Anda di halaman 1dari 34

DEPARTEMEN RADIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

FRAKTUR INTERTROCHANTER OS FEMUR SINISTRA

DISUSUN OLEH:
Syarifah Nurul Arifah C014182161
Andaris Ruslan C014182207
Imam Amriadi.AS C014182214
Sri Angilda C014182215
Christa Gisella Pirsouw 201383023

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Regi Fauzan

SUPERVISOR PEMBIMBING:
Prof. Dr. dr. Bachtiar Murtala, Sp. Rad(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

1. Syarifah Nurul Arifah C014182161


2. Andaris Ruslan C014182207
3. Imam Amriadi.AS C014182214
4. Sri Angilda C014182215
5. Christa Gisella Pirsouw 201383023

Judul Laporan Kasus : Fraktur intertrochanter os femur sinistra

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen

Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Mei 2019

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

Prof. Dr. dr. Bachtiar Murtala, Sp.Rad(K) dr. Regi Fauzan

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I LAPORAN KASUS PENDERITA
1.1 IDENTITAS PASIEN ..............................................................
1
1.2 ANAMNESIS ........................................................................... 1
1.3 PEMERIKSAAN FISIS............................................................ 2
1.4 LABORATORIUM .................................................................. 3
1.5 RADIOLOGI ............................................................................ 4
1.6 DIAGNOSIS............................................................................. 7
1.7 TERAPI .................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI.........................................................................................8
2.2 ANATOMI.......................................................................................8
2.3 MEKANISME FRAKTUR..............................................................9
2.4 KLASIFIKASI FRAKTUR............................................................10
2.5 ETIOLOGI FTRAKTUR...............................................................13
2.6 PENYEMBUHAN FRAKTUR......................................................13
2.7 PEMERIKSAAN FRAKTUR........................................................16
2.8 PEMERIKSAAN RADIOLOGI....................................................17
2.9 PENATALAKSANAAN……………………………………......
18
2.10........................................................................................................ DISKUSI
........................................................................................................21
2.11........................................................ PEMBAHASAN RADIOLOGI
.......................................................................................................22
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................27
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. D
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 60 tahun
Alamat : BTN Kumalasari AF. 4 No. 10 Makassar
Ruang Perawatan : PCC Lantai 2
No. Rekam Medik : 642432
Tanggal MRS : 5 Mei 2019

1.2 ANAMNESIS
 Keluhan Utama:
Nyeri pangkal paha kiri
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk ke IGD RSWS dengan keluhan nyeri pada pangkal paha kiri
yang dirasakan sejak 10 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien terjatuh
dari tempat tidur dengan bertumpuh pada pinggul kiri. Setelah terjatuh
pasien tidak dapat berdiri dan berjalan. Riwayat muntah dan pingsan
disangkal. Riwayat hipertensi tidak ada. Riwayat Diabetes Mellitus tipe 2
dan dikontrol dengan insulin. Riwayat stroke pada tahun 2013 dengan
kelemahan extremitas kiri namun saat itu masih bisa berjalan dengan
bantuan tongkat. Riwayat konsumsi clopidogrel namun sudah berhenti
sejak tanggal 3 Mei 2019. Keluhan demam, sakit kepala, mual, muntah,
batuk, dan nyeri perut disangkal pasien. BAK dan BAB pasien lancar dan
biasa. Pasien merupakan rujukan dari Rumah Sakit Ibnu Sina
 Riwayat Penyakit Sebelumnya :
 Riwayat trauma tidak ada
 Riwayat pingsan tidak ada
 Riwayat diabetes mellitus ada sejak tahun 2013
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat Pribadi dan Keluarga :
Riwayat dengan penyakit keluarga yang sama tidak ada

1.3 PEMERIKSAAN FISIS


 Keadaan Umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda Vital :
 Tekanan Darah : 117/70 mmHg
 Frekuensi Nadi : 64 kali/menit
 Pernapasan : 20 kali/menit
 Suhu : 36,4 0C
 Status Generalis :
a. Kepala : Normocephal, rambut hitam, sulit dicabut
b. Mata : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada
c. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe
d. Thorax
 Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak terlihat massa
 Palpasi : Vokal fremitus sama pada kedua hemithoraks, nyeri
tekan dan krepitasi tidak ada, tidak teraba massa
 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
 Auskultasi: Bunyi nafas vesikuler, ronkhi dan wheezing tidak ada
e. Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Thrill tidak teraba
 Perkusi : Batas atas jantung ICS II sinistra, Batas kanan
jantung ICS III linea parasternalis dextra, Batas kiri
jantung ICS V linea midclavicularis sinistra
 Auskultasi: Bunyi jantung I/II murni regular, bising tidak ada
f. Abdomen
 Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
 Auskultasi: Peristaltik ada, kesan normal
 Palpasi : Nyeri tekan dan massa tumor tidak ada,
hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : Timpani, undulasi tidak ada
 Lain-lain : Asites tidak ada
g. Ekstremitas
 Pitting edema : -/- (dorsum pedis), -/- (pretibial)
 Perdarahan (-), palmar eritem (-), akral hangat (-)
 Status lokalis : Femur Sinistra ( Intertrochanterica sinsitra)
a. Look : deformitas ada, luka tidak ada, edema tidak ada, hematom
tidak ada
b. Feel : Nyeri tekan ada, sensibilitas (+), suhu rabaan hangat
c. Move : Gerakan aktif dan pasif sendi panggul sulit dievaluasi karena
kelemahan akibat stroke Gerak pastinya tidak dapat dinilai karena
nyeri
d. NVD : sensibilitas baik, pulsasi dorsalis pedis dan tibialis posterior
teraba, capillary refill time kurang dari 2 detik

1.4 HASIL LABORATORIUM ( 5 Mei 2019)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Darah Rutin
WBC 8.2 x 103 /uL 4.0 – 10.0 x 103 /uL
RBC 4.30 x 106/uL 3.8 – 5.8 x 106/uL
HGB 12.3 g/dl 12 – 16 g/dl
HCT 37% 37 – 48%
MCV 86 fL 80 – 97 fL
MCH 29 pg 26.5 – 33.5 pg
MCHC 33 g/dl 31.5 – 35 g/dl
PLT 272 x 103/uL 140 – 4\00 x 103/uL
Koagulasi
Waktu bekuan 7’00 menit 4 – 10 menit
Waktu perdarahan 3’00 menit 1 – 7 menit
Kimia Darah
GDS 170 140 mg/dl
Ureum 51 10 – 50 mg/dl
Kreatinin 1.72 L(<1.3), P(<1,1) mg/dl
SGOT 27 < 38 U/L
SGPT 26 < 41 U/L
HBs Ag (ICT) Non Reactive Non Reactive

1.5 FOTO RADIOLOGI

Gambar 1. Foto Pelvis AP (5 Mei 2019)

Hasil pemeriksaan foto pelvis AP:


 Alignment pembentuk pelvis baik, tidak tampak dislokasi
 Tampak fraktur pada intertrochanter os femur sinistra
 Densitas tulang berkurang
 Kedua celah sendi SI dan hip joint baik
 Jaringan lunak sekitar fraktur kesan baik
Kesan:
- Fraktur intertrochanter os femur sinistra
- Osteoporosis senilis
Gambar 2. Foto Femur AP + Lateral (5 Mei 2019)

Hasil pemeriksaan foto femur dextra AP/lateral:


 Outline os femur tidak intak. Tampak fraktur intertrochanter os femur
sinistra
 Densitas tulang berkurang
 Densitas tulang baik
 Celah sendi yang tervisualisasi baik
 Jaringan lunak sekitar fraktur kesan swelling
Kesan:
- Fraktur intertrochanter os femur sinistra
- Osteoporosis senilis
1.6 DIAGNOSIS
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
diagnosis kasus ini adalah Fraktur Tertutup Intertrochanter Femur
Sinistra.

1.7 TERAPI
1. Infus Ringer Laktat 20 tetes per menit
2. Ketorolac 30 mg/8 jam/intravena
3. Ranitidine 50 mg/12 jam/intravena
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tulang Hip (Femur Proksimal)


Femur merupakan tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh,
meneruskan berat tubuh dari os coxae ke tibia sewaktu kita berdiri. Caput
femoris ke arah craniomedial dan agak ke ventral sewaktu bersendi dengan
acetabulum. Ujung proksimal femur terdiri dari sebuah caput femoris dan dua
trochanter (trochanter mayor dan trochanter minor).5,6

Gambar 2. Anatomi Femur


Area intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum femur
dan proksimal dari batang femur. Area ini terletak di antara trochanter mayor
dan trochanter minor. Caput femoris dan collum femoris membentuk sudut
(1150- 1400) terhadap poros panjang corpus femoris, sudut ini bervariasi
dengan umur dan jenis kelamin. Corpus femoris berbentuk lengkung, yakni
cembung ke arah anterior. Ujung distal femur, berakhir menjadi dua condylus,
epicondylus medialis dan epicondylus lateralis yang melengkung bagaikan
ulir.5,6
Area collum femoris dan intertrochanter femoris mendapatkan aliran
darah dari tiga sumber, yaitu pembuluh darah intramedular di leher femur,
cabang pembuluh darah servikal asendens dari anastomosis arteri sirkumfleks
media dan lateral yang melewati retinakulum sebelum memasuki caput
femoris, serta pembuluh darah dari ligamentum teres.5,6

Gambar 4. Vaskularisasi Femur


2.2 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang. Fraktur dibagi atas
dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup (simple) yaitu
bila kulit yang tersisa diatasnya masih intak (tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar), sedangkan fraktur terbuka (compound)
yaitu bila kulit yang melapisinya tidak intak dimana sebagian besar fraktur
jenis ini sangat rentan terhadap kontaminasi dan infeksi.5,6Fraktur
Intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas tulang pada area di
antara trochanter mayor dan trochanter minor.

2.3 Etiologi fraktur


1. Trauma
Kebanyakan fraktur terjadi akibat truma yang disebabkan oleh kegagalan
tulang menahan tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Trauma yang
dapat menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung.
 Trauma Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat
komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
 Trauma Tidak Langsung
Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur,
misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada
clavicula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. 4
2. Kompresi
Retak dapat terjadi pada tulang, sama halnya seperti pada logam dan benda lain,
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia
atau fibula atau metatarsal. 4
3. Patologik
Fraktur dapat terjadi karena tekanan yang normal apabila tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau apabila tulang tersebut sangat rapuh (misalnya pada
penyakit paget).4

2.4 Mekanisme Terjadinya Fraktur


a. Low-energy trauma: paling umum pada pasien yang lebih tua.
i. Trauma Langsung (Direct): Jatuh ke trokanter mayor (valgus
impaksi) atau rotasi eksternal yang dipaksa pada ekstremitas bawah
menjepit leher osteroporotik ke bibir posterior acetabulum (yang
mengakibatkan posterior kominusi). Biasanya terjadi apabila
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trokanter mayor
langsung terbentur dengan benda keras (misalnya jalanan).
ii. Trauma Tidak Langsung (Indirect): Disebabkan gerakan exorotasi
yang mendadak dari tungkai bawah. Karena kaput femoris terikat
kuat dengan ligamen didalam asetabulum oleh ligamen iliofemoral
dan kapsul sendi, mengakibatkan fraktur didaerah collum femoris.
Pada dewasa muda apabila terjadi fraktur intrakapsuler (collum
femoris) berarti traumanya cukup hebat. Sedang kebanyakan fraktur
collum ini (intrakapsuler) terjadi pada wanita tua dimana tulangnya
sudah mengalami osteoporotik. Trauma yang dialami wanita tua ini
biasanya ringan (misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi).13
b. High-energy trauma: Terjadi patah tulang leher femur pada pasien yang
lebih muda berbanding lebih tua, seperti kecelakaan kendaraan bermotor
atau jatuh dari ketinggian yang signifikan.
c. Cyclic loading-stress fractures: Terjadi pada atlet, militer, penari balet,
pasien dengan osteroporosis dan osteopenia berada pada risiko tertentu.13
Fraktur biasanya disebabkan oleh jatuh biasa, walaupun demikian
pada orang-orang yang mengalami osteoporosis, energi lemah dapat
menyebabkan fraktur. Pada orang-orang yang lebih muda, penyebab fraktur
umumnya karena jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas. Terkadang
fraktur collum femur pada dewasa muda juga diakibatkan oleh aktivitas berat
seperti pada atlit dan anggota militer.12

2.4 Klasifikasi Fraktur Femur


Fraktur femur secara umum dibedakan atas tiga kategori besar, yaitu:1
1. Fraktur proksimal femur
2. Fraktur leher femur
3. Fraktur suprakondilar femur

Fraktur femur proksimal meliputi:


1) Fraktur intrakapsuler
Fraktur intrakapsuler termasuk femoral head dan leher femur. Fraktur ini
terjadi di dalam kapsula sendi pinggul.2
- Capital
- Subcapital
- Transcervical
- Basicervical
Gambar 1. Fraktur intrakapsuler3

2) Fraktur ekstrakapsular
Fraktur ekstrakapsular termasuk trochanter. Fraktur ini terjadi di luar kapsula
sendi pinggul.
- Intertrochanteric
Pada fraktur ini, grais fraktur melintang dari trochanter mayor ke
trochanter minor. Tidak seperti fraktur intrakapsular, salah satu tipe
fraktur ekstrakapsular ini dapat menyatu dengan lebih baik. Resiko untuk
terjadinya komplikasi non-union dan nekrosis avaskular sangat kecil jika
dibandingkan dengan resiko pada fraktur intrakapsular.4
Berdasarkan klasifikasi Kyle (1994), fraktur intertrochanter dapat
dibagi menjadi 4 tipe menurut kestabilan fragmen-fragmen tulangnya.
Fraktur dikatakan tidak stabil jika: 4
a. Hubungan antarfragmen tulang kurang baik
b. Terjadi force yang berlangsung terus-menerus yang menyebabkan
displaced tulang menjadi semakin parah.
c. Fraktur disertai atau disebabkan oleh adanya osteoporosis.
Gambar 2. Klasifikasi menurut Kyle4

Gambar 3. Klasifikasi Evan untuk fraktur intertrochanter5


- Subtrochanter

Gambar 4. Fraktur intertrochanteric dan subtrochanteric6


2.6 Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai
usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan – kerusakan yang dialaminya.
Penyembuhan dari fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor
sistemik, adapun faktor lokal:
1. Lokasi fraktur
2. Jenis tulang yang mengalami fraktur
3. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil
4. Adanya kontak antar fragmen
5. Ada tidaknya infeksi
6. Tingkatan dari fraktur
Adapun faktor sistemik adalah :
1. Keadaan umum pasien
2. Umur
3. Malnutrisi
4. Penyakit sistemik.
Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :
1. Fase Reaktif
a. Fase hematom dan inflamasi
b. Pembentukan jaringan granulasi
2. Fase Reparatif
a. Fase pembentukan callus
b. Pembentukan tulang lamellar
3. Fase Remodelling
a. Remodelling ke bentuk tulang semula
Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi
atas penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder.
1. Proses penyembuhan fraktur primer
Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi
upaya langsung oleh korteks untuk membangun kembali dirinya ketika
kontinuitas terganggu. Agar fraktur menjadi menyatu, tulang pada salah
satu sisi korteks harus menyatu dengan tulang pada sisi lainnya (kontak
langsung) untuk membangun kontinuitas mekanis.
Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal
remodelling dari haversian system dan penyatuan tepi fragmen fraktur dari
tulang yang patah.
2. Proses penyembuhan fraktur sekunder
Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan
jaringan-jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara
garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase
proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling.
a. Fase Inflamasi
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri.

b. Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk
benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast.

c. Fase Pembentukan Kalus


Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi
mulai terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang
mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan.
d. Stadium Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus,
tulang yang immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar
bone).
e. Stadium Remodelling.
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat
dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan
penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang tebal akan
terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.1,2,3

2.7 Pemeriksaan Fraktur Femur


Diagnosis fraktur femur dapat ditegakkan dengan anamnesis yang
lengkap mengenai kejadian trauma meliputi waktu, tempat, dan mekanisme
trauma; pemeriksaan fisik yang lengkap dan menyeluruh, serta pemeriksaan
radiologi menggunakan foto polos sinar-x. 14
 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya tanda tanda
syok, anemia atau perdarahan, kerusakan pada organ-organ lain, misalnya
otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks,
panggul dan abdomen. Apabila kondisi jiwa pasien trancam, lakukan
resusitasi untuk menstabilkan kondisi pasien. Selain perlu diperhatikan
faktor prediposisi lain, misalnya pada fraktur patologis sebagai salah satu
penyebab terjadinya fraktur. 14
Berikut adalah langkah pemeriksaan status lokalis sebagai skrining awal
fraktur: 14
a. Inspeksi
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Keadaan umum penderita secara keseluruhan
- Ekspresi wajah karena nyeri
- Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
- Perhatikan ada atau tidak luka pada kulit dan jaringan lunak
untuk membedakan fraktur tertutup dan terbuka
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
kependekan
- Perhatikan kondisi mental penderita
- Keadaan vaskularisasi
b. Palpasi
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan; dapat berupa superfisial disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan
secara hati-hati
- Pemeriksaan vascular pada daerah distal trauma
- Pengukuran panjang tungkai untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai
c. Pergerakan
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan
secara aktif dan pasif sendri proksimal dan distal dari daerah yang
mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan
akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh
dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
2.8 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi diperlukan sebagai konfirmasi adanya fraktur,
menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur, untuk melihat adakah
kecurigaan keadaan patologis pada tulang, untuk melihat benda asing,
misalnya peluru, dan untuk menentukan teknik pengobatan atau terapi yang
tepat.15
Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan beberapa prinsip rule of two
yaitu :
- Dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada
anteroposterior dan lateral
- Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di
bawah sendi yang mengalami fraktur.
- Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua anggota gerak
terutama pada fraktur epifisi
- Dua kali dilakuakn foto, sebelum dan selepas reposisi

2.9 Penatalaksanaan
Terapi Fraktur 4
1. Operatif
Open Reduction Internal Fixation (ORIF)
2. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik untuk terapi fraktur intertrochanter meliputi :

Waktu Treatment

Hari pertama Tindakan pencegahan


sampai 1 Menghindari passive ROM
minggu
Range of Motion (ROM)
Active ROM pada hip dan knee dengan fleksi, ekstensi,
abduksi dan adduksi
Kekuatan otot
Isometric exercises pada m.gluteus dan m.quadriceps

Aktivitas fungsional
Transfer ke stand-pivot jika non-weight bearing. Jika weight
bearing, ekstremitas yang dipengaruhi, digunakan selama
transfer.
Menggunakan alat bantu untuk ambulasi.

Weight bearing
Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil. Toe-
touch sampai partial weight bearing atau non-weight bearing
untuk fraktur tidak stabil.

2 Minggu
Tindakan pencegahan
Menghindari berdiri pada kaki yang cedera tanpa bantuan.
Menghindari passive ROM.

Range of Motion
Active ROM pada hip dan knee. Hip difleksikan mencapai 900.
Kekuatan otot
Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings.

Aktivitas fungsional
Tergantung pada weight bearing, patien melakukan tranfer
stand-pivot atau menggunakan ekstremitas tang dterkena
selama transfer. Untuk ambulasi, menggunakan alat bantu.

Weight bearing
Tergantung prosedur, weight bearing sesuai toleransi. Non-
weight bearing sampai partial weight bearing, sampai toe-
touch untuk fraktur yang tidak stabil.

Tindakan pencegahan
Menghindari puntiran atau putaran pada sisi fraktur.

Range of Motion
Active, active-assistive ROM pada hip dan knee.
Kekuatan otot
Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings.
Active resistive exercise pada quadriceps, glutei dan
hamstrings, jika gerak sendi mempuntai toleransi yang baik.
4 sampai 6
minggu Aktivitas fungsional
Tergantung dari weight bearing, transfer stand-pivot atau
weight bearing sesuai toleransi pada ekstremitas yang terkena
selama transfer. Ambulasi dengan alat bantu.

Weight bearing
Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil.
Partial weight bearing, non-weight bearing sampai toe-touch
untuk fraktur yang tidak stabil.

8 sampai 12 Tindakan pencegahan


minggu Tidak ada

Range of Motion
Melanjutkan active, active-asisstive ROM. Memulai passive
ROM dan pemanasan pada hip dan knee.
Kekuatan otot
Progressive resistive exercises pada hip dan knee.

Aktivitas fungsional
Pasien menggunakan ekstremitas yang diliputi dengan weight
bearing sesuai toleransi atau weight bearing yang penuh
selama transfer dan ambulasi. Menghentikan penggunaan alat
bantu.

Weight bearing
Penuh

12 sampai 16
Tidak berubah
minggu

2.10 Komplikasi fraktur


Komplikasi lokal pada fraktur dapat timbul secara dini maupun lanjut
1. Komplikasi dini pada fraktur
a. Tulang : infeksi
b. Jaringan lunak
 Lepuh dan luka akibat gips
 Otot dan tendon robek
 Cedera vaskular (termasuk sindroma kompartemen)
 Cedera saraf
 Cedera visceral
c. Sendi
 Hemartrosis dan infeksi
 Cedera ligament
 Algodistrofi
2. Komplikasi lanjut pada fraktur
a. Tulang
 Nekrosis avaskular
 Penyatuan lambat dan non-union
 Mal-union
b. Jaringan lunak
 Ulkus dekubitus
 Miositis osifikans
 Tendinitis dan rupture tendon
 Tekanan dan terjepitnya saraf
 Kontraktur volkmann
c. Sendi
 Ketidakstabilan
 Kekakuan
 Algodistrofi

Pasien dengan fraktur intertrochanter femur mempunyai resiko


menderita penyakit tromboemboli dan mempunyai resiko kematian, sama
halnya pada fraktur colum femur. Selain itu resiko osteonekrosis dan non-
union minimal, karena suplai darah yang baik pada regiofemur.9

2.11 Diskusi

Seorang laki-laki masuk ke IGD RSWS dengan keluhan nyeri pada


pangkal paha kiri yang dirasakan sejak 10 hari sebelum masuk Rumah Sakit.
Pasien terjatuh dari tempat tidur dengan bertumpuh pada pinggul kiri.
Setelah terjatuh pasien tidak dapat berdiri dan berjalan. Riwayat muntah dan
pingsan disangkal. Riwayat hipertensi tidak ada. Riwayat Diabetes Mellitus
tipe 2 dan dikontrol dengan insulin. Riwayat stroke pada tahun 2013 dengan
kelemahan extremitas kiri namun saat itu masih bisa berjalan dengan bantuan
tongkat. Riwayat konsumsi clopidogrel namun sudah berhenti sejak tanggal 3
Mei 2019. Keluhan demam, sakit kepala, mual, muntah, batuk, dan nyeri
perut disangkal pasien. BAK dan BAB pasien lancar dan biasa. Pasien
merupakan rujukan dari Rumah Sakit Ibnu Sina.

Dari hasil pemeriksaan fisis didapatkan pasien sakit sedang, gizi cukup,
kesadaran compos mentis, GCS 15 (E4M6V5). Tanda vital: tekanan darah:
117/70 mmHg, nadi: 64x/menit, pernapasan: 20 x/menit, suhu: 36,4 °C.
Pemeriksaan kepala, mata, leher, thorax, jantung dan abdomen dalam batas
normal. Ekstremitas regio hip sinistra terdapat deformitas, tidak ada edema
dan hematom serta teraba hangat. Terdapat nyeri tekan. Gerakan aktif dan
pasif sendi panggul sulit dinilai karena nyeri. Tidak ada gangguan sensibilitas
dan saraf.
Pemeriksaan radiologi pada foto femur sinistra AP/lateral tanggal 05 Mei
2019, Alignment hip joint tidak tampak dislokasi, Tampak fraktur
intertrochanter os femur sinistra, Densitas tulang berkurang, Densitas tulang
baik, Celah sendi yang tervisualisasi baik, Jaringan lunak sekitar fraktur
kesan swelling.

Kesan yang didapatkan adalah Fraktur intertrochanter os femur sinistra


dan Osteoporosis senilis.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
diagnosis kasus ini adalah Fraktur intertrochanter os femur sinistra dan
Osteoporosis senilis.

2.11 Pembahasan Radiologi


Gambar 1. Foto Pelvis AP (5 Mei 2019)

Hasil pemeriksaan foto pelvis AP:


 Alignment pembentuk pelvis baik, tidak tampak dislokasi
 Tampak fraktur pada intertrochanter os femur sinistra
 Densitas tulang berkurang
 Kedua celah sendi SI dan hip joint baik
 Jaringan lunak sekitar fraktur kesan baik
Kesan:
- Fraktur intertrochanter os femur sinistra
- Osteoporosis senilis
Gambar 2. Foto Femur AP + Lateral (5 Mei 2019)

Hasil pemeriksaan foto femur dextra AP/lateral:


 Alignment hip joint tidak tampak dislokasi
 Outline os femur tidak intak. Tampak fraktur intertrochanter os femur
sinistra
 Densitas tulang berkurang
 Densitas tulang baik
 Celah sendi yang tervisualisasi baik
 Jaringan lunak sekitar fraktur kesan swelling
Kesan:
- Fraktur intertrochanter os femur sinistra
- Osteoporosis senilis
Pada pemeriksaan radiologi fraktur perlu diperhatikan beberapa hal:
1. Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik, diagnosis dapat dibuat
secara klinis sedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk
melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Untuk
fraktur-fraktur yang tidak memberikan tanda-tanda klasik memang
diagnosanya harus dibantu pemeriksaan radiologi baik rontgen atau pun
dengan melakukan pemeriksaan canggih seperti MRI, misalnya untuk
fraktur tulang belakang dengan komplikasi neurologis.
2. Foto rontgen minimal harus 2 proyeksi yaitu AP dan lateral. AP dan
lateral harus benar-benar AP dan lateral, jika ada posisi yang salah akan
memberikan interprestasi yang salah. Untuk pergelangan tangan atau
sendi panggul diperlukan posisi axial pengganti lateral. Untuk
acetabulum diperlukan proyeksi khusus alar dan obturator. Pemeriksaan
radiologis dapat menggunakan bantuan x-ray image yang berdasarkan
rules of two yang meliputi 2 posisi (AP dan LAT), 2 sendi (sendi atas dan
bawah tulang yang patah) dan 2 ekstremitas (kanan dan kiri).
Pemeriksaan x-ray image ini harus dilakukan 2 kali yaitu sebelum
tindakan dan sesudah tindakan.3
3. Foto rontgen juga harus memenuhi beberapa syarat, yaitu letak patah
tulang harus dipertengahan foto dan sinar harus menembus tempat ini
secara tegak lurus karena foto rontgen merupakan foto gambar bayangan.
Bila sinar menembus secara miring, gambar menjadi samar, kurang jelas,
dan lain kenyataan. Harus selalu dibuat dua lembar foto dengan arah yang
saling tegak lurus. Pada tulang, panjang persendian proksimal maupun
distal harus turut difoto. Bila ada kesangsian atas adanya patah tulang
atau tidak, sebaiknya dibuat foto yang sama dari anggota gerak yang
sehat untuk perbandingan.4
BAB III
KESIMPULAN

Fraktur intertrochanter os femur adalah salah satu penyebab umum


kehilangan fungsional. Insidens fraktur berhubungan dengan peningkatan
usia, jenis kelamin, osteoporosis dan beberapa faktor resiko lainnya. Karena
peningkatan angka harapan hidup, insidens fraktur menjadi meningkat pada
beberapa tahun terakhir ini. Fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung atau
tidak langsung. Berbeda dengan usia muda, fraktur pada lanjut usia biasanya
terjadi akibat trauma yang ringan misalnya jatuh dikamar mandi.
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan radiografi seperti foto x-ray posisi AP, lateral dan kadang-
kadang perlu posisi axial. MRI lebih sensitif dalam mendiagnosa fraktur
collum femoris.
Daftar Pustaka

1. Setiawan F, 2009, Fraktur collum femoris, Fakultas Kedokteran Universitas


Tarumangara, hal 449-450
2. Dharmayuda O, 2018, Fraktur neck femur, Universitas Udayana, Denpasar,
hal 19
3. Departemen farmakologi dan terapeutik FKUI, Farmakologi dan terapi, Ed 5,
Jakarta: FKUI; 2009, hal 210-42
4. Price Sylvia A, Wilson Lorraine M, Patofisiologi, 2006, Vol. 2 Ed 6.
Jakarta : EGC, hal 1365-71
5. Solomon, L dkk. Fractures of the Femoral Neck; Apley’s System of
Orthopaedic and Fractures, 9th Ed. Arnold, 2010. Hal: 847-52.
6. Dharmayuda CGO. Fraktur Neck Femur. Universitas Udayana, Denpasar,
2018.
7. Perwiraputra RD. Hubungan Jenis Total Hip Arthroplasty Terhadap Derajat
Fungsional Panggul dan Kualitas Hidup pada Pasien Fraktur Collum
Femoris, Universitas Diponegoro, 2016.
8. Thompson, J. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy, 2nd Ed. Elsevier
Saunders, 2010. Hal: 251-7.
9. Byrne D.P et al. Anatomy & Biomechanics of the Hip, The Open Sports
Medicine Journal, 2010. Pg 51-57.
10. Anatomy of the Hip. https;//lksgrabbag.com/2012/03/12/Sunday-march-11th-
2012/
11. Hip Resurfacing-OrthoInfo-AAOS, 2019. orthoinfo.aaos.org
12. Solomon, L dkk. Fractures of the Femoral Neck; Apley’s System of
Orthopaedic and Fractures, 8th Ed. Arnold, 2001. Hal: 847-52.
13. Egol, K dkk. Femoral Neck Fractures; Handbook of Fractures, 3rd Ed.
Lippincott Williams & Wilkins, 2002. Hal: 319-28.
14. Apley GA, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi
ke-7. Jakarta, 1995. Widya Medika
15. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Chen, John W.
Musculoskeletal Imaging in Primer of Diagnostic Imaging, 4 th Edition.
Mosby Elsevier. United States. 2007. Page 408-410
16. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi ke-3. Jakarta: Yarsif
Watampone; 2007

Anda mungkin juga menyukai