PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Paparan panas yang berlebihan khususnya pada daerah tropis yang pada dasarnya
selalu di sinari oleh matahari dapat menyebabkan gangguan kesehatan antara lain heat
stroke.Penyakit Heatstroke (HS) adalah kondisi mengancam nyawa yang ditandai
adanya peningkatan suhu tubuh lebih dari 40°C, disertai disfungsi sistem saraf dan
kemungkinan kegagalan multi organ.
Penelitian mengenai epidemiologi selama gelombang panas di daerah urban di
Amerika Serikat mendapatkan kejadian heatstroke bervariasi dari 17,6 - 26,5 kasus per
100.000 penduduk. Di Arab Saudi, di dapatkan morbiditas 22 - 250 kasus per
100.000penduduk, dengan mortalitas 50%. Heat strokemempunyai dua bentuk yaitu
Non-Exertional Heat stroke (NEHS) “klasik” dan Exertional Heat stroke (EHS).NEHS
klasik biasanya ditemukan pada orang tua dan penderita penyakit kronis. NEHS klasik
terjadi karena paparan panas lingkungan yang meningkat, dan pada lingkungan yang
pada umumnya jarang mengalami paparan gelombang panas.Di lain pihak, EHS
umumnya terjadi pada individu yang berusia muda dan sehat, rekrutan militer, dan atlet,
yang terlibat dalam aktivitas fisik berat dalam waktu yang lama pada lingkungan yang
panas.
Pada EHS, suhu tubuh di atas 42°C selama 45 menit hingga delapan jam dapat
menyebabkan kerusakan sel.7 Ketika mekanisme termoregulasi pada tubuh terlampaui
dan gagal maka terjadi kegagalan organ dalam tingkat yang bervariasi. Selanjutnya,
proses imunologi dan inflamasi kompleks yang menyerupai SIRS (sindrom respon
inflamasi sistemik) berkontribusi pada penyakit. Pada suhu yang lebih tinggi, terjadi
penghancuran sel yang cepat dan menginduksi respons inflamasi sistemik dan bermuara
pada kegagalan multi-organ. Manifestasi kerusakan organ meliputi kerusakan SSP
(penurunan kesadaran, delirium, edema serebral, kejang, koma), DIC, disfungsi hati dan
ginjal, rhabdomyolysis, gagal napas (edema paru, ARDS), aritmia, dan syok
hipovolemik.
Kematian terkait EHS dapat dicegah melalui pengenalan langsung gejala dan
penilaian suhu basal (rektal). Pasien EHS harus didinginkan secara agresif dan langsung
ditempat jika memungkinkan. Golden period adalah dalam waktu setengah jam setelah
pingsan atau terhentinya aktivitas. Morbiditas dan mortalitas lebih kuat terkait durasi
1
daripada tingkat hipertermia, sehingga berlaku prinsip “pendinginan pertama,
transportasi kedua”. Ketika suhu tubuh menurun di bawah 40° C (104-F) dalam 30 menit
onset gejala, mortalitas menurun drastis dan sebagian besar pulih tanpa gejala sisa.
Di bawah ini dilaporkan sebuah kasus dimana pasien seorang personil militer dengan
EHS yang telah di stabilkan tanpa kegagalan organ.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
• Nama : Tn. RA
• NO.RM : 10.5961
• Umur : 20 tahun
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Alamat : Asrama Dodiklatput
• Pekerjaan : Siswa
• Agama : Islam
• Status : Belum menikah
• Tanggal Masuk : 23 Mei 2022
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Mengeluh pusing
Riwayat Kebiasaan :
Riwayat merokok : Disangkal
Riwayat alkohol : Disangkal
4
2. Kepala
Normocephali, konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), bibir kering (-),
lidah kotor (-), otorrhea (-), rhinorhea (-)
3. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid ( -),
peningkatan jugular venous pressure (-)
4. Thorax
Paru
Inspeksi : dada simetris (+), ketinggalan gerak napas (-), massa (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus (N), kembang dada (N)
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di linea midclavikularis sinistra SIC V
Perkusi : batas jantung di linea parasternalis dextra–linea
midclavicularis sinistra.
Auskultasi : suara S1-S2 normal, bising (-),S3 S4 (-)
5. Abdomen
Inspeksi : supel, distensi (-), massa (-)
Auskultasi : peristaltic usus (+) dalam batas normal.
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani, hepato/spleno-megali (-).
6. Ekstremitas
Oedem (-), CRT < 2 detik, akral hangat.
5
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG (23 Mei 2022)
1. Darah Rutin
Ureum 38 mg/dL
SGPT 24 U/L
SGOT 20 U/L
Limfosit 27,1 %
MXD 7,7 %
Neutrofil 65,2 %
2. Elektrocardiography
Hasil:
Irama sinus bradikardia
Laju :48x/menit
6
Irama : Regular
Gelombang P : Normal
Interval PR : Normal
Duras QRS : Normal
VI. DIAGNOSIS
- EXERTIONAL HEAT STROKE
- HEAT EXHAUSTION
VIII.PENANGANAN AWAL
- Bawa pasien ke tempat teduh dan aman
- Longgarkan pakaian pasien
- Melakukan prosedur Basic Life Support, Cek Airway, Breathing,
Circulation
- Cek suhu rektal, tekanan darah, nadi, respirasi, saturasi
- Dinginkan suhu dengan air es, cool pack ataupun diguyur air
- Setelah itu segera bawa pasien ke IGD Rumah Sakit
IX. TERAPI
- Oksigen Nasal Kanul 6 Lpm
- IVFD RL gtt 20x/menit
- Inj. Ceftriaxone 2x 1gram
- Inj. Ondansentrone 2x1 Amp
- Inj. Ranitidine 2x1 Amp
- Paracetamol Oral 3x500 mg
- CaCO3 1x1 tablet
- Vit C 1 Amp/24 jam drip
-
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Qua ad sanam : dubia ad bonam
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Heat stroke merupakan kondisi berbahaya suatu penyakit yang
progesif dari heat exhaustion ke heat stroke. Ditandai dengan hipertemia
(akumulasi kenaikan suhu saat aktvitas/ latihan maupun karena terpapar
cuaca panas.
Secara klinis heat stroke dapat ditandai dengan adanya disfungsi central
nervous system, kegagalan multiorgan dan hipertermia ekstrem
(>40,5C) (Epstein et al, 2019).
tua, Lansia
Kejadian Epidemic Sporadic
Tingkat aktivitas Ringan Berat
Status kesehatan Sakit kronis Sehat
Pengobatan Sering digunakan Tidak ada
Mekanisme Penyerapan panas Produksi panas
8
dari
lingkungan dan Berlebih yanglebih
buruknya mekanisme besar dari mekanisme
kehilangan panas kehilangan panas
Berkeringat Tidak (kulit keirng) Ada (kulit basah)
Disfungsi CNS Ada Ada
Keseimbangan Alkalosis respiratori Asidosis metabolik
asam-
basa
Rhabdomyolisis Jarang ditemukan Sering
Disfungsi Hepar Ringan Berat
Disfungsi Ginjal Jarang (<5%) Biasa (25-30%)
DIC Ringan Berat
ARDS Ada Ada
Kreatinin Meningkat sedikit Meningkat signifikan
Kalsium Normal Rendah
(hipokalsemia)
Potasium Normal Biasanya tinggi
(hiperkalemia)
9
Tabel.2. Klasifikasi Japanese Association of Acute Medicine (JAAM)
Klasifikasi
Gejala Keparahan Terapi berdasarkan
tanda klinis
Tahap Pusing, pingsan, Ringan Dapat Heat cramps
I sedikit meguap, ditangani di Heat syncope
Keringat berlebih tempat
Nyeri otot, kaku Istirahatkan
ditempat dingin,
Dinginkan
otot (kram otot) Tidak permukaan
ada penurunan tubuh,dan
kesadaran (JCS=0)
berikan air
secara oral
Pemeriksaan di
instansi
medis jika
Nyeri kepala, diperlukan
muntah, lemas, Manajemen suhu
perasaan tenggelam, tubuh, istirahat,
Tahap II Sedang Heat exhaustion
dan konsentrasi dan beri air
menurun, menolak secukupnya
perintah JCS ≤1 (dengan infus
jika sulit
melalui
oral)
Penanganan di
Ada minimal rumah
salah satu sakit (jika perlu
dibawah ini: masuk ICU)
Tahap III - Disfungsi CNS Berat Manajemen suhu Heat stroke
(JCS≥2, tubuh,
gejala cerebral, kejang Penanganan
respirasi dan
konvulsi)
sirkulasi,
- Disfungsi hati/
ginjal
Terapi DIC
- Masalah
koagulasi (DIC)
10
Faktor risiko heat stroke
Classic heat stroke sering terjadi sebagai epidemi di antara orang
lanjut usia yang kemampuan penyesuaian fisiologisnya dengan stres akibat
panas telah berkurang, seperti pada orang dengan penyakit kronis, dan
mereka yang tidak dapat merawat diri mereka sendiri. Meningkatnya suhu
global yang menyebabkan gelombang panas, serta urbanisasi dengan pulau
panas di pusat kota, adalah faktor ekstrinsik utama. Menurut US National
Weather Service, gelombang panas membunuh lebih banyak orang,
daripada peristiwa cuaca ekstrem lainnya. Beberapa risiko fisiologis,
sosial, dan medis intrinsik membuat orang lanjut usia lebih rentan terhadap
panas yang terus-menerus karena kapasitas termoregulasi mereka yang
berkurang (Tabel 3). Akibatnya, banyak pasien lanjut usia dengan
heatstroke klasik dirawat di rumah sakit atau ditemukan meninggal dalam
1 sampai 3 hari setelah onset penyakit. Angka kematian akibat sengatan
panas di antara orang tua melebihi 50% (Epstein et al, 2019).
11
Tabel.3. Faktor Risiko Heat Stroke
Classic heat stroke
Cuaca Gelombang panas, siang dan malam
Faktor Fisiologi insufisiensi kardiovaskuler menghalangi mekanisme
normal tubuh menghadapi stress panas:
ketidakmampuan untuk menerima stroke volume
saat panas, vasodilatasi perifer yang tidak adekuat
karena perubahan struktur, penurunan densitas
kapiler dan kualitas mikrosirkulasi, dan penurunan
produksi kelenjar keringat dalam merespon stress
panas.
Faktor sosial Isolasi, tempat tinggal tanpa ventilasi,
ketidakmampuan mengurus diri sendiri, imobilisasi
Penyakit yang Eksaserbasi mental, kardiovaskuler, cerebrovaskuler,
mendasari paru dan multiple sklerosis karena paparan stress
panas
Pengobatan Betablockers, diuretik, calcium channel
blocker,laksativ, obat antikolinergik, salycilat,
agonis tiroid, benzotropine, trifluoperazine,
butyphenoness, Alfa-agonis, monoamie oxidase
inhibitor, simpatomimetik,tricyclic antidrepresant,
SSRIs
Exertional heat stroke
Faktor sosial tekanan dari pelatih
Faktor fungsional kebugaran fisik yang rendah, penyesuaian terhadap
panas yang rendah, efisiensi kerja rendah, berat
12
badan berlebih, baju pelindung
Faktor yang infeksi bakterial atau viral, dehidrasi
diperoleh
Faktor kongenital Kronik idiopatik
Penyalahgunaan amfetamine, ektasi, kokain, alkohol
narkoba
3.3 Patofisiologi
Mekanisme patofisiologi heat stroke adalah transisi dari fase
termoregulasi yang dapat dikompensasi (di mana kehilangan panas
melebihi kenaikan panas) ke fase yang tidak dapat dikompensasi (di mana
kenaikan panas lebih besar daripada kehilangan panas), ketika cardiac
output tidak cukup mengkompensasi kebutuhan yang termoregulasi tinggi
mengakibatkan terus meningkatnya suhu inti tubuh yang mengarah ke efek
sitotoksik dan respon inflamasi, menciptakan siklus setan, dan akhirnya
menyebabkan kegagalan multiorgan (Epstein et al, 2019).
Respon inflamasi
Hipertermia memicu respons stres yang melibatkan sel endotel,
leukosit, dan sel epitel, yang memberikan perlindungan terhadap
kerusakan jaringan dan mendorong perbaikan sel. Reaksi ini dimediasi
oleh molekul protein heat-shock dan sitokin proinflamasi dan
antiinflamasi. Dengan hipertermia yang berkepanjangan, perubahan
fisiologis akut (termasuk kegagalan sirkulasi, hipoksemia, dan
meningkatnya tuntutan metabolisme) ) dan efek sitotoksik terkait panas
langsung meningkat, menyebabkan disregulasi reaksi inflamasi.
Respon inflamasi pada heat stroke mirip dengan systemic
inflamatory respone syndrome (SIRS). SIRS dimediasi oleh messenger
Rna yang mencetuskan keluarnya sitokin dan protein high-mobility
group box 1 (HMGB1). Sitokin dan HMGB1 ini menyebabkan aktivasi
13
leukosit dan sel endotelial yang berlebihan. Sama seperti syok septik,
SIRS dapat memperburuk status klinis dengan cepat, dengan
munculnya DIC, kegagalan multiorgan, dan kematian. Dalam sebuah
studi pasien yang dirawat di rumah sakit karena exertional heat stroke,
84% pasien juga masuk kriteria diagnosis SIRS, dan lama rawat
inapnya diperpanjang. Demikian pula, pada classic heat stroke terjadi
aktivasi neutrofil yang juga berhubungan dengan respon inflamasi dan
koagulasi (Hifumi et al, 2018).
14
Gambar 2. Patofiologi Heat Stroke
3.4 Diagnosis
Diagnosis heatstroke ditentukan berdasarkan gejala klinis, terutama didasarkan
pada trias berikut: hipertermia, disfungsi neurologis, dan paparan terhadap
cuaca panas (dalam bentuk klasik) atau aktivitas fisik (dalam bentuk
exertional) (Gopinath, 2018). Selain itu takikardia, takipnea, dan hipotensi juga
sering terjadi. Keringat yang banyak dan kulit basah adalah tipikal dari
exertional heatstroke, sedangkan pada classical heatstroke , kulit biasanya
kering, menunjukkan penurunan respon kelenjar keringat dan output pada
orang tua di bawah tekanan panas. Kulit bisa memerah, menunjukkan adanya
vasodilatasi perifer yang berlebihan, atau pucat menunjukkan pembuluh darah
kolaps (Epstein et al, 2019).
3.5 Diagnosis Banding
3.7 Penatalaksanaan
Tatalaksana di Lapangan
16
Tatalaksana di IGD
a. Suhu tubuh inti : Monitor suhu rektal atau intravesikal dan dinginkan
suhu sampai <38°C bisa menggunakan baju dingin atau cairan dingin
(4°C, 1000ml/ 30 menit) infus melalui kateter sentral, antipiretik
merupakan toksik dan harus dihindari.
b. Pengobatan kejang: Beri benzodiazepin IV (5 mg, diulang) atau
phenytoin IV (loading dose 15-20 mg/kg dalam 15 menit) sampai
kejang berhenti.
c. Tes Laboratorium : cek darah lengkap, urinalisis, kultur darah, fungsi
ginjal, fungsi hepar ( ALT, AST, ammonia, INR), cek glukosa darah,
elektrolit, analisis gas darah dan keseimbangan asam basa, fungsi
pembekuan darah, CK, LDH, myoglobilin, CRP.
d. Monitoring sirkulasi : untuk kegagalan sirkulasi, kelola cairan
(30ml/kg), monitor JVP atau monitor invasif hemodinamik dengan
menjaga tekanan mean arterial >65mmHg atau >75 mmHg jika pasien
lanjut usia atau dengan hipertensi, monitor kadar laktat tetap normal
dan urin output >50 ml/kg/ jam, vasopresor dapat diberikan jika terapi
cairan gagal (Epstein et al, 2019).
Kebutuhan Air dan Elektrolit Bayi dan anak. Pada bayi dan anak
sesuai dengan perhitungan di bawah ini :
17
Kebutuhan Air dan Elektrolit pada Dewasa :
Kebutuhan air 30 -50 ml/kgBB/hari
Kebutuhan kalium 1-2 mEq/kgBB/hari
Kebutuhan natrium 2-3 mEq/kgBB/hari
Perubahan konsentrasi cairan tubuh dapat berupa hipernatremia atau hiponatremia maupun
3,4
hiperkalemia atau hipokalemia. Rumus untuk menghitung defisit elektrolit :
Defisit natrium (mEq total) = (Na serum yang diinginkan – Na serum
sekarang) x 0,6 x BB (kg).
Defisit Kalium (mEq total) = (K serum yang diinginkan [mEq/liter] – K serum yang
diukur) x 0,25 x BB (kg).
Defisit Klorida (mEq total) = (Cl serum yang diinginkan [mEq/liter] – Cl
serum yang diukur) x 0,45 x BB (kg).
3.8 Pencegahan
Pencegahan heat stroke lebih efektif daripada pengobatan dan tentu
saja lebih mudah. Saat cuaca hangat dan terutama selama gelombang
panas, langkah-langkah perlindungan harus diambil untuk mengurangi
risiko classic heatstroke. Hal yang dapat dilakukan tinggal di rumah ber-
AC atau tempat ber-AC lainnya (misalnya, pusat perbelanjaan atau
bioskop), menggunakan kipas angin, sering mandi air dingin, mengurangi
aktifitas menguras tenaga, dan bersosialisasi. Selain itu, keluarga anggota,
tetangga, dan pekerja sosial disarankan untuk memeriksa lansia secara
berkala untuk memastikan kesejahteraan mereka (Hifumi et al, 2018).
Langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk exertional heat
stroke adalah menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang berubah,
menyesuaikan tingkat aktivitas fisik dengan tingkat kebugaran fisik,
menghindari cuaca panas untuk jadwal pelatihan, melepas peralatan dan
pakaian yang mengganggu penguapan keringat, mempertahankan tubuh
tetap terhidrasi, dan menjadwalkan waktu istirahat selama aktivitas; orang
dengan tanda-tanda awal penyakit harus dicegah dari melakukan aktivitas
fisik (Iso et al, 2016).
3.9 Prognosis
Tingkat morbiditas dan mortalitas sangat dipengaruhi oleh durasi
dan intensitas dari peningkatan core body temperatur dari pasien.
Heatstroke harus dilihat sebagai suatu bentuk kegagalan multisistem.
Disfungsi dan kegagalan sistem multiorgan ini (lebih jelas pada exertional
heatstroke daripada pada classical heatstroke) dapat memuncak dalam 24
hingga 48 jam (Satya et al, 2018).
Cedera sistem saraf pusat adalah permanen pada 20% kasus dan
berhubungan dengan prognosis buruk. Rhabdomyolysis yang disebabkan
20
oleh kerusakan jaringan sering terjadi dapat menyebabkan myoglobinuria
dan risiko gagal ginjal. Hepatosit mungkin rusak, menyebabkan
koagulopati dan hepatitis. Otot miokard mungkin rusak dan
mengakibatkan aritmia atau bahkan henti jantung (Hifumi et al, 2018).
Jika pengobatan dilakukan cepat dan efektif dalam banyak kasus,
tanda-tanda klinis menjadi lebih ringan dan berkurang dalam beberapa
hari, dan sebagian besar pasien pulih tanpa efek yang lama (Satya et al,
2018).
Prognosis memburuk ketika disfungsi ginjal dan hati tidak teratasi
selama lebih dari 96 jam. Studi otopsi menunjukkan bahwa kegagalan
organ akhir karena heat stroke terutama disebabkan oleh kematian sel
nekrotik dan apoptosis yang dipicu oleh panas yang menyertai
mikrothrombosis, perdarahan, dan cedera inflamasi yang meluas.
Beberapa gejala neurologis (misalnya, ataksia serebelar, disartria,
gangguan kognitif) , dan amnesia anterograde) dapat bertahan selama
beberapa minggu hingga berbulan-bulan. Satu studi menunjukkan bahwa
risiko kematian, selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun setelah pulih
dari heat stroke lebih tinggi daripada risiko pada populasi umum.
21
BAB IV
PEMBAHASAN
Kasus pasien dengan diagnosis Exertional Heat Stroke memiliki prognosis yang
baik. Dengan dilakukan pendinginan sebelumnya yang menurunkan suhu pasie sampai
pada suhu normal dengan cepat dan dengan pemberian cairan dalam setengah jam
pertama (golden hour) setelah pasien mengalami lemas dapat mencegah kematian
yang disebabkan EHS. Morbiditas dan mortalitas akibat hipertermia sangat berkaitan
dengan durasi dari pada tingkat keparahan, sehingga prinsip pendinginan dan
pemberian cairan segera dilakukan kemudian di transfer menjadi tindakan yang sangan
esensial.
Pada pasien dengan EHS terjadi denaturasi protein dan kegagalan multiorgan
umumnya menunjukan gejala neurologis yang khas disertai peningkatan SGOT/SGPT
dan kreatinin. Bila terjadi gagal ginjal akut maka harus segera dilakukan dialisis.
Pada pasien dengan NEHS, kemungkinan dapat terjadi lucid interval dalam waktu
12-24 jam pertama dimana pasien akan terjadi perburukan neurologis setelah pulih
normal disebabkan faktor penyakit yang sedang di derita. Pasien EHS dengan suhu
yang cepat diturunkan menjadi <40°C tanpa disertai kegagalan multiorgan akan
menghasilkan angka mortalitas mendekati nol, dan sebagian besar kembali pulih total
tanpa adanya sequelae dalam 1 hingga 2 jam setelah pendinginan. Di lain pihak, pada
EHS tifak menutup kemunginan dapat terjadi kerusakan sistem thermoregulator dari
hipotalamus sendiri.
Pada kasus ini terlihat bahwa pendinginan dan resusitasi cairan awal telah
dilakukan sebelum dibawa ke rumah sakit. Setelah stabil, pasien dirujuk ke rumah
sakit untuk dilakukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang saat di RS
terlihat bahwa pasien dalam keadaan stabil dengan kesadaran komposmetis dan pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan dalam batas normal, sehingga kegagalan organ
belum terjadi. Pemberian antibiotik untuk mencegah komplikasi sepsis pada EHS
karena ditemukan leukositosis. Pemberian ondansentron, ranitidine, CACO3 untuk
mengurangi keluhan mual dan muntah pasien akibat terjadinya peningkatan sekresi
asam lambung. Pemberian paracetamol untuk menurunkan suhu tubuh pasien jika
terjadi peningkatan suhu >37,5°C. Pemberian vitamin C pada pasien bertujuan sebagai
antioksidan, dimana pada pasien dengan EHS dapat terjadi peningkatan antioksidan
dalam tubuh akibat terjadinya metabolisme panas yang berlebih. Keadaan klinis pasien
dengan diagnosis mengarah ke EHS memiliki prognosis yang baik. Kasus relaps pada
pasien dengan EHS adalah kasus yang sangat jarang. Dengan monitoring yang minim
22
jika dirawat dibangsal dan keadaan pasien tidak dapat dipantau setiap saat untuk
pencegahan terjadi perburuk, sebagai pertimbangan maka pasien di rawat di ruangan
ICU.
23
BAB V
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
Hifumi T, Kondo Y, Shimizu K, Miyake Y. 2018. Heat stroke. Journal of
Intensive Care 6:30
25
26
27
28