Anda di halaman 1dari 54

Laporan Kasus

SEORANG PEREMPUAN USIA 72 TAHUN DATANG


DENGAN KELUHAN PENURUNAN KESADARAN
SEJAK ±3 JAM SMRS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik
di Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Oleh:
Akbar Rizky Wicaksana, S.ked 04084821719169
Bella Melinda, S.ked 04054821719156

Pembimbing:
dr. Nur Riviati, Sp.PD, K-Ger

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Judul
SEORANG PEREMPUAN USIA 72 TAHUN DATANG
DENGAN KELUHAN PENURUNAN KESADARAN
SEJAK ±3 JAM SMRS

Oleh:
Akbar Rizky Wicaksana, S.ked 04084821719169
Bella Melinda, S.ked 04054821719156

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satusyarat dalam mengikuti


Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang

Palembang, Mei 2018


Pembimbing

dr.Nur Riviati, Sp.PD, K-Ger

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala


karena atas rahmat dan karunia-Nya laporan kasusyang berjudul “Seorang
Perempuan Usia 72 Tahun Datang dengan Keluhan Penurunan Kesadaran Sejak ±
3 Jam SMRS" ini dapat diselesaikan tepat waktu. Laporan kasus ini dibuat untuk
memenuhi salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian/Departemen
Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
Dalam penulisan laporan kasus ini, penulis mendapat bantuan dari
berbagai pihak, dan pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima
kasih kepada dr. Nur Riviati, Sp.PD, K-Ger, selaku pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama penulisan laporan kasus ini sehingga
menjadi lebih baik. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan
dalam penulisan laporan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun
sangat diharapkan untuk penulisan yang lebih baik di masa datang.

Palembang, Mei 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN...................................................................................3
2.1 Identitas Pasien..........................................................................................3
2.2 Riwayat Medis Umum...............................................................................4
2.3 Analisis Sistem..........................................................................................8
2.4 Penapisan Depresi...................................................................................10
2.5 Pengkajian Status Mental Mini...............................................................11
2.6 Status Fungsional....................................................................................12
2.7 Penapisan dan Pengkajian Status Gizi.....................................................13
2.8 Penilaian Resiko Jatuh dengan Morse Fall Scale...................................14
2.9 Pengkajian Risiko Ulkus Dekubitus (Skala Norton)...............................14
2.10 Penilaian Kualitas Hidup/Status Kesehatan............................................15
2.11 Pemeriksaan Fisik....................................................................................16
2.12 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................21
2.13 Resume....................................................................................................26
2.14 Masalah...................................................................................................26
2.15 Pengkajian...............................................................................................27
2.16 Kerangka Masalah...................................................................................31
2.17 Simpulan..................................................................................................32
2.18 Prognosis.................................................................................................32
2.19 Rencana Pemulangan..............................................................................32
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA.........................................................................34
3.1 Definisi....................................................................................................34
3.2 Epidemiologi...........................................................................................34
3.3 Etiologi dan Faktor Resiko......................................................................34
3.4 Patofisiologi.............................................................................................35
3.5 Manifestasi Klinis....................................................................................37
3.6 Diagnosis.................................................................................................39
3.7 Tatalaksana dan Evaluasi........................................................................39
3.8 Pencegahan..............................................................................................41
3.9 Prognosis.................................................................................................42

BAB IV KESIMPULAN......................................................................................49

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................50

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Hipoglikemia adalah suatu keadaan turunnya kadar glukosa darah di


bawah<70 mg/dL. Hipoglikemia merupakan efek samping akut terapi diabetes
yang paling sering terjadi, terutama pada pengguna OHO (obat hipoglikemik oral)
golongan sulfonilurea dan insulin.1Gejala hipoglikemia antara lain adalah
gemetar, keringat dingin, lapar, berdebar, pusing, gelisah, serta kesadaran
menurun.Hipoglikemiaberat yang terjadi pada usia lanjut harus segera ditangani
karena dapat menyebabkan kemunduruan mental dan gangguan neurologis
permanen.2

Pada orang lanjut usia, terjadinya hipoglikemia kadang tidak disadari karena
sudah terjadi neuropati terhadap respons syaraf otonom, sehingga tidak timbul
lagi gejala-gejala hipoglikemia seperti lapar, keringat dingin, palpitasi, dan lain-
lain. Oleh karena itu, hipoglikemia pada orang lanjut usia merupakan hal yang
berbahaya dan sebagian besar pasien yang dirujuk ke rumah sakit karena
hipoglikemia merupakan pasien dengan usia di atas 65 tahun.3,5
Hipoglikemia dapat terjadi pada saat pasien berada pada ruang perawatan
klinis maupun dapat menyerang tanpa disadari pada saat pasien menjalani
perawatan di rumah. Hipoglikemia pada penderita diabetes melliutus dapat
disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya: pemberian dosis insulin yang
berlebih, perhitungan dosis insulin yang tidak sesuai dengan asupan makanan,
penggunaan obat hipoglikemi oral jenis sulfonilurea sebagai obat untuk
menstimulasi produksi insulin tubuh, makan terlalu sedikit atau terlewatkan waktu
makan, dan aktivitas fisik yang berlebih. Kadar HbA1c darah yang rendah
mengindikasikan intensifikasi terapi yang tidak tepat sebagai penyebab
hipoglikemia pada pasien geriatri. 5 Survei United Kingdom Prospective Diabetes
Study (UKPDS) yang meneliti penyandang DM pada semua tipe selama 6 tahun,
menunjukkan hasil bahwa 76% hipoglikemi yang dialami responden akibat

1
penggunaan insulin, 45% akibat dari penggunaan konsumsi obat sulfonilurea, dan
3% akibat dari tidak adekuatnya diet.3

Hipoglikemia khususnya pada pasien geriatri dapat menyebabkan dampak


yang cukup berat sehingga dapat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas.
Dibutuhkan perhatian yang lebih agar pasien geriatri dengan diabetes mellitus
tidak jatuh dalam keadaan hipoglikemi. Oleh sebab itu, dibutuhkan pengetahuan
tentang pengenalan manifestasi klinis dan cara penanganan hipoglikemi pada
pasien geriatri.

2
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. RS
Nomor rekam medis : 0001060891
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 01 Januari 1946 (72 tahun)
Alamat :Talang Kelapa, Palembang
Pekerjaan :Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Pendidikan formal : SMA
Nama suami : Saharuddin
Status perkawinan : Janda
Nama pelaku rawat di rumah : Asril (anak)
Nama penanggung jawab pasien:Asril
Jumlah anak : 5 Laki-laki / 0 Perempuan
Jumlah cucu : 4 Laki-laki / 7 Perempuan
Tanggal masuk RS :6 Mei 2018 (IGD)  05 Maret 2018
(Bangsal)
Pembiayaan : BPJS
Dirawat di : Ogan
Dirujuk oleh :-

3
2.2 Riwayat Medis Umum
Anamnesis
Autoanamnesis dan alloanamnesis (dengan anak pasien yang tinggal
satu rumah dengan pasien).

Keluhan Utama
Penurunan kesadaran ± 3 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


± 1 minggu SMRS, keluarga pasien mengatakan pasien terlihat lebih
lemas, aktivitas berkurang (+),nafsu makan menurun (+), mual (-), muntah
(-), nyeri ulu hati (-). Penurunan berat badan (+), batuk (-), sesak (-), nyeri
dada (-).
Sejak ± 3 jam SMRS, pasien mengalami penurunan kesadaran di
rumahnya. Keluhan pernah terjadi sebelumnya. Sebelumnya, pasien hanya
makan 3 sendok, riwayat makan obat penurun gula darah sebelumya(+),
keringat dingin (-), sesak (-), batuk (-), nyeri dada (-), demam (-), kejang (-),
nyeri perut (-), mual (-), muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Pasien kemudian dibawa oleh keluarganya ke IGD RSUP dr. Mohammad
Hoesin Palembang. Sesampainya di RSMH, pasien diperiksa kadar gula
darah dan didapatkan hasil 29 mg/dl.
Pasien memiliki riwayat stroke dan dirawat di RS Myria selama 5
hari. Pasien pulang dengan sekuele sesisi tubuh sebelah kiri, sehingga pasien
harus menggunakan kursi roda untuk mobilitas sehari- hari.
Pasien terdiagnosis diabetes melitus sejak 3 tahun yang lalu. Pasien
mengetahui DM ketika kaki pasien tampak luka dan tidak sembuh-sembuh
hingga menghitam. Pasien dibawa ke Rumah Sakit dan dilakukan amputasi
pada jari ke-3 kaki kanan dan diberikan obat suntik selama dirumah sakit.
Pasien dipulangkan dengan obat anti diabetik oral, namun tidak dikonsumsi
rutin. Sejak terdiagnosis diabetes melitus pasien tetap mengonsumsi
makanan seperti biasa dan hanya melakukan aktivitas ringan seperti
menonton TV, berjalan dirumah, mengobrol dengan keluarga. Selain itu,

4
pasien juga menderita hipertensi sejak 2 tahun yang lalu, namun tidak
mengonsumsi obat secara rutin
Sebelum sakit, nafsu makan pasien baik dan pasien dapat
mengonsumsi air ± 1 L dalam sehari. Aktivitas pasien sehari-hari dihabiskan
di atas kursi roda. Sebelumnya pasien memiliki riwayat stroke 3 tahun yang
lalu. Pasien sehari-hari melakukan aktivitas ringan seperti menonton televisi,
makan dan minum. Pasien BAB, BAK, dan mandi dibantu oleh anak atau
cucunya. Pekerjaan rumah lain seperti mencuci, menyapu, dan mengepel
dilakukan oleh anak-anak dan cucunya. Keluarga pasien mengatakan pasien
tampak semakin lemas dan kurus dan tidak mampu melakukan aktivitas
sedang hingga berat. Menurut keluarga pasien, pasien tidur mulai pukul
22.00 malam dan terbangun jam 05.00 pagi. Pasien tidak pernah keluar lagi,
hanya didalam rumah saja. Daya ingat pasien masih baik. Hubungan dengan
anak-anak dan cucu-cucu baik. Pasien merupakan sosok yang semangat,
periang, dan jarang terlihat murung atau sedih.

Perkembangan Selama Perawatan


Pasien masuk IGD diantar oleh keluarganya pada tanggal 2 Mei
2018. Saat di IGD, pasien dilakukan pengecekan tekanan darah didapatkan
80/50 mmHg dan dicek gula darahdidapatkan hasil 29 mg/dl. Diberikan
bolus dextrose 40% intravena 2 flash dan diberikan drip dobutamine dan
dopamine mulai gtt X x/m. Pada tanggal yang sama, dilakukan pemeriksaan
EKG, didapatkan kesan takikardia dan anteroseptal infarction.
Setelah beberapa hari perawatan, gula darah pasien tampak
meningkat. Pasien sudah mulai bisa membuka mata, menggerakkan tangan,
namun belum mampu berbicara seperti biasa tapi mengerti apa yang
dikatakan orang lain. Pasien hanya makan melalui selang NGT.

Riwayat Penyakit Dahulu


Sejak ± 3 tahun yang lalu, pasien mengaku sering merasa haus, lapar,
serta cepat lelah saat beraktivitas. Keluarga pasien juga melihat pasien
tampak semakin lemas. Pada jari kaki pasien, tampak luka yang tidak

5
sembuh-sembuh. Lalu keluarga pasien membawa pasien ke RS Myria dan
dikatakan menderita DM tipe 2. Pasien mendapatkan obat hipoglikemik oral
(OHO) satu jenis, yaitu metformin 500 mg dua kali sehari pada pagi dan
malam hari sebelum/pada saat/sesudah makan. Pasien tidak rutin meminum
obat dan kontrol ke dokter secara berkala.
Riwayat stroke (+) ± 1 bulan yang lalu dengan sekuele kelemahan
pada sisi tubuh sebelah kiri.
Riwayat maag (+), penyakit TB paru (-), penyakit hati (-), asma (-),
tifus (-).

Riwayat Pembedahan
Pasien pernah dilakukan amputasi pada jari ke-III kaki kanan tiga
tahun yang lalu.

Riwayat Rawat Inap Rumah Sakit


± 1 bulan yang lalu pasien pernah dirawat di rumah sakit Myria
karena kelumpuhan mendadak dan didiagnosis stroke. Setelah dilakukan
perawatan selama 5 hari, pasien tampak membaik dan dipulangkan.

Jenis dan Waktu Pemeriksaan Kesehatan Terakhir


Sejak didiagnosis stroke 1 bulan yang lalu, keluarga pasien
memanggil dokter umum untuk memeriksa pasien secara berkala.

Riwayat Imunisasi
Tidak diketahui

Riwayat Alergi
Tidak ada alergi obat atau makanan.

6
Riwayat Obat-obatan
Pasien mengonsumsi tablet metformin 500 mg tiap 12 jam sebagai
obat pengontrol gula darah yang didapatkannya dari dokter. Pasien tidak
mengonsumsi obat anti hipertensi

Riwayat Kebiasaan, Faktor Risiko, Kegemaran/Hobi, Aktivitas


Kemasyarakatan, Aktivitas Keagamaan
Pasien sekarang jarang beraktivitas di luar rumah karena tidak dapat
keluar rumah jika tidak dituntun oleh anak atau suaminya.

Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak kelima dari 9 bersaudara. Pasien menikah
satu kali, mempunyai 5 orang anak serta 14 orang cucu. Pasien tinggal
bersama dua anaknya dan keluarga yang lain. Empat dari lima anaknya
sudah menikah. Anak yang belum menikah dan anak ke-4 beserta istrinya
ikut tinggal bersama dengan pasien. Hubungan dengan keluarga baik. Pelaku
rawat di rumah sakit adalah anak pasien.

Genogram

7
Keterangan:

: laki-laki
: perempuan
: laki-laki meninggal
: perempuan meninggal

Analisis Keuangan
Riwayat pekerjaan: Ibu rumah tangga
Sumber penghasilan saat ini dari bantuan anak-anak.
Tanggungan tidak ada
Pengeluaran per bulan sekitar Rp 4.000.000
Simpulan: kondisi sosial ekonomi pasien menengah

Analisis Rumah
Tangga Terdiri dari 2 lantai, terdapat 10 anak tangga.
Lantai Keramik, tidak licin
Penerangan Di setiap kamar dan ruangan terdapat lampu
Ventilasi Terdapat jendela di setiap kamar dan ruangan
Toilet dan Kloset duduk di dalam kamar mandi, lantai kamar mandi tidak
Kloset licin, tidak ada pegangan di kamar mandi
Lain-lain Jarak antara kamar pasien ke kamar mandi sekitar 10 meter.
Luas rumah ±150 m2 mempunyai 6 kamar. Empat kamar
dibawah dan dua kamar diatas
Simpulan: kondisi rumah cukup baik

8
t
a

K. Mandi
Ruang n

Pintu
g Kamar Tidur Kamar Tidur
Tamu g
a
Teras Depan Rumah

Dapur dan
Kamar Tidur Kamar Tidur
Ruang Tengah Ruang Makan

t
a
n
g
g K. Tidur
a K. Tidur
Balkon

Ruang tengah

K. Tidur

K. Mandi

9
2.3 Analisis Sistem
SISTEM +/-
Jantung dan Pembuluh Darah
a. Nyeri/rasa berat di dada -
b. Sesak nafas pada waktu kerja/naik tangga +
c. Terbangun tengah malam karena sesak -
d. Sesak saat berbaring tanpa bantal -
e. Bengkak pada kaki/tungkai -
Paru
a. Sesak nafas -
b. Demam -
c. Batuk, dahak +
Saluran lambung usus
a. Nafsu makan menurun +
b. Gangguan menelan -
c. Gangguan mengunyah -
d. Sakit perut -
e. Perut terasa kembung -
f. Mencret -
g. Tinja berdarah -
h. Pembuangan tinja tiap hari -
Saluran Kemih
a. Gangguan berkemih -
b. Nyeri waktu berkemih -
c. Pancaran air kemih kurang -
d. Air kemih menetes -
e. Bangun malam hari untuk berkemih -
Darah
a. Mudah timbul lebam di kulit -
b. Bila luka, perdarahan lambat berhenti -
c. Kelenjar getah bening bengkak -
Sendi otot
a. Kekakuan sendi -
b. Bengkak sendi -
c. Nyeri otot +
Endokrin
a. Benjolan di leher -
b. Gemeteran -
c. Lebih suka udara dingin -
d. Banyak keringat -
e. Lekas Lelah/lemas +
f. Berat badan menurun +
g. Operasi gondok -
h. Rasa haus bertambah +
i. Mudah mengantuk +
j. Tidak tahan dingin -

10
k. Sering lupa, sulit konsentrasi, lambat berpikir +
l. Mudah tersinggung +
Saraf
a. Pusing/sakit kepala -
b. Kesulitan mengingat sesuatu/konsentrasi +
c. Pingsan sesaat -
d. Gangguan penglihatan +
e. Gangguan pendengaran +
f. Rasa baal/kesemutan anggota badan +
g. Kesulitan tidur +
h. Kelemahan anggota badan +
i. Lumpuh +
j. Kejang-kejang -
Jiwa
a. Sering lupa +
b. Kelakuan aneh -
c. Mengembara -
d. Murung -
e. Sering menangis -

2.4 Penapisan Depresi


1. Apakah anda sebenernya puas dengan kehidupan YA TIDAK
anda?
2. Apakah anda telah meninggalkan banyak YA TIDAK
kegiatan dan minat atau kesenengan anda?
3. Apakah anda merasa kehidupan anda kosong? YA TIDAK
4. Apakah anda sering merasa bosan? YA TIDAK
5. Apakah anda mempunyai semangat yang baik YA TIDAK
setiap saat?
6. Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk YA TIDAK
akan terjadi pada anda?
7. Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian YA TIDAK
besar hidup anda
8. Apakah anda sering merasa tidak berdaya? YA TIDAK
9. Apakah anda lebih senang tinggal di rumah YA TIDAK
daripada pergi ke luar dan mengerjakan sesuatu
hal yang baru?
10 Apakah anda merasa mempunyai banyak YA TIDAK
. masalah dengan daya ingat anda dibandingkan
kebanyakan orang?
11 Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang YA TIDAK
. ini menyenangkan?
12 Apakah anda merasa tidak berharga seperti YA TIDAK
. perasaan anda saat ini?

11
13 Apakah anda merasa penuh semangat? YA TIDAK
.
14 Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak YA TIDAK
. ada harapan?
15 Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik YA TIDAK
. keadaannya dari anda?
Hasil 4
Keterangan:
- Setiap jawaban yang bercetak tebal mempunyai nilai 1.
- Skor antara 5-9 menunjukkan kemungkinan besar depresi.
- Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi.
Interpretasi:
Nilai = 0
Tidak dapat dilakukan karena pasien tidak bisa bicara

2.5 Pengkajian Status Mental Mini

12
Mini Mental Examination = 0, karena pasien tidak kooperatif untuk diajak
berkomunikasi

2.6 Status Fungsional


Rekapitulasi Skor ADL Barthel
Selama
Jenis Kegiatan SMRS MRS
Rawat
Mengendalikan rangsang 1 0 1
pembuangan tinja
Mengendalikan rangsang berkemih 1 0 1
Membersihkan diri 1 0 0
Menggunakan jamban 1 0 0
Makan 1 0 0
Berubah sikap dari bebaring ke duduk 2 0 0
Berpindah/berjalan 2 0 0
Memakai baju 1 0 0
Naik turun tangga 0 0 0
Mandi 0 0 0
Total 10 0 2

Interpretasi
Skor BAI
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan 3-8 : ketergantungan berat
9-11 : Ketergantungan sedang 0-4 : ketergantungan total

Rekapitulasi Skor Instrumental Activities of Daily Living Lawton (L-IADL)


Fungsi Skor
Kemampuan menggunakan telepon 0
Berbelanja 0
Menyiapkan makanan 0
Urusan rumah tangga 0
Mencuci pakaian 0
Penggunaan Transportasi 0
Tanggung jawab terhadap obat sendiri 0

13
Mampu mengatur keuangan 0
Total Skor 0
Interpretasi status fungsional pasien:
Sebelum sakit pasien memiliki status fungsional dengan ketergantungan sedang.
Saat masuk rumah sakit pasien dan selama perawatan pasien mengalami
ketergantungan total. Nilai 0 pada L-IADL skor menunjukkan ketergantungan
total pada pasien.

2.7 Penapisan dan Pengkajian Status Gizi


Tinggi badan : 84,88 – (0,24 x Umur (Th)) + (1,83 x Tinggi Lutut (cm))) cm
84,88 – (0,24x72) + (1,83x45 cm) = 149,95 cm 150 cm
Berat badan : 50 kg
IMT : 22,2 kg/m2(kesan: normoweight)
LILA : 28 cm
Lingkar Betis : 28 cm

Mini Nutritional Assessment (MNA)

14
Skor penapisan : 3 (Skor ≤ 11, kemungkinan malnutrisi)
Skor pengkajian :4
Penilaian Total : 7 (malnutrisi)

2.8 Penilaian Resiko Jatuh dengan Morse Fall Scale


No. Faktor Resiko Skala Skor
1. Riwayat jatuh Pernah = 25 25
Tidak pernah = 0
2. Diagnosis penyerta Ada = 15 15
Tidak ada = 0

15
3. Alat bantu untuk berpindah Perabotan = 30 0
Walker = 15
Tidak ada, bed, kursi roda,
perawat = 0
4. Penggunaan obat IV atau heparin Menggunakan = 20 0
Tidak menggunakan = 0
5. Cara berjalan atau berpindah Tidak mampu = 20 0
Lemah = 10
Normal, bed rest,
immobilisasi = 0
6. Status Mental Mudah lupa = 15 15
Orientasi baik = 0
Jumlah 55
Interpretasi: skor 55 menunjukkan pasien berisiko tinggi cedera/jatuh. Maka perlu
pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh risiko tinggi.

2.9 Pengkajian Risiko Ulkus Dekubitus (Skala Norton)


Penilaian 4 3 2 1
Kondisi Baik Cukup Buruk Sangat buruk
Fisik
Kesadaran Kompos Apatis Confused Stupor
mentis
Tingkat Ambulatori Berjalan Hanya bisa Hanya bisa
Aktivitas dengan duduk tiduran
bantuan
Mobilitas Bergerak Sedikit Sangat Tak bisa
bebas terbatas terbatas bergerak/imobilita
s
Inkontinensi Tidak ada Kadang- Sering Inkontinensia urin
a kadang inkontinensia et alvi
urin
Skor 0 3 4 1
Total Skor 8

Keterangan :
16-20 : Tidak ada risiko terjadi dekubitus
12-15 : Rentan terjadi dekubitus
<12 : Risiko tinggi terjadi dekubitus
Interpretasi: Skor 8 menunjukkan pasien risiko tinggi terjadi dekubitus

16
2.10 Penilaian Kualitas Hidup/Status Kesehatan
Bagian pertama dari EQ-5D
Mobilitas Saya tidak mempunyai masalah untuk berjalan
Saya ada masalah untuk berjalan
Saya hanya mampu berbaring
Perawatan diri sendiri Saya tidak punya kesulitan dalam perawatan diri
sendiri
Saya mempunyai kesulitan untuk membasuh
badan, mandi, atau berpakaian
Saya tidak mampu membasuh badan, mandi, atau
berpakaian sendiri
Aktivitas sehari-hari Saya tidak punya kesulitan dalam melaksanakan
kegiatan sehari-hari
Saya mempunyai keterbatasan dalam
melaksanakan kegiatan sehari-hari
Saya tak mampu melaksanakan kegiatan sehari-
hari
Rasa nyeri/tidak nyaman Saya tidak mempunyai keluhan rasa nyeri atau
rasa tidak nyaman
Saya suka merasakan agak nyeri/agak kurang
nyaman
Saya menderita karena keluhan rasa nyeri atau
tidak nyaman
Rasa cemas/depresi Saya tidak merasa cemas/gelisah atau depresi
(jiwa tertekan)
Saya suka merasa agak cemas atau depresi
Saya merasa sangat cemas atau sangat depresi
Bagian kedua dari EQ 5D (VAS)
Tidak dapat dilakukan pemeriksaan karena pasien tidak kooperatif.

2.11 Pemeriksaan Fisik


Tanda-tanda vital Uraian
a. Kesadaran Somnolen
b. Tekanan darah Berbaring : 130/80 mmHg
Duduk :-

17
Berdiri : -
c. Nadi Berbaring : 88 x/menit
Duduk :-
Berdiri :-
d. Laju pernapasan 24x/menit
e. Suhu tubuh 36,5oC
f. Berat badan 50
g. Tinggi badan 150 cm
h. IMT kg/m2
i. LLA 21 cm
Kulit
a. Kekeringan Normal
b. Bercak kemerahan Tidak
c. Curiga keganasan Tidak
d. Dekubitus Ada pada bagian bokong
e. Rambut Beruban, tidak mudah dicabut
Pendengaran Belum dapat dinilai. tidak ada sekret
(Telinga)
a. Dengar suara -
normal
b. Dengar garpu tala -
1024 Hz
c. Alat bantu dengar Tidak pakai
d. Serumen impaksi Tidak
Hidung bentuk normal, deviasi septum (-), krusta (-)
Penglihatan (Mata) Kongjungtiva anemik (-), sklera ikterik (-), pupil
kanan dan kiri bulat, diameter ± 3 mm, refleks cahaya
+/+, shadow test +/+
a. Membaca huruf Tidak
koran dengan
kacamata
b. Tajam penglihatan Tidak diperiksa
c. Terdapat katarak Tidak
d. Temuan Tidak diperiksa
funduskopi
Mulut
a. Kebersihan mulut Baik
b. Gigi palsu Tidak ada
c. Gigi geligi Tidak lengkap
Leher
a. Derajat tegak Normal
b. Kelenjar gondok Normal, tidak teraba

18
c. Bekas luka operasi Tidak ada
dileher
d. Massa lain Tidak ada
e. Kelenjar getah Tidak ada
bening membesar
Dada
a. Massa teraba Tidak ada
Paru-paru
a. Inspeksi Statis: simetris kiri dan kanan
Dinamis: simetris kiri dan kanan
b. Palpasi Stem fremitus kanan=kiri
c. Perkusi Sonor pada kedua lapangan paru
d. Auskultasi Vesikuler kanan (+) meningkat , vesikuler kiri (+)
normal, ronkhi(+) pada paru kanan lobus media,
wheezing (-)
Jantung dan Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat
pembuluh darah Palpasi: iktus kordis tidak teraba
Perkusi:
Batas jantung kanan: ICS IV linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri: ICS V linea aksilaris anterior
sinistra
Batas atas: ICS II linea midklavikularis sinistra
Auskultasi: bunyi jantung I/II (+) normal, reguler,
murmur (-), gallop (-)
a. Irama Reguler
b. Bising Tidak ada
c. Gallop Tidak ada
d. Bising A. karotis Tidak ada
e. Bising A. Tidak ada
femoralis
f. Denyut nadi Ada
perifer A. Dorsalis
pedis
g. Denyut nadi Ada
perifer A. Tibialis
posterior
h. Edema pedis Tidak ada
i. Edema tibia Tidak ada

19
j. Edema sakrum Tidak ada
Abdomen Inspeksi: datar, venektasi (-), spider nevi (-)
Palpasi: lemas, hepar dan lien tidak teraba,
ballotement ginjal (-)
Perkusi: timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok (-)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Punggung Nyeri tekan dan ketok costovertebral angle tidak
dilakukan (pasien dalam keadaan berbaring)
Tidak ada ulkus dekubitus

Otot dan kerangka TB Bahu Sik Tanga Panggu Lutu Kak


u n l t i
a. Deformitas - - - - - - -
b. Gerak terbatas + + + + + + +
c. Nyeri - - - - - - -
d. Benjolan/radang - - - - - - -
Saraf
a. Penghidu Belum dapat dinilai
b. Ketajaman Tidak diperiksa
penglihatan
c. Lapangan Belum dapat dinilai
penglihatan
d. Fundus Tidak diperiksa
e. Pupil Normal
f. Ptosis Normal
g. Nistagmus Normal
h. Gerakan bola mata Belum dapat dinilai
i. Sensai kulit bola Belum dapat dinilai
mata
j. Sensasi kulit Belum dapat dinilai
rahang atas
k. Sensasi kulit Belum dapat dinilai
rahang bawah
l. Otot kunyah Belum dapat dinilai
m. Refleks kornea Normal
n. Refleks mandibula Normal
o. Raut muka Normal
simetris
p. Kekuatan otot Normal

20
wajah
q. Pendengaran Belum dapat dinilai
r. Uvula Belum dapat dinilai
s. Refleks telan Belum dapat dinilai
t. Otot trapezius Belum dapat dinilai
u. Otot Belum dapat dinilai
sternokleidomastoi
deus
v. Lidah Normal
Sensorik Anggota tubuh atas Anggota tubuh bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
(Belum Dapat Dinilai)
a. Tajam
b. Raba
c. Getar
d. Suhu
Motorik Kekuatan
(Belum
dapat
dinilai)
Kana Kiri Tonus Refleks Hasil
n
Anggota tubuh atas
a. Bahu Normal Biceps +
b. Siku Normal Triseps +
c. Pergelangan Normal
tangan Normal
d. Jari tangan

Anggota tubuh bawah Normal Patella +


a. Paha Normal Achiles +
b. Lutut Normal
c. Pergelangan kaki
Koordinasi
a. Jari ke hidung Belum dapat dinilai
b. Tumit ke lutut Belum dapat dinilai
c. Romberg Tidak dapat dinilai

21
2.12 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
4 Mei 2018 (di IGD)
Jenis Pemeriksaan Hasil pada Pasien Rujukan
Hematologi
Hemoglobin (Hb) 9.2 g/dL 11.7-16.1 g/dL
Eritrosit (RBC) 3.17 x106/mm3 4.00-5.70 x106/mm3
Leukosit (WBC) 13.8 x 103/mm3 4.73-10.89 x 103/mm3
Hematokrit 28% 35-45 %
Trombosit (PLT) 553 x 103/µL 189–436 x 103/µL
Hitung Jenis Leukosit
 Basofil 0% 1.1 %
 Eosinofil 0% 1-6 %
 Netrofil 89 % 50-70 %
 Limfosit 6% 20-40 %
 Monosit 5% 2-8 %
Kimia Klinik
Metabolisme karbohidrat
 Glukosa sewaktu 29 mg/dL <200 mg/dL
Ginjal
Ureum 48 mg/dL 16.6-48.5 mg/dL
Kreatinin 1,14 mg/dL 0.5-0.90 mg/dL
Elektrolit
Kalsium (Ca) 8.0 8.4-9.7 mmol/L
Natrium (Na) 131 135-155 mEq/L
Kalium (K) 3.8 3.5-5.5 mEq/L

Jenis Pemeriksaan Hasil pada Pasien Rujukan


Urinalisis
Urin Lengkap
Warna Kuning keruh Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
Berat Jenis 1.015 1.003–1.030
pH (urin rutin) 6.0 5–9
Protein Negatif Negatif
Ascorbic acid Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen 2 EU/dL 0.1–1.8 EU/dL
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit Esterase Positif + Negatif

22
Sedimen urin
 Epitel Negatif /LPB Negatif /LPB
 Leukosit 8-10 /LPB 0–5 /LPB
 Eritrosit 0–1 /LPB 0–1 / LPB
 Silinder Negatif /LPB Negatif /LPB
 Kristal Negatif /LPB Negatif /LPB
Positif ++ Negatif
 Bakteri
Negatif Negatif
 Mukus
Positif ++++ Negatif
 Jamur

Hasil Laboratorium tanggal 14 Mei 2018


Jenis Pemeriksaan Hasil pada Pasien Rujukan
Hematologi
Hemoglobin (Hb) 8,7 g/dL 11.7-16.1 g/dL
Leukosit (WBC) 8,2x 103/mm3 4.73-10.89 x 103/mm3
Hematokrit 28% 35-45 %
Trombosit (PLT) 550 x 103/µL 189–436 x 103/µL
Besi (Fe/Iron) 21 µg/dl 61-57 µg/dl
TIBC 152 µg/dl 27-224 µg/dl
Feritin 641,5 ng/ml 13-400 ng/ml
Kimia Klinik
Metabolisme karbohidrat
 Glukosa sewaktu 298 mg/dL <200 mg/dL
Ginjal
Ureum 30 mg/dL 16.6-48.5 mg/dL
Kreatinin 0,7 mg/dL 0.5-0.90 mg/dL
Elektrolit
Kalsium (Ca) 8.0 8.4-9.7 mmol/L
Natrium (Na) 138 135-155 mEq/L
Kalium (K) 4,2 3.5-5.5 mEq/L

Elektrokardiografi (14 Mei 2018)

23
Kesimpulan
Laboratorium: Hb: 9,2 g/dL, RBC: 3,17 x 106/mm3,WBC: 13,8 x 103/mm3,
Ht: 28%, Plt: 553 x 103/µL, Neutrofil: 89%, Limfosit: 6%, Kalsium (Ca):
8.0 mmol/L.
EKG: Sinus takikardi, HR: 111x/menit, axis normal, gelombang P normal,
interval PR 0,12 detik, kompleks QRS 0,006 detik, R/S pada V1 <1, S pada
V1 + R pada V5 <35, T inverted pada V2-V6 Kesan: sinus takikardi, Infark
anterolateral.
Rontgen : CTR sulit dievaluasi, kesan jantung membesar. Aorta dilatasi dan
kalsifikasi. Tampak infiltrat di perihiler kanan. Kesan: kardiomegali disertai
aorta dilatasi dan kalsifikasi (HHD/ASHD) dan bronkopneumonia.

24
Urinalisis: urin agak keruh, leukosit positif 8-10/lp bakteri positif (++),
jamur positif +++

2.13 Resume
Pasien perempuan, usia 72 tahun, dengan keluhan penurunan kesadaran
sejak ± 3 jam SMRS, kadar gula darah sewaktu 29 mg/dL, ± 1 minggu SMRS,
riwayat diabetes mellitus (+) ± 3 tahun, riwayat stroke (+) ± 1 bulan yang lalu
dengan sekuele kelemahan pada sisi tubuh kanan. ADL Barthel 2 (ketergantungan
berat), MNA 8 (malnutrisi), berisiko tinggi cedera/jatuh. Dari pemeriksaan
penunjang Sinus takikardi, HR: 111x/menit, axis normal, gelombang P normal,
interval PR 0,12 detik, kompleks QRS 0,006 detik, R/S pada V1 <1, S pada V1 +
R pada V5 <35, T inverted pada V2-V6 Kesan: sinus takikardi, Infark
anterolateral. Dari pemeriksaan rontgen setelah pasien dipindahkan ke bangsal
didapatkan: infiltrat di para hiler kanan, kesan: bronkopneumonia. Pada
pemeriksaan fisik toraks didapatkan stem fremitus kanan = kiri, perkusi redup
pada lapangan paru kiri serta suara vesikuler (+) meningkat pada paru knan lobus
media dan normal pada paru kiri. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan:
Hb: 9,2 g/dL, RBC: 3,17 x 10 6/mm3,WBC: 13,8 x 103/mm3, Ht: 28%, Plt: 533 x
103/µL, Neutrofil: 89%, Limfosit: 6%, Kalsium (Ca): 8.0 mmol/L. Fe Serum 21
Dari urinalisis didapatkan: urin keruh, leukosit 8-10/lp, bakteri positif (++),
jamur positif ++++ pada sedimen urin.

2.14 Masalah
1. Penurunan Kesadaran ec Hipoglikemia (Koma Hipoglikemik)
2. Anemia Definisensi Besi
3. DM Tipe 2 Uncontrolled
4. Hipertensi Stage I
5. Sindrom I (immobilitation, instability, incontinence, infection)
6. Infeksi Saluran Kemih
7. Ulkus diabetik

25
2.15 Pengkajian
1. Penurunan Kesadaran ec Hipoglikemia (Koma Hipoglikemik)
Atas dasar: terdapatnya gejala klinis berupa penurunan kesadaran ± 3
jam SMRS, dan ketika diperiksa kadar gula darah sewaktu pasien
didapatkan hasil 29 mg/dL. Pada saat dilakukan pemeriksaan, pasien
telah dirawat inap selama beberapa hari, sehingga keadaan klinis pasien
tampak lebih baik. Hasil pemeriksaan gula darah sewaktu pada tanggal
09 Mei 2018 siang hari didapatkan hasil 289 mg/dL.
Rencana diagnostik: pemeriksaan kurva gula darah sewaktu,
pemeriksaan kadar HbA1c.
Rencana terapi: bolus Dextrose 40% sebanyak 2x25 cc jika BSS
<70mn/dL , diikuti dengan pemberian infus D5%/D 10%. Periksa
glukosa darah 15 menit setelah pemberian intravena tersebt. Bila kadar
glukosa darah belum tercapai, pemberian dextrose dapat diulang.
Lakukan monitoring glukosa darah tiap 1-2 jam. Jika masih dlam
kondisi hipoglikemia, diberikan dextrose 20%.
Rencana edukasi: edukasi pasien dan keluarga mengenai diet yang
cocok untuk penderita diabetes mellitus, pola makan yang baik dan
benar, serta cara pemakaian obat penurun gula darah.
Target: mencegah penurunan kesadaran terjadi kembali.

2. Anemia Defisiensi Besi


Atas dasar: terdapatnya gejala klinis berupa badan mudah lelah apabila
beraktivitas. Hasil pemeriksaan laboratorium darah pada tanggal 14 Mei
didapatkan Hb 9,2 g/dL, hematokrit 28% dan indeks eritrosit 3,17x106.
Dari perhitungan morfologi eritrosit, didapatkan nilai MCV 88 fl dan
MCH 29 pg. Fe Serum 21
Rencana diagnostik: pemeriksaan morfologi eritrosit, pemeriksaan
gambaran apusan darah tepi.
Rencana terapi: Suplemen besi (ferro sulfat) 2x1 dan Vitamin C

26
Rencana edukasi:edukasi tentang diet, menyarankan pasien untuk makan
makanan yang cukup dan bergizi (seperti misalnya hati, daging, sayur
berdaun hijau)
Target: perbaikan klinis dan peningkatan kadar hemoglobin dalam darah

3. DM Tipe 2 Uncontrolled
Atas dasar: pasien memiliki riwayat diabetes mellitus tipe 2 sejak ± 3
tahun yang lalu. Sejak didiagnosis diabetes mellitus oleh dokter, pasien
rutin mengonsumsi obat metformin 500 mg tiap 12 jam namun tidak
rutin kontrol ke dokter. Pasien mengalami koma hipoglikemik akibat
kurangnya asupan makanan namun tetap mengonsumsi metformin.
Terkadang saat pasin diperiksa, kadar gula pasien sangat tinggi, yaitu
>350 mg/dl.
Rencana diagnostik dan terapi: pemeriksaan gula darah sewaktu secara
berkala, pemberian metformin 2x500mg, serta kontrol rutin ke dokter.
Rencana edukasi: edukasi mengenai diabetes mellitus tipe 2 dan
komplikasinya, pentingnya mengontrol gula darah, serta modifikasi gaya
hidup, pentingnya penggunaan insulin dan cara pemakaiannya. Edukasi
mengenai OHO harus segera makan jika minum OHO.
Target: gula darah terkontrol.
4. Hipertensi Stage II
Atas dasar: pasien memiliki riwayat hipertensi sejak dua tahun yang lalu
dan tidak mengonsumsi obat hipertensi secara rutin. Selain itu, dari
pemeriksaan tekanan darah didapatkan hasil 130/80 mmHg.
Berdasarkan kriteria AHA 2017 termasuk dalam hipertensi stage II.
Rencana diagnostik: pemeriksaan rontgen thorax AP
Rencana Terapi : pemberian obat anti hipertensi pada DM dilakukan jika
TD sistolik >140 mmHg dan/atau TD diastolik >90 mmHg. Non
farmakologis: meningkatkan aktivitas fisik dan mengurangi konsumsi
garam. Farmakologi yang dapat diberikan adalah golongan ACE
inhibitor untuk memperbaiki kinerja jantung (captopril 6,25 mg).

27
Rencana Edukasi: edukasi keluarga untuk mengurangi konsumsi
makanan yang mengandung garam dan minum obat secara teratur
Target: Tekanan sistol <140 mmHg dan diastolik <90 mmHg

5. Infeksi Saluran Kemih


Atas dasar:pasien tidak dapat mengatakan gejala yang dirasakan.
Diagnosis ditegakkan atas dasar pemeriksaan laboratorium urinalisa.
Ditemukan leukosituria 8-10/ lp, bakteri positif ++, jamur positif ++++.
Selain itu, ditemukan leukositosis yaitu 13.800/mm3.
Rencana diagnostik: kultur urin untuk mendapatkan jenis bakteri dan
antbiotik definitif.
Rencana terapi:pemberian injeksi meropenem 2x1 gr intravena,
Selanjutnya antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur.
Rencana edukasi: edukasi keluarga pasien untuk mengganti pempers
tiga kali sehari dan membersihkan kemaluan pasien sampai bersih
Target: penurunan nilai leukosit, bakteri, dan jamur menjadi negatif

6. Sindrom I (immobilitation, instability, incontinence, infection)

Atas dasar:
Pasien mengalami hemiparase dan kelemahan tubuh sebelah sisi,
sehingga pasien sulit untuk bergerak (imobilisasi). Imbolisasi yang
menetap dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan terbentuknya
ulkus. Ulkus dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya sepsis dan
kematian pada geriatri.
Inkontinensia urin didapatkan berdasarkan alloanamnesis
terdapatnya keluhan tidak bisa menahan BAK. Keluhan inkontinensia
pada geriatri disebabkan oleh berbagai macam hal. Contohnya pada
penyakit kronik. Pasien menderita DM tipe 2 yaitu memiliki gejala
poliuri. Selain itu, pasien sulit untuk berpindah tempat (immobilisasi),
sehingga terdapat keterbatasan untuk mencari toilet saat ingin
berkemih.

28
Instabilitas terjadi karena pasien mengalami hemiparese dan untuk
berjalan harus menggunakan kursi roda. Berdasarkan penilaian Morse
Fall Scale, didapatkan skor 55 yang menandakan pasien berisiko tinggi
cedera/jatuh. Selain itu, pasien memliki riwayat stroke ± 3 tahun yang
lalu dengan sekuele kelemahan pada sisi tubuh kiri. Hal ini didukung
oleh gambaran radiologi kepala didapatkan hasil infark lama di
subkortikal lobus frontoparietal kanan mencapai white matter, atrofi
cerebri dan hidrochepalus exvaquo.
Infeksi didasari oleh terjadinya hospital acquired pneumonia
(HAP) dan ISK pada pasien, berhubungan dengan sistem pertahanan
tubuh yang menurun pada usia lanjut serta pada penderita diabetes
mellitus.
Rencana diagnostik dan terapi: konsultasi multidisiplin (rehabilitasi
medik, gizi, urologi, psikiatri, gerontologi)
Rencana edukasi:
Tirah baring dan aktivitas secukupnya karena pasien cepat merasa
lelah apabila beraktivitas. Tirah baring diikuti dengan pergerakan aktif
dan pasif untuk mencegah terjadinya ulkus berlanjut, yaitu miring kiri
dan kanan. Edukasi pada keluarga pasien untuk melakukan kendali
metabolik, kendali vaskuler, kendali infeksi, kendali luka, dan kendali
tekanan. Hal ini dilakukan dengan rutin memeriksakan kadar gula
darah, lipid, albumin, Hb, dll ke pelayanan medis. Pasien harus
menggunakan alas kaki dengan ukuran yang sesuai setiap bepergian
kemanapun untuk mengurangi kejadian terjadinya luka.
Pada inkontinensia urin, perlu dipesankan kepada keluarga pasien
agar mencatat waktu berkemih serta jumlah urin yang keluar,baik yang
keluar secara normal maupun yang keluar karena tak tertahan. Selain itu
dicatat pula waktu, jumlah, dan jenis minuman yang diminum untuk
kemudian dicocokkan dengan jumlah urin yang keluar. Keluarga juga
diberitahu untuk rutin mengganti popok yang digunakan untuk
mencegah terjadinya ISK.

29
Jika pasien hendak berpergian keluar rumah, pasien harus
dituntun/ditemani karena pasien memiliki risiko tinggi cedera/jatuh.
Edukasi untuk menyelesaikan pengobatan yang diberikan termasuk
mengonsumsi antibiotik hingga tuntas. Pastikan juga pasien selalu
mengonsumsi makan makananan yang cukup dan bergizi agar tidak
terjadi malnutrisi serta menghindari terjadinya koma hipoglikemik
kembali.
Target: mengurangi gejala dari sindrom geriatrik dan meningkatkan
kualitas hidup pasien.

2.16 Kerangka Masalah

DM Tipe 2, hanya
makan 3 sendok Anemia

Defisiensi Besi
Koma
sHipoglikemik Sistem imun turun

ISK
Dirawat di Rumah
Sakit
Kencing menetes

Menggunakan pampers

Inkontinensia urin

Sindrom I
(incontinence, instability,
infection,immobilitation)

2.17 Simpulan
Pasien perempuan,72 tahun, dengan sindrom I (immobilitation, instability,
incontinence, infection), koma hipoglikemik, infeksi saluran kemih, ulkus
diabetik, hipertensi stage II, anemia defisiensi besi, dan DM tipe 2 uncontrolled

30
2.18 Prognosis
Quo ad vitam: dubia ad bonam
Quo ad functionam: dubia ad bonam
Quo ad sanationam: dubia ad bonam

2.19 Rencana Pemulangan


Jangka Pendek
 Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai penyakit ISK, anemia dan
DM Tipe 2, terutama mengenai tatalaksana, pencegahan komplikasi, dan
prognosisnya.
 Edukasi mengenai pentingnya kehati-hatian dalam penggunaan obat-
obatan, antara lain waktu penggunaan dan efek samping.
 Edukasi dan motivasi pasien untuk melakukan aktivitas sesuai toleransi,
sesuai arahan dari Rehabilitasi Medik.
 Mengadakan family meeting untuk membicarakan permasalahan pasien,
sehingga keluarga memahami penyakit pasien dan dapat berperan serta
dalam perawatan pasien.
Jangka Panjang
 Edukasi pasien untuk kontrol teratur ke poliklinik rawat jalan.
 Edukasi pasien untuk minum obat teratur dengan memperhatikan dosis
dan waktu minum obat mengingat pasien mengidap penyakit kronis yang
memerlukan pengobatan seumur hidup.
 Edukasi pasien untuk latihan menahan berkemih, membiasakan berkemih
pada waktu-waktu tertentu, dan latihan otot dasar panggul.
 Edukasi keluarga dan pelaku rawat mengenai kondisi pasien agar dapat
ikut serta dalam program perawatan medis selanjutnya, serta memberikan
dukungan positif kepada pasien.
 Edukasi pasien dan keluarga mengenai risiko jatuh. Memperbaiki
lingkungan rumah agar sesuai dengan kondisi pasien yang mempunyai
risiko jatuh tinggi seperti memasang pegangan di kamar mandi,
memastikan lantai tidak licin.

31
 Edukasi pasien dan keluarga untuk selalu menerapkan gaya hidup sehat
seperti melakukan aktivitas fisik sesuai toleransi dan makan makanan yang
sehat sesuai dengan kebutuhan tubuh dan penyakit yang diderita,
 Segera menghubungi dokter jika terdapat keluhan atau perubahan dari
perilaku harian pasien.

32
BAB III
KOMA HIPOGLIKEMIK PADA GERIATRI DENGAN DIABETES
MELLITUS TIPE 2

3.1 Definisi
PERGEMI pada tahun 1996 memberikan batasan bahwa penderita geriatrik adalah
mereka yang secara kronologik dan biologik telah berusia lanjut dan menderita sakit.
Dengan perkataan lain, usia lanjut secara kronologik berarti penderita telah berusia ≥60
tahun, sedangkan usia lanjut secara biologik ditunjukkan dengan jumlah penyakit yang
diderita sebanyak >2 (umumnya penyakit degeneratif).4
Hipoglikemia adalah suatu kondisi turunnya kadar gula darah di bawah 70
mg/dL.Koma hipoglikemia merupakan suatu kondisi emergensi dengan penurunan
kesadaran dan kadar gula darah biasanya sekitar 20 mg/dL. Hipoglikemia merupakan salah
satu komplikasi akut dari terapi diabetes yang paling sering. Hipoglikemia berat yang lama
dapat berakibat pada kelainan neurologis yang permanen. Hipoglikemia juga mempunyai
dampak buruk terhadap sistem kardiovaskular (dapat memicu aritmia ventrikel).5

3.2 Epidemiologi
Angka kejadian hipoglikemia pada DM tipe 2 sebesar 1,2 % pasien per tahun. 6 Rata-
rata kejadian hipoglikemia meningkat dari 3.2 per 100 orang per tahun menjadi 7.7 per 100
orang per tahun pada penggunaan insulin.7 Menurut penelitian lain didapatkan data kejadian
hipoglikemia terjadi sebanyak 30% per tahun pada pasien yang mengonsumsi obat
hipoglikemik oral seperti sulfonilurea.8 Sebagai penyulit akut pada DM tipe 2, hipoglikemia
paling sering disebabkan oleh penggunaan Insulin dan Sulfonilurea.9

3.3 Etiologi dan Faktor Resiko


Hipoglikemia berat yang membutuhkan rawat inap biasa terjadi pada sebagian besar
geriatri dengan diabetes mellitus tipe 2. Kadar HbA1c darah yang rendah mengindikasikan
intensifikasi terapi yang tidak tepat sebagai penyebab hipoglikemia pada pasien geriatri.5
Hipoglikemia pada geriatri adalah multifaktor. Insulin dan obat hipoglikemi oral
(terutama golongan sulfonilurea) merupakan penyebab paling umum dari hipoglikemia.
Namun, bagi pasien tanpa riwayat diabetes mellitus, hipoglikemia paling sering terjadi
karena pasien memiliki kadar albumin di bawah 3 g/dL, pasien dengan penyakit hepar,
insufisiensi renal, kakeksia, keganasan, gagal jantung kongestif, dan sepsis.10

33
Etiologi hipoglikemia pada pasien dengan diabetes mellitus:11
1. Kelebihan obat atau dosis obat, terutama insulin atau obat hipoglikemik oral
(sulfonilurea)
2. Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun, misal pasca gagal ginjal kronik atau
pasca persalinan.
3. Asupan makan tidak adekuat: jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat.
4. Kegiatan jasmani berlebihan.
Faktor risiko hipoglikemia pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2:12
1. Mengonsumsi obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea
2. Usia lanjut
3. Penyakit vaskular terdahulu
4. Gagal ginjal
5. Nafsu makan menurun
6. Mengonsumsi alkohol

3.4 Patofisiologi
Hipoglikemia dapat terjadi ketika kadar insulin dalam tubuh berlebihan. Terkadang
kondisi berlebih ini merupakan sebuah kondisi yang terjadi setelah melakukan terapi
diabetes mellitus. Selain itu, hipoglikemia juga dapat disebabkan antibodi pengikat insulin,
yang dapat mengakibatkan tertundanya pelepasan insulin dari tubuh. Selain itu,
hipoglikemia dapat terjadi karena malproduksi insulin dari pankreas ketika terdapat tumor
pankreas. Setelah hipoglikemia terjadi, efek yang paling banyak terjadi adalah naiknya
nafsu makan dan stimulasi masif dari saraf simpatik yang menyebabkan takikardi,
berkeringat, dan tremor.13
Ketika terjadi hipoglikemia tubuh sebenarnya akan terjadi mekanisme homeostasis
dengan menstimulasi lepasnya hormon glukagon yang berfungsi untuk menghambat
penyerapan, penyimpanan, dan peningkatan glukosa yang ada di dalam darah. Glukagon
akan membuat glukosa tersedia bagi tubuh dan dapat meningkatkan proses glikogen dan
glukoneogenesis. Akan tetapi, glukagon tidak memengaruhi penyerapan dan metabolisme
glukosa di dalam sel.13

34
Gambar 1. Mekanisme regulasi glukosa pada tubuh manusia.14

Selain itu, mekanisme tubuh untuk mengompensasi adalah dengan


meningkatkan epinefrin, sehingga prekursor glukoneogenik dapat dimobilisasi dari sel
otot dan sel lemak untuk produksi glukosa tambahan. Tubuh melakukan pertahanan
terhadap turunnya glukosa darah dengan menaikkan asupan karbohidrat secara besar-
besaran. Mekanisme pertahanan ini akan menimbukan gejala neurogenik seperti palpitasi,
termor, adrenergik, kolinergik, dan berkeringat. Ketika hipoglikemia menjadi semakin
parah maka mungkin juga dapat terjadi kebingungan, kejang, dan hilang kesadaran.14

Hipoglikemia berat didefinisikan sebagai hipoglikemia yang tidak dapat di


tangani oleh mekanisme homeostasis tubuh. Pada kondisi ini orang yang terkena
hipoglikemia berat dapat kehilangan kesadaran atau merasa kebingungan. Walaupun
penderita hipoglikemia berat akan terlihat sadar, tapi penderita akan terlihat lethargik
(kelelahan) dan emosional. Hal ini disebabkan karena glukagon tidak dapat
mengompensasi adanya insulin yang berlebihan. Sehingga terkadang ketika seseorang
mengalami hipoglikemia berat dibutuhkan penyuntikkan glukagon. Penyuntikkan
glukagon ini dapat diberikan dengan orang terdekat yang dilatih atau tenaga medis
terlatih.15

35
Gambar 2. Mekanisme Hipoglikemia pada Orang Lanjut Usia5

Pada orang lanjut usia, terjadinya hipoglikemia sering tidak disadari karena sudah
terjadi neuropati terhadap respons syaraf otonom, sehingga tidak timbul lagi gejala-gejala
hipoglikemia seperti lapar, keringat dingin, palpitasi, dan lain-lain. Oleh karena itu,
hipoglikemia pada orang lanjut usia merupakan hal yang berbahaya dan sebagian besar
pasien yang dirujuk ke rumah sakit karena hipoglikemia merupakan pasien dengan usia di
atas 65 tahun.5

3.5 Manifestasi Klinis


Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah < 70 mg/dl.
Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi glukosa serum dengan atau tanpa adanya
gejala-gejala sistem otonom, seperti adanya whipple’s triad: terdapat gejala-gejala
hipoglikemia, kadar glukosa darah yang rendah, dan gejala berkurang dengan pengobatan.
Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari, mengingat
dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental bermakna pada pasien. Perbaikan
kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lambat dan memerlukan pengawasan yang lebih
lama.
Manifestasi klinis dari hipoglikemia merupakan akibat dari aktivasi sistem saraf
otonom dan neuroglikopenia.Pada pasien dengan usia lanjut dan pasien yang mengalami
hipoglikemia berulang, respon sistem saraf otonom dapat berkurang sehingga pasien yang
mengalami hipoglikemia tidak menyadari kalau kadar gula darahnya rendah (hypoglycemia
unawareness). Kejadian ini dapat memperberat akibat dari hipoglikemia karena penderita
terlambat untuk mengkonsumsi glukosa untuk meningkatkan kadar gula darahnya.9
Kadar Gula Darah Gejala Neurogenik Gejala Neuroglikopenik
79,2 mg/dL Gemetar, goyah, gelisah Irritabilitas, kebingungan
70,2 mg/dL Gugup, berdebar-debar Sulit berpikir, sulit
berbicara
36
59,4 mg/dL Berkeringat Ataxia, paresthesia
50,4 mg/dL Mulut kering, rasa Sakit kepala, stupor
kelaparan
39,6 mg/dL Pucat, midriasis Kejang, koma, kematian
Tabel 1. Gejala dan tanda yang muncul pada keadaan hipoglikemia.10

Hipoglikemia dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bagian terakit dengan derajat


keparahannya, yaitu:9
- Hipoglikemia berat: Pasien membutuhkan bantuan orang lain untuk pemberian
karbohidrat, glukagon, atau resusitasi lainnya.
- Hipoglikemia simtomatik apabila GDS < 70mg/dL disertai gejala hipoglikemia.
- Hipoglikemia asimtomatik apabila GDS 70mg/dL dengan gejala hipoglikemia.
- Probable hipoglikemia apabila gejala hipogllikemia tanpa pemeriksaan GDS.

3.6 Diagnosis
Terkadang sulit untuk mengenali hipoglikemia pada pasien geriatri walaupun
hipoglikemia pada pasien geriatri dengan diabetes merupakan hal yang sering terjadi. Hal
ini dikarenakan lebih dominannya gejala-gejala neurologis daripada gejala-gejala
autonomis, sehingga hipoglikemia pada pasien geriatri dapat bermanifestasi dengan gejala
pusing atau gangguan penglihatan dan sering salah didiagnosis.Penyebab sulitnya mengenali
hipoglikemia pada pasien geriatri:16
1. Gejala tidak spesifik.
2. Sangat mudah disalah diagnosiskan (misal: stroke, vertigo, gangguan penglihatan,
demensia dengan perubahan kelakuan).
3. Gejala-gejala otonom yang tidak dominan.
4. Pasien geriatri dengan demensia tidak dapat mengkomunikasikan gejala-gejala
yang timbul.

3.7 Tatalaksana dan Evaluasi


Ketika orang berpikir glukosa darah mereka terlalu rendah, mereka harus memeriksa
kadar glukosa darah pada sampel darah menggunakan alat ukur. Jika kadar glukosa di
bawah 70 mg/dl, makanan yang tepat yang harus dikonsumsi untuk menaikkan glukosa
darah adalah:
a. Glukosa gel 1 porsi yang jumlah sama dengan 15 gram karbohidrat.
b. 1/2 gelas atau 4 ons jus buah.
c. 1/2 gelas atau 4 ons minuman ringan biasa.

37
d. 1 cangkir atau 8 ons susu.
e. 5 atau 6 buah permen.
f. 1 sendok makan gula atau madu.
Langkah berikutnya adalah memeriksa kembali glukosa darah dalam 15 menit untuk
memastikan kadar glukosa telah meningkat menjadi 70 mg/dl atau lebih. Jika masih terlalu
rendah, diberikan makanan serupa. Langkah-langkah ini harus diulang sampai kadar glukosa
darah adalah 70 mg/dl atau lebih.
Manajemen hipoglikemia tergantung pada derajat hipoglikemia, yaitu :
a. Hipoglikemia ringan
1. Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 6-10 butir permen atau
2-3 sendok teh sirup atau madu.
2. Bila tidak membaik dalam 15 menit, ulangi pemberian.
3. Tidak dianjurkan untuk memberikan makanan tinggi kalori seperti coklat,
kue, ice cream, cake dan lain-lain.
b. Hipoglikemia berat
1. Tergantung pada tingkat kesadaran pasien.
2. Bila pasien dalam keadaan tidak sadar, jangan memberi makanan atau
minuman karena bisa berpotensi terjadi aspirasi.
Penatalaksanaan Medikamentosa Hipoglikemia
1. Glukosa oral
Setelah dignosa hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah
kapiler, berikan 10-20 gram glukosa oral. Dapat berupa roti, pisang atau karbohidrat
kompleks lainnya. Pada penderita yang sulit menelan dapat diberikan madu atau gel
glukosa pada mukosa mulut.9
2. Glukosa intravena
Pada pasien koma hipoglikemi diberikan injeksi glukosa 40% intravena 25 mL
yang diencerkan 2 kali
Tabel 2.Anjuran Dosis Injeksi Glukosa 40% intravena 25 mL.10
Injeksi glukosa 40% intravena 25 mL

1 flash Bila kadar glukosa 60-90 mg/dL 1 flash dapat meningkatkan kadar

2 flash Bila kadar glukosa 30-60 mg/dL glukosa 25-50 mg/dL.

3 flash Bila kadar glukosa < 30 mg/dL Kadar glukosa yang diinginkan > 120
mg/dL

38
3. Bila belum sadar, dilanjutkan infus maltosa 10% atau glukosa 10% kemudian
diulang 25 cc glukosa 40% sampai penderita sadar.
4. Injeksi metil prednisolon 62,5 – 125 mg intravena dan dapat diulang. Dapat
dikombinasi dengan injeksi fenitoin 3 x 100 mg intravena atau fenitoin oral 3 x
100 mg sebelum makan.
5. Injeksi efedrin 25 -50 mg (bila tidak ada kontra indikasi) atau injeksi glukagon 1
mg intramuskular. Kecepatan kerja glukagon sama dengan pemberian glukosa
intravena. Bila penderita sudah sadar dengan pemberian glukagon, berikan 20
gram glukosa oral dan dilanjutkan dengan 40 gram karbohidrat dalam bentuk
tepung untuk mempertahankan pemulihan.

6. Bila koma hipoglikemia terjadi pada pasien yang mendapat sulfonilurea


sebaiknya pasien tersebut dirawat di rumah sakit, karena ada risiko jatuh koma
lagi setelah suntikan dekstrosa. Pemberian dekstrosa diteruskan dengan infus
dekstrosa 10% selama ± 3 hari. Monitor glukosa darah setiap 3-6 jam sekali dan
kadarnya dipertahankan 90-180 mg%. Hipoglikemia karena sulfonilurea ini tidak
efektif dengan pemberian glukagon.

Gambar 3. Algoritma Tatalaksana Hipoglikemi menurut Lovelace Medical Center Diabetes Episodes
of Care.17

39
3.8 Pencegahan18
Rencana perawatan diabetes dirancang untuk sesuai dengan dosis dan waktu
pengobatan dengan waktu makan dan kegiatan seseorang yang seperti biasa.
Inkompatibilitas dapat menyebabkan hipoglikemia. Misalnya, meningkatkan dosis insulin
atau obat lain yang, tapi kemudian melewatkan penggunaan insulin dapat menyebabkan
hipoglikemia. Untuk membantu mencegah hipoglikemia, orang dengan diabetes harus selalu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Obat-obatan untuk diabetes
Penyedia layanan kesehatan dapat menjelaskan obat-obat yang digunakan untuk
terapi diabetes yang dapat menyebabkan hipoglikemia dan menjelaskan bagaimana
dan kapan harus mengkonsumsi obat tersebut.
Orang-orang yang mengkonsumsi obat untuk diabetes harus bertanya kepada
dokter atau tenaga kesehatan profesional kesehatan mengenai
1. Apakah obat yang dikonsumsi dapat menyebabkan hipoglikemia.
2. Kapan mereka harus mengkonsumsi obat diabetes terebut.
3. Berapa jumlah obat yang harus mereka konsumsi.
4. Mereka harus tetap mengkonsumsi obat ketika mereka sakit.
5. Mereka harus menyesuaikan obat sebelum melakukan aktivitas fisik.
6. Mereka harus menyesuaikan obat jika melewatkan waktu makan.
b. Pola makan
Seorang ahli diet dapat membantu merancang rancangan menu makan yang sesuai
preferensi pribadi dan gaya hidup. Rencana makan ini penting bagi pengelolaan
hipoglikemi. Orang-orang hipoglikemi harus makan secara teratur, cukup makanan
setiap kali makan, dan mencoba untuk tidak melewatkan waktu makan atau makanan
ringan. Beberapa makanan ringan dapat lebih efektif daripada makanan lain dalam
mencegah hipoglikemia pada malam hari. Ahli diet dapat membuat rekomendasi
untuk makanan ringan.
c. Aktivitas sehari-hari
Untuk membantu mencegah hipoglikemia yang disebabkan oleh aktivitas fisik,
penyedia layanan kesehatan mungkin menyarankan:
1. Memeriksa glukosa darah sebelum olahraga atau aktivitas fisik lainnya dan
konsumsi camilan jika kadar gula darah di bawah 100 miligram perdesiliter
(mg/dL).
2. Menyesuaikan obat sebelum aktivitas fisik.

40
3. Pemeriksaan glukosa darah secara teratur dengan interval selama waktu
beraktivitas fisik dan konsumsi makanan ringan sesuai kebutuhan.
4. Memeriksa glukosa darah secara berkala setelah aktivitas fisik.
d. Konsumsi alkohol
Minum-minuman beralkohol, terutama pada saat perut kosong, dapat
menyebabkan hipoglikemia, bahkan satu atau dua hari kemudian. Alkohol dapat
sangat berbahaya bagi orang yang memakai insulin atau obat yang meningkatkan
produksi insulin.
e. Rencana pengelolaan diabetes
Manajemen diabetes intensif untuk menjaga glukosa darah agar mendekati
kisaran normal dapat mencegah komplikasi jangka panjang yang bisa meningkatkan
risiko hipoglikemia. Mereka yang berencana melakukan kontrol ketat harus berbicara
dengan penyedia layanan kesehatan mengenai cara-cara yanga dapat dilakukan untuk
mencegah hipoglikemia dan cara terbaik untuk mengobatinya.

3.9 Prognosis
Prognosis hipoglikemia dinilai dari penyebab, nilai glukosa darah, dan waktu onset.
Apabila bersifat simtomatik dan segera diobati memiliki prognosis baik (dubia et bonam)
dibandingkan dengan asimtomatik tanpa segera diberikan oral glucose (dubia et malam).19
Hipoglikemia pada bukan penderita diabetes tidak memiliki prognosis yang relevan
dapat bersifat baik maupun buruk untuk jangka panjang. Apabila pasien dianjurkan
pengambilan pankreas maka memiliki prognosis tergantung skill medis dan kondisi
indivual.19

41
KLASIFIKASI GERIATRIC SYNDROME

Dalam bidang geriatri dikenal beberapa masalah kesehatan yang sering


dijumpai baik mengenai fisik atau psikis pasien usia lanjut. Menurut Solomon dkk:
The “13 i” yang terdiri dari Immobility (imobilisasi), Instability (instabilitas
dan jatuh), Intelectual impairement (gangguan intelektual seperti demensia
dan delirium), Incontinence (inkontinensia urin dan alvi), Isolation (depresi),
Impotence (impotensi), Immuno- deficiency (penurunan imunitas), Infection
(infeksi), Inanition (malnutrisi), Impaction (konstipasi), Insomnia (gangguan tidur),
Iatrogenic disorder (gangguan iatrogenic) dan Impairement of hearing, vision and
smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman) (Setiati dkk., 2006).

a. Imobilisasi

Didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari


atau lebih, dengan gerak anatomi tubuh menghilang akibat perubahan fungsi
fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat
menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab utama imobilisasi adalah
adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidak seimbangan, dan masalah
psikologis. Beberapa informasi penting meliputi lamanya menderita
disabilitas yang menyebabkan imobilisasi, penyakit yang mempengaruhi
kemampuan mobilisasi, dan pemakaian obat-obatan untuk mengeliminasi
masalah iatrogenesis yang menyebabkan imobilisasi.

b. Instability (Instabilitas dan Jatuh)

Terdapat banyak faktor yang berperan untuk terjadinya instabilitas dan jatuh
pada orang usia lanjut. Berbagai faktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai
faktor intrinsik (faktor risiko yang ada pada pasien) dan faktor risiko ekstrinsik
(faktor yang terdapat di lingkungan). Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut
dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh adalah: mengobati berbagai
kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh, memberikan terapi fisik dan
penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu
atau sandal yang sesuai, serta mengubah lingkungan agar lebih aman seperti
pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai yang tidak licin (Kane et al., 2008;
Cigolle et al., 2007).

42
c. Incontinence (Inkontinensia Urin dan Alvi)

Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak


dikehendaki dalam jumlah dan frekuensi tertentu sehingga menimbulkan masalah
sosial dan atau kesehatan. Inkontinensia urin merupakan salah satu sindroma
geriatrik yang sering dijumpai pada usia lanjut. Diperkirakan satu dari tiga wanita
dan 15-20% pria di atas 65 tahun mengalami inkontinensia urin. Inkontinensia
urin merupakan fenomena yang tersembunyi, disebabkan oleh keengganan pasien
menyampaikannya kepada dokter dan di lain pihak dokter jarang mendiskusikan hal
ini kepada pasien (Kane et al., 2008; Cigolle et al., 2007). International
Consultation on Incontinence, WHO mendefinisikan Faecal Incontinence
sebagai hilangnya tak sadar feses cair atau padat yang merupakan masalah
sosial atau higienis. Definisi lain menyatakan, Inkontinensia alvi/fekal sebagai
perjalanan spontan atau ketidakmampuan untuk mengendalikan pembuangan
feses melalui anus. Kejadian inkontinensia alvi/fekal lebih jarang dibandingkan
inkontinensia urin (Kane et al., 2008).

d. Intelectual Impairement (Gangguan Intelektual Seperti Demensia dan Delirium)

Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada pasien


lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia adalah gangguan fungsi
intelektual dan memori didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang
tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran. Demensia tidak hanya
masalah pada memori. Demensia mencakup berkurangnya kemampuan untuk
mengenal, berpikir, menyimpan atau mengingat pengalaman yang lalu dan juga
kehilangan pola sentuh, pasien menjadi perasa, dan terganggunya aktivitas
(Geddes et al.,2005; Blazer et al., 2009).

e. Infection (infeksi)

Infeksi pada usia lanjut (usila) merupakan penyebab kesakitan dan kematian
no. 2 setelah penyakit kardiovaskular di dunia. Hal ini terjadi akibat beberapa
hal antara lain: adanya penyakit komorbid kronik yang cukup banyak, menurunnya
daya tahan/imunitas terhadap infeksi, menurunnya daya komunikasi usia
sehingga sulit/jarang mengeluh, sulitnya mengenal tanda infeksi secara dini. Ciri
utama pada semua penyakit infeksi biasanya ditandai dengan meningkatnya
temperatur badan, dan hal ini sering tidak dijumpai pada usia lanjut, 30-65% usia

43
lanjut yang terinfeksi sering tidak disertai peningkatan suhu badan, malah suhu

badan dibawah 36OC lebih sering dijumpai. Keluhan dan gejala infeksi semakin
tidak khas antara lain berupa konfusi/delirium sampai koma, adanya penurunan
nafsu makan tiba-tiba, badan menjadi lemas, dan adanya perubahan tingkah laku
sering terjadi pada pasien usia lanjut (Kane et al., 2008).

f. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatan


dan penciuman)

Gangguan pendengaran sangat umum ditemui pada geriatri. Prevalensi


gangguan pendengaran sedang atau berat meningkat dari 21% pada kelompok usia 70
tahun sampai 39% pada kelompok usia 85 tahun. Pada dasarnya, etiologi
gangguan pendengaran sama untuk semua umur, kecuali ditambah presbikusis
untuk kelompok geriatri.

Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan berbeda dari
pasien pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh yang disebabkan oleh
usia, dan dampak yang timbul dari penggunaan obat-obatan yang digunakan
sebelumnya. Masalah polifarmasi pada pasien geriatri sulit dihindari dikarenakan
oleh berbagai hal yaitu penyakit yang diderita banyak dan biasanya kronis, obat
diresepkan oleh beberapa dokter, kurang koordinasi dalam pengelolaan, gejala yang
dirasakan pasien tidak jelas, pasien meminta resep, dan untuk menghilangkan efek
samping obat justru ditambah obat baru. Karena itu diusulkan prinsip pemberian obat
yang benar pada pasien geriatri dengan cara mengetahui riwayat pengobatan
lengkap, jangan memberikan obat sebelum waktunya, jangan menggunakan obat
terlalu lama, kenali obat yang digunakan, mulai dengan dosis rendah, naikkan
perlahan-lahan, obati sesuai patokan, beri dorongan supaya patuh berobat dan hati-
hati mengguakan obat baru (Setiati dkk.,2006).

g. Isolation (Depression)

Isolation (terisolasi) dan depresi, penyebab utama depresi pada usia


lanjut adalah kehilangan seseorang yan disayangi, pasangan hidup, anak,
bahkan binatang peliharaan. Selain itu kecenderungan untuk menarik diri dari
lingkungan, menyebabkan dirinya terisolasi dan menjadi depresi. Keluarga
yang mulai mengacuhkan karena merasa direpotkan menyebabkan pasien akan

44
merasa hidup sendiri dan menjadi depresi. Beberapa orang dapat melakukan
usaha bunuh diri akibat depresi yang berkepajangan

h. Inanition (malnutrisi)

Kelemahan nutrisi merujuk pada hendaya yang terjadi pada usia lanjut
karena kehilangan berat badan fisiologis dan patologis yang tidak
disengaja. Anoreksia pada usia lanjut merupakan penurunan fisiologis nafsu makan
dan asupan makan yang menyebabkan kehilangan berat badan yang tidak diinginkan
(Kane et al., 2008). Pada pasien, kekurangan nutrisi disebabkan oleh keadaan pasien
dengan gangguan menelan, sehingga menurunkan nafsu makan pasien

i. Impecunity (kemiskinan)

Impecunity (kemiskinan), usia lansia dimana seseorang menjadi kurang


produktif (bukan tidak produktif) akibat penurunan kemampuan fisik untuk
beraktivitas. Usia pensiun dimana sebagian dari lansia hanya mengandalkan hidup dari
tunjangan hari tuanya. Pada dasarnya seorang lansia masih dapat bekerja, hanya
saja intensitas dan beban kerjanya yang harus dikurangi sesuai dengan
kemampuannya, terbukti bahwa seseorang yang tetap menggunakan otaknya hingga
usia lanjut dengan bekerja, membaca, dsb., tidak mudah menjadi “pikun” .
Selain masalah finansial, pensiun juga berarti kehilangan teman sejawat, berarti
interaksi sosialpun berkurang memudahakan seorang lansia mengalami depresi.

j. Iatrogenic

Iatrogenics (iatrogenesis), karakteristik yang khas dari pasien geriatri


yaitu multipatologik, seringkali menyebabkan pasien tersebut perlu mengkonsumsi
obat yang tidak sedikit jumlahnya. Akibat yang ditimbulkan antara lain efek samping
dan efek dari interaksi obat-obat tersebut yang dapat mengancam jiwa. Pemberian obat
pada lansia haruslah sangat hati-hati dan rasional karena obat akan dimetabolisme di
hati sedangkan pada lansia terjadi penurunan fungsi faal hati sehingga terkadang
terjadi ikterus (kuning) akibat obat. Selain penurunan faal hati juga terjadi penurunan
faal ginjal (jumlah glomerulus berkurang), dimana sebagaian besar obat dikeluarkan
melalui ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme obat tidak dapat
dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek toksik.

45
k. Insomnia

Insomnia, dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup yang


menyebabkan seorang lansia menjadi depresi. Selain itu beberapa penyakit juga
dapat menyebabkan insomnia seperti diabetes melitus dan hiperaktivitas kelenjar
thyroid, gangguan neurotransmitter di otak juga dapat menyebabkan insomnia. Jam
tidur yang sudah berubah juga dapat menjadi penyebabnya.

l. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh)

Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh) banyak hal yang


mempengaruhi penurunan sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut seperti atrofi
thymus (kelenjar yang memproduksi sel-sel limfosit T) meskipun tidak
begitu bermakna (tampak bermakna pada limfosit T CD8) karena limfosit T tetap
terbentuk di jaringan limfoid lainnya. Begitu juga dengan barrier infeksi pertama
pada tubuh seperti kulit dan mukosa yang menipis, refleks batuk dan bersin
-yang berfungsi mengeluarkan zat asing yang masuk ke saluran nafas- yang
melemah. Hal yang sama terjadi pada respon imun terhadap antigen, penurunan
jumlah antibodi. Segala mekanisme tersebut berakibat terhadap rentannya seseorang
terhadap agen-agen penyebab infeksi, sehingga penyakit infeksi menempati porsi
besar pada pasien lansia.

m. Impotence

Impotency (Impotensi), ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual pada


usia lanjut terutama disebabkan oleh gangguan organik seperti gangguan hormon,
syaraf, dan pembuluh darah. Ereksi terjadi karena terisinya penis dengan darah
sehingga membesar, pada gangguan vaskuler seperti sumbatan plak aterosklerosis (juga
terjadi pada perokok) dapat menyumbat aliran darah sehingga penis tidak dapat
ereksi. Penyebab lainnya adalah depresi.

46
n. Irritable bowel

Irritable bowel (usus besar yang sensitif -mudah terangsang-)


sehingga menyebabkan diare atau konstipasi/ impaksi (sembelit).
Penyebabnya tidak jelas, tetapi pada beberapa kasus ditemukan
gangguan pada otot polos usus besar, penyeab lain yang mungkin
adalah gangguan syaraf sensorik usus, gangguan sistem syaraf pusat,
gangguan psikologis, stres, fermentasi gas yang dapat merangsang
syaraf, kolitis.

47
BAB IV
KESIMPULAN

Hipoglikemia adalah suatu kondisi turunnya kadar gula darah di bawah 70


mg/dL.Koma hipoglikemia merupakan suatu kondisi emergensi dengan
penurunan kesadaran dan kadar gula darah biasanya sekitar 20 mg/dL.
Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi akut dari terapi diabetes yang
paling sering. Hipoglikemia berat yang lama dapat berakibat pada kelainan
neurologis yang permanen.
Pada orang lanjut usia, terjadinya hipoglikemia sering tidak disadari karena
sudah terjadi neuropati terhadap respons syaraf otonom, sehingga tidak timbul
lagi gejala-gejala hipoglikemia seperti lapar, keringat dingin, palpitasi, dan lain-
lain. Oleh karena itu, hipoglikemia pada orang lanjut usia merupakan hal yang
berbahaya dan sebagian besar pasien yang dirujuk ke rumah sakit karena
hipoglikemia merupakan pasien dengan usia di atas 65 tahun.
Hipoglikemia dapat terjadi secara tiba-tiba. Biasanya bersifat ringan, tidak
membahayakan dan bisa ditangani dengan cepat dan mudah hanya dengan makan
atau minum makanan yang kaya akan glukosa. Namun jika tidak ditangani dengan
segera, hipoglikemia bisa memburuk dan menyebabkan penderitanya mengalami
hipoglikemia berat dengan manifestasi berupakejang, koma, dan bahkan
kematian.Oleh karena itu, keahlian untuk mendiagnosis dan menatalaksana
hipoglikemia dengan cepat dan tepat sangatlah penting guna mencegah terjadinya
sekuele permanen atau bahkan kematian pada pasien.
Penatalaksanaan hipoglikemi meliputi pemberian glukosa baik secara oral
maupun injeksi intravena. Pencegahan dapat dilakukan dengan edukasi tentang
penggunaan obat hipoglikemia oral, pola makan yang tepat, serta aktivitas sehari-
hari. Prognosis dapat baik apabila hipoglikemi berlangsung akut dan simtomatik.

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Boedisantoso, R. & Subekti, I., 2007, Komplikasi Akut Diabetes Melitus,


Dalam Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I. (eds.), Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu, 155-158, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
2. Soegondo, S., 2007, Prinsip Pengobatan Diabetes, Insulin dan Obat
Hipoglikemik Oral; Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I. (eds.),
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, 119-125, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
3. Sutawardana, J.H., Yulia, dan Waluyo, Agung. 2016. Studi Fenomenologi
Pengalaman Penyandang Diabetes Melitus yang Pernah Mengalami Episode
Hipoglikemia. Universitas Jember
4. Darmojo, R. Boedhi, dan Martono, H. Hadi. 2009. Buku Ajar Geriatri: Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut. Semarang: Balai Penerbit FK UI.
5. Piatkiewicz, P. 2016. Hypoglycemia in Elderly Type 2 Diabetes Patients.
Journal of Clinical Diabetes and Practice, 1(2): 1000-1003.
6. Berber E, Li-Ng M, Taskin HE, Samat A, 2013. Evaluation of hypoglycemia.
Elsevier.
7. Cull CA, Wright AD, Macleod KM, Holman RR, 2001. Hypoglycaemia in
patient with type 2 diabetes in the UKPDS. Diabetologia.
8. Self WH, Mcnaughton CD, 2013. Hypoglycemia. In (Adam James G)
Emergency Medicine Clinical Essential Second Ed. Elsevier Inc : 1379-1390.
9. Perkumpulan Endokrin Indonesia, 2015. Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015.
10. Shilo, S., dkk. 1998. Hypoglycemia in hospitalized nondiabetic older patients.
Journal of American Geriatric Society, 46: 978-982.
11. Rani, A. Aziz, dkk. n.d. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
12. Zmmit, Nicola N., dan Frier, Brian M. Hypoglycemia in Type 2 Diabetes.
Diabetes Care: 28(12): 2948-2961.

49
13. Silbernagl, S. 2006. In: Silbernagl, S., Lang, F. editor. Teks dan Atlas
Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC
14. Cryer P. 2015. Hypoglycemia During Therapy of Diabetes. De Groot LJ,
Chrousos G, Dungan K, et al., editors. South Dartmouth (MA): Endotext.
15. Nelms, M., Suvher, K. & Sara Long, 2007. Nutrition Therapy and
Pathophyisiology, Australia: International Student Edition.
16. Abdelhafiz, Ahmed H., dkk. Hypoglycemia in Older People: A Less Well
Recognized Risk Factor for Frailty. Aging and Disease, 6(2): 156-167.
17. Tomky, D., 2005. Detection, Prevention, and Treatment of Hypoglycemia in
the Hospital. Diabetes Spectrum 18, 39–44.
18. Desouza, C. V., M.D., Bolli, G. B., M.D., & Fonseca, V., M.D. (2010).
Hypoglycemia, diabetes, and cardiovascular events. Diabetes Care, 33(6),
1389-94.
19. Hamdy, O. 2013. Hypoglycemia. US: Harvard Medical School.

50

Anda mungkin juga menyukai