukan beberapa aktivitas seperti
sebelum sakit, namun dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa
bentuan
 Distabilitas sedang berat, tidak dapat berjalan tanpa bantuan dan tidak
dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan
 Distabilitas berat, di tempat tidur, inkontinisia, memerlukan perawatan
dan perhatian (Pinzon, 2010).

Penelitian di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa lebih dari separuh


(55%) pasien stroke sumbatan dapat mandiri dalam waktu 3 bulan pascaserangan.
Ada 18% pasien yang mengalami kecacatan berat dan memerlukan bantuan dalam
banyak aspek kehidupannya. Faktor yang berperan adalah keparahan stroke pada
saat awal. Stroke yang menunjukan derajat keparahan yang tinggi saat serangan
lebih sering dihubungkan dengan kecacatan pascastroke (Pinzon, 2010).

c. Karier

Bagi para stroke survivor, masalah belum selesai. Stroke dapat


memberikan gejala sisa atau dampak lanjut. Bagi para stroke surviver, pencegahan
serangan ulang pada penanganan gejala sisa stroke merupakan hal yang utama
(Pinzon, 2010).

d. Penyakit berlangsung kronik

e. Berakhir dengan kematian

Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga, setelah penyakit


jantung dan kanker. Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu bagi para
penyandangnya. Angka kematian akibat stroke di seluruh dunia masaihlah tinggi.
Kematian paling tinggi dijumpai pada satu bulan pascaserangan stroke. Kematian
akibat stroke ditemukan pada 10-30% pasien yang dirawat. Masa kritis umumnya
dijumpai pada minggu-minggu pertama pasca serangan stroke. Chen, dkk (2006)
menyimpulkan bahwa 68,3% kematian terjadi pada lima hari pertama perawatan
di RS (Pinzon, 2010). Berbagai dampak pascastroke adalah depresi, kepikunan,
gangguan gerak, nyeri, epilepsy, tulang keropos, dan gangguan menelan.
Penanganan bersifat individual sesuai kondisi pasien (Pinzon, 2010).

9
2.5 Mekanisme Stroke
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik dan stroke hemorragik.

2.5.1 Stroke Iskemik


Pada Stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena atherosklerosis
(penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang
telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Penyumbatan bisa terjadi di
sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju otak. Darah ke otak disuplai
oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini
merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Suatu ateroma (endapan lemak)
bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan
berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh
darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar
otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam
darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.

Stroke Iskemik didefinisikan sebagai suatu sindrom yang berkembang pesat


dengan onset yang tiba-tiba atau akut, yang dikaitkan dengan defisit neurologi
non-epilepsi dengan batas gumpalan infark yang jelas pada jaringan otak di dalam
area pembuluh darah yang berlainan. Stroke iskemik berkembang melalui
beberapa mekanisme yaitu karena atherosclerosis, kardioemboli, dan oklusi pada
pembuluh darah kecil atau biasa dikenal dengan sebagai lacunar stroke (Williams,
et al., 2010).

Stroke iskemik mendominasi terjadinya stroke yaitu sekitar 80%. Stroke


iskemik terjadi karena terganggunya suplai darah ke otak yang biasanya
disebabkan karena adanya sumbatan pembuluh darah arteri yang menuju otak.

2.5.2 Stroke Hemoragik


Pada stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat
aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
merusaknya. Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi

10
menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan
(misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di
otak dan menyebabkan stroke (anonym, 2007).

Stroke hemoragik jarang terjadi dan dapat dibagi menjadi dua kategori,
yaitu Intracerebral Hemorrhage (ICH) dan Subarachnoid Hemorrhage (SAH).
ICH terjadi karena adanya perdarahan di dalam otak dan biasanya sering terjadi
karena tekanan darah tinggi. Peningkatan tekanan yang tiba-tiba di dalam otak
akibat perdarahan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada sel-sel otak yang
dikelilingi oleh pembuluh darah. SAH merupakan jenis stroke hemoragik yang
terjadi karena adanya perdarahan dibagian antara otak dan jaringan yang
melindungi otak, atau biasa disebut dengan area subarachnoid. Penyebab SAH
antara lain bisa karena malformasi arteri vena, gangguan perdarahan, cedera
kepala, pengencer darah, dan pecahnya aneurisma. Pecahnya aneurisma menjadi
penyebab SAH yang sering terjadi (National Stroke Association, 2016).

Gambar 2.1 Casul Web Stroke

11
Stroke non haemoragik/iskemik terjadi karena arteroskorosis yaitu adanya
plak kolesterol di dinding arteri sehingga terbentuknya trombus kemudian
trombus bisa terlepas sebagai emboli (penyumbatan darah ke paru) dan juga
oklusi (penyumbatan darah ke otak). Karena terjadinya emboli dan juga oklusi
maka tubuh akan kekurangan oksigen (Anoxia) yang mempengaruhi metabolisme
anaerob dan metabolisme asam sehingga menyebabkan asidosil local terhenti dan
pompa Na+ ke sel gagal. Kemudian menyebabkan edema dan sel mati secara
progresif.

Stroke hemoragik terjadi karena tekanan darah tinggi (Hipertensi)


penyebab lain dari stroke ini adalah aneurisme (Penyumbatan dinding pembuluh
darah yang rapuh) pada ruptur arteri celebri yang memicu pecahnya salah satu
arteri dalam otak dan juga penyempitan pembuluh arteri (Vasospasme arteri) yang
menyebar ke hemisfer otak dan sirkulus wilisi sehingga terjadi perdarahn celebri/

12
perdarahan di otak, menyebabkan anoxia ( tubuh kekurangan oksigen) dan pada
akhirnya sel mati secara progresif.

2.6 Faktor Resiko


Dampak dari penyakit stroke dapat menyebabkan berbagai komplikasi
penyakit seperti jantung, dan lainnya, mengakibatkan hilangnya pekerjaan,
menurunkan produktivitas, masalah psikologis, penurunan kualitas hidup dan lain
sebagainya. Maka dari itu, pengendalian faktor risiko penyebab stroke sangatlah
penting untuk dilaksanakan. Faktor risiko adalah faktor atau keadaan yang
mempengaruhi suatu penyakit atau status kesehatan. Faktor risiko stroke pada
dasarnya dapat terbagi menjadi tiga berdasarkan pengendaliannya, yaitu faktor
risiko yang bisa dikendalikan (dapat dirubah), potensial bisa dikendalikan (dapat
dirubah), dan tidak bisa dikendalikan (tidak dapat dirubah) (Setyopranoto, 2011).

Tabel 2.1 Faktor Risiko Stroke


Bisa Dikendalikan Potensial Bisa Tidak Bisa
Dikendalikan Dikendalikan
a. Hipertensi a. Diabetes Melitus a. Umur
b. Penyakit Jantung b.Hiperhomosisteinemia b. Jenis kelamin
c. Fibrilasi atrium c. Hipertrofi ventrikel kiri c. Herediter
d. Endokarditis d. Ras dan etnis
e. Stenosis mitralis e. Geografi
f. Infark jantung
g. Merokok
h. Anemia sel sabit
i. Transient Ischemic
Attack (TIA)
j. Stenosis karotis
asimtomatik

Berdasarkan teori ekologi lingkungan dalam model segitiga epidemiologi,


manusia berinteraksi dengan berbagai faktor penyebab dalam lingkungan tertentu.

13
Berdasarkan triad epidemiologinya, faktor risiko stroke dapat terbagi atas agent,
host dan environment.

Tabel 2.2 Triad Epidemiologi Stroke

Agent Host Environment


a. Agen Fisik: a. Perilaku a. Sosial ekonomi
1) Temperatur: rendah 1) Kebiasaan makan b. Lingkungan sosial
b. Agen kimiawi: 2) Aktifitas fisik c. Layanan publik
a. Nikotin  Aktifitas lebih 1) Pabrik rokok dan
b. Endogen  Aktifitas alkohol
(terbentuknya kurang 2) Restoran cepat saji
trombus/flak) karena b. Kurang istirahat 3) Fasilitas olah raga
LDL meningkat c. Umur d. Budaya
c. Alkohol d. Jenis kelamin/Sex e. Lingkungan pekerjaan
d. Narkotika e. Herediter f. Kebijakan pemerintah
c. Agen nutrien f. Psikologis (stress)
Lemak, karbohidrat g. Ras
h. Status Pernikahan
i. Pendidikan
j. Pekerjaan individu
k. Diabetes Mellitus
l. Hipertensi
m. Obesitas

2.7 Gambaran Klinik dan Diagnosis


Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan
menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke).
Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari
akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution).

Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan


periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau
terjadi beberapa perbaikan.Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian
otak yang terkena.

14
Membaca isyarat stroke dapat dilakukan dengan mengamati beberapa gejala
stroke berikut:

a. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi
tubuh.
b. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.
c. Penglihatan ganda.
d. Pusing
e. Bicara tidak jelas (rero).
f. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
g. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.
h. Pergerakan yang tidak biasa.
i. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
j. Ketidakseimbangan dan terjatuh.
k. Pingsan

Diagnosis stroke biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan


hasil pemeriksaan fisik.Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi
kerusakan pada otak. Ada dua jenis teknik pemeriksaan imaging (pencitraan)
untuk mengevaluasi kasus stroke atau penyakit pembuluh darah otak
(Cerebrovascular Disease/CVD), yaitu Computed Tomography Scanning (CT
Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).

CT Scan diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah, cepat


dan relative murah untuk kasus stroke. Namun dalam beberapa hal, CT Scan
kurang sensitif dibanding dengan MRI, misalnya pada kasus stroke hiperakut.

Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT Scan atau


MRI. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari
stroke, apakah perdarahan atau tumor otak.Kadang dilakukan angiografi yaitu
penentuan susunan pembuluh darah/getah bening melalui kapilaroskopi atau
fluoroskopi.

15
2.8 Penemuan dan Pengendalian Faktor Resiko Stroke
Penemuan dan pengendalian faktor risiko stroke dilakukan pada orang
sehat, penderita yang sudah terdata mempunyai faktor risiko stroke atau pada
keluarga penderita yang pernah mengalami serangan stroke.

Jika pada seseorang terdapat faktor-faktor risiko stroke maka orang tersebut
disebut sebagai stroke prone profile. Faktor risiko terjadinya stroke meliputi
faktor risiko yang dapat diubah dan faktor yang tidak dapat diubah.

 Faktor risiko yang tidak dapat diubah :


o Mayor : usia >65 tahun
Riwayat stroke/ penyakit jantung / penyakit pembuluh darah
perifer dalam keluarga
o Minor : usia 35- 45 tahun
 Jenis kelamin
 Ras/ bangsa
 Faktor risiko yang dapat diubah :
o Mayor : - Hipertensi
- Diabetus Melitus
- Merokok
- Atrial Fibrilasi
- TIA (Transient Ischemic Attack)
- Penyakit jantung
- Pasca Stroke
- Displidemia
- Konsumsi alkohol
- Penyalahgunaan obat
- Stenosis arteri karotis asimtomatis
- Hiperfibrinogenemia
- Hiperhomosisteinemia
- Obesitas
- Pemakaian kontrasepsi oral
- Stres mental dan fisik

16
- Migrain
- Terapi hormon post menopause
- Inaktivitas fisik
Kegiatan penemuan dan pengendalian faktor resiko stroke meliputi :
a. Pemeriksaan rutin fator risiko melalui kegiatan Posbindu PTM
b. Pengendalian umumn dilakukan dengan perubahan perilaku hidup sehat.
c. Promosi dan edukasi dala pengendalian faktor risiko stroke ditunjukan
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
pengendalian stroke dengan cara menjalankan pola hidup sehat, diet
seimbang, tidak merokok dan olahraga agar tidak terjadi stroke.
d. Meningkatkan peran serta masyarakat dengan terbentuknya kelompok-
kelompok peduli stoke secara ditingkat kelurahan, kecamatan hingga
kabupaten. Dilakukan juga pelatihan pengenalan stroke secara dini dan
pencegahannya melalui perubahan gaya hidup dan mengamalkan hidup
sehat bagi masyarakat umum.

2.9 Pencegahan Stroke

2.9.1 Pencegahan Primordial


Pencegahan primodial dilakukan untuk mempertahankan keadaan risiko
rendah terhadap penyakit stroke atau mencegah timbulnya faktor risiko stroke
bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat
dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye
tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang
dapat menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang
dapat dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan
memberikan informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak,
media elektronik dan billboard.

2.9.2 Pencegahan Primer


Pencegahan primer dilakukan untuk mengontrol factor-faktor risiko yang
dimiliki individu, tetapi belum terkena stroke dengan cara melaksanakan gaya
hidup sehat bebas stroke, antara lain:

17
a. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam
berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.
c. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi
atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit
vaskular aterosklerotik lainnya. d. Menganjurkan konsumsi gizi yang
seimbang seperti, makan banyak sayuran, buah-buahan, ikan terutama
ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan beralih pada makanan
tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan susu rendah
lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur.

2.9.3 Pencegahan Sekunder


Pencegahan sekunder diberikan kepada penderita yang baru terkena atau
terancam akan menderita stroke melalui diagnosis dini serta pemberian
pengobatan yang cepat dan tepat untuk mencegah stroke berulang atau agar stroke
tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah:
a. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat)
digunakan sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan
dosis berkisar antara 80-320 mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada
penderita dengan faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium,
infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang
lain.
b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat
antiagregasi trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau
mempunyai kontra indikasi terhadap asetosal (aspirin).
c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya
mengkonsumsi obat antihipertensi yang sesuai pada penderita
hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita diabetes,
diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat antidislipidemia pada
penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti mengkonsumsi
alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak.

18
2.9.4 Pencegahan Tersier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita
stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat, memperkecil
penderitaan, dan membantu penderita stroke untuk melakukan penyesuaian-
penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak dapat diobati lagi (mengurangi
ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari).
Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan
sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli
fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan
peran serta keluarga.
a. Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat
membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang
diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk
mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti masalah
kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan
serta mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi
okupasional (Occupational Therapist atau OT), diberikan untuk
melatih kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari
seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang
ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih
kemampuan penderita dalam menelan makanan dan minuman dengan
aman serta dapat berkomunikasi dengan orang lain.
b. Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang
dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah
tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah emosional
yang mereka alami akan mengakibatkan penderita kehilangan
motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu, penderita
perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan konsultasi
dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.
c. Rehabilitasi Sosial

19
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu
penderita stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi
perubahan gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan aktivitas
senggang. Selain itu, petugas sosial akan memberikan informasi
mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan bantuan sosial.

2.10 Penanggulan Stroke


Stroke dapat diobati dengan konsep terapi stroke mutakhir. Penderita stroke
akan dapat diselamatkan dari kematian dan cacat apabila dilakukan pengobatan
yang cepat, tepat dan akurat pada waktu terjadi serangan, khususnya stroke yang
bukan pendarahan.

Ada beberapa tahapan terapi stroke, khususnya stroke akut.Tahapan tersebut


meliputi pengenalan gejala dan tanda-tanda stroke oleh penderita, keluarga atau
orang di sekitar penderita, sistem komunikasi yang baik antara masyarakat dan
rumah sakit dan fasilitas pengiriman penderita ke rumah sakit.Berdasarkan hasil
penelitian dinyatakan bahwa pelayanan ambulans darurat merupakan komponen
paling signifikan yang berhubungan dengan kecepatan penderita stroke tiba di
rumah sakit.

Yang tidak kalah pentingnya adalah bagian triage dari instalasi gawat
darurat, yang harus segera melakukan evaluasi penderita, termasuk pemeriksaan
CT Scan kepala, penentuan diagnosis dan rencana penanganan, dan pengobatan
umum termasuk tindakan bedah bila diperlukan (Fadilah, 2004).

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
1. Stroke adalah serangan otak yang timbulnya mendadak akibat tersumbat
atau pecahnya pembuluh darah otak.
2. Stroke merupakan satu masalah kesehatan paling serius dalam kehidupan
modern saat ini.
3. Jumlah penderita stroke terus meningkat setiap tahunnya, bukan hanya
menyerang mereka yang berusia tua, tetapi juga orang-orang muda pada
usia produktif.
4. Data penelitian mengenai pengobatan stroke hingga kini masih belum
memuaskan walaupun telah banyak yang dicapai, hasil akhir pengobatan
kalau tidak meninggal hampir selalu meninggalkan kecacatan.
5. Pengobatan awal/dini seperti pencegahan sangat bermanfaat, akan tetapi
harus disertai dengan pengenalan dan pemahaman stroke pada semua
lapisan dan komjunitas dalam masyarakat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Yoga. 2013. Pedoman pengendalian Stroke. Jakarta : Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia
Anonym. 2007. Stroke Mengancam Usia Produktif.
Anonym. 2008. Sepuluh Langkah Cegah Stroke.
Bintariadi, B., 2007. Penderita Stroke di RSSA Malang Terus Meningkat.
Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. 2001. Pengantar Epidemiologi II. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.

Bustan, M. N., 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka


Cipta.
Dewanto, G., Suwono, W.J., Riyanto, B., Turana, Y., 2009. Panduan Praktis
Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.

Fadilah, H., 2004. 7 Tahapan Terapi Stroke Akut.


Pinzon, Rizaly, Asanti, Lakasmi, Sugianto, Widyo, Kriswanto. 2010. Awas
Stroke: Pengertian, Gejala, Tindakan, Perawatan & Pencegahan. Yogyakarta:
Penerbit ANDI.

Setyopranoto, I. (2011). Stroke: Gejala dan penatalaksanaan. CDK 185, 38 (4),


Mei-Juni 2011, 247-250.
Sutrisno, A. (2007). Stroke? You must know before you get it. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Timmreck, T., 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar. Jakarta: EGC

Utama, S., 2003.Resiko Stroke dan Penyakit Jantung Perempuan Menopause.


http://eprints.ums.ac.id/32390/2/BAB%20I.pdf
http://medicastore.com/stoke.

22

Anda mungkin juga menyukai