Oleh
Oleh
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Makalah ini disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil jiplakan atau reproduksi
ulang makalah asuhan keperawatan yang telah ada.
Penyusun
Oktalia Rahmawati R
NIM 152310101003
Mengetahui,
iii
PRAKATA
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan anugerah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
pada Pasien Kanker Hati” dengan baik dan lancar. Atas suport dan dukungan yang
diberikan dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada,
iv
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ............................................................................................................... iv
v
3.1.5 Pathway ....................................................................................... 24
3.2 Diagnosa Dalam Keperawatan .......................................................... 25
3.3 Intervensi Dalam Keperawatan ......................................................... 27
3.4 Implementasi Dalam Keperawatan ................................................... 32
3.5 Evaluasi Dalam Keperawatan ............................................................ 36
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
yang terjadi di lapangan tidak dilaporkan oleh korban sehingga tidak tercatat oleh
instalasi terkait (Ngatidjan, 2006). Sebagai tenaga medis kesehatan kita harus
memberikan penyuluhan, asuhan keperawatan atau memperhatikan masalah yang terjadi
pada pekerja pertanian akibat dari penggunaan pestisida yang tidak memakai APD.
APD sangat dibutuhkan bagi pekerja pertanian untuk melindungi mereka dari bahaya
penggunaan pestisida. Tenaga medis khususnya kita perawat harus mengetahui atau
memberikan pengarahan kepada pekerja petani agar mereka mau memakai APD saat
bekerja.
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan asuhan keperawatan
tentang masalah penggunaan pestisida oleh pekerja petani. Kami membuat judul
makalah ini yaitu “Asuhan Keperawatan Pasien Kanker Hati”.
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belaknag diatas dapat diketahui tujuan penulisan makalah
Asuhan Keperawatan Pasien Kanker hati adalah sebagai berikut,
Penyakit merupakan suatu kondisi yang merubah pola hidup individu dalam
menjalankan aktivitasnya sehati-hari. Penyakit itu sendiri dapat menyerang setiap
individu terjadi akibat adanya faktor-faktor pencetus timbulnya penyakit baik dari faktor
internal dan faktor eksternal.
Hati merupakan organ terbesar tubuh dapat dianggap sebuah pabrik kimia yang
membuat, menyimpan, mengubah, dan mengekskresikan sejumlah subtansi yang terlihat
dalam metabolisme. Lokasi hati sangat penting dalam pelaksanaan fungsi karena hati
menerima darah kaya nutrien langsung dari traktus gastrointestinal. Hati terletah di
belakang tulang iga (kosta) dalam rongga abdomen daerah kanan atas. Hati memiliki
berat sekitar 1500 gram, dan dibagi menjadi empat lobus. Setiap lobus hati terbungkus
oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang kedalam lobus itu sendiri dan
4
membagi masa hati menjadi unit0unit yang lebih kecil yang disebut lobulus (Brunner &
Suddarth, 2010).
Beberapa fungsi hati antara lain sebagai pusat metabolisme protein, lemak dan
karbohidrat, memproduksi cairan empedu, memproduksi heparin (antikoagulan darah),
memproduksi protein plasma, membersihkan bilirubin dari darah, pusat detoksifikasi zat
beracun dalam tubuh; membentuk sel darah merah (eritrosit) pada masa hidup janin, dan
lain-lain (Ganong, William F, 2008).
Penyakit hati sangat banyak dan bervariasi. Akibatnya adalah ketidakberdayaan
pasien dan ancaman kematian. Berikut ini konsekuensi yang paling penting dan yang
paling sering ditemukan pada penyakit hati (Brunner & Suddarth, 2010),
a. Ikterus yang terjadi akibat peningkatan konsentrasi bilirubin dalam darah,
b. Hipertensi portal dan asites yang terjadi akibat perubahan sirkulasi dalam hati dan
mengakibatkan hemoragi gastrointespinal yang hebat serta retensi cairan dan natrium
yang nyata,
c. Defisiensi nutrisi yang ketidakmampuan sel hati yang rusak untuk memetabolisasi
vitamin tertentu, dan
d. Ensefalopati atau koma hepatik yang mencerminkan penumpukan anomia dalam
serum akibat terganggunya metabolisme protein oleh hati.
c. Sirosis Hati
Ada 3 tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati :
1) Sirosis portal Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling sering disebabkan oleh
alkoholisme kronis dan merupakan tipe sirosis yang paling sering ditemukan di
negara barat.
2) Sirosis poscanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat-lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3) Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar
saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis
dan infeksi (kolangitis); insidensnya lebih rendah dari pada insidens sirosis
Laennec dan poscanekrotik.
Bagian hati yang terutama terlibat dalam sirosis terdiri atas ruang portal dan
periportal tempat kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk
membentuk saluran empedu dalam hati. Daerah ini menjadi tempat inflamasi dan
saluran empedu akan tersumbat oleh empedu serta pus yang mengental. Hati akan
berupaya untuk membentuk saluran empedu yang baru; dengan demikian terjadi
pertumbuhan jaringan yang berlebihan yang terdiri atas saluran empedu yang baru dan
tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut (Brunner & Suddarth, 2010).
Penelitian (Siwiendrayanti A., 2012) diketahui faktor risiko riwayat pajanan
pestisida sebagai efek kejadian gangguan fungsi hati. WUS (Wanita Usia Subur) di
kategorikan memiliki riwayat pajanan pestisida jika WUS ikut terlibat dalam aktivitas
pertanian dan kadar enzim kolinesterase “rendah”, serta lama terlibat dalam aktivitas
pertanian, pemakaian APD, konsumsi obat, konsumsi jamu, riwayat pajanan bahan
kimia, kadar Pb darah, kebiasaan menggunakan obat nyamuk, dan status gizi. Aktivitas
pertanian, konsumsi jamu, kebiasaan menggunakan obat nyamuk, kada Pb darah
ternyata terbukti tidak berhubungan antara riwayat pajanan pestisida dengan kejadian
gangguan fungsi hati WUS di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes. Namun, terdapat
kecenderungan bahwa WUS yang memiliki riwayat pajanan pestisida berisiko lebih
besar 1,314 kali untuk mengalami kejadian gangguan fungsi hati dari para WUS yang
tidak memiliki riwayat pajanan pestisida di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes.
7
Analisis bivariat menunjukkan hasil bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara riwayat pajanan pestisida dengan dengan kejadian gangguan fungsi hati pada
WUS. Analisis multivariat juga menunjukkan hasil yang sama yaitu riwayat pajanan
pestisida tidak berhubungan dengan kejadian gangguan fungsi hati pada WUS di
Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes tahun 2009. Asumsi yang dapat dibuat adalah
pajanan pestisida yang dialami WUS belum mencapai dosis yang dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan fungsi hati. Hasil tabulasi silang hubungan riwayat pajanan
pestisida dengan kejadian gangguan fungsi hati menunjukkan dari 20 WUS yang
mengalami kejadian gangguan fungsi hati, justru 16 orang (80%) diantaranya adalah
WUS yang tidak memiliki riwayat pajanan pestisida. Semua WUS yang tidak
menggunakan APD seperti menggunakan masker saat melakukan aktivitas pertanian,
menunjukkan prevalensi kejadian gangguan fungsi hati (Arum Siwiendrayanti, dkk,
2012).
Berdasarkan penelitian ( Delia Gracel, dkk, 2015) diketahui pada negara-negara
berkembang memproduksi 7-8% lebih sedikit makanan dan anak-anak 15 juta lebih
akan kekurangan gizi. Penelitian aflatoksin didominasi tapi ada perluasan penilaian
risiko dan prioritas kegiatan dan program besar pada keselamatan tahan lama (makanan
dan sayuran sumber hewani), penyakit zoonosis, bahaya kerja dan penyakit akibat air
yang terkait (A4NH 2011). Masalah-masalah dengan dampak paling besar bagi
kesehatan dan kehidupan manusia adalah penyakit yang muncul dari agro-ekosistem
dan penyakit dari bawaan makanan akibat bahay mikroba. Diasosianikan hampir 10%
penyakit pertanian ini bertanggung jawab pada infeksi dan non-infeksi pada manusia.
Aflatoksin di identifikasi sebagai masalah kesehatan manusia yang paling penting yang
terkait dengan tanaman pokok. Aflatoksin adalah metabolit sekunder beracun yang
dihasilkan oleh beberapa spesies jamur Aspergillus. Aflatoksin tersebar luas pada
tanaman di daerah tropis dan sub tropis, yang mempengaruhi lebih dari 40 tanaman
rentan, terutama jagung dan kacang tanah, dan juga ditemukan dalam produk susu dan
makanan tradisional fermentasi.
Peringkat risiko adalah proses mengidentifikasi dan memprioritaskan masalah
yang mungkin ada. Mengkonsumsi dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan
kematian, paparan kronis alfatoksin yang akan mengarah pada kanker hati atau
disfungsi hati dan dapat menyebabkan enteropati, maladsorption nutrisi, penekanan
8
kekebalan. Alfatoksin akut dapat menyebabkan ratusan kematian per tahun dan
alfatoksin kronis menyebabkan 90.000 kematian per tahun dari disfungsi hati.
Alfatoksin memaksakan beban pada kesehatan manusia, kesehatan dan produktivitas
ternak, sektor pertanian dan memperluas kebutuhan ekonomi. Kontaminasi tanaman
dengan aflatoksin merupakan proses yang kompleks yang dihasilkan dari faktor
lingkungan dan biologis seperti tuan tanaman, serangga dan populasi mikroba. Kontrol
biologis adalah metode yang terbukti mengendalikan beberapa penyakit tanaman.
Beberapa agen kontrol biologis seperti bakteri dan spesies trichoderma telah dievaluasi
untuk pengurangan aflatoksin pada kacang tanah pada tahap pra-panen. Pertanian
memiliki efek penting bagi kesehatan manusia ( Delia Gracel, dkk, 2015).
Kanker hati sering menjadi penyebab kematian. Hal ini terjadi karena gejala awal
kanker hati tidak nampak. Gejala yang mencolok akan timbul ketika kanker tersebut
sudah cukup meluas. Kanker hati sering ditemukan pada orang-orang yang mengidap
virus hepatitis B dan hepatitis C kronis. Di dalam darah penderita kanker hati sering
ditemukan tanda-tanda virus hepatitis B yang telah berlangsung lama dan menetap.
Sekitar 65% penderita kanker hati terinfeksi hepatitis B. Sebagian besar orang yang
terkena hepatitis B dapat sembuh, sedangkan sebagian kecil berkembang menjadi
penyakit radang hati (Hepatitis B) menahun. Sekitar 10% hepatitis B menahun
berkembang menjadi kanker hati. Di Indonesia terdapat 6-8% orang yang mengidap
virus hepatitis B (Yellia Mangan, 2009).
3.1 Pengkajian
3.1.1 Riwayat Kesehatan
a. Diagnosa medik
Karker hati, Anemia, sepsis
b. Keluhan Utama
Klien mengeluh makan tidak enak merasa mual muntah, sakit perut, lemas, perut
semakin hari semakin membesar, susah tidur, sering capek dan nafas tidak
15
beraturan.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Merupakan informasi yang timbul dari riwayat atau perilaku yang
ditimbulkan sebelum awal keluhan. Berkaitan dengan informasi atau hal yang
dilakukan di masa dulu yang dapat menimbulkan keluhan. Menurut ilmu
kedokteran sebelum seseorang terserang sirosis, umumnya penyakit yang
mendahului adalah penyakit hepatitis. Tetapi ketika penyakit hepatitis tersebut tidak
di obati dengan baik dapat menyebabkan kerusakan hati, yang dikenal sebagai
sirosis hati.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan dari awal sampai dirawat di
rumah sakit. Berkaitan dengan keluhan utama, dijabarkan dengan PQRST yang
meliputi hal-hal yang meringankan dan memperberat kualitas dan kuantitas dan
keluhan dari penyebarannya serta tingkat kegawatan skala dan waku timbulnya atau
lamanya keluhan.
Menurut Haryanto, 2008 PQRST adalah sebagai berikut,
P (Provoaktif) : Apakah yang menyebabkan gejala, apa saja yang
mengurangi atau memperberatnya.
Q (Quality) : Bagaimana gejala yang dirasakan, sejauh mana yang
dirasakan.
R (Region) : Dimana gejala terasa, apakah mengalami penyebaran.
3.1.2 Pengkajian
Dalam tindakan asuhan keperawatan dikenal pengkajian yang merupakan hal
dasar dalam melakukan asuhan kepearawatan kepada pasien. Pengkajian merupakan
tahap awal yang dilakukan oleh seorang perawat untuk menggali informasi dari pasien
dan keluarga pasien saat pasien baru masuk ke dalam rumah sakit. Proses pengkajian
pada asuhan keperawatan pasien dengan penyakit kanker hati menurut Gordon, 1982
dalam pola Gordon mengenai pola fungsi kesehatan. Adapun pola Gordon meliputi 11
tahapan yaitu sebagai berikut,
16
aktivitas dilakukan di tempat tidur. Untuk latihan, mungkin dapat digunakan latihan
rentang gerak tanpa harus menyuruh klien duduk atau berdiri.
f. Pola hubungan peran
Pasien malu dengan kondisi tubuhnya, dimana perutnya terus membesar
akibat cairan. Peran pasien dikeluarga dan masyarakat terganggu karena pasien
harus bed rest total.
g. Pola sensori dan kognitif
Pada kasus yang lanjut, pasien dapat mengalami ensefalopati hepatik. Dimana
otak terintoksikasi oleh toksin-toksin yang tidak tersaring oleh hepar. Pasien dapat
mengalami gangguan sensori dan kognitif seperti perubahan tingkah laku, tremor,
tidak dapat menulis atau menggambar, tidur lebih lama dari biasanya, fokus pada
diri sendiri, dan pada stadium akhir akan mencapai koma (tidak dapat dibagunkan).
h. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Perut yang terus membesar, pendarahan,
kemunduran sensori dan kognitif, lamanya perawtan, banyaknya biaya perawatan,
banyaknya biaya perawtan dan pengobatan penyebab pasien mengalami kecemasan
dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
i. Pola seksual dan reproduksi
Atrofi testis, ginekomastia, dan perubahan mestruasi yang terjadi karena
kegagalan metabolisme steroid dapat menurunkan kualitas dan fungsi seksual
sekaligus reproduksi.
j. Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, serta dapat menyebabkan
pasien tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang terkonstruktif atau
adaptif.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta asites
tidak menghambat pasien dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola
ibadah penderita.
18
DO:
a. Nyeri di area hepar dan
asites yang mendesak
diafragma, Pengumpulan cairan intra
abdomen
b. Dispnea Takipnea,
c. Pernafasan dangkal,
d. Bunyi nafas tambahan,
e. Ekspansi paru terbatas
karena asites.
2. DS :- Nyeri Nyeri Kronis
21
a. Splenomegali
b. Hepatomegali
c. Nilai dari
- AST: 124 iu/L, Hepatomegali
- ALT : 52 iu/L,
- ALP : 173 iu/L
Tidak normal
d. Nodular diffuse.
3. DS: Kelebihan volume cairan Kelebihan volume cairan
Pasien mengatakan bahwa
perutnya semakin membesar
DO:
a. Asites +
b. Edema pada kaki Penurunan protein plasma, mal
c. USG : Renin : Membesar nutrisi
d. Nyeri saat perkusi ginjal
22
DO
Ketidak mampuan untuk
a. Nafsu makan menurun
memproses atau mencerna
b. Dispepsia
makanan, anoreksia, mual dan
c. Diare
muntah
d. Berat badan menurun
ditubuhnya terutama di
bagian tangan
24
3.1.5 Pathway
Kanker Hati
Ketidak seimbangan
nutrisi
Nyeri
Pola nafas tidak efektif
1. Senin, 14 November 2016 Resiko pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan dispnea takipnea,
pernafasan dangkal, bunyai nafas tambahan yang diakibatkan oleh
penumpukan cairan intra abdomen.
2. Senin, 14 November 2016 Nyeri kronis yang berhubungan dengan adanya anoreksia pada hati yang
ditandai dengan pembengkakan hati penurunan berat badan.
3. Senin, 14 November 2016 Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan gangguan mekanisme
Regulasi tubuh ditandai dengan kelebihan garam dan air yang diakumulasikan
dalam jaringan di bawah kulit terjadi penurunan protein albumin.
4. Senin, 14 November 2016 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan diet yang tidak adekuat yang ditandai dengan nafsu makan menurun,
berat badan menurun, diare, mual dan muntah.
26
5. Senin, 14 November 2016 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor kulit yang
ditandai dengan kulit pasien nampak kering, pruritus, edema dan asites.
27
1. Resiko pola nafas tidak efektif Setelah pasien di beri perawatan 3x24 a. Identifikasi pemasangan alat jalan
yang berhubungan dengan dispnea jam masalah resiko pola nafas tidak napas buatan
takipnea, pernafasan dangkal, efektif dapat diatasi. b. Auskultasi suara napas, mencatat
bunyai nafas tambahan yang adanya suara tambahan
Kriteria Hasil
diakibatkan oleh penumpukan c. Posisikan pasien untuk
cairan intra abdomen. a. Menunjukkan jalan hafas yang memaksimalkan ventilasi
paten atau pasien tidak merasa d. Monitoring status O dan respirasi
2
terckik irama nafas frekuensi e. Monitoring TD, Nadi, RR
pernapasan dalam dalam rentang f. Monitoring suara paru-paru
normal tidak ada suara abnormal. g. Monitoring pola pernapasan abnormal
b. TTV dalam rentang normal (TD, h. Monitoring sianosis perifer
Nadi, RR)
2. Nyeri kronis yang berhubungan Setelah pasien di beri perawatan 3x24 a. Monitoring pengkajian nyeri secara
28
dengan adanya Anoreksia pada jam masalah nyeri kronis dapat komperhensif
hati yang ditandai dengan diatasi. b. Kaji kultur yang memepengaruhi
pembengkakan hati penurunan respon nyeri
Kriteria Hasil:
berat badan. c. Evaluasi pengalaman nyeri masa lalu
a. Mengurangi tingkat nyeri pada d. Bantu pasien dan keluarga untuk
pasien akibat pembengkakan hati mencari dan menemukan dukungan
b. Mengenali rasa nyeri (skala e. Monitoring penerimaan pasien tentang
intesitas frekuensi tanda nyeri) manajemen nyeri
3. Kelebihan volume cairan yang Setelah pasien di beri perawatan 3x24 a. Monitoring gejala dan tanda edema
berhubungan dengan gangguan jam masalah kelebihan volume cairan b. Monitoring BP,HR,RR
mekanisme regulasi tubuh dapat teratasi. c. Monitoring tekanan vena sentral,
ditandai dengan kelebihan garam tekanan kapiler paru, output jantung
Kriteria Hasil:
dan air yang diakumulasikan dan vital sign dalam batas normal
dalam jaringan di bawah kulit a. Terbebas dari edema d. Monitoring albumin serum dan
terjadi penurunan protein b. Protein albumin dalam darah elektrolit khusus kalium dan natrium
albumin. kembali normal
c. Tidak mengalami pembengkakan
pada organ hati
d. Bunyi nafas bersih, tidak ada
dypsnue/ortopnue
4. Ketidakseimbangan nutrisi : Setelah perawatan 3x24 jam a. Kaji adanya alergi makanan
29
kurang dari kebutuhan tubuh ketidakseimbangan nutrisi: kurang b. Monitoring jumlah nutrisi dan
berhubungan dengan diet yang dari kebutuhan diri diet yang tidak kandungan kalori
tidak adekuat yang ditandai adekuat sehingga asupan nutrisi dapat c. Berikan informasi tentang kebutuhan
dengan nafsu makan menurun, terpenuhi. nutrisi
berat badan menurun, diare, mual d. Bantu pasien dalam membuat catatan
Kriteria Hasil :
dan muntah. makanan sehari-hari
a. Adanya peningkatan berat badan e. Monitoring adanya penurunan berat
sesuai dengan tujuan badan pasien saat dalam proses
b. Berat badan sesuai dengan tinggi perawatan
badan pasien f. Monitoring mual dan muntah yang
c. Mengidentifikasi kebutuhan nutrisi dirasakan pasien
d. Tanda dari malnutrisi tidak nampak g. Monitoring pucat, kemerahan, dan
e. Menunjukkan peningkatan fungsi kekeringan dari konjungtiva
pengecapan dari proses menelan h. Monitoring kalori dan intake nutrisi
f. Tidak terjadi penurunan berat i. Monitoring kadar albumin, total
badan protein, Hb dan kadar Ht
j. Catat jika lidah berwarna magenta,
scarlet
k. Kolaborasi tindakan pemberian
nutrisi dengan ahli gizi
30
perawatan
f. Memonitoring mual dan muntah yang dirasakan pasien
g. Memonitoring pucat, kemerahan, dan kekeringan dari konjungtiva
h. Memonitoring kalori dan intake nutrisi
i. Memonitoring kadar albumin, total protein, Hb dan kadar Ht
j. Mencatat jika lidah berwarna magenta, scarlet
k. Mengkolaborasikan tindakan pemberian nutrisi dengan ahli gizi
l. Memberikan makanan yang terpilih
5. Senin, 14 November 2016 Resiko Kerusakan Integritas Kulit
a. RR normal
b. Tidak ada suara tambahan
c. Tidak ada rasa nyeri
d. TTV normal
A:
P:
P:
diakumulasikan dalam jaringan di bawah kulit akibat penurunan intensitas edema di bagian hati
terjadi penurunan protein albumin. O:
P:
a. BB meningkat
b. Tidak terjadi diare
c. Tidak lemas
39
P:-
a. Kulit lembab
b. Berwarna merah (warna kulit normal)
c. Elastisitas kulit < 2 detik
A:
P:-
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hati memiliki peran untuk mendetokfikasi racun yang ada dalam tubuh
manusia,jika organ hati tersebut sudah tidak mampu mendetokfikasi racun dalam tubuh
dapat menyebabkan racun tersebut menyebar ke organ yang lain misal gangguan fungsi
ginja, pusat metabolisme protein, lemak dan karbohidrat, memproduksi cairan empedu,
memproduksi heparin (antikoagulan darah), memproduksi protein plasma,
membersihkan bilirubin dari darah. Racun pada pestisida dapat mengakibatkan
kerusakan organ manusia tidak terkecuali untuk organ hati. Banyak penyebab yang
mengakibatkan terkena gangguan fungsi hati seperti virus hepatitis dan minum
minuman alkhohol. Patofisiologi kanker hati sendiri menyerang gangguan terhadap
suplai darah normal pada sel-sel ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hati.
Asuhan keperawatan bagi riwayat kanker hati atau serosis hati sangat komplek dan
butuh perawatan yang baik dan teratur agar pasien kanker hati tidak semakin meningkat.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Penulis
Perlunya diadakan penelitian lebih banyak lagi agar dapat menunjang makalah ini
tentang asuhan keperawatan kanker hati dan penyebab kanker hati selain pestisida dan
virus.
Membaca literatur lain agar dapaat memberikan informasi lebih jika dalam
makalah ini tidak ada informasi terbaru.
DAFTAR PUSTAKA
Azmi, M.A. 2006. Effect Of Pesticide Residues On Health and Different Enzyme Levels
in the Blood Of Farm Workers From Gadap (rural area) Karachi Pakistan.
Chemosphere. Volume 64, Issue 10. (Serial Online)
http://dx.doi.org/10.1016/j.chemosphere.2006.01.016. (Diakses pada tanggal 8
November 2016).
Brunner & Suddart. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Depkes. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hati. (Serial Online)
http://pio.binfar.depkes.go.id/PIOPdf/PC_HATI.pdf (Diakses pada tanggal 5
November 2016).
Doenges, Marulynn E, Mary Fances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 22. Alih Bahasa:
Brahm U Pendit, Jakarta : EGC
Grace Delia, George Mahuku, Vivian Hofmann, et al. 2015. International Agricultural
Reseacrh To Reduce Food Risk : Case Studies On Aflaktosin. Food Sec. (2015)
7:569-582. DOI 10.1007/s/12571-015-0469-2. (Serial Online)
http://download.springer.com/static/pdf/960/art%253A10.1007%252Fs12571-
015-0469-
2.pdf?originUrl=http%3A%2F%2Flink.springer.com%2Farticle%2F10.1007%2Fs
12571-015-0469-
2&token2=exp=1477738456~acl=%2Fstatic%2Fpdf%2F960%2Fart%25253A10.
1007%25252Fs12571-015-0469-
2.pdf%3ForiginUrl%3Dhttp%253A%252F%252Flink.springer.com%252Farticle
%252F10.1007%252Fs12571-015-0469-
2*~hmac=1bfca2f7cd7f15281ebd47cdb78135a7ab02a80f38a247b1a2e767a30154
624f (Diakses pada tanggal 29 Oktober 2016)
Gordon, J. George. 1982. Public Administration in America. New York : St Martin
Press