Anda di halaman 1dari 38

SOOCA II

Friday, 05 Februari 2021

PILIHAN PENANGANAN PERSALINAN YANG TEPAT PADA PASIEN


DENGAN MYASTHENIA GRAVIS

Oleh:

dr. M. Sandi Deviano

Narasumber :

Dr. dr. Adhi Pribadi, SpOG(K)

dr. Nungky Nugroho, Sp.OG

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN

BANDUNG

2021
I. PENDAHULUAN

Kejadian myasthenia gravis diperkirakan terjadi pada 1 dari 7500 orang

dalam suatu populasi. Penyakit yang merupakan kelainan neuromuscular yang

disebabkan oleh respon autoimun ini lebih sering terjadi pada populasi wanita

yang insidensinya paling tinggi terdapat pada usia 20 hingga 30 tahun. Pada

penderita myasthenia gravis respon autoantibodi terhadap protein post-sinaptik di

neuromuscular junction (NMJ). Selain faktor genetik kejadian myasthenia gravis

dihubungkan dengan perubahan atau gangguan perkembangan thymus, dapat

berupa hyperplasia ataupun thymoma. 1

Eksaserbasi pada myasthenia gravis merupakan kejadian yang harus di

antisipasi, kejadian ini dapat berupa krisis myasthenia, krisis myasthenia

refraktori, dan krisis kolinergik, ketiga keadaan ini dapat menjadi suatu bentuk

kegawat daruratan pada pasien myasthenia gravis, terutama pada pasien yang

sedang mengandung dan akan melakukan persalian.

Kehamilan bukan merupakan suatu kontraindikasi pada myasthenia gravis,

meskipun terdapat rekomendasi untuk menunda kehamilan pada tahun awal

penegakan diagnosis dan dimulainya terapi pada pasien. Pada kasus kasus

refrakter tindakan thymectomy dalam kehamilan dapat dipertimbangkan.Kejadian

eksaserbasi myasthenia tidak berbeda untuk setiap trimesternya, dan pada umum

nya pasien myasthenia yang stabil atau terkontrol akan tetap stabil selama

kehamilan.
Pada kasus kali ini akan dibahas mengenai pemilihan metode persalinan yang

tepat pada kasus wanita hamil dengan myasthenia gravis, Serta penatalaksanaan

selanjutnya pada pasien.

II. LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. RO

Usia : 25 tahun

Alamat : Karasak, RT/RW 001/020, Sukasari, Kabupaten

Sumedang

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Rekam Medis : 0001817xxx

Masuk Rumah Sakit : 30 November 2020 Jam 17.28

2.2 Anamnesis

Dikirim oleh : Poli Obstetri ginekologi RSHS

Keterangan : G1P0A0 gravida 37-38 minggu;riwayat myasthenia gravis

; riwayat operasi thymoma; pertumbuhan janin terhampat

tipe simetrikal

Keluhan utama : Rencana terminasi kehamilan

Anamnesis Khusus:
G1P0A0 merasa hamil 9 bulan datang untuk rencana seksio sesarea elektif. Pasien
diketahui memiliki riwayat myastenia gravis dan timoma pada tahun 2013 dan
dilakukan tindakan pengangkatan kelenjar thymus pada tahun 2016. Diakui pasien
rutin mengkonsumsi obat pyridostigmine sejak tahun 2014 dan dosisnya
diturunkan hingga akhir tahun 2018 pasien berhenti mengkonsumsi obat tersebut,
tanpa timbul gejala pada pasien. Keluhan kelemahan pada otot muka, kelopak
mata, otot ekstremitas, ganguan menelan, dan sesak napas disangkal. Keluhan
mules-mules yang semakin sering dan bertambah kuat disangkal. Keluhan keluar
cairan banyak dari jalan lahir disangkal. Gerak anak dirasakan ibu. Riwayat
penyakit kronis seperti darah tinggi, kencing manis dan asma disangkal. Sealama
kehamilan ibu mengakui berat badan meningkat hingga 20 kg. Keluhan demam
disertai batuk sesak nafas dan nyeri tenggorokan disangkal. Riwayat bepergian
keluar kota dalam 2 minggu terakhir disangkal. Riwayat kontak dengan pasien
COVID-19 disangkal. Karena keluhannya ibu berobat Poli Obstetri RSHS dan
direncakan seksio sesarea.

Riwayat obstetri:

1. Hamil ini

2.3 Keterangan Tambahan

Menikah : 1. Perempuan/24/SMA/IRT

Laki-laki/23/SMA/Buruh

Kontrasepsi yang lalu : Tidak Menggunakan kontrasepsi

Haid terakhir : 13/03/2020 (Haid teratur, 28 hari)

Prenatal care : Rumah Sakit 2x, SpOG 5x

Obat-obatan : (-)
2.4 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : tampak tenang

Kesadaran : compos mentis

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernafasan : 22 x/menit

Suhu : 36.5 oC

Kepala : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Jantung : S1,S2 (+) regular

Paru- paru : VBS kanan = kiri, ronkhi (-)/(-) , wheezing (-)/(-)

Pemeriksaan Neurologis:

Motorik :

Refleks : Fisiologis +/+

Patologis

Rangsang meningeal

Edema : -/-

Abdomen : cembung, lembut

hepar dan lien sulit dinilai

Berat Badan : 73 kg

Tinggi Badan : 165 cm

Abdomen

Fundus uteri : 32 cm
Lingkaran perut : 96 cm

Letak anak : Kepala, 5/5, punggung kanan

Bunyi jantung anak : 136-140x/menit

His : (-)

TBBA : 2600 gram

Pemeriksaan Dalam

Vulva/vagina : tidak ada kelainan

Portio : tebal lunak

Pembukaan : tertutup

2.5 Hasil Pemeriksaan Penunjang

2.5.1 Hasil Laboratorium

Parameter Hasil Satuan Nilai Normal


Hemoglobin 12,3 g/dL 11.7-15.5
Hematokrit 35,5 % 34.0-47.0
Leukosit 11.720 ribu/ µL 3.6 – 11.0
Trombosit 267.000 ribu/ µL 150 – 440
GDS - Mg/dL 70-115

LDH - U/L 81-234

SGOT (AST) 14 U/L 15-37

SGPT (ALT) 25 U/L 14-59


Ureum 19 Mg/dl 10-39

Kreatinin 0,63 Mg/dl 0,5-1,1

Natrium (Na) 134 mEq/L 135-145

Kalium (K) 4,3 mEq/L 3,5-5,1

Klorida (Cl) mEq/L 98-103

Kalsium Ion Mg/dl 4,5-5,6

Magnesium Mg/dl 1-2,4

2.5.2 Kardiotokografi

Baseline : 140 – 150 bpm

Variabilitas : > 5 bpm

Akselerasi : (-)

Dekselerasi : (-)

Kesimpulan : Kategori I

1.5.3 USG Fetomaternal (26/11/2020)

Janin tunggal hidup intrauterine; letak kepala; biometri 34-35 minggu; TBBJ

2605 gram; pulsasi jantung janin (+), Thorax: cardio 4CV normal; CTAR

21,79%. Abdomen: gaster terisi normal, vesika urinaria terisi normal.

Plasenta di korpus belakang, clear zone (+). Cairan ketuban SDP 5,24cm.

Velocimetri Doppler: A.Umb PI 0.99 S/D 2.96; MCA PI 1.61 S/D 3.97

Kesimpulan: Kehamilan 37-38 minggu dengan riwayat mistenia gravis dan

operasi thymus (pada ibu) suspek IUGR (tipe simetrikal).


2.6 Rencana Tindakan

- Rencana seksio sesarea elektif

- Informed consent pasien dan keluarga

- Konsul TS neurologi, anestesiologi dan perinatologi

- Observasi keadaan umum, tanda vital, His, BJA

2.7 Diagnosis Kerja

G1P0A0 gravida 37-38 minggu; riwayat myastenia gravis; riwayat operasi

Tymoma; Suspek intrauterine growth restriction simetrikal.

2.8 Prognosis

Ibu

Ad Vitam : Dubia Ad Bonam

Ad Functionam : Dubia

Bayi

Ad Vitam : Dubia Ad Bonam

Ad Functionam : Dubia

2.9 Observasi

Pada tanggal 30 November 2020 pasien dirawat di Alamanda A dengan diagnosis

G1P0A0 gravida aterm; riwayat myasthenia gravis; riwayat operasi thyoma


( tahun 2013 dan tahun 2016); suspek intrauterine growth restriction tipe

simetrikal.

Dilakukan pemeriksaan kardiotokografi:

Baseline : 140-150 bpm

Variabilitas : >5 cpm

Akselerasi : (+)

Deselerasi : (-)

Kesan : Kategori I

Dilakukan pemeriksaan dalam

Vulva/ vagina : Tidak ada kelainan

Portio : Tebal kaku

Pembukaan : Tertutup

Tatalaksana :

- Rencana Seksio sesarea pada tanggal 03/12/2020

- Konsul TS neurologi, anestesiologi, dan perinatology

- Informed consent pasien dan keluuarga

- Observasi keaaan umum, tanda vital, his dan BJA.

Pada tanggal 03 Desember 2020 pukul 08.00 pasien didorong ke kamar operasi

Jam 08.15 Pasien tiba di OK Elektif

Dilakukan PL: His : -

BJA : 144-148 bpm

Jam 08.25 Operasi dimulai


Jam 08.30 Lahir bayi perempuan dengan meluksir kepala

BB: 2735 gram, PB: 50 cm, APGAR 1’: 7, 5’: 9

Disuntikkan Oksitosin 10 IU intramural, kontraksi baik

Jam 08.33 Lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat

Berat: 520 gram, Ukuran: 20x20x2 cm

Dilakukan insersi IUD Copper T 380A

Jam 09.25 Operasi selesai

Perdarahan ± 400 cc

Diuresis ±200 cc

Dk/Pra-bedah : G1P0A0 gravida 37-38 minggu; riwayat myasthenia

gravis; riwayat operasi thymus pada ibu; suspek

intrauterine growth restriction

Dk/Pasca-bedah : P1A0 partus maturus dengan seksio sesarea atas indikasi

riwayat myasthenia gravis; riwayat operasi thymus pada

ibu;

JO : SCTP + Insersi IUD

Konsultasi Pre Operasi TS Neurologi (28/11/2021)

S: Pasien memiliki riwayat myasthenia gravis dan post thymomectomy dan sejak

tahun 2019 pasien telah lepas obat mestinon. Saat ini pasien tidak ada keluhan

mata menutup, sesak napas, sulit menelan, suara sengau, demam. Selama lepas

mestinon pasien tidak ada keluhan.

O: Kesadaran : Compos mentis


Neurologi :

- Rangsang Meningeal : (-)


- Syaraf cranial : Pupil bulat, isokor uk. 3 mm, Rangsang cahaya
+/+, Gerak bola mata baik, ptosis (-)
- Motorik :

- Refleks fisiologis : 5 5 +/+


5 5
- Refleks Patologis : -/-

A: G1P0A0 gravida 36-37 minggu; riwayat myasthenia gravis


P: Saat ini tidak ada kontraindikasi untuk tindakan persalinan, disarankan
persalinan dilakukan di RSHS.

Follow Up Ruangan
TANGGAL CATATAN INSTRUKSI
/JAM
01/12/2020 Follow Up Pre operasi P:
06.05 S: Keluhan tidak ada, gerak janin baik - Rencana seksio
O: KU: Compos mentis sesarea tanggal 03
T: 110/74 mmHg desember 2020
N: 82 x/menit - Follow up TS
R: 18 x/menit neurologi
S : 36,8 ºC - Observasi keadaan
umum tanda vital,
Abdomen : Cembung, lembut HIS, BJA
HIS (-)
BJA 140-144 x/menit
A : G1P0A0 gravida aterm; riwayat
myasthenia gravis; riwayat operasi
thymoma; suspek intrauterine growth
restriction tipe simetrikal
TANGGAL CATATAN INSTRUKSI
/JAM

01/12/2020 Follow Up Pre operasi P:


16.00 S: Keluhan (-), mules (-), gerak janin Rencana seksio sesarea
(+) elektif pada hari Kamis
O: Kesadaran: Compos mentis tanggal 03 Desember 2020
T: 124/77 mmHg
N: 94 x/menit
R: 20 x/menit
S : 36,8 ºC

Abdomen : Cembung, lembut


HIS (-)
BJA 144-148 x/menit
A : G1P0A0 gravida aterm; riwayat
myasthenia gravis; riwayat operasi
thymoma; suspek intrauterine growth
restriction tipe simetrikal

02/12/2020 Follow Up Pre operasi P:


06.00 S: Keluhan tidak ada, gerak janin baik - Rencana seksio
O: KU: Compos mentis sesarea tanggal 03
T: 110/74 mmHg desember 2020
N: 80 x/menit - Follow up TS
R: 19 x/menit neurologi
S : 36,5 ºC Observasi keadaan umum
tanda vital, HIS, BJA
Abdomen : Cembung, lembut
HIS (-)
BJA 140-144 x/menit
A : G1P0A0 gravida aterm; riwayat
TANGGAL CATATAN INSTRUKSI
/JAM
myasthenia gravis; riwayat operasi
thymoma; suspek intrauterine growth
restriction tipe simetrikal

02/12/2020 Follow Up Neurologi P:


06.45 S : Keluhan tidak ada - Drip prostigmin :
O : KU: Compos mentis sulfas atropine  4
Status neurologis ampul : 2 ampul per
Rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) 24 jam
Saraf otak: Pupil bulat isokor diameter - Pasca operasi drip
ODS 3 mm prostigmin : sulfas
RC +/+ atropine  8 ampul :
GBM baik ke segala arah 4 ampul per 24 jam
N IX-X: baik
N VII: simetris
N XII: simetris
Motorik: 5/5/5/5
Sensorik/Vegetatif/F.luhur:
baik/baik/baik
Refleks fisiologis: +2/+2 BTR KPR
APR
Refleks patologis: (-)/(-)

A : Myasthenia gravis pada pregnancy

03/12/2020 Follow Up Post operasi P:


S: Keluhan: nyeri luka bekas operasi - Cefazolin 1 gram/24
O: Kesadaran: Compos mentis jam
T: 118/78 mmHg - Ketoprofen 2 x 100
N: 90 x/menit mg suppositoria
TANGGAL CATATAN INSTRUKSI
/JAM
R: 20 x/menit - Tidak puasa
S : 36,6 ºC - Cek Hb post operasi,
jika ≤8 gr/dl, transfusi
Abdomen : Datar, lembut - Stop pemberian sulfas
DM (-), NT (-) atropine sampai 12
PS (-), PP (-) jam post operasi
Luka operasi: tertutup - Observasi keadaan
verban umum, tanda vital, dan
Perdarahan pervaginam (-) perdarahan

A : P1A0 partus maturus dengan seksio


sesarea atas indikasi riwayat
myasthenia gravis; riwayat operasi
thymoma

03/12/2020 Follow Up Neurologi P:


12.40 S : Keluhan lemah badan (-), sesak - Drip prostigmin :
nafas (-), sulit menelan (-) sulfas atropine = 8
O : Kesadaran: Compos mentis ampul : 4 ampul per
Status neurologis 24 jam
Rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) - Observasi tanda-tanda
Saraf otak: Pupil bulat isokor diameter MG: sesak napas, sulit
ODS 3 mm, RC +/+ menelan, lemah
GBM baik ke segala arah anggota gerak
N VII: simetris
N XII: simetris
N IX-X: disfagia (-), arcus
faring simetris, disfonia (-)
Motorik: 5/5/5/5
Sensorik/Vegetatif/F.luhur:
TANGGAL CATATAN INSTRUKSI
/JAM
baik/baik/baik
Refleks fisiologis: +2/+2 BTR KPR
APR
Refleks patologis: (-)/(-) babinski

A:
- Myasthenia gravis
- P1A0 partus maturus dengan seksio
sesarea

04/12/2020 Follow Up Jaga P:


06.00 S: Keluhan (-) - Terapi sesuai catatan
POD I O: Kesadaran: Compos mentis pengobatan
T: 110/70 mmHg - Observasi keadaan
N: 85 x/menit umum, tanda vital, dan
R: 20 x/menit perdarahan
S : 36,6 ºC - Lepas kateter
- Jika ≤8 gr/dl, transfusi
ASI (-)/(-)
Abdomen : Datar, lembut, NT (-)
TFU 2 jari bawah pusat
DM (-)
PS/PP (-)/(-)
BAB (-)
Perdarahan (-)

A : P1A0 partus maturus dengan seksio


sesarea atas indikasi riwayat
myasthenia gravis; riwayat operasi
thymoma
TANGGAL CATATAN INSTRUKSI
/JAM

04/12/2020 Follow Up Jaga P:


07.15 S: Keluhan (-) - Mobilisasi
POD I O: Kesadaran: Compos mentis - Lepas DC
T: 110/70 mmHg - Terapi sesuai DPJP
N: 85 x/menit - Follow up TS
R: 20 x/menit Neurologi
S : afebris
Hb: 11,3 gr/dl

Abdomen : Datar, lembut


DM (-), PS/PP (-)/(-)
NT (-), kontraksi baik
TFU 2 jari bawah pusat
Perdarahan (-)
Urine ±100 cc jernih

A : P1A0 partus maturus dengan seksio


sesarea atas indikasi riwayt myasthenia
gravis; kecil masa kehamilan; riwayat
operasi thymoma

04/12/2020 Follow Up Neurologi P:


09.00 S : Keluhan: lemah badan (-) Lapor DPJP dr. Nushrotul
O : Kesadaran: Compos mentis Lailiya, SpS(K), SpAkp
Status neurologis advis turun drip perlahan
Rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) (per 24 jam)
Saraf otak: Pupil bulat isokor diameter Hari ini 6 amp prostigmin :
ODS 3 mm, RC +/+ 3 amp sulfas atropin
GBM baik ke segala arah
TANGGAL CATATAN INSTRUKSI
/JAM
N VII: simetris
N XII: simetris
Motorik: 5/5/5/5
Sensorik/Vegetatif/F.luhur:
baik/baik/baik
Refleks fisiologis: +2/+2 BTR KPR
APR
Refleks patologis: (-)/(-) babinski

A:
- Myasthenia gravis
- P1A0 partus maturus dengan seksio
sesarea

04/12/2020 Follow Up Jaga P:


16.00 S: Tidak ada keluhan - Terapi sesuai catatan
POD II O: KU: Compos mentis pengobatan
T: 110/70 mmHg - Observasi keadaan
N: 84 x/menit umum, tanda vital, dan
R: 20 x/menit perdarahan
S : 36,8 ºC

Abdomen : Datar, lembut


TFU 2 jari dibawah pusat,
kontraksi baik
NT (-),DM (-)
PS/PP (-)/(-)
Perdarahan (-)

A : P1A0 partus maturus dengan seksio


TANGGAL CATATAN INSTRUKSI
/JAM
sesarea atas indikasi riwayat
myasthenia gravis; riwayat operasi
thymoma.

05/12/2020 Follow up Jaga P:


05.45 S: Keluhan (-) - Rencana pulang,
POD II O: Kesadaran: Compos mentis setelah follow up
T: 130/70 mmHg neurologi
N: 78 x/menit - Follow up neurologi
R: 22 x/menit hari ini untuk rencana
S : 36,5 ºC rawat jalan
- Terapi sesuai catatan
ASI (+)/(+) pengobatan
Abdomen : Datar, lembut - Observasi keadaan
NT (-), DM (-) umum, tanda vital,
PS/PP (-)/(-) kontraksi, dan
TFU 2 jari bawah pusat perdarahan
Luka operasi: kering (+),
pus (-), darah (-), seros (-)
Kontraksi baik, BAK
spontan (+)

A : P1A0 partus maturus dengan seksio


sesarea atas indikasi riwayat
myasthenia gravis; riwayat operasi
thymoma

05/12/2020 Follow Up Neurologi P:


TANGGAL CATATAN INSTRUKSI
/JAM
11.00 S : Keluhan (-), sulit menelan (-) Turunkan drip prostigmin :
O : Compos mentis sulfas atropine = 4 : 2
Status neurologis Tapering down 24 jam
Rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) hingga mencapai 2:1
Saraf otak: Pupil bulat isokor diameter
ODS 3 mm, RC +/+
GBM baik ke segala arah
N VII: simetris
N XII: simetris
Motorik: 5/5/5/5

A : Myasthenia gravis

06/12/2020 Follow Up Neurologi P:


09.00 S : Keluhan (-), lemah anggota gerak Drip off prostigmin : sulfas
(-) atropine /24 jam
O : Compos mentis
Status neurologis
Rangsang meningeal: Kaku kuduk (-)
Saraf otak: Pupil bulat isokor diameter
ODS 3 mm, RC +/+
N VII & XII: simetris
Motorik: 5/5/5/5
Refleks fisiologis: +2/+2 BTR KPR
APR
Refleks patologis: (-)/(-)

A:
- Myasthenia gravis
- P1A0 partus maturus dengan seksio
TANGGAL CATATAN INSTRUKSI
/JAM
sesarea

07/12/2020 Follow up Jaga P:


06.00 S : Keluhan (-) - Cefadroxil 2x500 mg
POD IV O : Kesadaran: Compos mentis PO
T: 117/80 mmHg - Asam mefenamat
N: 80 x/menit 3x500 mg PO
R: 20 x/menit - Follow up Neurologi
S : 36,6 ºC hari ini untuk rencana
rawat jalan
ASI (+)/(+)
Abdomen : Datar, lembut, BU (+)
NT (-), DM (-)
PS/PP (-)/(-)
TFU 3 jari bawah pusat,
kontraksi baik
Luka operasi: tertutup
verband
Perdarahan pervaginam (-)

A : P1A0 partus maturus dengan seksio


sesarea atas indikasi riwayat
myasthenia gravis; riwayat operasi
thymoma

07/12/2020 Follow Up Neurologi P:


08.00 S : sesak (-), lemah badan (-) - Pasien dapat rawat
O : Compos mentis jalan
Status neurologis - Mestinon 2x60 mg PO
Rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) prn
TANGGAL CATATAN INSTRUKSI
/JAM
Saraf otak: Pupil bulat isokor diameter
ODS 3 mm, RC +/+
GBM baik
N VII: simetris
N XII: simetris
Motorik: 5/5/5/5
Sensorik: baik
Refleks fisiologis: +2/+2
Refleks patologis: (-)/(-)

A : Myasthenia gravis post partum SC

II.10 LAPORAN PERINATOLOGI

Pada tanggal 03 Desember 2020 jam 08.30 lahir seorang bayi perempuan dari

seorang ibu G1P0A gravida 37-38 minggu; riwayat myasthenia gravis; riwayat

operasi thymomectomy. Bayi lahir menangis, tonus otot kurang baik. Segera

setelah lahir bayi diletakkan di infant warmer yang telah dihangatkan sebelumnya,

diposisikan, kemudian bayi dibersihkan jalan nafas melalui hidung dan mulut, lalu

dilakukan rangsang taktil pada bayi. Bayi menangis kuat, warna kulit kemerahan,

tonus otot baik, refleks baik.

BB: 2735 gram, PB: 50 cm, APGAR 1’=6 5’=8

Pemeriksaan Fisik
S : Bayi aktif, BAK (-), BAB (-), bernafas baik,

O : KU: sesak (-), merintih (-)

HR : 140x/menit S: 36,5OC CRT <3 detik

R : 42 x/menit SpO2 98 %

Kepala : UUB datar, belum menutup

Rambut hitam, konjungtiva tak anemis, sklera tidak ikterik; PCH -/-,

POC-

Leher : Retraksi suprasternal (-)

Thorax : Bentuk dan gerak simetris, retraksi tak ada

C: BJ murni reguler, murmur (-)

P: BVS ka=ki sonor, grunting (-)

Abdomen: Cembung lembut, retraksi epigastrium (-);H/L tidak teraba BU (+)

normal

Ekstremitas : Akral hangat, akrosianosis (-) Refleks moro (+) grasping (+) sucking

(+) rooting (+)

A : term infant 38 minggu+AGA+lahir sc a/i ibu myasthenia gravis; riwayat

operasi thymoma

P :-  Pertahankan suhu optimal

-  Vitamin K 0,1 mg im

-  Salep mata chloramphenicol ods

- Hepatitis B0 0.5mL IM (belum diberikan)

- ASI on demand

- Rawat tali pusat


- Periksa Hb/Ht/L/Tr, CRP, GDS

-  Observasi tanda vital

Selama dilakukan observasi di bagian perinatologi ruang anthurium keadaan

bayi baik, dengan tonus otot yang kuat, reflex menghisap baik. Tidak terdapat

tanda kelemahan pada bayi ataupun gejala dari myasthenia nenonatus transien

pada bayi yang dilahirkan. Bayi dapat langsung dirawat gabung setelah 2 hari

pasca salin.
III. PERMASALAHAN

1. Bagaimana tatalaksana yang adekuat terkait penanganan kasus

myasthenia gravis dalam kehamilan ?

2. Apakah pilihan metode persalinan pada kasus sudah tepat ?

3. Apakah yang menjadi penyebab gambaran fetal growth restriction pada

pasien ini?

IV. PEMBAHASAN

1. Bagaimana tatalaksana yang adekuat terkait penanganan kasus

myasthenia gravis dalam kehamilan ?

Myasthenia gravis merupakan penyakit autoimmune yang berkaitan dengan

disfungsi neuromuscular junction. Karakteristik utama dari penyakit Myasthenia

gravis ini ada kelemahan otot dan perasaan mudah lelah. Penyakit ini awalnya

hanya mempengaruhi beberapa otot kecil saja, namun pada keadaan klinis berat

dapat terjadi kelemahan total pada otot-otot penderitanya.2 Myasthenia gravis

memiliki prevalensi sebanyak 150 – 250 per 1,000,000.3 Penyakit ini terjadi dua

kali lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki dan ini sering terjadi pada

perempuan di masa dekade kedua dan ketiga mereka yang mana bersamaan

dengan tahun-tahun kehamilan mereka. Estimasi prevalensi myasthenia gravis

pada kehamilan sangat beragam di berbagai daerah. Insidensi myasthenia gravis

yang tercatat di negara-negara barat yaitu sekitar 1 dari 20,000, sedangkan

berdasarkan studi dari Taiwan menunjukan angka insidensi myasthenia gravis


sebanyak 7 dari 20,000. Berbeda dengan studi dari china yang menunjukan angka

insidensi sebanyak 5 dari 20,000.4

Pengaruh dari kehamilan terhadap kekambuhan dan beratnya myasthenia

gravis cukup beragam. Bansal et al menuliskan perburukan gejala myasthenia

biasanya terjadi pada trimester pertama kehamilan dan satu bulan pasca

melahirkan. Sedangkan pada trimester kedua dan ketiga biasanya terjadi

perbaikan keadaan klinis, dan hal ini dihubungkan dengan keadaan supresi

imunologi yang terjadi secara fisiologis pada ibu hamil. Terjadinya eksaserbasi

myasthenia pada wanita hamil dipercaya disebabkan oleh (a) keadaan

hipoventilasi oleh karena kelemahan otot pernapasan dan elevasi diafragma

selama kehamilan, (b) infeksi terutama masa puerperium, (c) obat-obatan yang di

konsumsi, (d) keadaan stress yang dicetuskan oleh proses persalinan.

Kelemahan otot pada penyakit myasthenia gravis berkaitan dengan hilangnya

reseptor asetilkolin yang menginisiasi kontraksi otot. 5 Terdapat beberapa

patofisiologi dari myasthenia gravis, yaitu:6

A. Defek transmisi neuromuscular

Pada proses transmisi neuromuscular yang terjadi pada kasus

myasthenia gravis, terdapat penurunan perbedaan potensial pada motor

endplate dan potential threshold sehingga menurunkan kontraksi serabut

otot. Hal ini disebabkan oleh penurunan reseptor asetilkolin.6

B. Autoantibodi

Antibodi terhadap reseptor asetilkolin (AChR) akan mengaktifkan

rangkaian komplemen yang menyebabkan trauma pada post-sinaps


permukaan otot. Antibodi AChR ini kemudian akan bereaksi silang

dengan AChR sehingga terjadi peningkatan endositosis dan degradasi.

Antibodi ini juga akan memblokade daerah ikatan AChR atau

menghambat pembukaan kanal ion sehingga akan menghambat aktivasi

dari AChR.6

C. Patologi Timus

Kelainan pada timus sering dijumpai pada pasien myasthenia

gravis. Sebanyak 10% dari pasien myasthenia gravis kasusnya berkaitan

dengan ditemukannya timoma pada pasien. Selain timoma, pada pasien

myasthenia gravis tipe awitan dini ditemukan juga kelainan timus berupa

hiperplasia timus folikuler, sedangkan pada pasien myasthenia gravis

awitan lambat ditemukan kelainan berupa atropi timus.6

D. Defek sistem imun

Gangguan autoimun pada penyakit myasthenia gravis diperantarai

oleh sel B. Pembentukan autoantibodi terhadap AChR membutuhkan

bantuan sel T CD4+ (sel T helper). Sel ini akan menyekresikan sitokin

inflamasi yang kemudian akan menginduksi reaksi autoimun terhadap self-

antigen dan juga mengaktifkan sel B.6

Myasthenia gravis diklasifikan menjadi beberapa kelas oleh Myasthenia

Gravis Foundation of America (MGFA), yaitu sebagai berikut:7

Tabel 1. Klasifikasi Myasthenia Gravis

Class I Kelemahan otot-otot okular yang mungkin timbul saat menutup


mata.
Class II Kelemahan ringan pada otot selain otot okular. Bisa mengalami
kelemahan otot okular dengan berbagai tingkat keparahan
Class IIa Kelemahan ringan pada otot tungkai bawah, aksial, atau keduanya.
Bisa mengalami kelemahan otot orofaringeal
Class IIb Kelemahan ringan otot orofaringeal, pernafasan, atau keduanya.
Bisa mengalami kelemahan otot tungkai bawah, aksial, atau
keduanya
Class III Kelemahan sedang otot selain otot okular, bisa mengalami
kelemahan otot okular dengan berbagai tingkat keparahan
Class IIIa Kelemahan sedang pada otot tungkai bawah, aksial, atau
keduanya. Bisa mengalami kelemahan otot orofaringeal
Class IIIb Kelemahan sedang otot orofaringeal, pernafasan, atau keduanya.
Bisa mengalami kelemahan otot tungkai bawah, aksial, atau
keduanya
Class IV Kelemahan berat pada otot selain otot okular. Bisa mengalami
kelemahan otot okular dengan berbagai tingkat keparahan
Class IVa Kelemahan berat pada otot tungkai bawah, aksial, atau keduanya.
Bisa mengalami kelemahan otot orofaringeal
Class IVb Kelemahan berat otot orofaringeal, pernafasan, atau keduanya.
Bisa mengalami kelemahan otot tungkai bawah, aksial, atau
keduanya
Class V Perlu intubasi dengan atau tanpa ventilasi mekanis

Derajat keparahan dari myasthenia gravis dapat diukur menggunakan sistem

skoring A Quantitative Myasthenia Gravis Scoring System (QMG Score) (Tabel

2).7

Tabel 2. A Quantitative Myasthenia Gravis Scoring System (QMG Score)

Test item None Ringan Sedang Berat Skor


Grade 0 1 2 3
Penglihatan 61 11-60 1-10 Spontan
ganda pada
lirikan kanan
atau kiri (detik)
Ptosis (detik) 61 11-60 1-10 Spontan
Otot wajah Normal Komplit, Komplit, Inkomplit
lemah dan tanpa
sedikit penahanan
penahanan
Menelan air Normal Batuk Batuk berat Tidak dapat
sebanyak 4 oz minimal atau menelan
atau ½ cup tersedah (test tidak
atau dilakukan)
regurgitasi
nasal
Berbicara Tidak ada Pada Pada Pada
setelah hitungan hitungan hitungan 9
menghitung 30-49 10-29
dengan suara
dari 1 sampai
50 (onset
disatria)
Tangan kanan 240 90-239 10-89 0-9
terulur dengan
posisi duduk 90
derajat (detik)
Tangan kiri 240 90-239 10-89 0-9
terulur dengan
posisi duduk 90
derajat (detik)
Kapasitas vital ≥80 65-79 50-64 <50
(% predicted)
Pegangan
tangan kanan
(kgW) ≥45 15-44 5-14 0-4
Laki-laki ≥30 10-29 5-9 0-4
Perempuan
Pegangan
tangan kanan
(kgW) ≥35 15-34 5-14 0-4
Laki-laki ≥25 10-24 5-9 0-4
Perempuan
Pengangkatan 120 30-119 1-29 0
kepala posisi 45
derajat supinasi
(detik)
Kaki kanan 100 31-99 1-30 0
terulur dengan
posisi 45
derajat supinasi
(detik)
Kaki kiri 100 31-99 1-30 0
terulur dengan
posisi 45
derajat supinasi
(detik)
Total
Pemeriksaan antenatal pada pasien dengan myasthenia gravis bergantung dari

beratnya status klinis pasien. Pada pasien dengan gejala ringan hingga tanpa ada

gejalan kekambuhan myasthenia, pemeriksaan antenatal dapat dilakukan setiap

bulan mengikuti jadwal/ rekomendasi kunjungan kehamilan normal. Namun pada

pasien dengan gejala gejala myasthenik yang jelas, kontrol kehamilan disarakan

dilakukan dua kali dalam seminggu pada trimester pertama dan kedua, dan setiap

minggu pada trimester ketiga, Pemeriksaan USG dilakukan dengan tujuan

melakukan skrining terhadap kemungkinan efek teratogenic dari terapi yang

diberiksan, serta penilaian keadaan polihydramnion. Pemeriksaan skrining

terhadap kemungkinan infeksi terutama infeksi saluran kemih yang asimptomastik

perlu dilakukan, untuk mengcegah terjadinya eksaserbasi myasthenia yang salah

satunya di sebabkan oleh infeksi. Selain pemeriksaan status obstetrik, penilaian

fungsi motorik, keadaan kardio- pulmonal, dan status thyroid juga harus diperiksa

secara berkala. (Ramadeep bansal)

Myasthenia gravis yang parah dapat berkembang menjadi myasthenic crisis.

Keadaan ini dapat meningkatkan angka resiko mortalitas ibu maupun janin yang

dikandungnya.4 Terdapat hubungan dua arah antara kehamilan dan penyakit

autoimun, yaitu perubahan yang terjadi pada masa kehamilan dapat

mempengaruhi penyakit, tetapi penyakit autoimun tersebut juga dapat

mempengaruhi outcome dari kehamilan dan janin.8 Poin utamanya adalah IgG

anti acetylcholine-receptor (anti-AchR) antibodies dapat melewati plasenta pada

trimester kedua dan ketiga dan dapat mempengaruhi janin.3,4 Tercatat sekitar 15%

anak yang lahir dari ibu dengan myasthenia gravis dapat mengalami neonatal
myasthenia gravis dengan gejala poor sucking dan hypotonia generalis.

Sedangkan bagi ibu, kelemahan pada otot striata dapat menyebabkan

perpanjangan fase persalinan dengan peningkatan resiko bagi ibu maupun

janinnya.8

Penatalaksanaan myasthenia gravis pada kehamilan dapat dimulai dari

antenatal care pasien dengan myasthenia gravis yang merencanakan kehamilan.

Ketika pasien dengan myasthenia gravis memasuki kehamilan, tujuan dari

tatalaksana yang dilakukan adalah untuk mencegah eksaserbasi selama

kehamilan.3 Memulai terapi glukokortikoid atau penghentian tiba-tiba terapi

imunosupresan dapat memperburuk myasthenia gravis sementara terutama pada

pasien dengan status myasthenia gravis yang tidak stabil dan seluruh infeksi harus

ditangani secara baik. Data mengenai keamanan terapi farmakologi myasthenia

gravis pada kehamilan masih sedikit. Obat kortikosteroid seperti prednisone dan

prednisolone dipikirkan memiliki sedikit resiko teratogenik terhadap janin dan

sedikit meningkatkan insidensi celah langit-langit sehingga tetap dilanjutkan

selama kehamilan dan menyusui. Sedangkan piridostigmin yang merupakan

acetylcholine esterase inhibitor secara umum dipertimbangkan aman dikonsumsi

selama kehamilan dan menyusui jika digunakan dalam dosis yang sesuai. Hanya

terdapat satu laporan kasus mikrosefali akibat penggunaan piridostigmin dosis

tinggi. Disarankan untuk dilakukan penyesuaian dosis pada pasien hamil karena

adanya perubahan fisiologis yang terjadi selama masa kehamilan. 3,4

Siklosporin maupun tacrolimus yang merupakan calcineurin inhibitors

memiliki efek teratogenik. Terdapat peningkatan resiko gestational diabetes


mellitus dan hipertensi pada pasien yang mengonsumsi tacrolimus. Sedangkan

untuk obat azathioprine yang merupakan obat imunosupresan tergolong dalam

kategori FDA D, yang mana terdapat bukti kemungkinan terjadinya retardasi

pertumbuhan intrauterine dan bayi berat badan lahir rendah. Obat mycophenolate

mofetil memiliki efek teratogenik dan dikaitkan dengan keguguran pada timester

awal dan malformasi struktur telinga, rahang, celah bibir dan langit-langit, dan

hypoplasia jari-jari tangan dan kaki. Methotrexate yang termasuk obat

imunosupresan kontraindikasi digunakan pada pasien hamil maupun menyusui.3

Timektomi merupakan tatalaksana standar pada pasien myasthenia gravis

dengan timoma atau hyperplasia timus. Pasien myasthenia gravis yang belum

dilakukan timektomi memiliki angka eksaserbasi lebih tinggi dibandingkan

dengan pasien yang sudah melakukan timektomi. Bayi yang lahir dari ibu yang

sudah menjalani timektomi lebih sedikit kemungkinan berkembang menjadi

neonatal myasthenia gravis. Sehingga tindakan timektomi menjadi tindakan yang

direkomendasikan untuk dilakukan pada wanita penderita myasthenia gravis yang

merencanakan untuk hamil. Namun oleh karena thymektomi merupakan tindakan

efek sampingan yang cukup berat sehingga pada wanita yang sudah hamil

pelaksaan tindakannya harus ditunda. Pada bayi baru lahir dari pasien myasthenia

gravis dengan muscle-specific tyrosine kinase (MuSK) antibodi positif, ketika

hydramnios atau terlihat adanya gangguan menelan maka dibutuhkan tatalaksana

dengan plasma exchange.3

Pada pasien hamil dengan eksaserbasi miastenik akut dapat dilakukan

tatalaksana menggunakan IVIg. Plasmapheresis juga dapat dilakukan pada pasien


hamil. IVIg dan plasmapheresis efektif pada pasien dengan MuSK antibodi

positif. IVIg dan plasmapheresis dilakukan pada kasus myasthenia gravis yang

gagal ditangani menggunakan terapi konvensional dan berkembang menjadi gagal

nafas atau profound dysphagia dan kelemahan yang mengancam ibu dan

janinnya.3

Pasien pada kasus ini merupakan pasien Myasthenia Gavis yang terkontrol

baik dan tanpa pengobatan. Pasien terkahir kali menggunakan obat anti

myasthenia kurang lebih 2 tahun sebelum kehamilan, dan obat yang dipergunakan

adalah golongan acetylcholinesterase inhibitor, pyridostigmine. Selain itu pasien

juga telah menjalani operasi thymectomy kurang lebih 3 tahun sebelum

kehamilan. Saat kehamilan pasien dalam keadaan remisi tanpa pengobatan. Tanda

kekambuhan maupun gejala myasthenia gravis berat tidak dirasakan oleh pasien.

Berdasarakan Literratur, pada pasien myasthenia paska operasi thymectomy,

angka remisi bebas pengobatan dapat mencapai 30%. Hal ini dapat menjadi

keuntungan dalam pemilihan metode persalinan pada pasien.

2. Apakah pilihan metode persalinan pada kasus sudah tepat ?

Pada proses persalinan, peranan otot uterus merupakan otot polos memiliki

peran yang cukup besar terhadap kemajuan persalinan, dan pada dasarnya proses

persalinan normal tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pasien

dengan myasthenia gravis. Namun menjadi pertimbangan disaat proses persalinan

kala II, kenginian ibu untuk meneran dan aktivasi dari otot- otot volunter dapat

mencetuskan terjadinya kelelahan yang hebat hingga distress pernapasan pada


wanita dengan myasthenia gravis, Selain itu rasa nyeri yang dapat menyebabkan

stress pada ibu juga menjadi faktor penyebab eksaserbasi dari krisis myasthenia.

Dari sebagian besar literatur yang ada menjelaskan mengenai pilihan

metode persalinan yang dapat dipilih

Tsurane et al mengembangkan suatu protocol dalam melakukan pilihan

metode persalinan pada pasien dengan myasthenia gravis didasarkan pada tingkal

keparahan dari klinis pasien. Beratnya keadaan klinis pada pasien dibagi menjadi

dua kategori; kategori A merupakan kelompok pasien dengan keadaan klinis

sedang hingga berat yang di tandai dengan adanya ptosis disertai kelemahan otot

bulbar hingga kelemahan otot umum; kategori B merupakan pasien yang tidak

dalam keadaan eksaserbasi, atau tanpa ada nya gejala kelemahan umum. Pada

protocol yang merekan kembangkan, penggunaan ekstraksi vacuum pada

persalinan kala II dilakukan pada pasien pasien kategori A. Sedangkan pasien

yang termasuk dalam kategori B proses persalinan spontan dengan bantuan

augmentasi oksitosin dapat dilakukan. Selain itu untuk mengurangi stress pada

pasien dilakukan tindakan Epidural Labor Analgesia (ELA), sehingga pasien

dapat melakukan persalinan tanpa disertai rasa nyeri yang dapat mencetuskan

eksaserbasi myasthenia gravis. Dari protocol yang mereka kembangkan tindakan

seksio sesarea dilakukan pada pasien myasthenia gravis yang mengalami

perburukan dengan disertai terjadinya gagal pernapasan atau keadaan krisis

myasthenia.
Pada pasien ini pilihan dilakukan seksio sesarea dengan penggunaan

anaestesia regional dipilih sebagai tindakan pencegahan terjadinya krisis

myasthenia, yang paling sering disebabkan oleh kelelahan pada ibu oleh keinginan

ibu untuk selalu meneran, selain dari stress dan nyeri saat pasien akan melahirkan.

Di RSHS khususnya belum mempunyai protokol khusus dalam penanangan kasus

myasthenia gravis. Pilihan persalinan pervaginam berbantu pada dasarnya dapat

dipilih pada kasus myasthenia fase remisi ini., dengan bantuan Epidural Labor

Analgesia persalinan pervaginam dapat dilakukan dalam pemanjauan ketat

tehadap terjadinya krisi myasthenia gravis.

Komplikasi myasthenia
gravis pada kehamilan

Tidak temasuk

Membutuhkan ventilasi
mekanik

Ya

Stabilisasi gejala,
Kelemahan otot sistemik pembedahan cesar

Ya

Eksaserbasi gejala
myasthenia gravis
Tidak

Epidural labor analgesia


+ ekstraksi vakum pada Persalinan pervaginam
station +2 spontan

Gambar 1. Protokol penanganan persalinan pada pasien myasthenia gravis


3. Apakah yang menjadi penyebab gambaran fetal growth restriction pada

pasien ini?

Intrauterine growth restriction (IUGR) adalah suatu kondisi berat badan janin di

bawah persentil 10 sesuai usia kehamilan. Kondisi kehamilan dengan IUGR lebih sering

ditemukan pada negara berkembang, termasuk Indonesia. Proses terjadinya IUGR diduga

berhubungan dengan banyak faktor seperti kelainan pada fungsi plasenta, tidak

adekuatnya suplai oksigen dan atau nutrisi maternal, serta penurunan kemampuan

penggunaan suplai janin.7,8

Data epidemiologi menunjukkan bahwa intrauterine growth restriction (IUGR)

ditemukan 6 kali lebih tinggi pada negara berkembang. Janin IUGR dilaporkan paling

sering ditemukan pada benua Asia, diikuti oleh benua Afrika, dan Amerika Latin. 9,10

8,9
Etiologi intrauterine growth restriction (IUGR) diduga melibatkan faktor

maternal, janin, dan plasenta. Akan tetapi, pada 40% kasus IUGR etiologi pasti tidak

dapat ditemukan.10,13

Beberapa kondisi maternal diduga berhubungan dengan kejadian IUGR.

Berikut ini, berbagai etiologi maternal yang diduga dapat menyebabkan IUGR.8–10

a. Keadaan atau berat badan ibu yang kecil .

b. Penambahan berat badan ibu yang tidak adekuat selama kehamilan

c. Ganggan pembuluh darah , terutama pada kasus preeklamsia.

d. Gangguan hematologi dan imunologi.

e. Gangguan ginjal pada ibu

f. Penyakit diabetes pregestasional

g. Infeksi pada maternal.


h. Hypoxia kronis yang disebabkan berbagai kondisi (ssthma bronkial dan penyakit

jantung bawaan jenis sianotik)

i. Anemia

Insufisiensi plasenta dilaporkan terjadi pada kurang lebih 3% dari

kehamilan dengan IUGR. Adanya ketidakseimbangan antara persediaan nutrisi

yang tersalur melalui plasenta dengan permintaan janin akan menyebabkan

IUGR.8–10

Etiologi IUGR dari faktor janin meliputi faktor genetik, malformasi

kongenital, dan infeksi janin. Etiologi genetik dilaporkan berkontribusi sebesar 5-

20% dari seluruh etiologi IUGR.

Faktor risiko IUGR dihubungkan dengan gangguan pada maternal,

struktur fetal, dan kelainan plasenta. Berikut ini merupakan beberapa faktor yang

dapat meningkatkan risiko terjadinya IUG:

a. Umur maternal : < 16 tahun dan > 35 tashun

b. Status sosioekonomi rendah dan tinggal di negara berkembang.

c. Penyalahgunaan zat pada maternal: merokok aktif maupun pasif, alcohol use

disorder, cannabis use disorder, dan cocaine use disorder.

d. Kerja fisik sedang sampai berat.

e. Tinggi dan berat maternal sebelum kehamilan: indeks massa tubuh (IMT) < 20

kg/m2.

f. Nulipara dan paritas lebih dari 5.

g. Interval antar kehamilan : < 6 bulan atau ≥ 120 bulan.

h. Kehamilan dengan penanganan medis buruk.

i. Penyulit kehamilan.
j. Berat plasenta < 350 gram.

k. Arteri umbilikal tunggal

Diagnosis awal IUGR dapat dinilai dari faktor risiko yang ada pada pasien.

Faktor risiko dari IUGR dapat terdeteksi dengan anamnesis, pemeriksaan fisik maupun

pemeriksaan penunjang melalui pemeriksaan antenatal yang baik dan berkesinambungan.

Pada kasus ini faktor risiko IUGR pada pasien adalah status sosioekonomi rendah, dan

indeks masa tubuh sebelum kehamilan < 20kg/m2 serta peningkatan berat badan yang

kurang pada Ibu.

Usia Kehamilan Tinggi Fundus Uteri


Sebelum bulan ke III Fundus uteri belum teraba dari luar
12 minggu Fundus uteri 1-2 jari diatas simfisis
16 minggu Fundus uteri pertengahan antara simfisis dan pusat
20 minggu Fundus uteri 3 jari di bawah pusat
24 minggu Fundus uteri setinggi pusat
28 minggu Fundus uteri 3 jari di atas pusat
32 minggu Fundus uteri pertengahan antara prosesus xifoideus dan pusat
36 minggu Fundus uteri setinggi arkus kostarum atau 3 jari bawah prosesus
xifoideus.
Diagnosis IUGR juga dapat kita tegakkan melalui pengukuran tinggi fundus uteri

(TFU). Kecurigaan terhadap adanya IUGR dapat ditegakkan apabila TFU ditemukan

menetap pada 2 kali pemeriksaan dengan selang 1-2 minggu atau menurun dibawah 10

persentil.

Tabel 3. Bartholomew Rule15

Pada pasien kecurigaan adanya IUGR didasarkan dari hasil pemeriksaan

USG yang menunjukan adanya ketidaksesuaian usia kehamilan antara hari

terakhir menstruasi dan biometri pada pengukuran USG. Pada ibu tidak

ditemukannya faktor risiko yang menunjang keadaan IUGR pada bayi. Saat lahir
berat badan bayi berada diatas persentil 10 berat badan anak, dan berat badan bayi

sesuai dengan usia gestasi.

Anda mungkin juga menyukai