EKLAMPSIA
Disusun Oleh :
dr. Nur Tasya Ruri
Pendamping :
dr. Dedy Nurdiansyah N Sp.OG, M. Kes
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah laporan kasus ini dengan judul
“Eklampsia.”
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam program
internsip dokter Rumah Sakit Mekar Sari Kota Bekasi. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam
penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada :
2. dr. Evi Andriwinarsih dan dr. Ratna Kartika Hadi Putri selaku pendamping
internsip di RS Mekar Sari.
3. Rekan-rekan sejawat program internsip di RS Mekar Sari Bekasi.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
I. Anamnesis
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. FS
Tanggal lahir : 02 Juli 1999
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No RM : 00213607
Tanggal Masuk : 04 Agustus 2022
Tanggal Periksa : 04 Agustus 2022
2. Data Dasar
Alloanamnesis dilakukan tanggal 04 Agustus 2022 di Unit Gawat
Darurat.
Keluhan Utama :
Nyeri kepala sejak 2 jam SMRS.
Pemeriksaan Fisik:
● Kulit : Sianotik (-), ikterik (-)
● Kepala : Bentuk normocephal
● Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
dengan diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+)
● Mulut : Mukosa bibir kering (-), sianosis (-)
● Thorax : Simetris, pengembangan dada kanan = kiri, retraksi
intercostal (-), retraksi substernal (-), sela iga melebar (-)
● Jantung
● Inspeksi : Tidak terlihat pulsasi ictus cordis
● Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
● Pulmo
● Inspeksi
Pengembangan dada simetris kanan = kiri, retraksi substernal
(-), retraksi intercostal (-)
● Auskultasi
Kanan : suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Kiri : suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
● Abdomen
● Inspeksi : Cembung, sikatriks (-), ruam (-), ikterik (-)
● Auskultasi : Bising usus (+) normal
● Palpasi : TFU 30
● Vaginal Toucher : Tidak dilakukan
● Ekstremitas
Superior Ka/ Ki : Ptekie (-/-), eritema palmaris (-/-), oedem (-/-),
sianosis (-/-), pucat (-/-), akral dingin (-/-),
Inferior Ka/ Ki : edem (+/+), sianosis (-/-), pucat (-/-),
akral dingin (-/-),
Hematokrit 35 % 37-42
Eosinofil 1 % 1-6
Basofil 0 % 0-2
Neutrofil 59 % 40-80
Limfosit 28 % 20-40
Monosit 13 % 2-10
IMUNO-SEROLOGI
URINE LENGKAP
pH 6,5 4,5-7
SEDIMEN
Ms. Perdarahan
(BT)
MS PERDARAHAN 3 1-3 Menit
Ms. Pembekuan
(CT)
MS PEMBEKUAN 15 8-18 Menit
GINJAL
Ureum/Creatinin
UREUM 15 15-50 Mg/dl
CREARININ 0.99 0.6-1.3 Mg/dl
Analisa Gas
Darah
Ph 6,920 7,350-7.450
PCO2 69.8 32.0-45.0 mmol/L
PO2 84.5 75.0-100.0 mmol/L
HCO3 14.0 21.0-25.0 mmol/L
CTCO2 16.1 0.0-0.0 mmol/L
BE ecf -18.6 -2.5-2.5 mmol/L
% SO2 87.3 85.0-95.0 %
Elektrolit paket
Protein albumin
Albumin 2.6 3.8-5.4 g/dl
IV. Diagnosis
G1P0A0 Hamil 38 minggu dengan eklampsia
V. Tatalaksana
Advice dr dedy, SpOG (DPJP) :
RL + MgSO4 40% 6gr tetesan 20tpm
Bolus MgSO4 40% 4gr iv dalam 10 menit
Pasang Dc
Pasang O2 NRM
Pasang NGT
Spalek tounge
Lapor ulang dalam 10 menit
14:30 lapor anestesi untuk dilakukan tindakan SC di mekarsari
14:35 lapor untuk tidak bisa SC karna ICU Full
14:37 lapor ulamg ke dr dedy sp.OG pasien kejang Kembali TD:
255/145 Hr: 153
Pasien tidak respon terhadap obat
Lasix 2 ampl extra iv
15:34 lapor dr dedy Sp. OG E1M1V1 TD: 127/91 Hr: 127 RR: 11
Spo2 : 96 urin 10 cc/1jam
Rawat ICU
RL +MGsO4 40% 6gr 20 tpm
Lasix 2 ampl extra
Dexamethasone 2ampl/12jam
Rencana terminasi tunggu stabil
Lapor anestesi persiapan terminasi
16:06 lapor dr dedy sp. OG
Ceftriaxone 1gr/12j iv
Nifedipine 3x10mg PO (NGT)
VI. Prognosis
Ad vitam : dubia
Ad funtionam : dubia
Ad sanactionam : dubia
05 -08-2022
S: Keluhan sesak berkurang, batuk (+) berdahak, demam (-)
O: KU : Gelisah
Kesadaran : DPO
T : 36.5 C
HR : 86 kali/menit
RR : 13 x/menit
SpO2 : 100% on venti
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
A: P1A0 post partum dengan eklampsi
P: Ceftriaxone 2x1gr
Omeprazole 2x1
Tramadol 3x1
Plasminal 3x1
Rl +mgso4 12tpm
Nifedipine 3x10mg
06-08- 2022
S: Lemas (+), mual (+) sedikit pusing hilang timbul (+)
O: KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
T : 36.5 C
HR : 88 kali/menit
RR : 20 x/menit
SpO2 : 98
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
A: Post SC H3 dengan eclampsia
P: Ceftriaxone 2x1gr
Omeprazole 2x1
Tramadol 3x1
Plasminal 3x1
Rl +mgso4 12tpm
Nifedipine 3x10mg
Tanggal 5-08-22 jam 06:00
Analisa Gas
Darah
Ph 7.491 7,350-7.450
PCO2 21.2 32.0-45.0 mmol/L
PO2 192.9 75.0-100.0 mmol/L
HCO3 15.8 21.0-25.0 mmol/L
CTCO2 16.5 0.0-0.0 mmol/L
BE ecf -7.5 -2.5-2.5 mmol/L
% SO2 99.4 85.0-95.0 %
3.1 Definisi
Eklampsia, yang dianggap sebagai komplikasi dari preeklampsia berat,
umumnya didefinisikan sebagai onset baru dari aktivitas kejang grand mal
dan/atau koma yang tidak dapat dijelaskan selama kehamilan atau
postpartum pada wanita dengan tanda-tanda atau gejala preeklampsia. Ini
biasanya terjadi selama atau setelah minggu ke-20 kehamilan atau pada
periode postpartum.2
Eklampsia adalah kejang yang terjadi pada ibu hamil dengan tanda-tanda
preeklampsia. Preeklampsia sendiri merupakan kumpulan gejala yang terdiri
dari hipertensi (Tekanan darah ≥140/90 mmHg) bersamaan dengan
proteinuriamasif yang terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu.
Eklampsia dibagi menjadi tiga yaitu, eklampsia antepartum, eklampsia
intrapartum, dan eklampsia postpartum. Eklampsia banyak terjadi pada
trimester terakhir dan semakin meningkat saat mendekati persalinan. 6
3.2 Klasifikasi7,8,9,10
Eklampsia dibagi menjadi tiga yaitu, eklampsia antepartum, eklampsia
intrapartum, dan eklampsia postpartum. Eklampsia banyak terjadi pada
trimester terakhir dan semakin meningkat saat mendekati persalinan.
a. Eklamsia antepartum ( eklamasi gravidarum )
c. Eklamsia postpartum
Eklamsi yang terjadi setelah persalinan 4-10%
3.3 Etiologi7,8,9,10
Sampi saat ini penyebab eklamsi belum diketahui pasti dan belum dapat
menjawab semua pertanyaan memuaska. Zweifel (1916) menyebutkan
bahwa eklamsi adalah “ the disease of theories”.
1. Iskemik plasenta
Pada PE, asam lemak bebas sudah meningkat 15-20 minggu sebelum
onset penyakit. Diantara asam lemak bebas ini, asam oleat, asam
linoleat, dan asam palmitat meningkat sebesar 37%, 25% dan 25%.
Inkubasi linoleat menurunkan kadar monofosfat guanosin siklik pada
endotel sampi 70%. Sehingga kemampuannya untuk mengingibisi
agregasi platelet sebesar 40%. Plasma albumin merupakan zat
isoelektrik dengan kadar isoelektrik poin 4,8 – 5,6. Semakin banyak
asam lemak bebas yang terikat pada albumin maka PH akan menurun
menjadi 4,8 sehingga mengakibatkan toksisitas VLDL tidak tercegah
dan terjadi PE
3. Maladaptasi imun
4. Genetic imprinting
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal, genotype
ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara
femilial jika dibandingkan dengan gentotip janin. Telah terbukti bahwa
ibu yang mengalami eklamsi dan preeklamsi 26% anaknya akan
mengalami hal serupa. Sedangkan hanya 8% anak menantu yang
mengalami hal Serupa.
Kehamilan multifetal
Obesitas
Gangguan trombotik (misalnya, sindrom antibodi antifosfolipid )
e. Edem paru
Ultrasonografi Transabdominal
Ultrasonografi transabdominal digunakan untuk memperkirakan usia
kehamilan dan kesejahteraan janin. Pertumbuhan janin yang buruk,
oligohidramnion, dan/atau velosimetri Doppler arteri umbilikalis yang abnormal
dapat terlihat sekunder akibat hipertensi yang berhubungan dengan
eklampsia. Ultrasonografi juga dapat digunakan untuk menilai solusio plasenta,
yang dapat mempersulit eklampsia. Namun, sensitivitas ultrasound untuk
mendeteksi abrupsi sangat buruk
3.7.1 Medikamentosa
I. Obat anti kejang
Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas,
mencegah komplikasi, dan mengoreksi eklampsia .2 Obat yang menjadi
pilihan utama ialah magnesium sulfat. Bila dengan jenis ini kejang masih
sukar dihadapi, dapat digunakan obat jenis lain, misalnya thiopental,.
Diazepam dapat dipakai sebagai alternative pilihan, untuk kasus di mana
magnesium sulfat mungkin dikontraindikasikan (misalnya, miastenia
gravis ).
Pengendalian hipertensi sangat penting untuk mencegah
morbiditas lebih lanjut atau kemungkinan kematian. Obat antihipertensi
yang paling sering digunakan adalah hidralazin, labetalol, dan nifedipin. 2
namun mengingat dosis yang digunakan sangat tinggi. Diazepan hanya
diberikan pada mereka yang sudah berpengalaman. Untuk pemberian
diuretikum harus diimbangi dengan monitor elektrolit. 5
II. Magnesium Sulfat MgSO4
Magnesium sulfat IV adalah obat awal yang diberikan untuk
menghentikan kejang. Kejang biasanya berakhir setelah dosis pemuatan
magnesium. Dosis pemuatan 4-6 g (15-20 menit) dan dosis pemeliharaan
1-2 g per jam sebagai larutan IV kontinu harus diberikan. Untuk kejang
berulang atau ketika magnesium dikontraindikasikan, seseorang dapat
menggunakan lorazepam (Ativan; 2-4 mg IV selama 2-5 menit) atau
diazepam (Valium; 5-10 mg IV perlahan) dapat digunakan untuk
menghentikan kejang.
Sementara benzodiazepin dapat digunakan untuk mengobati
kejang karena eklampsia, magnesium tetap menjadi pilihan yang lebih
disukai. Ada lebih dari 50 tahun data dan pengalaman menggunakan
magnesium untuk tujuan ini dengan keamanan dan kemanjuran yang
sangat baik. Setelah kejang berakhir, 85% pasien mencatat peningkatan
kontrol BP. Catatan: Toksisitas magnesium dapat menyebabkan koma,
dan jika status mental berubah dengan kecepatan infus ini, ini harus
dipertimbangkan
III. Anti Hipertensi
Hipertensi berat (>160 mm Hg sistolik atau> 110 mm Hg diastolik)
harus diatasi setelah infus magnesium. Hydralazine atau labetalol dapat
diberikan IV untuk mengontrol tekanan darah. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik antara 140 dan 160 mm Hg dan
tekanan darah diastolik antara 90 dan 110 mm Hg. Sebuah bolus IV
hydralazine (5-10 mg selama 2 menit) atau labetalol (dosis awal 20 mg)
dianjurkan. Sebagai alternatif, kapsul nifedipin oral (10 mg) dapat
diberikan. Obat antihipertensi kuat lainnya, seperti natrium nitroprusid
atau nitrogliserin, dapat digunakan tetapi jarang diperlukan. Tekanan
darah harus dinilai dengan tujuan mempertahankan tekanan darah
diastolik kurang dari 110 mm Hg dengan pemberian obat antihipertensi
sesuai kebutuhan (misalnya, hidralazin, labetalol, nifedipin).
Diuretik hanya digunakan pada keadaan edema paru sebelum
pelahiran.
Perhatian harus diberikan untuk tidak menurunkan tekanan darah terlalu
drastis; penurunan yang berlebihan dapat menyebabkan perfusi
uteroplasenta yang tidak memadai dan gangguan janin.
IV. Pemeberian Steroid
Dosis steroid antenatal dapat diberikan untuk mengantisipasi
kelahiran darurat ketika usia kehamilan kurang dari 32
minggu. Betametason (12 mg IM setiap 24 jam × 2 dosis) atau
deksametason (6 mg IM setiap 12 jam × 4 dosis) dianjurkan.
Sekitar 10% wanita dengan eklampsia akan mengalami kejang
tambahan setelah menerima magnesium sulfat. 2 g bolus magnesium
lainnya dapat diberikan dalam kasus ini. Untuk pasien langka yang terus
mengalami aktivitas kejang saat menerima terapi magnesium yang
memadai, kejang dapat diobati dengan natrium.
3.7.2 Non Medikamentosa
a) perawatan pada saat kejang
penderita harus dirawat dikamar yang cukup terang, tidak dikamar gelap,
agar apabila terjadi sianosis segera dapat diketahui. Penderita
dibaringkan ditempat tidur yang lebar dibaringkan dengan rail tempat tidur
yang harus dipasang dan kunci dengan kuat selanjutnya masukan sudap
lidah kedalam mulut penderitadan jangan mencoba melepas sudap lidah
yang sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi. Kepala direndahkan
dan daerah orofaring diisap. Kepala dan ekstermitas dijaga agar pada
saat kejang tidak terkena benda-benda keras. Bila penderita telah selesai
kejang segera berikan oksigen.
b) Pemantauan Ibu.2
Tergantung pada perjalanan klinis, periksa secara teratur status
neurologis pasien untuk tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
atau perdarahan (misalnya, pemeriksaan funduskopi, saraf kranial)
Pantau masukan cairan dan haluaran urin, frekuensi pernapasan
ibu, dan oksigenasi, sesuai indikasi, dan pantau terus status
janin. Pemantauan tekanan arteri pulmonal jarang diindikasikan tetapi
dapat membantu pada pasien yang memiliki bukti edema paru atau
oliguria/anuria.
Setelah kejang dikendalikan dan pasien telah sadar kembali,
kondisi medis umum pasien harus dinilai untuk mengidentifikasi penyebab
kejang lainnya. Induksi persalinan dapat dimulai ketika pasien stabil.
c) Pemantauan Janin2
Denyut jantung janin dan kontraksi uterus harus terus
dipantau. Bradikardia janin umum terjadi setelah kejang eklampsia dan
telah dilaporkan berlangsung dari 30 detik hingga 9 menit. Interval dari
awitan kejang hingga penurunan denyut jantung janin biasanya 5 menit
atau kurang. Takikardia janin sementara dapat terjadi setelah
bradikardia. Biasanya, persalinan sesar darurat tidak diindikasikan untuk
bradikardia transien pasca kejang ini; itu secara spontan teratasi.
Setelah bradikardia awal, selama fase pemulihan, penelusuran
denyut jantung janin dapat mengungkapkan hilangnya variabilitas jangka
pendek dan jangka panjang dan adanya deselerasi lambat. Kelainan ini
kemungkinan besar disebabkan oleh penurunan aliran darah uterus yang
disebabkan oleh vasospasme yang intens dan hiperaktivitas uterus
selama kejang.
Jika penelusuran jantung janin tidak membaik setelah kejang,
evaluasi lebih lanjut harus dilakukan. Janin dengan pertumbuhan terbatas
dan prematur mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih
setelah kejang. Solusio plasenta dapat terjadi jika hiperaktivitas uterus
tetap ada dan bradikardia janin berlanjut.
3.8 Pencegahan
Mencegah perkembangan preeklamsia pada pasien berisiko tinggi secara
teoritis dapat menurunkan risiko eklampsia dan komplikasinya di kemudian
hari. Aspirin menghambat agregasi trombosit dan vasospasme pada
preeklamsia, dan mungkin efektif dalam mencegah preeklamsia.
Penelitian telah menunjukkan bahwa aspirin dosis rendah pada wanita
dengan risiko tinggi preeklamsia dapat berkontribusi pada penurunan risiko
preeklamsia, penurunan angka kelahiran prematur, dan penurunan angka
kematian janin, tanpa meningkatkan risiko solusio plasenta. Seorang dokter
kandungan harus secara langsung mengawasi terapi aspirin dosis rendah pada
pasien berisiko tinggi. Pedoman saat ini untuk terapi aspirin dosis rendah
menurut ACOG dan SMFM adalah sebagai berikut :
Profilaksis aspirin dosis rendah (81 mg/hari) direkomendasikan untuk ibu hamil
dengan risiko tinggi preeklamsia dengan satu atau lebih faktor risiko berikut:
Riwayat preeklamsia, terutama bila disertai dengan hasil yang merugikan
Kehamilan multifetal
Hipertensi kronis
Diabetes tipe 1 atau 2 pregestasional
Penyakit ginjal
Penyakit autoimun (yaitu, lupus eritematosa sistemik, sindrom antifosfolipid)
Kombinasi beberapa faktor risiko sedang
Profilaksis aspirin dosis rendah (81 mg/hari) juga direkomendasikan untuk ibu
hamil dengan lebih dari satu dari beberapa faktor risiko sedang :
Nuliparitas
Obesitas (yaitu, indeks massa tubuh > 30)
Riwayat keluarga preeklamsia (yaitu, ibu atau saudara perempuan)
Ras kulit hitam (sebagai proksi untuk rasisme yang mendasarinya)
Pendapatan lebih rendah
Usia 35 tahun ke atas
Faktor riwayat pribadi (misalnya, berat badan lahir rendah atau kecil untuk
usia kehamilan, hasil kehamilan yang merugikan sebelumnya, interval
kehamilan> 10 tahun)
Fertilisasi in vitro
Selain itu, aspirin dosis rendah dapat dipertimbangkan jika pasien memiliki
satu atau lebih faktor risiko sedang berikut: Ras kulit hitam atau pendapatan
rendah.
Jika pasien memiliki hipertensi yang sudah ada sebelumnya, dia harus
memiliki kontrol yang baik sebelum konsepsi dan selama
kehamilannya. Kasusnya harus diikuti untuk pengenalan dan pengobatan
preeklamsia.
Sebuah studi oleh Vadillo-Ortega et al menunjukkan bahwa pada populasi
berisiko tinggi (misalnya, kehamilan sebelumnya dengan komplikasi
preeklamsia, preeklamsia pada kerabat tingkat pertama), suplementasi selama
kehamilan dengan makanan khusus (misalnya, batangan) yang mengandung L-
arginine dan vitamin antioksidan dapat mengurangi risiko preeklamsia.
Khususnya, efek menguntungkan paling besar ketika suplementasi
dimulai sebelum usia kehamilan 24 minggu. Suplementasi vitamin antioksidan
saja tidak melindungi terhadap preeklamsia. Diperlukan lebih banyak penelitian
yang dilakukan pada populasi berisiko rendah.
BAB 4
KESIMPULAN
4. Staff AC, Benton SJ, von Dadelszen P, Roberts JM, Taylor RN, Powers
RW, Charnock-Jones DS, Redman CW.Redefining preeclampsia using
placenta-derived biomarkers.Hypertension. 2013 May;61(5):932-42.
5. buku merah
6. http://jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/view/8605/6940
7. Cunningham F. Bary; Williams Obstetrics; 21 st edition; McGraw Hill, USA,
2001 in Hypertensive Disorders in Pregnancy; 567-609
8. Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI; Pedoman pengelolaan
Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia; Edisi kedua; 2005
9. Winkknjosastro H; Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga; Yayasan Bina Pustaka
Saworno Prawirohardjo Jakarta,1994 dalam preeklamsia dan eklamsia h.
281-301
10. Mochtar R; Sinopsis Obstetri; Obstetri Fisiologi dan Obstetri Patologi; ed
5; 1995; Penerbit Buku Kedokteran EGC; H 218-230
11. Preeklampsia dan Eklampsia - Ginekologi dan Kebidanan - MSD Manual
Professional Edition (msdmanuals.com)
12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NO HK.01.07
KEMENKES/91/2017; Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata
Laksana Komplikasi Kehamilan. H 32-33