Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

EKLAMPSIA

Disusun Oleh :
dr. Nur Tasya Ruri

Pendamping :
dr. Dedy Nurdiansyah N Sp.OG, M. Kes

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RS MEKAR SARI BEKASI
KOTA BEKASI
JAWA BARAT
PERIODE NOVEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah laporan kasus ini dengan judul
“Eklampsia.”

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam program
internsip dokter Rumah Sakit Mekar Sari Kota Bekasi. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam
penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada :

1. dr. Dedy Nurdiansyah N Sp. OG, M.Kes sebagai pendamping dari


makalah ini.

2. dr. Evi Andriwinarsih dan dr. Ratna Kartika Hadi Putri selaku pendamping
internsip di RS Mekar Sari.
3. Rekan-rekan sejawat program internsip di RS Mekar Sari Bekasi.

Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena


itu segala kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan makalah
ini sangat diharapkan. Semoga makalah laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi kita semua dan bisa membuka wawasan serta ilmu pengetahuan kita,
terutama dalam bidang ilmu obstetrik dan ginekologi.

Bekasi, 30 Agustus 2022

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah


kesehatan di Indonesia dan menjadi cerminan kualitas pelayanan kesehatan
selama kehamilan dan nifas. Sekitar delapan juta perempuan/ tahun
mengalami komplikasi kehamilan dan lebih dari setengah juta diantaranya
meninggal dunia, dimana 99% terjadi di negara berkembang (Perkumpulan
Obsetri dan Ginekologi Indonesia, 2016). Tiga penyebab utama kematian ibu
adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam kehamilan (25%), dan infeksi
(12%). Preeklampsia, yang didefinisikan sebagai hipertensi disertai dengan
proteinuria, merupakan gangguan multisistem yang berkembang pada
kehamilan (biasanya terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu sampai
2 minggu post-partum) dan mempersulit 2-8% dari seluruh kehamilan. 1
Sepuluh persen dari semua kehamilan dipersulit oleh hipertensi.
Eklampsia dan preeklampsia menyumbang sekitar setengah dari kasus-kasus
ini di seluruh dunia, dan kondisi ini telah diakui dan dijelaskan selama
bertahun-tahun meskipun umumnya kurangnya pemahaman tentang penyakit
ini. Pada abad kelima, Hippocrates mencatat bahwa sakit kepala, kejang-
kejang, dan kantuk adalah tanda-tanda tidak menyenangkan yang terkait
dengan kehamilan. Pada tahun 1619,Varandaeus menciptakan
istilah eklampsia dalam sebuah risalah tentang ginekolog.2
Eklampsia, yang dianggap sebagai komplikasi dari preeklampsia berat,
umumnya didefinisikan sebagai onset baru dari aktivitas kejang grand mal
dan/atau koma yang tidak dapat dijelaskan selama kehamilan atau
postpartum pada wanita dengan tanda-tanda atau gejala preeklampsia.  Ini
biasanya terjadi selama atau setelah minggu ke-20 kehamilan atau pada
periode postpartum. Meskipun demikian, eklampsia tanpa adanya hipertensi
dengan proteinuria telah terbukti terjadi pada 38% kasus yang dilaporkan di
Inggris.  Demikian pula, hipertensi tidak ada dalam 16% kasus yang ditinjau di
Amerika Serikat.2
Faktor-faktor risiko terjadinya preeklampsia dan eklampsia antara lain
primigravida, primipaternitas, umur, riwayat preeklampsia atau eklampsia,
penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil, kehamilan
ganda, serta obesitas. Tetapi dari faktor-faktor risiko ini masih sulit ditentukan
faktor yang dominan.3
Komplikasi maternal dari preeklampsia meliputi eklampsia, stroke,
abrupsio plasenta, DIC (Disseminated Intavascular Coagulation), sindroma
HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, Low Platelets), perdarahan atau
ruptur hepar, edema paru, ARDS, gagal ginjal akut, edema otak, dan
kematian. Sedangkan komplikasi pada janin meliputi berat badan lahir
rendah, prematur, dan kematian.4
BAB 2
LAPORAN KASUS

I. Anamnesis
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. FS
Tanggal lahir : 02 Juli 1999
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No RM : 00213607
Tanggal Masuk : 04 Agustus 2022
Tanggal Periksa : 04 Agustus 2022

2. Data Dasar
Alloanamnesis dilakukan tanggal 04 Agustus 2022 di Unit Gawat
Darurat.

Keluhan Utama :
Nyeri kepala sejak 2 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Seorang perempuan G1P0A0 hamil 38 minggu datang diantar oleh
bidan dekat rumahnya dengan keluhan nyeri kepala sejak 2 jam
SMRS. Pasien diantar untuk dirujuk, bidannya mengatakan bahwa
pasien juga mengeluhkan penglihatannya buram (+), dan nyeri perut
(+) pada saat di prakter bidannya td pasien 170/100.

Keluhan disertai bengkak di kaki kanan dan kiri. Riwayat hipertensi


dengan TDS>140 belum ada sebelumnya. Tekanan darah tertinggi
pasien 140 pada tanggal 30 juli 2022 Keluhan lain sesak, mimisan,
perdarahan, nyeri dada disangkal. Pasien rutin ANC di bidan.

15menit kemudian pasien kejang, terjadi ± 10 menit, tangan dan kaki


kelojotan, mata mendelik keatas, setelah kejang pasien sempat sadar
dan berteriak nangis karna mengeluhkan nyeri pada kepala dan
perutnya.15 menit kemudian pasien kejang lagi kejang terjadi ± 5 menit
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat alergi dan asma disangkal. Riwayat hipertensi sebelum hamil
disangkal, riwayat kejang, diabetes mellitus, penyakit jantung. Riwayat
operasi sebelumnya disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluarga dengan hipertensi tidak ada


II. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 04 Agustus 2022 dengan hasil sebagai
berikut :
a. Keadaan umum : tampak sakit berat, kesadaran , GCS E4V2M4.
delirium
b. Tanda vital
● Tekanan darah : 170/110 mmHg
● Nadi : 143 kali/menit, reguler, kuat angkat
● Frekuensi nafas : 24 kali/menit, reguler, irama teratur
● Suhu : 36,60C
● Saturasi oksigen : 98% on Room Air

Pemeriksaan Fisik:
● Kulit : Sianotik (-), ikterik (-)
● Kepala : Bentuk normocephal
● Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
dengan diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+)
● Mulut : Mukosa bibir kering (-), sianosis (-)
● Thorax : Simetris, pengembangan dada kanan = kiri, retraksi
intercostal (-), retraksi substernal (-), sela iga melebar (-)
● Jantung
● Inspeksi : Tidak terlihat pulsasi ictus cordis
● Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
● Pulmo
● Inspeksi
Pengembangan dada simetris kanan = kiri, retraksi substernal
(-), retraksi intercostal (-)

● Auskultasi
Kanan : suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Kiri : suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
● Abdomen
● Inspeksi : Cembung, sikatriks (-), ruam (-), ikterik (-)
● Auskultasi : Bising usus (+) normal
● Palpasi : TFU 30
● Vaginal Toucher : Tidak dilakukan
● Ekstremitas
Superior Ka/ Ki : Ptekie (-/-), eritema palmaris (-/-), oedem (-/-),
sianosis (-/-), pucat (-/-), akral dingin (-/-),
Inferior Ka/ Ki : edem (+/+), sianosis (-/-), pucat (-/-),
akral dingin (-/-),

III. Pemeriksaan Penunjang


 Laboratorium : pemeriksaan hematologi dan urinalisa pada tanggal
04 Agustus 2022

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


HEMATOLOGI

Hemoglobin 11,1 g/dL 12-16

Hematokrit 35 % 37-42

Leukosit 12,5 ribu/µl 4-10

Trombosit 215 ribu/µl 150-450

Eosinofil 1 % 1-6

Basofil 0 % 0-2

Neutrofil 59 % 40-80

Limfosit 28 % 20-40

Monosit 13 % 2-10

GDS 114 mg/dL <200

IMUNO-SEROLOGI

HbsAg NON REAKTIF NON REAKTIF

Anti HIV NON REAKTIF NON REAKTIF

Syphilis Rapid NON REAKTIF NON REAKTIF

URINE LENGKAP

Warna Kuning Keruh Kuning Muda

Leukosit -/NEG -/NEG

Nitrit -/NEG -/NEG

Urobilinogen 0,2 E.U/dL 0,2

Protein +++ -/NEG

pH 6,5 4,5-7

Blood (++) -/NEG


Keton + -/NEG

Bilirubin + mg% -/NEG

Glukosa -/NEG -/NEG

SEDIMEN

Leukosit 5-10 /LPB 0-5

Eritrosit 10-12 /LPB 1-2

Epitel 12-15 -/NEG

Bakteri -/NEG -/NEG

Jamur -/NEG -/NEG

Silinder -/NEG -/NEG

Kristal -/NEG -/NEG

Ms. Perdarahan
(BT)
MS PERDARAHAN 3 1-3 Menit

Ms. Pembekuan
(CT)
MS PEMBEKUAN 15 8-18 Menit

GINJAL
Ureum/Creatinin
UREUM 15 15-50 Mg/dl
CREARININ 0.99 0.6-1.3 Mg/dl

Analisa Gas
Darah
Ph 6,920 7,350-7.450
PCO2 69.8 32.0-45.0 mmol/L
PO2 84.5 75.0-100.0 mmol/L
HCO3 14.0 21.0-25.0 mmol/L
CTCO2 16.1 0.0-0.0 mmol/L
BE ecf -18.6 -2.5-2.5 mmol/L
% SO2 87.3 85.0-95.0 %
Elektrolit paket

Natrium 136 134-146 mmol/L


Kalium 3.10 3.4-4.5 mmol/L
Klorida 97 96-108 mmol/L

Protein albumin
Albumin 2.6 3.8-5.4 g/dl

 Swab Nasofaring Antigen SARS COV2 :


Tanggal 4 Agustus 2022 di Laboratorium RS Mekar Sari : Negatif

IV. Diagnosis
 G1P0A0 Hamil 38 minggu dengan eklampsia

V. Tatalaksana
Advice dr dedy, SpOG (DPJP) :
 RL + MgSO4 40% 6gr tetesan 20tpm
 Bolus MgSO4 40% 4gr iv dalam 10 menit
 Pasang Dc
 Pasang O2 NRM
 Pasang NGT
 Spalek tounge
 Lapor ulang dalam 10 menit
 14:30 lapor anestesi untuk dilakukan tindakan SC di mekarsari
 14:35 lapor untuk tidak bisa SC karna ICU Full
 14:37 lapor ulamg ke dr dedy sp.OG pasien kejang Kembali TD:
255/145 Hr: 153
Pasien tidak respon terhadap obat
Lasix 2 ampl extra iv
15:34 lapor dr dedy Sp. OG E1M1V1 TD: 127/91 Hr: 127 RR: 11
Spo2 : 96 urin 10 cc/1jam
 Rawat ICU
RL +MGsO4 40% 6gr 20 tpm
Lasix 2 ampl extra
Dexamethasone 2ampl/12jam
Rencana terminasi tunggu stabil
Lapor anestesi persiapan terminasi
 16:06 lapor dr dedy sp. OG
Ceftriaxone 1gr/12j iv
Nifedipine 3x10mg PO (NGT)

VI. Prognosis
 Ad vitam : dubia
 Ad funtionam : dubia
 Ad sanactionam : dubia
05 -08-2022
S: Keluhan sesak berkurang, batuk (+) berdahak, demam (-)
O: KU : Gelisah
Kesadaran : DPO
T : 36.5 C
HR : 86 kali/menit
RR : 13 x/menit
SpO2 : 100% on venti
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
A: P1A0 post partum dengan eklampsi
P: Ceftriaxone 2x1gr
Omeprazole 2x1
Tramadol 3x1
Plasminal 3x1
Rl +mgso4 12tpm
Nifedipine 3x10mg
06-08- 2022
S: Lemas (+), mual (+) sedikit pusing hilang timbul (+)
O: KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
T : 36.5 C
HR : 88 kali/menit
RR : 20 x/menit
SpO2 : 98
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
A: Post SC H3 dengan eclampsia
P: Ceftriaxone 2x1gr
Omeprazole 2x1
Tramadol 3x1
Plasminal 3x1
Rl +mgso4 12tpm
Nifedipine 3x10mg
Tanggal 5-08-22 jam 06:00
Analisa Gas
Darah
Ph 7.491 7,350-7.450
PCO2 21.2 32.0-45.0 mmol/L
PO2 192.9 75.0-100.0 mmol/L
HCO3 15.8 21.0-25.0 mmol/L
CTCO2 16.5 0.0-0.0 mmol/L
BE ecf -7.5 -2.5-2.5 mmol/L
% SO2 99.4 85.0-95.0 %

Tanggal 5-08-22 jam 12.00


Analisa Gas
Darah
Ph 7.480 7,350-7.450
PCO2 33.5 32.0-45.0 mmol/L
PO2 267.5 75.0-100.0 mmol/L
HCO3 24.4 21.0-25.0 mmol/L
CTCO2 25.4 0.0-0.0 mmol/L
BE ecf 0.9 -2.5-2.5 mmol/L
% SO2 99.7 85.0-95.0 %
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Eklampsia, yang dianggap sebagai komplikasi dari preeklampsia berat,
umumnya didefinisikan sebagai onset baru dari aktivitas kejang grand mal
dan/atau koma yang tidak dapat dijelaskan selama kehamilan atau
postpartum pada wanita dengan tanda-tanda atau gejala preeklampsia.  Ini
biasanya terjadi selama atau setelah minggu ke-20 kehamilan atau pada
periode postpartum.2

Eklampsia di diagnosa bila maternal mengalami kejang umum dan/atau


koma, ada gejala preeklamsia, dan tidak ada kemungkinan penyebab lain
(misalnya epilepsi, perdarahan subaraknoid, dan meningitis). 5

Pada eklamsia yang kejang umumnya memberikan gejala-gejala yang


khas yang dapat dijadikan sebagai tanda prodorma akan terjadinya kejang,
preeklamsia yang disertai tanda-tanda prodorma ini disebut sebagai
impending eclampsia atau imminent eclampsia.5

Eklampsia adalah kejang yang terjadi pada ibu hamil dengan tanda-tanda
preeklampsia. Preeklampsia sendiri merupakan kumpulan gejala yang terdiri
dari hipertensi (Tekanan darah ≥140/90 mmHg) bersamaan dengan
proteinuriamasif yang terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu.
Eklampsia dibagi menjadi tiga yaitu, eklampsia antepartum, eklampsia
intrapartum, dan eklampsia postpartum. Eklampsia banyak terjadi pada
trimester terakhir dan semakin meningkat saat mendekati persalinan. 6

3.2 Klasifikasi7,8,9,10
Eklampsia dibagi menjadi tiga yaitu, eklampsia antepartum, eklampsia
intrapartum, dan eklampsia postpartum. Eklampsia banyak terjadi pada
trimester terakhir dan semakin meningkat saat mendekati persalinan.
a. Eklamsia antepartum ( eklamasi gravidarum )

Eklamsi yang terjadi sebelum masa persalinan, biasanya terjadi 4-50%

b. Eklamsia intrapartum ( eklamsia Parturientum )


Eklamsi yang terjadi pada saat persalinan 4-50%

c. Eklamsia postpartum
Eklamsi yang terjadi setelah persalinan 4-10%

3.3 Etiologi7,8,9,10

Sampi saat ini penyebab eklamsi belum diketahui pasti dan belum dapat
menjawab semua pertanyaan memuaska. Zweifel (1916) menyebutkan
bahwa eklamsi adalah “ the disease of theories”.

Saat ini terdapat 4 hipotesis utama terbanyak yang diteleti :

1. Iskemik plasenta

Menurut kelompok Oxford. PE merupakan penyakit plasenta yang


terdiri atas 2 tahap. Pada tahap pertama iskemik mempengaruhi arteri
spiralis sehingga terjadi defisiensi aliran darah utero plasenta. Yang
kedua merupakan tahap lanjutan yang pertama, kelanjutan
iskemikplasenta baik pada ibu ataupun janin

2. VLDL vs aktifasi anti toksin

Pada PE, asam lemak bebas sudah meningkat 15-20 minggu sebelum
onset penyakit. Diantara asam lemak bebas ini, asam oleat, asam
linoleat, dan asam palmitat meningkat sebesar 37%, 25% dan 25%.
Inkubasi linoleat menurunkan kadar monofosfat guanosin siklik pada
endotel sampi 70%. Sehingga kemampuannya untuk mengingibisi
agregasi platelet sebesar 40%. Plasma albumin merupakan zat
isoelektrik dengan kadar isoelektrik poin 4,8 – 5,6. Semakin banyak
asam lemak bebas yang terikat pada albumin maka PH akan menurun
menjadi 4,8 sehingga mengakibatkan toksisitas VLDL tidak tercegah
dan terjadi PE

3. Maladaptasi imun

Pada manusia transplantasi organ akan ditolak bila tersapat perbedaan


HLA donor resipien. Pada kehamilan normal tampak bahwa sel-sel
trofoblas yang berhubungan dengan darah ibu tidak mengandung Mhc
kelas I dan kelas II aloantigen, sedangkan yang berhubungan dengan
darah ibu mengandung adalah MCH kelas I positif. Sel-sel desisua
banyak mengandung CD45 yang berasal dari sumsum tulang. Pada
endometrium fase sekresi lanjut akan ditemukan CD56 yang tidak
umum dijumpai, suatu marker leukosit granul besar pada pembuluh
darah perifer yang bersifat dominan. Leukosit ini sangat mirip dengan
NK “natural killer” walaupun tidak sekuat sel NK pada pembuluh darah
perifer.

4. Genetic imprinting

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal, genotype
ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara
femilial jika dibandingkan dengan gentotip janin. Telah terbukti bahwa
ibu yang mengalami eklamsi dan preeklamsi 26% anaknya akan
mengalami hal serupa. Sedangkan hanya 8% anak menantu yang
mengalami hal Serupa.

3.4 Patofisiologi Eklamsi2


a. Penghambatan perkembangan uterovaskular
Banyak perubahan uterovaskular terjadi ketika seorang wanita sedang
hamil. Dipercayai bahwa perubahan ini disebabkan oleh interaksi antara
alograf janin dan ibu dan mengakibatkan perubahan pembuluh darah
sistemik dan lokal. Telah ditunjukkan bahwa pada pasien dengan
eklampsia, perkembangan arteri uteroplacental terhambat.
b. Hambatan regulasi aliran darah otak
Dipercayai bahwa pada eklampsia ada aliran darah otak yang abnormal
dalam pengaturan hipertensi ekstrim. Pengaturan perfusi serebral
dihambat, pembuluh menjadi melebar dengan peningkatan permeabilitas,
dan edema serebral terjadi, mengakibatkan iskemia dan ensefalopati.
Dengan meningkatnya tekanan darah, autoregulasi serebral
terganggu yang mengakibatkan daerah serebral iskemia serta
perdarahan mikro, yang masing-masing dapat memulai fokus
kejang.  Pada hipertensi ekstrem, vasokonstriksi kompensasi normal
dapat menjadi cacat. Beberapa temuan otopsi mendukung model ini dan
secara konsisten mengungkapkan pembengkakan dan nekrosis fibrinoid
dinding pembuluh darah. 
c. Disfungsi endotel
Faktor-faktor yang terkait dengan disfungsi endotel telah terbukti
meningkat dalam sirkulasi sistemik wanita yang menderita eklampsia. Ini
termasuk yang berikut ini 
 Fibronektin seluler
 Faktor Von Willebrand
 Molekul adhesi sel (yaitu, P-selectin, molekul adhesi endotel vaskular-1
[VCAM-1]
 Molekul adhesi antar sel-1 [ICAM-1])
 Sitokin (yaitu, interleukin-6 [IL-6])
 Faktor nekrosis tumor-α [TNF-α]
Selain itu, diyakini bahwa faktor antiangiogenic, seperti protein plasenta
fms-seperti tirosin kinase 1 (sFlt-1) dan activin A, memusuhi faktor
pertumbuhan endotel vaskular (VEGF).  Peningkatan kadar protein ini
menyebabkan pengurangan VEGF dan menginduksi disfungsi sel endotel
sistemik dan lokal.
Kebocoran protein dari sirkulasi dan edema umum adalah gejala sisa dari
disfungsi endotel dan dengan demikian merupakan faktor penentu yang
terkait dengan preeklampsia dan eklampsia.
d. Stres oksidatif
Bukti menunjukkan bahwa molekul leptin meningkat dalam sirkulasi
wanita dengan eklampsia, menginduksi stres oksidatif, faktor lain dalam
eklampsia, pada sel. (Peningkatan leptin juga menghasilkan agregasi
trombosit, kemungkinan besar berkontribusi pada koagulopati yang terkait
dengan eklampsia.)
Stres oksidatif telah ditemukan untuk merangsang produksi dan sekresi
faktor antiangiogenic activin A dari sel plasenta dan endotel.   Studi pada
model tikus hamil telah mengusulkan bahwa ada disregulasi di jalur
pensinyalan spesies oksigen reaktif (ROS).
Studi juga menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas leukosit sistemik
berperan dalam mediasi stres oksidatif, peradangan, dan disfungsi sel
endotel. Studi histokimia menunjukkan bahwa ada terutama peningkatan
infiltrasi neutrofil vaskulatur pada pasien dengan eklampsia.

3.5 Faktor Risiko.


faktor risiko preeklamsia dan Eklamsi antara lain adalah
 Nulliparitas

 Hipertensi kronis yang sudah ada sebelumnya


 Gangguan pembuluh darah (misalnya, gangguan ginjal, vaskulopati
diabetik)
 Diabetes yang sudah ada sebelumnya atau gestasional
 Usia ibu yang lebih tua (> 35 tahun) atau sangat muda (misalnya, < 17)
 Riwayat keluarga preeklampsia

 Preeklampsia atau hasil yang buruk pada kehamilan sebelumnya

 Kehamilan multifetal
 Obesitas
 Gangguan trombotik (misalnya, sindrom antibodi antifosfolipid )

3.6 Diagnosis dan Gambaran Klinik Eklamsia. 12


Seluruh kejang eklamsia didahului dengan preeklamsi. Preeklamsia
dibagi menjadi ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila ada satu
atau dua tanda lebih dibawah ini :

a.Tekanan darah sekurang-kurangnya 160mmHg sistolik atau 110mmHg


Diastolik pada dua klali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama.

b.Trombositopenia : trombosit < 100.000/mikroliter

c. Gangguan ginjal : kreatinin serum diatas 1,1 mg/dl atau didapatkan


peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana
tidak ada kelainan ginjal sebelumnya.

d. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase dua kali normal


atau adanya nyeri didaerah epigastric/ regio kanan atas abdomen

e. Edem paru

f. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus

g. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi


uteroplasenta: oligohidroamnion, Fetal Growth Restriction (FGR), atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
Beberapa penelitian terbaru menunjukan rendahnya hubungan antara
kuantitas protein urin terhadap luaran preeklamsia, sehingga kondisi protein urin
massif (lebih dari 5g ) telah dieliminasi dari kriteria pemberatan preeklamsia.
Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan preeklamsia ringan, dikarenakan
setiap preeklamsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat
mengakibatkan morbiditas dan mortalotas secara signifikan dalam waktu yang
singkat.
Meskipun pasien dengan preeklampsia berat berisiko lebih besar untuk
kejang, 25% pasien memiliki gejala yang konsisten dengan preeklampsia ringan
(yaitu, preeklampsia tanpa fitur parah) sebelum kejang. 2
Sebuah studi oleh Cooray et al menemukan bahwa gejala paling umum
yang segera mendahului kejang eklamptik adalah gejala neurologis (yaitu, sakit
kepala, dengan atau tanpa gangguan penglihatan), terlepas dari tingkat
hipertensi. Ini menunjukkan bahwa memantau pasien dengan cermat dengan
gejala-gejala ini dapat memberikan peringatan dini untuk eklampsia. 2

3.6.1 Pemeriksaan Fisik2


Sebagian besar pasien dengan eklampsia hadir dengan hipertensi dan kejang,
bersama dengan beberapa kombinasi proteinuria dan edema. Temuan pada
pemeriksaan fisik dapat mencakup hal-hal berikut:
 BP sistolik berkelanjutan lebih besar dari 160 mm Hg atau BP diastolik lebih
besar dari 110 mm Hg
 Takikardia
 Takipnea
 Rales
 Status mental berubah
 Hiperrefleksia
 Klonus
 Papilledema
 Oliguria atau anuria
 Melokalisasi defisit neurologis
 Kuadran atas kanan atau nyeri perut epigastrik
 Edema umum
 Tinggi fundal kecil untuk perkiraan usia kehamilan
 Ketakutan
Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik
adalah dengan dimulainya Gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka
khususnya sekitar mulut, yang bebrapa detik kemudian disusul kontraksiotot-otot
tubuh yang menegang, sehingga selutuh tubuh menjadi kaku. 5
Pada kejadian ini wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol,
kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkaidalam keadaan
inversi. Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan
ini berlangsung 15-30 detik.5
Selanjutnya kejang tonik ini disusul oleh kejang klonik, yang dimulai dengan
terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup Kembali dengan kuat disertai
dengan terbukanya dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan
kontraksi intermiten dari otot muka dan seluruh tubuh. 5
Begitu kuatnya kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali penedita
terlempar dari tempat tidur, sering kali juga lidah terigigit akibat dari kontraksi
otot rahang yang terbuka dan tertutup dengan kuat. 5
Dari mulut keluar air liur atau busa yang kadang-kadang disertai bercak darah.
Wajah tampak membengka karna kongesti dan pada konjungtiva mata
ditemukan bitnik-bintik perdarahan.5
Pada waktu timbul kejang, diafragma terfaksir, sehingga pernafasan
tertahan, kejang klonik berlangsung kurang lebih 1 menit, kemudian berangsur-
angsur kontraksi melemah dan akhirnya berhenti sehingga penderita terjatuh
dalam koma. Pada waktu timbul kejang, tekanan darah cepat meningkat,
demikian juga suhu badan, yang dimungkinkan oleh karena gangguan cerebral.
Penderita mengalami inkontensiadisertai oliguria atau anuria dan kadang terjadi
aspirasi bhkan muntah.
Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi dan bila
tidak segera diberiobat-obat anti kejang akan disusul dengan episode kejang
berikutnya. Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernafasan meningkat, dapat
mencapai 50 kali per menit akibat terjadinya hiperkardia, atau hipoksia.
Pada beberapa kasus bahkan dapat menimbulkan disorientasi dan sedikit
gelisah. Untuk menilai derajat hilangnya kesadaran, dapat dipakai beberapa
cara dengan GCS.5
3.6.2. Pemeriksaan penunjang
Hitung sel darah lengkap (CBC) dapat mengungkapkan hal berikut:
 Anemia karena hemolisis mikroangiopati, hemokonsentrasi karena jarak ketiga,
atau hemodilusi fisiologis kehamilan
 Apusan perifer (schistocytes, burr cell, echinocytes)
 Peningkatan bilirubin (>1,2 mg/dL)
 Trombositopenia (< 100.000) karena hemolisis dan jumlah trombosit yang rendah
terkait dengan sindrom HELLP (terlihat pada 20-25% pasien dengan eklampsia) [ 4 ]
 Kadar haptoglobin serum rendah
 Peningkatan kadar laktat dehidrogenase (LDH) (ambang 180–600 U/L)
Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protrombin (PT) normal dan waktu
tromboplastin parsial teraktivasi (aPTT), produk pemecahan fibrin, dan kadar
fibrinogen. 

Urinalisis dan kadar Asam Urat


Proteinuria biasanya merupakan salah satu gejala yang muncul pada
pasien dengan eklampsia. Koleksi waktunya telah menjadi standar kriteria
urinalisis untuk mendeteksi proteinuria (>300 mg/24 jam atau >1 g/L). Protein
per satuan waktu yang diukur selama 24 jam telah digunakan secara
tradisional; namun, koleksi 12 jam telah terbukti akurat. 
Selain itu, sekarang umum untuk mengandalkan protein spot untuk rasio
kreatinin untuk menilai proteinuria, bukan pengumpulan waktunya. Derajat
proteinuria atau perubahan proteinuria sangat membantu dalam mendiagnosis
preeklamsia, tetapi tidak memiliki efek signifikan pada manajemen klinis. 
Meskipun diteliti,
Baweja et al menyarankan bahwa ketika mengukur kadar albumin urin
utuh menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi pada kehamilan awal dan
tanpa komplikasi, nilai spot albumin urin: rasio kreatinin (ACR) lebih tinggi. Jika
diukur pada awal trimester kedua, ACR 35,5 mg/mmol atau lebih tinggi dapat
memprediksi preeklamsia sebelum gejala muncul. 

Kadar kreatinin serum


Tingkat kreatinin serum meningkat pad a eklampsia karena penurunan volume
intravaskular dan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR). Klirens kreatinin
(CrCl) mungkin kurang dari 90 mL/menit/1,73 m 2 

Tes Fungsi Hati


Hasil tes fungsi hati dapat mengungkapkan hal berikut (20-25% pasien dengan
eklampsia):
 Tingkat aspartat aminotransferase (SGOT) lebih tinggi dari 72 IU/L
 Kadar bilirubin total lebih tinggi dari 1,2 mg/dL

 Tingkat LDH lebih tinggi dari 600 IU/L [ 2 ]


 Peningkatan kadar karena cedera hepatoseluler dan sindrom HELLP
 Perhatikan bahwa kadar alkaline phosphatase tidak berguna dalam
mendiagnosis disfungsi hati selama kehamilan karena alkaline
phosphatase plasenta. 
CT Scan dan MRI Kepala
Computed tomography (CT) scan kepala, dengan atau tanpa kontras,
dapat menyingkirkan trombosis vena serebral, perdarahan intrakranial, dan lesi
sistem saraf pusat, yang semuanya dapat terjadi pada kehamilan dan disertai
dengan kejang.
Meskipun mendapatkan CT scan pada eklampsia tidak rutin, kelainan
telah diamati pada hingga 50% wanita yang dicitrakan.
Temuan CT scan karakteristik termasuk daerah hipodens kortikal,
terutama di lobus oksipital, dan edema serebral difus, yang diyakini sesuai
dengan perdarahan petekie dan edema difus yang dicatat dalam studi
postmortem.
Temuan CT scan mungkin termasuk yang berikut:
 Edema serebral
 Area kepadatan rendah materi putih difus
 Area tambal sulam dengan kepadatan rendah
 Edema materi putih oksipital
 Hilangnya sulkus kortikal normal
 Berkurangnya ukuran ventrikel
 Perdarahan otak
 Perdarahan intraventrikular
 Perdarahan parenkim (densitas tinggi)
 Infark serebral
 Area redaman rendah
 Infark ganglia basalis
Temuan abnormal magnetic resonance imaging (MRI) kepala telah
dilaporkan pada hingga 90% wanita yang dicitrakan. Ini termasuk sinyal yang
meningkat di persimpangan materi abu-abu-putih pada gambar dengan
pembobotan T2, serta edema kortikal dan perdarahan. Sindrom ensefalopati
reversibel posterior (PRES), indikasi edema vasogenik sentral, semakin dikenal
sebagai komponen eklampsia.
Satu harus mempertimbangkan CT scan atau MRI pada pasien yang telah
terlibat dalam trauma, refrakter terhadap terapi magnesium sulfat, atau memiliki
presentasi atipikal (misalnya, kejang> 24 jam setelah melahirkan, tidak adanya
hipertensi berat).

Ultrasonografi Transabdominal
Ultrasonografi transabdominal digunakan untuk memperkirakan usia
kehamilan dan kesejahteraan janin. Pertumbuhan janin yang buruk,
oligohidramnion, dan/atau velosimetri Doppler arteri umbilikalis yang abnormal
dapat terlihat sekunder akibat hipertensi yang berhubungan dengan
eklampsia. Ultrasonografi juga dapat digunakan untuk menilai solusio plasenta,
yang dapat mempersulit eklampsia. Namun, sensitivitas ultrasound untuk
mendeteksi abrupsi sangat buruk

Studi Elektroensefalografi dan CSF


Pemeriksaan elektroensefalogram dan cairan serebrospinal jarang
berguna dalam manajemen; namun, mereka mungkin diindikasikan jika epilepsi
atau meningitis dipertimbangkan dalam diagnosis.

3.7 Perawatan dan Terapi Eklamsia


Perawatan dasar eklamsi yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi
fungsi vital, yang harus selalu diingat airway, birthing, circulation (ABC). 2
Petugas layanan medis darurat harus (1) mengamankan jalur intravena (IV)
dengan kateter besar, (2) memulai pemantauan jantung dan memberikan
oksigen, dan (3) mengangkut pasien dalam posisi dekubitus lateral kiri.5
Mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia, asidemia mencegah
trauma pada pasien kejang, mengendalikan tekanan darah pada waktu krisis
hipertensi. Melahirkan janin pada waktu yang tepat dengan cara yang cepat. 2
Beberapa organisasi telah mengembangkan pedoman skrining,
pengobatan, dan pencegahan untuk preeklamsia dan eklampsia. American
College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan Society for Maternal-
Fetal Medicine (SMFM) terus mendukung penggunaan magnesium sulfat dalam
jangka pendek (biasanya <48 jam) dalam perawatan obstetrik untuk kondisi
tertentu dan jangka waktu pengobatan yang meliputi :5
 Untuk pencegahan dan pengobatan kejang pada wanita dengan
preeklamsia atau eclampsia
o Rekomendasi terbaru menyarankan bahwa magnesium sulfat
digunakan untuk profilaksis kejang pada preeklamsia berat dan untuk
mengendalikan kejang pada eklampsia, meskipun magnesium sulfat
tidak diperlukan untuk preeklamsia tanpa gejala berat.
 Untuk perlindungan saraf janin sebelum persalinan prematur dini (<32
minggu kehamilan) yang diantisipasi
 Untuk perpanjangan kehamilan jangka pendek (≤48 jam) untuk
memungkinkan pemberian kortikosteroid antenatal pada wanita hamil yang
berisiko melahirkan prematur dalam waktu 7 hari

3.7.1 Medikamentosa
I. Obat anti kejang
Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas,
mencegah komplikasi, dan mengoreksi eklampsia .2 Obat yang menjadi
pilihan utama ialah magnesium sulfat. Bila dengan jenis ini kejang masih
sukar dihadapi, dapat digunakan obat jenis lain, misalnya thiopental,.
Diazepam dapat dipakai sebagai alternative pilihan, untuk kasus di mana
magnesium sulfat mungkin dikontraindikasikan (misalnya, miastenia
gravis ).
 Pengendalian hipertensi sangat penting untuk mencegah
morbiditas lebih lanjut atau kemungkinan kematian. Obat antihipertensi
yang paling sering digunakan adalah hidralazin, labetalol, dan nifedipin. 2
namun mengingat dosis yang digunakan sangat tinggi. Diazepan hanya
diberikan pada mereka yang sudah berpengalaman. Untuk pemberian
diuretikum harus diimbangi dengan monitor elektrolit. 5
II. Magnesium Sulfat MgSO4
Magnesium sulfat IV adalah obat awal yang diberikan untuk
menghentikan kejang. Kejang biasanya berakhir setelah dosis pemuatan
magnesium. Dosis pemuatan 4-6 g (15-20 menit) dan dosis pemeliharaan
1-2 g per jam sebagai larutan IV kontinu harus diberikan. Untuk kejang
berulang atau ketika magnesium dikontraindikasikan, seseorang dapat
menggunakan lorazepam (Ativan; 2-4 mg IV selama 2-5 menit) atau
diazepam (Valium; 5-10 mg IV perlahan) dapat digunakan untuk
menghentikan kejang. 
Sementara benzodiazepin dapat digunakan untuk mengobati
kejang karena eklampsia, magnesium tetap menjadi pilihan yang lebih
disukai. Ada lebih dari 50 tahun data dan pengalaman menggunakan
magnesium untuk tujuan ini dengan keamanan dan kemanjuran yang
sangat baik. Setelah kejang berakhir, 85% pasien mencatat peningkatan
kontrol BP. Catatan: Toksisitas magnesium dapat menyebabkan koma,
dan jika status mental berubah dengan kecepatan infus ini, ini harus
dipertimbangkan
III. Anti Hipertensi
Hipertensi berat (>160 mm Hg sistolik atau> 110 mm Hg diastolik)
harus diatasi setelah infus magnesium. Hydralazine atau labetalol dapat
diberikan IV untuk mengontrol tekanan darah. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik antara 140 dan 160 mm Hg dan
tekanan darah diastolik antara 90 dan 110 mm Hg. Sebuah bolus IV
hydralazine (5-10 mg selama 2 menit) atau labetalol (dosis awal 20 mg)
dianjurkan. Sebagai alternatif, kapsul nifedipin oral (10 mg) dapat
diberikan. Obat antihipertensi kuat lainnya, seperti natrium nitroprusid
atau nitrogliserin, dapat digunakan tetapi jarang diperlukan. Tekanan
darah harus dinilai dengan tujuan mempertahankan tekanan darah
diastolik kurang dari 110 mm Hg dengan pemberian obat antihipertensi
sesuai kebutuhan (misalnya, hidralazin, labetalol, nifedipin).
Diuretik hanya digunakan pada keadaan edema paru sebelum
pelahiran.
Perhatian harus diberikan untuk tidak menurunkan tekanan darah terlalu
drastis; penurunan yang berlebihan dapat menyebabkan perfusi
uteroplasenta yang tidak memadai dan gangguan janin.
IV. Pemeberian Steroid
Dosis steroid antenatal dapat diberikan untuk mengantisipasi
kelahiran darurat ketika usia kehamilan kurang dari 32
minggu. Betametason (12 mg IM setiap 24 jam × 2 dosis) atau
deksametason (6 mg IM setiap 12 jam × 4 dosis) dianjurkan.
Sekitar 10% wanita dengan eklampsia akan mengalami kejang
tambahan setelah menerima magnesium sulfat. 2 g bolus magnesium
lainnya dapat diberikan dalam kasus ini. Untuk pasien langka yang terus
mengalami aktivitas kejang saat menerima terapi magnesium yang
memadai, kejang dapat diobati dengan natrium.
3.7.2 Non Medikamentosa
a) perawatan pada saat kejang
penderita harus dirawat dikamar yang cukup terang, tidak dikamar gelap,
agar apabila terjadi sianosis segera dapat diketahui. Penderita
dibaringkan ditempat tidur yang lebar dibaringkan dengan rail tempat tidur
yang harus dipasang dan kunci dengan kuat selanjutnya masukan sudap
lidah kedalam mulut penderitadan jangan mencoba melepas sudap lidah
yang sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi. Kepala direndahkan
dan daerah orofaring diisap. Kepala dan ekstermitas dijaga agar pada
saat kejang tidak terkena benda-benda keras. Bila penderita telah selesai
kejang segera berikan oksigen.
b) Pemantauan Ibu.2
Tergantung pada perjalanan klinis, periksa secara teratur status
neurologis pasien untuk tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
atau perdarahan (misalnya, pemeriksaan funduskopi, saraf kranial)
Pantau masukan cairan dan haluaran urin, frekuensi pernapasan
ibu, dan oksigenasi, sesuai indikasi, dan pantau terus status
janin. Pemantauan tekanan arteri pulmonal jarang diindikasikan tetapi
dapat membantu pada pasien yang memiliki bukti edema paru atau
oliguria/anuria.
Setelah kejang dikendalikan dan pasien telah sadar kembali,
kondisi medis umum pasien harus dinilai untuk mengidentifikasi penyebab
kejang lainnya. Induksi persalinan dapat dimulai ketika pasien stabil.
c) Pemantauan Janin2
Denyut jantung janin dan kontraksi uterus harus terus
dipantau. Bradikardia janin umum terjadi setelah kejang eklampsia dan
telah dilaporkan berlangsung dari 30 detik hingga 9 menit. Interval dari
awitan kejang hingga penurunan denyut jantung janin biasanya 5 menit
atau kurang. Takikardia janin sementara dapat terjadi setelah
bradikardia. Biasanya, persalinan sesar darurat tidak diindikasikan untuk
bradikardia transien pasca kejang ini; itu secara spontan teratasi.
Setelah bradikardia awal, selama fase pemulihan, penelusuran
denyut jantung janin dapat mengungkapkan hilangnya variabilitas jangka
pendek dan jangka panjang dan adanya deselerasi lambat. Kelainan ini
kemungkinan besar disebabkan oleh penurunan aliran darah uterus yang
disebabkan oleh vasospasme yang intens dan hiperaktivitas uterus
selama kejang.
 Jika penelusuran jantung janin tidak membaik setelah kejang,
evaluasi lebih lanjut harus dilakukan. Janin dengan pertumbuhan terbatas
dan prematur mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih
setelah kejang. Solusio plasenta dapat terjadi jika hiperaktivitas uterus
tetap ada dan bradikardia janin berlanjut.

d) Persalinan Eklamsi antepartum atau interpartum. 2


Persalinan adalah pengobatan untuk eklampsia setelah pasien
stabil. Tidak ada upaya yang harus dilakukan untuk melahirkan bayi baik
pervaginam atau dengan persalinan sesar sampai fase akut kejang atau
koma telah berlalu. Cara persalinan harus didasarkan pada indikasi
obstetrik tetapi harus dipilih dengan kesadaran bahwa persalinan
pervaginam lebih disukai dari sudut pandang ibu.
Pereda nyeri ibu yang memadai untuk persalinan dan pelahiran
sangat penting dan dapat diberikan dengan opioid sistemik atau anestesi
epidural. Dengan tidak adanya malpresentasi janin atau gawat janin,
oksitosin atau prostaglandin dapat dimulai untuk menginduksi persalinan.
Persalinan sesar dapat dipertimbangkan pada pasien dengan
serviks yang tidak baik dan usia kehamilan 30 minggu atau kurang,
karena induksi dalam keadaan ini dapat mengakibatkan perjalanan
intrapartum yang berkepanjangan dan seringkali tidak berhasil dalam
menghindari pelahiran sesar, mengingat tingginya tingkat komplikasi
intrapartum. Ketika persalinan sesar darurat diindikasikan, membuktikan
tidak adanya koagulopati sebelum prosedur adalah penting. 
3.7 Komplikasi
Sebanyak 56% pasien dengan eklampsia mungkin mengalami defisit
sementara, termasuk kebutaan kortikal. Namun, penelitian telah gagal untuk
menunjukkan bukti defisit neurologis yang bertahan setelah kejang eklampsia
tanpa komplikasi selama masa tindak lanjut. Studi menunjukkan bahwa ada
peningkatan risiko kecelakaan serebrovaskular (CVA) dan penyakit arteri
koroner (CAD) pada ibu eklampsia di kemudian hari.
Komplikasi potensial lain dari eklampsia termasuk yang berikut:
 Kerusakan neurologis permanen akibat kejang berulang atau perdarahan
intrakranial
 Insufisiensi ginjal dan gagal ginjal akut
 Perubahan janin – IUGR, solusio plasenta, oligohidramnion
 Kerusakan hati dan jarang terjadi ruptur hati
 Kompromi hematologi dan DIC
 Peningkatan risiko preeklamsia/eklampsia berulang dengan kehamilan
berikutnya
 Kematian ibu atau janin: Eklampsia dikaitkan dengan sekitar 13% kematian
ibu di seluruh dunia

3.8 Pencegahan
Mencegah perkembangan preeklamsia pada pasien berisiko tinggi secara
teoritis dapat menurunkan risiko eklampsia dan komplikasinya di kemudian
hari. Aspirin menghambat agregasi trombosit dan vasospasme pada
preeklamsia, dan mungkin efektif dalam mencegah preeklamsia.
 Penelitian telah menunjukkan bahwa aspirin dosis rendah pada wanita
dengan risiko tinggi preeklamsia dapat berkontribusi pada penurunan risiko
preeklamsia, penurunan angka kelahiran prematur, dan penurunan angka
kematian janin, tanpa meningkatkan risiko solusio plasenta. Seorang dokter
kandungan harus secara langsung mengawasi terapi aspirin dosis rendah pada
pasien berisiko tinggi. Pedoman saat ini untuk terapi aspirin dosis rendah
menurut ACOG dan SMFM adalah sebagai berikut :
Profilaksis aspirin dosis rendah (81 mg/hari) direkomendasikan untuk ibu hamil
dengan risiko tinggi   preeklamsia dengan satu atau lebih faktor risiko berikut:
 Riwayat preeklamsia, terutama bila disertai dengan hasil yang merugikan
 Kehamilan multifetal
 Hipertensi kronis
 Diabetes tipe 1 atau 2 pregestasional
 Penyakit ginjal
 Penyakit autoimun (yaitu, lupus eritematosa sistemik, sindrom antifosfolipid)
 Kombinasi beberapa faktor risiko sedang

Profilaksis aspirin dosis rendah (81 mg/hari) juga direkomendasikan untuk ibu
hamil dengan lebih dari satu  dari beberapa faktor risiko sedang :
 Nuliparitas
 Obesitas (yaitu, indeks massa tubuh > 30)
 Riwayat keluarga preeklamsia (yaitu, ibu atau saudara perempuan)
 Ras kulit hitam (sebagai proksi untuk rasisme yang mendasarinya)
 Pendapatan lebih rendah
 Usia 35 tahun ke atas
 Faktor riwayat pribadi (misalnya, berat badan lahir rendah atau kecil untuk
usia kehamilan, hasil kehamilan yang merugikan sebelumnya, interval
kehamilan> 10 tahun)
 Fertilisasi in vitro
Selain itu, aspirin dosis rendah dapat dipertimbangkan jika pasien memiliki
satu atau lebih faktor risiko sedang berikut: Ras kulit hitam atau pendapatan
rendah.
Jika pasien memiliki hipertensi yang sudah ada sebelumnya, dia harus
memiliki kontrol yang baik sebelum konsepsi dan selama
kehamilannya. Kasusnya harus diikuti untuk pengenalan dan pengobatan
preeklamsia.
Sebuah studi oleh Vadillo-Ortega et al menunjukkan bahwa pada populasi
berisiko tinggi (misalnya, kehamilan sebelumnya dengan komplikasi
preeklamsia, preeklamsia pada kerabat tingkat pertama), suplementasi selama
kehamilan dengan makanan khusus (misalnya, batangan) yang mengandung L-
arginine dan vitamin antioksidan dapat mengurangi risiko preeklamsia.
  Khususnya, efek menguntungkan paling besar ketika suplementasi
dimulai sebelum usia kehamilan 24 minggu. Suplementasi vitamin antioksidan
saja tidak melindungi terhadap preeklamsia. Diperlukan lebih banyak penelitian
yang dilakukan pada populasi berisiko rendah. 
BAB 4
KESIMPULAN

Eklampsia adalah suatu keadaan hipertensi (tekanan darah lebih dari


140/90 mmHg) yang terjadi pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih disertai
dengan proteinuria. Apabila Preeklampsia disertai dengan beberapa gejala
klinis yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas, maka dikategorikan
sebagai preeklampsia berat. Faktor-faktor risiko terjadinya preeklampsia
antara lain primigravida, primipaternitas, umur, riwayat preeklampsia atau
eklampsia, penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil,
kehamilan ganda, serta obesitas. Tetapi dari faktor-faktor risiko ini masih sulit
ditentukan faktor yang dominan. Penegakan diagnosis dilakukan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan laboratorium dan
penunjang lainnya seperti CTG. Penatalaksanaan pada preeklampsia berat
tergantung pada usia kehamilannya. Tujuan pengelolaan
Daftar Pustaka

1. Young BC, Levine RJ, Karumanchi SA. Pathogenesis of preeclampsia.


Annu Rev Pathol.2010;5:173–192.
2. Diunduh dari Eklampsia: Ikhtisar, Faktor Etiologis dan Risiko untuk
Preeklampsia/Eklampsia, Efek sistem multiorgan (medscape.com) pada
Agustus 30 2022
3. Yusrawati,SaputraNP, Machmud R. Faktor Risiko Individual pada
Preeklampsi pada RSUP Dr. M Djamil Padang. 2014. [Diakses tanggal
30Agsutur2022.Tersediadari:http://jurnalobgin.fk.unand.ac.id/indx.php/
JOE/ar ticle/download/11/8

4. Staff AC, Benton SJ, von Dadelszen P, Roberts JM, Taylor RN, Powers
RW, Charnock-Jones DS, Redman CW.Redefining preeclampsia using
placenta-derived biomarkers.Hypertension. 2013 May;61(5):932-42.
5. buku merah
6. http://jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/view/8605/6940
7. Cunningham F. Bary; Williams Obstetrics; 21 st edition; McGraw Hill, USA,
2001 in Hypertensive Disorders in Pregnancy; 567-609
8. Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI; Pedoman pengelolaan
Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia; Edisi kedua; 2005
9. Winkknjosastro H; Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga; Yayasan Bina Pustaka
Saworno Prawirohardjo Jakarta,1994 dalam preeklamsia dan eklamsia h.
281-301
10. Mochtar R; Sinopsis Obstetri; Obstetri Fisiologi dan Obstetri Patologi; ed
5; 1995; Penerbit Buku Kedokteran EGC; H 218-230
11. Preeklampsia dan Eklampsia - Ginekologi dan Kebidanan - MSD Manual
Professional Edition (msdmanuals.com)
12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NO HK.01.07
KEMENKES/91/2017; Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata
Laksana Komplikasi Kehamilan. H 32-33

Anda mungkin juga menyukai