Anda di halaman 1dari 16

SIRKUMSISI

PENDAHULUAN

Sirkumsisi adalah salah satu prosedur pembedahan yang paling umum dilakukan di

dunia. Sirkumsisi merupakan prosedur pengangkatan preputium (kulup) semua atau sebagian
1

dari preputium penis.1,2 Faktor agama, budaya, medis, dan kesehatan masyarakat diketahui

menjadi indikasi utama dari prosedur ini.2 Praktik sirkumsisi sangat kontroversial dan terus

menimbulkan perdebatan. Pendekatan bedah untuk sirkumsisi sangat bervariasi.2 Pemahaman


1

mengenai berbagai metode, risiko, indikasi, dan kontraindikasi sirkumsisi sangat penting untuk

agar dapat menjelaskan dengan baik kepada pasien maupun keluarganya. Studi ini bertujuan

untuk meninjau metode dan teknik sirkumsisi sehingga dapat memberikan rekomendasi untuk

praktisi klinis di Indonesia.

SEJARAH

Gambar 1. Sejarah Sirkumsisi.8

Sirkumsisi adalah prosedur bedah kuno dengan sejarah yang panjang, berdasarkan mumi

Mesir dan relief dinding, sirkumsisi telah dilakukan selama 5000 tahun di Afrika Selatan. Timur

1
Tengah yang saat ini memiliki populasi paling padat banyak yang telah disirkumsisi dan telah

melakukan hal tersebut sejak 3000 tahun yang lalu. Sirkumsisi bisa dikatakan sebagai prosedur
3

operatif tertua dalam sejarah. Sirkumsisi secara agama dipraktekkan oleh orang Yahudi dan

dilakukan secara agama serta budaya dilakukan oleh Muslim, Afrika Hitam, Aborigin Australia,

dan kelompok etnis lainnya di berbagai belahan dunia.2

EPIDEMIOLOGI

Laporan WHO tahun 2007 memperkirakan bahwa sekitar 30% laki-laki diperkirakan

disirkumsisi di seluruh dunia dan di antaranya sekitar dua pertiganya adalah Muslim. 5 Rasio ini

mungkin berbeda di berbagai negara. Misalnya, proporsi pria yang disirkumsisi dilaporkan 48%

di Kanada, 24% di Inggris, dan 82% pria kulit putih dan 54% pria Afrika Amerika di AS. Rasio

sirkumsisi mungkin berbeda menurut ras dan juga dapat dilakukan karena alasan agama, budaya,

dan medis serta atas permintaan orang tua.3  Sedangkan suatu penelitian yang dilakukan tahun

2016 menyatakan diperkirakan jumlah pria yang telah disirkumsisi adalah 37–39 % secara

global. Di indonesia sendiri proporsi pria yang telah disirkumsisi adalah  92.5% dari 88.1%

populasi muslim yang ada.4

EMBRIOLOGI

Kulit pada batang penis memanjang pada minggu ke-8 kehamilan, dan preputium mulai

berkembang dari pemanjangan ektodermal. Pada usia kehamilan bulan ketiga, lipatan kulit

berkembang dari pangkal glans penis. Lipatan kulit ini tumbuh secara distal dari glans penis dan

akhirnya menjadi preputium. Lipatan kulit bagian dorsal tumbuh lebih cepat dibanding bagian

ventral, sehingga hanya bagian dorsal dari glans penis yang tertutupi lipatan kulit ini. Saat glans

2
uretra menyatu di garis tengah, preputium ventral juga akan ikut menyatu dan akan disebut

sebagai  frenulum. Pembentukan preputium biasanya selesai pada usia kehamilan bulan kelima.

Preputium dapat ditarik kembali hanya pada 4% bayi baru lahir, tetapi rasio ini meningkat

menjadi 90% pada usia tiga tahun dan menjadi 97% pada pria yang tidak disunat pada usia 17

tahun. Retraksi preputium melibatkan pemisahan epitel bagian dalam preputium dari glans.

Pemisahan umumnya terjadi melalui deskuamasi sel epitel, yang membentuk struktur putih

kaseus yang disebut smegma. Ereksi nokturnal juga berperan dalam retraksi preputium.2,3

INDIKASI

Di masyarakat Barat, sirkumsisi sebagian besar dilakukan karena alasan medis, yang

paling umum adalah fimosis. Indikasi medis lainnya adalah parafimosis, balanitis (inflamasi dari

preputium), postitis (inflamasi dari glans), kondiloma akuminata, dan karsinoma penis. Saat ini,

sirkumsisi masih menjadi topik yang menarik bagi kesehatan masyarakat, terutama dalam hal

pencegahan human immunodeficiency virus (HIV). Sirkumsisi terbukti mengurangi risiko

penularan infeksi HIV pada heteroseksual. Manfaatnya dalam mengurangi risiko infeksi saluran

kemih pada anak laki-laki dan pengurangan penularan infeksi menular seksual lainnya telah

terdokumentasikan dengan baik.2

Fimosis 

Fimosis adalah suatu kondisi penis dimana pembukaan preputium terlalu kecil untuk melewati

glans penis. Hal ini bisa bersifat fisiologis atau patologis. Fimosis fisiologis dapat menjadi

bagian normal dari retraksi preputium. Hal ini dapat dibedakan dengan tidak adanya jaringan

parut putih, dan penampilan khas dari preputium bagian distal menonjol atau 'cemberut' dari

glans. Pada fimosis patologis, mungkin terdapat jaringan parut di bagian distal, retensi urin, atau

3
masalah signifikan dengan aliran urin atau preputium yang sebelumnya ditarik dan kemudian

tidak dapat ditarik kembali.1

Gambar 2. Fimosis.

Parafimosis

Gambar 3. Parafimosis.

Parafimosis adalah kondisi penis di mana preputium, setelah ditarik ke belakang glans penis,

tidak dapat kembali ke posisi semula. Ini adalah keadaan darurat urologis yang sebenarnya dapat

menyebabkan gangren dan amputasi glans penis.1

Balanitis Xerotica Obliterans (BXO)

BXO adalah kondisi kulit infiltratif penis yang umum. BXO dapat melibatkan glans dan

preputium atau mungkin melibatkan uretra dan/atau prostat. Terjadi umumnya pada usia 30-60

4
tahun. Diagnosis definitif BXO dilakukan dengan analisis histopatologi, yang menunjukkan
9

hiperkeratosis, atrofi stratum spinosum dan homogenisasi kolagen di dermis bagian atas. BXO

memiliki tampilan bekas luka putih yang khas secara klinis, dengan bukaan preputial kecil dan

tidak ada protrusi dari preputium distal, dan bekas luka putih dapat meluas hingga mencakup

glans.1

Gambar 4. Balanitis Xerotica Obliterans. 9

KONTRAINDIKASI

Kontraindikasi absolut dari prosedur sirkumsisi adalah kelainan kongenital seperti

hipospadia, epispadias; hooded foreskin; chordee pada batang penis; penoscrotal webbing; bayi

prematur; dan congenital megaprepuce. Sedangkan kontraindikasi relatifnya adalah concealed


1,10

penis; gangguan pembekuan darah seperti hemofilia, sickle cell; dan penyakit kuning.1

5
Gambar 5. Kontraindikasi sirkumsisi. 10

ANATOMI

Anatomi Eksternal Penis

Penis terbagi menjadi tiga bagian yakni batang penis, kepala (glans), dan leher, yakni area sempit

antara batang dan glans. Lekukan antara batang penis dan glans penis disebut sulkus koronal.

Pada pasien yang belum disirkumsisi, glans penis dan sulkus koronal akan ditutupi oleh lipatan

kulit yang disebut preputium. Saat penis ereksi, preputium akan tertarik ke belakang dan

membuka glans penis. Preputium memiliki lapisan luar yang tebal yang terdiri dari kulit

berkeratin dan lapisan dalam yang lebih tipis yang disebut mukosa. Pada ujung glans penis,

terdapat meatus uretra (lubang saluran kemih) yang sejajar dengan bukaan ujung preputium.

Pada bagian bawah penis, terdapat garis tengah (raphe) yang sejajar dengan frenulum dan lubang

uretra. Pada garis tengah bagian ventral penis antara glans dan preputium, terdapat lipatan kulit

mukosa yang disebut frenulum, yang membantu preputium kembali ke posisi semula.  Frenulum

merupakan area yang sangat sensitif dan sering menjadi area terakhir yang mati rasa setelah

pemberian anestesi.6

Gambar 6. Anatomi eksternal penis yang disirkumsisi dan tidak disirkumsisi.

6
Anatomi Internal Penis

Penis terdiri dari tiga bagian jaringan erektil: dua korpus kavernosa dan satu korpus spongiosum.

Jaringan erektil ini memanjang sampai ujung penis hingga membentuk glans penis, bagian

seperti helm di ujung korpus kavernosa. Jaringan erektil penis memiliki banyak suplai darah

yang akan terisi dengan darah saat ereksi. Korpus kavernosa akan membuat ereksi penis yang

kaku sedangkan korpus spongiosum berkontribusi pada pembengkakan glans dan perluasan

lingkar penis. Vaskularisasi penis berasal dari arteri iliaka interna di pelvis melalui arteri

pudenda, yang akan membelah menjadi arteri dorsal penis di setiap sisi dan arteri di tengah

setiap jaringan erektil.6

Gambar 7. Potongan lintang penis. Tampak korpora kavernosa, uretra, dan korpus spongiosum.

TEKNIK SIRKUMSISI

Prinsip sirkumsisi adalah asepsis, eksisi adekuat lapisan kulit preputium luar dan dalam,

hemostasis, proteksi glans dan uretra, serta kosmesis. Tujuan dari prosedur ini adalah untuk

7
membuka glans secukupnya untuk mencegah fimosis atau parafimosis. Metode sirkumsisi dapat

diklasifikasikan menjadi salah satu dari tiga jenis atau kombinasinya: dorsal slit, shield and

clamp, dan eksisi. Banyak metode yang digunakan saat ini termasuk dalam salah satu kelas

utama ini. Shield and clamp mengadopsi penggunaan perangkat untuk melakukan sirkumsisi,

menghindari penggunaan pisau di sebagian besar kasus. Metode dengan menggunakan perangkat

adalah metode sirkumsisi yang umum digunakan dalam praktik terkini.2

Persiapan Kulit

Gambar 8. Tindakan Asepsis dan Antisepsis.

Sebelum kulit klien disiapkan, daerah kelaminnya harus dicuci dengan sabun dan air

bersih untuk menghilangkan semua kotoran dan kotoran yang terlihat. Jika dia belum

melakukannya di rumah, ini harus dilakukan di klinik atau fasilitas. Pembersihan merupakan

langkah penting, karena antiseptik tidak akan efektif tanpa pembersihan menyeluruh.

Pembersihan dapat dilakukan dengan sarung tangan yang bersih. Siapkan kulit dengan larutan air

povidone iodine, dimulai dari glans penis dan batang penis, dan kemudian pindah ke perifer.

Pembersihan harus dilakukan dengan lembut. Pegang penis dengan kain kasa, tarik preputium

8
untuk membersihkan glans. Jika ada perlengketan, berikan anestesi pada klien saat ini kemudian

kembali bersihkan glans dan sulkus koronal setelah anestesi bekerja.7

Area yang disiapkan dengan antiseptik termasuk penis, skrotum, area yang berdekatan di

paha dan bagian bawah perut (area suprapubik). Ulangi prosedur ini sehingga area kulit

disiapkan dua kali lagi (total tiga). Setelah pencucian ketiga, larutan antiseptik basah harus tetap

berada di kulit setidaknya selama dua menit dan dibiarkan mengering.7

Draping

Draping menyediakan bidang operasi yang steril dan membantu mencegah kontaminasi luka.

Sebelum menutupi klien dengan kain steril, operator yang melakukan prosedur (dan asisten

terlatih) harus melakukan kebersihan tangan, mengenakan celemek steril dan mengenakan

sarung tangan steril. Hanya area operasi dan area di mana anestesi akan diberikan yang harus

dibiarkan tidak tertutup. Kain tunggal dengan lubang untuk penis (O-drape) lebih baik daripada

empat kain yang diamankan dengan klip handuk. Kain harus menutupi seluruh area lutut ke dada

untuk menyediakan bidang steril yang cukup luas.7

Gambar 9. Draping

Anestesi

9
Prosedur sirkumsisi dilakukan dengan anestesi lokal. Terdapat banyak cara untuk melakukan

bius lokal pada sirkumsisi, yang paling sering adalah teknik anestesi blok melingkar penis atau

teknik blok saraf dorsalis penis. Blok saraf dorsalis penis merupakan teknik anestesi yang aman

dan tepat untuk prosedur sirkumsisi. Tujuan blok ini adalah untuk memberikan agen anestesi

lokal yang adekuat dengan dosis 1 ml + 0,1 ml/kgBB di sekitar batang utama saraf dorsalis penis

dan cabang ventralnya. Lokasi ini mudah dijangkau karena tepat di bawah simfisis pubis dan

berada pada kedua sisi ligamentum suspensori penis. Hindari garis tengah karena terdapat

pembuluh dorsal yang mungkin menyebabkan hematoma dan menyebabkan blok saraf yang

buruk.2

Gambar 10. Teknik Anestesi.

10
Dorsal slit

Dorsal slit [Gambar 12] adalah teknik umum dan kadang-kadang digunakan sendiri, terutama

jika terdapat inflamasi akut. Dorsal slit mencegah fimosis dan parafimosis. Dalam prosedur ini,

preputium dibebaskan dari adhesi glans dan dengan bantuan forsep arteri

Gambar 11. Pembebasan preputium dari adhesi

kemudian pemotongan dari arah jam 12 dari kedua lapisan preputium dilakukan hingga beberapa

milimeter dari korona. Banyak teknik sirkumsisi lain yang memerlukan dorsal slit dilakukan

terlebih dahulu untuk memperlebar cincin preputial luar. Biasanya secara kosmetik tidak dapat

diterima untuk melakukan dorsal slit saja tanpa melakukan eksisi preputium.2

11
Gambar 13. Tahapan teknik Dorsal slit

Shield and Clamp

Metode prototipe dalam shield and clamp adalah Mogen clamp [Gambar 14]. Dalam metode ini,

preputium ditarik keluar dari bagian distal ke glans penis dan pelindung logam diselipkan di atas

kulit preputium dengan segera di bagian distal dari glans penis. Pisau bedah digunakan untuk

menghilangkan preputium yang berlebihan di bagian distal pelindung. Glans dilindungi oleh

pelindung dan frenulum tidak terlibat dalam eksisi. Lapisan bagian dalam preputial kemudian

dapat dibelah kembali di belakang glans penis dan dieksisi, hal ini dilakukan untuk memastikan

glans penis terpapar secara penuh setelah penyembuhan. Tidak ada jahitan yang dilakukan, luka

hanya dibalut untuk mencapai hemostasis. Glans dan frenulum terlindung dari pisau dan dengan

demikian dapat menjauhi bahaya. Jejas pada glans dan fistula uretrokutan jarang terjadi.

Bagaimanapun perdarahan merupakan perhatian utama dalam metode ini.2

12
Gambar 14. Klem Mogen.

Eksisi

Gambar 15. Retraksi preputium penuh.

Preputium ditarik ke atas glans penis [Gambar 15] dan sayatan melingkar dibuat di sekitar batang

sejauh garis bekas luka akan dipasang, biasanya di distal korona. Kulit preputium dikembalikan

untuk menutupi glans penis dan sayatan melingkar lainnya dibuat di sekitar batang pada posisi

yang sama seperti yang pertama. Potongan longitudinal dibuat di antara dua potongan melingkar

dan potongan kulit dihilangkan. Bagian tepi yang bebas kemudian dijahit. Frenulum dapat

dimasukkan ke dalam pemotongan utama atau dapat dipotong secara terpisah jika diinginkan.

Glans dan frenulum tidak terlindungi sehingga dituntut untuk berhati-hati agar tidak melukai

mereka.2

13
KOMPLIKASI

Insidensi komplikasi sirkumsisi dilaporkan rendah, hanya berkisar 1-4%. Perdarahan


1

merupakan komplikasi paling sering terjadi, sekitar 0.1-35%. Perdarahan ini dapat ditangani

dengan melakukan balut tekan dan jarang membutuhkan transfusi.1,2 Trapped/concealed penis

juga dapat terjadi setelah prosedur sirkumsisi, yaitu adanya kelebihan sisa kulit yang dihilangkan

pada batang penis padahal lapisan preputium bagian dalam tidak cukup dihilangkan. Lubang

preputium yang baru akan terbentuk pada ujung distal penis, batang penis dipaksa masuk ke

dalam lemak suprapubik, dan terbentuk cincin preputium stenotik yang terletak pada, atau tepat

di atas, kulit perut. Fimosis dapat menjadi komplikasi sirkumsisi akibat lapisan preputium bagian

luar dan dalam yang tidak cukup dihilangkan. Setelah penyembuhan dengan fibrosis, bukaan

preputium baru terlalu rapat untuk membuat agar preputium dapat diretraksi. Sirkumsisi harus

diulang untuk memperbaiki komplikasi ini. terbentuknya jembatan kulit antara batang penis dan

glans penis juga dapat menjadi komplikasi sirkumsisi. Akibatnya, smegma dapat terakumulasi

dibawah jembatan kulit, terganggunya ereksi penis sehingga menyebabkan nyeri dan penis

bengkok. Luka sirkumsisi dapat terinfeksi seperti pada prosedur operatif lain, insidensi pada

neonatus berkisar 0.4% sedangkan pada anak laki-laki yang lebih tua dapat sampai 10%. Retensi

urin juga dilaporkan dapat terjadi setelah sirkumsisi, biasanya akibat balutan perban yang terlalu

kuat. Komplikasi lain yang dapat terjadi pada prosedur sirkumsisi adalah adhesi preputium,
2

stenosis meatus, terbentuknya fistula uretrokutan, nekrosis glanular atau amputasi, dan

hipospadia dan epispadia iatrogenik.1,2

14
Gambar 16. Amputasi traumatik/Nekrosis.

Gambar 17. Asymmetrical redundant penile (kiri), Jembatan kulit penis (tengah), Reseksi uretra dan glans penis
(kanan).

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Prabhakaran S, Ljuhar D, Coleman R, Nataraja R. Circumcision in the paediatric patient:


A review of indications, technique and complications. Journal of Paediatrics and Child
Health. 2018;54(12):1299-1307.
2. Abdulwahab-Ahmed A, Mungadi I. Techniques of male circumcision. Journal of Surgical
Technique and Case Report. 2013;5(1):1.
3. Ozgu A, Semih T, Tarkan S, Berk B. Circumcision: Pros and cons. Indian Journal of
Urology. 2010;26(1):12.
4. Morris B, Wamai R, Henebeng E, Tobian A, Klausner J, Banerjee J et al. Estimation of
country-specific and global prevalence of male circumcision. Population Health Metrics.
2016;14(1).
5. World Health Organization. Male circumcision: global trends and determinants of
prevalence, safety and acceptability. Geneva: World Health Organization; 2008.
6. World Health Organization. Male circumcision for HIV prevention: manual for male
circumcision under local anaesthesia and HIV prevention services for adolescent boys
and men. Chapter 7. 2014.
7. World Health Organization. Male circumcision for HIV prevention: manual for male
circumcision under local anaesthesia and HIV prevention services for adolescent boys
and men. Chapter 9. 2014.
8. Stokes, Tim. “Circumcision: A History of the World's most Controversial Surgery.” BMJ
: British Medical Journal vol. 322,7287 (2001): 680.
9. A. Hartley, C. Ramanathan, and H. Siddiqui. The surgical treatment of Balanitis Xerotica
Obliterans. Indian J Plast Surg. 2011 Jan-Apr; 44(1): 91–97. doi: 10.4103/0970-
0358.81455
10. Prasetyono T. Panduan sirkumsisi tanpa nyeri pada anak. Jakarta; Indonesia. 2009. 

16

Anda mungkin juga menyukai