Anda di halaman 1dari 27

DEPARTEMEN RADIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

FRAKTUR SUBCAPITAL OS FEMUR DEXTRA

DISUSUN OLEH:
Priady Wira Prasetia C014181057
Wan Nabilah Amirah Binti Wan Baharin C014181073
Amalina Izati Nur Ibrahim C014181074
Nurul Bahriah Binti Daut C014181076
Wan Nuraisyah Bt Wan Hasan @ Wan Hilmi C014181077

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Rita Juwita

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Nurlaily Idris, Sp.Rad(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

1. Priady Wira Prasetia – C014181057

2. Wan Nabilah Amirah Binti Wan Baharin – C014181073

3. Amalina Izati Nur Ibrahim – C014181074

4. Nurul Bahriah Binti Daut – C014181076

5. Wan Nuraisyah Bt Wan Hasan @ Wan Hilmi – C014181077

Judul Laporan Kasus : Fraktur Subcapital Os Femur Dextra

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen

Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 13 Februari 2019

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Nurlaily Idris, Sp.Rad(K) dr. Rita Juwita

2
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I LAPORAN KASUS PENDERITA
1.1 IDENTITAS PASIEN .............................................................. 1
1.2 ANAMNESIS ........................................................................... 1
1.3 PEMERIKSAAN FISIS............................................................ 2
1.4 LABORATORIUM .................................................................. 3
1.5 RADIOLOGI ............................................................................ 4
1.6 DIAGNOSIS............................................................................. 5
1.7 TERAPI .................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI......................................................................................... 6
2.2 EPIDEMIOLOGI .................................................................... 6
2.3 ANATOMI .......................................................................................7
2.4 MEKANISME FRAKTUR ............................................................10
2.5 KALSIFIKASI FRAKTUR ............................................................11
2.6 GAMBARAN KLINIS ...................................................................14
2.7 PEMERIKSAAN FRAKTUR ........................................................14
2.8 PEMERIKSAAN RADIOLOGI ....................................................16
2.9 PENATALAKSANAAN……………………………………...... 16
2.10 KOMPLIKASI ......................................................................... 19
2.11 DISKUSI ...................................................................................... 20
2.12 PEMBAHASAN RADIOLOGI ................................................... 21
BAB III KESIMPULAN ...................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 24

3
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Nn. UZH
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 31 – 12 – 1955
Alamat : Jl. Bau Massepe No. 388, Pare-Pare
Ruang Perawatan : Palem Atas
No. Rekam Medik : 872270
Tanggal MRS : 4 Februari 2019

1.2 ANAMNESIS
 Keluhan Utama:
Nyeri pangkal paha kanan
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk ke IGD RSWS dengan keluhan nyeri pada pangkal paha
kanan yang dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit.
Pasien mengeluh nyeri pada pangkal paha kanan setelah terpeleset saat
menuruni tangga di rumahnya, kemudian terjatuh dalam posisi terduduk
Keluhan demam, sakit kepala, mual, muntah, batuk, dan nyeri perut
disangkal pasien. BAK dan BAB pasien lancar dan biasa.
 Riwayat Penyakit Sebelumnya :
 Riwayat trauma tidak ada
 Riwayat pingsan tidak ada
 Riwayat diabetes mellitus ada sejak 3 tahun yang lalu
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat Pribadi dan Keluarga :
Riwayat dengan penyakit keluarga yang sama tidak ada

4
1.3 PEMERIKSAAN FISIS
 Keadaan Umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda Vital :
 Tekanan Darah : 120/70 mmHg
 Frekuensi Nadi : 89 kali/menit
 Pernapasan : 19 kali/menit
 Suhu : 37,2 0C
 Status Generalis :
a. Kepala : Normocephal, rambut hitam, sulit dicabut
b. Mata : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada
c. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe
d. Thorax
 Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak terlihat massa
 Palpasi : Vokal fremitus sama pada kedua hemithoraks, nyeri
tekan dan krepitasi tidak ada, tidak teraba massa
 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
 Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler, ronkhi dan wheezing tidak ada
e. Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Thrill tidak teraba
 Perkusi : Batas atas jantung ICS II sinistra, Batas kanan
jantung ICS III linea parasternalis dextra, Batas kiri
jantung ICS V linea midclavicularis sinistra
 Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, bising tidak ada
f. Abdomen
 Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
 Auskultasi : Peristaltik ada, kesan normal
 Palpasi : Nyeri tekan dan massa tumor tidak ada,
hepar dan lien tidak teraba

5
 Perkusi : Timpani, undulasi tidak ada
 Lain-lain : Asites tidak ada
g. Ekstremitas
 Pitting edema : -/- (dorsum pedis), -/- (pretibial)
 Perdarahan (-), palmar eritem (-), akral hangat (-)
 Status lokalis : Regio Hip dextra
a. Look : deformitas ada, luka tidak ada, edema tidak ada, hematom
tidak ada
b. Feel : Nyeri tekan ada, sensibilitas (+), suhu rabaan hangat
c. Move : Gerakan aktif dan pasif sendi panggul sulit dievaluasi karena
nyeri
d. NVD : sensibilitas baik, pulsasi dorsalis pedis dan tibialis posterior
teraba, capillary refill time kurang dari 2 detik

1.4 HASIL LABORATORIUM (4 Februari 2019)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Rutin
WBC 10.2 x 103 /uL 4.0 – 10.0 x 103 /uL
RBC 3.26 x 106/uL 3.8 – 5.8 x 106/uL
HGB 10.1 g/dl 12 – 16 g/dl
HCT 31.4% 37 – 48%
MCV 96 fL 80 – 97 fL
MCH 31.2 pg 26.5 – 33.5 pg
MCHC 32.3 g/dl 31.5 – 35 g/dl
PLT 298 x 103/uL 140 – 400 x 103/uL
Koagulasi
Waktu bekuan 8’00 menit 4 – 10 menit
Waktu perdarahan 3’00 menit 1 – 7 menit
Kimia Darah
GDS 126 140 mg/dl
Ureum 25 10 – 50 mg/dl
Kreatinin 1.01 L(<1.3), P(<1,1) mg/dl
SGOT 16 < 38 U/L
SGPT 14 < 41 U/L
HBs Ag (ICT) Non Reactive Non Reactive

6
1.5 FOTO RADIOLOGI

Gambar 1. Foto Femur AP + Lateral (4 Februari 2019)

Hasil pemeriksaan foto femur dextra AP/lateral:


 Allignment os femur dextra berubah
 Tampak fraktur subcapital os femur dextra, displaced ke arah
craniolateral
 Tampak osteofit pada posteroantero superior os patela dextra
 Densitas tulang baik
 Celah sendi yang tervisualisasi baik
 Jaringan lunak sekitar fraktur swelling
Kesan:
- Fraktur subcapital os femur dextra
- Osteoarthritis genu dextra

7
1.6 DIAGNOSIS
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
diagnosis kasus ini adalah Fraktur Tertutup Collum Femur Dextra

1.7 TERAPI
1. Infus Ringer Laktat 18 tetes per menit
2. Ketorolac 30 mg/8 jam/intravena
3. Ranitidine 50 mg/12 jam/intravena
4. Apply skin traksi at right lower limb with 3 kg load
5. Persiapan Total Hip Cemented Elektif

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang. Fraktur dibagi atas
dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup (simple) yaitu
bila kulit yang tersisa diatasnya masih intak (tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar), sedangkan fraktur terbuka (compound)
yaitu bila kulit yang melapisinya tidak intak dimana sebagian besar fraktur
jenis ini sangat rentan terhadap kontaminasi dan infeksi.5,6
Fraktur collum femoris merupakan fraktur yang terjadi antara ujung
permukaan articular caput femur dan regio interthrocanter dimana collum
femur merupakan bagian terlemah dari femur. Secara umum fraktur collum
femur merupakan fraktur intrakapsular dimana suplai pembuluh darah arterial
ke lokasi fraktur dan caput femur terganggu dan dapat menghambat proses
penyembuhan. Pembuluh yang memiliki risiko tinggi terkena adalah cabang
cervical ascenden lateralis dari arteri sircumflexa femoralis medialis. Aliran
darah yang terganggu dapat meningkatkan risiko nonunion pada lokasi fraktur
dan memungkinkan terjadinya nekrosis avaskular pada caput femur.7

2.2 Epidemiologi
Fraktur collum atau neck (leher) femur adalah tempat yang paling sering
terkena fraktur pada usia lanjut. Ada beberapa variasi insiden terhadap ras.
Fraktur collum femur lebih banyak pada populasi kulit putih di Eropa dan
Amerika Utara. Insiden meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Sebagian besar pasien adalah wanita berusia tujuh puluh dan delapan
puluhan.5,6
Namun fraktur collum femur bukan semata-mata akibat penuaan. Fraktur
collum femur cenderung terjadi pada penderita osteopenia diatas rata-rata,
banyak diantaranya mengalami kelainan yang menyebabkan kehilangan
jaringan tulang dan kelemahan tulang, misalnya pada penderita osteomalasia,

9
diabetes, stroke, dan alkoholisme. Beberapa keadaan tadi juga menyebabkan
meningkatnya kecenderungan terjatuh. Selain itu, orang lanjut usia juga
memiliki otot yang lemah serta keseimbangan yang buruk sehingga
meningkatkan resiko jatuh.5,6

2.3 Anatomi Tulang Hip (Femur Proksimal)


Femur merupakan tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh,
meneruskan berat tubuh dari os coxae ke tibia sewaktu kita berdiri. Caput
femoris ke arah craniomedial dan agak ke ventral sewaktu bersendi dengan
acetabulum. Ujung proksimal femur terdiri dari sebuah caput femoris dan dua
trochanter (trochanter mayor dan trochanter minor).5,6

Gambar 2. Anatomi Femur


Area intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum femur
dan proksimal dari batang femur. Area ini terletak di antara trochanter mayor
dan trochanter minor. Caput femoris dan collum femoris membentuk sudut
(1150- 1400) terhadap poros panjang corpus femoris, sudut ini bervariasi
dengan umur dan jenis kelamin. Corpus femoris berbentuk lengkung, yakni
cembung ke arah anterior. Ujung distal femur, berakhir menjadi dua condylus,
epicondylus medialis dan epicondylus lateralis yang melengkung bagaikan
ulir.5,6

10
Pada sendi coxae (hip joint) terjadi artikulasi antara caput femur dan
acetabulum dari tulang coxae. Cup-shaped acetabulum dibentuk oleh tulang
hip (innominate) dengan kontribusi dari ilium (40%), ischium (40%) dan pubis
(20%). Pada tulang yang imatur (usia muda), ketiga tulang ini dipisahkan oleh
kartilago triadiate (kurang lebih pada usia 14-16 tahun), namun pada usia
dewasa ketiga tulang ini akan menyatu.5,6

(a)

(b)

(c)
Gambar 3. Anatomi Tulang Hip (Femur Proksimal): pelekatan tulang hip pada
ilium, ischium dan pubis (a), ball and socket hip (b), hip joint (c).9,10

11
Caput femoris mendapatkan aliran darah dari tiga sumber, yaitu
pembuluh darah intramedular di leher femur, cabang pembuluh darah servikal
asendens dari anastomosis arteri sirkumfleks media dan lateral yang melewati
retinakulum sebelum memasuki caput femoris, serta pembuluh darah dari
ligamentum teres.5,6

Gambar 4. Vaskularisasi Femur


Pada saat terjadi fraktur, pembuluh darah intramedular dan pembuluh
darah retinakulum mengalami robekan bila terjadi pergeseran fragmen. Fraktur
transervikal adalah fraktur yang bersifat intrakapsuler yang mempunyai
kapasitas yang sangat rendah dalam penyembuhan karena adanya kerusakan
pembuluh darah, periosteum yang rapuh, serta hambatan dari cairan sinovial.5,6
Sendi panggul dan leher femur ini dibungkus oleh capsula yang di
medial melekat pada labrum acetabuli, di lateral, ke depan melekat pada linea
trochanterika femoris dan ke belakang pada setengah permukaan posterior
collum femur. Capsula ini terdiri dari ligamentum iliofemoral, pubofemoral,
dan ischiofemoral. Ligamentum iliofemoral adalah sebuah ligamentum yang
kuat dan berbentuk seperti huruf Y terbalik. Dasarnya disebelah atas melekat
ada spina iliaca anterior inferior, dibawah kedua lengan Y melekat pada bagian
atas dan bawah linea intertrochanterica. Ligament ini berfungsi untuk
mencegah ekstensi berlebihan selama berdiri. Ligamentum pubofemoral
berbentuk segitiga. Dasar ligamentum melekat pada ramus superior ossis

12
pubis, dan apex melekat di bawah pada bagian bawah linea intertrochanterica.
Ligament ini berfungsi untuk membatasi gerak ekstensi dan abduksi.
Ligamentum ischifemoral berbentuk spiral dan melekat pada corpus ossis
ischia dekat margo acetabuli dan di bagian bawah melekat pada trochanter
mayor. Ligament ini membatasi gerak ekstensi.5,6

Gambar 5. Anatomi ligament pada femur.

2.4 Mekanisme Terjadinya Fraktur


a. Low-energy trauma: paling umum pada pasien yang lebih tua.
i. Trauma Langsung (Direct): Jatuh ke trokanter mayor (valgus
impaksi) atau rotasi eksternal yang dipaksa pada ekstremitas bawah
menjepit leher osteroporotik ke bibir posterior acetabulum (yang
mengakibatkan posterior kominusi). Biasanya terjadi apabila
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trokanter mayor
langsung terbentur dengan benda keras (misalnya jalanan).
ii. Trauma Tidak Langsung (Indirect): Disebabkan gerakan exorotasi
yang mendadak dari tungkai bawah. Karena kaput femoris terikat
kuat dengan ligamen didalam asetabulum oleh ligamen iliofemoral
dan kapsul sendi, mengakibatkan fraktur didaerah collum femoris.
Pada dewasa muda apabila terjadi fraktur intrakapsuler (collum
femoris) berarti traumanya cukup hebat. Sedang kebanyakan fraktur
collum ini (intrakapsuler) terjadi pada wanita tua dimana tulangnya

13
sudah mengalami osteoporotik. Trauma yang dialami wanita tua ini
biasanya ringan (misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi).13
b. High-energy trauma: Terjadi patah tulang leher femur pada pasien yang
lebih muda berbanding lebih tua, seperti kecelakaan kendaraan bermotor
atau jatuh dari ketinggian yang signifikan.
c. Cyclic loading-stress fractures: Terjadi pada atlet, militer, penari balet,
pasien dengan osteroporosis dan osteopenia berada pada risiko tertentu.13
Fraktur biasanya disebabkan oleh jatuh biasa, walaupun demikian
pada orang-orang yang mengalami osteoporosis, energi lemah dapat
menyebabkan fraktur. Pada orang-orang yang lebih muda, penyebab fraktur
umumnya karena jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas. Terkadang
fraktur collum femur pada dewasa muda juga diakibatkan oleh aktivitas berat
seperti pada atlit dan anggota militer.12

2.5 Klasifikasi Fraktur Collum Femur


Terdapat beberapa klasifikasi yang telah diciptakan untuk fraktur pada
collum femur yaitu berdasarkan anatomis, arah garis sudut patah, dan dislokasi
atau tidak dari fragmennya.
a. Beberapa peneliti membedakan fraktur collum berdasarkan lokasi
anatomisnya, membedakan fraktur intrakapsular menjadi subcapital dan
transcervical, basicervical. Namun tulang pada daerah transcervical lebih
kuat daripada di daerah subcapital.

Gambar 6. Klasifikasi fraktur collum femoris berdasarkan lokasi


anatomis

14
b. Fraktur berdasarkan arah garis sudut patah dibagi menurut Pauwel.
Klasifikasi ini didasarkan atas bidang dari fraktur collum femur. Dibagi
menjadi tiga tipe yang berdasarkan apakah bidang fraktur berbentuk
vertikal, oblik, atau transverse. Klasifikasi ini diciptakan sebagai faktor
prediktif kegagalan fiksasi maupun kemungkinan non union dari fraktur
collum femur yang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
grading klasifikasi ini.12,13

Gambar 7. Klasifikasi Pauwel :


Tipe 1 : < 30˚, Tipe II : 30 - 50˚, Tipe III : >50˚
c. Berdasarkan dislokasi atau tidak fragmen dibagi menurut Garden.
Klasifikasi ini diciptakan pada tahun 1961, dengan membedakan fraktur
collum femur menjadi empat grup yang dibedakan berdasar derajat
pergeseran (displacement) dari collum femur. Penilaiannya didasarkan
atas hubungan dari garis trabekular di caput femur dengan di acetabulum
melalui foto polos AP. 2.3 klasifikasi Garden digolongkan menjadi
undisplaced (Garden I dan II) atau displaced (Garden III dan IV).
Klasifikasi ini berguna untuk menentukan jenis penanganan selanjutnya.
i. Garden I yaitu fraktur subkapital impaksi valgus, terjadi fraktur
yang inkomplit, dengan garis fraktur di sisi lateral tidak
menembus korteks sisi medial.
ii. Garden II dimana fraktur bersifat komplit namun tidak
mengalami pergeseran (non displaced), sehingga garis trabekula
pada caput femur kolinear dengan garis yang berada di
acetabulum dan collum femur disisi distal dari fraktur.

15
iii. Garden III dimana terjadi fraktur subkapital dengan pergeseran
yang tidak komplit (incompletely displaced), caput femur tidak
hilang kontak dengan collum femur, namun caput femur dalam
posisi varus dan ekstensi, sehingga mengakibatkan angulasi pada
garis trabekula. Angulasi yang tercipta memiliki arah
berkebalikan dengan Garden I.
iv. Garden IV yaitu fraktur yang mengalami pergeseran komplit
(completely displaced) sehingga garis trabekula pada caput femur
sejajar dengan garis pada acetabulum akibat caput femur kembali
ke posisi netral dalam acetabulum, sedangkan collum femur
kehilangan kontak dengan caput femur dan mengalami rotasi
eksterna, sehingga garis trabekula pada collum femur tidak
kolinear lagi dengan caput femur. 8,12

a. Garden I b. Garden II c. Garden III d. Garden IV

Gambar 8. Klasifikasi Garden berdasarkan derajat pergeseran collum femur


terhadap caput femur

2.6 Gambaran Klinis


Pada pemeriksaan fisik, fratur collum femur dengan pergeseran akan
menyebabkan deformitas yaitu terjadi pemendekkan serta rotasi eksternal
sedangkan pada fraktur tanpa pergeseran deformitas tidak jelas terlihat. Tanpa
memperhatikan jumlah pergeseran fraktur yang terjadi, kebanyakan pasien

16
akan mengeluhkan nyeri bila mendapat pembebanan, nyeri tekan di inguinal
dan nyeri bila pinggul digerakkan. 14

2.7 Pemeriksaan Fraktur Femur


Diagnosis fraktur femur dapat ditegakkan dengan anamnesis yang
lengkap mengenai kejadian trauma meliputi waktu, tempat, dan mekanisme
trauma; pemeriksaan fisik yang lengkap dan menyeluruh, serta pemeriksaan
radiologi menggunakan foto polos sinar-x. 14
 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya tanda tanda
syok, anemia atau perdarahan, kerusakan pada organ-organ lain, misalnya
otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks,
panggul dan abdomen. Apabila kondisi jiwa pasien trancam, lakukan
resusitasi untuk menstabilkan kondisi pasien. Selain perlu diperhatikan
faktor prediposisi lain, misalnya pada fraktur patologis sebagai salah satu
penyebab terjadinya fraktur. 14
Berikut adalah langkah pemeriksaan status lokalis sebagai skrining awal
fraktur: 14
a. Inspeksi
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Keadaan umum penderita secara keseluruhan
- Ekspresi wajah karena nyeri
- Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
- Perhatikan ada atau tidak luka pada kulit dan jaringan lunak
untuk membedakan fraktur tertutup dan terbuka
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
kependekan
- Perhatikan kondisi mental penderita
- Keadaan vaskularisasi

17
b. Palpasi
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan; dapat berupa superfisial disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan
secara hati-hati
- Pemeriksaan vascular pada daerah distal trauma
- Pengukuran panjang tungkai untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai
c. Pergerakan
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan
secara aktif dan pasif sendri proksimal dan distal dari daerah yang
mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan
akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh
dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

2.8 Pemeriksaan Radiologi


Pemeriksaan radiologi diperlukan sebagai konfirmasi adanya fraktur,
menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur, untuk melihat adakah
kecurigaan keadaan patologis pada tulang, untuk melihat benda asing,
misalnya peluru, dan untuk menentukan teknik pengobatan atau terapi yang
tepat.15
Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan beberapa prinsip rule of two
yaitu :
- Dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada
anteroposterior dan lateral
- Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di
bawah sendi yang mengalami fraktur.
- Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua anggota gerak
terutama pada fraktur epifisi

18
- Dua kali dilakuakn foto, sebelum dan selepas reposisi

2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksaan fraktur collum femoralis dapat berupa terapi konservatif
dengan indikasi yang sangat terbatas dan terapi operatif. Pentalaksaan operatif
hampir selalu dilakukan baik pada orang dewasa muda ataupun pada orang tua
karena perlu reduksin yang akurat dan stabil dan diperlukan mobilisasi yang
cepat pada orang tua untuk mencegah komplikasi. Jenis operasi yang dapat
dilakukan yaitu pemasangan pin, pemasangan plate dan screw, dan artroplasi
yang dilakukan pada penderita umur di atas 35 tahun, berupa eksisi artroplasti,
herniartroplasi, dan artroplasi total.15
Fraktur yang bergeser tidak akan menyatu tanpa fiksasi interna. Fraktur
yang terimpaksi dapat dibiarkan menyatu, tetapi selalu terdapat risiko
penggeseran pada fratur-fraktur itu, sekalipun berada di tempat tidur, jadi
fiksasi akan lebih aman. Prinsip terapi adalah reduksi yang tepat, fiksasi secara
erat dan aktivitas dini.15
Jenis-jenis operasi, yaitu:15
 Pemasangan pin
 Pemasangan plate dan screw
Beberapa ahli mengusulkan bahwa prognosis untuk fraktur stadium
III dan IV tak dapat diramalkan sehingga penggantian prostetik selalu lebih
baik. Karena itu, kebijaksanaan kita adalah mencoba reduksi dan fiksasi pada
semua pasien yang berumur dibawah 75 tahun dan mempersiapkan
penggantian untuk pasien yang sangat tua dan sangat lemah dan pasien yang
gagal menjalani reduksi tertutup. Penggantian yang paling sedikit traumanya
adalah prostesis femur atau prostesis bipolar tanpa semen yang dimasukkan
dengan pendekatan posterior. Penggantian pinggul total mungkin lebih baik
kalau terapi telah tertunda selama beberapa minggu dan dicurigai ada
kerusakan asetabulum, atau pada pasien dengan penyakit metastatik atau
penyakit paget.15

19
Gambar 9. Terapi pada Fraktur Collum Femur, Pemasangan screw

Gambar 10. Terapi pada Fraktur Collum Femur, Penggantian prostetik

 Antroplasti
Prosedur ini dilakukan pada penderita umur diatas 55 tahun, berupa:
- Eksisi artroplasti (pseudoartrosis menurut Girdlestone)
- Hemiartroplasti
- Artroplasti total

20
Pada pasien yang relatif muda, terdapat tiga prosedur, yaitu: 16
- Kalau fraktur terlalu vertikal, tetapi kaput tetap hidup, osteotomi
subtrokanter dengan fiksasi paku-plat mengubah garis fraktur
sehingga membentuk sudut yang lebih horizontal
- Kalau reduksi atau fiksasi salah dan tidak terdapat tanda-tanda
nekrosis, sekrup itu pantas dibuang, fraktur direduksi, sekrup yang
baru disisipkan dengan bener dan juga menyisipkan cangkokan
fibula pada fraktur itu
- Kalau kaput bersifat avaskular, kaput ini dapat diganti dengan
prostesis logam; kalau sudah terdapat atritis, diperlukan
pergantian total.

Pada pasien yang berusia lanjut, hanya dua proses yang harus
dipertimbanagkan, yaitu : 16
- Kalau nyeri tidak hebat, pengangkatan tumit dan penggunaan
tongkat yang kuat atau kruk penopang siku sering sudah
mencukupi
- Kalau nyerimya hebat, harus diperhatikan adanya caput avascular
atau tidak, kaput ini terbaik dibuang; kalau pasien cukup sehat,
dilakukan pergantian sendi total.

2.10 Komplikasi :
 Deep venous trombosis (DVT)
Terjadi pada 16-50 % pasien bahkan 14 % berakibat emboli paru. DVT
dapat terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dari permukaan jaringan
yang terluka,yang akan mengaktifkan faktor pembekuan yang
mengakibatkan terbentuknya trombus dalam pembuluh darah. Imobilitas
akibat nyeri atau bedrest total merupakan faktor predisposisi untuk
terjadinya DVT. Kadang-kadang kerusakan pembuluh darah juga
berpengaruh terhadap terbentuknya bekuan darah intravaskuler.1
 Infeksi

21
Infeksi dapat terjadi pada fraktur terbuka sehingga menyebabkan berbagai
infeksi seperti infeksi pada kulit, myositis, bursitis, dan septic artritis. Selain
itu, karena fraktur lebih sering terjadi pada wanita, penggunaan kateter
akibat imobilitas dapat menyebabkan terjadinya infeksi traktus urinarius.1
 Avaskular nekrosis
Hal ini terjadi karena berkurang atau berhentinya vaskularisasi pada
proximal femur akibat kerusakan pada pembuluh darah yang
memperdarahinya sehingga timbul kerusakan atau nekrosis pada tulang.
Hampir tidak mungkin untuk mendiagnosisnya pada saat fraktur baru
terjadi. Perubahan pada sinar-x mungkin tidak nampak hingga beberapa
bulan bahkan tahun. Baik terjadi penyatuan tulang maupun tidak, kolaps
dari caput femoris akan menyebabkan nyeri dan kehilangan fungsi yang
progresif. 1,2
 Gangguan gaya berjalan

2.11 Diskusi
Seorang perempuan berusia 64 tahun masuk RS dengan keluhan nyeri
nyeri pada pangkal paha kanan yang dirasakan sejak 1 minggu sebelum
masuk Rumah Sakit. Pasien mengeluh nyeri pada pangkal paha kanan setelah
terpeleset saat menuruni tangga di rumahnya, kemudian terjatuh dalam posisi
terduduk. Keluhan demam, sakit kepala, mual, muntah, batuk, dan nyeri perut
disangkal pasien. BAK dan BAB pasien lancar dan biasa.
Dari hasil pemeriksaan fisis didapatkan pasien sakit sedang, gizi cukup,
kesadaran compos mentis, GCS 15 (E4M6V5). Tanda vital: tekanan darah:
120/70 mmHg, nadi: 89x/menit, pernapasan: 19 x/menit, suhu: 367,2°C.
Pemeriksaan kepala, mata, leher, thorax, jantung dan abdomen dalam batas
normal. Ekstremitas regio hip dextra terdapat deformitas, tidak ada edema
dan hematom serta teraba hangat. Terdapat nyeri tekan. Gerakan aktif dan
pasif sendi panggul sulit dinilai karena nyeri. Tidak ada gangguan sensibilitas
dan saraf.

22
Pemeriksaan radiologi pada foto femur dextra AP/lateral tanggal 4
Februari 2019, alignment os femur dextra berubah. Tampak fraktur
subcapital os femur dextra, displaced ke arah craniolateral. Tampak osteofit
pada posteroantero superior os patela dextra. Densitas tulang baik. Celah
sendi yang tervisualisasi baik. Jaringan lunak sekitar fraktur swelling
Kesan yang diperoleh adalah fraktur subcapital os femur dextra dan
osteoarthritis genu dextra.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, diagnosis kasus ini adalah fraktur tertutup collum femur dextra.

2.12 Pembahasan Radiologi

Hasil pemeriksaan foto femur dextra AP/lateral ( 4 Februari 2019):


 Allignment os femur dextra berubah
 Tampak fraktur subcapital os femur dextra, displaced ke arah
craniolateral
 Tampak osteofit pada posteroantero superior os patela dextra
 Densitas tulang baik
 Celah sendi yang tervisualisasi baik
 Jaringan lunak sekitar fraktur swelling

23
Kesan:
- Fraktur subcapital os femur dextra
- Osteoarthritis genu dextra
Pada pemeriksaan radiologi fraktur perlu diperhatikan beberapa hal:
1. Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik, diagnosis dapat dibuat
secara klinis sedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk
melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Untuk
fraktur-fraktur yang tidak memberikan tanda-tanda klasik memang
diagnosanya harus dibantu pemeriksaan radiologi baik rontgen atau pun
dengan melakukan pemeriksaan canggih seperti MRI, misalnya untuk
fraktur tulang belakang dengan komplikasi neurologis.
2. Foto rontgen minimal harus 2 proyeksi yaitu AP dan lateral. AP dan
lateral harus benar-benar AP dan lateral, jika ada posisi yang salah akan
memberikan interprestasi yang salah. Untuk pergelangan tangan atau
sendi panggul diperlukan posisi axial pengganti lateral. Untuk
acetabulum diperlukan proyeksi khusus alar dan obturator. Pemeriksaan
radiologis dapat menggunakan bantuan x-ray image yang berdasarkan
rules of two yang meliputi 2 posisi (AP dan LAT), 2 sendi (sendi atas dan
bawah tulang yang patah) dan 2 ekstremitas (kanan dan kiri).
Pemeriksaan x-ray image ini harus dilakukan 2 kali yaitu sebelum
tindakan dan sesudah tindakan.3
3. Foto rontgen juga harus memenuhi beberapa syarat, yaitu letak patah
tulang harus dipertengahan foto dan sinar harus menembus tempat ini
secara tegak lurus karena foto rontgen merupakan foto gambar bayangan.
Bila sinar menembus secara miring, gambar menjadi samar, kurang jelas,
dan lain kenyataan. Harus selalu dibuat dua lembar foto dengan arah yang
saling tegak lurus. Pada tulang, panjang persendian proksimal maupun
distal harus turut difoto. Bila ada kesangsian atas adanya patah tulang
atau tidak, sebaiknya dibuat foto yang sama dari anggota gerak yang
sehat untuk perbandingan.4

24
BAB III
KESIMPULAN

Fraktur subcapital femur adalah penyebab umum dan penyebab penting


kematian dan kehilangan fungsional. Insidens fraktur berhubungan dengan
peningkatan usia, jenis kelamin, osteoporosis dan beberapa faktor resiko lainnya.
Karena peningkatan angka harapan hidup, insidens fraktur menjadi meningkat pada
beberapa tahun terakhir ini. Fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung atau tidak
langsung. Berbeda dengan usia muda, fraktur pada lanjut usia biasanya terjadi akibat
trauma yang ringan misalnya jatuh dikamar mandi.

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan


radiografi seperti foto x-ray posisi AP, lateral dan kadang-kadang perlu posisi axial.
MRI lebih sensitif dalam mendiagnosa fraktur collum femoris.

25
Daftar Pustaka

1. Setiawan F, 2009, Fraktur collum femoris, Fakultas Kedokteran Universitas


Tarumangara, hal 449-450
2. Dharmayuda O, 2018, Fraktur neck femur, Universitas Udayana, Denpasar,
hal 19
3. Departemen farmakologi dan terapeutik FKUI, Farmakologi dan terapi, Ed 5,
Jakarta: FKUI; 2009, hal 210-42
4. Price Sylvia A, Wilson Lorraine M, Patofisiologi, 2006, Vol. 2 Ed 6. Jakarta
: EGC, hal 1365-71
5. Solomon, L dkk. Fractures of the Femoral Neck; Apley’s System of
Orthopaedic and Fractures, 9th Ed. Arnold, 2010. Hal: 847-52.
6. Dharmayuda CGO. Fraktur Neck Femur. Universitas Udayana, Denpasar,
2018.
7. Perwiraputra RD. Hubungan Jenis Total Hip Arthroplasty Terhadap Derajat
Fungsional Panggul dan Kualitas Hidup pada Pasien Fraktur Collum
Femoris, Universitas Diponegoro, 2016.
8. Thompson, J. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy, 2nd Ed. Elsevier
Saunders, 2010. Hal: 251-7.
9. Byrne D.P et al. Anatomy & Biomechanics of the Hip, The Open Sports
Medicine Journal, 2010. Pg 51-57.
10. Anatomy of the Hip. https;//lksgrabbag.com/2012/03/12/Sunday-march-11th-
2012/
11. Hip Resurfacing-OrthoInfo-AAOS, 2019. orthoinfo.aaos.org
12. Solomon, L dkk. Fractures of the Femoral Neck; Apley’s System of
Orthopaedic and Fractures, 8th Ed. Arnold, 2001. Hal: 847-52.
13. Egol, K dkk. Femoral Neck Fractures; Handbook of Fractures, 3rd Ed.
Lippincott Williams & Wilkins, 2002. Hal: 319-28.
14. Apley GA, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi
ke-7. Jakarta, 1995. Widya Medika

26
15. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Chen, John W.
Musculoskeletal Imaging in Primer of Diagnostic Imaging, 4 th Edition.
Mosby Elsevier. United States. 2007. Page 408-410
16. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi ke-3. Jakarta: Yarsif
Watampone; 2007

27

Anda mungkin juga menyukai