Oleh:
Pembimbing:
Laporan Kasus
Disusun Oleh :
Pembimbing:
Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang
periode 11 September – 8 Oktober 2023.
Pembimbing,
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus ini dengan
judul “Respiratory Failure On Mechanical Ventilation + Syok Sepsis + Post
Repair Burst + Adhesiolisis Ai Burst Abdomen Post Laparotomy Nephrectomy
Sinistra + Anemia + CKD on HD” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik di Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Laporan kasus ini tidak mungkin dapat terselesaikan tepat pada waktunya
tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Agustina Br
Haloho, Sp.An-TI, Subsp. TI(K), M. Kes, selaku pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari
sempurna, baik isi maupun penyajiannya sehingga diharapkan saran dan kritik
yang membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan laporan kasus di masa
yang akan datang. Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
Manajemen sepsis dan syok sepsis dengan cepat dan baik merupakan
langkah yang harus dilakukan untuk menurunkan tingkat mortalitas pasien.
Manajemen awal sepsis mencakup one-hour bundle of sepsis pada surviving
sepsis campaign 2021 yang berisi 5 langkah tatalaksana.6 Menurut Standar
Nasional Program Profesi Dokter Indonesia tahun 2019, syok memiliki tingkat
kemampuan 3B gawat darurat, dimana lulusan dokter mampu membuat diagnosis
klinik berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan
penunjang dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi
menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien.
Lulusan dokter mampu menentukan usulan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya.7
1
BAB 2
STATUS PASIEN
Umur : 51 tahun
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
No. RM : 0001357408
2.2 Anamnesis
Dilakukan alloanamnesis dengan istri pasien pada 1 Oktober 2023, pukul 11.00
WIB
Keluhan utama:
Luka operasi pada perut terbuka sejak 7 hari SMRS.
2
saat ditekan. Keluhan juga disertai mual-muntah, BAK berdarah yang semakin
sering dan penurunan berat badan progressif. Kemudian pasien di bawa ke RSUD
kayuagung, dilakukan dekompresi dan dirujuk ke RS swasta. Di RS swasta
dikatakan adanya massa pada ginjal dan dilakukan pengangkatan massa dan ginjal
kiri. Setelah 2 minggu pasca operasi pasien datang ke RS swasta untuk kontrol
jahitan operasi, dilakukan pengangkatan beberapa jahitan yang sudah mengering.
Sejak 7 hari SMRS, pasien mengeluhkan luka operasi. Luka operasi pada
perut terbuka saat pasien batuk dan luka terbuka semakin meluas. Pasien juga
mengeluh nyeri pada luka (+), keluar cairan (+) berwarna putih seperti susu dan
tampak usus terlihat dari luka terbuka, darah (-), demam (-), sesak (-), batuk (-),
BAB terasa sulit dikeluarkan dan BAK tidak ada keluhan. Pasien kembali datang
ke RS swasta kemudian dirujuk ke RSMH untuk diberikan tatalaksana lebih
lanjut.
Riwayat AMPLE
Events Keluar cairan dari luka bekas operasi sejak 1 minggu yang
lalu post laparatomi nefrektomi 2 minggu yll
3
Status generalisata
- Sensorium : Compos Mentis
- TD : 111/84 mmHg
- HR : 94 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
- RR : 24 x/menit
- Suhu : 37,8oC
- BB : 45 kg
- TB : 160 cm
- IMT : 17,6 kg/m2 (underweight)
Keadaan spesifik
Kepala : Normosefali
Hidung : Napas cuping hidung (-), deviasi septum (-), polip (-), epistaksis
(-)
Telinga : Sekret (-), nyeri tekan (-), nyeri tarik (-) MAE lapang
Thoraks
Pulmo
Palpasi : stem fremitus paru kanan sama dengan kiri, krepitasi (-).
Cor
4
Batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra
Abdomen
Inspeksi : Tampak luka operasi terbuka ukuran 5x3 cm, dasar usus, pus (-),
slough (-)
Palpasi : lemas
Perkusi : Timpani-redup
Status generalisata
- Sensorium : E3M5Vt
- TD : 122/80 mmHg (dengan support)
- HR : 84 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
- RR : Terintubasi on Ventilator dengan mode SIMV 12 VT 400
PEEP 5 PS 10 FiO2 50% I:E 1:2 didapatkan VT 376 - 476 RR 14-16
x/menit SpO2 100%
- Suhu : 36,7oC
5
Keadaan spesifik
Kepala : Normosefali
Hidung : Napas cuping hidung (-), deviasi septum (-), polip (-), epistaksis
(-)
Telinga : Sekret (-), nyeri tekan (-), nyeri tarik (-) MAE lapang
Thoraks
Pulmo
Palpasi : stem fremitus paru kanan sama dengan kiri, krepitasi (-).
Cor
Abdomen
6
Genitalia : Tidak diperiksa
7
2.4.2 Pemeriksaan EKG
Interpretasi :
8
2.4.3 Pemeriksaan Radiologi
Rontgen Thorax PA/AP (28 September 2023)
9
Rontgen Thorax PA/AP (30 September 2023)
10
2.4.4 Pemeriksaan Patologi Anatomi
(12 September 2023 dari RS Swasta)
Makroskopis : Sepotong jaringan ginjal, warna putih kecoklatan, ukuran
16 x 10 x 5 cm, pada potongan berongga-rongga, dijumpai massa warna
putih seperti papiler, kenyal sebagian rapuh ukuran 8 x 6 cm. Dijumpai
pula batu di area central ukuran 2x2 cm, warna hitam
Mikroskopis : Sediaan berasal dari ginjal. Dijumpai massa tumor
membentuk struktur sarang-sarang, papiler, dilapisi sel epitel neoplasia
hyperplasia, stratifikasi, inti pleomorfik, kromatin kasar, vesikuler, anak
inti terlihat, sitoplasma luas eosinofilik sebagian jernih. Mitosis abnormal
dijumpai. Massa tumor sudah menginvasi jaringan stroma fibrokolagen.
Masih dijumpai struktur ginjal yang terdiri dari nefron, tubulus dalam
batas normal. Tampak pula jaringan lipid, sebukan padat sel radang
limfosit, dan sel plasma
Kesan : Mengarah suatu Metastase urothelial carcinoma pada ginjal
2.5 Diagnosis
Respiratory Failure On Mechanical Ventilation + Syok Sepsis + Post
Repair Burst + Adhesiolisis Ai Burst Abdomen Post Laparotomy
Nephrectomy Sinistra + Anemia + CKD on HD
2.6 Planning
Repair Burst dan Adhesiolisis
11
2.8 Anestesi Pre Anestesi
Pre Anestesi
12
Tanda Vital
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4M6V5 pupil
bulat isokor, refleks cahaya (+/+)
TD : 123/87 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36,7oC
Respiratory Rate : 22 x/menit
SpO2 : 98%
Evaluasi Jalan Nafas menggunakan Kriteria “LEMON”
L (Look externally) : Gigi lengkap, trauma wajah tidak ada,
large tongue or incisor (-)
E (Evaluate 3– 3– 2 rule) : Jarak antar insisivus: 3 jari
Jarak mental-hyoid: 3 jari
Jarak hyoid-thyroid: 2 jari
M (Mallampati score) : I
O (Obstruction/Obesity) : Tidak ada
N (Neck Deformity) : Tidak ada
Evaluasi Jalan Nafas menggunakan Kriteria “OBESE”
O (Overweight: BMI>26 kg/m2) : Tidak ada
B (Beard) : Tidak ada
E (Elderly:usia>55 tahun) : Tidak ada
S (Snoring) : Tidak ada
E (Edentulous) : Tidak ada
13
Evaluasi Pre Induksi
Kesadaran : GCS E4M6V5
Nadi : 90 x/menit, regular, adekuat
Pernapasan : 22 x/menit
SpO2 : 98%
Status fisik : ASA III E
Jenis anestesi : Anestesi umum
Induksi : - Midazolam 2 mg
- Propofol 100 mg
- Fentanyl 100 mcg IV
- Rocuronium 30 mg IV
Monitoring : EKG, SpO2, TD, ouput urin
Pengaturan nafas : Controlled
14
Waktu TD HR RR on SpO2 Udara Keterangan
(WIB) (mmHg) (x/m) Ventilator (%) O2 Air Volatil
(x/m) (L/m) (L/m) (Vol%)
11.30 120/70 90 13 100 8 - 2 - Persiapan pasien
MAP 86 - Pemasangan
monitoring EKG,
SpO2
- Telah terpasang
jalur IV line
- Cairan ringer
laktat 500cc
- Induksi
Midazolam 2 mg,
Propofol 100 mg,
Fentanyl 200 mcg,
Atracurium 20 mg
11.45 100/70 92 12 100 2 2 2 Cairan ringer laktat
MAP 80 Paracetamol 1 gram
Asam traneksamat
1 gram
Dexametasone 10
mg
12.00 100/70 94 12 100 2 2 2 Cairan ringer laktat
MAP 80
15
13.15 98/62 100 13 100 2 2 2 - Cairan ringer
MAP 74 laktat support
norepinefrin 0,3
mcg/kgbb/menit
- Operasi selesai,
dipasang 1 buah
drain dan luka
ditutup dengan
jahitan teknik
smead jone
- Pasien di
transport ke icu
emergency
Kesadaran : DPO
HR : 80 x/menit,regular
16
2.9 Follow up
Hari rawat ke 1 S Belum dapat di nilai
Post OP
(30/09/2023)
pukul 16.00
O CNS : DPO, pupil isokor 3/3 mm, RC +/+
F : Puasa
A : Fentanyl cont
S : Dexmedetomidin cont
T : PADUA IMPROVE
H : Head Up 30°
U : Omeprazole 40 mg/24 jam
G : Glucose control 140 – 180 mg/dL
B : Bowel sound (+)
I : Indwelling catheter (+)
D : Meropenem 500 mg/ 12 jam
17
- Eosinofil 0 1-6 %
- Netrofil 96 50-70 %
- Limfosit 2 20-40 %
- Monosit 2 2-8 %
LED 82 <15 mm/jam
Kimia klinik
Kalsium 1,18 1,09 - 1,30 mg/dL
Kreatinin 8,17 0,50-0,90 mg/dL
Kalium 6,9 3,5 – 5,5 mEq/L
Natrium 128 135 - 155 mEq/L
Ureum 344 16,6 – 48,5 mg/dL
Albumin 2,4 3,5 – 5,0 g/dL
Bilirubin 1,5 0,1-1,0
Analisis Gas Darah
pH 7,261 7,35 – 7,45
pCO2 20 35 – 45 mmHg mmHg
pO2 208,8 83 – 108 mmHg mmHg
SO2% 99,4
HCO3 9,1 21 - 28 Mmol/L
FIO2 50 %
Laktat 0,9 0,7 – 2,5 Mmol/L
PO2/FiO2 417,7 mmHg
Faal Hemostasis
INR 1,17
Pasien (APTT) 23,9 27 - 42 detik
Kontrol (APTT) 29
Kontrol (PT) 16,40
Pasien (PT) 16,0 12 - 18 detik
18
P IVFD: NS 0,9% gtt 20 F : Puasa
tpm A : Fentanyl cont
Inj. Meropenem 500 S : Dexmedetomidin 0,2 – 0,5
gram/ 12 jam IV (D2) mcg/kgBB (400 mcg / 40 cc)
Inj. Kidmin fls/24 jam T : PADUA 2 IMPROVE 4,5
(H3) H : Head Up 30°
Inj. Omeprazole 40 mg / U : Omeprazole 40 mg/24 jam
24 jam G : Glucose control 140 – 180
Norepinephrine 8 mg / 50 mg/dL
cc B : Bowel sound (+)
Dexmedetomidin 400 mcg I : Indwelling catheter (+)
/ 40 cc D : Meropenem 500 gram/ 12 jam
Fentanyl cont
19
Trombosit 321 170-396 103/μL
Hematokrit 28 41-51 %
MCV 83,6 85-95 fL
MCH 28 28-32 Pg
MCHC 33 33-35 g/dL
Diff. count
- Basofil 0 0-1 %
- Eosinofil 0 1-6 %
- Netrofil 90 50-70 %
- Limfosit 5 20-40 %
- Monosit 5 2-8 %
Kimia klinik
Kalsium 7,8 8,4 – 9,7 mg/dL
Kreatinin 8,69 0,50-0,90 mg/dL
Kalium 5,9 3,5 – 5,5 mEq/L
Natrium 139 135 - 155 mEq/L
Ur/Cr 8,36
Albumin 2,6 3,5 – 5,0 g/dL
Bilirubin 1,3 0,1-1,0
Analisis Gas Darah
pH 7,255 7,35 – 7,45
pCO2 24,1 35 – 45 mmHg mmHg
pO2 164,1 83 – 108 mmHg mmHg
SO2% 99,2
HCO3 10,8 21 - 28 Mmol/L
FIO2 50 %
Laktat 1 0,7 – 2,5 Mmol/L
PO2/FiO2 328,1 mmHg
Faal Hemostasis
INR 1,17
Pasien (APTT) 24,1 27 - 42 Detik
Kontrol (APTT) 32,3
Kontrol (PT) 15,6
Pasien (PT) 15,9 12 - 18 Detik
20
O CNS: E3M5VT, pupil isokor, reflek cahaya (+/+)
CVS: TD: 130/70 mmHg HR: 104x/menit dengan norepinefrin
dosis 0,05 mcg/kgbb/menit
Resp: SIMV 16 PS10 PEEP 5 VT 400 FIO2 50% didapatkan
VT 408-510 RR:16 - 20 SpO2 : 100%
GIT: NGT(+) Residu (-)
GUT: Urin (+) 100 cc/ 3 jam
Regio Abdomen
I: Luka operasi rembes tertutup kassa
21
Kalium 6,1 3,5 – 5,5 mEq/L
Natrium 143 135 – 155 mEq/L
Ureum 295 16,6 – 48,5 mg/dL
Albumin 2,4 3,5 – 5,0 g/dL
Bilirubin 1,9 0,1-1,0
Analisis Gas Darah
pH 7,167 7,35 – 7,45
pCO2 26,7 35 – 45 mmHg mmHg
pO2 124,8 83 – 108 mmHg mmHg
SO2% 97,6
HCO3 9,8 21 – 28 Mmol/L
FIO2 50 %
Laktat 1,3 0,7 – 2,5 Mmol/L
PO2/FiO2 249,6 mmHg
Faal Hemostasis
INR 1,27
Pasien (APTT) 26,3 27 – 42 detik
Kontrol (APTT) 27,7
Kontrol (PT) 14
Pasien (PT) 17,2 12 – 18 detik
22
P IVFD: Ringerfundin gtt 20 tpm
Inj. Meropenem 1 gram/ 12jam (D6)
Inj. Metronidazole 500mg/8jam (E4)
Vip Albumin 2 tab/8 jam
Metoclorpamide 10 mg/8 jam
Paracetamol 1 gr/8 jam
Omeprazole 40 mg / 24jam
Dexmedetomidin 400 mcg / 40 cc
F : Diet cair
A : Paracetamol
S : Dexmedetomidin cont
T : PADUA 2 IMPROVE 8,5
H : Head Up 30°
U : Omeprazole 40 mg/24 jam
G : Glucose control 140 – 180 mg/dL
B : Bowel sound (+)
I : Indwelling catheter (+)
D : Meropenem 1 g/ 12 jam
Ditemukan kuman : Candida tropicalis
23
SO2% 97,3
HCO3 12,3 21 – 28 Mmol/L
FIO2 50 %
Laktat 1,7 0,7 – 2,5 Mmol/L
PO2/FiO2 185,1 mmHg
Faal Hemostasis
INR 1,38
Pasien (APTT) 27,7 27 – 42 detik
Kontrol (APTT) 31,7
Kontrol (PT) 16,1
Pasien (PT) 18,6 12 – 18 detik
F : Diet cair
A : Paracetamol 1 gr/24 jam
S:-
T : PADUA 2 IMPROVE 8,5
H : Head Up 30°
U : Omeprazole 40 mg/24 jam
G : Glucose control 140 – 180 mg/dL
B : Bowel sound (+)
I : Indwelling catheter (+)
D : Meropenem 1gr/ 12 jam
24
Leukosit 29,1 4,73-10,89 103/μL
Trombosit 279 170-396 103/μL
Hematokrit 32 41-51 %
MCV 80,7 85-95 fL
MCH 28 28-32 pg
MCHC 35 33-35 g/dL
Diff. count
- Basofil 0 0-1 %
- Eosinofil 0 1-6 %
- Netrofil 90 50-70 %
- Limfosit 4 20-40 %
- Monosit 6 2-8 %
Kimia klinik
Kalsium 7,0 8,4 – 9,7 mg/dL
Kreatinin 4,88 0,50-0,90 mg/dL
Kalium 4,2 3,5 – 5,5 mEq/L
Natrium 143 135 – 155 mEq/L
Ureum 191 16,6 – 48,5 mg/dL
Albumin 2,2 3,5 – 5,0 g/dL
Bilirubin 1,3 0,1-1,0
Analisis Gas Darah
pH 7,35 7,35 – 7,45
pCO2 21,9 35 – 45 mmHg mmHg
pO2 144,1 83 – 108 mmHg mmHg
SO2% 99,3
HCO3 12,2 21 – 28 Mmol/L
FIO2 80 %
Laktat 1,8 0,7 – 2,5 Mmol/L
PO2/FiO2 180,1 mmHg
Faal Hemostasis
INR 1,45
Pasien (APTT) 30,7 27 – 42 detik
Kontrol (APTT) 27,7
Kontrol (PT) 13,6
Pasien (PT) 19,4 12 – 18 detik
Hari rawat ke 7 S Nyeri pada luka operasi hilang timbul, mual (-), muntah (-)
Post OP
(06/10/2023)
pukul 16.00
O CNS : E4M6V5, pupil isokor 3/3 mm, RC +/+
25
A Post Repair Burst + Adhesiolisis ai Burst Abdomen ec
Laparotomy nefrektomi sinistra + AKI Stage 3 on HD
P IVFD: Ringerfundin gtt 20 tpm
Inj. Meropenem 1 gram/ 8jam IV (D7)
Metronidazole 500 mg/ 8 jam (E5)
Vip Albumin 2 tab/8 jam
Paracetamol 1 gr/24 jam
Fluconazole 200mg/.24 jam (D2)
Metoclopramide 1 mg/24 jam
Omeprazole 40 mg / 24jam
F : Diet NB
A : Paracetamol 1 gr/24 jam (PRN)
S:-
T : PADUA 2 IMPROVE 5
H : Head Up 30°
U:-
G : Glucose control 140 – 180 mg/dL
B : Bowel sound (+)
I : Indwelling catheter (+)
D : Meropenem 1gr/ 12 jam (D7)
Metronidazol 500g/8 jam IV (E5)
Fluconazol 200 mg/24 jam (D2)
26
BAB 3
ANALISIS MASALAH
Pasien Tn. S, 51 tahun datang keluhan luka operasi pada perut yang terbuka,
pasien juga mengeluh nyeri pada luka (+), keluar cairan (+) berwarna putih
seperti susu dan tampak usus terlihat dari luka terbuka, darah (-), demam (-), sesak
(-), batuk (-), BAB terasa sulit dikeluarkan dan BAK tidak ada keluhan. Pasien
kembali datang ke RS swasta kemudian dirujuk ke RSMH untuk diberikan
tatalaksana lebih lanjut. Pasien dirawat 3 hari di bangsal RSMH dengan diagnosis
burst abdomen lalu dilakukan stabilisasi untuk dilakukan tindakan operasi repair
luka dan adhesiolisis.
Burst abdomen adalah abdominal wound dehiscence dimana terdapat
kegagalan mekanis penyembuhan luka insisi bedah yang melibatkan kerusakan
pada lokasi sayatan bedah, dimana terjadi pemisahan lapisan muskulo-aponeurotik
perut pasca operasi dan termasuk komplikasi pasca operasi yang parah.9 Bisa
disertai infeksi dan cedera saraf,10 juga dengan atau tanpa inflamasi dan/atau
nekrosis jaringan yang terkait.11 Observasi oleh Complicated IAI Observational
World (CIAOW) 2014 menyebutkan bahwa infeksi intraabdominal menempati
urutan ketiga dalam mengakibatkan terjadinya syok sepsis yaitu sebesar 14,3%.12
Pada syok terjadi penurunan suplai oksigen ke pembuluh darah, ke organ
dan jaringan, atau penggunaan oksigen yang buruk secara fungsional oleh jaringan
perifer dan berakhir pada malfungsi organ akhir. Terbagi menjadi 4 kategori
utama, yaitu syok hipovolemik, syok distributif, syok kardiogenik, dan syok
obstruktif. Syok hipovolemik dibagi lagi menjadi 4 subkategori dan syok
distributif dibagi menjadi 3 subkategori.
Empat jenis syok (di dalam, latar putih) dengan sistem organ yang utamanya terkait (sudut
luar), lokasi dan mekanisme manifestasi (di luar lingkaran), serta fitur patogenetik dan
27
patofisiologis (sektor luar dan tengah lingkaran). Untuk menjaga kejelasan, jenis-jenis campuran
dari syok tidak digambarkan
Pasien ini dicurigai adanya sepsis yang berasal dari infeksi pada burst
abdomen post laparotomi nefrektomi pada 7 september lalu, kemudian dilakukan
penilaian dengan qSOFA sebelum dilakukan tindakan operasi. Terdiri dari tiga
komponen penilaian, yaitu Glasgow Coma Scale (GCS) < 15, respiratory rate ≥
22 kali/menit, tekanan darah sistolik ≤ 100 mmHg. Dikatakan positif apabila
terdapat 2 dari 3 kriteria, namun pada pemeriksaan hanya memenuhi 1 skor
kriteria adanya tanda sepsis berdasarkan qSOFA. Menurut guideline SSC 2023,
penggunaan qSOFA saja dalam penegakkan syok sepsis tidak lebih baik dari
penilaian sepsis berdasarkan SOFA score, MEWS dan NEWs. Perpaduan
penilaian dengan berbagai modalitas scoring lebih baik dalam menilai pasien
dengan sepsis atau syok sepsis.
Pada pemeriksaan sebelum dilakukan operasi, didapatkan TD 111/84 mmHg
, HR 94 kali/menit, RR 24 kali/menit, Suhu 37,8 ◦C, PaCO2 18mmHg,
Leukosit 28.980 µL. Dalam konsep SIRS, kriteria SIRS terpenuhi jika minimal 2
dari empat kriteria SIRS terpenuhi, yaitu 1) Suhu tubuh >38◦C atau <36◦C per
oral; 2) frekuensi nadi >90 kali permenit; 3) frekuensi napas >90 kali/menit atau
PaCO2 <32 mmHg; 4) jumlah leukosit >12.000/µL atau <4.000/ µL atau > 10%
bentuk imatur( batang), pasien sudah memenuhi kriteria SIRS. Saat ini, kriteria
SIRS apabila terpenuhi menandakan pasien mengalami suatu infeksi.
28
Dikarenakan memiliki fokal infeksi yang jelas dan disertai adanya tanda-
tanda infeksi dari penilaian SIRS yang telah dilakukan, maka dilanjutkan dengan
penilaian status sepsis dengan menggunakan SOFA score. Pada pasien didapatkan
PaO2/FiO2 231,9 (skor 2), TD 111/84 MAP 93 (skor 0-1) , Bilirubin 1,9 (skor
1), kreatinin 8,23 (skor 4), Trombosit 374 (skor 0), GCS 15 (skor 0) SOFA skor
pada pasien adalah 7, sudah cukup dalam menegakkan sepsis.
29
perdarahan, serta stress akibat pembedahan, hal inilah yang mungkin menjadi
penyebab pasien menjadi syok sepsis.
Syok sepsis merupakan abnormalitas sirkulasi dan metabolisme seluler.
Syok sepsis dapat diidentifikasi dengan adanya klinis sepsis dengan hipotensi
menetap, meskipun resusitasi cairan telah diberikan adekuat. Hipoperfusi jaringan
juga dapat dimanifestasikan dengan tanda-tanda kerusakan organ. Mediator
inflamasi (histamin, serotonin, enzim lisosom) diuraikan sebagai respons terhadap
endotoksin bakteri menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perubahan
resistensi pembuluh darah perifer. Pada syok sepsis terkompensasi, penurunan
volume stroke diakibatkan oleh peningkatan denyut jantung. Secara klinis, pasien
dengan dynamic precordium yang ditandai dengan takikardia dan pulsasi nadi
perifer. Pemeriksan fisik dijumpai sensasi hangat jika disentuh dan penurunan
pengisian kapiler, khususnya bagian akral. Kondisi ini disebut dengan istilah
warm shock. Ketika syok berlanjut, peningkatan produksi katekolamin mengarah
pada peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, kondisi ini disebut dengan
cold shock.
Selama tindakan pembedahan ditemukan adanya pus pada kuadran kiri tas,
perlengketan antara usus dengan dinding abdomen dan dilakukan adhesiolisis.
Pasca tindakan repair luka burst abdomen, luka ditutup dengan jahitan smead jone,
kemudian pasien direncanakan dirawat di ICU emergensi.
Pasien didiagnosis sepsis disertai syok sepsis. Disfungsi organ dapat
diidentifikasi sebagai perubahan akut sebagai konsekuensi dari adanya infeksi.
Skor SOFA meliputi 6 fungsi organ, yaitu pernapasan (PaO2/FiO2), koagulasi
(trombosit), hepar (bilirubin), kardiovaskular (MAP), sistem saraf pusat (GCS),
dan ginjal (kreatinin) dan urine output masingmasing memiliki nilai 0 (fungsi
normal) sampai 4 (sangat abnormal). Skoring SOFA tidak hanya dinilai pada satu
saat saja, namun dapat dinilai berkala dengan melihat peningkatan atau penurunan
skornya. Sepsis bisa ditegakkan dengan SOFA dengan skor ≥ 2. Skor SOFA Pada
pasien ini saat sebelum operasi didapatkan adalah 7.
Dilakukan perhitungan skor SOFA saat perawatan hari kedua, didapatkan
hasil PaO2/FiO2 328,1 (skor 1), TD 135/78 MAP 97 dengan support norepinefrin
0,05 mcg/kgBB (skor 3) , Bilirubin 1,3 (skor 1), kreatinin 8,69 (skor 4), Trombosit
30
321 (skor 0), E3M5Vt (skor tidak dapat dinilai), sehingga didapatkan total skor
SOFA pada pasien adalah 9. Dengan ini, dapat menegakkan bahwa pasien ini
terdiagnosis sepsis.
Pada saat operasi berlangsung terjadi fase shock selama 5 menit dengan
MAP dapat dipertahankan pada rentang 70-80 dengan pemberian norepinefrin 0,3
mcg/kgBB/menit. Pada pasien dengan kecurigaan syok sepsis dapat dilakukam
pemberian resusitasi cairan 1500 ml RL terlebih dahulu, jika MAP masih <65
mmHg, maka diberikan norepinefrin 0,05 – 0,5 mcg/kgBB/menit MAP mencapai
>65 mmHg, kemudian juga melihat kadar serum laktat > 2 mmol/L.13 Pada
pemeriksaan post operasi, didapatkan kesadaran E3M5Vt (tidak dapat dinilai),
tekanan darah 111/78 mmHg dengan support berupa norepinefrin 0,3
mcg/kgBB/menit (skor 4), Bilirubin 1,5 (skor 1), kreatinin 8,17 (skor 4),
Trombosit 355 (skor 0).
4. Pemberian cepat 30mL/kg kristaloid untuk hipotensi atau laktat lebih dari
4 mmol/L
5. Memberikan vasopresor jika hipotensi selama atau sesudah pemberian
cairan resusitasi untuk menjaga MAP lebih dari 65mmHg.
31
Gambar 2.Hour-1 Bundle8
32
3.2 Kultur darah
Pemberian cairan merupakan terapi awal resusitasi pasien sepsis, atau sepsis
dengan hipotensi dan peningkatan serum laktat. Cairan resusitasi paling tidak 30
mg/kgBB cairan kristaliod. Tidak ada perbedaan manfaat antara koloid dan
kristaloid. Pada kondisi tertentu seperti penyakit ginjal kronis, dekompensasi
kordis, harus diberikan lebih hati-hati. Albumin dapat digunakan sebagai
tambahan kristaloid untuk resusitasi awal maupun pada penggantian volume
intravascular selanjutnya.8
33
Steroid dapat digunakan apabila dengan norepinefrin target MAP masih belum
tercapai.8
Maka bila sudah ditegakkan adanya sepsis atau syok sepsis segera lakukan
penanganan berdasarkan surviving sepsis campaign pada tahun 2021 yaitu “hour-
1 bundle”. Pertama lakukan pengukuran kadar laktat, pengukuran ulang dilakukan
bila nilai awal laktat >2mml/L, lanjutkan dengan kultur darah sebelum pemberian
antibiotik spesifik. Antibiotik spektrum luas bisa digunakan sembari menunggu
hasil kultur darah keluar dan sangat direkomendasikan pada manajemen awal,
antibiotik empiris dapat disesuaikan dengan bakteriogram masing-masing fasilitas,
atau protokol setempat.6
Cairan kristaloid harus diberikan selama 3 jam pertama. Pada resusitasi
cairan, teknik “fluid challenge” bisa dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas dan
keamanan dari pemberian cairan. Ketika status hemodinamik membaik dengan
pemberian cairan, pemberian cairan lebih lanjut dapat dipertimbangkan. Namun,
pada kasus syok sepsis sembari diberikan cairan, bisa langsung untuk diberikan
vasopressor. Vasopressor harus diberikan dalam 1 jam pertama untuk
34
mempertahankan MAP >65 mmHg. Norepinefrin direkomendasikan sebagai
vasopressor lini pertama. Penambahan vasopressin atau epinefrin untuk mencapai
target MAP dapat dilakukan.6
Pasien ini telah diberikan resusitasi cairan dengan ringer laktat
menyesuaikan kondisi ginjal pasien dan pemberian vasopressor berupa
norepinefrin 0,05 – 0,5 mcg/kgbb/menit. Pasien dijalankan hour-1 bundle dengan
rekomendasi Surviving Sepsis Campaign 2021 diatas, yang meliputi: memeriksa
kadar laktat; mengambil kultur darah sebelum pemberian antibiotik berupa
meropenem 1 gram; resusitasi cairan dengan kristaloid berupa RL 1500 cc (30
cc/kgBB) selama 60 menit; dan diberikan vasopressor berupa titrasi norepinefrin
sampai target MAP > 65 mmHg.
35
DAFTAR PUSTAKA
36
12. Tambajong RN, Lalenoh DC, Kumaat L. Profil penderita sepsis di ICU RSUP
Prof. Dr. R.D. Kandou Manado periode Desember 2014 – November 2015.
Jurnal e-Clinic (eCl) 2016;4(1):452-7.
13. Arifin. Definisi dan kriteria syok septik. In: Frans J, Arif M, editors.
Penatalaksanaan sepsis dan syok septik optimalisasi FASTHUGSBID.
Jakarta: PERDICI; 2017 .p. 1-3.
37