Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

SIROSIS HEPATIS

DISUSUN OLEH :

ADINDA FALIND AFIATRY, S. Ked

PEMBIMBING :

dr. H. NURDIN SAMAD, SP. PD FINASM


A. Identitas Pasien

Nama : Tn. Abd. R


Umur : 58 tahun
No. Rm : 111876
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Parengki kec. Suppa kab. Pinrang
Tanggal masuk : 26 Mei 2016
Tanggal keluar : 2 Juni 2016
Ruangan : seruni
B. Anamnesis
Keluhan utama :perut membesar
Anamnesis :Perut membesar sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu.
Seluruh badan dan mata berwarna kuning.Keluhan disertai dengan nyeri diseluruh
perut, mual, kedua kaki membengkak, BAB hitam,perasaan lemas, nafsu makan
menurun. Riwayat sering mengonsumsi tuak manis.
C. Pemeriksaan Tanda Vital
TD :110/70 mmHg P : 24 x/menit
N : 82 x/menit S : 370C
D. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : sakit sedang/ gizi cukup/ compos mentis
Kepala leher : mata icterus +/+
Thoraks : simetris, ikut gerakan napas, Rh -/-, Wh -/-
Cor : S1/S2 murni, bunyi tambahan (-)
Abdomen :cembung, peristaltik menurun, nyeri tekan (+).
Ekstremitas : udem (+)
Status neurologi : E4M6V5
E. Pemeriksaan PenunjangLab
Kimia Darah(26 Mei 2016)
No Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
1 SGOT 35 U/I laki-laki 37
perempuan 31
2 SGPT 58 U/I Laki-laki 40
Perempuan 31
3 Bilirubin total 29,1 Mg/dl BBL <11, bayi <1,5;
dewasa <1,1
4 Bilirubin direk 22,9 Mg/dl <0,75
5 Urea 44 Mg/dl 10-50
6 Creatinin 0,7 Mg/dl Laki-laki 0,6-11
Perempuan : 0,5-0,9
7 Glukosa sewaktu 68 Mg/dl 140

Darah rutin (26 Mei 2016)


Jenis sel Hasil Nilai normal
WBC 10,6 3.70-10.1
Neutrofil 7,53 1.63-6.96
Lymfosit 1,67 1.09-2.99
RBC 2,72 4.06-5.58
HGB 9,25 12.9-15.9
PLT 307 155-366
F. Diagnosis Awal
Sirosis hepatis
G. Penatalaksanaan Awal
IVFD Asering 10 TPM Ranitidine 1 Amp/12jam/IV
Sotatik 1 Amp/12 jam/IV Ceftazidin 1gr/12 jam/IV
Spironolactone 25 mg 1x1 Curcuma 3x1
H. Resume
Perut membesar sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu.Ikterus pada skelera dan
seluruh badan. Keluhan disertai dengan nyeri diseluruh perut, vomiting, kedua
ektremitas edema, melena, perasaan lemas, nafsu makan menurun. Riwayat sering
mengonsumsi tuak manis.
Follow Up Hari Pertama
Tanggal SOAP Instruksi/Implementasi
27 Mei 2016 S : rasa tidak nyaman pada Curcuma 3x1
Spironolactone 25 mg 1x1
perut, kembung, nafsu makan
Heparin 3x1
menurun, BAB biasa warna Ceftazidime 500 mg/ 12 jam/ IV
Ranitidine ampul/ 8 jam/ IV
hitam, BAK biasa warna
Sotatic 1 ampul/ 12 jam/ IV
coklat pekat. Neurosanbe IA / hari/ drips
O:
TD : 100/70 mmHg
N : 80 x/i
S : 36,2oC
Mata : ikterus +/+
Thoraks : BP : vesikuler,
Rh-/-, Wh -/-
Cor : S1/S2 murni regular
Abdomen : ascites (+),
peristaltic (+) kesan
meningkat. Hepar lien
teraba.
Hasil pemeriksaan lab :
HBsAG (-), WBC 9.52,
NEU 6.63, LYM 1.75,
RBC 2.81, HGB 9.48, PLT
299
A : sirosis hepatis
Follow Up Hari Kedua
Tanggal SOAP Instruksi/Implementasi
28 Mei 2016 S :rasa tidak nyaman pada perut, Curcuma 3x1
Hepamin 3x1
kembung, nafsu makan menurun.
Spironolactone 25mg 3x1
BAB biasa warna hitam, BAK Furosemide 1 amp/hari
lancer warna coklat pekat.
O:
TD : 100/80 mmHg
N : 80 x/i
S : 37oC
Mata: ikterus (+)
Thoraks : BP vesikuler, Rh -/-,
Wh -/-
Cor : S1/S2 murni regular
Abdomen : peristaltic (+) kesan
normal. Hati limpa membesar.
Ekstremitas : edema
Pemeriksaan lab : Anti HCV (-),
USG : splenomegaly,ascites,
massa epigastrium.
A : sirosis Hepatis
Follow Up Hari Ketiga
Tanggal SOAP Instruksi/Implementasi
30 Mei 2016 S : rasa tidak nyaman pada Spironolactone 25 mg 3x2
Vip albumin 3x2
perut, kembung,
Curcuma 2x1
O:
Heparmin 2x1
TD : 120/80 mmHg Furosemide 1-0-0
N : 64 x/i
P : 22 x/i
S : 36,4oC
Mata : icterus
Abdomen : cembung, hepar
limfe teraba, ascites
Ektremitas : edeme
A : sirosis Hepatis

Follow Up Hari Ke Empat


Tanggal SOAP Instruksi/implementasi
31 Mei 2016 S : rasa tidak nyaman pada Spironolactone 25 mg 3x2
Vip albumin 3x2
perut, kembung,
Curcuma 2x1
O:
Heparmin 2x1
TD : 110/90 mmHg Furosemide 1-0-0
N : 82 x/i
S : 36oC
P : 20 x/i
Abdomen : cembung,
hepar limfe teraba, ascites
Ektremitas : edeme
Lab : albumin 2,2 gr/dl
A : sirosis Hepatis

Follow Up Hari Ke Empat


Tanggal SOAP Instruksi/implementasi
1 Juni 2016 S : rasa tidak nyaman pada perut, Spironolactone 25 mg 3x2
Vip albumin 3x2
kembung,
Curcuma 2x1
O:
TD : 100/70 mmHg Heparmin 2x1
N : 82 x/i Furosemide 1-0-0
S : 36oC
P : 20 x/i
Abdomen : cembung, hepar
limfe teraba, ascites
Ektremitas : edeme
A : sirosis Hepatis

Follow Up Hari Ke Lima


Tanggal SOAP Instruksi/implementasi
2 juni 2016 S : rasa tidak nyaman pada perut, Spironolactone 25 mg 3x2
Vip albumin 3x2
kembung,
Curcuma 2x1
O:
Heparmin 2x1
TD : 90/50 mmHg Furosemide 1-0-0
N : 76 x/i
S : 36,2oC
P : 20 x/i
Abdomen : cembung, hepar
limfe teraba, ascites
Ektremitas : edeme
A : sirosis Hepatis
SIROSIS HEPATIS

I. PENDAHULUAN
Istilah sirosis hepatis diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari
kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna
pada nodul- nodul yang terbentuk.Sirosis hepatis adalah penyakit hepar menahun
difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul yang
mengelilingi parenkim hepar.1,2
Gejala klinis dari sirosis hepatis sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala
sampai dengan gejala yang sangat jelas. Gejala patologik dari sirosis hepatis
mencerminkan proses yang telah berlangsung lama dalam parenkim hepar dan
mencakup proses fibrosis yang berkaitan dengan pembentukan nodul-nodul
regeneratif. Kerusakan dari sel-sel hepar dapat menyebabkan ikterus, edema,
koagulopati, dan kelainan metabolik lainnya.1,3
Secara lengkap, sirosis hepatis adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro,
anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hepar mengalami
perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) di
sekitar parenkim hepar yang mengalami regenerasi.1

II. INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI


Insidensi sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000
penduduk.Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hepar alkoholik dan infeksi
virus kronik.Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada, hanya laporan-
laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah
pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit
Dalam dalam kurun waktu 1 tahun pada tahun 2004. Di Medan dalam kurun waktu 4
tahun dijumpai pasien sirosis hepatis sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di
Bagian Penyakit Dalam.4
Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika
dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara
golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun1

III. ETIOLOGI
Di negara barat penyebab dari sirosis hepatis yang tersering akibat alkoholik
sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil
penelitian di Indonesia menyebutkan penyebab terbanyak dari sirosis hepatis adalah
virus hepatitis B (30-40%), virus hepatitis C (30-40%), dan penyebab yang tidak
diketahui(10-20%). Adapun beberapa etiologi dari sirosis hepatis antara lain:1,4
1. Virus hepatitis (B,C,dan D)
2. Alkohol (alcoholic cirrhosis)
3. Kelainan metabolik :
a. Hemokromatosis (kelebihan beban besi)
b. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
c. Defisiensi Alpha l-antitripsin
d. Glikonosis type-IV
e. Galaktosemia
f. Tirosinemia
4. Kolestasis
5. Gangguan imunitas ( hepatitis lupoid )
6. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan lain-
lain)
7. Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD)
8. Kriptogenik
9. Sumbatan saluran vena hepatica
IV. ANATOMI HEPAR
Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-,1,8 kg atau
kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran
kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang
sangat kompleks5.Heparmenempati daerah hipokondriumkanantetapi lobuskiri dari
heparmeluas sampai keepigastrium.Hepar berbatasan dengan diafragma pada bagian
superior dan bagian inferior hepar mengikuti bentuk dari batas kosta kanan.Hepar
secara anatomisterdiridarilobuskanan yang berukuran lebih besar dan lobus kiri yang
berukuran lebih kecil.Lobus kanan dan kiri dipisahkan oleh ligamentum
falsiforme6.Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura
segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen
medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar 7. Pada daerah
antara ligamentum falsiform dengan kandung empedu di lobus kanan dapat
ditemukan lobus kuadratus dan lobus kaudatus yang tertutup oleh vena cava inferior
dan ligamentum venosum pada permukaan posterior6.Permukaan hepar diliputi oleh
peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat
langsung pada diafragma.Beberapa ligamentum yang merupakan peritoneum
membantu menyokong hepar. Di bawah peritoneum terdapat jaringan ikat padat yang
disebut sebagai kapsula Glisson, yang meliputi permukaan seluruh organ ; bagian
paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka untuk cabang
vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada
hepar tempat masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya duktus
hepatika5.
Gambar 1. Anatomi hepar
(dikutip dari kepustakaan 8)
Hepar memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui
vena porta hepatica dan dari aorta melalui arteri hepatika. Arteri hepatika keluar dari
aorta dan memberikan 80% darahnya kepada hepar, darah ini masuk ke hepar
membentuk jaringan kapiler dan setelah bertemu dengan kapiler venaakan keluar
sebagai vena hepatica. Vena hepatica mengembalikan darah dari hepar ke vena kava
inferior.Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior,
mengantarkan 20% darahnya ke hepar, darah ini mempunyai kejenuhan oksigen
hanya 70 % sebab beberapa O2 telah diambil oleh limpa dan usus. Darah yang
berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hepar dan setiap lobulus dilewati
oleh sebuah pembuluh sinusoid atau kapiler hepatika.Pembuluh darah halus yang
berjalan di antara lobulus hepar disebut vena interlobular7.
Vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari saluran
cerna, dan arteri hepatika membawa darah yang kaya oksigen dari sistem arteri.Arteri
dan vena hepatika ini bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih kecil
membentuk kapiler diantara sel-sel hepar yang membentik lamina hepatika.Jaringan
kapiler ini kemudian mengalir ke dalam vena kecil di bagian tengah masing-masing
lobulus, yang menyuplai vena hepatika.Pembuluh-prmbuluh ini menbawa darah dari
kapiler portal dan darah yang mengalami deoksigenasi yang telah dibawa ke hepar
oleh arteri hepatika sebagai darah yang telah deoksigenasi.Selain vena porta, juga
ditemukan arteriol hepar didalam septum interlobularis.Anterior ini menyuplai darah
dari arteri ke jaringan jaringan septum diantara lobules yang berdekatan, dan banyak
arterior kecil mengalir langsung ke sinusoid hepar, paling sering pada sepertiga jarak
ke septum interlobularis7.
Gambar 2 . Pembuluh darah pada hepar
(dikutip dari kepustakaan 8)
Hepar terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hepar,
sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah yang
bermakna dan sel-sel non parenkimal yang termasuk di dalamnya endothelium, sel
Kuppfer dan sel Stellata yang berbentuk seperti bintang5.
Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen
vena hepatika dan ductus hepatikus. Saat darah memasuki hepar melalui arteri
hepatica dan vena porta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan
oksigen secara bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting
kerentanan jaringan terhadap kerusakan asinus. Membran hepatosit berhadapan
langsung dengan sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak
pada sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat
permulaan sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan
penghubungan dan desmosom yang saling bertautan dengan disebelahnya5.
Sinusoid hepar memiliki lapisan endothelial berpori yang dipisahkan dari
hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam
dinding sinusoid adalah sel fagositik Kuppfer yang merupakan bagian penting dalam
sistem retikuloendotelial dan sel Stellata (juga disebut sel Ito, liposit atau perisit)
yang memiliki aktivitas miofibriblastik yang dapat membantu pengaturan aliran darah
sinusoidal disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan kerusakan hepar.
Peningkatan aktivitas sel-sel Stellata tampaknya menjadi faktor kunci pembentukan
fibrosis di hepar5.
Gambar 3 . Histologi hepar
(dikutip dari kepustakaan 9)

V. FISIOLOGI HEPAR

Hepar adalah suatu organ besar, dapat meluas, dan organ venosa yang mampu
bekerja sebagai tempat penampungan darah yang bermakna di saat volume darah
berlebihan dan mampu menyuplai darah ekstra di saat kekurangan volume darah.
Selain itu, hepar juga merupakan suatu kumpulan besar sel reaktan kimia dengan laju
metabolisme yang tinggi, saling memberikan substrat dan energi dari satu sistem
metabolisme ke sistem yang lain, mengolah dan mensintesis berbagai zat yang
diangkut ke daerah tubuh lainnya, dan melakukan berbagai fungsi metabolisme lain. 6
Fungsi metabolisme yang dilakukan oleh hepar adalah10:
Metabolisme karbohidrat.Dalam metabolisme karbohidrat, hepar melakukan
fungsi sebagai berikut :
o Menyimpan glikogen dalam jumlah besar
o Konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa
o Glukoneogenesis
o Pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolisme
karbohidrat
Hepar terutama penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah
normal.Penyimpanan glikogen memungkinkan hepar mengambil kelebihan
glukosa dari darah, menyimpannya, dan kemudian mengembalikannya
kembali ke darah bila konsentrasi glukosa darah rendah.Fungsi ini disebut
fungsi penyangga glukosa hepar.
Metabolisme lemak. Beberapa fungsi spesifik hepar dalam metabolisme
lemak antara lain :
o Oksidasi asam lemak untuk menyuplai energy bagi fungsi tubuh yang
lain
o Sintesis kolesterol, fosfolipid, dan sebagian besar lipoprotein
o Sintesis lemak dari protein dan karbohidrat
Hepar berperan pada sebagian besar metabolisme lemak.Kira-kira 80 persen
kolesterol yang disintesis didalam hepar diubah menjadi garam empedu yang
kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu, sisanya diangkut dalam
lipoprotein dan dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh.Fosfolipid juga
disintesis di hepar dan ditranspor dalam lipoprotein.Keduanya digunakan oleh
sel untuk membentuk membran, struktur intrasel, dan bermacam-macam zat
kimia yang penting untuk fungsi sel.
Metabolisme protein, Fungsi hepar yang paling penting dalam metabolisme
protein adalah sebagai berikut :
o Deaminasi asam amino
o Pembentukan ureum untuk mengeluarkan ammonia dari cairan tubuh
o Pembentukan protein plasma
o Interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari
asam amino
Diantara fungsi hepar yang paling penting adalah kemampuan hepar untuk
membentuk asam amino tertentu dan juga membentuk senyawa kimia lain
yang penting dari asam amino. Untuk itu, mula-mula dibentuk asam keto yang
mempunyai komposisi kimia yang sama dengan asam amino yang akan
dibentuk. Kemudian suatu radikal amino ditransfer melalui beberapa tahap
transaminasi dari asam amino yang tersedia ke asam keto untuk menggantikan
oksigen keto.
Hepar merupakan tempat penyimpanan vitamin. Hepar mempunyai
kecenderungan tertentu untuk menyimpan vitamin dan telah lama diketahui
sebagai sumber vitamin tertentu yang baik pada pengobatan pasien. Vitamin
yang paling banyak disimpan dalam hepar adalah vitamin A, tetapi sejumlah
besar vitamin D dan vitamin B12 juga disimpan secara normal
Hepar menyimpan besi dalam bentuk ferritin. Sel hepar mengandung
sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang dapat bergabung dengan
besi baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu, bila besi
banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi akan berikatan dengan
apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam bentuk ini di dalam sel
hepar sampai diperlukan.

Hepar memiliki aliran darah yang tinggi dan resistensi vaskuler yang rendah.Kira-
kira 1050 milimeter darah mengalir dari vena porta ke sinusoid hepar setiap menit,
dan tambahan 300 mililiter lagi mengalir ke sinusoid dari arteri hepatika dengan total
rata-rata 1350 ml/menit.Jumlah ini sekitar 27 persen dari sisa jantung.Rata-rata
tekanan di dalam vena porta yang mengalir ke dalam hepar adalah sekitar 9 mmHg
dan rata-rata tekanan di dalam vena hepatika yang mengalir dari hepar ke vena cava
normalnya hampir tepat 0 mmHg.Hal ini menunjukkan bahwa tahanan aliran darah
melalui sinusoid hepar normalnya sangat rendah namun memiliki aliran darah yang
tinggi. Namun, jika sel-sel parenkim hepar hancur, sel-sel tersebut digantikan oleh
jaringan fibrosa yang akhirnya akan berkontraksi di sekeliling pembuluh darah,
sehingga sangat menghambat darah porta melalui hepar. Proses penyakit ini disebut
sirosis hepatis, Sistem porta juga kadang-kadang terhambat oleh suatu gumpalan
besar yang berkembang di dalam vena porta atau cabang utamanya. Bila sistem porta
tiba-tiba tersumbat, kembalinya darah dari usus dan limpa melalui system aliran
darah porta hepar ke sirkulasi sistemik menjadi sangat terhambat, menghasilkan
hipertensi portal.10

VI. PATOFISIOLOGI
Sirosis hepatis termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia
Barat.Meskipun terutama disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol, kontributor
utama lainnya adalah hepatitis kronis, penyakit saluran empedu, dan kelebihan zat
besi. Tahap akhir penyakit kronis ini didefinisikan berdasarkan tiga karakteristik :11
1. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut lebar
yang menggantikan lobulus.
2. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan ukuran
bervariasi dari sangat kecil (garis tengah < 3mm, mikronodul) hingga
besar (garis tengah beberapa sentimeter, makronodul).
3. Kerusakan arsitektur hepar keseluruhan.
Beberapa mekanisme yang terjadi pada sirosis hepatis antara lain kematian
sel-sel hepatosit, regenerasi, dan fibrosis progresif. Sirosis hepatis pada mulanya
berawal dari kematian sel hepatosit yang disebabkan oleh berbagai macam faktor.
Sebagai respons terhadap kematian sel-sel hepatosit, maka tubuh akan melakukan
regenerasi terhadap sel-sel yang mati tersebut. Dalam kaitannya dengan fibrosis,
hepar normal mengandung kolagen interstisium (tipe I, III, dan IV) di saluran porta,
sekitar vena sentralis, dan kadang-kadang di parenkim. Pada sirosis, kolagen tipe I
dan III serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua bagian lobulus
dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan fenestrasinya. Juga terjadi pirau vena porta ke
vena hepatika dan arteri hepatika ke vena porta. Proses ini pada dasarnya mengubah
sinusoid dari saluran endotel yang berlubang dengan pertukaran bebas antara plasma
dan hepatosit, menjadi vaskular tekanan tinggi, beraliran cepat tanpa pertukaran zat
terlarut. Secara khusus, perpindahan protein antara hepatosit dan plasma sangat
terganggu.11,12

VII. KLASIFIKASI
Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hepatis atas 3 jenis, yaitu :1,4
1. Mikronodular
Yaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk berukuran < 3 mm.
2. Makronodular
Yaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk berukuran > 3 mm.
3. Campuran
Yaitu gabungan dari mikronodular dan makronodular.Nodul-nodul yang
terbentuk ada yang berukuran < 3 mm dan ada yang berukuran > 3 mm.
Secara fungsional, sirosis hepatis terbagi atas :1,4
1. Sirosis Hepatis Kompensata
Sering disebut dengan latent cirrhosis hepar.Pada stadium kompensata ini
belum terlihat gejala-gejala yang nyata.Biasanya stadium ini ditemukan pada
saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis Hepatis Dekompensata
Dikenal dengan active cirrhosis hepar, dan stadium ini biasanya gejala-gejala
sudah jelas, misalnya ; asites, edema dan ikterus.

VIII. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinik
Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang
ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau
karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis hepatis meliputi4 :

perasaan mudah lelah dan lemah

selera makan berkurang

perasaaan perut kembung

Mual

berat badan menurun

pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada
membesar, dan hilangnya dorongan seksualitas.
Stadium lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol
terutama bila timbul komplikasi kegagalan hepar dan hipertensi portal,
meliputi4 :

hilangnya rambut badan

gangguan tidur

demam tidak begitu tinggi

adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi, epistaksis,
gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh
pekat, muntah darah atau melena, serta perubahan mental, meliputi
mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.

2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis
hepatis antara lain4 :
a. SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat
aminotransferase) dan SGPT (serum glutamil piruvat transferase) atau
ALT (alanin aminotransferase) meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST
lebih meningkat disbanding ALT. Namun, bila enzim ini normal, tidak
mengeyampingkan adanya sirosis
b. Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis
primer dan sirosis bilier primer.
c. Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama dengan ALP.
Namun, pada penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya meninggi
karena alcohol dapat menginduksi mikrosomal hepatic dan menyebabkan
bocornya GGT dari hepatosit.
d. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan
meningkat pada sirosis yang lebih lanjut (dekompensata)
e. Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan, antigen
bakteri dari sistem porta masuk ke jaringan limfoid yang selanjutnya
menginduksi immunoglobulin.
f. Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor koagulan
akibat sirosis
g. Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas.
h. Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan
hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.
Selain itu, pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan, yaitu :
a. Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya hipertensi
porta
b. USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta untuk
melihat adanya asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran
vena porta, dan sebagai skrinning untuk adanya karsinoma hati pada
pasien sirosis.

IX. KOMPLIKASI
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Berikut
berbagai macam komplikasi sirosis hati4 :
1. Hipertensi Portal4
2. Asites4
3. Peritonitis Bakterial Spontan. Komplikasi ini paling sering dijumpai yaitu
infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi
sekunder intra abdominal. Biasanya terdapat asites dengan nyeri abdomen
serta demam4.
4. Varises esophagus dan hemoroid. Varises esophagus merupakan salah satu
manifestasi hipertensi porta yang cukup berbahaya. Sekitar 20-40% pasien
sirosis dengan varises esophagus pecah menimbulkan perdarahan4.
5. Ensefalopati Hepatik. Rnsefalopati hepatic merupakan kelainan
neuropsikiatri akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur
kemudian berlanjut sampai gangguan kesadaran dan koma 4. Ensefalopati
hepatic terjadi karena kegagalan hepar melakukan detoksifikasi bahan-
bahan beracun (NH3 dan sejenisnya). NH3 berasal dari pemecahan protein
oleh bakteri di usus. Oleh karena itu, peningkatan kadar NH 3 dapat
disebabkan oleh kelebihan asupan protein, konstipasi, infeksi, gagal hepar,
dan alkalosis13. Berikut pembagian stadium ensefalopati hepatikum :

Stadium Manifestasi Klinis


0 Kesadaran normal, hanya sedikit ada penurunan daya ingat,
konsentrasi, fungsi intelektual, dan koordinasi.
1 Gangguan pola tidur
2 Letargi
3 Somnolen, disorientasi waktu dan tempat, amnesia
4 Koma, dengan atau tanpa respon terhadap rangsang nyeri.
Tabel 1
Pembagian stadium ensefalopati hepatikum14

6. Sindroma Hepatorenal. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi


ginjal akut berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin, tanpa adanya
kelainan organic ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan
perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.

X. PENATALAKSANAAN
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis.Terapi ditujukan
untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa
menambah kerusakan hati, pencegahan, dan penanganan komplikasi.Tatalaksana
pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untk mengurangi progresi kerusakan
hati.
1. Penatalaksanaan Sirosis Kompensata
Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, meliputi :
Menghentikan penggunaan alcohol dan bahan atau obat yang
hepatotoksik
Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang dapat
menghambat kolagenik
Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif
Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai
konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.
Pada penyakit hati nonalkoholik, menurunkan BB akan mencegah
terjadinya sirosis
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi
utama. Lamivudin diberikan 100mg secara oral setiap hari selama satu
tahun. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3MIU, 3x1
minggu selama 4-6 bulan.
Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin
merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara subkutan
dengann dosis 5 MIU, 3x1 minggu, dan dikombinasi ribavirin 800-
1000 mg/hari selama 6 bulan
Untuk pengobatan fibrosis hati, masih dalam penelitian.Interferon,
kolkisin, metotreksat, vitamin A, dan obat-obatan sedang dalam penelitian.
2. Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata
Asites
Tirah baring
Diet rendah garam : sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari
Diuretic : spironolakton 100-200 mg/hari. Respon diuretic bisa
dimonitor dengan penurunan BB 0,5 kg/hari (tanpa edem kaki)
atau 1,0 kg/hari (dengan edema kaki). Bilamana pemberian
spironolakton tidak adekuat, dapat dikombinasi dengan
furosemide 20-40 mg/hari (dosis max.160 mg/hari)
Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar (4-6 liter),
diikuti dengan pemberian albumin.
Peritonitis Bakterial Spontan
Diberikan antibiotik glongan cephalosporin generasi III seperti
cefotaksim secara parenteral selama lima hari atau quinolon secara
oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk profilaksis dapat
diberikan norfloxacin (400 mg/hari) selama 2-3 minggu.
Varises Esofagus
Sebelum dan sesudah berdarah, bisa diberikan obat penyekat
beta (propanolol)
Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin
atau okreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau
ligasi endoskopi
Ensefalopati Hepatik
Laktulosa untuk mengeluarkan ammonia
Neomisin, untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia
Diet rendah protein 0,5 gram.kgBB/hari, terutama diberikan
yang kaya asam amino rantai cabang
Sindrom Hepatorenal
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk SHR. Oleh
karena itu, pencegahan terjadinya SHR harus mendapat perhatian
utama berupa hindari pemakaian diuretic agresif, parasentesis asites,
dan restriksi cairan yang berlebihan.
XI. PROGNOSIS
Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
meliputi etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasi, dan penyakit lain yang
menyertai sirosis. Klasifikasi Child-Turcotte juga untuk menilai prognosis pasien
sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin,
albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati, dan status nutrisi.
Klasifikasi Child-Turcotte berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka
kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A,B, dan C
berturut-turut 100%,80%, dan 45%.4
Gambar 4. Klasifikasi Modifikasi Child-Pugh (dikutip dari kepustakaan 13)DAFTAR
PUSTAKA

1. Sutadi SM. Sirosis hati. Usu repository. 2003. [cited on 2016 Juni 1rd].
Available from : URL : http:// repository.usu.ac.id/ bitstream/ 123456789 /
3386/1/ penydalam-srimaryani5.pdf
2. Suyono,Sufiana,Heru,Novianto,Riza,Musrifah. Sonografi sirosis hepatis di
RSUD Dr. Moewardi. Kalbe. 2006. [cited on 2016 Juni 1rd]. Available from :
URL :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09_150_Sonografisirosishepatis.pdf/09_
150_Sonografisirosishepatis.html
3. Raymon T.Chung, Daniel K.Podolsky. Cirrhosis and its complications. In :
Kasper DL et.al, eds. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th Edition.
USA : Mc-Graw Hill; 2005. p. 1858-62.
4. Nurdjanah Sitti. Sirosis hati. Dalam :Sudoyo AW et.al, eds. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran UI; 2006. hal. 443-53.
5. Amiruddin Rifai. Fisiologi dan Biokimia Hati. Dalam :Sudoyo AW et.al, eds.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI; 2006. hal. 415-6.
6. Faiz O, Moffat D. The liver, gall-bladder, biliary tree. In : Anatomy at a
glance. USA: Blackwell Publishing Company; 2002. p. 44-5.
7. Lindseth, Glenda N. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan
Pankreas. Dalam : Sylvia A.Price et.al, eds. Patofisiologi. Edisi
6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2006. Hal.472-5.
8. Netter FH. Surface and bed of liver. In : Atlas of Human Anatomy. 4 th Edition.
USA : Saunders Elsevier; 2006. p. 287.
9. Douglas Eder. Histology. In : Laboratory Atlas of Anatomy and Physiology.
4th Edition. USA : McGraw-Hill Science; 2001. p.35
10. Hall & Guyton. Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2004. hal. 902-6.
11. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Hati dan saluran empedu Dalam : Hartanto
H, Darmaniah N, Wulandari N. Robbins Buku Ajar Patologi. 7 th Edition.
Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. hal. 671-2.
12. Taylor CR. Cirrhosis. emedicine. 2009. [cited on 2016 Juni 1st]. Available
from: URL : http://emedicine.medscape.com/article/366426-overview
13. Marc S. Sabatine, Sirosis dalam Buku Saku Klinis, The Massachusetts
General Hospital Handbook of Internal Medicine, 2004, p.106-10
14. David C. Dale, Daniel D.Fedeman, AMP Medicine 2007 Edition, Washington
D.C., 2007,p.IX : 1-26
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai