Anda di halaman 1dari 37

SOOCA 1

Jumat, 15 Oktober 2021

PENATALAKSANAAN PADA P1A1 PARTUS MATURUS DENGAN EKSTRAKSI


VAKUM ATAS INDIKASI WAKTU; DIABETES GESTASIONAL; CONFIRMED
COVID-19

Oleh:
dr. Subhan Darojat Ar Rizqi

Moderator:
dr. Kendry Savira Yordian

Narasumber :
dr. Mulyanusa Amarullah Ritonga, Sp.OG(K), M.Kes
dr. Marta Isyana Dewi, Sp.OG

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN BANDUNG
2021

1
I. PENDAHULUAN

Diabetes melitus gestasional adalah salah satu komplikasi medis yang paling umum

terjadi dalam kehamilan. Terdapat dua jenis diabetes yang bisa ditemukan dalam kehamilan,

yakni diabetes melitus gestasional dan diabetes melitus pregestasional.1 Diabetes mellitus

gestasional adalah semua derajat intoleransi glukosa dengan awitan pertama kali saat

kehamilan, sedangkan diabetes melitus pregestasional merupakan diabetes yang ada sejak

sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil.2, 3 Diabetes melitus gestasional ini diketahui dapat

merugikan baik ibu maupun janin.4-6

Kontroversi pada diabetes melitus gestasional terjadi pada hampir semua aspek, mulai

dari nomenklatur, skrining, diagnosis, hingga strategi manajemennya.7 Dahulu, skrining

diabetes melitus gestasional dilakukan dengan menanyakan riwayat medis dan obstretik pasien,

serta adanya riwayat keluarga diabetes melitus tipe 2. Walaupun berguna, skrining ini kurang

tepat karena diketahui gagal mengidentifikasi sekitar setengah dari wanita hamil dengan

diabetes melitus gestasional. Maka dari itu, dewasa ini, skrining dilakukan dengan pemeriskaan

gula darah. Metode pemeriksaan gula darah yang paling tepat dalam skrining diabetes melitus

gestasional masih dalam perdebatan. Karena epidemi obesitas yang terus berlangsung

menyebabkan peningkatan pesat prevalensi diabetes melitus tipe 2 pada wanita usia subur,

maka skrining yang dilakukan juga harus dapat membedakan diabetes melitus gestasional

dengan diabetes melitus yang sudah ada sebelum kehamilan namun tidak terdiagnosis.2, 6, 8

Mempertahankan kadar gula darah tetap dalam batas normal pada diabetes melitus

gestasional dapat mengurangi morbiditas bagi ibu maupun bayi. Tatalaksana awal pada

diabetes melitus gestasional terdiri dari diet dan olahraga. Apabila langkah-langkah modifikasi

gaya hidup ini gagal untuk mencapai kontrol glikemik, maka insulin dapat mulai diberikan.

Waktu yang tepat untuk terminasi kehamilan pada diabetes melitus gestasional juga masih

2
dalam perdebatan.3, 9, 10 Maka, dalam kasus ini, akan dibahas mengenai skrining, penanganan,

serta pemantauan pasca salin pada diabetes melitus gestasional

II. LAPORAN KASUS


2.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. EDS
Usia : 34 tahun
Alamat : Andir
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Rekam Medis : 000190xxxx
Masuk Rumah Sakit : 10 Februari 2021, jam 14.36

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Rencana terminasi kehamilan
Anamnesa Khusus :
G2P0A1 merasa hamil 9 bulan datang rencana terminasi kehamilan. Keluhan mules-mules yang tidak
semakin sering dan tidak bertambah kuat dirasakan sejak 6 jam SMRS. Keluhan keluar lendir
bercampur sedikit darah belum dirasakan ibu. Keluhan keluar cairan banyak dari jalan lahir disangkal.
Gerak anak masih dirasakan ibu. Pasien mengaku memiliki diabetes melitus saat kontrol di klinik pada
usia kehamilan 2 bulan dan menggunakan Novorapid 3x8 IU. Keluhan polyuria, polifagia, dan
polydipsia disangkal. Riwayat diabetes melitus pada keluarga diakui pada ayah pasien. Riwayat
penyakit kronis seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan asma disangkal. Pasien memiliki
riwayat Covid19 1 bulan SMRS dan dirawat di RS Hermina Pasteur selama 1 minggu. Swab tanggal 8
Februari 2021 menunjukkan hasil positif. Karena keluhannya, pasien datang ke RS Hermina, namun
karena ruang isolasi penuh, pasien dirujuk ke RSHS.

2.3 Riwayat Obstetri


Kehamilan Penolong / Hasil Jenis Jenis Sekarang
Tempat Kehamilan Persalinan Kelamin Hidup / Mati
1 RSUD Abortus kuretase
Kebonjati/2019
2 Hamil ini

3
Keterangan Tambahan
Menikah : ♀, 29 tahun, S1, Ibu rumah tangga
♂, 27 tahun, S1, Swasta
Kontrasepsi : (-)
HPHT : 12/05/2020
ANC : RS Hermina 7x, Klinik 4x, PKM 4x

2.4 Tanda – tanda Vital


Keadaan Umum : Compos mentis
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,0 o C
Jantung : BJ I BJ II murni regular
Paru : VBS kanan=kiri, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : Cembung, lembut
Hati dan Limpa : Sulit dinilai
Edema : -/-
Refleks : Fisiologis (+/+)
Berat badan : 73 kg
Tinggi badan : 155 cm

2.5 Pemeriksaan Luar


Fundus uteri : 30 cm
Lingkar perut : 91 cm
Letak anak : kepala, 2/5, punggung kiri
Bunyi jantung anak : 140-144 x/menit
His : (-)
Taksiran berat anak : 2600 gram

2.6 Pemeriksaan Dalam


Vulva/vagina : tidak ada kelainan
Portio : tipis lunak
Permukaan : tertutup

2.7 Pemeriksaan Panggul


CD :-

4
CV :-
Promontorium : tidak teraba
Lin innominata : teraba 1/3-1/3
Sacrum : konkaf
Spina ischiadica : tidak menonjol
Arcus pubis : >90
Dinding samping : lurus
Kesan panggul : dapat dinilai baik

2.8 Pemeriksaan Laboratorium


10/02/2021 11/02/2021 13/02/2021
Hemoglobin 11.3 g/dl 19,1 g/dl
Hematokrit 33,1% 55,6%
Leukosit 11210 /µl 12470/µl
Trombosit 513 ribu/μL 193 ribu/μL
GDS 97 mg/dL 157 mg/dL 225 mg/dL

2.9 Rontgen Thorax (10/02/2021)

Thorax AP
- Foto asimetris, inspirasi cukup
- Skeletal dan soft tissue yang tervisualisasi dalam batas normal
- Trakea di tengah
- Mediastinum tidak melebar

5
- Cor membesar ke lateral kiri dengan apex tertanam pada diafragma, pinggang jantung
mendatar
- Sinuses dan diafragma dalam batas normal
Pulmo
- Hili dalam batas normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah
- Tampak perbercakan di paracardial kanan dan lapang tengah sampai bawah paru kiri
- Kranialisasi (-)
Kesan
- Bronkopneumonia bilateral
- Kardiomegali DD/posisi

2.10 Diagnosis
G2P0A1 gravida aterm, diabetes gestational, confirmed covid 19

2.11 Tatalaksana
- Pemeriksaan darah 35 parameter
- Rencana terminasi kehamilan dengan misoprostol 25 mcg forniks posterior (15.00)
- Konsul tim PINERE
- Informed consent pasien dan keluarga
- Observasi keadaan umum, tanda vital, His, BJA, kemajuan persalinan

2.12 Riwayat Persalinan Sekarang


Observasi
Jam His BJA T N R Keterangan
(x/menit) (mmHg) (x/menit) (x/menit)
16.00-17.00 - 144-148 100/70 86 20 misoprostol 25
17.00-18.00 - 140-144 110/70 88 20 mcg/forniks
18.00-19.00 1-2x/10’/20 140-144 110/70 92 20 posterior
19.00-20.00 1-2x/10’/20 140-144 100/70 94 20
20.00-21.00 2-3x/10’/20 144-148 100/70 94 20
21.00-22.00 2-3x/10’/20 144-148 100/70 90 20

Pada jam 22.00, dilakukan pemeriksaan dalam:


Vulva/vagina : tidak ada kelainan
Portio : tipis lunak
Pembukaan : 4-5 cm

6
Ketuban : (+)
Kepala : stasion +1, sutura sagitalis melintang
Diagnosis : G2P0A1 parturien aterm, kala I fase aktif, diabetes gestational, confirmed COVID-19
Tatalaksana :
- Drip Oksitosin 5 IU dalam D5% 500cc 20 tpm
- Observasi keadaan umum, tanda vital, his, BJA, dan kemajuan persalinan

Observasi
Jam His BJA T N R Keterangan
(x/menit) (mmHg) (x/menit) (x/menit)
22.00-23.00 2-3x/10’/30 144-148 110/70 86 20 Drip oksitosin 5 IU
23.00-00.00 2-3x/10’/30 140-144 110/70 85 20 dalam D5% 500 cc
00.00-01.00 2-3x/10’/30 140-144 110/70 88 20 20 tpm
01.00-02.00 3-4x/10’/40 140-144 100/80 88 20
02.00-03.00 3-4x/10’/40 144-148 100/80 87 20
03.00-04.00 3-4x/10’/40 140-144 100/80 86 20
04.00-05.00 3-4x/10’/40 140-144 110/70 89 20
05.00-06.00 3-4x/10’/40 144-148 110/70 88 20

Pada jam 06.00, dilakukan pemeriksaan dalam:


Vulva/vagina : tidak ada kelainan
Portio : tipis lunak
Pembukaan : 7-8 cm
Ketuban : (+)
Kepala : stasion +1, UUK kiri depan

Diagnosis : G2P0A1 parturien aterm, kala I fase aktif, diabetes gestational, confirmed COVID-19
Tatalaksana :
- Istirahat drip oksitosin 2 jam
- Rencana amniotomy jam 07.00
- Observasi keadaan umum, tanda vital, his, BJA, dan kemajuan persalinan
Observasi
Jam His BJA T N R Keterangan
(x/menit) (mmHg) (x/menit) (x/menit)
06.00-07.00 2-3x/10’/30 144-148 120/70 88 20 Amniotomi
07.00-08.00 2-3x/10’/30 148-152 120/80 80 20

7
Pada jam 07.00, dilakukan amniotomi, keluar cairan jernih ±30 cc
Pada jam 08.00, dilakukan pemeriksaan dalam:
Vulva/vagina : tidak ada kelainan
Portio : tipis lunak
Pembukaan : 8-9 cm
Ketuban : (-) sisa cairan jernih
Kepala : stasion +2, UUK kiri depan

Diagnosis : G2P0A1 parturien aterm, kala I fase aktif, diabetes gestational, confirmed COVID-19
Tatalaksana :
- Rencana drip oksitosin 5 IU dalam 500cc RL 20-60 tpm
- Informed consent pasien dan keluarga
- Observasi keadaan umum, tanda vital, his, BJA, dan kemajuan persalinan

Observasi
Jam His BJA T N R Keterangan
(x/menit) (mmHg) (x/menit) (x/menit)
08.00-09.00 3-4x/10’/40 144-148 120/80 80 20 Drip oksitosin 5 IU
09.00-10.00 3-4x/10’/40 132-136 110/70 88 20 dalam 500cc D5%
20-60 tpm

Pada jam 10.00, ibu gelisah ingin meneran, dilakukan pemeriksaan dalam:
Vulva/vagina : tidak ada kelainan
Portio : tipis lunak
Pembukaan : lengkap
Ketuban : (-) sisa cairan jernih
Kepala : stasion +3, UUK anterior
Diagnosis : G2P0A1 parturien aterm, kala II, diabetes gestational, confirmed COVID-19
Tatalaksana :
- Ibu dipimpin meneran setiap ada his
- Rencana partus pervaginam
- Informed consent pasien dan keluarga
- Observasi keadaan umum, tanda vital, his, BJA, dan kemajuan persalinan
- Hubungi TS Perinatologi

8
Setelah 1 jam dipimpin meneran, bayi belum lahir
Tatalaksana :
- Rencana partus pervaginam buatan dengan ekstraksi vakum
- Informed consent pasien dan keluarga
- Observasi keadaan umum, tanda vital, his, BJA, dan kemajuan persalinan

Jam 11.05 : Ekstraksi vakum dimulai


Ibu dipimpin meneran setiap ada his
Dilakukan episiotomy mediolateral
Jam 11.15 : Lahir bayi ♂ dengan ekstraksi vakum
BB: 3000 gram, PB: 49 cm, APGAR: 1’=7, 5’=9, NBS ≈ 39 minggu
Dilakukan manajemen aktif kala III
Disuntikkan oksitosin 10 IU IM
Dilakukan pemeriksaan luar: FU setinggi pusat
Dilakukan peregangan tali pusat terkendali
Tampak tanda-tanda pelepasan plasenta
Jam 11.20 : Lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat
Berat 500 gram, Ukuran: 20 x 20 x 2 cm
Diinsersikan IUD Copper T380A
Dilakukan penjahitan luka episiotomi
Perdarahan ± 250 cc.

Kesimpulan : P1A1 partus matures dengan ekstraksi vakum atas indikasi waktu, diabetes
gestational, confirmed COVID-19
Observasi
Jam TFU Kontraksi Perdara T N R Keteran
han (mmHg) (x/menit) (x/menit) gan
11.20-11.35 2 jari bawah Baik ±20 cc 110/70 80 20 -
pusat
11.35-11.50 2 jari bawah Baik - 120/80 80 20 -
pusat
11.50-12.05 2 jari bawah Baik - 110/70 88 20 -
pusat
12.05-12.20 2 jari bawah Baik - 120/80 84 20 -
pusat
12.20-12.50 Baik - 110/70 82 20 -

9
2 jari bawah
12.50-13.20 pusat Baik - 120/80 84 20 -
2 jari bawah
13.20-14.20 pusat Baik - 110/70 82 20 -
2 jari bawah
14.20-15.20 pusat Baik - 120/80 82 20 -
2 jari bawah
pusat

Jam 15.20 : ibu dipindahkan ke ruang nifas

10
2.13 Follow Up Stase

Tanggal/Jam Catatan Instruksi

11/02/2021 S : keluhan (-) P:


11.30 -Cefadroxil 2x500 mg
O : keadaan umum baik, kesadaran compos -Breast care
mentis -Vulva hygiene
T : 120/80 mmHg -Observasi keadaan umum, tanda
N : 88x/menit vital, perdarahan
R : 20x/menit
S : 36,5 C
Abdomen : datar lembut
TFU : 2 jari bawah pusat
Kontraksi : baik
Perdarahan pervaginam : (-)

A : P1A1 partus maturus dengan ekstraksi


vakum atas indikasi waktu, diabetes
gestational, confirmed COVID-19

11
11/02/2021 S : keluhan (-) P:
16.00 - Cefadroxil 2x500 mg
O : kesadaran compos mentis - Asam mefenamat 3x500 mg
T : 120/80 mmHg -Breast care
N : 88x/menit -Vulva hygiene
R : 20x/menit -Observasi keadaan umum, tanda
S : 36,5 C vital, perdarahan
Abdomen: datar lembut
TFU: 2 jari bawah pusat
Kontraksi: baik
Perdarahan pervaginam: (-)

A : P1A1 partus maturus dengan ekstraksi


vakum atas indikasi waktu, diabetes
gestational, confirmed COVID-19

12
12/02/2021 S : keluhan (-) P:
06.00 - Cefadroxil 2x500 mg
O : kesadaran compos mentis - Asam mefenamat 3x500 mg
T : 120/70 mmHg -Breast care
N : 88x/menit -Vulva hygiene
R : 20x/menit -Observasi keadaan umum, tanda
S : 36,4 C vital, perdarahan
ASI -/-
Abdomen: datar lembut, DM (-), NT (-)
TFU: 2 jari bawah pusat
Kontraksi: baik
Perdarahan pervaginam: (-)

A : P1A1 partus maturus dengan ekstraksi


vakum atas indikasi waktu, diabetes
gestational, confirmed COVID-19

13
12/02/2021 Follow Up IPD P:
12.00 S : sesak (-) perdarahan post partum (-) - Favipiravir loading 2x1600 mg
PO lalu 2x600 mg selama 10 hari
O : kesadaran compos mentis - Enoxaparin Sodium 1dd 0,4 cc
T : 120/70 mmHg SC à TAP à Heparin 2dd 500
N : 88x/menit IU SC bila perdarahan tidak ada
R : 20x/menit - Periksa D-dimer setiap 3 hari
S : 36,4 C
Rontgen thorax = BP bilateral

A : Confirmed COVID-19 moderate case

14
13/02/2021 S : keluhan (-) P:
12.00 - Cek gula darah sewaktu post
O : kesadaran compos mentis partum
T : 130/70 mmHg - Cefadroxil 2x500 mg PO
N : 88x/menit - Asam mefenamat 3x500 mg PO
R : 20x/menit - Zegavit 1x1 PO
S : 36,5 C - Rencana swab
Abdomen: datar lembut, pekak samping (-),
pekak pindah (-)
TFU: 2 jari bawah pusat
Kontraksi: baik
Perdarahan pervaginam: (-)

A : P1A1 partus maturus dengan ekstraksi


vakum atas indikasi waktu, diabetes
gestational, confirmed COVID-19

15
14/02/2021 S : keluhan (-) P:
12.00 - Cefadroxil 2x500 mg
O : kesadaran compos mentis - Asam mefenamat 3x500 mg
T : 130/80 mmHg -Breast care
N : 92x/menit -Vulva hygiene
R : 20x/menit -Observasi keadaan umum, tanda
S : 36,5 C vital, perdarahan
Abdomen: datar lembut - Rencana rawat jalan
TFU: 2 jari bawah pusat
Kontraksi: baik
Perdarahan pervaginam: (-)

A : P1A1 partus maturus dengan ekstraksi


vakum atas indikasi waktu, diabetes
gestational, confirmed COVID-19

16
III. PERTANYAAN

1. Bagaimana mendiagnosis diabetes karena kehamilan dan diabetes yang sudah dimiliki

sebelum kehamilan namun tidak terdiagnosis sebelumnya?

2. Apakah metode persalinan pada kasus ini sudah sesuai?

3. Apakah pemantauan pasca salin pada kasus ini sudah tepat? Apa saja yang perlu diperhatikan

bila pasien merencanakan kehamilan selanjutnya?

IV. PEMBAHASAN

1. Bagaimana mendiagnosis diabetes karena kehamilan dan diabetes yang sudah

dimiliki sebelum kehamilan namun tidak terdiagnosis sebelumnya?

Diabetes melitus merupakan suatu penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia

yang terjadi akibat gangguan sekresi insulin dan/atau kerja insulin. Diabetes melitus secara

garis besar diklasifikasikan menjadi diabetes melitus tipe 1, tipe 2, diabetes tipe lain, serta

diabetes melitus gestasional. Diabetes tipe 1 meupakan diabetes yang terjadi akibat

penghancuran sel autoimun, biasanya mengarah pada defisiensi insulin absolut. Diabetes tipe

2 terjadi akibat hilangnya sekresi insulin yang adekuat oleh sel beta pankreas secara progresif,

berhubungan dengan resistensi insulin. Diabetes melitus gestasional merupakan diabetes yang

didiagnosis pertama kali pada trimester kedua atau ketiga kehamilan tanpa adanya diabetes

sebelum kehamilan.2

Diabetes melitus gestasional adalah salah satu penyulit yang umum terjadi selama

kehamilan. Prevalensi diabetes mellitus gestasional bervariasi tergantung pada faktor risiko

yang ada, yakni usia, ras, dan indeks massa tubuh. Diabetes melitus gestasional didefinisikan

sebagai semua derajat intoleransi glukosa dengan awitan pertama kali selama kehamilan.

Kehamilan sendiri diketahui berkaitan dengan resistensi insulin dan hiperinsulinemia yang

dapat memberikan kecenderungan terjadinya diabetes pada beberapa wanita.2, 3

17
Diabetes melitus gestasional terjadi akibat disfungsi sel beta pankreas dan resistensi

insulin kronis selama kehamilan. Sejumlah organ dan sistem seperti otak, jaringan adiposa,

hati, otot, dan plasenta ikut berkontribusi atau bahkan dipengaruhi oleh diabetes melitus

gestasional.11

Gambar 1. Organ yang ikut dalam patofisiologi diabetes melitus gestasional11

Pada kehamilan normal, sel beta pankreas akan mengalami hiperplasia dan hipertrofi

untuk memenuhi kebutuhan metabolik kehamilan.12, 13 Glukosa darah akan naik seiring dengan

turunnya sensitivitas insulin. Setelah kehamilan, sel beta pankreas, glukosa darah, dan

sensitivitas insulin akan kembali normal. Pada diabetes gestasional, sel beta pankreas gagal

mengkompensasi kebutuhan selama kehamilan, dan ketika dikombinasikan dengan penurunan

sensitivitas insulin, hal ini menyebabkan hiperglikemia. Setelah kehamilan, sel beta pankreas,

glukosa darah, dan sensitivitas insulin dapat kembali normal atau mungkin tetap terganggu

sehingga meningkatkan risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2.11

18
Gambar 2. Patofisiologi Diabetes Melitus Gestasional11

Diabetes melitus dapat menyebabkan beberapa komplikasi, namun yang paling sering

terjadi adalah komplikasi vaskular yakni mikroangiopati dan makroangiopati. Komplikasi

tersebut merupakam komplikasi diabetes kronis yang umumnya terjadi setelah evolusi diabetes

selama bertahun-tahun. Mikroangiopati merupakan gangguan yang mengenai pembuluh darah

kecil di seluruh tubuh, yang paling sering terpengaruhi adalah mata (retinopati), ginjal

(nefropati), dan saraf (neuropati). Lesi mikrovaskular ini dapat mempengaruhi kesehatan ibu

maupun janin. Nefropati diabetik dapat meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia, kelahiran

19
prematur, intrauterine growth restriction, dan kematian janin dalam rahim. Sebaliknya,

kehamilan pada wanita dengan diabetes tampaknya meningkatkan risiko perkembangan

mikroangiopati di kemudian hari.14

Pada kasus ini, pasien hamil dan didiagnosis diabetes gestasional serta confirmed

COVID-19. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit menular yang

disebabkan oleh virus dalam famili Coronavirus.15 Perubahan fisiologis selama kehamilan,

seperti penurunan kapasitas residu fungsional paru, elevasi diafragma, edema mukosa saluran

pernapasan, serta perubahan imunitas dapat meningkatkan risiko terkena infeksi COVID-19.12,
13, 16
Di samping itu, kondisi diabetes juga meningkatkan kerentanan seseorang terkena infeksi,

termasuk COVID-19. Resistensi insulin serta peningkatan advanced glycation end products

dapat menurunkan aktivitas sel T dan menyebabkan respon imun menjadi lebih lemah. Selain

itu, diabetes juga diketahui berhubungan penyakit COVID-19 yang lebih parah. Gangguan

metabolisme glukosa yang terjadi pada pasien diabtes dapat meningkatkan risiko terjadinya

pneumonia berat, respon inflamasi tidak terkontrol, dan keadaan hiperkoagulasi pada COVID-

19. Perubahan respon imun yang terjadi pada pasien diabetes seperti gangguan fungsi limfosit,

neutrofil, dan monosit juga berperan dalam menyebabkan progresi penyakit COVID-19 yang

menjadi lebih parah. Sejak awal pandemi COVID-19, kelompok-kelompok tertentu seperti

lansia, wanita hamil, serta orang dengan komorbid seperti diabetes melitus diketahui memiliki

risiko lebih tinggi untuk terinfeksi COVID-19 dan mengalami penyakit COVID-19 yang lebih

parah. Maka dari itu, wanita hamil menjadi lebih rentan lagi apabila terdiagnosis diabetes dan

terinfeksi COVID-19 seperti pada kasus ini.17

Diabetes melitus gestasional dapat merugikan ibu maupun bayi. Wanita dengan

diabetes mellitus gestasional memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami hipertensi selama

kehamilan, termasuk hipertensi gestasional, pre-eklampsia, dan eklampsia. Selain itu, diabetes

melitus gestasional juga meningkatkan risiko terjadinya polihidramnion yang dapat berujung

20
pada persalinan prematur. Konsekuensi lain dari diabetes mellitus gestasional yang menjadi

perhatian adalah makrosomia. Pertumbuhan janin berlebihan ini berhubungan dengan

terjadinya trauma lahir, morbiditas ibu dari persalinan sesar, distosia bahu, serta hipoglikemia

neonatal. Morbiditas neonatus yang sering terjadi pada bayi dari wanita dengan diabetes

melitus gestasional adalah hiperbilirubinemia, hipokalsemia, eritema, dan sindrom gangguan

pernapasan. Komplikasi jangka panjang dari diabetes melitus gestasional termasuk diabetes

dan penyakit kardiovaskular pada ibu, serta obesitas dan diabetes pada anak.4-6Oleh karena itu,

skrining dan diagnosis diabetes melitus gestasional sangatlah penting untuk mengurangi atau

mencegah risiko terjadinya konsekuensi buruk dari diabetes melitus gestasional pada ibu dan

anak.

Skrining diabetes melitus gestasional dapat dimulai dengan melakukan anamnesis

mengenai riwayat medis riwayat obstretik, serta riwayat keluarga diabetes melitus tipe 2.6

Selanjutnya, Iyaitu pasien obesitas (IMT ≥25kg/m2) dengan salah satu faktor risiko tambahan

yakni inaktivitas fisik, keluarga dengan diabetes, ras/etnis berisiko tinggi, pernah melahirkan

bayi dengan berat badan >4000g atau pernah didiagnosis dengan diabetes melitus gestasional,

hipertensi (≥140/90 mmHg), kadar kolesterol HDL <35 mg/dl dan/atau kadar trigliserida 250

mg/dl, terdiagnosis dengan polycystic ovarian syndrome, riwayat penyakit kardiovaskuler, atau

memiliki kondisi klinis lain yang berhubungan dengan resistensi insulin (misalnya akantosis

nigricans). Skrining diabetes tipe 2 dapat dilakukan dengan pemeriksaan gula darah puasa,

HbA1c, atau gula darah sewaktu dengan mengacu pada kriteria diagnosis diabetes terstandar.

Diabetes dapat didiagnosis bila glukosa darah puasa ≥126 mg/dl atau bila pada pemeriksaan

glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah tes toleransi glukosa oral dengan beban glukosa 75

gram, atau bila terdapat gejala klasik diabetes dengan gula darah puasa >200 mg/dl atau hasil

pemeriksaan HbA1c ≥6,5%.2, 8

21
Pada wanita hamil tidak berisiko yang tidak menderita diabetes atau wanita hamil risiko

tinggi yang sudah melakukan skrining gula darah pada trimester 1 dan hasilnya tidak

terdiagnosis diabetes, skrining untuk diabetes melitus gestasional dapat dilakukan pada usia

kehamilan 24-28 minggu.2, 8American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)

merekomendasikan penggunaan proses penyaringan dua langkah, dimulai dengan pemberian

larutan glukosa oral 50 gram yang diikuti dengan penentuan gula darah 1 jam setelahnya. Jika

hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan beban 50 gram menunjukkan hasil positif

(>130-140 mg/dL), maka pemeriksaan dilanjutkan dengan TTGO 100 gram yang diikuti

dengan pemeriksaan gula darah 3 jam setelahnya. Bila pada pemeriksaan 3 jam TTGO 100

gram didapatkan hasil positif juga (>140-145 mg/dL), maka diagnosis diabetes melitus

gestasional dapat ditegakkan.6

Pada tahun 2010, International Asssociation of Diabetes and Pregnancy Study Group

(IADPSG) merekomendasikan penggunaan pendekatan satu langkah untuk mendiagnosis

diabetes melitus gestasional, yakni menggunakan TTGO 75 gram, 2 jam. Berdasarkan

IADPSG, diagnosis diabetes melitus gestasional ditegakkan ketika salah satu kriteria berikut

terpenuhi; yakni gula darah puasa ≥92 mg/dL; glukosa darah 1 jam ≥180 mg/dL; atau glukosa

darah 2 jam ≥153 mg/dL. Dengan menggunakan pendekatan diagnosis satu langkah dari

IADPSG, prevalensi diabetes melitus gestasional meningkat hingga dua sampai tiga kali

dibandingkan ketika menggunakan pendekatan diagnosis dua langkah.8 Pada tahun 2011,

American Diabetes Association (ADA) mendukung kriteria diagnosis satu langkah ini.2

Pedoman baru dari IADPSG ini kemudian diadopsi oleh WHO pada tahun 2013, yang

menyatakan bahwa diabetes melitus gestasional harus didiagnosis kapanpun dalam kehamilan

jika minimal satu kriteria berikut terpenuhi: gula darah puasa ≥5,1-6,9 mmol/L (92 -125

mg/dL), gula darah 1 jam setelah beban glukosa oral 75 gram ≥10,0 mmol/L (180 mg/dL), atau

gula darah 2 jam setelah beban glukosa oral 75 gram ≥8,5-11,0 mmol/L (153-199 mg/dL).18

22
Gambar 3. Pedoman diabetes mellitus gestasional yang umum digunakan3

Gambar 4. Alur tatalaksana Diabetes Melitus Gestasional19

23
Setelah diabetes melitus gestasional terdiagnosis, tatalaksana dimulai dengan

modifikasi gaya hidup yang terdiri dari terapi nutrisi medis, aktivitas fisik, dan manajemen

berat badan. Terapi nutrisi medis untuk diabetes melitus gestasional merupakan rencana nutrisi

individual yang dikembangkan oleh pasien dan ahli gizi. Terapi nutrisi yang diberikan harus

dapat memberikan asupan kalori yang cukup untuk menjamin kesehatan jani dan ibu, mencapai

kontrol glikemik, dan mendorong peningkatan berat badan selama kehamilan yang sesuai.

Terapi nutrisi harus didasarkan pada asesment gizi dengan panduan dari Dietary Reference

Intakes (DRI). DRI untuk semua ibu hamil merekomendasikan minimal 175 gram karbohidrat,

minimal 71 gram protein, dan 28 gram serat. Diet tidak boleh tinggi lemak jenuh.

Kebutuhan kalori dapat dihitung berdasarkan berat badan ideal: 30 kkal/kg untuk

wanita dengan IMT 22-25; 24 kkal/kg untuk wanita dengan IMT 26-29; dan 12-15 kkal/kg

untuk wanita dengan IMT >30. Asupan karbohidrat harus dikurangi menjadi 35-45% dari total

kalori dan didistribusikan dalam 3 kali makan dan 2-4 kali camilan. Hal ini membantu

mengurangi kadar glukosa postprandial dengan tetap memastikan nutrisi yang cukup untuk ibu

dan janin. Pertambahan berat badan yang berlebihan harus dicegah karena dapat semakin

meningkatkan risiko morbiditas bagi ibu dan janin. Kenaikan berat badan yang

direkomendasikan selama kehamilan tunggal tergantung pada IMT sebelum hamil, yakni 12,5-

18 kg kenaikan berat badan untuk wanita kurus (IMT <18,5 kg/m2); 11,5-16 kg untuk berat

badan normal (IMT 18,5-24,9 kg/m2); 7-11,5 kg untuk kelebihan berat badan (IMT 25-29,9

kg/m2), dan 5-9 kg untuk obesitas (IMT 30,0 kg/m2).3, 10

Pemantauan kadar gula darah harus dilakukan secara berkala. Target gula darah pada

pasien diabetes melitus gestasional adalah: gula darah puasa <95 mg/dL, gula darah 1 jam

setelah beban glukosa oral 75 gram <140 mg/dL, atau gula darah 2 jam setelah beban glukosa

oral 75 gram <120 mg/dL.10

24
Terapi farmakologis, direkomendasikan ketika target gula darah tidak dapat dicapai

secara konsisten melalui terapi nutrisi dan olahraga. Metformin dan glyburide secara umum

tidak direkomendasikan pada diabetes melitus gestasional karena dapat melewati plasenta.

Insulin merupakan pilihan utama untuk mengatasi hiperglikemia pada giabetes melitus

gestasional karena insulin tidak melewati plasenta dan dapat mencapai kontrol metabolik yang

ketat. Jika insulin digunakan sepanjang hari pada wanita yang mengalami peningkatan gula

darah puasa dan postprandial, dosis inisial yang diberikan biasanya adalah 0,7-1,0 unit/kg

setiap harinya. Dosis ini harus dibagi menjadi rejimen injeksi multipel menggunakan insulin

kerja panjang atau kerja menengah dalam kombinasi dengan insulin kerja pendek.6, 10

Namun, jika abnormalitas gula darah hanya terisolasi pada waktu tertentu, rejimen

insulin yang diberikan lebih baik berfokus untuk mengoreksi hiperglikemia spesifik tersebut.

Misalnya, pada wanita dengan hanya gula darah puasanya saja yang tinggi, dapat diberikan

insulin kerja menengah pada malam hari, seperti insulin NPH. Demikian pula, pada wanita

dengan peningkatan hanya pada glukosa postprandial saat sarapan, cukup diberikan insulin

kerja cepat sebelum sarapan. Terlepas dari dosis awal, dosis berikutnya harus disesuaikan

secara individual tergantun pada kadar gula darahnya. Pada kelas insulin kerja panjang dan

kerja menenganh, jenis insulin yang biasa digunakan pada kehamilan adalah insulin NPH,

insulin glargine, dan insulin detemir. Untuk insulin kerja cepat, analog insulin—termasuk

insulin lispro dan insulin aspart—biasa digunakan pada kehamilan dan telah terbukti tidak

melewati plasenta.3, 6

Gambar 4. Agen insulin yang biasa digunakan pada diabetes gestasional6

25
Dalam mendiagnosis diabetes melitus gestasional, dilakukan beberapa pemeriksaan

penunjang meliputi: pemeriksaan gula darah pada kunjungan antenatal pertama pada kelompok

risiko tinggi untuk skrining diabetes tipe 2 yang tidak terdiagnosis sebelum kehamilan dan

pemeriksaan gula darah pada usia kehamilan 24-28 minggu untuk skrining diabetes melitus

gestasional. Pada kasus ini, pasien tidak dilakukan pemeriksaan gula darah pada pemeriksaan

antenatal pertama karena pasien memiliki IMT yang normal sehingga tidak termasuk dalam

kelompok risiko tinggi. Skrining diabetes melitus gestasional pada setiap ibu hamil usia

kehamilan 24-28 minggu. Metode pemeriksaan yang dilakukan pada pasien ini mengikuti

rekomendasi WHO 2013, yaitu dimulai dengan pemeriksaan gula darah puasa kemudian

dilanjutkan dengan pemeriksaan oral GTT dengan beban glukosa oral 75 gram. Pada kasus ini,

pasien terdiagnosa dengan diabetes gestasional pada usia kehamilan 2 bulan. Pasien kontrol di

dokter keluarga dan disarankan untuk diperiksa lebih lanjut oleh dokter kandungan. Setelah

pasien kontrol dengan dokter kandungan, pasien dianjurkan untuk menggunakan insulin oleh

dokter kandungan. Pasien di konsulkan ke dokter penyakit dalam dan akhirnya di berikan

insulin kerja cepat yaitu Insulin Aspart (Novorapid) 3x8 IU. Setelah paska melahirkan sampai

sekarang, pasien menggunakan insulin untuk pengobatan diabetes dengan pengawasan dokter

spesialis penyakit dalam. Kondisi anak pada pasien ini tidak terdiagnosis diabetes dan sampai

sekarang kondisi anak tersebut baik.

2. Apakah metode persalinan pada kasus ini sudah sesuai?

Pasien diabetes melitus gestasional dengan kontrol glikemik yang baik dan tidak

memiliki komplikasi lain umumnya dikelola secara ekspektatif sampai aterm. Pasien diabetes

melitus gestasional yang terkontrol hanya dengan diet dan olahraga tidak direkomendasikan

untuk melakukan terminasi kehamilan sebelum usia gestasi 39 minggu. Pada pasien-pasien

tersebut pengelolaan ekspektatif hingga usia kehamilan 40 6/7 minggu dapat dikatakan tepat.

26
Untuk wanita dengan diabetes melitus gestasional yang terkontrol dengan terapi

medikamentosa, terminasi kehamilan dianjurkan untuk dilakukan pada usia kehamilan 39 0/7

minggu hingga 39 6/7 minggu. Apabila diabetes tidak terkontrol, persalinan premature akhir

atau aterm awal (sebelum usia kehamilan 38 6/7 minggu) direkomendasikan. Namun, dalam

praktiknya, persalinan sesuai usia kehamilan yang direkomendasikan ini sulit untuk

dilakukan.6, 9 Waktu dilakukannya terminasi kehamilan pada diabetes gestasional atau diabetes

pregestasional juga bisa ditentukan oleh risiko terjadinya morbiditas dan mortalitas janin dalam

rahim. Pasien dikatakan memiliki risiko rendah apabila regulasi gula darah baik, tidak ada

vaskulopati, pertumbuhan janin normal, pemantuan kesejahteraan janin antepartum baik, dan

tidak memiliki riwayat melahirkan stillbirth. Pada pasien dengan risiko rendah seperti ini,

persalinan diperbolehkan sampai usia kehamilan 40 minggu. Pada pasien dengan risiko tinggi,

yaitu pasien dengan regulasi gula darah buruk, memiliki komplikasi vaskulopati, pertumbuhan

janin abnormal, polihidramnios, atau memiliki riwayat melahirkan stillbirth, persalinan

direkomendasikan sejak usia kehamilan 38 minggu (bila tes maturasi paru janin positif).20

Karena makrosomia serta distosia bahu lebih sering terjadi pada wanita dengan diabetes

melitus gestasional, maka penilaian pertumbuhan janin dengan ultrasonografi atau

pemeriksaan klinis pada trimester tiga akhir harus dilakukan untuk membantu mengidentifikasi

makrosomia serta risiko distosia bahu pada wanita dengan diabetes melitus gestasional. ACOG

merekomendasikan dilakukannya konseling mengenai risiko serta manfaat persalinan seksio

sesarea pada pasien diabetes melitus gestasional dengan taksiran berat badan anak ≥4500

gram.6

27
Gambar 5. Waktu persalinan yang tepat pada diabetes dalam kehamilan20

Tujuan dari pengelolaan intrapartum pada pasien diabetes melitus gestasional adalah

untuk mempertahankan normoglikemia, yaitu kadar glukosa darah antara 72-126 mg/dL, untuk

mencegah hipoglikemia neonatus. Umumnya, pasien dengan diabetes yang terkontrol oleh diet

tidak memerlukan insulin intrapartum dan hanya memebutuhkan pemantauan gula darah saat

awal persalinan dan kemudian dapat dipantau ulang setiap 4-6 jam. Pasien dengan diabetes

melitus gestasional yang membutuhkan insulin harus dipantau gula darahnya setiap 1-2 jam,

namun masih belum ada rekomendasi yang jelas mengenai pendekatan optimal untuk

manajemen glukosa/insulin selama persalinan.3

28
Selain mengalami diabetes gestasional, pasien pada kasus ini juga didiagnosis dengan

confirmed COVID-19. Pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 dapat dikelompokkan ke dalam

beberapa kategori berdasarkan derajat keparahannya, yakni:

- Infeksi Asimtomatik: individu yang dites positif SARS-CoV-2 menggunakan tes virologi

(tes amplifikasi asam nukleat atau tes antigen) tetapi tidak memiliki gejala COVID-19.

- Derajat Ringan: pasien dengan salah satu dari tanda dan gejala COVID-19 (misalnya,

demam, batuk, sakit tenggorokan, malaise, sakit kepala, nyeri otot, mual, muntah, diare,

kehilangan rasa dan penciuman), tanpa disertai sesak napas, napas cepat, dispnea, atau

pencitraan dada abnormal.

- Derajat Sedang: pasien dengan tanda pneumonia yang ditemukan pada pemeriksaan klinis

(demam, sesak napas, napas cepat) atau pada pencitraan, namun saturasi oksigen (SpO2)

≥93% pada udara ruangan di permukaan laut.

- Derajat Berat: pasien dengan tanda klinis pneumonia dengan minimal satu di antara: SpO2

<93% pada udara ruangan di permukaan laut, frekuensi pernapasan >30x/menit, atau

distres pernapasn berat.

- Kritis: pasien dengan gagal napas, syok septik, dan/atau disfungsi organ multipel.21

Wanita hamil dengan penyakit derajat ringan dengan komorbiditas (misalnya,

hipertensi yang tidak terkontrol atau diabetes gestasional atau pregestasional, penyakit ginjal

kronis, penyakit kardiopulmoner kronis, keadaan imunosupresif) atau penyakit derajat sedang

hingga kritis harus dirawat di rumah sakit. Wanita hamil dengan penyakit derajat parah atau

kritis harus dirawat oleh tim multidisiplin di rumah sakit tipe B atau A dengan perawatan

obstetrik dan unit perawatan intensif (ICU). Pada kasus ini, pasien hamil dengan COVID-19

moderate case atau derajat sedang yang disertai komorbiditas yaitu diabetes gestasional. Sesuai

dengan rekomendasi di atas, pasien di kasus ini dirawat inap di rumah sakit.15

29
Distosia merupakan persalinan abnormal yang dapat terjadi akibat 3 hal, yakni

abnormalitas pada power (kontraksi uterus atau kekuatan ekspulsif ibu), passenger (posisi,

ukuran, atau presentasi janin), atau passage (panggul atau jaringan lunak).22 Pada kasus ini

pasien mengalami abnormalitas pada power dimana kekuatan ekspulsif ibu menurun karena

ibu kelelahan dan karena adanya COVID-19 moderate case yang menyebabkan ibu mengalami

bronkopneumonia bilateral sehingga ibu sesak dan mengalami gangguan pernapasan, Tidak

terdapat abnormalitas passenger pada kasus ini, dimana taksiran berat badan janin adalah 2600

gram, presentasi janin adalah kepala, dan pada kala 2 posisi ubun ubun kecil ada di anterior.

Keadaan passage pada pasien inipun dalam batas normal, dimana dilakukan pemeriksaan

panggul dan didapatkan kesan panggul baik serta tidak ditemukan tumor jalan lahir.

Persalinan dengan ekstraksi vakum adalah usaha untuk melahirkan bayi dengan

memasang sebuah mangkuk (cup) vakum di kepala bayi dengan tekanan negatif. Ekstraksi

vakum ini merupakan salah satu jenis persalinan operatif pervaginam. Persalinan operatif

pervaginam dilakukan dengan tujuan mempercepat persalinan pervaginam baik atas indikasi

ibu maupun janin. Persalinan operatif pervaginam terdiri dari dua jenis, yakni persalinan

dengan ekstraksi vakum dan forsep. Pemilihan metode didasarkan pada kenyamanan dokter

serta keadaan pasiennya sendiri.23

Indikasi persalinan operatif pervaginam antara lain adalah kelelahan ibu, adanya

dugaan gawat janin, persalinan kala dua yang memanjang (wanita nullipara setelah 2 jam (atau

3 jam bila dengan anestesi regional), wanita multipara setelah 1 jam (atau 2 jam bila dengan

anestesi regional), atau ibu kelelahan), atau untuk memperpendek kala dua persalinan pada

kondisi ibu tertentu seperti penyakit kardiovaskular atau neurologis.13, 24

Kontraindikasi persalinan operatif pervaginam meliputi kelainan perdarahan pada janin

(hemofilia, trombositopenia, dll) dengan maksud menghindari persalinan traumatic, adanya

demineralisasi janin dan kelainan jaringan ikat, serta presentasi muka (merupakan

30
kontraindikasi absolut pada ekstraksi vakum). Persalinan dengan ekstraksi vakum juga tidak

dianjurkan pada usia kehamilan <34 minggu.23

Adapun kriteria untuk dilakukannya persalinan dengan vakum antara lain adalah

dilakukannya informed consent pada pasien dan keluarga, pembukaan serviks lengkap, ketuban

pecah atau dipecahkan, kepala engaged (stasion 0, Hodge 3), presentasi verteks, turunnya

bagian terendah dan posisi kepala dapat ditentukan, taksiran berat badan anak sudah diketahui,

panggul normal, kandung kemih kosong, operator berpengalaman, tersedia ruang operasi dan

tim operasi, serta tersedia spesialis anak dan resusitasi neonatus, tidak ada kecurigaan kepala

panggul, serta tidak ada kontraindikasi.13

Persalinan dengan bantuan ekstraksi vakum dapat menyebabkan beberapa komplikasi.

Komplikasi maternal yang dapat terjadi adalah rupture vagina dan perineum, nyeri saat dan

setelah persalinan. Komplikasi neonatus yang dapat terjadi antara lain adalah laserasi kulit

kepala, cephalhematoma, perdarahan retina, perdarahan intrakranial, fraktur tengkorak,

hyperbilirubinemia, dan lesi pada sel saraf.23

Persalinan dengan ekstraksi vakum pada kasus ini sudah tepat. Pasien mengalami

distosia akibat abnormalitas power dimana kontraksi uterus awalnya dianggap tidak adekuat

yaitu 2-3x dalam 10 menit dengan durasi 20 detik pada fase aktif. Maka dari itu, diputuskan

untuk dilakukan augmentasi drip oksitosin sebanyak 2 labu. Saat pembukaan lengkap, pasien

dipimpin meneran selama 1 jam, namun tidak terdapat kemajuan persalinan dan bayi belum

lahir, maka dari itu diputuskan untuk dilakukan ekstraksi vakum karena ibu sudah kelelahan.

Selain itu, pasien ini juga terdiagnosis confirmed COVID-19 moderate case dengan rontgen

paru menunjukkan adanya bronkopneumonia bilateral yang menyebabkan pasien mengalami

sesak dan gangguan napas sehingga semakin menurunkan kemampuan ibu meneran. Ekstraksi

vakum pada kasus ini dilakukan untuk menghindai gawat janin serta risiko pada ibu.

31
3. Apakah pemantauan pasca salin pada kasus ini sudah tepat? Apa saja yang perlu

diperhatikan bila pasien merencanakan kehamilan selanjutnya?

Kadar gula darah puasa harus dipantau 24-72 jam pasca salin untuk memastikan bahwa

ibu tidak lagi hiperglikemik. Secara umum, wanita dengan diabetes melitus gestasional jarang

yang membutuhkan insulin pada periode pasca salin.3

Meskipun intoleransi karbohidrat pada diabetes melitus gestasional akan mengalami

resolusi setelah melahirkan, sekitar sepertiga dari pasien diabetes melitus gestasional

mengalami gangguan metabolisme glukosa atau terdiagnosis diabetes pada skrining pasca

salin. Sekitar 15-70% pasien diabetes melitus gestasional akan memiliki diabetes (terutama tipe

2) di kemudian hari. Maka dari itu, skrining postpartum pada seluruh wanita dengan riwayat

diabetes melitus gestasional direkomendasikan. American College of Obstetricians and

Gynecologists merekomendasikan skrining ini dilakukan 4-12 minggu pasca salin dengan

pemeriksaan gula darah puasa dan tes toleransi glukosa oral 2 jam dengan beban 75 gram.6

Walaupun pemeriksaan gula darah puasa lebih mudah dilakukan, sensitivitasnya masih kurang

baik, maka dari itu Fifth International Workshop on Gestational Diabetes Mellitus hanya

merekomendasikan skrining postpartum dengan TTGO 2 jam beban 75 gram.25 Rekomendasi

ini juga sejalan dengan anjuran dari American Diabetes Association.10

Apabila hasil skrining menunjukkan pasien terdiagnosis diabetes, maka pasien dirujuk

untuk mendapatkan terapi yang sesuai. Apabila hasil skrining menunjukkan adanya

prediabetes, maka pasien harus mendapatkan intervensi gaya hidup intensif dan/atau metformin

untuk mencegah perkembangan menjadi diabetes. Namun apabila hasil skrining didapatkan

normal, ADA dan ACOG merekomendasikan dilakukannya pemeriksaan ulang setiap 1-3

tahun untuk semua wanita dengan riwayat diabetes melitus gestasional.6, 10

Perencanaan kehamilan sangatlah penting pada wanita dengan riwayat diabetes melitus

gestasional untuk memastikan tercapainya kontrol glikemik prakonsepsi sehingga dapat

32
mencegah malformasi kongenital dan mengurangi risiko komplikasi diabetes lainnya. Oleh

karena itu, rencana kontrasepsi harus didiskusikan dan diimplementasikan pada semua wanita

dengan riwayat diabetes melitus gestasional yang memiliki potensi reproduksi. Perencanaan

ini dimulai segera pasca persalinan. Pilihan kontrasepsi untuk wanita dengan riwayat diabetes

melitus gestasional sama dengan wanita lain tanpa diabetes.10

Wanita yang pernah mengalami diabetes melitus gestasional memiliki kemungkinan

30-69% lebih tinggi untuk mengalami rekurensi pada kehamilan berikutnya.26 Maka dari itu,

pasien yang ingin hamil lagi direkomendasikan untuk melakukan skrining gula darah

prakonsepsi untuk mendeteksi adanya abnormalitas metabolisme glukosa sebelum

pembuahan.6 Selain itu konseling prakonsepsi juga penting untuk dilakukan. Konseling ini

harus membahas pentingnya mencapai kadar glukosa prakonsepsi senormal mungkin, idealnya

HbA1C <6,5% untuk mengurangi risiko kelainan kongenital, preeklamsia, makrosomia, dan

komplikasi diabetes lainnya.10

Pada kasus ini, sudah dilakukan pemantauan kadar glukosa pasca salin namun

dilakukan melalui pemeriksaan gula darah sewaktu dimana beberapa literatur lebih

merekomendasikan pemeriksaan gula darah puasa. Pemantauan pasca salin yang selanjutnya

harus dilakukan pada kasus ini adalah skrining gula darah 4-12 minggu pasca salin.

Perencanaan kehamilan selanjutnya pada pasien ini harus dimulai sejak sebelum konsepsi yaitu

dengan melakukan skrining dan konseling prakonsepsi sehingga dapat mencegah terjadinya

komplikasi.

33
V. KESIMPULAN

1. Skrining dan diagnosis diabetes melitus gestasional dimulai dengan skrining diabetes tipe

2 yang tidak terdiagnosis sebelum kehamilan yang dilakukan pada kunjungan antenatal

pertama (trimester pertama) pada pasien dengan risiko tinggi. Apabila hasil skrining tidak

menunjukkan adanya diabetes, dilanjutkan dengan skrining diabetes melitus gestasional

pada usia kehamilan 24-28 minggu menggunakan tes toleransi glukosa oral, baik dengan

pendekatan satu langkah maupun pendekatan dua langkah.

2. Pada kasus ini, persalinan dengan ekstraksi vakum dilakukan karena ibu sudah kelelahan

untuk dilanjutkannya persalinan alami dan karena kekuatan meneran ibu menurun akibat

adanya bronkopneumonia bilateral dari COVID-19. Ekstraksi vakum dilakukan untuk

menghindari gawat janin dan risiko pada ibu.

3. Pada kasus ini, sudah dilakukan pemantauan kadar glukosa pasca salin melalui

pemeriksaan gula darah sewaktu. Perencanaan kehamilan selanjutnya pada pasien ini

harus dimulai sejak sebelum konsepsi yaitu dengan melakukan skrining dan konseling

prakonsepsi sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi.

VI. SARAN

1. Skrining diabetes pada kehamilan, baik diabetes gestasional maupun diabetes

pregestasional sebaiknya secara rutin dilakukan agar diagnosis dan tatalaksana dapat

dilakukan secara dini guna mengurangi morbiditas pada ibu dan anak.

2. Metode dan waktu terminasi kehamilan hendaknya dilakukan dengan

mempertimbagkan kondisi masing-masing pasien, sehingga dapat dipilih tindakan yang

sesuai dengan keadaan pasien.

3. Pemantauan kadar glukosa pasca salin yang direkomendasikan adalah dengan

pemeriksaan gula darah puasa. Pemantauan pasca salin yang selanjutnya harus

34
dilakukan pada kasus ini adalah skrining gula darah 4-12 minggu pasca salin dengan

pemeriksaan gula darah puasa dan tes toleransi glukosa oral 2 jam dengan beban 75

gram untuk melihat apakah terjadi gangguan metabolisme glukosa pasca salin.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Fong A, Serra A, Herrero T, Pan D, Ogunyemi D. Pre-gestational versus gestational


diabetes: a population based study on clinical and demographic differences. Journal of
Diabetes and its Complications. 2014;28(1):29-34.
2. Association AD. 2. Classification and diagnosis of diabetes: standards of medical care in
diabetes—2020. Diabetes care. 2020;43(Supplement 1):S14-S31.
3. Alfadhli EM. Gestational diabetes mellitus. Saudi medical journal. 2015;36(4):399.
4. Muche AA, Olayemi OO, Gete YK. Effects of gestational diabetes mellitus on risk of
adverse maternal outcomes: a prospective cohort study in Northwest Ethiopia. BMC
pregnancy and childbirth. 2020;20(1):1-13.
5. Kaaja R, Rönnemaa T. Gestational diabetes: pathogenesis and consequences to mother
and offspring. The review of diabetic studies: RDS. 2008;5(4):194.
6. Mellitus GD. ACOG practice bulletin. ACOG: Washington, DC, USA. 2018.
7. Barbour LA. Unresolved controversies in gestational diabetes: implications on maternal
and infant health. Current Opinion in Endocrinology, Diabetes and Obesity.
2014;21(4):264-70.
8. Weinert LS. International Association of Diabetes and Pregnancy Study Groups
recommendations on the diagnosis and classification of hyperglycemia in pregnancy:
comment to the International Association of Diabetes and Pregnancy Study Groups
Consensus Panel. Diabetes care. 2010;33(7):e97-e.
9. Kalra B, Gupta Y, Kalra S. Timing of delivery in gestational diabetes mellitus: need for
person-centered, shared decision-making. Diabetes Therapy. 2016;7(2):169-74.
10. Association AD. 14. Management of diabetes in pregnancy: Standards of Medical Care
in Diabetes—2020. Diabetes Care. 2020;43(Supplement 1):S183-S92.
11. Plows JF, Stanley JL, Baker PN, Reynolds CM, Vickers MH. The Pathophysiology of
Gestational Diabetes Mellitus. Int J Mol Sci. 2018;19(11):3342.
12. Krisnadi SR PA. Obstetri Fisiologi. 3rd ed: Sagung Seto; 2018.
13. Cunningham F LK, Bloom S, Spong C, Dashe J. Williams Obstetrics 25th ed ed:
McGraw Hill; 2018.
14. Leguizamón G, Trigubo D, Pereira JI, Vera MF, Fernández JA. Vascular complications
in the diabetic pregnancy. Current diabetes reports. 2015;15(4):22.

36
15. saluran Reproduksi PI. Rekomendasi penanganan infeksi virus corona (COVID-19) pada
maternal (hamil, bersalin dan nifas). Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
2020.
16. Akhtar H, Patel C, Abuelgasim E, Harky A. COVID-19 (SARS-CoV-2) infection in
pregnancy: a systematic review. Gynecologic and Obstetric Investigation.
2020;85(4):295-306.
17. Eberle C, James-Todd T, Stichling S. SARS-CoV-2 in diabetic pregnancies: a systematic
scoping review. BMC pregnancy and childbirth. 2021;21(1):1-10.
18. Organization WH. Diagnostic criteria and classification of hyperglycaemia first detected
in pregnancy. World Health Organization; 2013.
19. Turok DK, Ratcliffe SD, Baxley EG. Management of gestational diabetes mellitus.
American family physician. 2003;68(9):1767-72.
20. POGI. Protap Diabetes dalam Kehamilan. 2015.
21. Burhan E. Pedoman tatalaksana COVID-19. 2020.
22. Gill P, Henning JM, Van Hook JW. Abnormal Labor. [Updated 2021 Jul 19]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459260/.
23. Tonismae T, Canela CD, Gossman W. Vacuum Extraction. [Updated 2021 Jun 8]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459234/.
24. Baskett T. Assisted vaginal delivery. Munro Kerr's Operative Obstetrics E-Book.
2014:88.
25. Metzger BE, Buchanan TA, Coustan DR, De Leiva A, Dunger DB, Hadden DR, et al.
Summary and recommendations of the fifth international workshop-conference on
gestational diabetes mellitus. Diabetes care. 2007;30(Supplement 2):S251-S60.
26. MacNeill S, Dodds L, Hamilton DC, Armson BA, VandenHof M. Rates and risk factors
for recurrence of gestational diabetes. Diabetes care. 2001;24(4):659-62.

37

Anda mungkin juga menyukai