MAKALAH
Oleh
Kelompok 3
UNIVERSITAS JEMBER
2017
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CUSHING’S SINDROME
MAKALAH
diajukan guna memenuhi tugas tersruktur mata kuliah Keperawatan Medikal dengan
Dosen pengampuh: Ns. Jon Hafan S., M. Kep., Sp. Kep. MB.
Oleh
UNIVERSITAS JEMBER
2017
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Makalah ini disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil jiplakan atau reproduksi
ulang makalah yang telah ada.
Penyusun,
Ketua Kelompok
Mengetahui,
Penanggung Jawab Mata Kuliah Dosen Pembimbing
Ns. Jon Hafan S., M.Kep., Sp.Kep.MB. Ns. Jon Hafan S., M.Kep., Sp.Kep.MB.
NIP. 198401022015041002 NIP. 198401022015041002
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Klien
dengan Cushing’s Sindrome”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Keperawatan Medikal pada Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Jember.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ns. Jon Hafan S., M.Kep., Sp.Kep.MB., dosen penanggung jawab mata kuliah
Keperawatan Medikal danselaku dosen pengampu mata kuliah Keperawatan
Medikal;
2. Rekan satu kelompok yang mampu bekerjasama dan berusahan semaksimal mungkin
demi terselesaikannya makalah ini;
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ..............................................................................................i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................iii
KATA PENGANTAR ................................................................................................iv
DAFTAR ISI ...............................................................................................................v
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................1
1.3 Tujuan ....................................................................................................1
1.4 Manfaat ..................................................................................................1
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi Fisiologi...................................................................................3
2.2 Definisi ....................................................................................................
2.3 Epidemiologi ..........................................................................................3
2.4 Etiologi....................................................................................................4
2.5 Klasifikasi...............................................................................................4
2.6 Patofisiologi/Patologi .............................................................................6
2.7 Manifestasi Klinis ..................................................................................8
2.8 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................9
2.9 Penatalaksanaan Medis ........................................................................10
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI
3.1 Pengkajian..............................................................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan .........................................................................
3.3 Intervensi Keperawatan .......................................................................
3.4 Evaluasi Keperawatan ..........................................................................
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN MENGGUNAKAN KASUS
4.1 Gambaran Kasus ...................................................................................23
v
4.2 Pengkajian..............................................................................................23
4.3 Analisa Data ...........................................................................................33
4.4 Diagnosa Keperawatan .........................................................................35
4.5 Intervensi Keperawatan .......................................................................36
4.6 Implementasi Keperawatan .................................................................
4.7 Evaluasi Keperawatan ..........................................................................41
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan ............................................................................................43
4.2 Saran .......................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................44
LAMPIRAN ................................................................................................................45
vi
BAB 1. PENDAHULUAN
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang dapat di angkat
dalam penyusunan makalah ini antara lain.
Kelenjar adrenal terletak di kutub atas kedua ginjal. Kelenjar adrenal juga
disebut sebagai kelenjar suprarenalis karena letaknya yang ada di atas ginjal. Selain itu
kelenjar adrenal juga disebut kelenjar anak ginjal karena lokasinya yang menempel pada
ginjal.
Kelenjar adrenal tersusun dari dua lapis yaitu korteks dan medulla. Korteks
adrenal esensial untuk bertahan hidup. Kehilangan hormon adrenokortikal dapat
menyebabkan kematian. Korteks mensintesis tiga kelas hormon steroid yaitu
mineralkortikoid, glukokortikoid, dan androgen
Fungsi kortisol berlawanan dengan insulin yaitu menghambat sekresi insulin dan
meningkatkan proses glukoneogenesis di Hepar. Sekresi kortisol juga dirangsang oleh
beberapa faktor seperti trauma, infeksi, dan berbagai jenis stres. Kortisol akan
menghambat proteksi dan efek dari berbagai mediator dari proses inflamasi dan
imunitas seperti interleukin-6 (IL-6), Lymphokines, Prostaglandins, dan histamine.
Produksi kortisol dibutuhkan untuk produksi Angiostensin-II yaitu efek unutk
vasokontriksi dan vasotonus sehingga dapat membantu mempertahankan tonus
pembuluh darah yang adekuat (adequate vascular tone). Tonus pembuluh darah yang
adekuat untuk mengatur tonus arteriol dan memlihara tekanan darah. Glukokortikoid
juga meningkatan sekresi air (renal free water clearance), ekskresi K+, retensi Na+ dan
menekan penyerapan kalsium di tubulus renalis.
Mekanisme sekresi kortisol yaitu ketika kadar kortisol dalam darah menurun
maka target cells yaitu kelenjar adrenal menstimulasi hipofisis untuk mensekresi
ACTH, agar ACTH tersekresi maka perlu menstimulasi hipotalamus untuk sekresi
ACRH.
2.2 Definisi Cushing’s Sindrome
Sindrom cushing merupakan pola khas obesitas yang disertai dengan hipertensi,
akibat dari kadar kortisol darah yang tinggi secara abnormal karena hiperfungsi korteks
adrenal. Sindromnya dapat tergantung kortikotropin (ACTH) ataupun tidak tergantung
ACTH.
Insidensi kelebihan kortisol endogen di Amerika Serikat setiap tahun adalah dua
hingga empat kasus per satu juta orang. Insidensi cushing’s sindrome yang terjadi
karena pemberian kortisol eksogen masih belum jelas, tetapi insidensi tersebut diketahui
jauh lebih besar daripada tipe endogen. Prognosis bagi cushing’s sindrome yang
endogen mungkin cukup baik jika dilakukan pembedahan, tetapi tanpa terapi, penyakit
ini memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sekitar 50% pasien cushing’s
sindrome yang tidak mendapatkan terapi akan meninggal dalam lima tahun sejak awitan
sindrom tersebut sebagai akibat infeksi sistemik, bunuh diri, komplikasi karena
arterosklerosis menyeluruh (penyakit arteri koronaria) dan hipertensi berat.
Cushing’s sindrome terjadi akibat adanya hormon kortisol yang sangat tinggi di
dalam tubuh. Kortisol berperan dalam berbagai fungsi tubuh, misalnya dalam
pengaturan tekanan darah, respon tubuh terhadap stress, dan metabolisme protein,
karbohidrat, dan lemak dalam makanan.
Penyebab cushing’s sindrome dari dalam tubuh yaitu akibat produksi kortisol di
dalam tubuh yang berlebihan. Hal ini terjadi akibat produksi yang berlebihan pada salah
satu atau kedua kelenjar adrenal, atau produksi hormon ACTH (hormon yang mengatur
produksi kortisol) yang berlebihan dari kelenjar hipofise. Hal ini dapat disebabkan oleh:
a. Hiperplasia adrenal yaitu jumlah sel adrenal yang bertambah. Sekitar 70-80%
wanita lebih sering menderita sindroma chusing.
b. Tumor kelenjar hipofise, yaitu sebuah tumor jinak dari kelenjar hipofise yang
menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menstimulasi
kelenjar adrenal untuk membuat kortisol lebih banyak.
c. Tumor ektopik yang menghasilkan hormon ACTH. Tumor ini jarang terjadi,
dimana tumor terbentuk pada organ yang tidak memproduksi ACTH, kemudian
tumor menghasilkan ACTH dalam jumlah berlebihan. Tumor ini bisa jinak atau
ganas, dan biasanya ditemukan pada paru-paru seperti oat cell carcinoma dari
paru dan tumor karsinoid dari paru, pankreas (tumor pankreas), kelenjar tiroid
(karsinoma moduler tiroid), atau thymus (tumor thymus).
d. Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi
kortisol secara berlebihan diluar stimulus dari ACTH. Biasanya terjadi akibat
adanya tumor jinak pada korteks adrenal (adenoma). Selain itu dapat juga tumor
ganas pada kelenjar adrenal (adrenocortical carcinoma).
e. Cushing’s sindrome alkoholik yaitu produksi alkohol berlebih, dimana akohol
mampu menaikkan kadar kortisol.
f. Pada bayi, cushing’s sindrome paling sering disebabkan oleh tumor
adrenokorteks yang sedang berfungsi, biasanya karsinoma maligna tetapi
kadang-kadang adenoma benigna.
a. Tergantung ACTH
heperfungsi korteks adrenal mungkin dapat disebabkan oleh sekresi ACTH
kelenjar hipofise yang abnormal berlebihan. Tipe ini mula-mula dijelaskan oleh
oleh Hervey Cushing pada tahun 1932, maka keadaan ini disebut juga sebagai
penyakit cushing.
b. Tak tergantung ACTH
adanya adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH, selain itu terdapat bukti-
bukti histologi hiperplasia hipofisis kortikotrop, masih tidak jelas apakah
kikroadenoma maupum hiperplasia timbal balik akibat gangguan pelepasan
CRH (Cortikotropin Realising hormone) oleh neurohipotalamus. (Sylvia A.
Price; . hal 1091)
a. Penyakit cushing (cushing disease), di temukan pada kira- kira 80% sel- sel
basofil menunjukkan degranulasi (crooke’s change) sekunder terhadap
glukortiroid berlebihan. Terjadi hiperplasi belateral korteks adrenal.
b. Tumor adrenal, dijumpai pada kira-kira 15%. Biasanya adenoma kecil, tunggal
dan jinak, dapat berubah menjadi karsinoma yang mengeluarkan kortikosteroid.
c. ACTH ectopic, salah satu sindrom cushing yang di sebabkan karena produk
etopic, yaitu acth oleh tumor maligna non endokrin biasa dalam bentuk cat-
brochial karsinoma. Gejalanyaklinis di tandai penyakit yang cepat menjadi berat,
penurunan BB dan edema serta pigmentasi.
d. Alkoholisme, ini dapat menyebabkan sindrom cushing sementara.
2.6 Patofisiologi/Patologi
Glukokortikoid meningkat karena berbagai faktor baik dari luar maupun dalam
tubuh, seperti yang sudah dijelaskan pada poin etiologi chusing syndrome. Fungsi
metabolik glukokortikoid atau kortisol yang stabil dipengaruhi oleh jumlah sekresi
glukokortikoid atau kortisol. Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan perubahan
berbagai kondisi di dalam tubuh khususnya fungsi metabolik seperti dibawah ini:
1. Metabolisme protein
Efek katabolik dan antianabolik pada protein yang dimiliki
glukokortikoid menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk
protein untuk mensistesis protein. Kortisol menekan pengangkutan asam amino
ke sel otot dan mungkin juga ke sel ekstra hepatika seperti jaringan limfoid
menyebabkan konsentrasi asam amino intrasel menurun sehingga sintesis
protein juga menurun. Sintesis protein yang menurun memicu peningkatan
terjadinya proses katabolisme protein yang sudah ada di dalam sel. Proses
katabolisme protein ini dan proses kortisol memobilisasi asam amino dari
jaringan ekstrahepatik akan menyebabkan tubuh kehilangan simpanan protein
pada jaringan perifer seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang atau seluruh
sel tubuh kecuali yang ada di hati. Oleh karena itu secara klinis dapat ditemukan
kondisi kulit yang mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan
lambat. Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang
pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot mengalami atropi dan menjadi
lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong
pembuluh darah menyebabkan mudah timbul luka memar. Matriks protein
tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan
mudah terjadi fraktur patologis. Kehilangan asam amino terutama di otot
mengakibatkan semakin banyak asam amino tersedia dalam plasma untuk masuk
dalam proses glukoneogenesis di hati sehingga pembentukan glukosa
meningkat.
2. Metabolisme karbohidrat
Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat untuk merangsang
glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat
lain oleh hati. Seringkali kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali
lipat. Salah satu efek glukoneogenesis yang meningkat adalah jumlah
penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati yang juga meningkat.
Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa
oleh kebanyakan sel tubuh. Glukokortikoid menekan proses oksidasi
nikotinamid-adenin-dinukleotida (NADH) untuk membentuk NAD+. Karena
NADH harus dioksidasi agar menimbulkan glikolisis, efek ini dapat berperan
dalam mengurangi pemakaian glukosa sel.
Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan kecepatan pemakaian
glukosa oleh sel berkurang dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah.
Glukosa darah yang meningkat merangsang sekresi insulin. Peningkatan kadar
plasma insulin ini menjadi tidak efektif dalam menjaga glukosa plasma seperti
ketika kondisi normal. Tingginya kadar glukokortikoid menurunkan sensitivitas
banyak jaringan, terutama otot rangka dan jaringan lemak, terhadap efek
perangsangan insulin pada ambilan dan pemakaian glukosa.
Efek metabolik meningkatnya kortisol dapat menganggu kerja insulin
pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia.
Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka
efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin
untuk meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya penderita dengan
kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi
keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.
3. Metabolisme lemak
Gliserofosfat yang berasal dari glukosa dibutuhkan untuk penyimpanan
dan mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel lemak. Jika α gliserofosfat
tidak ada maka sel lemak akan melepaskan asam lemak. Asam lemak akan
dimobilisasi oleh kortisol sehingga konsentrasi asam lemak bebas di plasma
meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan pemakaian untuk energi dan
penumpukan lemak berlebih sehingga obesitas. Distribusi jaringan adiposa
terakumulasi didaerah sentral tubuh menimbulkan obesitas wajah bulan (moon
face). Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk
bison), Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat
atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
4. Sistem kekebalan
Ada dua respon utama sistem kekebalan yaitu pembentukan antibodi
humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen
yanglainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T
yang tersensitasi.
Pemberian dosis besar kortisol akan menyebabakan atrofi yang
bermakna pada jaringan limfoid di seluruh tubuh. Hal ini akan mengurangi
sekresi sel-sel T dan antibodi dari jaringan limfoid. Akibatnya tingkat kekebalan
terhadap sebagian besar benda asing yang memasuki tubuh akan berkurang.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibodi humoral dan
menghambat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon
primer terhadap anti gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap
tingkatan berikut ini yaitu proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem
monosit makrofag, Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten, produksi
anti bodi, reaksi peradangan,dan menekan reaksi hipersensitifitas lambat.
5. Elektrolit
Glukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum.
Glukokortikoid yang diberikan atau disekresikan secara berlebih akan
menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium sehingga menyebabkan
edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
6. Sekresi lambung
Sekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan
pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid
dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
7. Fungsi otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini
ditandai dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode
depresi singkat.
8. Eritropoesis
Kortisol mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit di dalam darah.
Involusi jaringan limfosit menyebabkan rangsangan untuk pelepasan neutrofil
dan peningkatan eritropoesis.
Faktor di luar tubuh Faktor di dalam tubuh
Metabolisme Protein Metabolisme KH Metabolisme Lemak Sistem Kekebalan Retensi Natrium dan
pembuangan kalium
Efek katabolik Menekankan Menekanpro Glukone α gliserofosfat Menghambatrespo meningkat
ogenesis dalam sel me n sistemkekebalan
dan anabolik pengangkutan sesoksidasini
oleh hati tubuh
as. aminino ke kotinamid-
sel adenin- me Retensi Pembuang
Kemampuan sel Asam lemak di sel
dinukleotida( Menghambatpe Na+ -an kalium
membentuk
Konsentrasi NADH) mbentukanantibo
protein me Mobilisasi asam +
as. amino dihumoral,
Penum Hipokale-
lemak oleh kortisol pusatgerminal
intrasel me pukanc mia
limpadan
Glikosis airan
Asam lemak bebas jaringanlimfoid
menurun
di plasma me
Sintesis protein di sel me Oedema
Pemakaian
Glukosa menurun Sekresi sel-sel Tdan
antibodimenurun
Penggunaan Penumpukanlem
energime ak berlebih
Glukosa me MK. MK. Kelebihan
Risikotinggii Volume Cairan
Katabolisme protein di sel me
nfeksi
Tanda dan gejala sindrom cushing bervariasi, akan tetapi kebanyakan orang
dengan gangguan tersebut memiliki obesitas tubuh bagian atas, wajah bulat,
peningkatan lemak di sekitar leher, dan lengan yang relatif ramping dan kaki. Anak-
anak cenderung untuk menjadi gemuk dengan tingkat pertumbuhan menjadi lambat.
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita cushing syndrome antara
lain:
a. Rambut tipis
b. Moon face
c. Penyembuhan luka buruk
d. Mudah memar karena adanya penipisan kulit
e. Petekie
f. Kuku rusak
g. Kegemukan di bagian perut
h. Kurus pada ekstermitas
i. Striae
j. Osteoporosis
k. Diabetes Melitus
l. Hipertensi
m. Neuropati perifer
4. Prognosis
Adenoma adrenal yang berhasil diobati dengan pembedahan mempunyai
prognosis baik dan tidak mungkin kekambuhan terjadi. Prognosis bergantung
pada efek jangka lama dari kelebihan kortisol sebelum pengobatan, terutama
aterosklerosis dan osteoporosis. Prognosis karsinoma adrenal adalah amat jelek,
disamping pembedahan. Laporanlaporan memberi kesan survival 5 tahun
sebesar 22 % dan waktu tengah survival adalah 14 bulan. Usia kurang 40 tahun
dan jauhnya metastasis berhubungan dengan prognosis yang jelek.
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATANSECARA TEORI
3.1 Pengkajian
I. Identitas Klien
Identitas klien terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, no.
rekamedis, pekerjaan, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, sumber informasi pengkajian. Penderita cushing’s sindrome pada
umumnya sering terjadi antara usia 20 sampai 40 tahun, jenis kelamin paling
banyak terjadi pada perempuan, serta emiliki pendidikan rendah.
5. Riwayat penyakit keluarga: Kaji akan adanya riwayat penyakit yang sama
dengan klien atau memiliki riwayat penyakit kelenjar adrenal lainnya.
III. Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Klien dengan cushing’s sindrome memilik persepsi yang berbeda bergantung
terhadap individunya. Terdapat klien yang memiliki persepsi yang baik
seperti klien berpendapat bahwa kesehatan sangat penting dan harus
dipelihara, terdapat juga yang buruk dengan berpendapat bahwa kesehatan
tidaklah penting dan biasanya di buktikan oleh perilaku klien yang kurang
dalam pemeliharaan kesehatannya.
2. Pola nutrisi/metabolik (ABCD: Antropometri, Biomedical sign, Clinical sign,
Diet Pattern)
Klien dengan cushing’s sindrome mengalami peningkatan nafsu makan
sehingga terjadi kelebihan berat badan.
3. Pola eliminasi
Kebiasaan pola buang air kecil dan besar: frekuensi, jumlah (cc), wana, bau,
nyeri, mokturia, kemampuan menontrol BAK, adanya perubahan lain.
Pola Eliminasi: Klien dengan cushing syndrome sering berkemih dengan
jumlah urine diatas normal 1000 nmol/24 jam (normal < 250 nmol/24 jam)
sedangkan serum Cortisol 500 nmol/L pada jam 24.00 (normal < 50 nmol/L).
Kontensitas feses cair serta mengalami diare.
4. Pola aktivitas dan latihan
Klien dengan cushing’s sindrome sebagian besar aktivitas pasien di bantu
oleh orang lain karena keadaan tubuh yang terasa lemah.
5. Pola tidur dan istirahat
Klien dengan cushing’s syndrom mengalami kesulitan tidur dikarenakan
adanya nyeri pada area kulit yang memar.
6. Pola kognitif dan perceptual
Pola kognitif dan memori klien normal
7. Pola persepsi diri
28
Pola persepsi setiap orang berbeda, klien dengan cushing’s sindrome biasanya
memiliki gangguan gambaran diri seperti malu karena memilki tubuh yang
gemuk, terdapat strie, memar, sehingga peran diri terganggu akibat
penyakitnya.
8. Pola seksualitas dan reproduksi
Saat sakit klien mengalami penurunan hasrat seksual, pada wanita akan
terjadi perubahan siklus menstruasi menjadi tidak teratur akibat stress
terhadap penyakitnya.
9. Pola peran dan hubungan
Saat seseorang dalam sebuah keluarga sakit pasti akan mengalami gangguan
peran, tetapi belum tentung terjadi gangguan hubungan. Misalnya seorang
istri/ibu yang sakit, makan perannya yang setiap hari merawat dan
menyiapkan segala kebutuhan keluarga menjadi tidak terpenuhi maka
perannya sebagai istri/ibu terganggu.
10. Pola manajemen koping-stress
Setiap individu memiliki mekanisme koping yang berbeda-beda, yaitu adaftif
dan maladaptif. Keadaan pada klien dengan cushing’s sindrome pada
umumnya memiliki emosi yang tidak stabil, mudah marah, cemas, bahkan
depresi. Berdasarkan keadaan tersebut sehingga klien dengan cushing’s
sindrome mekanisme kopingnya mengarah pada mekanisme koping yang
maladaptif.
11. System nilai dan keyakinan
Klien dengan cushing’s syndrom umumnya melakukan ibadah sesuai dengan
keyakinannya, kecuali keadaan klien yang sangat lemah sehingga tidak
mampu melakukan kegiatan beribadah.
IV. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: dalam rentan normal
1. Kepala:
Kaji bentuk kepala, kedaan rambut, adakah pembesaran atau tidak, mukosa bibir
kering. Pada klien dengan cushing’s sindrome bisanya terjadi pertumbuhan
rambut yang berlebihan di wajah.
2. Mata: dalam rentan normal
3. Telinga: dalam rentan normal
4. Hidung: dalam rentan normal, kadang cuping terlihat
5. Mulut: suara terdengar lemah kadang terdengar parau
6. Sistem Pernafasan
Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, pergerakan dada simetris, bunyi nafas
normal, tidak adanya bunyi tambahan.
7. Sistem Kardiovaskuler
Perkusi pekak, S1 S2 terdengar tunggal
8. Sistem Gastrointestinal
Pada pemeriksaan fisik ditemukan garis-garis penegangan atau strie pada
abdomen.
9. Sistem Urogenital
Klien dengan cushing syndrome sering berkemih dengan jumlah urine diatas
normal 1000 nmol/24 jam (normal < 250 nmol/24 jam) sedangkan serum
Cortisol 500 nmol/L pada jam 24.00 (normal < 50 nmol/L)
10. Sistem Musculoskeletal
Kaji terhadap bufallo hamp, obesitas badan dengan ekstremitas kecil, kehilangan
otot atau kehilangan massa otot, atrofi otot dan osteoporosis.
11. Sistem Integumen
Kulit tipis, peningkatan pigmentasi, mudah memar, atropi otot, ekimosis,
kelemahan otot, osteoporosis, obesitas, penyembuhan luka lambat.
30
V. Terapi
1. Bedah
Tindakan bedah yang dinilai cukup berhasil sekarang ini adalah bedah mikro
transfenoid (transphenoidal microsurgery).
2. Radiasi
Ada beberapa cara radiasi yang bisa digunakan seperti radiasi konvensional,
gamma knife radiosurgery, dan implantasi radioaktif dalam sela tursika.
Kerugian pemakaian radiasi ini adalah kerusakan sel-sel yang mensekresi
hormon pertumbuhan.
3. Obat-obatan
Obat yang digunakan untuk mengendalikan sekresi ACTH misalnya
siproheptadin. Obat ini bisa dipakai sebelum tindakan bedah atau bersama-sama
dengan radiasi. Obat yang digunakan untuk menghambat sekresi glukokortikoid
adrenal adalah ketokonazol, metirapon, dan aminoglutetimid.
Dalam sebuah intervensi terdapat dua hal yang perlu diperhatikan untuk
merumuskan perecanaan untuk kesembulan klien yaitu:
2. Intervensi keperawatan
cairan
2. Kerusakan Setelah di lakukan 1. Monitor aktivitas dan
integritas kulit tindakan keperawatan mobilisasi pasien
berhubungan selama..24 jam klien 2. Monitor status nutrisi
dengan edema, menunjukan tidak pasien
gangguan terjadinya kerusakan 3. Memandikan pasien dengan
pemulihan, dan integritas jaringan: kulit sabun dan air hangat.
kulit yang tipis dan dan membran mukosa 4. Minimalkan penekanan
rapuh. Kriteria Hasil : pada bagian-bagian tubuh
1. Integrias kulit yang 5. Tingkatkan kenyamanan
baik bisa dan keamanan serta cegah
dipertahankan komplikasi pada pasien
(sensasi, elastisitas, yang tidak dapat urun dari
temperature, hidrasi, tempat tidur
pigmentasi) 6. Kumpulkan dan analisa data
2. Tidak ada luka/lesi pasien untuk
pada kulit mempertahankan integritas
3. Perfusi jaringan baik kulit dan membran mukosa
4. Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembapan kulit
dan perawatan
alami.
3. Resiko cidera Setelah di lakukan 1. Sediakan lingkungan yang
berhubungan tindakan keperawatan aman untuk pasien.
dengan kelemahan selama..24 jam klien 2. Identifikasi kebutuhan
menunjukan resiko keamanan pasien, sesuai
cidera mulai berkurang dengan kondisi fisik dan
Kriteria Hasil : fungsi kognitif pasien.
34
3. Tanda-tanda vital
normal
4. Mampu berpindah
deangan atau tanpa
bantuan alat
5. Status respirasi :
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat
6. Sirkulasi status baik
6. Defisit perawatan Setelah di lakukan 1. Pantau tingkat kekuatan dan
diri berhubungan tindakan keperawatan toleransi aktivitas
dengan kelemahan, selama..24 jam klien 2. Pertimbangkan budaya
keletihan menunjukan pasien ketika
kemampuan untuk mempromosikan aktivitas
melakukan tugas perawatan diri
aktivitas perawatan 3. Pertimbangkan usia pasien
pribadi yang paling ketika mempromosikan
dasar secara mandiri aktivitas perawatan diri.
tanpa bantuan 4. Pantau adanya perubahan
Kriteria Hasil : kemampuan fungsi
1. Mampu melakukan 5. Bantu klien memenuhi
tugas fisik yang personal hygiene
paling mendasar dan 6. Libatkan keluarga dalam
aktivitas perawatan memberikan edukasi
pribadi secara maupun asuhan
mandiri tanpa alat 7. Anjurkan keluarga dan
bantu klien menggunakan metode
2. Mampu alternatif untuk mandi dan
mempertahankan personal hygiene
kebersihan pribadi 8. Dukung kemandirian klien
dan penampilan dengan melakukan mandi
37
3. Perasaan segar
sesuah tidur aau
istirahat
4. Mampu
mengidentifikasi
hal-hal yang
meningkatkan idur
Berikut tiga hal yang dapat mempengaruhi evaluasi hasil evaluasi, antaralain.
4.1 Kasus
Ny. A.F. 38 tahun datang ke R. S. Jember Waras dengan keluhan tubuhnya
semakin gemuk dan tampak moon face. Ny. A.F juga mengeluhkan bahwa dirinya
merasa malu dengan kondisi tubuhnya. Ny. A.F pun mengeluh pusing dan wajahnya
yang akhir-akhir ini banyak timbul jerawat. Ny. A.F juga mengeluh otot-ototnya sangat
lemah,cepat merasa lelah, dan tidak mampu dalam melakukan aktivitas ringan seperti
menggerakkan tangan untuk makan. Sejak seminggu yang lalu tulang punggungnya
terasa nyeri, sehingga mengalami kesulitan untuk bergerak. Pada pemeriksaan awal
didapatkan : TB = 160 cm, BB= 76 kg, Suhu = 37 ̊C, TD = 150/90 mmHg, Nadi =
100x/m, voleme sedang, regular, Pernapasan = 20x/menit, regular.
Ny. A.F. berwajah bundar dengan banyak jerawat dan kulitnya berminyak.
Tubuhnya gemuk dengan lengan, tangan, dan jari-jari relatif kecil atau kurus. Pada
pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa Ny. A.F. adalah penderita asma yang sering
kambuh. Bila kambuh, Ny. A.F. meminum obat racikan yang diberikan dokter sejak
beberapa tahun terakhir. Selama ini, kecuali asma, Ny. A.F. tidak merasa menderita
penyakit apapun. Sebulan yang lalu ia jatuh dan tulang punggungnya terasa nyeri
hingga sekarang terutama bila ia membungkuk atau berdiri terlalu lama. Ny. A.F. tidak
mempunyai penyakit keturunan seperti hipertensi dan diabetes mellitus.
Ny. A.F. mengatakan sedikit nyeri terutama diwajah dan punggungnya karena
banyak terdapat bercak-bercak kehitaman. Punggung Ny. A.F. tampak sedikit
membungkuk dan terdapat punuk lemak, lingkar perut 90cm, dinding perut tampak
beberapa striae berwarna biru keunguan. Terdapat rambut yang tumbuh secara
berlebihan terutama di bagian wajah.Shifting dullness (-), hepar dan lien tidak teraba.
41
4.2 Pengkajian
I. Identitas
Lain-lain - -
Intepretasi : Pola eliminasi urin dan alvi klien mengalami gangguan.
0 : dibantu total
1 : dibantu petugas / keluarga dan alat
2 : dibantu petugas / keluarga
45
3 : dibantu alat
4 : mandiri
Status oksigenasi : Klien sedikit mengalami sesak, tidak ada suara nafas
tambahan, frekuensi pernafasan: 20x/menit, regular.
klien saat sakit mengalami sedikit gangguan pola tidur dan istrirahat karena
mengalami nyeri padaarea kulit yang memar.
Intepretasi :
46
pola kognitif dan perceptual klien dalam rentang normal. Klien tidak
mengalami permasalahan di fungsi memori dan kognitif
Intepretasi : Pola persepsi diri klien terganggu yaitu gambaran diri, identitas
diri, harga diri, ideal diri, peran diri.
Intepretasi :
Pola reproduksi klien terganggu karena terjadi penurunan hasrat seksual dan
perubahan siklus mentruasi.
Intepretasi :
adanya gangguan peran.
10. Pola manajemen koping-stress
Sejak sakit pasien emosinya tidak stabil, kadang sedih kadang tampak tegar.
Intepretasi :
Koping stress yang dimiliki klien adalah koping maladaptif
11. System nilai dan keyakinan
Keyakinan klien ketika sakit bahwa sakit merupakan ujian dari yang Maha
Kuasa. Selama sakit pasien melakukan ibadah dengan cara berbaring.
Intepretasi :
Pemenuhan kebutuhan spiritual sedikit terganggu.
Nadi : 100x/menit
Suhu : 37 °C
Pernafasan : 20x/menit
Pengkajian fisik
1. Kepala:
normocephali, distribusi tidak rambut merata (tipis), bejolan (-), di bagian wajah
tumbuh rambut yang berlebihan.
2. Mata: pupil bulat isokor, konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-, RCL +/+,
RCTL +/+, exopthalmus (-)
3. Telinga: normotia, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tarik -/-, serumen -/-, sekret -/-.
4. Hidung: deviasi septum (-), concha eutropi, mukosa hiperemis (-), Sekret (-).
5. Mulut:
6. Sistem Pernafasan
klien kadang mengalami sesak nafas, pergerakan dada simetris, bunyi nafas
normal, tidak adanya bunyi tambahan.
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis.
- Palpasi : Simetris fremitus kanan=kiri.
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru.
- Auskultasi : Suara pernapasan vesikuler pada kedua lapangan paru,
wheezing -/-, ronki -/-
7. Sistem Kardiovaskuler
Perkusi pekak, S1 S2 terdengar tunggal
8. Sistem Gastrointestinal
Pemeriksaan fisik pada abdomen
- Inspeksi: ditemukan garis-garis penegangan atau strie pada abdomen.
- Palpasi: supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-),pembesaran hepar dan lien (-)
- Perkusi: timpani di seluruh abdomen, shifting dullness (-)
- Auskultasi: bising usus (+) normal.
9. Sistem Urogenital
Klien mengalami berkemih yang sering dan diatas normal yaitu jumlah 1000 cc
dan frekuensi 10 kali.
10. Sistem Musculoskeletal
Klien mengalami obesitas pada badan dengan ekstremitas kecil, kehilangan otot
atau kehilangan massa otot, atrofi otot dan osteoporosis.
11. Sistem Integumen
Kulit klien mengalami tipis, peningkatan pigmentasi, mudah memar,
penyembuhan luka lambat. Terjadi kerusakan pada kuku.
49
1. Darah lengkap
2. Elektrolit darah seperti Na, K
3. Kadar gula darah: sewaktu, puasa, post prandial, HbA1c untuk mengetahui
adanya DM
4. Kadar kortisol plasma dan urine 24 jam
5. Test Supresi Dexametason
6. Urin lengkap: untuk tahu fungsi ginjal
1. Foto X-ray pada tulang vertebra: untuk mengetahui adanya fraktur tulang
2. Bone Mass Densitometry (BMD): untuk mengetahui adanya osteoporosis
3. CT-scan: untuk memastikan diagnosis tumor
pigmentasi, terdapat
pertumbuhan rambut yang
abnormal pada kulit, kulit
tipis.
4.5 Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Kelebihan Perawatan diberikan dalam 1. Timbang berat badan tiap hari.
54
mengatasi situasi
10. Dukung pasien untuk
mengevaluasi perilakunya
sendiri
11. Berikan hadiah atau pujian
terkait dengan kemajuan
pasien dalam mencapai tujuan
12. Monitor tingkat hargadiri dari
waktu ke waktu dengan tepat
13. Buat pernyataan positif
mengenai pasien
5 Resiko Perawatan diberikan dalam 1. Identifikasi kebutuhan
tinggi 2x24 jam diharapkan keamanan pasien berdasarkan
cedera sintesis protein, distribusi fungsi fisik dan kognitif serta
protein ke tulang dan riwayat prilaku di masa lalu.
kelemahan dapat diatasi 2. Identifikasi hal-hal yang
Kriteria hasil: membahayakan di lingkungan.
1. Cedera tidak terjadi 3. Modifikasi lingkungan untuk
sehingga klien bebas dari meminimalkan bahan
resiko cedera berbahaya dan beresiko
2. Klien mampu 4. Memasang side rall tempat
menjelaskan cara untuk tidur
mencegah cedera 5. Kunci kursi rosa tempat tidur
3. Klien mampu 6. Menyediakan tempat tidur
menjelaskan faktor yang nyamar dan bersih
resiko dari lingkungan/ 7. Letakkan benda-benda dalam
perilaku personal jangkauan yang mudah
4. Mampu memodifikasi 8. Ajarkan pasien bagaimana jika
gaya hidup untuk jatuh, untuk meminimalkan
mencegah cedera cedera
58
4.6 Evaluasi
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Adler GK. 2009. Cushing Syndrome. Harvard Medical School. USA: Available from.
http://indonesianjournalofclinicalpathology.or.id/index.php/patologi/article/view
/547/292. (diakses 11 September 2017).
Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media
Aeculapius.
Moorhead, Sue. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Kelima Bahasa
Indonesia. Indonesia: Moco Media.
Morton, Patricia Gonce. 2005. Panduan pemeriksaan Kesehatan dengan Dokumentasi
SOAPIE, Edisi 2. Jakarta: EGC. [Serial Online].
https://books.google.co.id/books?id=0j6fP4s5nIUC&pg=PR4&dq=Panduan+pe
meriksaan+Kesehatan+dengan+Dokumentasi+SOAPIE&hl=en&sa=X&ved=0ah
UKEwiKt9fAmq3WAhXMLY8KHXHsCgQQ6AEIJzAA#v=onepage&q=Pand
uan%20pemeriksaan%20Kesehatan%20dengan%20Dokumentasi%20SOAPIE&
f=false(diakses 12 September 2017).
NANDA. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Penerbit MediAction.
Piliang S, Bahri C. Hiperkortisolisme.In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV FKUI.
2006.
Rubenstein, David et al. 2007. Lecture Notes: Kedokteran Klinis Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga.[Serial Online].
https://books.google.co.id/books?id=lhDl8_eIsiEC&pg=PA406&dq=Lecture+N
otes:+Kedokteran&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjl5Lfkm63WAhVHso8KHZZ
hDi4Q6AEINjAC#v=onepage&q=Lecture%20Notes%3A%20Kedokteran&f=fa
lse(diakses 11 September 2017).
64
LAMPIRAN