Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Paparan panas yang berlebihan khususnya pada daerah tropis yang pada dasarnya
selalu di sinari oleh matahari dapat menyebabkan gangguan kesehatan antara lain heat
stroke.Penyakit Heatstroke (HS) adalah kondisi mengancam nyawa yang ditandai
adanya peningkatan suhu tubuh lebih dari 40°C, disertai disfungsi sistem saraf dan
kemungkinan kegagalan multi organ.
Penelitian mengenai epidemiologi selama gelombang panas di daerah urban di
Amerika Serikat mendapatkan kejadian heatstroke bervariasi dari 17,6 - 26,5 kasus per
100.000 penduduk. Di Arab Saudi, di dapatkan morbiditas 22 - 250 kasus per
100.000penduduk, dengan mortalitas 50%. Heat strokemempunyai dua bentuk yaitu
Non-Exertional Heat stroke (NEHS) “klasik” dan Exertional Heat stroke (EHS).NEHS
klasik biasanya ditemukan pada orang tua dan penderita penyakit kronis. NEHS klasik
terjadi karena paparan panas lingkungan yang meningkat, dan pada lingkungan yang
pada umumnya jarang mengalami paparan gelombang panas.Di lain pihak, EHS
umumnya terjadi pada individu yang berusia muda dan sehat, rekrutan militer, dan atlet,
yang terlibat dalam aktivitas fisik berat dalam waktu yang lama pada lingkungan yang
panas.
Pada EHS, suhu tubuh di atas 42°C selama 45 menit hingga delapan jam dapat
menyebabkan kerusakan sel.7 Ketika mekanisme termoregulasi pada tubuh terlampaui
dan gagal maka terjadi kegagalan organ dalam tingkat yang bervariasi. Selanjutnya,
proses imunologi dan inflamasi kompleks yang menyerupai SIRS (sindrom respon
inflamasi sistemik) berkontribusi pada penyakit. Pada suhu yang lebih tinggi, terjadi
penghancuran sel yang cepat dan menginduksi respons inflamasi sistemik dan bermuara
pada kegagalan multi-organ. Manifestasi kerusakan organ meliputi kerusakan SSP
(penurunan kesadaran, delirium, edema serebral, kejang, koma), DIC, disfungsi hati dan
ginjal, rhabdomyolysis, gagal napas (edema paru, ARDS), aritmia, dan syok
hipovolemik.
Kematian terkait EHS dapat dicegah melalui pengenalan langsung gejala dan
penilaian suhu basal (rektal). Pasien EHS harus didinginkan secara agresif dan langsung
ditempat jika memungkinkan. Golden period adalah dalam waktu setengah jam setelah
pingsan atau terhentinya aktivitas. Morbiditas dan mortalitas lebih kuat terkait durasi
1
daripada tingkat hipertermia, sehingga berlaku prinsip “pendinginan pertama,
transportasi kedua”. Ketika suhu tubuh menurun di bawah 40° C (104-F) dalam 30 menit
onset gejala, mortalitas menurun drastis dan sebagian besar pulih tanpa gejala sisa.
Di bawah ini dilaporkan sebuah kasus dimana pasien seorang personil militer dengan
EHS yang telah di stabilkan tanpa kegagalan organ.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
• Nama : Tn. RA
• NO.RM : 10.5961
• Umur : 20 tahun
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Alamat : Asrama Dodiklatput
• Pekerjaan : Siswa
• Agama : Islam
• Status : Belum menikah
• Tanggal Masuk : 23 Mei 2022

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Mengeluh pusing

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien dibawa oleh tim kesehatan ke IGD RS Tk.IV dr. Noesmir Baturaja
dalam keadaan pusing. Pasien mengeluh pusing pada saat melakukan long
march (berjalan jauh). Pasien juga mengeluh mual dan badan lemas serta
kedua tangan dan kaki keram, pingsan (-), kejang (-). Setelah itu pasien
segera dibawa ke IGD RS Tk.IV dr. Noesmir Baturaja.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat Sakit Serupa : Disangka
 l Riwayat DM : Disangkal
 Riwayat Hipertensi : Disangkal
 Riwayat Stroke : Disangkal
 Riwayat Alergi : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Riwayat Sakit Serupa : Disangkal
3
 Riwayat Hipertensi : Disangkal
 Riwayat DM : Disangkal
 Riwayat Stroke : Disangkal

Riwayat Kebiasaan :
 Riwayat merokok : Disangkal
 Riwayat alkohol : Disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Deskripsi Umum (Tanggal 23 Mei 2022)
a. Tempat Kejadian
 Kesadaran : Somnolen
 GCS : E2 V4 M4
 Nadi : 110 x/menit
 RR : 30x/menit
 Suhu : 37.0°C
b. Observasi I
 Kesadaran : Komposmentis
 GCS : E4 V5 M6
 TD : 120/80 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 RR : 20x/menit
 Suhu : 36,8°C

c. Instalasi Gawat Darurat


 Kesadaran : Komposmentis
 GCS : E4 V5 M6
 TD : 110/80 mmHg
 Nadi : 88 x/menit
 RR : 22x/menit
 Suhu : 38,6°C
 SpO2 : 97%

4
2. Kepala
Normocephali, konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), bibir kering (-),
lidah kotor (-), otorrhea (-), rhinorhea (-)
3. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid ( -),
peningkatan jugular venous pressure (-)

4. Thorax
Paru
Inspeksi : dada simetris (+), ketinggalan gerak napas (-), massa (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus (N), kembang dada (N)
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di linea midclavikularis sinistra SIC V
Perkusi : batas jantung di linea parasternalis dextra–linea
midclavicularis sinistra.
Auskultasi : suara S1-S2 normal, bising (-),S3 S4 (-)

5. Abdomen
Inspeksi : supel, distensi (-), massa (-)
Auskultasi : peristaltic usus (+) dalam batas normal.
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani, hepato/spleno-megali (-).

6. Ekstremitas
Oedem (-), CRT < 2 detik, akral hangat.

5
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG (23 Mei 2022)

1. Darah Rutin

Hemoglobin 11,1 g/dL


Leukosit 11.300 Ribu/ mL
Hematokrit 34.5 %
MCHC 32.4 g/dL
MCH 21.8 pg
MCV 67.5 fL
Eritrosit 5.08 Juta/uL
Trombosit 214.000 Ribu/uL
GDS 97 mg/dL

Ureum 38 mg/dL

Creatinin 1.2 mg/dL

SGPT 24 U/L

SGOT 20 U/L

Limfosit 27,1 %

MXD 7,7 %

Neutrofil 65,2 %

2. Elektrocardiography

Hasil:
 Irama sinus bradikardia
 Laju :48x/menit
6
 Irama : Regular
 Gelombang P : Normal
 Interval PR : Normal
 Duras QRS : Normal

VI. DIAGNOSIS
- EXERTIONAL HEAT STROKE

VII. DIAGNOSIS BANDING

- HEAT EXHAUSTION

VIII.PENANGANAN AWAL
- Bawa pasien ke tempat teduh dan aman
- Longgarkan pakaian pasien
- Melakukan prosedur Basic Life Support, Cek Airway, Breathing,
Circulation
- Cek suhu rektal, tekanan darah, nadi, respirasi, saturasi
- Dinginkan suhu dengan air es, cool pack ataupun diguyur air
- Setelah itu segera bawa pasien ke IGD Rumah Sakit

IX. TERAPI
- Oksigen Nasal Kanul 6 Lpm
- IVFD RL gtt 20x/menit
- Inj. Ceftriaxone 2x 1gram
- Inj. Ondansentrone 2x1 Amp
- Inj. Ranitidine 2x1 Amp
- Paracetamol Oral 3x500 mg
- CaCO3 1x1 tablet
- Vit C 1 Amp/24 jam drip
-
X. PROGNOSIS
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad functionam : dubia ad bonam
 Qua ad sanam : dubia ad bonam

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Heat stroke merupakan kondisi berbahaya suatu penyakit yang
progesif dari heat exhaustion ke heat stroke. Ditandai dengan hipertemia
(akumulasi kenaikan suhu saat aktvitas/ latihan maupun karena terpapar
cuaca panas.
Secara klinis heat stroke dapat ditandai dengan adanya disfungsi central
nervous system, kegagalan multiorgan dan hipertermia ekstrem
(>40,5C) (Epstein et al, 2019).

3.2 Klasifikasi, Epidemiologi dan faktor risiko


Heat stroke dibagi menjadi dua berdasarkan penyebabnya yaitu,
classic dan exertional. Classic heat stroke terjadi karena adanya paparan
lingkungan yang panas dan mekanisme penghilang panas yang buruk.
Sedangkan exertional heat stroke terjadi karena adanya aktivitas/latihan
fisik yang menghasilkan produksi panas yang lebih besar dari mekanise
fisiologis tubuh dalam menghilangkan panas. Di tabel berikut dijelaskan
mengenai epidemiologi dan tanda klinis dari kedua jenis heat stroke
(Epstein et al, 2019).

Tabel.1. Epidemiologi dan Tanda Klinis

Tanda Classic heat stroke Exertional heat


stroke
Usia Prepubertas,Orang Postpubertas dan aktif

tua, Lansia
Kejadian Epidemic Sporadic
Tingkat aktivitas Ringan Berat
Status kesehatan Sakit kronis Sehat
Pengobatan Sering digunakan Tidak ada
Mekanisme Penyerapan panas Produksi panas

8
dari
lingkungan dan Berlebih yanglebih
buruknya mekanisme besar dari mekanisme
kehilangan panas kehilangan panas
Berkeringat Tidak (kulit keirng) Ada (kulit basah)
Disfungsi CNS Ada Ada
Keseimbangan Alkalosis respiratori Asidosis metabolik
asam-
basa
Rhabdomyolisis Jarang ditemukan Sering
Disfungsi Hepar Ringan Berat
Disfungsi Ginjal Jarang (<5%) Biasa (25-30%)
DIC Ringan Berat
ARDS Ada Ada
Kreatinin Meningkat sedikit Meningkat signifikan
Kalsium Normal Rendah
(hipokalsemia)
Potasium Normal Biasanya tinggi
(hiperkalemia)

Selain itu ada pendapat lain dari Japanese Association of Acute


Medicine (JAAM) yang menyatakan bahwa heat stroke dibagi berdasarkan
tanda klinis (Hifumi et al, 2018).

9
Tabel.2. Klasifikasi Japanese Association of Acute Medicine (JAAM)

Klasifikasi
Gejala Keparahan Terapi berdasarkan
tanda klinis
Tahap Pusing, pingsan, Ringan Dapat Heat cramps
I sedikit meguap, ditangani di Heat syncope
Keringat berlebih tempat
Nyeri otot, kaku Istirahatkan
ditempat dingin,
Dinginkan
otot (kram otot) Tidak permukaan
ada penurunan tubuh,dan
kesadaran (JCS=0)
berikan air
secara oral
Pemeriksaan di
instansi
medis jika
Nyeri kepala, diperlukan
muntah, lemas, Manajemen suhu
perasaan tenggelam, tubuh, istirahat,
Tahap II Sedang Heat exhaustion
dan konsentrasi dan beri air
menurun, menolak secukupnya
perintah JCS ≤1 (dengan infus
jika sulit
melalui
oral)
Penanganan di
Ada minimal rumah
salah satu sakit (jika perlu
dibawah ini: masuk ICU)
Tahap III - Disfungsi CNS Berat Manajemen suhu Heat stroke
(JCS≥2, tubuh,
gejala cerebral, kejang Penanganan
respirasi dan
konvulsi)
sirkulasi,
- Disfungsi hati/
ginjal
Terapi DIC
- Masalah
koagulasi (DIC)

10
Faktor risiko heat stroke
Classic heat stroke sering terjadi sebagai epidemi di antara orang
lanjut usia yang kemampuan penyesuaian fisiologisnya dengan stres akibat
panas telah berkurang, seperti pada orang dengan penyakit kronis, dan
mereka yang tidak dapat merawat diri mereka sendiri. Meningkatnya suhu
global yang menyebabkan gelombang panas, serta urbanisasi dengan pulau
panas di pusat kota, adalah faktor ekstrinsik utama. Menurut US National
Weather Service, gelombang panas membunuh lebih banyak orang,
daripada peristiwa cuaca ekstrem lainnya. Beberapa risiko fisiologis,
sosial, dan medis intrinsik membuat orang lanjut usia lebih rentan terhadap
panas yang terus-menerus karena kapasitas termoregulasi mereka yang
berkurang (Tabel 3). Akibatnya, banyak pasien lanjut usia dengan
heatstroke klasik dirawat di rumah sakit atau ditemukan meninggal dalam
1 sampai 3 hari setelah onset penyakit. Angka kematian akibat sengatan
panas di antara orang tua melebihi 50% (Epstein et al, 2019).

Anak-anak prapubertas juga dianggap sebagai populasi yang berisiko.


Kerentanan anak-anak terhadap classic heat stroke disebabkan oleh
tingginya rasio luas permukaan terhadap massa (yang mengarah pada
peningkatan laju penyerapan panas), sistem termoregulasi yang kurang
berkembang (mekanisme pembuangan panas yang kurang efektif), volume
darah yang relatif kecil terhadap ukuran tubuh (membatasi konduksi panas
dan menghasilkan akumulasi panas yang lebih besar), dan produksi
keringat yang rendah (mengurangi potensi pembuangan panas melalui
penguapan keringat). Pada bayi, faktor risiko utama kematian selama
cuaca panas adalah berada dalam mobil tertutup, di mana kematian dapat
terjadi dalam beberapa jam (Morch et al, 2017).

11
Tabel.3. Faktor Risiko Heat Stroke
Classic heat stroke
Cuaca Gelombang panas, siang dan malam
Faktor Fisiologi insufisiensi kardiovaskuler menghalangi mekanisme
normal tubuh menghadapi stress panas:
ketidakmampuan untuk menerima stroke volume
saat panas, vasodilatasi perifer yang tidak adekuat
karena perubahan struktur, penurunan densitas
kapiler dan kualitas mikrosirkulasi, dan penurunan
produksi kelenjar keringat dalam merespon stress
panas.
Faktor sosial Isolasi, tempat tinggal tanpa ventilasi,
ketidakmampuan mengurus diri sendiri, imobilisasi
Penyakit yang Eksaserbasi mental, kardiovaskuler, cerebrovaskuler,
mendasari paru dan multiple sklerosis karena paparan stress
panas
Pengobatan Betablockers, diuretik, calcium channel
blocker,laksativ, obat antikolinergik, salycilat,
agonis tiroid, benzotropine, trifluoperazine,
butyphenoness, Alfa-agonis, monoamie oxidase
inhibitor, simpatomimetik,tricyclic antidrepresant,
SSRIs
Exertional heat stroke
Faktor sosial tekanan dari pelatih
Faktor fungsional kebugaran fisik yang rendah, penyesuaian terhadap
panas yang rendah, efisiensi kerja rendah, berat

12
badan berlebih, baju pelindung
Faktor yang infeksi bakterial atau viral, dehidrasi
diperoleh
Faktor kongenital Kronik idiopatik
Penyalahgunaan amfetamine, ektasi, kokain, alkohol
narkoba

3.3 Patofisiologi
Mekanisme patofisiologi heat stroke adalah transisi dari fase
termoregulasi yang dapat dikompensasi (di mana kehilangan panas
melebihi kenaikan panas) ke fase yang tidak dapat dikompensasi (di mana
kenaikan panas lebih besar daripada kehilangan panas), ketika cardiac
output tidak cukup mengkompensasi kebutuhan yang termoregulasi tinggi
mengakibatkan terus meningkatnya suhu inti tubuh yang mengarah ke efek
sitotoksik dan respon inflamasi, menciptakan siklus setan, dan akhirnya
menyebabkan kegagalan multiorgan (Epstein et al, 2019).

 Respon inflamasi
Hipertermia memicu respons stres yang melibatkan sel endotel,
leukosit, dan sel epitel, yang memberikan perlindungan terhadap
kerusakan jaringan dan mendorong perbaikan sel. Reaksi ini dimediasi
oleh molekul protein heat-shock dan sitokin proinflamasi dan
antiinflamasi. Dengan hipertermia yang berkepanjangan, perubahan
fisiologis akut (termasuk kegagalan sirkulasi, hipoksemia, dan
meningkatnya tuntutan metabolisme) ) dan efek sitotoksik terkait panas
langsung meningkat, menyebabkan disregulasi reaksi inflamasi.
Respon inflamasi pada heat stroke mirip dengan systemic
inflamatory respone syndrome (SIRS). SIRS dimediasi oleh messenger
Rna yang mencetuskan keluarnya sitokin dan protein high-mobility
group box 1 (HMGB1). Sitokin dan HMGB1 ini menyebabkan aktivasi

13
leukosit dan sel endotelial yang berlebihan. Sama seperti syok septik,
SIRS dapat memperburuk status klinis dengan cepat, dengan
munculnya DIC, kegagalan multiorgan, dan kematian. Dalam sebuah
studi pasien yang dirawat di rumah sakit karena exertional heat stroke,
84% pasien juga masuk kriteria diagnosis SIRS, dan lama rawat
inapnya diperpanjang. Demikian pula, pada classic heat stroke terjadi
aktivasi neutrofil yang juga berhubungan dengan respon inflamasi dan
koagulasi (Hifumi et al, 2018).

 Integritas Gastrointestinal dan endotoxemia


Heat stroke menyebabkan pengurangan aliran darah ke usus yang
menyebabkan iskemia gastrointestinal, dan mempengaruhi viabilitas
sel dan permeabilitas dinding sel. Stres oksidatif dan nitrosatif yang
dihasilkan dapat merusak membran sel dan membuka celah rapat
antara sel ke sel, maka hal ini memungkinkan endotoksin dan patogen
merembes masuk ke dalam sirkulasi sistemik, akhirnya membebani
kapasitas detoksifikasi hati dan mengakibatkan endotoksemia.
Meskipun konsep hubungan antara heatstroke dan endotoksemia
bukanlah hal baru, banyak dokter cenderung mengabaikan atau salah
mengartikan temuan laboratorium. Hal ini dapat memperburuk kondisi
klinis pasien heatstroke dan memperburuk prognosis (Epstein et al,
2019).

14
Gambar 2. Patofiologi Heat Stroke

3.4 Diagnosis
Diagnosis heatstroke ditentukan berdasarkan gejala klinis, terutama didasarkan
pada trias berikut: hipertermia, disfungsi neurologis, dan paparan terhadap
cuaca panas (dalam bentuk klasik) atau aktivitas fisik (dalam bentuk
exertional) (Gopinath, 2018). Selain itu takikardia, takipnea, dan hipotensi juga
sering terjadi. Keringat yang banyak dan kulit basah adalah tipikal dari
exertional heatstroke, sedangkan pada classical heatstroke , kulit biasanya
kering, menunjukkan penurunan respon kelenjar keringat dan output pada
orang tua di bawah tekanan panas. Kulit bisa memerah, menunjukkan adanya
vasodilatasi perifer yang berlebihan, atau pucat menunjukkan pembuluh darah
kolaps (Epstein et al, 2019).
3.5 Diagnosis Banding

Setiap penyakit sistemik dengan gambaran klinis demam dan manifestasi


disfungsi otak harus dipertimbangkan setelah yakin heat stroke
dikesampingkan, karena keterlambatan dalam perawatan heatstroke secara
substansial meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Setelah heatstroke
dikesampingkan berdasarkan riwayat klinis dan konteks, kondisi lain yang perlu
dipertimbangkan adalah meningitis, ensefalitis, epilepsi, keracunan obat
(misalnya, atropin, MDMA [3,4-metilenedoksimetamfetamin], kokain, atau
amfetamin), dehidrasi berat, dan semua sindrom metabolik (misalnya, sindrom
15
neuroleptik maligna, katatonia letal, sindrom serotonin, krisis tiroid, atau krisis
multisistem pheochromocytoma (Gopinath, 2018).
3.6 Komplikasi
 Kejang
 Hipotensi
 Disseminated intravascular coagulation (DIC)
 Respiratory distress syndrome
 Gagal ginjal
 Rhabdomyolisis
 Kegagalan multiorgan (Gopinath, 2018).

3.7 Penatalaksanaan

Tatalaksana di Lapangan

 CPR : sesuai protokol ACLS, beri oksigen 4L/ menit untuk


meningkatkan saturasi oksigen menjadi >90%

 Suhu tubuh inti: Monitor suku rektal dan mendinginkan hipertermia


dengan air dingin

 Cairan: Beri isotonik salin IV 1-2L/ jam, dehidrasi bukan


masalah utama

 Pengobatan kejang: Beri benzodiazepin IV (5mg) sampai kejang


berhenti ( tidak lebih dari 20 mg)

 Evakuasi: Untuk classic heart stroke segera bawa ke IGD. Untuk


exertional heart stroke setelah menurunkan suhu tubuh <39°C
(Gopinath, 2018).

16
Tatalaksana di IGD
a. Suhu tubuh inti : Monitor suhu rektal atau intravesikal dan dinginkan
suhu sampai <38°C bisa menggunakan baju dingin atau cairan dingin
(4°C, 1000ml/ 30 menit) infus melalui kateter sentral, antipiretik
merupakan toksik dan harus dihindari.
b. Pengobatan kejang: Beri benzodiazepin IV (5 mg, diulang) atau
phenytoin IV (loading dose 15-20 mg/kg dalam 15 menit) sampai
kejang berhenti.
c. Tes Laboratorium : cek darah lengkap, urinalisis, kultur darah, fungsi
ginjal, fungsi hepar ( ALT, AST, ammonia, INR), cek glukosa darah,
elektrolit, analisis gas darah dan keseimbangan asam basa, fungsi
pembekuan darah, CK, LDH, myoglobilin, CRP.
d. Monitoring sirkulasi : untuk kegagalan sirkulasi, kelola cairan
(30ml/kg), monitor JVP atau monitor invasif hemodinamik dengan
menjaga tekanan mean arterial >65mmHg atau >75 mmHg jika pasien
lanjut usia atau dengan hipertensi, monitor kadar laktat tetap normal
dan urin output >50 ml/kg/ jam, vasopresor dapat diberikan jika terapi
cairan gagal (Epstein et al, 2019).

Kebutuhan Air dan Elektrolit Bayi dan anak. Pada bayi dan anak
sesuai dengan perhitungan di bawah ini :

Berat badan Kebutuhan air perhari


Sampai 10 kg 100 ml/kgBB
11-20 kg 1000 ml + 50 ml/kgBB
( untuk tiap kg diatas 10 kg)
>20 kg 1500 ml + 20 ml/kgBB

( untuk tiap kg diatas 20 kg)

Kebutuhan kalium 2,5 mEq/kgBB/hari


Kebutuhan natrium 2-4 mEq/kgBB/hari

17
Kebutuhan Air dan Elektrolit pada Dewasa :
Kebutuhan air 30 -50 ml/kgBB/hari
Kebutuhan kalium 1-2 mEq/kgBB/hari
Kebutuhan natrium 2-3 mEq/kgBB/hari

Perubahan konsentrasi cairan tubuh dapat berupa hipernatremia atau hiponatremia maupun
3,4
hiperkalemia atau hipokalemia. Rumus untuk menghitung defisit elektrolit :
 Defisit natrium (mEq total) = (Na serum yang diinginkan – Na serum
sekarang) x 0,6 x BB (kg).
 Defisit Kalium (mEq total) = (K serum yang diinginkan [mEq/liter] – K serum yang
diukur) x 0,25 x BB (kg).
 Defisit Klorida (mEq total) = (Cl serum yang diinginkan [mEq/liter] – Cl
serum yang diukur) x 0,45 x BB (kg).

Tatalaksana menurunkan suhu tubuh


Prognosisnya memburuk jika suhu inti tubuh dipertahankan di atas
ambang kritis 40,5 ° C. Pendinginan yang cepat dan efektif adalah hal
yang utama dalam tatalaksana heat stroke, dan hanya ditunda untuk
resusitasi kardiopulmonal. Karena tidak adanya suhu titik akhir yang
ditentukan secara khusus untuk penghentian pendinginan yang aman,
maka sesuai kebiasaan ditentukan suhu target di bawah 39 ° C (lebih baik
38,5 ° hingga 38,0 ° C) untuk mengurangi risiko kerusakan klinis
(Gopinath, 2018).
Untuk exertional heatstroke, laju pendinginan lebih cepat dari 0,10
° C per menit aman dan diperlukan untuk meningkatkan prognosis. Salah
satu metode pilihan yang dapat dipakai untuk penurunan suhu pada
exertional heatstroke adalah perendaman dalam air dingin untuk
mencapai laju pendinginan 0,20 ° hingga 0,35 ° C per menit. Dalam
kondisi militer di mana es tidak tersedia, laju pendinginan sekitar 0,10 ° C
per menit dapat dicapai dengan menyiramkan air dalam jumlah banyak ke
seluruh tubuh dan mengipasi (Iso et al, 2016).
Pada orang tua dengan classical heat stroke, perendaman air dingin
dapat menghasilkan tingkat pendinginan yang dapat diterima, tetapi
pilihan tatalaksana diharapkan dapat menggunakan satu atau lebih jenis
18
pendingin konduktif atau evaporatif, seperti infus cairan dingin
(manajemen suhu intravaskular); aplikasi kompres es, kompres dingin,
atau lembaran kasa basah; dan mengipasi. Metode-metode ini, meskipun
kurang efisien daripada perendaman air dingin, lebih dapat ditoleransi oleh
orang tua dan juga mudah diakses dan mudah diterapkan selama epidemi
heatstroke klasik (Epstein et al, 2019).
Tidak ada agen farmakologis yang mempercepat pendinginan.
Agen antipiretik seperti aspirin dan asetaminofen tidak efektif pada pasien
dengan heatstroke, karena demam dan hipertermia meningkatkan suhu inti

tubuh melalui jalur fisiologis yang berbeda. Selanjutnya, agen antipiretik


memperburuk koagulopati dan cedera hati pada pasien dengan heatstroke.
Antagonis reseptor ryanodine dantrolene, yang digunakan dalam
pengobatan hipertermia ganas, sedang diselidiki untuk terapi heatstroke
tetapi saat ini tidak ada bukti untuk mendukung bahwa agen ini efektif
untuk terapi heat stroke.

Tatalaksana Kegagalan Multiorgan


Tatalaksana pendinginan yang cepat dan efektif dalam banyak
kasus akan memperbaiki disfungsi organ yang disebabkan heat stroke.
Namun, pendinginan saja mungkin tidak cukup untuk memulihkan seperti
semula, dan pemberian perawatan adjuvant sesegera mungkin penting
untuk kelangsungan hidup (Hifumi et al, 2018).
Beberapa pendekatan pengobatan baru, sedang diselidiki pada
penelitian hewan dan dalam studi klinis awal. Seperti xanthine oksidase
inhibitor (allopurinol) untuk mengurangi kadar lipopolysaccharide dengan
melindungi integritas cell to cell junctions, rekombinan protein C yang
diaktifkan untuk memperbaiki inflamasi dan disfungsional koagulasi,
konsentrat antitrombin tipe III dan rekombinan trombomodulin-α larut
untuk mengobati DIC dan serin protease untuk menekan aktivitas enzim
pankreas dalam lumen usus, sehingga secara substansial mengurangi
marker inflamasi sistemik. Terapi tambahan dengan rhubarb Cina, spesies
tanaman keluarga Polygonaceae dilaporkan mengurangi respon inflamasi
dan memulihkan disfungsi hati akut dan ginjal yang disebakan heat stroke.
19
Terapi potensial ini berada pada tahapan investigasi yang berbeda, dan
datanya masih terbatas. Perlu lebih banyak informasi dan pengalaman
yang diperlukan sebelum dapat disetujui untuk digunakan pada pasien
(Epstein et al, 2019).

3.8 Pencegahan
Pencegahan heat stroke lebih efektif daripada pengobatan dan tentu
saja lebih mudah. Saat cuaca hangat dan terutama selama gelombang
panas, langkah-langkah perlindungan harus diambil untuk mengurangi
risiko classic heatstroke. Hal yang dapat dilakukan tinggal di rumah ber-
AC atau tempat ber-AC lainnya (misalnya, pusat perbelanjaan atau
bioskop), menggunakan kipas angin, sering mandi air dingin, mengurangi
aktifitas menguras tenaga, dan bersosialisasi. Selain itu, keluarga anggota,
tetangga, dan pekerja sosial disarankan untuk memeriksa lansia secara
berkala untuk memastikan kesejahteraan mereka (Hifumi et al, 2018).
Langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk exertional heat
stroke adalah menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang berubah,
menyesuaikan tingkat aktivitas fisik dengan tingkat kebugaran fisik,
menghindari cuaca panas untuk jadwal pelatihan, melepas peralatan dan
pakaian yang mengganggu penguapan keringat, mempertahankan tubuh
tetap terhidrasi, dan menjadwalkan waktu istirahat selama aktivitas; orang
dengan tanda-tanda awal penyakit harus dicegah dari melakukan aktivitas
fisik (Iso et al, 2016).

3.9 Prognosis
Tingkat morbiditas dan mortalitas sangat dipengaruhi oleh durasi
dan intensitas dari peningkatan core body temperatur dari pasien.
Heatstroke harus dilihat sebagai suatu bentuk kegagalan multisistem.
Disfungsi dan kegagalan sistem multiorgan ini (lebih jelas pada exertional
heatstroke daripada pada classical heatstroke) dapat memuncak dalam 24
hingga 48 jam (Satya et al, 2018).
Cedera sistem saraf pusat adalah permanen pada 20% kasus dan
berhubungan dengan prognosis buruk. Rhabdomyolysis yang disebabkan

20
oleh kerusakan jaringan sering terjadi dapat menyebabkan myoglobinuria
dan risiko gagal ginjal. Hepatosit mungkin rusak, menyebabkan
koagulopati dan hepatitis. Otot miokard mungkin rusak dan
mengakibatkan aritmia atau bahkan henti jantung (Hifumi et al, 2018).
Jika pengobatan dilakukan cepat dan efektif dalam banyak kasus,
tanda-tanda klinis menjadi lebih ringan dan berkurang dalam beberapa
hari, dan sebagian besar pasien pulih tanpa efek yang lama (Satya et al,
2018).
Prognosis memburuk ketika disfungsi ginjal dan hati tidak teratasi
selama lebih dari 96 jam. Studi otopsi menunjukkan bahwa kegagalan
organ akhir karena heat stroke terutama disebabkan oleh kematian sel
nekrotik dan apoptosis yang dipicu oleh panas yang menyertai
mikrothrombosis, perdarahan, dan cedera inflamasi yang meluas.
Beberapa gejala neurologis (misalnya, ataksia serebelar, disartria,
gangguan kognitif) , dan amnesia anterograde) dapat bertahan selama
beberapa minggu hingga berbulan-bulan. Satu studi menunjukkan bahwa
risiko kematian, selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun setelah pulih
dari heat stroke lebih tinggi daripada risiko pada populasi umum.

21
BAB IV
PEMBAHASAN
Kasus pasien dengan diagnosis Exertional Heat Stroke memiliki prognosis yang
baik. Dengan dilakukan pendinginan sebelumnya yang menurunkan suhu pasie sampai
pada suhu normal dengan cepat dan dengan pemberian cairan dalam setengah jam
pertama (golden hour) setelah pasien mengalami lemas dapat mencegah kematian
yang disebabkan EHS. Morbiditas dan mortalitas akibat hipertermia sangat berkaitan
dengan durasi dari pada tingkat keparahan, sehingga prinsip pendinginan dan
pemberian cairan segera dilakukan kemudian di transfer menjadi tindakan yang sangan
esensial.

Pada pasien dengan EHS terjadi denaturasi protein dan kegagalan multiorgan
umumnya menunjukan gejala neurologis yang khas disertai peningkatan SGOT/SGPT
dan kreatinin. Bila terjadi gagal ginjal akut maka harus segera dilakukan dialisis.

Pada pasien dengan NEHS, kemungkinan dapat terjadi lucid interval dalam waktu
12-24 jam pertama dimana pasien akan terjadi perburukan neurologis setelah pulih
normal disebabkan faktor penyakit yang sedang di derita. Pasien EHS dengan suhu
yang cepat diturunkan menjadi <40°C tanpa disertai kegagalan multiorgan akan
menghasilkan angka mortalitas mendekati nol, dan sebagian besar kembali pulih total
tanpa adanya sequelae dalam 1 hingga 2 jam setelah pendinginan. Di lain pihak, pada
EHS tifak menutup kemunginan dapat terjadi kerusakan sistem thermoregulator dari
hipotalamus sendiri.

Pada kasus ini terlihat bahwa pendinginan dan resusitasi cairan awal telah
dilakukan sebelum dibawa ke rumah sakit. Setelah stabil, pasien dirujuk ke rumah
sakit untuk dilakukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang saat di RS
terlihat bahwa pasien dalam keadaan stabil dengan kesadaran komposmetis dan pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan dalam batas normal, sehingga kegagalan organ
belum terjadi. Pemberian antibiotik untuk mencegah komplikasi sepsis pada EHS
karena ditemukan leukositosis. Pemberian ondansentron, ranitidine, CACO3 untuk
mengurangi keluhan mual dan muntah pasien akibat terjadinya peningkatan sekresi
asam lambung. Pemberian paracetamol untuk menurunkan suhu tubuh pasien jika
terjadi peningkatan suhu >37,5°C. Pemberian vitamin C pada pasien bertujuan sebagai
antioksidan, dimana pada pasien dengan EHS dapat terjadi peningkatan antioksidan
dalam tubuh akibat terjadinya metabolisme panas yang berlebih. Keadaan klinis pasien
dengan diagnosis mengarah ke EHS memiliki prognosis yang baik. Kasus relaps pada
pasien dengan EHS adalah kasus yang sangat jarang. Dengan monitoring yang minim
22
jika dirawat dibangsal dan keadaan pasien tidak dapat dipantau setiap saat untuk
pencegahan terjadi perburuk, sebagai pertimbangan maka pasien di rawat di ruangan
ICU.

23
BAB V
KESIMPULAN

1. Latihan yang dilakukan di lingkungan panas yang ekstrim dapat menyebabkan


terjadinya cedera panas. Cedera panas berhubungan dengan gangguan sistem
regulasi suhu tubuh.
2. Heat stroke merupakan bentuk paling parah dari cedera panas. Heat stroke
berhubungan dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi terutama jika
penanganan terapinya terlambat. Penyebab heat stroke secara umum diakibatkan
oleh dua hal, yaitu peningkatan produksi panas dan penurunan kehilangan panas.
Terdapat dua jenis heat stroke yaitu : exertional heat stroke (EHS) dan
nonexertional stroke (NHS).
3. Tanda-tanda Heat Stroke meliputi: hipertermia, disfungsi neurologis, paparan panas
atau aktifitas fisik. Dapat juga hipotensi, takikardi, takipnea.
4. Tanda-tanda yang mengancam nyawa : disseminated intravascular coagulation
(DIC), acute renal failure, kejang, hipotensi, resporatory distress syndrome,
rhabdomyolisis dan kegagalan multiorgan
5. Penatalaksanaan cedera heat stroke yaitu dengan melakukan pendinginan dan
resusitasi secepat mungkin dan terus menerus sambil pasien disadarkan. Perawatan
intensif harus diperhatikan dengan cermat untuk saluran pernapasan, mengurangi
suhu tubuh, membatasi produksi panas, mengoptimalkan sirkulasi udara dan
memonitor serta mengobati komplikasi. Penurunan suhu tubuh dan resusitasi cairan
dengan cepat merupakan hal yang terpenting dalam perawatan.

24
DAFTAR PUSTAKA
Hifumi T, Kondo Y, Shimizu K, Miyake Y. 2018. Heat stroke. Journal of
Intensive Care 6:30

Epstein Y, Yanovich R. 2019. Heatstroke. N Engl J Med; 380:2449-2459.


Gopinath KG. 2018. Heat stroke and heat exhaustion: An update. Curr
Med Issues ;16:5-9.

Iso S, Tobing A. 2016. Prinsip umum penatalaksanaan cedera olahraga Heat


stroke. Jurnal Olahraga Prestasi, Volume 12, Nomor 2.

Mørch S, Andersen J, Bestle M. 2017. Heat Stroke: A Medical Emergency


Appearing in New Regions. Case Reports in Critical Care.Satya IMH,

Wiryana IM, Sutawan IBKJ. 2018. Exertional heatstroke: sebuah laporan


kasus. Medicina49(3): 303-30

25
26
27
28

Anda mungkin juga menyukai