M. ZHAFRAN DARWIS
(C015212019)
1
LAPORAN KASUS KEMATIAN
HETEROANAMNESIS
Lemas ada dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, pasien lebih banyak melakukan aktivitas
di tempat tidur. Mual dan muntah saat ini tidak ada, Nafsu makan menurun. Pasien hanya
makan 2-3 sendok makan. Penurunan berat badan sekitar 20kg dalam 1 tahun terakhir.
Buang air kecil saat ini volume kesan kurang,volume sekitar 500 cc per hari berwarna
2
kemerahan sejak pertama kali mengonsumsi OAT. Nyeri berkemih tidak ada. Riwayat
buang air kecil berpasir atau disertai darah tidak ada.
Buang air besar hitam encer dialami sejak 3 hari yang lalu, frekuensi biasanya 1-2 kali
sehari. Riwayat buang air besar hitam encer sebelumnya tidak ada
Riwayat terdiagnosis dengan TB paru kasus baru sejak bulan Mei 2022. Pasien rutin
mengkonsumsi FDC OAT fase intesif.
Riwayat pasien tediagnosis HIV positif sejak tahun 2017 sempat mengonsumsi ARV
selama 1 tahun pertama namun berhenti, baru kembali mengonsumsi ARV sejak 1
bulan yang lalu dengan regimen tenofovir, lamivudin, dolutegravir. (Telado) 1x1
Dengan tambahan regimen dolutegravir 50 mg 1x1
Riwayat hepatitis tidak ada
Riwayat hipertensi, Diabetes Mellitus, penyakit ginjal, dan penyakit jantung tidak ada
Riwayat psikososial:
Pasien saat ini tidak bekerja. Riwayat sebelumnya bekerja sebagai freelancer di perusahaan
swasta
3
Deskripsi umum
TANDA VITAL
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 110 kali/menit, irregular, kuat angkat
Pernapasan : 24 kali/menit
Suhu : 37,6oC (Axilla)
SpO2 : 93% (tanpa modalitas)
PEMERIKSAAN FISIS
ada
Leher : Kaku kuduk tidak ada, JVP R+1, pembesaran kelenjar tiroid tidak ada.
Thoraks Anterior:
Inspeksi : Simetris kiri dengan kanan saat dinamis atau pun statis.
4
Jantung :
Abdomen :
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas., tidak tampak vena kolateral
Auskultasi : Peristaltik usus ada kesan normal.
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada. Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, ascites tidak ada
Ekstremitas:
Ekstremitas Superior : Edema tidak ada, akral hangat, CRT < 2 detik
Ektremitas Inferior : Edema tidak ada, akral hangat, CRT < 2 detik.
Pemeriksaan penunjang :
5
EKG (12 Juli 2022)
Gambar 1. Elektrokardiogram
Irama : sinus
- Tampak bercak infiltrat pada lapangan atas dan tengah kedua paru
- Cor : CTR normal, aorta normal
- Kedua sinus dan diafragma baik
- Tulang-tulang intak
- Jaringan lunak sekitar baik
Daftar Masalah
6. Kandidiasis Oral
7
Pengkajian
Ditegakkan atas dasar adanya riwayat HIV positif sejak tahun 2017 sempat mengonsumsi
ARV selama 1 tahun pertama namun berhenti, baru kembali mengonsumsi ARV sejak 1
bulan yang lalu,dari pemeriksaan fisik diapatkan wasting syndrome dengan klinis
kecurigaan pneumocytis carinii pneumonia
Plan Diagnostik :-
Lamivudine 300 Mg
Plan Monitoring : - Pantau klinis dan tanda vital Pantau DR, Ureum, Kreatinin
Cek CD4 atau Viral Load
Plan Edukasi
Edukasi kepada keluarga pasien tentang kondisi pasien, tujuan pengobatan, efek samping
pengobatan, dan perjalanan penyakit HIV serta pentingnya skrining pasangan seksual
Dipikirkan atas dasar adanya keluhan berak hitam encer yang dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah
8
sakit, kondisi ini dikaitkan dengan dugaan adanya keluhan sesak sejak 2 minggu terakhir yang
mengakibatkan kondisi hipoksia dan memicu kondisi stress mucosal related disease pada pasien ini,
diagnosa ulkus peptikum sebagai penyebab melena pada kasus ini juga masih belum dapat disingkirkan
sepenuhnya.
Plan Terapi : Bolus awal Omeprazole 80 mg selanjutnya,8 mg/ jam/ Syringe Pump
Dipikirkan atas dasar adanya riwayat terkonfirmasi TB sejak Mei 2022 dan rutin konsumsi OAT selama 7
pekan terakhir, dengan riwayat hemoptoe. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan deteksi
Mycobacterium Tuberculosis terdeteksi tinggi pada pemeriksaan TCM mei 2022 di RS Bhayangkara.
Faktor resiko terjadinya TB pada pasien adalah HIV yang diketahu pasien sejak 5 tahun terakhir namun
pengobatan yang tidak adekuat
Plan Diagnostik : -
Plan Edukasi : Edukasi kepada keluarga pasien tentang kondisi pasien, lama pengobatan TB, efek
samping pengobatan.
Dipikirkan atas dasar keluhan lemas yang dialami sejak 1 minggu terkahir, dari pemeriksaan fisik
didapatkan konjungtiva anemis, dari pemeriksaan laboratorium didapatkan
Plan Edukasi : Edukasi kepada keluarga pasien tentang kondisi pasien, risiko dan komplikasi dari
transfusi
9
6. Kandidiasis Oral
Dipikirkan atas dasar pada pemeriksaan fisik didapatkan bercak putih pada lidah. Pasien dengan kondisi
imunodefisiensi dipikirkan sangat mungkin terkena infeksi jamur oportunistik.
Plan Diagnostik : –
Plan Edukasi : Edukasi kepada keluarga pasien tentang kondisi infeksi jamur pada lidah pasien,
penyebab infeksi, dan rencana terapi.
FOLLOW UP
10
Thoraks : Simetris, sonor, bunyi pernapasan vesikuler, ronki dan Cotrimoxazole 1440 mg – 1920
wheezing tidak ada mg– 1440 mg (H2)
Abdomen : datar, ikut gerak napas. Peristaltik normal. Meropennem 1 gr/ 12 jam/
Organomegaly tidak ada. Nyeri tekan tidakada. Timpani intravena
Ekstremitas : Edema tidak ada, akral hangat. Psang kateter urine
Pasang NGT
A/
1. Suspek Pneumocytis carinii Pneumoniae
2. Sepsis qSOFA score 2
3. HIV stadium IV on ARV treatment
4. Melena e.c. Ulkus peptikum dd/ Stress related Mucosal
Disease (perbaikan)
5. TB paru kasus baru on treatment fase Intensif
6. Anemia Normositik Normokrom e.c GI Bleeding
7. Acute Kidney Injury
8. Hiponatremia Ringan (131)
9. Kandidiasis Oral
Dipikirkan atas dasar adanya keluhan buang air kecil dengan peningkatan kreatinin 2,0, Ureum 128 yang
penyebabnya diduga akibat kondisi sepsis pada pasien ini, selain itu kondisi perdarahan akut juga bisa
menjadi pencetus kondisi ini.
Plan Terapi : - Rehidrasi cairan Infus Nacl 0,9% 1500 cc-2000 cc/ 24 jam
Plan Edukasi : Edukasi kepada keluarga pasien tentang kondisi pasien, saat ini tidak ada rencana terapi,
11
serta pentingnya pemantauan klinis pasien.
8. Hiponatremia ringan
Didapatkan dari hasil pemeriksaan laboratorium yakni 131, dimana nilai normal 136 – 145, dengan
osmolaritas 270. Pada pasien tidak ada riwayat muntah ataupun diare, maka kemungkinan penyebab
hiponatremia pada pasien ini dapat disebabkan oleh kondisi asupan tidak adekuat. Pada pasien tidak ada
tanda-tanda gejala berat ataupun akut maka tidak dilakukan koreksi cepat.
Plan Diagnostik -
= 9 x 45 x 0,6 = 243
Plan Edukasi : Edukasi kepada keluarga pasien tentang kondisi pasien, pentingnya meningkatkan asupan
nutrisi pada pasien, dan rencana pengobatan
Dipikirkan karena pada pasien didapatkan keluhan demam dengan sumber infeksi dipikirkan dari paru-
paru dan juga kandidiasis. Pada pemeriksaan fisik ditemukan GCS 13 dengan takipneu yang memenuhi 2
kriteria quick sofa. Perlu dilakukan pemeriksaan lengkap untuk menegakkan sepsis, dan tanda kegagalan
organ.
Analisa Gas Darah, Cek DR, Bilirubin, Ureum, kreatinin Pemantauan SOFA score
Plan Edukasi : Edukasi kepada keluarga pasien tentang kemungkinan perburukan kondisi pasien yang
diakibatkan sepsis, rencana pemeriksaan, dan tambahan terapi antibiotik.
Hari Ke –4 S: Sesak Ada, BAB Hitam encer terakhir kemarin sore, Terapi
12
kesadaran memburuk Rehidrasi Cairan Nacl 0,9% 1500-
15/7/2022 2000 cc/ 24 jam
O: Sakit berat/ GCS 10 E2 M5 V3 Tenofovir Disoproxil Fumarate
06.00 Tensi: 90/60 mmHg 300Mg, Lamivudine 150 Mg,
Nadi: 112 x/menit Dolutegravir100 mg /24 jam/oral
Pernapasan: 28 x/menit Dolutegravir 50 mg/ 24 jam/ oral
Suhu: 37.8 oC 4 FDC OAT 2 tab/24 jam/oral
SpO2: 92% (02 12 liter/ menit via NRM) Post Transfusi PRC 2 bag
Nistatin drop 4 ml/8 jam/oral
• Mata : Konjungtiva pucat ada, sklera tidak ikterik Cotrimoxazole 1440 mg – 1920
• Thoraks : Simetris, sonor, bunyi pernapasan vesikuler,
mg– 1440 mg (H2)
ronki dan wheezing tidak ada
Meropenem 1 gr/ 12 jam/ IV
• Abdomen : datar, ikut gerak napas. Peristaltik normal.
Organomegaly tidak ada. Nyeri tekan tidak ada. Vitamin K 10 mg/ 8 jam/ IV
Timpani Transfusi FFP 4 bag
• Ekstremitas : Edema tidak ada, akral hangat. Rencana Perawatan ICU
Konsul Airway Ke TS Anestesi
Parameter Hasil Nilai Normal
WBC 6400 4000-9000 Plan diagnostik
NEUT 88,4 28-78 Cek laktat darah dan kultur darah
LYMPH 4,1 17-57
Monitoring
HB 9,4 12-18
MCV 95 82-92 - Cek tanda vital per jam
MCH 29,5 28-32
MCHC 31
PLT 38.000 150.000-350.000
PT 22 10,8-14,4
INR 2,05
APTT 48,4 26,4-37,6
D-DIMER 2,54 <0,5
Fibrinogen 281,9 150-375
Urinalisa
Protein Negatif
Leukosit Negatif
Blood Negatif
Bilirubin Negatif
A/
1. Acute Respiratory Distress Syndrome Suspek
Pneumocytis carinii Pneumoniae
2. HIV stadium IV on ARV treatment
3. Melena e.c. Ulkus peptikum dd/ Stress related
Mucosal Disease (perbaikan)
4. TB paru kasus baru on treatment fase Intensif
5. Anemia Normositik Normokrom e.c GI
Bleeding
6. Acute Kidney Injury
7. Sepsis qSOFA Score 2
8. DIC Induced Sepsis
8. Kandidiasis Oral
15/7/2022 S : Sesak memberat, Penurunan kesadaran memberat Plan terapi
O : KU : sakit berat/ GCS 7 E1M4V2
07.00 Keluarga Pasien menolak untuk
TD : 70/50 mmhg dilakukan intubasi
N : 122x/menit + Guyur Nacl 0,9 % 1500 ml
P : 32x/menit + Norepinefrin 0,05 mcg/kgbb/jam/
S : 37,8 c Syringe Pump, uptitrasi
Dipikirkan karena pada pasien didapatkan sesak napas yang dialami sejak 2 minggu yang lalu dan
memberat sejak 2 hari terakhir.didapatkan desaturasi 90% dengan pemberian oksigen 15 lpm via non
rebreathing mask. P/F ratio 90. Maka ARDS pada pasien termasuk severe ARDS menurut kriteria Berlin.
Plan Diagnostik -
Plan Monitoring : - Pantau klinis dan tanda vital pasien, Analisa Gas Darah Kontrol
Plan Edukasi : Edukasi kepada keluarga pasien tentang perburukan tanda vital pasien, kemungkinan gagal
napas, dan rencana konsul anastesi untuk pemasangan ETT dan kemungkinan terburuk apabila pasien
menolak tindakan.
9. DIC Skor 6
Dipikirkan atas dasar adanya keluhan BAB hitam encer yang dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,
dari pemeriksaan laboratorium didapatkan gangguan faal koagulasi pt 22 aptt 48,4 INR 2,05 d-dimer sedikit
meningkat 2,54
14
Plan Diagnostik : -
Plan Terapi : - Rehidrasi dengan Natrium Chlorida 0,9% 2500 cc habis dalam 3 jam
- Meropenem 1 gram/12 jam/intravena
Plan Monitoring : Pantau klinis dan tanda vital pasienMonitoring SOFA score
Plan Edukasi
Edukasi kepada keluarga pasien tentang kemungkinan perburukan kondisi pasien yang diakibatkan
sepsis, rencana pemeriksaan.
15
15/7/2022 S=- + Dilakukan RJP 5 siklus
A : Cardiac Arrest
RESUME
Pasien 28 tahun masuk dengan keluhan dyspneu yang dialami sejak 2 minggu yang lalu yang meberat sejak 4
hari terakhir, riwayat hemoptisis ada 6 bulan yang lalu, febris ada hilang timbul sejak 2 minggu terakhir, fatigue
ada sejak 1 minggu yang lalu, Penurunan berat badan ada sekitar 20 kg dalam 1 tahun terakhir, oligouria ada,
sejak 3 hari terakhir, Melena dialami pasien sejak 3 hari terakhir, Pasien saat ini dalam terapi OAT fase intensif
minggu ke 7, pasien terdiagnosis HIV sejak 5 tahun yang lalu, sempat putus obat selama 4 tahun, dan rutin
konsumsi kembali obat ARV sejak 1 bulan terakhir. pada pemeriksaan fisik awal didapatkan Pada perawatan hari
ke 3 ditemukan pasien dalam kondisi penurunan kesadaran dan sesak semakin memberat, pada pemeriksaan fisik
didapatkan IMT gizi kurang 17 kg/m2, saturasi oksigen 93 persen, Konjungtiva pucat, pemeriksaan mulut oral
thrush ada. Pada pemeriksaan Laboratorium didapatkan total limfosit count 270, trombositopenia 88.000 foto
thorax pada tanggal 24/5/2022 didapatkan gambaran TB paru aktif lesi luas. Pasien didiagnosa dengan HIV
stadium IV dan kecurigaan pneumocytis cariinii pneumonia sebagai infeksi oportunistik. Pada hari ketiga
didapatkan angka ureum dan kreatinin meningkat, ureum 128 dan kreatinin 2,0 dengan adanya oligouria, pasien
juga mengalami penurunan kesadaran dan sesak yang memberat sehingga dicurigai sebagai kondisi sepsis. Pada
perawatan hari ke 4, kondisi pasien semakin memburuk ditemukan PT aPtt INR serta d-dimer yang meningkat
sehingga diagnosis DIC ditegakkan, dilakukan pemberian vitamin K intravena dan dilakukan persiapan transfusi
fresh frozen plasma. kondisi sesak semakin memberat dan penurunan kesadaran memberat. Tekanan darah
cenderung turun sehingga pasien jatuh dalam kondisi syok. Dilakukan resusitasi cairan dan pemberian
norepinefrin start dose 0,05 mcg/kgbb di uptitrasi setiap 15 menit pada pukul 07.40 pasien mulai cardiac arrest
dan dilakukan resusitasi jantung paru. Pada pukul 07.50 pasien dinyatakan meninggal.
16
DISKUSI
Pasien seorang laki usia 28 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan dyspnue yang dialami sejak 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit, dirasakan terus menerus disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan rhonki dan
wheezing, dan pada pemeriksaan foto thorax terakhir tidak ditemukan gambaran kelainan. Riwayat terdiagnosis HIV sejak
5 tahun yang lalu. Penelitian yang di lakukan Helweng dkk menyebutkan Gejala klinik, pemeriksaan laboratorium dan
radiografi tidak patognomonik pada kasus PCP. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis PCP perlu dilakukan
pemeriksaan histopatologi dari cairan broncoalveolar lavage (BAL). Terapi pada pasien PCP dapat diberikan walaupun
diagnosis definitif belum tegak. Dosis pengobatan yang dapat diberikan yaitu cotrimoksasol 1440 mg pagi, 1920 mg siang
dan 1440 mg malam hari selama 21 hari. Pada pasien kami berikan dosis cotrimoksasol 480 mg, 3 tablet pagi, 4 tablet siang
dan 3 tablet malam. (1)
Pada pasien juga mengalami kondisi hiponatremia (131) yang disebabkan oleh karena kondisi penyakit HIV itu sendiri,
dimana intake yang tidak adekuat ditambah kebutuhan energi dari infeksi HIV berkorelasi dengan infeksi oportunistik yang
berakibat pada kondisi malnutrisi (wasting syndrome). Selain itu gangguan metabolisme, nafsu makan berkurang yang
berakibat kurangnya absorbs nutrisi. Selain itu, hiponatremia dengan AIDS diakibatkan adanya insufisiensi adrenal yaitu di
tandai dengan adanya kerusakan fungsi adrenokortikal dan penurunan produksi mineralkortikoid, glukortikoid dan atau
androgen adrenal. (2)
Pada pasien ditemukan keluhan buang air besar hitam encer yang dialami sejak 3 hari terakhir, kondisi ini diduga dapat
muncul akibat stress related mucoasal disease(SRMD) yang diakibatkan kondisi hipoksia kronik yang sebelumnya dialami
pasien atau kondisi koagulopati yang belakangan diketahui dialami pasien. Menurut jurnal yang dirilis monnig dkk SRMD
adalah gejala sisa umum dari penyakit kritis pada pasien. Pengembangan SRMD dihasilkan dari hipoperfusi splanknik,
cedera reperfusi, dan paparan mukosa lambung terhadap asam, pepsin, dan asam empedu setelah kerusakan sistem
pertahanan mukosa lambung. Pasien dengan risiko ulserasi stres tertinggi termasuk mereka yang mengalami gagal napas
yang memerlukyyan ventilasi mekanis lebih dari 48 jam atau koagulopati
Pasien riwayat terdiagnosis HIV sejak 5 tahun yang laludan sempat putus obat ARV hingga 4 tahun, disertai dengan
keluhan riwayat demam sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu, demam bersifat hilang timbul. Wasting Syndrome ada, dengan
status gizi kurang (IMT : 17.6 kg/m2). Pada pemeriksaan fisik didapatkan oral thrush yang dicurigai sebagai infeksi
oportunistik canciciasi esofagus, hasil laboratorium di dapatkan leukosit : 4800, neutrofil : 91.2, limfosit : 2.7 dengan TLC
: 270 pada pemeriksaan foto thorax saat dirawat didapatkan kesan normal, foto thorax sebelumnya 2 bulan yang lalu
didapatkan gambaran TB paru aktif lesi luas. Infeksi HIV adalah suatu spektrum penyakit yang dapat menyerang dan
menyebabkan kerusakan sel kekebalan tubuh yang di sebabkan oleh Human Inmmunodeficiency Virus. (6) Berdasarkan
temuan gejala klinis pada pasien ini mengalami beberapa gejala klinis HIV serta infeksi oportunistik yang dapat
mengarahkan kita dalam penentuan stadium klinis HIV. (7) Berdasarkan Stadium klinis HIV menurut WHO maka pasien
ini masuk pada stadium 4.
Pembagian Stadium Klinis Menurut WHO: (6)
Stadium 1 :
- asimtomatik, limfadenopati generalisata
17
Stadium 2 :
-Berat badan turun <10%
-Manifestasi mukokutan minor (dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur kuku,
ulkus oral rekuren, chelitis angularis)
-Herpes Zooster dalam 5 tahun terakhir
-Infeksi saluran nafas atas rekurent
Stadium 3 :
-Berat badan turun >10 %
-Diare yang tidak diketahui penyebab >1 tahun
-Demam berkepanjangan (intermiten atau konstan) >1 bulan
-Kandidiasis oral
-Oral hairy leukoplakia
-Tuberkulosis paru
-Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis)
Stadium 4 :
- HIV wasting syndrome
- Pneumonia Pneumocystic Carinii
- Toxoplasmosis cerebral
- Kriptosporidiosis dengan diare >1 bulan
- Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa, atau kelenjar getah bening
- Infeksi herpes simpleks, mukokutan (>1 bulan) atau viseral
- Progressive multifocal leucoencephalopathy
- Mikosis endemik diseminata
- Kandidiasis esofagus, trakea, dan bronkus
- Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru
- Septikemia salmonela non tifosa
- Tuberkulosis extrapulmonar
-Limfoma
-Sarkoma kaposi
-Ensefalopati HIV
Pada pasien ini didapatkan gejala klinis berupa HIV wasting syndrome dan kecurigaan pneumonia pneumocitis carinii.
Pasien mendapatkan terapi ARV TLD (Dolutegrafir + Lamivudine + Tenofir) yang rutin ambil obat di puskesmas.
Berdasarkan KMKR Indonesia tahun 2019 hal – hal yang perlu di pantau setelah pemberian ARV yaitu : (7)
• Pemantauan viral load yang dilakukan pada bulan ke 6 setelah memulai pengobatan, kemudian 12 bulan setelah
pengobatan, dan selanjutnya setiap 12 bulan.
• Pemantauan CD4 yang dilakukan setelah 6 bulan pengobatan
• Penentuan kegagalan terapi
Kegagalan terapi dapat dilihat dari berbagai kriteria, yaitu kriteria virologis, imunologis, dan klinis. Kriteria terbaik adalah
18
kriteria virologis, namun bila tidak dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium maka digunakan kriteria imunologis.(7)
Sejak 7 pekan sebelum masuk rumah sakit, pasien telah rutin mengonsumsi OAT dan saat ini masih dalam
pengobatan fase intensif, Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit koinfeksi yang sering dijumpai pada ODHA. Di samping
itu, TB merupakan penyebab utama kematian pada ODHA (sekitar 40-50%). Kematian yang tinggi ini terutama pada TB
paru BTA negatif dan TB ekstraparu yang kemungkinan besar disebabkan oleh keterlambatan diagnosis dan terapi TB..
Infeksi HIV meningkatkan kerentanan seseorang terhadap infeksi M.tuberculosis. Risiko ini meningkat sesuai dengan
meningkatnya imunosupresi. HIV meningkatkan bukan hanya risiko tetapi juga progresivitas dari infeksi baru maupun
infeksi laten TB menjadi penyakit TB. Gambaran klinis TB pada pasien HIV tidak hanya berbeda dengan gambaran TB
secara umum, namun juga dapat berbeda tergantung pada kekebalan tubuh pasien HIV. Pada tahap awal infeksi HIV,
gambaran klinis sering menyerupai pasca-TB paru primer, dengan hasil pemeriksaan dahak yang seringkali positif, dan
gambaran radiologis umumnya berupa kavitas. Pada tahap lanjut, gambaran klinis lebih sering menyerupai TB paru primer,
dengan hasil pemeriksaan dahak yang lebih sering negatif, dan gambaran radiologis yang seringnya tanpa kavitas.(7)
Pada tanggal 15 Juli 2022 kondisi pasien memburuk, dimana konsidi pasien saat itu jatuh pada Acute Respiratory
Distress Syndrome. Gejala yang di dapatkan saat itu adalah sesak nafas yang memberat dengan respirasi 40 kali per menit.
Saturasi Oksigen 85 % dengan modalitas NRM 15 liter per menit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya ronki di daerah
mediobasal paru bilateral. Pada hasil pemeriksaan CT Thorax didapatkan hasil Pneumocystic Carinii Pneumonia.
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membrane
elveolar-kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan akumulasi cairan yang
mengandung protein dalam parenkim paru. Empat prinsip dasar tatalaksana ARDS adalah, pertama: pemberian oksigen,
PEEP dan ventilasi tekanan positif, hampir semuanya menunjukkan keuntungan bagi pasien ARDS. Kedua, walalupun
ARDS seringkali dianggap kegagalan napas primer, kegagalan multiorgan non paru dan infeksi adalah penyebab utama
kematian. Ketiga, pengaturan ventilasi mekanik yang hati-hati terutama volume tidal terbuti berakibat komplikasi yang
lebih jarang dan merupakan satusatunya tatalaksana yang memperbaiki survival/kesintasan. Terakhir, prognosisnya buruk
bila penyebab dasarnya tidak diatasi atau tidak ditangani dengan baik.(9) Pada pasien dilakukan pemeriksaan analisa gas
darah dan didapatkan hasil hasil asidosis respiratorik dan asidosis metabolik di dapatkan hasil P/F ratio dengan hasil 149.6.
Berdasarkan kriteria Berin, maka ARDS yang terjadi adalah derajat sedang.
Kriteria Berlin meliputi: (10)
- Onset akut < 1 minggu atau perburukan gejala respiratorik,
- Edema paru dibuktikan dengan opasitas bilateral pada foto toraks
- Rasio PaO2/FiO2 ≤300 pada tekanan ekspiratori positif (PEEP)
Berdasarkan kriteria Berlin, derajat keparahan ARDS juga dapat dibedakan menjadi:
- ARDS ringan: PaO2/FiO2 201 sampai ≤ 300 mmHg pada ventilator dengan PEEP atau CPAP ≥5 cm H2O.
- ARDS sedang: PaO2/FiO2 100 sampai ≤200 mmHg pada ventilator dengan PEEP atau CPAP ≥5 cm H2O
- ARDS berat: PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg pada ventilator dengan PEEP atau CPAP ≥5 cm H2O
Dijelaskan kepada keluarga pasien terkait dengan keadaan pasien saat ini. Pasien kemudian dikonsulkan ke TS
Anestesiologi untuk management dan tatalaksana airway namun pasien menolak untuk dilakukan tindakan intubasi. Pada
jam 07.40 pasien apnue dilakukan resusitasi jantung paru sebanyak 5 siklus namun pasien tidak sampai pada tahap ROSC,
sehingga pasien dinyatakan meninggal pada tanggal 22 Agustus 2022 pukul 17.50 WITA di hadapan keluarga.
19
KERANGKA KONSEP
Dyspneu
Tuberkulosis Pneumocystic
Paru Carinii Pneumonia
Human ARDS
Immunodeficiency
Virus
Intake
menurun
Sepsis
Gagal Nafas
Hiponatremia
Syok DIC
Hipoalbuminemia Sepsis
Kematian
20
DAFTAR PUSTAKA
1. National Institutes of Health. Guidelines for the Prevention and Treatment of Opportunistic Infections in
Adults and Adolescents with HIV Guidance for People with HIV. 2021;A1–9.
7. Indonesia KMKR. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana HIV. (PNPK-HIV2019),
HK.01.7/MENKES/90/2019 INDONESIA; 2019
9. Amin Z, Purwoto J. Acute respiratory distress syndrome. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid
II. Jakarta, Indonesia: Interna Publishing; 2014: 4072-79
10. Thompson B, Chambers R, Liu K. Acute Respiratory Distress Syndrome. N Engl J Med.
2017;377:562–72.
21
22
23
24
25
26