Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN RADIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN Maret 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

OLD FRACTURE 1/3 DISTAL OS FEMUR DEXTRA

DAN OLD FRACTURE OS PATELLA DEXTRA

Oleh :
Ahmad Zuliansyah - C014182121
Andi Dessy Tawil - C014182122
Sahrah Nur Afifah - C014182123
Muh. Ikhsan Zainal - C014182124
Nabil Ainun Sajid - C014182125

Pembimbing Residen
dr. Andi Lia Amalia

Dosen Pembimbing
dr. Sri Asriyani, Sp.Rad(K)., M.Med.Ed

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS


KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


1. Ahmad Zuliansyah - C014182121
2. Andi Dessy C. C. Tawil - C014182122
3. Sahrah Nur Afifah - C014182123
4. Muh. Ikhsan Zainal - C014182124
5. Nabil Ainun Sajid - C014182125

Judul Laporan Kasus :Old Fracture 1/3 Distal Os Femur Dextra dan Old Fracture
Os Patella Dextra

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Maret 2019

Pembimbing Residen Dosen Pembimbing

dr. Andi Lia Amalia dr. Sri Asriyani, Sp.Rad(K)., M.Med.Ed


DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... 2


DAFTARISI ................................................................................................. 3
I. KASUS PENDERITA
1. IDENTITASPASIEN.............................................................. 4
2. ANAMNESIS...........................................................................4
3. PEMERIKSAANFISIS............................................................4
4.LABORATORIUM.................................................................. 7
5.RADIOLOGI............................................................................ 7
6. DIAGNOSIS............................................................................. 8
7. TERAPI.................................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI................................................................................ 9
2. EPIDEMIOLOGI.................................................................... 9
3. ANATOMI .....................................................................................10
4. KLASIFIKASI ...............................................................................12
5. ETIOPATOGENESIS ....................................................................14
6. GAMBARAN KLINIS ...................................................................15
7. GAMBARAN RADIOLOGI..........................................................15
8.PENATALAKSANAAN……………………………………....
.. 16
9.
KOMPLIKASI……………………………………...................... 17

III. DISKUSI
10. KOMPLIKASI…………………………………….............
19
11. PEMBAHASAN RADIOLOGI…………………............. 20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 23
PENDAHULUAN

Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya


gangguan integritas dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang,
periosteum, dan jaringan yang ada disekitarnya. Yang dimaksud dengan fraktur
ekstremitas adalah fraktur yang terjadi pada komponen ektremitas atas (
radius,ulna,dll) dan ekstremitas bawah (femur,patella,tibia,fibula,dll).
Di Amerika Serikat, 5,6 juta kejadian patah tulang terjadi setiap tahunnya
dan merupakan 2 % dari kejadian trauma. Patah tulang yang terisolasi
menyebabkan angka morbiditas yang tinggi seperti penderitaan fisik, kehilangan
waktu produktif, dan tekanan mental. Patah tulang ekstremitas dengan energi
tinggi juga menyebabkan angka mortalitas yang tinggi apabila terjadi multi
trauma dan perdarahan hebat. Kematian paling sering terjadi pada 1-4 jam
pertama setelah trauma apabila tidak ditangani dengan baik.13
Di Indonesia kasus fraktur femur merupakan yang paling sering yaitu
sebesar 39% diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula (11%), dimana
penyebab terbesar fraktur femur adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya
disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor, atau kendaraan rekreasi (62,6%) dan
jatuh (37,3%) dan mayoritas adalah pria (63,8%).Puncak distribusi usia pada
fraktur femur adalah pada usia dewasa (15 -34 tahun) dan orang tua (diatas 70
tahun). Sementara untuk fraktur patella cukup jarang terjadi,angka kejadiannya
mencapai 1% dari semua kasus fraktur yang ada.12
KASUS PENDERITA

1. Identitas Pasien
Nama : Tn. AL
Umur : 24 tahun
No. Rekam Medik : 099425
Alamat : Toraja
Tanggal MRS : 4 Maret 2019

2. Anamnesis
Keluhan utama :
Lutut tidak dapat dibengkokkan.
Riwayat Penyakit sekarang :
Pasien datang dengan lutut yang tidak dapat dibengkokkan sejak
2 bulan yang lalu setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien
mengendarai sepeda motor dan ditabrak oleh pengendara lainnya dari
arah yang berlawanan, sehingga pasien jatuh ke arah kanan dan
tertindih oleh sepeda motornya. Pasien dirawat di RSUD Toraja,
dilakukan cuci luka dan pemasangan gips karena pasien menolak
tindakan pemasangan implant. Pasien dirawat oleh dokter bedah
selama 2 pekan. Dua bulan setelah pasien pulang, pasien datang lagi
karena merasa kakinya belum bisa digerakkan. Riwayat muntah dan
pingsan setelah terjatuh tidak ada.
Riwayat penyakit terdahulu :
Riwayat infeksi (+) : pasien pernah menderita demam tifoid 5 bulan
yang lalu, dan berobat di RSUH.

3. Pemeriksaan Fisis
Status Generalis :
Keadaan umum baik, pasien sadar penuh (composmentis)
Status Vitalis :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 78x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36,7°C
Kepala : Normocephal, mesocephal, rambut hitam, sulit
dicabut
Mata : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak
ada
Leher :Nyeri tekan tidak ada.Tidak ada pembesaran
kelenjar limfe
a. Thorax
Inspeksi : Pergerakan hemithorax simestris kanan dan kiri
Palpasi : Vocal fremitus normal pada paru kanan dan kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Ronkhi -/-, wheezing -/-
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan atas jantung ICS II Dextra
Batas kiri atas jantung ICS II Sinistra
Batas kiri bawah jantung ICS V line
midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler
c. Abdomen
Inspeksi : Datar ikut geraknapas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi :Nyeri tekan (-), massa tumor (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, undulasi (-)
Lain-lain : Asites (-)
d. Ekstremitas
Ekstremitas superior : udem (-/-), gerak (+/+), kekuatan (5/5)
Ekstremitas Inferior : udem (+/-
), gerak (sulitdinilai/+), kekuatan(sulitdinilai/5)

Status lokalis :Regio femur Dextra

Look : deformitas (+) swelling (+) hematoma (-) tidak terdapat luka
robek
Feel : Nyeri tekan (+) krepitasi (+)
Movement :Nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (+), ROM
articulation genu dextra fleksi 20-300
NVD: (Neurovascular disturbance) (-), capillary refill time <2 detik

4. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
WBC 7.9 x 103/uL 4-10 x 103 /uL
RBC 5.72 x 106/uL 4-6 x 106/uL
HB 14.4 g/dl 12-16 g/dl
HCT 38.0% 37-48%
MCV 85 fL 80-97 fL
MCH 27.5 pg 26.5-33.5 pg
MCHC 32.5 g/dl 31.5-35 g/dl
PLT 226 103/uL 140-400 x 103/uL
Waktu bekuan 7’00’ menit 4-10 menit
Waktu perdarahan 3’00’’ menit 1-7 menit
5. Radiologi

Pemeriksaan foto femur dextra AP/Lateral (4 Maret 2019)

Hasil Pemeriksaan :
- Alignment hip joint dextra baik, tidak tampak dislokasi
- Tampak fraktur pada 1/3 distal os femur dextra dengan fragmen
distal displaced ke craniposterior lateral, callus forming positif,
cortex belum intak
- Tampak fraktur pada os patella dextra, callus forming minimal,
cortex belum intak
- Densitas tulang baik
- Celah sendi yang tervisualisasi kesan baik
- Jaringan lunak sekitar fraktur kesan swelling

Kesan :
o Old fracture 1/3 distal os femur dextra
o Old fracture os patella dextra

6. Resume Klinis

Seorang pria usia 24 tahun datang dengan keluhan lutut


sulit dibengkokkan sejak 2 bulan yang lalu setelah mengalami
kecelakaan lalu lintas. Pasien mengendarai sepeda motor dan
ditabrak oleh pengendara lainnya dari arah yang berlawanan,
sehingga pasien jatuh ke arah kanan dan tertindih oleh sepeda
motornya. Pasien dirawat di RSUD Toraja, dilakukan cuci luka dan
pemasangan gips karena pasien menolak tindakan pemasangan
implant.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah: 120/80


mmHg, Nadi: 78x/menit, Pernapasan:18 x/menit, Suhu: 36,7°C,
thoraks, jantung, abdomen dalam batas normal. Pada Ekstremitas
Inferiordidapatkanudem (+/), gerak (sulitdinilai/+), kekuatan(sulitd
inilai/5).

Pada regio femur dextra didapatkan deformitas (+) swelling


(+) hematoma (-) tidak terdapat luka robek. Nyeri tekan (+).Nyeri
gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (+), ROM articulation genu dextra
fleksi 20-300. Capillary refill time <2 detik.

Pada hasil pemeriksaan radiologi, didapatkan kesan old


fracture 1/3 distal os femur dextra dan old fracture os patella
dextra.
7. Diagnosis

Old fracture 1/3 distal os femur dextra dan old fracture os


patella dextra.

8. Terapi
- ORIF
- Mobilisasi pasca operasi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang


bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma.1

Fraktur femur adalah fraktur yang disebabkan oleh benturan atau trauma
langsung maupun tidak langsung. Fraktur femur juga didefiniskan sebagai
hilangnya kontinuitas tulang paha.3

Fraktur patella adalah gangguan integritas tulang yang ditandai dengan rusak
atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan
pada lutut.6

2.2 Epidemiologi

Kecelakaan lalu lintas dapat mengakibatkan kerusakan fisik hingga kematian.


Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2013
menyebutkan bahwa dari jumlah kecelakaan yang terjadi, terdapat 5,8% korban
cedera atau sekitar delapan juta orang mengalami fraktur dengan jenis fraktur
yang paling banyak terjadi yaitu fraktur pada bagian ekstremitas atas sebesar
36,9% dan ekstremitas bawah sebesar 65,2%. Menurut Desiartama & Aryana
(2017) di Indonesia kasus fraktur femur merupakan yang paling sering yaitu
sebesar 39% diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula
(11%).Sementara untuk fraktur patella cukup jarang terjadi,angka kejadiannya
mencapai 1% dari semua kasus fraktur yang ada.12
2.3Anatomi

Tulang femur adalah tulang terpanjang yang ada di tubuh kita. Tulang ini
memiliki karakteristik yaitu:8

 Artikulasi kaput femoralis dengan acetabulum pada tulang panggul. Dia


terpisah dengan collum femoris dan bentuknya bulat,halus dan ditutupi
deengan tulang rawan sendi. Konfigurasi ini memungkinkan area
pegerakan yang bebas. Bagian caput mengarah ke arah medial, ke atas,
dan ke depan acetabulum. Fovea adalah lekukan ditengah caput, dimana
ligamentum teres menempel.
 Corpus femur menentukan panjang tulang. Pada bagian ujung diatasnya
terdapat trochanter major dan pada bagian posteromedialnya terdapat
trochanter minor. Bagian anteriornya yang kasar yaitu line trochanteric
membatasi pertemuan antara corpus dan collum. Linea aspera adalah
tonjolan yang berjalan secara longitudinal sepanjang permukaan posterior
femur, yang terbagi, pada bagian bawah menjadi garis-garis suprakondilar.
Garis suprakondilar medial berakhir pada adductor tubercle.
 Ujung bawah femur teridiri dari condilus femoral, medial dan lateral
femur epicondilus medial. Bagian tersebut menunjang permukaan
persendian dengan tibia pada sendi lutut. Lateral epycondilus lebih
menonjol dari medila epycondilus, hal ini untuk mencegah pergeseran
lateral dari patella. Femur bawah pada bagian anteriornya halus untuk
berartikulasi dengan bagian posterior patella.
 Anatomi normal osseus pada femur cukup jelas. Proyeksi normal x – ray
nya adalah AP dan lateral. Jika terdapat Fraktur femur sebenarnya sangat
jelas, seperti yang biasa diperkirakan, mungkin saja frakturnya transversal,
spiral, atau comminutif fraktur, dengan variasi sudut dan bagian – bagian
yang tumpang tindih.9

Patella yang merupakan jenis tulang sesamoid terletak pada segmen inferior
dari tendon m. quadriceps femoris pada permukaan ateroinferior. Pinggir atas,
lateral dan medial merupakan tempat perlekatan berbagai bagian m.quadriceps
femoris. Patella dicegah bergeser ke lateral selama kontraksi m. quadriceps
femoris oleh serabut-serabut horizontal bawah m. vastus medialis dan oleh
besarnya ukuran condylus lateralis femoris.Ukuran kira-kira 5cm, berbentuk
segitiga, berada didalam tendo m.quadriceps femoris. Dalam keadaan otot
relaksasi, maka patella dapat digerakkan ke samping, sedikit ke cranial dan ke
caudal. Mempunyai facies anterior dari facies articularis; faciesarticularis lateralis
bentuknya lebih besar daripada facies articularis medialis. Margo superior atau
basis patella berada di bagian proximal dan apex patella berada di bagian distal.
Margo medialis dan margo lateralis bertemu membentuk apex patellae.8
2.4 Klasifikasi

Secara umum, fraktur secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai fraktur


terbuka, fraktur tertutup dan fraktur dengan komplikasi. Fraktur tertutup adalah
fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang, sehingga tempat fraktur
tidak tercemar oleh lingkungan/dunia luar. Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak, dapat terbentuk dari dalam maupun luar. Fraktur dengan komplikasi adalah
fraktur yang disertai dengan komplikasi seperti malunion, delayed union, nounion
dan infeksi tulang.2

Fraktur terbuka menurut Gustillo dibagi menjadi tiga derajat, yang ditentukan
oleh berat ringannya luka dan fraktur yang terjadi,

-Tipe I: luka kecil kurang dari 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan, tidak
terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. fraktur yang terjadi
biasanya bersifat simpel, tranversal, oblique, atau komunitif.3,4

-Tipe II: laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak terdapat kerusakan jaringan yang
hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dan jaringan.3,4
-Tipe III: terdapat kerusakan yang hebat pada jaringan lunak termasuk otot, kulit
dan struktur neovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Dibagi dalam 3 sub tipe
lagi tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah, tipe IIIB :
disertai kerusakan dan kehilangan jaringan lunak, tulang tidak dapat di tutup
jaringan lunak dan tipe IIIC : disertai cedera arteri yang memerlukan repair
segera.3,4

Menurut Apley Solomon fraktur diklasifikasikan berdasarkan garis fraktur


dan berdasarkan bentuk faktur.
Berdasarkan garis fraktur:

1. Transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang,


2. Oblique, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut
melintasi tulang.
3. Spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang,
4. Greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya
bengkok.5

Berdasarkan bentuk fraktur:

1. Complete, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang


dan fragmen tulang biasanya tergeser,
2. Incomplete, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang,
3. Fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah
permukaan tulang lain,
4. Avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligament,
5. Communited, fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian,
6. Simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh,
7. Fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan
dari tempat yang patah,
8. Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya
yang normal.5
Berdasarkan lokasi fraktur:

1. Proksimal (plateau),
2. Diaphyseal (shaft),
3. Distal.1

2.5 Etiopatogenesis

Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita


harus mengetahui kondisi fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat
menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat
menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing).6

Kebanyakan fraktur terjadi akibat trauma yang disebabkan oleh kegagalan


tulang menahan tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Trauma yang dapat
menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung.6

 Trauma Langsung

Trauma langsung menyebabkan tekanan lagsung pada tulang dan


terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat
kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.6

 Trauma Tidak Langsung

Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur,
misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada clavicula.
Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.6

Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atu tidak lengkap.
Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak
lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.7
Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang,ada 2 faktor yang mempengaruhi
terjadinya frakturya itu ekstrinsik (meliputi kecepatan, sedangkan durasi trauma
yang mengenai tulang, arah dan kekuatan), intrinsik meliputi kapasitas tulang
mengabsorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan adanya densitas tulang – tulang
yang dapat menyebabkan terjadinya patah pada tulang bermacam-macam, antara
lain trauma langsung dan tidak langsung, akibat keadaan patologi serta secara
spontan.7

2.6 Gejala Klinis

A. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:


1. Syok, anemia atau pendarahan
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau
organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen
3. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.6

B. Pemeriksaan Lokal

1. Inspeksi (Look)
Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi,
rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah
kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur,
cedera terbuka.

2. Palpasi (Feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari
fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah
adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan.

3. Pergerakan (Movement)
Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi dibagian distal
cedera.

4. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris
serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau
neurotmesis. Kelainan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena
dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta
merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.

2.7 Pemeriksaan radiologi

Foto Polos

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.


Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan
keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan bidai yang bersifat
radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan
radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis :
 Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi 
 Untuk konfirmasi adanya fraktur 
 Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen 
serta pergerakannya 
 Untuk menentukan teknik pengobatan 
 Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak 
 Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra- 
artikuler 
 Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang 
 Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.6

2.7 Penatalaksanaan

Konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur


yaitu rekognisi, reduksi, retensi dan rehabilitasi.4,5

1. Rekognisi
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkaiakan
terasa nyeri sekali dan bengkak.
2. Reduksi (manipulasi/reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen-fragmen
tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya
untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau
reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk
mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena
edema dan perdarahan.
3. Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembaliseperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen
tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran yang
benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,
bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan
logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang berperan sebagai bidai
interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang
diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan
memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada
bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan
satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau
kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat
dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis.
4. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk
menghindari atrofi atau kontraktur. Bila keadaan memungkinkan, harus
segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan
anggota tubuh dan mobilisasi.

2.8 Stadium Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan fraktur terdiri atas lima stadium yaitu:11

1. Pembentukan hematom
Fraktur merobek pembuluh darah dalam medula, korteks dan periosteum
sehingga timbul hematom.

2. Organisasi
Dalam 21 jam, kapiler dan fibroblas mulai tumbuh ke dalam hematom
disertai dengan infiltrasi sel-sel peradangan. Dengan demikian, daerah bekuan
darah diubah menjadi jaringan granulasi fibroblastik vaskular.

3. Kalus sementara
Pada sekitar hari ke-7, timbul pulau-pulau kartilago dan jaringan osteoid
dalam jaringan granulasi ini. Kartilago mungkin timbul dari metaplasia
fibroblas dan jaringan osteoid ditentukan oleh osteoblas yang tumbuh ke
dalam dari ujung tulang. Jaringan osteoid, dalam bentuk spikula ireguler dan
trabekula, mengalami mineralisasi dan membentuk kalus sementara. Tulang
baru yang tidak teratur ini terbentuk dengan cepat dan kalus sementara
sebagian besar lengkap pada sekitar hari ke-25.

4. Kalus definitif
Kalus sementara yang tak teratur secara bertahap akan diganti oleh tulang
yang teratur dengan susunan havers - kalus definitif.

5. Remodeling
Kontur normal dari tulang disusun kembali melalui proses remodeling akibat
pembentukan tulang osteoblastik maupun resorpsi osteoklastik. Keadaaan
terjadi secara relatif lambat dalam periode waktu yang berbeda tetapi
akhirnya semua kalus yang berlebihan dipindahkan, dan gambaran serta
struktur semula dari tulang tersusun kembali.

2.9 Komplikasi

Komplikasi dari fraktur femur cukup beragam tergantung lokasi dan tingkat
keparahan fraktur. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi antara lain5,10 :

1. Infeksi
Pada kasus fraktur terbuka, dimana tulang merobek jaringan kulit, ada
kemungkinan resiko infeksi. Resiko infeksi ini dapat berkurang dengan pemberian
antibiotik.

2. Permasalahan dalam penyembuhan tulang


Jika pada proses penyembuhan angulasi tulang tidak baik serta timbul iritasi
pada bagian tulang yang patah akibat terjadinya infeksi, proses penyembuhan
tulang dapat terhambat bahkan membutuhkan terapi operatif lebih lanjut.
Non-union, lazim terjadi pada fraktur pertengahan batang femur, trauma
kecepatan tinggi dan fraktur dengan interposisi jaringan lunak di antara fragmen.
Fraktur yang tidak menyatumemerlukan bone grafting dan fiksasi interna.
Malunion, disebabkan oleh abduktor dan aduktor yang bekerja tanpa aksi
antagonis pada fragmen atas untuk abduktor dan fragmen distal untuk aduktor.
Deformitas varus diakibatkan oleh kombinasi gaya ini.

3. Kerusakan saraf
Kerusakan saraf paska fraktur femur terbilang jarang, namun kerusakan saraf
pada fraktur femur dapat menyebabkan mati rasa serta kelemahan yang persisten.
2.10 Prognosis

Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan.


Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa
jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada
penyembuhan fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan
apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi.
Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik
sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan
suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.6
DISKUSI
1. Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik, diagnosis dapat dibuat
secara klinis sedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk
melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Untuk
fraktur-fraktur yang tidak memberikan tanda-tanda klasik memang
diagnosanya harus dibantu pemeriksaan radiologi baik rontgen atau pun
dengan melakukan pemeriksaan canggih seperti MRI, misalnya untuk
fraktur tulang belakang dengan komplikasi neurologis.
2. Foto rontgen minimal harus 2 proyeksi yaitu AP dan lateral. AP dan lateral
harus benar-benar AP dan lateral, jika ada posisi yang salah akan
memberikan interprestasi yang salah. Untuk pergelangan tangan atau sendi
panggul diperlukan posisi axial pengganti lateral. Untuk acetabulum
diperlukan proyeksi khusus alar dan obturator. Pemeriksaan radiologis
dapat menggunakan bantuan x-ray image yang berdasarkan rules of two
yang meliputi 2 posisi (AP dan LAT), 2 sendi (sendi atas dan bawah
tulang yang patah) dan 2 ekstremitas (kanan dan kiri) seperti pada gambar
1 dan terutama pemeriksaan pada anak yang lempeng pertumbuhan masih
aktif. Pemeriksaan x-ray image ini harus dilakukan 2 kali yaitu sebelum
tindakan dan sesudah tindakan.
3. Foto roentgen juga harus memenuhi beberapa syarat, yaitu letak patah
tulang harus dipertengahan foto dan sinar harus menembus tempat ini
secara tegak lurus karena foto rontgen merupakan foto gambar bayangan.
Bila sinar menembus secara miring, gambar menjadi samar, kuarang jelas,
dan lain kenyataan. Harus selalu dibuat dua lembar foto dengan arah yang
saling tegak lurus. Pada tulang, panjang persendian proksimal maupun
distal harus turut difoto seperti yang saya jelaskan diatas. Bila ada
kesangsian atas adanya patah tulang atau tidak, sebaiknya dibuat foto yang
sama dari anggota gerak yang sehat untuk perbandingan. Bila tidak
diperoleh kepastian adanya kelainan, seperti fisura, sebaiknya foto diulang
setelah satu minggu dimana retak akan menjadi nyata karena hiperemia
setempat sekitar tulang yang retak itu akan tampak sebagai dekalsifikasi.
BAB III

KESIMPULAN

Fraktur femur adalah fraktur yang disebabkan oleh benturan atau trauma
langsung maupun tidak langsung. Fraktur femur juga didefiniskan sebagai
hilangnya kontinuitas tulang paha.Fraktur patella adalah gangguan integritas
tulang yang ditandai dengan rusak atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dikarenakan tekanan yang berlebihan pada lutut.Kebanyakan fraktur ini
ditemukan pada kasus-kasus kecelakaan lalu lintas.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasrkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan radiologi berupa pemeriksaan sinar-x femur posisi AP dan lateral
diindikasikan untuk kasus curiga fraktur femur dan patella.
DAFTAR PUSTAKA

1. Helmi ZN. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba

Medika. 2011. p411-55

2. Bucholz RW, Heckman JD, Court-Brown CM. Rockwood & Green's

Fractures in Adults, 6th Edition. USA: Maryland Composition. 2006. p80-

331

3. Sjamsuhidayat, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran ECG. 2011. p959-1083

4. Salter RB. Textbook Disorders and Injuries of The Muskuloskeletal System

Third Edition. USA: Lippincott Williams and Wilkins. 1999. p417-498

5. Solomon L et al, 2010, Apley’s System of Orthopaedics and Fractures 9th

edition, Hodder Amold. London

6. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit PT Yarsif

Watampone, Jakarta, 2009

7. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses -

proses penyakit Volume 2. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005.

Hal 1365

8. Omar Faiz, David Moffat. Anatomy at Glance. Cardiff University, 2002.

Page 93.

9. Fred A, Mettler, Jr., M.D., M.P.H. Essentials of Radiology. University of

New Mexico, 1996. Page 337

10. Jon C. Thompson, 2010, Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy 2nd edition,

Sauders Elsevier, Philadelpia


11. Chen, L., Tredget, E. E., Wu, P. Y. G., Wu, Y. Paracrine Factors of

Mesenchymal Stem Cells Recruit Macrophages and Endothelial Lineage

Cells and Enhance Wound Healing. Plos One. 2008; 3(4): 1-12.

12. Desiartama,A.,& Aryana, I. W. 2017. Gambaran Karakteristik Pasien

Fraktur Femur Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Pada Orang Dewasa di

Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2013. E-journal

Medika,6(5),1-4. (diakses 12 maret 2019)

13. Parahita P.S.,& Kurniyanta P. (n.d.). Penatalaksanaan Kegawatdaruratan

Pada Cedera Fraktur Ekstremitas.

Anda mungkin juga menyukai