Anda di halaman 1dari 29

PROGRAM DOKTER INTERSHIP LAPORAN KASUS

Oktober 2023

ABORTUS INSIPIEN

Disusun Oleh:
Dian Wahyuni

Pembimbing :

dr. Zulfatmah, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS INTERNSHIP


RSU MAJENE
SULAWESI BARAT
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua
bahwa dengan segala keterbatasan yang penulis miliki akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan referat dengan judul “G3P2A0 gravid 8 minggu 1 hari +
Abortus insipien” dalam rangka tugas ilmiah program dokter internship.
Keberhasilan penyusunan laporan kasus ini adalah berkat bimbingan, kerja
sama, serta bantuan moril dan materil dari berbagai pihak yang telah diterima
penulis sehingga segala rintangan yang dihadapi selama penulisan dan
penyusunan referat ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-
tingginya secara tulus dan ikhlas kepada yang terhormat :
1. dr. Zulfatmah, Sp.OG selaku pembimbing.
2. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan
satu-persatu.
Tidak ada manusia yang sempurna maka penulis menyadari sepenuhnya
bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, sehingga dengan segala
kerendahan hati penulis siap menerima kritik dan saran serta koreksi yang
membangun dari semua pihak.

Majene, Oktober 2023

Dian Wahyuni

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS..................................................................................2
A. Identitas pasien.......................................................................................2
B. Anamnesis .............................................................................................2
C. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................3
D. Diagnosis................................................................................................4
E. Penatalaksanaan......................................................................................5
F. Resume...................................................................................................5
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................6
A. Definisi...................................................................................................6
B. Epidemiologi..........................................................................................7
C. Etiologi dan faktor risiko........................................................................8
D. Klasifikasi.............................................................................................11
E. Patofisiologi .........................................................................................20
F. Gejala Klinis.........................................................................................20
G. Diagnosis .............................................................................................21
H. Penatalaksanaan....................................................................................23
I. Prognosis..............................................................................................23
J. Komplikasi...........................................................................................23
K. Integrasi Keislaman..............................................................................24
BAB IV PENUTUP..............................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram. Abortus imminens adalah abortus tingkat permulaan dan
merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai dengan perdarahan pervaginam, ostium
uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.1
Wanita hamil dihadapkan pada berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, salah
satunya adalah abortus. Abortus adalah kejadian berakhirnya kehamilan secara spontan
maupun diinduksi sebelum janin viable. Peristiwa ini adalah komplikasi yang cukup
sering terjadi yaitu 15-20% dari seluruh kehamilan. Sekitar 80% abortus spontan terjadi
pada trimester pertama; insidennya berkurang seiring dengan bertambahnya usia
kehamilan. Abortus spontan di Indonesia diperkirakan sekitar 10% - 15% dari 6 juta
kehamilan setiap tahunnya atau sekitar 600- 900 ribu. Jika tidak berakhir dengan kematian
janin, maka kehamilan ini akan beresiko untuk terjadinya persalinan preterm, IUFD dan
berat badan lahir rendah.2
Abortus imminens ditandai dengan perdarahan pervaginam yang terjadi pada
kehamilan sebelum usia dua puluh minggu, tanpa adanya hasil konsepsi yang keluar dari
uterus, dapat disertai kontraksi dan dilatasi uterus. Abortus imminens perlu mendapatkan
penanganan yang baik, karena beresiko untuk berlanjut menjadi abortus inkomplit
sehingga membutuhkan perawatan untuk mengatasi perdarahan. Perdarahan yang tidak
teratasi dengan cepat dan tepat akan
mengancam keselamatan ibu hamil akibat syok hipovolemik.3

1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama pasien : Ny. A
Umur : 24 tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Mandar
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Labuang
Tanggal masuk : 24 September 2023

B. Anamnesis
Keluhan utama : Keluar darah dari jalan lahir
Anamnesis terpimpin :
Seorang perempuan G3P2A0 gravid 8 minggu 1 hari, usia 24 tahun datang ke RSU
Majene rujukan dari PKM Sendana I pada tanggal 24-September-2023 dengan
keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 1 hari yang lalu. Darah berwarna merah
tua dan menggumpal. Keluhan disertai nyeri perut perut bawah. Kegiatan sehari-hari
pasien bekerja di rumah dan sering mengangkat barang berat. Riwayat jatuh (-),
riwayat diurut-urut (-), riwayat minum obat/jamu (-), riwayat demam (-). riwayat
terlambat haid (+) pasien mengaku mengetahui dirinya sedang hamil anak ketiga
melalui tes plano dan memeriksakan diri di puskesmas. HPHT: 30 Juli 2023..
1. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat dengan keluhan yang sama, hipertensi, DM, alergi, penyakit jantung,
penyakit ginjal, kanker tidak ada.
2. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit yang sama pada keluarga disangkal.
3. Riwayat perkawinan
Menikah 1 kali, menikah saat berusia 18 tahun selama 6 tahun.
4. Riwayat haid
 Menarche: 14 tahun
 Lama: 7 hari
 Siklus: 28 hari
2
5. Riwayat kontrasepsi
Suntik 3 bulan
6. Riwayat obstetric
1) 2018/ Laki-laki/ 2700/ PPN/aterm/hidup
2) 2020/Perempuan/ 2800/PPN/ aterm/hidup
3) 2023/kehamilan saat ini
C. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda vital : Tekanan darah 120/80 mmHg
Frekuensi nadi 82x/menit
Frekuensi nafas 20x/menit
Suhu 36,8oC
 Kepala : Normocephal, rambut hitam dan distribusi merata
 Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
 THT : Dalam batas normal
 Gigi dan mulut : Mukosa bibir normal, lembab, karies gigi (+)
 Leher : Pembesaran kel. tiroid (-), pembesaran KGB (-)
 Toraks : Mammae simetris, hiperpigmentasi pada kedua areola,
retraksi puting tidak ada, benjolan -/-
Pulmo suara nafas vesikuler pada seluruh lapang paru,
ronkhi-/-, wheezing -/-
Cor S1/S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
 Ekstremitas : Akral hangat, pucat (-), CRT< 2 detik, edema -/-,
kolionychia (-)
B. Status Obstetri
a. Pemeriksaan luar :
 Abdomen : tidak tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda
peradangan, bekas operasi (-).
 Palpasi: tinggi fundus tidak teraba, ballotemen (-)
b. Pemeriksaan Dalam :

3
 Inspeksi : tidak terdapat kelainan pada mons pubis, labia, vulva dan
perineum. Massa (-), lesi (-), kemerahan (-)
 Palpasi :
- Vaginal toucher : Vulva/vagina: tak ada kelainan, porsio lunak, OUE :
terbuka , OUI : terbuka, teraba jaringan (-), handscoon : darah (+),
jaringan (-).

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Plano test : Positif

Pemeriksaa Hasil Satuan Nilai


n rujukan

Hematolog
i 11.3 g/dL 11.5-15.0
Hemoglobi 31.1 % 35.0-45.0
2. n 11.68 10^9/L 3.50-9.50
Hematokrit 271 10^9/L 125-350
Leukosit 3.84 10^9/L 3.80-5.10
Trombosit
Eritrosit

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


IMUNOSEROLOGI
HBsAg Non-Reaktif Non-Reaktif
HIV Non-Reaktif Non-Reaktif
Sifilis Non-Reaktif Non-Reaktif

Ultrasonografi
Uterus antefleksi, GS : 1,55cm, UK : 4 minggu 6 hari, FHR (-)

4
E. Diagnosis
G3P2A0 gravid 8 minggu 1 hari + Abortus insipien
F. Tatalaksana
- Kuretase
- Drips RL 500cc + oxytocin 10 IU
- Misoprostol tab 200mg/8jam/oral
- Asam mefenamat tab 500mg/8 jam/oral
- Cefadroxyl tab 500 mg/12 jam/oral
- SF tab 200 mg/24 jam/oral
- Biocombin tab/24 jam/oral
- Kontrol di poli 1 minggu kemudian

5
BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi
Abortus adalah penghentian atau berakhirnya suatu kehamilan pada usia
20 minggu dan berat janin masih kurang dari 500 gram. Abortus merupakan salah
satu masalah kesehatan menimbulkan angka kesakitan dan kematian ibu yang
tinggi.4

B. Epidemiologi
Menurut WHO, diperkirakan 4,2 juta abortus dilakukan setiap tahun di
ASEAN dengan perincian 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura, 750.000–
1,5 juta dilakukan di Indonesia. Untuk data di Asia Tenggara yaitu Filipina
155.000–750.000 dan 300.000– 900.000 dilakukan di Thailand. Laporan dari
Australian Consortium For Indonesian Studies, bahwa hasil penelitian yang
dilakukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia menunjukkan terjadi 43
kasus aborsi per 100 kelahiran hidup. 6
Di Indonesia diperkirakan bahwa sekitar 2-2,5% mengalami keguguran
setiap tahun, sehingga secara nyata kejadian tersebut dapat menurunkan angka
kelahiran menjadi 1,7 pertahunnya. Kejadian abortus diduga mempunyai efek
terhadap kehamilan berikutnya, baik pada timbulnya penyulit kehamilan maupun
pada hasil kehamilan itu sendiri.7,8
Data yang diperoleh dari catatan RSUD Lanto Dg.Pasewang Kota
Makassar yang tergabung dalam rekam medik menunjukkkan bahwa jumlah kasus
abortus dan abortus imminens masih banyak terjadi, yaitu pada tahun 2016 dari 35
kasus abortus terdapat 9 (25,71%) kasus abortus imminens, 9 (25,71) abortus
inkomplit, 6 (17,14) abortus provokatus, 11 (31,42) abortus komplit. Pada tahun
2012 sebanyak 52 jumlah kasus abortus terdapat 16 (30,77%) kasus abortus

6
imminens, 14 (26,92) abortus inkomplit, 12 (23,0) abortus komplit dan 10 (19,23)
abortus provokatus. 9
Berdasarkan data Medical Record di Rumah Sakit Ibu dan Anak St.
Khadijah I Makassar periode Januari - Desember 2017 sebanyak 4.871 ibu hamil
dengan kejadian abortus sebanyak 209 (4,29%), sedangkan periode Januari - Mei
2018 sebanyak 793 ibu hamil dengan kejadian abortus sebanyak 31 (3,9%). 10

C. Etiologi dan faktor risiko


Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak
selalu tampak jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspulsi hasil
konsepsi yang terjadi secara spontan hampir selalu didahului kematian embrio
atau janin, namun pada kehamilan beberapa bulan berikutnya, sering janin
sebelum ekspulsi masih hidup dalam uterus.
Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau zigot atau
oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga disebabkan
oleh penyakit dari ayahnya.11,12,13
1. Perkembangan Zigot yang Abnormal
Abnormalitas kromosom merupakan penyebab dari abortus spontan. Sebuah
penelitian meta-analisis menemukan kasus abnormalitas kromosom sekitar
49% dari abortus spontan. Trisomi autosomal merupakan anomali yang paling
sering ditemukan (52%), kemudian diikuti oleh poliploidi (21 %) dan
monosomi X (13%).11
2. Faktor Maternal
Biasanya penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa
abortus tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, dan karena
saat terjadinya abortus lebih belakangan, pada sebagian kasus dapat ditentukan
etiologi abortus yang dapat dikoreksi. Sejumlah penyakit, kondisi kejiwaan dan
kelainan perkembangan pernah terlibat dalam peristiwa abortus euploidi.11
3. Infeksi
Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis, Neisseria
gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes simplek, cytomegalovirus
Listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai penyebab abortus.
Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan abortus. Isolasi Mycoplasma
hominis dan Ureaplasma urealyticum dari traktus genetalia sebagaian wanita

7
yang mengalami abortus telah menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa
infeksi mikoplasma yang menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan
abortus. Dari kedua organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum merupakan
penyebab utama.11,13
4. Penyakit-Penyakit Kronis yang Melemahkan
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu
misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan
abortus. Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum 20
minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan persalinan
prematur. Diabetes maternal pernah ditemukan oleh sebagian peneliti sebagai
faktor predisposisi abortus spontan tetapi kejadian ini tidak ditemukan oleh
peneliti lainnya.11
5. Pengaruh Endokrin
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme, diabetes
mellitus, dan defisiensiprogesteron. Diabetes tidak menyebabkan abortus jika
kadar gula dapat dikendalikan dengan baik. Defisiensi progesteron karena
kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta
mempunyai hubungan dengan kenaikan insiden abortus. Karena progesteron
berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon tersebut secara teoritis
akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut
berperan dalam peristiwa kematiannya.11
6. Nutrisi
Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar
kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus.
Nausea serta vomitus yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan dan
setiap deplesi nutrient yang ditimbulkan, jarang diikuti dengan abortus spontan.
Sebagaian besarmikronutrien pernah dilaporkan sebagai unsur yang penting
untuk mengurangi abortus spontan.11,13
7. Obat-Obatan dan Toksin Lingkungan
Berbagai macam zat dilaporkan berhubungan dengan kenaikan insiden abortus.
Namun ternyata tidak semua laporan ini mudah dikonfirmasikan.11
8. Faktor-faktor Imunologis
Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus
spontan yang berulang antara lain : lupus anticoagulant (LAC) dan
8
anticardiolipin antibody (ACA) yang mengakibatkan destruksi vaskuler,
trombosis, abortus serta destruksi plasenta.11
9. Gamet yang Menua
Baik umur sperma maupun ovum dapat mempengaruhi angka insiden abortus
spontan. Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang berhasil bila
inseminasi terjadi empat hari sebelum atau tiga hari sesudah peralihan
temperatur basal tubuh, karenaitu disimpulkan bahwa gamet yang bertambah
tua di dalam traktus genitalis wanita sebelum fertilisasi dapat menaikkan
kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa percobaan binatang juga selaras
dengan hasil observasi tersebut.11
10. Laparotomi
Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan terjadinya
abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan tersebut dengan
organ panggul, semakin besar kemungkinan terjadinya abortus. Meskipun
demikian, sering kali kista ovarii dan mioma bertangkai dapat diangkat pada
waktu kehamilan apabila mengganggu gestasi. Peritonitis dapat menambah
besar kemungkinan abortus. 11
11. Trauma Fisik dan Trauma Emosional
Kebanyakan abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian embrio atau
kematian janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh trauma, kemungkinan
kecelakaan tersebut bukan peristiwa yang baru terjadi tetapi lebih merupakan
kejadian yang terjadi beberapa minggu sebelum abortus. Abortus yang
disebabkan oleh trauma emosional bersifat spekulatif, tidak ada dasar yang
mendukung konsep abortus dipengaruhi oleh rasa ketakutan marah ataupun
cemas.11
12. Kelainan Uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan yang
timbul dalam proses perkembangan janin,defek duktus mulleri yang dapat
terjadi secara spontan atau yang ditimbulkan oleh pemberian dietilstilbestrol
(DES). Cacat uterus akuisita yang berkaitan dengan abortus adalah leiomioma
dan perlekatan intrauteri. Leiomioma uterus yang besar dan majemuk sekalipun
tidak selalu disertai dengan abortus, bahkan lokasi leiomioma tampaknya lebih
penting daripada ukurannya.

9
Mioma submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih besar
kemungkinannya untuk menyebabkan abortus. Namun demikian, leiomioma
dapat dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila hasil pemeriksaan klinis
lainnya ternyata negatif dan histerogram menunjukkan adanya defek pengisian
dalam kavum endometrium. Miomektomi sering mengakibatkan jaringan parut
uterus yang dapat mengalami ruptur pada kehamilan berikutnya, sebelum atau
selama persalinan. Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Ashennan) paling
sering terjadi akibat tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau pada
missed abortus atau mungkin pula akibat komplikasi postpartum. Keadaan
tersebut disebabkan oleh destruksi endometrium yang sangat luas. Selanjutnya
keadaan ini mengakibatkan amenore dan abortus habitualis yang diyakini
terjadi akibat endometrium yang kurang memadai untuk mendukung implatansi
hasil pembuahan.11
D. Klasifikasi
Berdasarkan proses terjadinya, keguguran dapat diklasifikasikan menjadi abortus
spontan dan abortus provakatus5
a. Abortus spontan
Abortus spontan adalah keguguran yang terjadi tanpa disengaja, tanpa tindakan
mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus. Beberapa faktor risiko
keguguran spontan di antaranya: anomali janin atau kelainan kromosom yang
berat, penyakit infeksi, gangguan nutrisi yang berat, penyakit menahun dan
kronis, konsumsi alkohol dan merokok, anomali uterus dan serviks, gangguan
imunologis, serta trauma fisik dan psikologis.
b. Abortus provakatus
Keguguran diinduksi adalah penghentian kehamilan yang sengaja dilakukan
sebelum janin mampu hidup, baik dengan memakai obat-obatan atau memakai
alat. Di Indonesia, keguguran diinduksi dilarang secara hukum kecuali untuk dua
kondisi, yaitu :
a. Indikasi kedaruratan medis atau bortus provakatus medisinalis
b. Kehamilan akibat perkosaan, dengan syarat-syarat yang telah diatur dalam
UU Nomor 36 Tahun 2009 dan PP Nomor 61 Tahun 2014. Prosedur yang
dilakukan harus sesuai standar medis, oleh tenaga yang kompeten di
fasilitas kesehatan yang memadai, sesuai ketentuan yang diatur dalam

10
peraturan dan perundangan yang berlaku atau sering di sebut abortus
provakatus krimanalis.
Keguguran secara klinis dapat dikelompokkan menjadi keguguran iminens
keguguran insipiens, keguguran inkomplit, dan keguguran komplit. Selain itu,
ada juga missed abortion, keguguran habitualis, keguguran infeksiosus, dan
keguguran septik.
c. Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus,
ditandai dengan perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan
hasil konsepsi masih baik dalam kandungan. Diagnosis abortus iminens
biasanya diawal dengan keluhan perdarahan pervaginam pada umur
kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau
tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium
uteri masih tertutup besarnya uterus masih sesuai dengan umu kehamilan
dan tes kehamilan urin masih positif. Pemeriksaan USG diperlukan untuk
mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan
plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran
bíometri janin/kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan
berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan
di samping ada tidaknya hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis
servikalis. Pemeriksaan USG dapat dilakukan baik secara transabdominal
maupun transvaginal. Pada USG transabdominal jangan lupa pasien harus
tahan kencing terlebih dahulu untuk mendapatkan acoustic window yang
baik agar rincian hasil USG dapat jelas. Penderita diminta untuk
melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bisa diberi
spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormon
progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus.
d. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah
mendatar dan embuka, akan tetapi konsepsi masih dalam kavum uteri
ostium uteri telah dalam proses pengeluaran. Penderita akan merasa mulas
karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai
dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan. Besar uterus
masih sesuai dengan umur kehamilan dengan tes urin kehamilan masih
11
positif. Pada pemeriksaan USG akan didapatı pembesaran uterus yang
masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin
masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat
penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada
tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus. Pengelolaan penderita ini
harus memperhatikan keadaan umum dan perubahan ke- adaan
hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan
evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi disusul dengan kuretase bila
perdarahan banyak. Pada umur kehamilan di atas 12 minggu, uterus
biasanya sudah melebihi telur angsa tindakan evakuasi dan kuretase harus
hati-hati, kalau perlu dilakukan evakuasi dengan cara digital yang
kemudian disusul dengan tindakan kuretase sambil diberikan uterotonika.
Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya perforasi pada dinding
uterus. Pascatindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian
uterotonika, dan antibiotika profilaksis.
e. Abortus Komplit
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Semua hasil
konsepsi telah dikeluarkan, osteum uteri telah menutup, uterus sudah
mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan
umur kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila
pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin
biasanya masih positif sampai 7 - 10 hari setelah abortus. Pengelolaan
penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasa-
nya hanya diberi roboransia atau hematenik bila keadaan pasien
memerlukan. tonika tidak perlu diberikan
f. Abortus Inkomplit
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang
tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, Sebagian
jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus di mana pada
pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan
dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum.
Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit
12
bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian
placental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien
dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa
jaringan konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan pasien harus diawali dengan
perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik
yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan
USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar
uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah
sulit dikenali, di kavum uteri tampak massa hi- perekoik yang bentuknya
tidak beraturan. Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera
melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan
yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi
uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya
dilakukan tindakan kuretase. Tindakan kuretase harus dilakukan secara
hati-hati sesuai dengan keadaan umum ibu dan besarnya uterus. Tindakan
yang dianjurkan dengan karet vakum menggunakan kanula dari plastik.
Pascatindakan perlu diberikan uterotonika parenteral ataupun per oral dan
antibiotika.
g. Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya
masih tertahan dalam kandungan.
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun
kecuali pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila
kehamilan diatas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru
merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan
sekunder pada payudara mulai menghilang.
Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang
kemudian me- ast sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada
pemeriksaan tes urin kehamilan basanya negatif setelah satu minggu dari
terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada nemeriksaan USG akan
didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang me- ecil, dan
bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-
nda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu
13
harus diper- batikan kemungkinan terjadinya gangguan penjendalan darah
oleh karena hipofibri- nogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi
sebelum tindakan evakuasi dan kuretase. Pengelolaan missed abortion
perlu diutarakan kepada pasien dan keluarganya secara baik karena risiko
tindakan operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi
nerdarahan atau tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan.
Faktor men- tal penderita perlu diperhatikan, karena penderita umumnya
merasa gelisah setelah tahu kehamilannya tidak tumbuh atau mati. Pada
umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat
dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan ku- retase bila
serviks uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan di atas 12 minggu
atau kurang dari 20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih
kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk
mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis. Beberapa cara
dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infus intravena cairan
oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5 % tetesan 20
tetes per menit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan
tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh.
Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian
induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau jaringan
konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini dilan- jutkan dengan tindakan
kuretase sebersih mungkin. Pada dekade belakangan ini banyak tulisan
yang telah menggunakan prostaglandin atau sintetisnya untuk melakukan
induksi pada missed abortion. Salah satu cara yang banyak disebutkan
adalah dengan pemberian mesoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg
yang dapat diulangi 2 kali dengan jarak enam jam. Dengan obat ini akan
ter- jadi pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pembukaan ostium serviks
sehingga tindakan evakuasi dan kuretase dapat dikerjakan untuk
mengosongkan kavum uteri. Kemung- kinan penyulit pada tindakan
missed abortion ini lebih besar mengingat jaringan plasenta yang
menempel pada dinding uterus biasanya sudah lebih kuat. Apabila
terdapat hipo- fibrinogenernia perlu disiapkan transfusi darah segar atau
fibrinogen. Pascatindakan kalau dilakukan pemberian infus intravena
cairan oksitosin dan pemberian antibiotika.
14
h. Abortus Habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut. Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit
untuk menjadi hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan
keguguran/abortus secara berturut-turut. Bishop melaporkan kejadian
abortus habitualis sekitar 0,41 % dari seluruh kehamilan. Penyebab
abortus habitualis selain faktor anatomis banyak yang mengaitkannya de-
ngan reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen
lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen
ini rendah atau tidak ada, maka akan terjadi abortus. Kelainan ini dapat
diobati dengan transfusi leukosit atau hepari- nisasi. Akan tetapi, dekade
terakhir menyebutkan perlunya mencari penyebab abortus ini secara
lengkap sehingga dapat diobati sesuai dengan penyebabnya. Salah satu
penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks yaitu keadaan
di mana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan
menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, di mana ostium
serviks akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa mules/kontraksi
rahim dan akhirnya terjadi pengelu- aran janin. Kelainan ini sering
disebabkan oleh trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya
pada tindakan usaha pembukaan serviks yang berlebihan, robek- an
serviks yang luas sehingga diameter kanalis servikalis sudah melebar.
Diagnosis inkompetensia serviks tidak sulit dengan anamnesis yang
cermat. Dengan pemeriksaan dalam/inspekulo kita bisa menilai diameter
kanalis servikalis dan didapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada
saat mulai memasuki trimester kedua. Dia- meter ini melebihi mm. Untuk
itu, pengelolaan penderita inkompetensia serviks di- anjurkan untuk
periksa hamil seawal mungkin dan bila dicurigai adanya inkompetensia
serviks harus dilakukan tindakan untuk memberikan fiksasi pada serviks
agar dapat menerima beban dengan berkembangnya umur kehamilan.
Operasi dilakukan pada umur kchamilan 12 - 14 minggu dengan cara
SHIRODKAR atau MCDONALD dengan melingkari kanalis servikalis
dengan benang sutera/MERSILENE yang tebal dan simpul baru dibuka
setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan.5

15
Abortus iminens merupakan perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya
dilatasi serviks. Diagnosis keguguran iminens ditentukan karena pada
wanita hamil terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai
sedikit nyeri abdomen atau tidak sama sekali, uterus membesar sesuai usia
kehamilan, serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif.

Gambar 1 . Anatomi berbagai jenis keguguran


i. Abortus Infeksiosus, abortus septik
Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
Abortus Keptik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada
peredaran darah tubuh atau peritoneum (septikemia atau peritonitis).
Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus yang
paling sering rerjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis
dan antisepsis. Abortus infeksiosus dan abortus septik perlu segera
mendapatkan pengelolaan yang adekuat karena dapat terjadi infeksi yang
lebih luas selain di sekitar alat genitalia juga ke rongga peritoneum,
bahkan dapat ke seluruh tubuh (sepsis, septikemia) dan dapat jatuh dalam
keadaan syok septik. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang
cermat tentang upaya tindakan abortus yang tidak menggunakan peralatan
16
yang asepsis dengan didapat gejala dan tanda panas tunggi, tampak sakit
dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang
membesar dan lembut, serta nyeri tekan. Pada laboratorium didapatkan
tanda infeksi dengan leukositosis. Bila sampai terjadi sepsis dan syok,
penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan tekanan darah
turun.
Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan
tubuh dan per- lunya pemberian antibiotika adekuat sesuai dengan hasil
kultur dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan
fluksus/fluor yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat
diberikan Penisilin 4 x 1,2 juta unit atau Ampisilin 4 x 1 gram ditambah
Gentamisin 2 x 80 mg dan Metronidazol 2 x 1 gram. Selanjutnya
antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur. Tindakan kuretase
dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah membaik minimal 6 jam setelah
antibiotika adekuat diberikan. Jangan lupa pada tindakan uterus dilindungi
dengan uterotonika. Antibiotik dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam
dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respons harus
diganti dengan antibiotik yang lebih se- suai. Apabila ditakutkan terjadi
tetanus, perlu ditambah dengan injeksi ATS dan irigasi kanalis
vagina/uterus dengan larutan peroksida (H2O2) kalau perlu histerektomi
total secepatnya.
j. Kehamilan Anembrionik (Blighted Ovum)
Kehamilan anembrionik merupakan kehamilan patologi di mana mudigah
tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi tetap terbentuk. Di
samping mudigah, kantong kuning telur juga tidak ikut terbentuk.
Kelainan ini merupakan suatu kelain- an kehamilan yang baru terdeteksi
setelah berkembangnya ultrasonografi. Bila tidak dilakukan tindakan,
kehamilan ini akan berkembang terus walaupun tanpa ada janin di
dalamnya. Biasanya sampai sekitar 14 - 16 minggu akan terjadi abortus
spontan. Sebelum alat USG ditemukan, kelainan kehamilan ini mungkin
banyak dianggap sebagai abortus biasa. Diagnosis kehamilan anembrionik
ditegakkan pada usia kehamilan 7 - 8 minggu bila pada pemeriksaan USG
didapatkan kantong gestasi tidak berkembang atau pada diameter 2,5 cm
yang tidak disertai adanya gambaran mudigah. Untuk itu, bila pada saat
17
USG pertama kita mendapatkan gambaran seperti ini perlu dilakukan
evaluasi USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak dijumpai struktur
mudigah atau kantong kuning telur dan diameter kantong gestasi sudah
mencapai 25 mm maka dapat di- nyatakan sebagai kehamilan
anembrionik. Pengelolaan kehamilan anembrionik dilaku- kan terminasi
kehamilan dengan dilatasi dan kuretase secara elektif.

Gambar 2. Blighted Ovum


k. Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur
yang telah di- buahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum
uteri. Lebih dari 95 % kehamilan ektopik berada di saluran telur (tuba
Fallopii). Kejadian kehamilan ektopik tidak sama di antara senter
pelayanan kesehatan. Hal ini bergantung pada kejadian salpingitis
seseorang. Di Indonesia kejadian sekitar 5 - 6 per seribu kehamilan.
Patofisiologi terjadinya kehamilan ektopik tersering karena sel telur yang
sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium tersendat se-
hingga embrio sudah berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan
akibatnya akan tumbuh di luar rongga rahim. Bila kemudian tempat nidasi
tersebut tidak dapat me- nyesuaikan diri dengan besarnya buah kehamilan,
akan terjadi ruptura dan menjadi kehamilan ektopik yang terganggu.

18
Gambar 2. Kehamilan Ektopik Terganggu

E. Patofisiologi
Proses abortus iminens biasanya berlangsung secara spontan maupun sebagai
komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Proses terjadinya
berawal dari pendarahan pada desidua basalis yang menyebabkan nekrosis jaringan
diatasnya. Pada abortus iminens nekrosis yang terjadi tidak cukup dalam untuk
menimbulkan pelepasan hasil konsepsi dari dinding uterus.Namun jika tidak segera
ditangani, nekrosis dapat meluas dan menimbulkan inkompetensi desidua dalam
menjaga hasil konseptus sehingga dapat berlanjut kepada abortus inkomplet atau
komplet. Pada kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu villi koriales
menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan
sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14
minggu umumnya yang mulamula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin,
disusul kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan tidak
banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. 5,11
F. Gejala Klinis
1. Tanda-tanda kehamilan, seperti amenorea kurang dari 20 minggu, mual
muntah, mengidam, hiperpigmentasi mammae, dan tes kehamilan positif;
2. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat
dan kecil, serta suhu badan normal atau meningkat;
3. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi;

19
4. Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis disertai nyeri pinggang
akibat kontraksi uterus;
5. Pemeriksaan ginekologis:
l. Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam ada/tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva.
m. Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri ostium uteri terbuka atau sudah
tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, serta ada/tidak cairan atau
jaringan berbau busuk dari ostium.
n. Vaginal Toucher: porsio masih tebuka atau sudah tertutup serta teraba atau
tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari
usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada
perabaan adneksa, dan kavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri. 10

G. Diagnosis

Perdarahan Serviks Uterus Gejala/tanda Diagnosis


Tertutup Sesuai usia Kram perut Abortus
kehamilan bawah , uterus iminens
lunak
Tertutup Sedikit Limbung atau Kehamilan
membesar dari pingsan, nyeri ektopik
Bercak hingga normal perut bagian terganggu
sedang bawah, nyeri
goyang
porsio, massa
adneksa,
cairan bebas
intraabdomen
Tertutup/ Lebih besar dari Sedikit/tanpa Abortus
terbuka usia kehamilan nyeri perut Komplit
bawah,
riwayat
ekspulsi hasil
konsepsi

20
Terbuka Sesuai usia Kram atau Abortus
kehamilan nyeri perut insipiens
bawah, belum
terjadi
ekspulsi hasil
konsepsi
Terbuka Sesuai usia Kram atau Abortus
kehamilan nyeri perut inkomplit
bawah ,
ekspulsi
Sedang hingga sebagian hasil
masif/ banyak konsepsi
Terbuka Lunak dan lebih Mual/muntah, Abortus mola
besar dari usia kram perut
kehamilan bawah,
sindrom mirip
preeklamsia,
tidak ada
janin, keluar
janin seperti
anggur.
Tabel 1. Diagnosis abortus pada kehamilan muda15

Diagnosis abortus iminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi


pendarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama
sekali, uterus membesar sebesar usia kehamilan, servik belum membuka, dan tes
kehamilan positif, yang biasanya terjadi paruh pertama dari kehamilan. Sering
terjadi pendarahan ringan atau yang lebih berat pada awal gestasi yang menetap
sampai berhari-hari atau berminggu-minggu. Dari semua itu setengah dari
kehamilan ini akan mengalami abortus, walaupun resiko lebih rendah jika denyut
jantung janin dapat direkam. Meskipun tanpa terjadinya abortus fetus ini akan
mengalami resiko tinggi untuk terjadinya persalinan preterm, bayi lahir rendah,
kematian perinatal. Pentingnya resiko terjadinya malformasi tampak tidak
meningkat. 11

21
a. Laboratorium
• Darah Lengkap
o Kadar hemoglobin rendah akibat anemia hemoragik;
o LED dan jumlah leukosit meningkat tanpa adanya infeksi.
• Tes Kehamilan
o Terjadi penurunan atau level plasma yang rendah dari β-hCG
secara prediktif. Hasil positif menunjukkan terjadinya kehamilan
abnormal (blighted ovum, abortus spontan atau kehamilan
ektopik).
b. Ultrasonografi
• USG transvaginal dapat digunakan untuk deteksi kehamilan 4 - 5
minggu;
• Detik jantung janin terlihat pada kehamilan dengan CRL > 5 mm (usia
kehamilan 5 - 6 minggu);
• Dengan melakukan dan menginterpretasi secara cermat, pemeriksaan
USG dapat digunakan untuk menentukan apakah kehamilan viabel atau
non-viabel. 15
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abortus iminens adalah sebagai berikut :
a. Pertahankan kehamilan.
b. Tidak perlu pengobatan khusus.
c. Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan seksual.
d. Jika perdarahan berhenti: pantau kondisi ibu selanjutnya pada pemeriksaan
antenatal (kadar Hb dan USG panggul serial setiap 4 minggu). Nilai ulang bila
perdarahan terjadi lagi.
e. Jika perdarahan tidak berhenti: nilai kondisi janin dengan USG. Nilai
kemungkinan adanya penyebab lain.14
I. Prognosis
Prognosis pada kasus ini adalah mengarah ke baik, dubius ad bonam karena dengan
pemeriksaan penunjang didapatkan kondisi janin yang baik dan setelah observasi
tidak didapatkan keluhan dan keadaan umum pasien stabil. Selain itu pada pasien ini
tidak didapatkan adanya penyulit atau komplikasi yang berbahaya misalnya
perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.
J. Komplikasi
22
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi, dan
syok. 15
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan
dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiporetrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamat-amati dengan
teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung
dari luar dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau histerektomi.
Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan
persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin juga terjadi
perlukaan pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan atau
kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk
menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan
seperlunya guna mengatasi komplikasi.
3. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi
biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus
buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Apabila
infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan
kemungkinan diikuti oleh syok.
4. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat (syok endoseptik).

23
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
mampu hidup luar kandungan. Batasan abortus adalah umur kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sedang menurut
WHO/FIGO adalah jika kehamilan kurang dari 22 minggu, bila berat janin
tidak diketahui. Diagnosis abortus iminens ditentukan karena pada wanita
hamil terjadi pendarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit
atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar usia kehamilan, servik belum
membuka, dan tes kehamilan positif, yang biasanya terjadi paruh pertama dari
kehamilan. Sering terjadi pendarahan ringan atau yang lebih berat pada awal
gestasi yang menetap sampai berhari-hari atau berminggu-minggu.Pemeriksaan
USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan
mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum.
B. Saran
Tidak ada manusia yang sempurna maka penulis menyadari sepenuhnya bahwa
laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, sehingga dengan segala
kerendahan hati penulis siap menerima kritik dan saran serta koreksi yang
membangun dari semua pihak.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Dea Lita Barozha dan Ety Apriliana.2016. Hiperemesis Gravidarum dan


Abortus Iminens pada Kehamilan Trimester Pertama. Fakultas
Kedokteran, Universitas Lampung. Med ula UnilaVolume 5 Nomor 2.
2. Defrin dkk. 2017. Perbedaan Rerata Kadar Progesterone-Induced
Blocking Factor (PIBF) Serum Penderita Abortus Iminens dengan
Kehamilan Normal. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unand (Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas/RSUP Dr.M.Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas Volume 6 nomor 2.
3. Nurbaiti dkk. 2019.Identifikasi Abortus Imminens Pada Trimester
Pertama Kehamilan Dengan Modalitas Ultrasonografi.Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi, Poltekkes Kemenkes Jakarta II, Jakarta,
Indonesia. Jurnal Vokasi Kesehatan volume 5 nomor 2.
4. Kementrian Kesehatan RI.2020. Pedoman nasional asuhan pasca
keguguran yang komprehensif. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat:
Jakarta.
5. Saifuddin AB, Rachimhadi T, Winkjosastro GH. Ilmu kebidanan sarwono
prawodihardjo. Edisi ke‐5. Jakarta: PT Bina. pustaka sarwono
prawodihardjo; 2016
6. Aidil Akbar. 2019. Faktor Penyebab Abortus di Indonesia Tahun 2010-
2019: Studi Meta Analisis.Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Medan. Jurnal
Biomedik (JBM), Volume 11, Nomor 3.
7. Ruqaiyah dkk. 2019. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Terhadap
Kejadian Abortus Pada Ibu Hamil Di Rumah Sakit Umum Bahagia
Makassar 2019. Akademi Kebidanan Pelamonia Makassar. Jurnal
Kesehatan Delima pelamonia Vol 3, No. 1.
8. Elisa Diyah, 2017. Factor Resiko Kejadian Abortus Spontan. Hal : 85,
diakses 24 September 2021.

25
9. Nurhijar dkk. 2018. Faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus
imminens di rsud labuang baji kota makassar. Kebidanan, Puskesmas
Bonto Kassi, Gowa. Jurnal Berita Kesehatan : Jurnal Kesehatan, Vol. XI
No. 2
10. Subriani. 2018. Hubungan Umur Dan Paritas Dengan Kejadian Abortus
di RSIA Sitti Khadijah I Makassar Tahun 2018. Akademi Kebidanan
Pelamonia Makassar. Jurnal Kesehatan Delima Pelamonia Volume 2
Nomor 2.
11. A.A Gde Kiki Sanjaya Dharma 2017. Laporan kasus abortus iminens juni
2016 faktor resiko, patogenesis, dan penatalaksanaan. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana. Jurnal Intisari Sains Medis, Volume 3
Nomor 1
12. Martha Hutapea, 2017. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Abortus.
Hal : 275, diakses 25 september 2021
13. Orvianti, dkk. 2018. Analisis Faktor yang berhubungan Dengan Kejadian
Abortus. Hal : 2302-2531, diakses 21 September 2021
14. Bahan matrikulasi calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi :
Abortus oleh Depkes RI, diakses dari http :// edunakes. Bppsdmk.
Kemkes.go.id. 2016.
15. Ratna Dewi dan Arif Yudho Prabowo. 2018. Buku ajar perdarahan pada
kehamilan trimester 1. Program Studi Pendidikan Dokter. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.

26

Anda mungkin juga menyukai