Anda di halaman 1dari 65

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CUSHING’S SINDROME

MAKALAH

Oleh

Kelompok 3

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2017
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CUSHING’S SINDROME

MAKALAH

diajukan guna memenuhi tugas tersruktur mata kuliah Keperawatan Medikal dengan
Dosen pengampuh: Ns. Jon Hafan S., M. Kep., Sp. Kep. MB.

Oleh

Arif Gustyawan NIM 152310101005

Avisha Nur Ifaddah NIM 152310101024

Moh. Selfis Haqiqi NIM 152310101031

Umari Hasniah R. NIM 152310101208

Fitria Maulidiya A. NIM 152310101343

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2017

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas makalah Asuhan Keperawatan Klien dengan Cushing’s Sindrome


yang disusun oleh :
Kelompok 3
Arif Gustiawan NIM 152310101005
Avisha Nur Ifaddah NIM 152310101024
Moh. Selfis Haqiqi NIM 152310101031
Umari Hasniah R. NIM 152310101208
Fitria Maulidiya A. NIM 152310101343
telah disetujui untuk diseminarkan dan dikumpulkan pada:
hari/tanggal : Selasa, 19 September 2017

Makalah ini disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil jiplakan atau reproduksi
ulang makalah yang telah ada.

Penyusun,
Ketua Kelompok

Umari Hasniah Rahmawati


NIM 152310101208

Mengetahui,
Penanggung Jawab Mata Kuliah Dosen Pembimbing

Ns. Jon Hafan S., M.Kep., Sp.Kep.MB. Ns. Jon Hafan S., M.Kep., Sp.Kep.MB.
NIP. 198401022015041002 NIP. 198401022015041002

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Klien
dengan Cushing’s Sindrome”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Keperawatan Medikal pada Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Jember.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ns. Jon Hafan S., M.Kep., Sp.Kep.MB., dosen penanggung jawab mata kuliah
Keperawatan Medikal danselaku dosen pengampu mata kuliah Keperawatan
Medikal;
2. Rekan satu kelompok yang mampu bekerjasama dan berusahan semaksimal mungkin
demi terselesaikannya makalah ini;
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Penulis

Jember, 11 September 2017

iv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ..............................................................................................i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................iii
KATA PENGANTAR ................................................................................................iv
DAFTAR ISI ...............................................................................................................v
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................1
1.3 Tujuan ....................................................................................................1
1.4 Manfaat ..................................................................................................1
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi Fisiologi...................................................................................3
2.2 Definisi ....................................................................................................
2.3 Epidemiologi ..........................................................................................3
2.4 Etiologi....................................................................................................4
2.5 Klasifikasi...............................................................................................4
2.6 Patofisiologi/Patologi .............................................................................6
2.7 Manifestasi Klinis ..................................................................................8
2.8 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................9
2.9 Penatalaksanaan Medis ........................................................................10
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI
3.1 Pengkajian..............................................................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan .........................................................................
3.3 Intervensi Keperawatan .......................................................................
3.4 Evaluasi Keperawatan ..........................................................................
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN MENGGUNAKAN KASUS
4.1 Gambaran Kasus ...................................................................................23

v
4.2 Pengkajian..............................................................................................23
4.3 Analisa Data ...........................................................................................33
4.4 Diagnosa Keperawatan .........................................................................35
4.5 Intervensi Keperawatan .......................................................................36
4.6 Implementasi Keperawatan .................................................................
4.7 Evaluasi Keperawatan ..........................................................................41
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan ............................................................................................43
4.2 Saran .......................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................44

LAMPIRAN ................................................................................................................45

vi
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cushing’s sindrome merupakankelainan kelenjar adrenal yang ditandai oleh


kumpulan keadaan klinis yang disebabkan sekresi berlebihan hormon korteks adrenal
(grace & borley, 2006). Sekresi yang berlebih dapat mengakibatkan efek metabolik
yaitu kadar glukokortikoid (hiperkortisolisme) yang meningkat dalam darah dengan
jangka waktu panjang baik karena glukokortikoid endogen maupun glukokortikoid
eksogen. Hiperkortisolisme endogen dibedakan menjadi terganting ACTH (ACTH-
dependent) yang bisa disebabkan oleh hipersekresi ACTH dari hipofisis maupun
sumber lain (ACTH ektopik) dan tidak tergantung ACTH (ACTH-independent) yang
disebabkan oleh hipersekresi kortisol dari adrenal misalnya karena tumor adrenal baik
jinak maupun ganas (Suastika, Ketut, et all, 2017). Cushing’s sindrome sangat
berbahaya bagi kesehatan apabila tidak segera ditangani karena cushing’s
sindromebiasanya disertai berbagai penyakit, antara lain osteoporosis, diabetes melitus,
hipertensi, dan neuropati perifer (National Endocrine and Metabolic Diseases
Information Service, 2008).

Penyakit cushing’s sindrome merupakan penyakit yang banyak diderita oleh


kalangan desawa muda hingga dewasa tua yaitu umur 20 tahun sampek 40 tahun.
Angka kejadian cushing’s sindrome cukup jarang (0,7-2,4 juta orang pertahun, dengan
perbandingan perempuan:laki-laki 3:1). Data penyakit Cushing ini di Indonesia sendiri
belum ada sehingga merupakan tantangan dalam bidang endokrinologi karena untuk
menegakkan diagnosisnya memerlukan pemeriksaan yang cukup mahal terutama bagi
negara berkembang (Ezzat S, et al dalam Suastika, Ketut, et all, 2017).

Cushing’s sindrom terjadi akibat kelebihan glukokortikosteroid yang sangat


sering terjadi akibat pemberian kortikosteroid terapeutik. (Gleadle, 2003). Kumpulan
gejala klinis yang ditemukan yaitu hipertensi, striae, osteoporosis, hiperglikemia, moon
face, buffalo hump (penumpukan lemak di area leher) dan lain sebagainya. Gejala klinis
yang ditemukan sangat mudah berpengaruh terhadap perkembangan penyakit
selanjutnya atau risiko komplikasinya. Pencegahan terhadap adanya resiko komplikasi
perlu adanya sumber informasi yang benar serta mudah di dapat. Oleh karena itu untuk
mencegah angka kematian akibat cushing’s sindrome yang semakin bertambah kami
mencoba untuk menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit cushing’s
sindrome.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang dapat di angkat
dalam penyusunan makalah ini antara lain.

1. Bagaimana konsep penyakit Cushing’s Sindrom?


2. Bagaimana proses keperawatan pada klien dengan Cushing’s Sindrom
berdasarkan teori?
3. Bagaimana proses keperawatan pada klien dengan Cushing’s Sindrom
berdasarkan ilustrasi kasus?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan umum dari penulisan
makalah ini yaitu mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan asuhan
keperawatan pada klien dengan Cushing’s Sindrome.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang konsep penyakit
Cushing’s Sindrom.
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang proses
keperawatan berdasarkan teori.
3. Mahasiwa mampu memahami dan menjelaskan tentang proses
keperawatan berdasarkan ilustrasi kasus.
1.4 Manfaat

Berdasarkan tujuan makalah di atas maka manfaat penulisan makalah yaitu


sebagai sumber informasi bagi penyusun dan pembaca tentang asuhan keperawatan
pada klien dengan Cushing’s Sindrome serta dapat mengurangi angka kejadian
Cushing’s Sindrome.
BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Adrenal

Kelenjar adrenal terletak di kutub atas kedua ginjal. Kelenjar adrenal juga
disebut sebagai kelenjar suprarenalis karena letaknya yang ada di atas ginjal. Selain itu
kelenjar adrenal juga disebut kelenjar anak ginjal karena lokasinya yang menempel pada
ginjal.
Kelenjar adrenal tersusun dari dua lapis yaitu korteks dan medulla. Korteks
adrenal esensial untuk bertahan hidup. Kehilangan hormon adrenokortikal dapat
menyebabkan kematian. Korteks mensintesis tiga kelas hormon steroid yaitu
mineralkortikoid, glukokortikoid, dan androgen

Hormon mineralokortikoid pada manusia yang utama adalah aldosteron


dibentuk di zona glomerulosa. Hormon ini mengatur keseimbangan elektrolit dengan
meningkatkan retensi natrium dan ekskresi kalium. Aktivitas fisiologik ini selanjutnya
membantu dan mempertahankan tekanan darah normal dan curah jantung.
Hormon glukokortikoid pada manusia yang utama adalah kortisol dibentuk di
zona fasikulata. Kortisol memiliki efek pada tubuh seperti metabolisme glukosa yaitu
glukoneogenesis yang meningkatkan kadar glukosa darah, metabolisme protein,
keseimbangan cairan dan elektrolit, inflamasi dan imunitas. Korteks adrenal mensekresi
sejumlah kecil steroid seks dari zona retikularis. Adrenal mensekresi sedikit androgen
dan esterogen.
Kortisol adalah glukokortikoid utama dihasilkan oleh zona fasikulata (ZF) dan
zona reticularis (ZR) bagian dalam yang dirangsang oleh ACTH (adenokortikotropik
hormon). Sekresi kortisol memiliki pola tertinggi ketika bangun tidur (pagi) dan
terendah pada waktu tidur (malam atau bed time). Sekresi kortisol mencapai puncaknya
antara pukul 06.00 sampai 08.00 WIB. Selain itu, produksi kortisol juga meningkat
pada waktu latihan fisik karena penting untuk meningkatkan glukosa dan asam lemak
bebas sebagai bahan pembentuk energi.
Jumlah kortisol normal pada jam 09.00 WIB sebesar 6-20 µg/dl, pada tengah
malam kurang dari 8 µg/dl. Kortisol terikat erat dengan transkortin atau Cortisol-
Binding Globulin (CBG) ± 75% dari jumlah kortisol seluruhnya. 15% terikat kurang
erat dengan albumin, dan 10% dari jumlah kortisol seluruhnya memiliki efek metabolik.
Berikut beberapa efek metabolik kortisol, yaitu :

a. Protein : Proses katabolik sehingga meningkatkan glukoneogenesis


b. Lemak :Proses lipolisis sehingga pelepasan lemak bebas (FFA) meningkat dan
menyebabkan deposisi lemak sentripetal (Buffalo Hump)
c. Karbohidrat :Penyerapan glukosa di otot dan lemak menurun, sekresi glukosa
oleh hepar meningkat sehingga sel beta pankreas dapat dilemahkan (DM
tersembunyi muncul).

Fungsi kortisol berlawanan dengan insulin yaitu menghambat sekresi insulin dan
meningkatkan proses glukoneogenesis di Hepar. Sekresi kortisol juga dirangsang oleh
beberapa faktor seperti trauma, infeksi, dan berbagai jenis stres. Kortisol akan
menghambat proteksi dan efek dari berbagai mediator dari proses inflamasi dan
imunitas seperti interleukin-6 (IL-6), Lymphokines, Prostaglandins, dan histamine.
Produksi kortisol dibutuhkan untuk produksi Angiostensin-II yaitu efek unutk
vasokontriksi dan vasotonus sehingga dapat membantu mempertahankan tonus
pembuluh darah yang adekuat (adequate vascular tone). Tonus pembuluh darah yang
adekuat untuk mengatur tonus arteriol dan memlihara tekanan darah. Glukokortikoid
juga meningkatan sekresi air (renal free water clearance), ekskresi K+, retensi Na+ dan
menekan penyerapan kalsium di tubulus renalis.
Mekanisme sekresi kortisol yaitu ketika kadar kortisol dalam darah menurun
maka target cells yaitu kelenjar adrenal menstimulasi hipofisis untuk mensekresi
ACTH, agar ACTH tersekresi maka perlu menstimulasi hipotalamus untuk sekresi
ACRH.
2.2 Definisi Cushing’s Sindrome

Cushing’s sindrome adalah hiperaktivitas atau hiperfungsi kelenjar adrenal


sehingga mengakibatkan hipersekresi hormon glukokortikoid (kortisol). Bentuk
gangguan ini relatif jarang dijumpai. Sindrom cushing adalah keadaan glukokortikoid
yang tinggi dan mencakup kelebihan glukokortikoid yang disebabkan oleh pemberian
terapeutik kortikosteroid.

Sindrom cushing merupakan pola khas obesitas yang disertai dengan hipertensi,
akibat dari kadar kortisol darah yang tinggi secara abnormal karena hiperfungsi korteks
adrenal. Sindromnya dapat tergantung kortikotropin (ACTH) ataupun tidak tergantung
ACTH.

2.3 Epidemiologi Cushing’s Sindrome

Penyakit Chusing (kelebihan kortikotropin yang diproduksi oleh kelenjar


hipofisis) menempati sekitar 80% kasus endogen sindrom Chusing. Penyakit Chusing
paling sering terjadi pada usia antara 20 sampai 40 tahun, dan tiga hingga 8 kali lipat
lebih sering terjadi pada wanita. Sindrom Chusing yang disebabkan oleh sekresi ektopik
kortikotropin lebih sering ditemukan pada laki-laki dewasa dengan insidensi puncak
pada usia antara 40 dan 60 tahun. Pada 20% pasien, cushing’s sindrome terjadi karena
tumor penyekresi kortisol. Tumor adrenal, bukan tumor hipofisis, lebih sering dijumpai
pada anak-anak, khususnya anak perempuan.

Insidensi kelebihan kortisol endogen di Amerika Serikat setiap tahun adalah dua
hingga empat kasus per satu juta orang. Insidensi cushing’s sindrome yang terjadi
karena pemberian kortisol eksogen masih belum jelas, tetapi insidensi tersebut diketahui
jauh lebih besar daripada tipe endogen. Prognosis bagi cushing’s sindrome yang
endogen mungkin cukup baik jika dilakukan pembedahan, tetapi tanpa terapi, penyakit
ini memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sekitar 50% pasien cushing’s
sindrome yang tidak mendapatkan terapi akan meninggal dalam lima tahun sejak awitan
sindrom tersebut sebagai akibat infeksi sistemik, bunuh diri, komplikasi karena
arterosklerosis menyeluruh (penyakit arteri koronaria) dan hipertensi berat.

2.4 Etiologi Cushing’s Sindrome

Cushing’s sindrome terjadi akibat adanya hormon kortisol yang sangat tinggi di
dalam tubuh. Kortisol berperan dalam berbagai fungsi tubuh, misalnya dalam
pengaturan tekanan darah, respon tubuh terhadap stress, dan metabolisme protein,
karbohidrat, dan lemak dalam makanan.

Cushing’s sindrome dapat diakibatkan oleh penyebab di luar maupun di dalam


tubuh. Penyebab sindroma Cushing dari luar tubuh yaitu sindroma chusing latrogenik
yaitu akibat konsumsi obat kortikosteroid (seperti prednison) dosis tinggi dalam waktu
lama. Obat ini memiliki efek yang sama seperti kortisol pada tubuh.

Penyebab cushing’s sindrome dari dalam tubuh yaitu akibat produksi kortisol di
dalam tubuh yang berlebihan. Hal ini terjadi akibat produksi yang berlebihan pada salah
satu atau kedua kelenjar adrenal, atau produksi hormon ACTH (hormon yang mengatur
produksi kortisol) yang berlebihan dari kelenjar hipofise. Hal ini dapat disebabkan oleh:

a. Hiperplasia adrenal yaitu jumlah sel adrenal yang bertambah. Sekitar 70-80%
wanita lebih sering menderita sindroma chusing.
b. Tumor kelenjar hipofise, yaitu sebuah tumor jinak dari kelenjar hipofise yang
menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menstimulasi
kelenjar adrenal untuk membuat kortisol lebih banyak.
c. Tumor ektopik yang menghasilkan hormon ACTH. Tumor ini jarang terjadi,
dimana tumor terbentuk pada organ yang tidak memproduksi ACTH, kemudian
tumor menghasilkan ACTH dalam jumlah berlebihan. Tumor ini bisa jinak atau
ganas, dan biasanya ditemukan pada paru-paru seperti oat cell carcinoma dari
paru dan tumor karsinoid dari paru, pankreas (tumor pankreas), kelenjar tiroid
(karsinoma moduler tiroid), atau thymus (tumor thymus).
d. Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi
kortisol secara berlebihan diluar stimulus dari ACTH. Biasanya terjadi akibat
adanya tumor jinak pada korteks adrenal (adenoma). Selain itu dapat juga tumor
ganas pada kelenjar adrenal (adrenocortical carcinoma).
e. Cushing’s sindrome alkoholik yaitu produksi alkohol berlebih, dimana akohol
mampu menaikkan kadar kortisol.
f. Pada bayi, cushing’s sindrome paling sering disebabkan oleh tumor
adrenokorteks yang sedang berfungsi, biasanya karsinoma maligna tetapi
kadang-kadang adenoma benigna.

2.5 Klasifikasi Cushing’s Sindrome

Cushing’s sindrome dapat dibagi dalam dua jenis antara lain.

a. Tergantung ACTH
heperfungsi korteks adrenal mungkin dapat disebabkan oleh sekresi ACTH
kelenjar hipofise yang abnormal berlebihan. Tipe ini mula-mula dijelaskan oleh
oleh Hervey Cushing pada tahun 1932, maka keadaan ini disebut juga sebagai
penyakit cushing.
b. Tak tergantung ACTH
adanya adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH, selain itu terdapat bukti-
bukti histologi hiperplasia hipofisis kortikotrop, masih tidak jelas apakah
kikroadenoma maupum hiperplasia timbal balik akibat gangguan pelepasan
CRH (Cortikotropin Realising hormone) oleh neurohipotalamus. (Sylvia A.
Price; . hal 1091)

Berdasarkan penyebabya sindrom cushing di bagi menjadi empat tipe, yaitu:

a. Penyakit cushing (cushing disease), di temukan pada kira- kira 80% sel- sel
basofil menunjukkan degranulasi (crooke’s change) sekunder terhadap
glukortiroid berlebihan. Terjadi hiperplasi belateral korteks adrenal.
b. Tumor adrenal, dijumpai pada kira-kira 15%. Biasanya adenoma kecil, tunggal
dan jinak, dapat berubah menjadi karsinoma yang mengeluarkan kortikosteroid.
c. ACTH ectopic, salah satu sindrom cushing yang di sebabkan karena produk
etopic, yaitu acth oleh tumor maligna non endokrin biasa dalam bentuk cat-
brochial karsinoma. Gejalanyaklinis di tandai penyakit yang cepat menjadi berat,
penurunan BB dan edema serta pigmentasi.
d. Alkoholisme, ini dapat menyebabkan sindrom cushing sementara.

2.6 Patofisiologi/Patologi

Glukokortikoid meningkat karena berbagai faktor baik dari luar maupun dalam
tubuh, seperti yang sudah dijelaskan pada poin etiologi chusing syndrome. Fungsi
metabolik glukokortikoid atau kortisol yang stabil dipengaruhi oleh jumlah sekresi
glukokortikoid atau kortisol. Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan perubahan
berbagai kondisi di dalam tubuh khususnya fungsi metabolik seperti dibawah ini:

1. Metabolisme protein
Efek katabolik dan antianabolik pada protein yang dimiliki
glukokortikoid menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk
protein untuk mensistesis protein. Kortisol menekan pengangkutan asam amino
ke sel otot dan mungkin juga ke sel ekstra hepatika seperti jaringan limfoid
menyebabkan konsentrasi asam amino intrasel menurun sehingga sintesis
protein juga menurun. Sintesis protein yang menurun memicu peningkatan
terjadinya proses katabolisme protein yang sudah ada di dalam sel. Proses
katabolisme protein ini dan proses kortisol memobilisasi asam amino dari
jaringan ekstrahepatik akan menyebabkan tubuh kehilangan simpanan protein
pada jaringan perifer seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang atau seluruh
sel tubuh kecuali yang ada di hati. Oleh karena itu secara klinis dapat ditemukan
kondisi kulit yang mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan
lambat. Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang
pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot mengalami atropi dan menjadi
lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong
pembuluh darah menyebabkan mudah timbul luka memar. Matriks protein
tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan
mudah terjadi fraktur patologis. Kehilangan asam amino terutama di otot
mengakibatkan semakin banyak asam amino tersedia dalam plasma untuk masuk
dalam proses glukoneogenesis di hati sehingga pembentukan glukosa
meningkat.
2. Metabolisme karbohidrat
Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat untuk merangsang
glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat
lain oleh hati. Seringkali kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali
lipat. Salah satu efek glukoneogenesis yang meningkat adalah jumlah
penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati yang juga meningkat.
Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa
oleh kebanyakan sel tubuh. Glukokortikoid menekan proses oksidasi
nikotinamid-adenin-dinukleotida (NADH) untuk membentuk NAD+. Karena
NADH harus dioksidasi agar menimbulkan glikolisis, efek ini dapat berperan
dalam mengurangi pemakaian glukosa sel.
Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan kecepatan pemakaian
glukosa oleh sel berkurang dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah.
Glukosa darah yang meningkat merangsang sekresi insulin. Peningkatan kadar
plasma insulin ini menjadi tidak efektif dalam menjaga glukosa plasma seperti
ketika kondisi normal. Tingginya kadar glukokortikoid menurunkan sensitivitas
banyak jaringan, terutama otot rangka dan jaringan lemak, terhadap efek
perangsangan insulin pada ambilan dan pemakaian glukosa.
Efek metabolik meningkatnya kortisol dapat menganggu kerja insulin
pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia.
Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka
efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin
untuk meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya penderita dengan
kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi
keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.
3. Metabolisme lemak
Gliserofosfat yang berasal dari glukosa dibutuhkan untuk penyimpanan
dan mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel lemak. Jika α gliserofosfat
tidak ada maka sel lemak akan melepaskan asam lemak. Asam lemak akan
dimobilisasi oleh kortisol sehingga konsentrasi asam lemak bebas di plasma
meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan pemakaian untuk energi dan
penumpukan lemak berlebih sehingga obesitas. Distribusi jaringan adiposa
terakumulasi didaerah sentral tubuh menimbulkan obesitas wajah bulan (moon
face). Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk
bison), Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat
atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
4. Sistem kekebalan
Ada dua respon utama sistem kekebalan yaitu pembentukan antibodi
humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen
yanglainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T
yang tersensitasi.
Pemberian dosis besar kortisol akan menyebabakan atrofi yang
bermakna pada jaringan limfoid di seluruh tubuh. Hal ini akan mengurangi
sekresi sel-sel T dan antibodi dari jaringan limfoid. Akibatnya tingkat kekebalan
terhadap sebagian besar benda asing yang memasuki tubuh akan berkurang.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibodi humoral dan
menghambat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon
primer terhadap anti gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap
tingkatan berikut ini yaitu proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem
monosit makrofag, Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten, produksi
anti bodi, reaksi peradangan,dan menekan reaksi hipersensitifitas lambat.
5. Elektrolit
Glukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum.
Glukokortikoid yang diberikan atau disekresikan secara berlebih akan
menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium sehingga menyebabkan
edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
6. Sekresi lambung
Sekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan
pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid
dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
7. Fungsi otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini
ditandai dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode
depresi singkat.
8. Eritropoesis
Kortisol mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit di dalam darah.
Involusi jaringan limfosit menyebabkan rangsangan untuk pelepasan neutrofil
dan peningkatan eritropoesis.
Faktor di luar tubuh Faktor di dalam tubuh

Tumor Tumor kelenjar Gg. Primer Hiperplasiaad


alkoholik Farmakologi stres
etopik hipofisis kelenjar adrenal renal
(kortikosteroid)

Menekan kemampuan aksis Melepas CRH dan Produksi ACTH


Hipotalamus dan hipofisi ACTH berlebih berlebih

Korteks adrenal terus memproduksi glukokortikoid

Glukokortikoid atau kortisol meningkat

Metabolisme Protein Metabolisme KH Metabolisme Lemak Sistem Kekebalan Retensi Natrium dan
pembuangan kalium
Efek katabolik Menekankan Menekanpro Glukone α gliserofosfat Menghambatrespo meningkat
ogenesis dalam sel me n sistemkekebalan
dan anabolik pengangkutan sesoksidasini
oleh hati tubuh
as. aminino ke kotinamid-
sel adenin- me Retensi Pembuang
Kemampuan sel Asam lemak di sel
dinukleotida( Menghambatpe Na+ -an kalium
membentuk
Konsentrasi NADH) mbentukanantibo
protein me Mobilisasi asam +
as. amino dihumoral,
Penum Hipokale-
lemak oleh kortisol pusatgerminal
intrasel me pukanc mia
limpadan
Glikosis airan
Asam lemak bebas jaringanlimfoid
menurun
di plasma me
Sintesis protein di sel me Oedema
Pemakaian
Glukosa menurun Sekresi sel-sel Tdan
antibodimenurun
Penggunaan Penumpukanlem
energime ak berlebih
Glukosa me MK. MK. Kelebihan
Risikotinggii Volume Cairan
Katabolisme protein di sel me
nfeksi

Sekresi insulin me Obesitas


Kehilangan simpanan protein Distribusi
jaringanadiposa
Fungsi terakumulasidi
Otot Tulang insulintidak sentral tubuh
adekuat
Hiperglikemi Cairan Moon face Bufallo
Atrofi Osteoporosis,
interstisial Hump
lemah
tertarik ke
Kadar
Lemah vaskular
MK. Resiko oksigenrendah
tinggi cidera
Cairandal
MK.Intoleran Mudah luka MK. Gg Citra tubuh
amvaskul
siaktivitas
arme
Luka
sulitsembuh
Kulit As. amino di Cairan dalamsel
asma me MK. me
Ggintegritask
Atrofi ulit Memicuhipotala
Glukoneogenesis
musuntuk
Kulit responhaus
meregang Glukosa me
Polydipsia
Striae
2.7 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala sindrom cushing bervariasi, akan tetapi kebanyakan orang
dengan gangguan tersebut memiliki obesitas tubuh bagian atas, wajah bulat,
peningkatan lemak di sekitar leher, dan lengan yang relatif ramping dan kaki. Anak-
anak cenderung untuk menjadi gemuk dengan tingkat pertumbuhan menjadi lambat.

Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita cushing syndrome antara
lain:

a. Rambut tipis
b. Moon face
c. Penyembuhan luka buruk
d. Mudah memar karena adanya penipisan kulit
e. Petekie
f. Kuku rusak
g. Kegemukan di bagian perut
h. Kurus pada ekstermitas
i. Striae
j. Osteoporosis
k. Diabetes Melitus
l. Hipertensi
m. Neuropati perifer

Tanda-tanda umum dan gejala lainnya termasuk :

a. Kelelahan yang sangat parah


b. Otot-otot yang lemah
c. Tekanan darah tinggi
d. Glukosa darah tinggi
e. Rasa haus dan buang air kecil yang berlebihan
f. Mudah marah, cemas, bahkan depresi
g. Punuk lemak (fatty hump) antara dua bahu

(National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service, 2008)

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan kadar ACTH plasma dapat digunakan untuk membedakan berbagai


penyebab Sindrom Cushing, terutama memisahkan penyebab dependen ACTH dan
independen ACTH. Pada sindrom ACTH ektopik,kadar ACTH bisa jadi meningkat >
110 pmol/L (500pg/mL), dan pada kebanyakan pasien, kadar ACTH berada di atas 40
pmol/L (200pg/mL). Pada sindrom Cushing sebagai akibat mikroadenoma atau
disfungsi hopotalamik pituitari, kadar ACTH berkisar 6- 30pmol/L (30-150pg/mL)
[normal : < 14 pmol/L (< 60pg/mL) ].

Pada pemeriksaan laboratorium juga biasanya ditemukan leukositosis dengan


granulositosis dan limpopenia relatif. Hipokalemia, hipokloremi, dan alkalosis
metabolik biasanya ditemukan pada kasus ACTH ektopik.

Diagnosis adenoma adrenal yang menghasilkan kortisol disangkakan dengan


peningkatan tidak proporsional kadar kortisol bebas basal urin dengan hanya perubahan
sedang pada 17-ketosteroid urin atau DHEA sulfat plasma. Sekresi estrogen adrenal
menurun pada pasien ini sehubungan dengan supresi ACTH yang diinduksi kortisol dan
involusi zona retikularis yang menghasilkan androgen.

Pemeriksaan radiologik untuk memeriksa adrenal adalah pencitraan tomografi


komputer (CT Scan)abdomen. CT Scan bernilai untuk menentukan lokalisasi tumor
adrenal dan untuk mendiagnosis hiperplasia bilateral. CT scan resolusi tinggi pada
kelenjar hipofisis dapat menunjukkan daerah-daerah dengan penurunan atau
peningkatan densitas yang konsisten dengan mikroadenoma pada sekitar 30% dari
penderita-penderita ini.

2.9 Penatalaksanaan Medis


1. Neoplasma Adrenal
Bila diagnosis adenoma atau karsinoma ditegakkan, dilakukan eksplorasi
adrenal dengan eksisi tumor. Oleh karena kemungkinan atrofi adrenal
kontralateral, pasien diobati praoperatif dan pascaoperatif jika akan dilakukan
adrenalektomi total, bila disangkakan lesi unilateral, rutin menjalani tindakan
bedah efektif sama dengan pasien Addison. Obat utama untuk pengobatan
karsinoma kortikoadrenal adalah mitotan (o,p’-DDD), isomer dari insektisida
DDT. Obat ini menekan produksi kortisol dan menurunkan kadar kortisol
plasma dan urin. Obat ini biasanya diberikan dalam dosis terbagi tiga sampai
empat kali sehari, dengan dosis ditingkatkan secara bertahap menjadi 8 sampai
10g per hari. Pada kebanyakan pasien, mitotan hanya menghambat
steroidogenesis dan tidak menyebabkan regresi metastasis tumor.
2. Hiperplasia Bilateral
Pasien dengan hiperplasia bilateral mengalami peningkatan kadar ACTH
absolut atau relatif. Terapi harus ditujukan untuk mengurangi kadar ACTH,
pengobatan ideal adalah pengangkatan. Kadang-kadang eksisi tidak
memungkinkan oleh karena penyakit sudah lanjut. Pada keadaan ini, medik atau
adrenalektomi bisa memperbaiki hiperkortisolisme. Penghambatan
steroidogenesis juga bisa diindikasikan pada subjek cushingoid berat sebelum
intervensi pembedahan. Adrenalektomi kimiawi mungkin lebih unggul dengan
pemberian penghambat steroidogenesis ketokonazol (600-1200 mg/hari).
Mitotan (2-3 g/hari) dan penghambat sintesis steroid aminoglutetimid (1 g/hari)
dan metiraponi (2-3 g/hari) mungkin efektif secara tunggal atau kombinasi.
3. Komplikasi

Sindrom Cushing, jika tidak diobati, menghasilkan morbiditas serius dan


bahkan kematian. Pasien mungkin menderita dari salah satu komplikasi
hipertensi atau diabetes. Kerentanan terhadap infeksi meningkat. Kompresi
patah tulang belakang osteoporosis dan nekrosis aseptik kepala femoral dapat
menyebabkan kecacatan. Nefrolisiasis dan psikosis dapat terjadi. Setelah
adrenalektomi bilateral, seorang dengan adenoma hipofisis dapat memperbesar
progresifitas, menyebabkan kerusakan lokal (misalnya, penurunan bidang
visual) dan hiperpigmentasi; komplikasi ini dikenal sebagai sindrom Nelson.

4. Prognosis
Adenoma adrenal yang berhasil diobati dengan pembedahan mempunyai
prognosis baik dan tidak mungkin kekambuhan terjadi. Prognosis bergantung
pada efek jangka lama dari kelebihan kortisol sebelum pengobatan, terutama
aterosklerosis dan osteoporosis. Prognosis karsinoma adrenal adalah amat jelek,
disamping pembedahan. Laporanlaporan memberi kesan survival 5 tahun
sebesar 22 % dan waktu tengah survival adalah 14 bulan. Usia kurang 40 tahun
dan jauhnya metastasis berhubungan dengan prognosis yang jelek.
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATANSECARA TEORI

3.1 Pengkajian

Pengkajian adalah pengumpulan data yang berhubungan dengan pasien secara


lengkap dan sistematis yang dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan
keperawatan yang dihadapi pasien, baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual dapat
ditentukan.

I. Identitas Klien

Identitas klien terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, no.
rekamedis, pekerjaan, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, sumber informasi pengkajian. Penderita cushing’s sindrome pada
umumnya sering terjadi antara usia 20 sampai 40 tahun, jenis kelamin paling
banyak terjadi pada perempuan, serta emiliki pendidikan rendah.

II. Riwayat Kesehatan


1. Diagnosa medis: Cushing’s Sindrome
2. Keluhan utama: Adanya memar pada kulit, terjadinya kenaikan berat badan,
klien mengeluh kelelahan yang sangat parah, otot-ototterasa lemah.
3. Riwayat penyakit sekarang:Punuk lemak (fatty hump) antara dua bahu,
rambut tipis, moon face, penyembuhan luka buruk, petekie, kuku rusak,
kegemukan di bagian perut tetapi kurus pada ekstermitas, striae, osteoporosis,
diabetes melitus, hipertensi.
4. Riwayat kesehatan terdahulu: Kaji apakah pasien pernah mengkonsumsi obat-
obatan kartekosteroid dalam jangka waktu yang lama, apakah klien penderita
diabetes melitus, dan memiliki riwayat tumor adrenal.
27

5. Riwayat penyakit keluarga: Kaji akan adanya riwayat penyakit yang sama
dengan klien atau memiliki riwayat penyakit kelenjar adrenal lainnya.
III. Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Klien dengan cushing’s sindrome memilik persepsi yang berbeda bergantung
terhadap individunya. Terdapat klien yang memiliki persepsi yang baik
seperti klien berpendapat bahwa kesehatan sangat penting dan harus
dipelihara, terdapat juga yang buruk dengan berpendapat bahwa kesehatan
tidaklah penting dan biasanya di buktikan oleh perilaku klien yang kurang
dalam pemeliharaan kesehatannya.
2. Pola nutrisi/metabolik (ABCD: Antropometri, Biomedical sign, Clinical sign,
Diet Pattern)
Klien dengan cushing’s sindrome mengalami peningkatan nafsu makan
sehingga terjadi kelebihan berat badan.
3. Pola eliminasi
Kebiasaan pola buang air kecil dan besar: frekuensi, jumlah (cc), wana, bau,
nyeri, mokturia, kemampuan menontrol BAK, adanya perubahan lain.
Pola Eliminasi: Klien dengan cushing syndrome sering berkemih dengan
jumlah urine diatas normal 1000 nmol/24 jam (normal < 250 nmol/24 jam)
sedangkan serum Cortisol 500 nmol/L pada jam 24.00 (normal < 50 nmol/L).
Kontensitas feses cair serta mengalami diare.
4. Pola aktivitas dan latihan
Klien dengan cushing’s sindrome sebagian besar aktivitas pasien di bantu
oleh orang lain karena keadaan tubuh yang terasa lemah.
5. Pola tidur dan istirahat
Klien dengan cushing’s syndrom mengalami kesulitan tidur dikarenakan
adanya nyeri pada area kulit yang memar.
6. Pola kognitif dan perceptual
Pola kognitif dan memori klien normal
7. Pola persepsi diri
28

Pola persepsi setiap orang berbeda, klien dengan cushing’s sindrome biasanya
memiliki gangguan gambaran diri seperti malu karena memilki tubuh yang
gemuk, terdapat strie, memar, sehingga peran diri terganggu akibat
penyakitnya.
8. Pola seksualitas dan reproduksi
Saat sakit klien mengalami penurunan hasrat seksual, pada wanita akan
terjadi perubahan siklus menstruasi menjadi tidak teratur akibat stress
terhadap penyakitnya.
9. Pola peran dan hubungan
Saat seseorang dalam sebuah keluarga sakit pasti akan mengalami gangguan
peran, tetapi belum tentung terjadi gangguan hubungan. Misalnya seorang
istri/ibu yang sakit, makan perannya yang setiap hari merawat dan
menyiapkan segala kebutuhan keluarga menjadi tidak terpenuhi maka
perannya sebagai istri/ibu terganggu.
10. Pola manajemen koping-stress
Setiap individu memiliki mekanisme koping yang berbeda-beda, yaitu adaftif
dan maladaptif. Keadaan pada klien dengan cushing’s sindrome pada
umumnya memiliki emosi yang tidak stabil, mudah marah, cemas, bahkan
depresi. Berdasarkan keadaan tersebut sehingga klien dengan cushing’s
sindrome mekanisme kopingnya mengarah pada mekanisme koping yang
maladaptif.
11. System nilai dan keyakinan
Klien dengan cushing’s syndrom umumnya melakukan ibadah sesuai dengan
keyakinannya, kecuali keadaan klien yang sangat lemah sehingga tidak
mampu melakukan kegiatan beribadah.
IV. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: dalam rentan normal

Tanda vital : TD : hipertensi

Nadi : dalam rentan normal


29

Suhu : dalam rentan normal

Pernafasan : biasanya pernafasan terganggu

Pengkajian fisik (Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)

1. Kepala:
Kaji bentuk kepala, kedaan rambut, adakah pembesaran atau tidak, mukosa bibir
kering. Pada klien dengan cushing’s sindrome bisanya terjadi pertumbuhan
rambut yang berlebihan di wajah.
2. Mata: dalam rentan normal
3. Telinga: dalam rentan normal
4. Hidung: dalam rentan normal, kadang cuping terlihat
5. Mulut: suara terdengar lemah kadang terdengar parau
6. Sistem Pernafasan
Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, pergerakan dada simetris, bunyi nafas
normal, tidak adanya bunyi tambahan.
7. Sistem Kardiovaskuler
Perkusi pekak, S1 S2 terdengar tunggal
8. Sistem Gastrointestinal
Pada pemeriksaan fisik ditemukan garis-garis penegangan atau strie pada
abdomen.
9. Sistem Urogenital
Klien dengan cushing syndrome sering berkemih dengan jumlah urine diatas
normal 1000 nmol/24 jam (normal < 250 nmol/24 jam) sedangkan serum
Cortisol 500 nmol/L pada jam 24.00 (normal < 50 nmol/L)
10. Sistem Musculoskeletal
Kaji terhadap bufallo hamp, obesitas badan dengan ekstremitas kecil, kehilangan
otot atau kehilangan massa otot, atrofi otot dan osteoporosis.
11. Sistem Integumen
Kulit tipis, peningkatan pigmentasi, mudah memar, atropi otot, ekimosis,
kelemahan otot, osteoporosis, obesitas, penyembuhan luka lambat.
30

12. Sistem Neurologis


Fungsi mental pasien dikaji yang mencakup emosi, respon terhadap pertanyaan,
kesadaran akan lingkungan, dan tingkat depresi. Klien dengan cushing’s
sindrome biasanya memiliki tingkat emosi yang tidak stabil, mudah marah, dan
mengalami depresi.

V. Terapi
1. Bedah
Tindakan bedah yang dinilai cukup berhasil sekarang ini adalah bedah mikro
transfenoid (transphenoidal microsurgery).
2. Radiasi
Ada beberapa cara radiasi yang bisa digunakan seperti radiasi konvensional,
gamma knife radiosurgery, dan implantasi radioaktif dalam sela tursika.
Kerugian pemakaian radiasi ini adalah kerusakan sel-sel yang mensekresi
hormon pertumbuhan.
3. Obat-obatan
Obat yang digunakan untuk mengendalikan sekresi ACTH misalnya
siproheptadin. Obat ini bisa dipakai sebelum tindakan bedah atau bersama-sama
dengan radiasi. Obat yang digunakan untuk menghambat sekresi glukokortikoid
adrenal adalah ketokonazol, metirapon, dan aminoglutetimid.

VI. Pemeriksaan Penunjang


1. Uji supresi deksametason, untuk menegakkan diagnosis penyebab sindrom
cushingapakah dari hipofisis atau adrenal, dexametason diberikan pada pukul 11
malam dankadar kortisol plasma diukur pada pukul 8 pagi di hari berikutnya.
2. Pemeriksaan laboratorium ( misalnya : natrium serum, glukosa darah, kalsium
dan plasma urine) ; urine 24 jam bebas dari kortisol.
3. CT, ultrasound, atau pemindaian MRI atau ultrasonografi dapat medeteksi
jaringanadrenal dan mendeteksi tumor adrenal.
31

4. Pemeriksaan Radioimunoassay ACTH plasma, untuk mengenali penyebab


sindromcushing

3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah analisa data yang telah dikumpulkan untuk


mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon
terhadap masalah aktual dan risiko tinggi.

Diagnosakeperawatan yang mungkin muncul:


1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol
dalam darah meningkat.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, gangguan pemulihan,
dankulit yang tipis dan rapuh.
3. Resiko cidera berhubungan dengan kelemahan.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan perubahan metabolisme protein dan respons
imflamasi.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, keletihan.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, keletihan.
7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan, gannguan
fungsiseksual, dan penurunan tingkat aktivitas.
8. Gangguan proses pikir berhubungan dengan ketidakstabilan alam
perasaan,iritabilitas, dan depresi.
9. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan stress atau depresi

3.1 Intervensi Keperawatan

Dalam sebuah intervensi terdapat dua hal yang perlu diperhatikan untuk
merumuskan perecanaan untuk kesembulan klien yaitu:

1. Tujuan dan kriteria hasil


Intervensi harus memiliki tujuan yang jelas dan memilki kriteria hasil yang
dapat dicapai.
32

2. Intervensi keperawatan

Perencanaan tindakan keperawatan yang dilakukan berdasarkan prosedur dan


demi keseumbuhan klien.

No Diagnosa NOC NIC


1. Kelebihan volume Setelah di lakukan 1. Pantau terhadap nilai-nilai
cairan berhubungan tindakan keperawatan elektrolit setiap 4 jam
dengan retensi selama..24 jam klien sampai 8 jam dan laporkan
natrium akibat menunjukan aktivitas temuan abnormal pada
kortisol dalam sehari-hari dengan baik dokter.
darah meningkat. Kriteria Hasil: 2. Timbang berat badan pasien
1. Terbebas dari setiap hari, pda waktu yang
edema, efusi, sama, laporkan peningkatan
anaskara berat badan.
2. Bunyi nafas bersih, 3. Hindari masukan cairan
tidak ada yang berlebihan bila pasien
dyspneu/ortopneu mengalami hiper kalemia.
3. Memelihara tekanan 4. Pantau tekanan darah, nadi
vena sentral, dan bunyi nafas setiap 4
tekanan kapiler jam laporkan perubahan
paru, output jantung yang signifikan dari nlai
dan vital sign dalam dasa pasien.
batas normal 5. Kaji area edema dependen.
4. Terbebas dari 6. Beri perawatan kulit untuk
kelelahan, area yang mengalami
kecemasan atau edema.
kebingungan 7. Pertahankan diet tinggi
5. Menjelaskan potein, tinggi kalium rendah
indikator kelebihan natrium, mengrangi kalori.
33

cairan
2. Kerusakan Setelah di lakukan 1. Monitor aktivitas dan
integritas kulit tindakan keperawatan mobilisasi pasien
berhubungan selama..24 jam klien 2. Monitor status nutrisi
dengan edema, menunjukan tidak pasien
gangguan terjadinya kerusakan 3. Memandikan pasien dengan
pemulihan, dan integritas jaringan: kulit sabun dan air hangat.
kulit yang tipis dan dan membran mukosa 4. Minimalkan penekanan
rapuh. Kriteria Hasil : pada bagian-bagian tubuh
1. Integrias kulit yang 5. Tingkatkan kenyamanan
baik bisa dan keamanan serta cegah
dipertahankan komplikasi pada pasien
(sensasi, elastisitas, yang tidak dapat urun dari
temperature, hidrasi, tempat tidur
pigmentasi) 6. Kumpulkan dan analisa data
2. Tidak ada luka/lesi pasien untuk
pada kulit mempertahankan integritas
3. Perfusi jaringan baik kulit dan membran mukosa
4. Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembapan kulit
dan perawatan
alami.
3. Resiko cidera Setelah di lakukan 1. Sediakan lingkungan yang
berhubungan tindakan keperawatan aman untuk pasien.
dengan kelemahan selama..24 jam klien 2. Identifikasi kebutuhan
menunjukan resiko keamanan pasien, sesuai
cidera mulai berkurang dengan kondisi fisik dan
Kriteria Hasil : fungsi kognitif pasien.
34

1. Klien terbebas dari 3. Memasang side ril tempat


Cidera tidur
2. Klien mampu 4. Menganjurkan keluarga
menjelaskan untuk menemani pasien.
cara/metode untuk 5. Sediakan alat bantu jalan
mencegah seperti tongkat dan kursi
injury/cedera roda
3. Klien mampu 6. Mengidentifikasi risiko
menjelaskan faktor yang meningkatkan
resiko dari kerentanan terhadap cidera.
lingkungan atau
perilaku personal
4. Menggunakan
fasilitas kesehatan
yang ada
5. Mampu mengenali
perubahan status
kesehatan
4. Resiko infeksi Setelah di lakukan 1. Observasi dan laporkan
berhubungan tindakan keperawatan tanda dan gejala infeksi
dengan perubahan selama..24 jam klien seperti kemerahan, panas,
metabolisme menunjukan tidak nyeri dan adanya
protein dan adanya tanda dan gejala fungsiolesa.
respons imflamasi. infeksi, jumlah leukosit 2. Kaji tempratur klien setiap
dalam batas normal 4 jam sekali.
Kriteria Hasil : 3. Kaji warna kulit,
1. Klien bebas dari kelembaban tekstur dan
tanda dan gejala turgor.
infeksi 4. Gunakan strategi untuk
2. Mendeskripsikan mencegah infeksi
proses penularan nosocomial.
35

penyakit faktor yang


mempengaruhi
penularan serta
penatalaksanaannya
3. Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi
4. Jumlah leukosit
dalam batas normal
5. Menunjukkan
perilaku hidup sehat
5. Intoleransi aktivitas Setelah di lakukan 1. Bantu klien untuk
berhubungan tindakan keperawatan mengidentifikasi aktivitas
dengan kelemahan, selama..24 jam klien yang mampu dia lakukan
keletihan menunjukan toleransi, 2. Bantu klien untuk memilih
mengidentifikasi, dan aktivitas yang konsisten
menunjukkan yang sesuai dengan
pemenuhan kebutuhan kemampuan fisik, psikologi
aktifitas sehari-hari dan social
Kriteria Hasil : 3. Bantu klien untuk
1. Berpartisipasi dalam mendapatkan alat bantu
aktivitas fisik anpa aktivitas seperti kursi roda.
disertai peningkatan 4. Monitor respon fisik, emosi,
tekanan darah nadi sosial dan spiritual
dan RR
2. Mampu
melaksanakan
aktivitas sehari-hari
(ADLs) secara
mandiri
36

3. Tanda-tanda vital
normal
4. Mampu berpindah
deangan atau tanpa
bantuan alat
5. Status respirasi :
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat
6. Sirkulasi status baik
6. Defisit perawatan Setelah di lakukan 1. Pantau tingkat kekuatan dan
diri berhubungan tindakan keperawatan toleransi aktivitas
dengan kelemahan, selama..24 jam klien 2. Pertimbangkan budaya
keletihan menunjukan pasien ketika
kemampuan untuk mempromosikan aktivitas
melakukan tugas perawatan diri
aktivitas perawatan 3. Pertimbangkan usia pasien
pribadi yang paling ketika mempromosikan
dasar secara mandiri aktivitas perawatan diri.
tanpa bantuan 4. Pantau adanya perubahan
Kriteria Hasil : kemampuan fungsi
1. Mampu melakukan 5. Bantu klien memenuhi
tugas fisik yang personal hygiene
paling mendasar dan 6. Libatkan keluarga dalam
aktivitas perawatan memberikan edukasi
pribadi secara maupun asuhan
mandiri tanpa alat 7. Anjurkan keluarga dan
bantu klien menggunakan metode
2. Mampu alternatif untuk mandi dan
mempertahankan personal hygiene
kebersihan pribadi 8. Dukung kemandirian klien
dan penampilan dengan melakukan mandi
37

yang rapi secara dan oral hygiene


mandiri
3. Mengungkapkan
kepuasan atas apa
yang sudah
dilakukan
7. Gangguan citra Setelah di lakukan 1. Kajisecara verbal dan non
tubuh berhubungan tindakan keperawatan verbal respon klien terhadap
dengan perubahan selama..24 jam klien tubuhnya
penampilan, menunjukan 2. Monitor frekuensi
gannguan fungsi kemampuan untuk mengkritik dirinya
seksual, dan mengungkapkan 3. Dorong klien
penurunan tingkat perasaan tentang mengungkapkan
aktivitas. perubahan penampilan, perasaannya
fungsi seksual, dan 4. Jelaskan bahwa perubahan
tingkat aktivitas fisik terjadi sebagai akibat
Kriteria Hasil : kelebihan kortikosteroid.
1. Body image positif 5. Jelaskan penyebab sindrom
2. Mampu cushings dapat diatasi
mengidentifikasi dengan baik, perubahan
kekuatan personal fisik utama akan hilang
3. Mendeskripsikan pada waktunya
secara faktual
perubahan fungsi
tubuh
4. Mempertahankan
interaksi sosial
8. Gangguan proses Setelah di lakukan 1. Evaluasi metode koping
pikir berhubungan tindakan keperawatan yang lalu dan saat ini.
dengan ketidak selama..24 jam klien 2. Berikan dorongan untuk
38

stabilan alam menunjukan proses membicarakan tentang


perasaan,iritabilita, pikir yang logis perasaan kehilangan
dan depresi. terorganisasi kontrol.
Kriteria Hasil : 3. Diskusikan reaksi yang
1. Klien dapat melawati batas terhadap
meningkatkan harga peristiwa dan metode
diri koping untuk selanjutnya.
2. Klien dapat 4. Ajarkan dan bantu dalam
menggunakan melakukan teknik relaksasi.
dukungan sosial 5. Berikan lingkungan yang
3. Klien dapat tenang, stabil dan tanpa
menggunakan obat stres.
dengan benar dan 6. Rencanakan perawatan
tepat dengan pasien antisipasi
kebutuhan.
7. Jelaskan prosedur dengan
lambat dan jelas, ulangi bila
perlu.
9. Gangguan pola Setelah di lakukan 1. Jelaskan pentingnya tidur
istirahat tidur tindakan keperawatan yang adekuat
berhubungan deng selama..24 jam klien 2. Fasilitas untuk
an stress atau menunjukan pola tidur mempertahankan aktivitas
depresi yang adekuat, sebelum tidur
meminimalkan stress 3. Ciptakan lingkungan yang
dan depresi nyaman
Kriteria Hasil: 4. Diskusikan dengan pasien
1. Jumlah jam tidur dan keluarga tentang teknik
dalam batas normal tidur pasien
6-8 jam/hari 5. Monitor/catat kebutuhan
2. Pola tidur, kualitas tidur pasien setiap hari
dalam batas normal
39

3. Perasaan segar
sesuah tidur aau
istirahat
4. Mampu
mengidentifikasi
hal-hal yang
meningkatkan idur

3.1 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang


diharapkan dan respon pasien terhadap keefektifan intervensi keperawatan. Kemudian
mengganti rencana perawatan jika diperlukan.

Berikut tiga hal yang dapat mempengaruhi evaluasi hasil evaluasi, antaralain.

1. Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukan kemajuan sesuai dengan


kriteria hasil yang telah di tetapkan sesuai dengan ketentuan NOC.
2. Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal,
sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya.
3. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan perubahan atau
kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru dalam hal ini perawat perlu
untuk mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa,
tindakan, dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak
tercapainya tujuan.
40

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN MENGGUNAKAN KASUS

4.1 Kasus
Ny. A.F. 38 tahun datang ke R. S. Jember Waras dengan keluhan tubuhnya
semakin gemuk dan tampak moon face. Ny. A.F juga mengeluhkan bahwa dirinya
merasa malu dengan kondisi tubuhnya. Ny. A.F pun mengeluh pusing dan wajahnya
yang akhir-akhir ini banyak timbul jerawat. Ny. A.F juga mengeluh otot-ototnya sangat
lemah,cepat merasa lelah, dan tidak mampu dalam melakukan aktivitas ringan seperti
menggerakkan tangan untuk makan. Sejak seminggu yang lalu tulang punggungnya
terasa nyeri, sehingga mengalami kesulitan untuk bergerak. Pada pemeriksaan awal
didapatkan : TB = 160 cm, BB= 76 kg, Suhu = 37 ̊C, TD = 150/90 mmHg, Nadi =
100x/m, voleme sedang, regular, Pernapasan = 20x/menit, regular.

Ny. A.F. berwajah bundar dengan banyak jerawat dan kulitnya berminyak.
Tubuhnya gemuk dengan lengan, tangan, dan jari-jari relatif kecil atau kurus. Pada
pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa Ny. A.F. adalah penderita asma yang sering
kambuh. Bila kambuh, Ny. A.F. meminum obat racikan yang diberikan dokter sejak
beberapa tahun terakhir. Selama ini, kecuali asma, Ny. A.F. tidak merasa menderita
penyakit apapun. Sebulan yang lalu ia jatuh dan tulang punggungnya terasa nyeri
hingga sekarang terutama bila ia membungkuk atau berdiri terlalu lama. Ny. A.F. tidak
mempunyai penyakit keturunan seperti hipertensi dan diabetes mellitus.

Ny. A.F. mengatakan sedikit nyeri terutama diwajah dan punggungnya karena
banyak terdapat bercak-bercak kehitaman. Punggung Ny. A.F. tampak sedikit
membungkuk dan terdapat punuk lemak, lingkar perut 90cm, dinding perut tampak
beberapa striae berwarna biru keunguan. Terdapat rambut yang tumbuh secara
berlebihan terutama di bagian wajah.Shifting dullness (-), hepar dan lien tidak teraba.
41

4.2 Pengkajian
I. Identitas

Nama : Ny. A.F. No. RM : 033197


Umur : 38 tahun Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Jenis Kelamin : Perempuan Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam Tgl MRS : 26 Agustus 2017
Pendidikan : Lulus SMP Tgl Pengkajian : 26 Agustus 2017
Alamat : Jember Sumber Informasi : keluarga, klien, dan
rekam medik

II. Riwayat Kesehatan


1. Diagnosa medis: Cushing’s Sindrome.
2. Keluhan utama:diwajah dan punggungnya banyak terdapat bercak-bercak
kehitaman (memar), terjadinya kenaikan berat badan, kelelahan yang sangat
parah, otot-otot terasa lemah, tubuhnya gemuk dengan lengan, tangan, dan jari-
jari relatif kecil atau kurus.
3. Riwayat penyakit sekarang: klien akhir-akhir ini merasa tubuhnya semakin
gemuk, wajah timbul jerawat, otot-ototnya sangat lemah dan cepat lelah. Sejak
seminggu lalu tulang punggungnya terasa nyeri bila membungkuk dan berdiri
terlalu lama, dan penyakit asmanya sering kambuh.
4. Riwayat kesehatan terdahulu: klien menderitaasma.
5. Riwayat penyakit keluarga:tidak mempunyai penyakit keturunan seperti
hipertensi dan diabetes mellitus.
III. Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Persepsi kesehatan : Pasien mengatakan, bahwa sehat itu sangat penting
sehingga harus dijaga.
Pemeliharaan kesehatan : Ny. A.F. meminum obat racikan yang diberikan
dokter sejak beberapa tahun terakhir.
Interpretasi :
42

Persepsi dan pemeliharaan kesehatan klien baik.


2. Pola nutrisi/metabolik (abcd)
a. Antropometri
BB : 76 kg, TB:160 cm
IMT=BB/(TB(m))2 = 76 / (1,6) 2 = 29,6875
Interpretasi :
Status nutrisi pasien / Index massa tubuh pasien dalam keadaan kategori
gemuk (kelebihan berat badan tingkat overweight).
b. Biomedical sign
HB : 11,9 g% (Normal : 12,0 – 15,0 gr/dl)
Leukosit : 7.800/mm3 (5.000-10.000/mm3)
Trombosit : 172.000/mm3 (150.000-400.000/mm3)
GDS : 225 mg/dl (< 200 mg/dl)
Kalium : 3,0 mg/dl (3,5-5,2 mg/dl)
Natrium : 150 mg/dl (135-145 mg/dl)
Interpretasi : biomedical sign yang dalam rentang normal yaitu leukosit dan
trombosit, sedangkan yang tidak normal yaitu HB menurun, GDS
meningkat, Kalium menurun, Natrium meningkat.
c. Clinical sign
Klien tampak lemah,tubuhnya gemuk dengan lengan, tangan, dan jari-jari
relatif kecil atau kurus. Diwajah dan punggungnya banyak terdapat bercak-
bercak kehitaman (memar). Punggung klien tampak agak membungkuk dan
terdapat punuk lemak, lingkar perut 90cm, dinding perut tampak beberapa
striae berwarna biru keunguan, dinding perut tampak beberapa striae
berwarna biru keunguan.
Intepretasi :penampakan klien tampak tidak sehat dan terlihat gemuk.
d. Diet Pattern (intake makanan dan cairan)
Sebelum sakit : Makan 4x dalam sehari, 1-2 porsi, jenis: nasi, daging,
minum 2000 ml/hari
Setelah sakit:Makan 3x dalam sehari, 1 porsi, jenis: nasi, daging, buah,
minum 2000 ml/hari
43

Intepretasi :Klien beresiko kelebihan berat badan


3. Pola eliminasi
BAK : Sebelum MRS pasien lebih sering BAK, setelah MRS pasien dapat
teratur BAK.
No. Pola Eliminasi Sebelum MRS Setelah MRS
1 Frekuensi 7 kali / hari 9 kali / hari
2 Jumlah 600 Cc 1000 Cc
3 Warna Jernih kekuningan Jernih kekuningan
4 Bau Bau khas urine : Bau khas urine :
amoniak amoniak
5 Karakter - -
6 Bj - -
7 Alat bantu - -
8 Kemandirian Mandiri Dibantu keluarga
9 Lain-lain - -
BAB : Sebelum MRS pasien lebih sering BAB, setelah MRS pasien teratur
BAB

No. Pola Eliminasi Sebelum MRS Setelah MRS


1 Frekuensi 1kali / hari 6 kali / hari
2 Jumlah - -
3 Konsistensi Lembek, tidak cair Lembek, cair
4 Warna Kuning Kuning

5 Bau Bau khas BAB Bau khas BAB


6 Karakter Ukuran sesuai feses Ukuran sesuai feses
normal normal
7 Bj - -
8 Alat bantu - -
9 Kemandirian
44

Lain-lain - -
Intepretasi : Pola eliminasi urin dan alvi klien mengalami gangguan.

Kemandirian : pasien melakukan ADL (mandi, makan, berpakaian, toiletting)


dengan bantuan keluarga dan perawat.

4. Polaaktivitas dan latihan


Sehari-hari klien berada di rumah sebagai ibu rumah tangga.
Sebelum sakit
c.1. Aktivitas Harian (Activity Daily Living)
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum 
Toiletting 
Berpakaian 
Mobilitas di tempat tidur 
Berpindah 
Ambulasi 
Setelah sakit

c.1. Aktivitas Harian (Activity Daily Living)


Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum 
Toiletting 
Berpakaian 
Mobilitas di tempat tidur 
Berpindah 
Ambulasi
Keterangan :

0 : dibantu total
1 : dibantu petugas / keluarga dan alat
2 : dibantu petugas / keluarga
45

3 : dibantu alat
4 : mandiri

Status oksigenasi : Klien sedikit mengalami sesak, tidak ada suara nafas
tambahan, frekuensi pernafasan: 20x/menit, regular.

Fungsi kardiovaskuler : Nadi : 100x/menit, isi voleme sedang, regular, TD :


150/90 mmHg.

5. Pola tidur dan istirahat


Keterangan Sebelum sakit Sesudah sakit
Durasi 7-8 jam / 24 jam 5-6 jam / 24 jam
Gangguan tidur Tidak ada Ada
Keadaan bangun tidur Lemas Lemas
Lain-lain - -
Intepretasi :

klien saat sakit mengalami sedikit gangguan pola tidur dan istrirahat karena
mengalami nyeri padaarea kulit yang memar.

6. Pola kognitif dan perceptual


- Fungsi kognitif : klien dapat diajak berkomunikasi
- Fungsi memori : klien dapat mengingat dan mengenal siapa anggota
keluarganya dan mengingat kejadiannya.
- Fungsi keadaan indra :
Penglihatan : dapat melihat secara normal
Pendengaran : klien berespon terhadap verbal
Perabaan : klien dapat bersepon terhadap sentuhan
Penciuman : klien mampu membedakan bau
Pengecap : klien mampu membedakan rasa

Intepretasi :
46

pola kognitif dan perceptual klien dalam rentang normal. Klien tidak
mengalami permasalahan di fungsi memori dan kognitif

7. Pola persepsi diri


- Gambaran diri :Klien mengatakan bahwa klien mengetahui penyakitnya
namun tidak dapat menerima kondisinya yang terkena penyakit cushing’s
sindrome.
- Identitas diri :klien seorang istri dan ibu dari tigaorang anak.
- Harga diri :klien mengatakan bahwa kurang percaya diri dan malu terhadap
kondisi tubuhnya.
- Ideal diri : menjadi istri dan ibu yang baik dan bisa menjaga atau
memelihara kesehatan keluarga dengan baik.
- Peran diri : klien merasa sedih karena selama sakit perannya sebagai ibu dan
istri terganggu

Intepretasi : Pola persepsi diri klien terganggu yaitu gambaran diri, identitas
diri, harga diri, ideal diri, peran diri.

8. Pola seksualitas dan reproduksi


- Pola seksualitas:hubungan dengan anak dan suami klien harmonis dan
tampak keluarga klien menjenguk klien saat di rumah sakit.
- Fungsi reproduksi : Saat sakit klien mengalami penurunan hasrat seksual,
dan terjadi perubahan siklus menstruasi menjadi tidak teratur akibat stress
terhadap penyakitnya.

Intepretasi :

Pola reproduksi klien terganggu karena terjadi penurunan hasrat seksual dan
perubahan siklus mentruasi.

9. Pola peran dan hubungan


Keluarga mengatakan sebelum sakit ibu adalah seorang ibu rumah tangga yang
pandai memasak, merawat suami dan bisa menjaga anaknya. Namun sejak
sakit pasien sedih karena tidak bisa menjalankan perannya.
47

Intepretasi :
adanya gangguan peran.
10. Pola manajemen koping-stress
Sejak sakit pasien emosinya tidak stabil, kadang sedih kadang tampak tegar.
Intepretasi :
Koping stress yang dimiliki klien adalah koping maladaptif
11. System nilai dan keyakinan
Keyakinan klien ketika sakit bahwa sakit merupakan ujian dari yang Maha
Kuasa. Selama sakit pasien melakukan ibadah dengan cara berbaring.
Intepretasi :
Pemenuhan kebutuhan spiritual sedikit terganggu.

IV. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum: sakit sedang, compos mentis.

Tanda vital : TD : 150/90 mmHg

Nadi : 100x/menit

Suhu : 37 °C

Pernafasan : 20x/menit

Pengkajian fisik

1. Kepala:
normocephali, distribusi tidak rambut merata (tipis), bejolan (-), di bagian wajah
tumbuh rambut yang berlebihan.
2. Mata: pupil bulat isokor, konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-, RCL +/+,
RCTL +/+, exopthalmus (-)
3. Telinga: normotia, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tarik -/-, serumen -/-, sekret -/-.
4. Hidung: deviasi septum (-), concha eutropi, mukosa hiperemis (-), Sekret (-).
5. Mulut:

Bibir : normal, sianosis (-)


48

Lidah : kotor (-), tremor (-), deviasi lidah (-)

Tenggorokan : deviasi uvula (-), tonsil T1-T1 tenang,

Faring hiperemis (-)

6. Sistem Pernafasan
klien kadang mengalami sesak nafas, pergerakan dada simetris, bunyi nafas
normal, tidak adanya bunyi tambahan.
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis.
- Palpasi : Simetris fremitus kanan=kiri.
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru.
- Auskultasi : Suara pernapasan vesikuler pada kedua lapangan paru,
wheezing -/-, ronki -/-
7. Sistem Kardiovaskuler
Perkusi pekak, S1 S2 terdengar tunggal
8. Sistem Gastrointestinal
Pemeriksaan fisik pada abdomen
- Inspeksi: ditemukan garis-garis penegangan atau strie pada abdomen.
- Palpasi: supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-),pembesaran hepar dan lien (-)
- Perkusi: timpani di seluruh abdomen, shifting dullness (-)
- Auskultasi: bising usus (+) normal.
9. Sistem Urogenital
Klien mengalami berkemih yang sering dan diatas normal yaitu jumlah 1000 cc
dan frekuensi 10 kali.
10. Sistem Musculoskeletal
Klien mengalami obesitas pada badan dengan ekstremitas kecil, kehilangan otot
atau kehilangan massa otot, atrofi otot dan osteoporosis.
11. Sistem Integumen
Kulit klien mengalami tipis, peningkatan pigmentasi, mudah memar,
penyembuhan luka lambat. Terjadi kerusakan pada kuku.
49

12. Sistem Neurologis


Tingkat emosi yang tidak stabil yaitu klien sering tersinggung dan tiba-tiba
merasa sedih tanpa penyebab yang jelas, mudah marah, dan mengalami depresi
ringan.
V. Terapi
1. Terapi Radiasi
VI. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Hasil Laboratorium pada tanggal 29 Agustus2017

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interprestasi


HB 11,9 mg/dl 12-15 mg/dl Menurun
Leukosit 7.800/mm3 5.000-10.000/mm3 Normal
Trombosit 172.000/mm3 150.000-400.000/mm3 Normal
GDS 225 mg/dl < 200 mg/dl Meningkat
(hiperglikemi)
Kalium 3,0 mg/dl 3,5-5,2 mg/dl Menurun
(hipokalemi)
Natrium 150 mg/dl 135-145 mg/dl Meningkat
(hipernatrium)

Pemeriksaan laboratorium tambahan :

1. Darah lengkap
2. Elektrolit darah seperti Na, K
3. Kadar gula darah: sewaktu, puasa, post prandial, HbA1c untuk mengetahui
adanya DM
4. Kadar kortisol plasma dan urine 24 jam
5. Test Supresi Dexametason
6. Urin lengkap: untuk tahu fungsi ginjal

Pemeriksaan penunjang tambahan :


50

1. Foto X-ray pada tulang vertebra: untuk mengetahui adanya fraktur tulang
2. Bone Mass Densitometry (BMD): untuk mengetahui adanya osteoporosis
3. CT-scan: untuk memastikan diagnosis tumor

4.3 Analisa Data


No. Data Penunjang Etiologi Masalah
1 DS : Ketidak seimbangan hormon Kelebihan
Klien mengatakan bahwa mineralokortikoid volume cairan
dirinya merasa pusing, ↑
kram otot, merasa Kadar kortisol dalam darah
kehausan meskipun sudah meningkat
minum dan merasa ↑
kelelahan. Retensi natrium
DO : ↑
TD: 150/90 mmHg, Penumpukan cairan
edema perifer, dispnea. ↑
Kelebihan volume cairan
2 DS : Sekresi kortisol meningkat Kerusakan
klien mengatakan sedikit ↑ intergritas kulit
nyeri terutama diwajah Kadar kortisol dalam darah
dan punggungnya karena meningkat
banyak terdapat bercak- ↑
bercak kehitaman dan Sintesis protein menurun
apabila terjadi luka maka ↑
lama sembuhnya. Protein di kulit hilang
DO: ↑
Wajah tampak pucat, Mudah memar dan kulit tipis
terdapat memar dan luka ↑
yang belum sembuh, Kerusakan intergritas kulit
terjadi perubahan
51

pigmentasi, terdapat
pertumbuhan rambut yang
abnormal pada kulit, kulit
tipis.

3 DS : Kadar kortisol dalam darah Intoleransi


Klien merasa badannya meningkat aktivitas
lemah dan sering terjadi ↑
kelelahan, merasa sesak Sintesis protein menurun
(dispnea) setelah ↑
beraktivitas, klien juga Produk protein di otot dan
sering merasa kram otot tulang menurun
(daya tahan otot ↑
menurun), keluarga klien Pembentukan energi menurun
mengatakan bahwa klien ↑
mengalami sedikit depresi. Intoleransi aktivitas
DO:
Aktivitas fisik tampak di
bantu keluarga dan
perawat, tirah
baring/imobilisasi, klien
berbicara dengan sangat
pelan, tampak kesulitan
bernafas ketika melakukan
aktivitas, kekuatan tubuh
bagian atas dan bawah
menurun, klien tampak
tidak antusias terhadap
lingkungan sekitar.
4. DS : klien Kadar kortisol dalam darah Gangguan citra
52

mengatakanmerasa meningkat tubuh


tubuhnya semakin gemuk ↑
dan klien merasa malu Mobilisasi asam lemak
dengan kondisi tubuhnya ↑
saat ini yang banyak di Asam lemak jaringan adipose
tumbuhi rambut, kelurga menumpuk di sentral
mengatakan semenjak ↑
kondisi fisiknya berubah Moon face, buffalo hump
terjadi perubahan gaya ↑
hidupnya dan menghindari Gangguan citra tubuh
lingkungan di sekitarnya.
DO:
TB 160 cm
BB 76 kg
IMT: 29,6875
Tampak moon face
Klien tampak malu
dengan menutupi
wajahnya, menghindari
melihat serta menyentuh
bagian tubuhnya yang
banyak di tumbuhi
rambut, klien tampak
menolak menerima
perubahan dalam dirinya.
5. DS : Kadar kortisol dalam darah Resiko Cedera
Klien mengeluh otot- ↑
ototnya sangat lemah, Produksi protein
cepat merasa lelah, dan ↑
tidak mampu dalam Protein di tulang hilang
melakukan aktivitas ↑
53

ringan seperti Atropi otot


menggerakkan tangan ↑
untuk makan. Resiko tinggi cedera
Klien juga mengatakan
mengalami kesulitan
untuk bergerak. Keluarga
mengatakan klien pernah
jatuh beberapa hari yang
lalu.
DO :
Terjadi gangguan
psikomotor, aktivitas fisik
tampak di bantu,
hambatan melakukan
ROM.

4.4 Diagnosa Keperawatan


1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air akibat
kortisol meningkat.
2. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan edema, kerusakan proses
penyembuhan, dan penipisan dan kerapuhan kulit.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di
otot menurun.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan obesitas, jerawat dan moon face.
5. Resiko tinggi cederaberhubungan dengan atrofi otot sehingga terlihat
kelemahan dan perubahan metabolisme protein.

4.5 Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Kelebihan Perawatan diberikan dalam 1. Timbang berat badan tiap hari.
54

volume 3x24 jam diharapkan 2. Monitorasupan dan


cairan volume cairan dalam pengeluaran, catat.
batasan normal. keseimbangannya.
Kriteria hasil : 3. Monitor tekanan darah, denyut
1. Terbebas dari edema jantung, dan status pernafasan.
2. Tidak terjadi dyspneu 4. Monitor edema perifer.
3. Volume cairan stabil 5. Monitor albumin serum dan
4. Pemasukan dan elektrolit (khususnya kalium
pengeluaran seimbang dan natrium)
5. Terbebas dari kelelahan 6. Batasi natrium
6. Berat badan stabil danalokasikanasupan cairan
7. TTV rentang normal sesuai indikasi
7. Konsultasikan ke dokter dalam
pemberian agen farmakologis.
8. Berikan obat yang di resepkan
untuk mengurangi preload
9. Tinngikan kepala tempat tidur
untuk memperbaiki ventilasi
sesuai kebutuhan
10. Cek grafik asupan dan
pengeluaran secara berkala
untuk memastikan pemberian
layanan yang baik.
2 Kerusakan Perawatan diberikan dalam 1. Monitor warna dan suhu kulit
integritas 2x24 jam diharapkan 2. Monitor kulit terhadap area
kulit kondisi kulit klien dapat perubahan warna, memar, dan
membaik pecah.
Kriteria hasil: 3. Periksa pakaian yang terlalu
1. Intregritas kulit yang ketat dan anjurkan pasien
baik bisa dipertahankan menggunakan pakaian longgar
(sensasi, elastisitas, 4. Lakukan langkah-langkah
55

temperatur, hidrasi, untuk mencegah kerusakan


pigmentasi). lebih lanjut.
2. Tidak ada lukaatau lesi 5. Observasi area yang juga
pada kulit mengalami edema
3. Perfusi jaringa baik 6. Berikan perawatan luka.
4. Menunjukkan Oleskan salep atau krim yang
pemahaman dalam sesuai dengan kulit/lesi.
proses perbaikan kulit 7. Mobilisasi pasien tiap dua jam
dan mencegah terjadinya sekali
cedera ulang 8. Kolaborasi dalam pemberian
matras busa.
3 Intoleransi Perawatan diberikan dalam 1. Kaji status fisiologi klien yang
aktivitas 3x24 jam diharapkan klien menyebabkan kelelahan
Kriteria hasil: 2. Bantu pasien untuk memahami
1. Berpartisipasi dalam prinsip konservasi energi (mis.
aktivitas fisik tanpa Kebutuhan untuk membatasi
disertai peningkatan aktivitas dan tirah baring)
tekanan darah, nadi, dan 3. Ajarkan pasien mengenai
RR. pengelolaan kegiatan dan
2. Mampu melakukan teknik manajemen waktu
aktivitas sehari hari untuk mencegah kelelahan.
(ADLs) secara mandiri 4. Bantu pasien untuk
3. Tanda tanda vital normal memprioritaskan kegiatan
4. Klien mampu untuk untuk mengakomodasi energi
untuk bergerak dari tidur yang diperlukan.
hingga duduk sampai 5. Bantu klien dan keluarga
berjalan secara bertahap. untuk beradaptasi dengan
5. Mampu berpindah lingkungan pada saat
dengan atau tanpa mengakomodasi aktivitas yang
bantuan diinginkan.
6. Latih klien untuk bergerak
56

secara bertahap dari posisi


berbaring, miring ke kanan dan
ke kiri dilanjutkan posisi
duduk, berdiri dan berjalan
7. Bantu klien untuk
meningkatkan motivasi diri
dan penguatan
8. Bantu klien dan keluarga
memantau perkembangan
klien terhadap pencapaian
tujuan yang diharapkan.
4 Gangguan Perawatan diberikan dalam 1. Bina hubungan saling percaya
citra tubuh 3x24 jam diharapkan klien 2. Monitor pernyataan pasien
mampu mengespresikan diri mengenai harga diri
dan mampu menerima 3. Tentukan kepercayaan diri
kondisi. pasien dalam hal penilaian diri
Kriteria hasil: 4. Dukung pasien untuk bisa
1. Body image positif mengidentifikasi kekuatan
2. Mampu mengidentifikasi 5. Bantu klien untuk menemukan
kekuatan personal penerimaan diri
3. Mendiskripsikan secara 6. Dukung pasien untuk terlibat
faktual perubahan fungsi dalam memberikan afirmasi
tubuh positif melalui pembicaraan
4. Mempertahankan pada diri sendiri dan secara
interaksi sosial verbal terhadap diri setiap hari.
7. Jangan mengkritisi pasien
secara negatif
8. Bantu pasien untuk mengatasi
bullying atau ejekan
9. Sampaikan/ungkapkan
kepercayaan diri pasien dalam
57

mengatasi situasi
10. Dukung pasien untuk
mengevaluasi perilakunya
sendiri
11. Berikan hadiah atau pujian
terkait dengan kemajuan
pasien dalam mencapai tujuan
12. Monitor tingkat hargadiri dari
waktu ke waktu dengan tepat
13. Buat pernyataan positif
mengenai pasien
5 Resiko Perawatan diberikan dalam 1. Identifikasi kebutuhan
tinggi 2x24 jam diharapkan keamanan pasien berdasarkan
cedera sintesis protein, distribusi fungsi fisik dan kognitif serta
protein ke tulang dan riwayat prilaku di masa lalu.
kelemahan dapat diatasi 2. Identifikasi hal-hal yang
Kriteria hasil: membahayakan di lingkungan.
1. Cedera tidak terjadi 3. Modifikasi lingkungan untuk
sehingga klien bebas dari meminimalkan bahan
resiko cedera berbahaya dan beresiko
2. Klien mampu 4. Memasang side rall tempat
menjelaskan cara untuk tidur
mencegah cedera 5. Kunci kursi rosa tempat tidur
3. Klien mampu 6. Menyediakan tempat tidur
menjelaskan faktor yang nyamar dan bersih
resiko dari lingkungan/ 7. Letakkan benda-benda dalam
perilaku personal jangkauan yang mudah
4. Mampu memodifikasi 8. Ajarkan pasien bagaimana jika
gaya hidup untuk jatuh, untuk meminimalkan
mencegah cedera cedera
58

5. Mampu mengenali 9. Membantu klien saat ambulasi


perubahan status (yaitu bergerak dari satu
kesehatan tempat ke tempat lain tanpa
tongkat atau kruk
10. Ajarkan anggota
keluargamengenai faktor
resiko yang berkontribusi
terhadap adanya kejadian jatuh
dan bagaimana keluarga bisa
menurunkan resiko ini.

4.6 Evaluasi

No Diagnosa Evaluasi Paraf


1 Kelebihan S:klien tidak mengeluh pusing HF
volume O: Tekanan darah normal
cairan A: Masalah teratasi
P: Lanjutkan intervensi dan tetap kontrol intake dan
berat badan
2 Kerusakan S: Klien tidak mengatakan bahwa nyeri dan bercak- HF
integritas bercak kehitaman sudah berkurang
kulit O: Memar tampak berkurang, turgor kulit normal.
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
3 Intoleransi S: Klien mengaakan bahwa badannya sudah terasa HF
aktivitas bugar dan tidak lemah
O: Dapat melakukan beberapa aktivitas yang ringan
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
4 Gangguan S:Klien mengatakan sudah merasa percaya diri dengan HF
59

citra tubuh kondisi tubuhnya karena bercak di tubuhnya


berkurang.
O: Pola makan teratur untuk mengurangi berat badan
A: Masalah teratasi
P:Lanjutkan intervensi dan mengontrol berat badan
5 Resiko tinggi S : Klien sudah tidak mengeluhkan mengenai HF
cedera kondisinya yang lemah, sudah tidak mudah lelah, dan
dapat makan tanpa di bantu.
O: Klien terlihat melakukan aktivitas ringan
A: Masalah teratasi
P: Lanjutkan intervensi
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Cushing’s sindrome merupakan keadaan klinis akibat peningkatan hormon


glukokortikoid (hiperkortisolisme) dalam darah jangka panjang baik karena
glukokortikoid endogen maupun glukortikoid eksogen. Kejadian Sindrom Cushing
cukup jarang (0,7-2,4 juta orang pertahun, dengan perbandingan perempuan:laki-laki (3:
1). Walaupun kejadian cushing’s sindrome jarang namun sebagai tenaga kesehatan
terutama perawat perlu menambah pengetahuan tentang penyakit tersebut. Memberikan
pelayanan bagi kesembuhan klien merupakan kewajiban dari tenaga kesehatan. Oleh
sebab itu peran perawat sangat dibutuhkan untuk memberikan asuhan keperawatan saat
pasien mengalami penyakit cushing’s sindrome dalam upaya pencegahan maupun
pengobatan yang bertujuan menurunkan angka kejadian cushing’s sindrome.

5.2 Saran

Klien yang mengalami cushing’s sindrome diharapkan mendapatkan perawatan


dan penanganan yang komprehensif, serta melakukan pemeriksaan pada tenaga
kesehatan maupun pelayanan kesehatan untuk mengetahui adanya komplikasi pada
penyakit cushing’s sindrome. Bagi tenaga kesehatan diharapkan dapat memberikan
edukasi kepada masyarakat sebagai upaya pencegahan dini timbulnya tanda gejala dan
diharapkan penanganan yang lebih baik lagi untuk meminimalkan angka kematian
akibat cushing’s sindrome.
61

DAFTAR PUSTAKA

Adler GK. 2009. Cushing Syndrome. Harvard Medical School. USA: Available from.

Alexander, Erik K & Dluhy, Robert G. 2002. Cushing’s Syndrome. American:


Association for Hospital Medical Education. [Serial Online] http://turner-
white.com/pdf/brm_Endo_V4P4.pdf(diakses 12 September 2017).
Bulechek, Gloria M, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi
Keenam Bahasa Indonesia. Indonesia: Moco Media.
Davey, Patrick. 2003. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga. [Serial Online].
https://books.google.co.id/books?id=wzIGJflmD4gC&printsec=frontcover&dq
=At+a+Glance+Medicine&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjL-
svxmK3WAhUMMI8KHV3_BAAQ6AEIOTAD#v=onepage&q=At%20a%20
Glance%20Medicine&f=false(diakses 11 September 2017).
Gleadle, Jonathan. 2003 . At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:
Erlangga.[Serial Online].
https://books.google.co.id/books?id=DesM50iZsucC&printsec=frontcover&dq=
At+a+Glance+Anamnesis&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwje4qO9ma3WAhUJM
I8KHSsMCSwQ6AEIJzAA#v=onepage&q=At%20a%20Glance%20Anamnesis
&f=false(diakses 12 September 2017).
Grace, Pierce A. dan Borley, Neil R. 2006. At Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga.Jakarta:
Erlangga Medical Seies (EMS). [Serial Online].
https://books.google.co.id/books?id=tXPMbfIQSUsC&printsec=frontcover&d
q=At+a+Glance+Ilmu+Bedah+Ed.+3&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=onepage
&q=At%20a%20Glance%20Ilmu%20Bedah%20Ed.%203&f=false(diakses 11
September 2017).
Hernaningsih, Yetti & Soehita, Sidarti. 2005. SINDROMA CUSHING PADA
KEHAMILAN. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory, Vol. 12, No. 1. [Serial Online].
62

http://indonesianjournalofclinicalpathology.or.id/index.php/patologi/article/view
/547/292. (diakses 11 September 2017).
Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media
Aeculapius.
Moorhead, Sue. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Kelima Bahasa
Indonesia. Indonesia: Moco Media.
Morton, Patricia Gonce. 2005. Panduan pemeriksaan Kesehatan dengan Dokumentasi
SOAPIE, Edisi 2. Jakarta: EGC. [Serial Online].
https://books.google.co.id/books?id=0j6fP4s5nIUC&pg=PR4&dq=Panduan+pe
meriksaan+Kesehatan+dengan+Dokumentasi+SOAPIE&hl=en&sa=X&ved=0ah
UKEwiKt9fAmq3WAhXMLY8KHXHsCgQQ6AEIJzAA#v=onepage&q=Pand
uan%20pemeriksaan%20Kesehatan%20dengan%20Dokumentasi%20SOAPIE&
f=false(diakses 12 September 2017).
NANDA. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Penerbit MediAction.

Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Endokrin. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.[Serial Online].
https://books.google.co.id/books?id=L-
GQDTpN2AIC&printsec=frontcover&dq=Asuhan+Keperawatan+Klien+dengan+
Gangguan+Sistem+Endokrin&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwig46Kjm63WAhUBt
o8KHfsqBngQ6AEIJzAA#v=onepage&q=Asuhan%20Keperawatan%20Klien%2
0dengan%20Gangguan%20Sistem%20Endokrin&f=false(diakses 11 September
2017).

Piliang S, Bahri C. Hiperkortisolisme.In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV FKUI.
2006.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit


Edisi 6. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
63

Rubenstein, David et al. 2007. Lecture Notes: Kedokteran Klinis Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga.[Serial Online].
https://books.google.co.id/books?id=lhDl8_eIsiEC&pg=PA406&dq=Lecture+N
otes:+Kedokteran&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjl5Lfkm63WAhVHso8KHZZ
hDi4Q6AEINjAC#v=onepage&q=Lecture%20Notes%3A%20Kedokteran&f=fa
lse(diakses 11 September 2017).
64

LAMPIRAN

Lampiran 1 (Halaman Pengesahan)


65

Lampiran 2 (Lembar Konsul)

Anda mungkin juga menyukai