Anda di halaman 1dari 51

BED SITE TEACHING (BST)

* Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A222094/ Agustus 2023


** Pembimbing/ dr. Miftahurrahman, Sp.BA

HERNIA INGUINALIS LATERALIS DEXTRA

Oleh :
Hana Azkia, S.Ked*

PEMBIMBING :
dr. Miftahurrahman, Sp.BA **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU BEDAH RSUD H. ABDUL MANAP KOTA JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
HALAMAN PENGESAHAN

BED SITE TEACHING (BST)

HERNIA SKROTALIS INGKARSERATA DEXTRA

Disusun Oleh :
Hana Azkia, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU BEDAH RSUD H. ABDUL MANAP KOTA JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada Agustus 2023
Pembimbing

dr. Miftahurrahmah, Sp.BA

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Bed Site Teaching
(BST) yang berjudul “HERNIA SKROTALIS INGKARSERATA DEXTRA”
sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu
Bedah di RSUD Raden Mattaher.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Miftahurrahmah, Sp.BA yang
telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penu lis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian bedah di di RSUD Raden
Mattaher.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah Bed Site
Teaching (BST) ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis sendiri dan pembaca.

Jambi, Agustus 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii

KATA PENGANTAR.............................................................................................iii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................6

BAB II LAPORAN KASUS....................................................................................7

2.1 Identitas Pasien..........................................................................................7

2.2 Anamnesis (Alloanamnesis)......................................................................7

2.3 Pemeriksaan Fisik......................................................................................8

2.4 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................10

2.5 Diagnosis Kerja.......................................................................................11

2.6 Diagnosis Banding...................................................................................11

2.7 Tatalaksana..............................................................................................11

2.8 Follow Up................................................................................................11

BAB III TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................13

3.1 Anatomi...............................................................................................13

3.2 Definisi dan Klasifikasi.......................................................................18

3.3 Epidemiologi........................................................................................24

3.4 Etiologi dan Faktor Risiko...................................................................25

3.5 Patofisiologi.........................................................................................27

3.6 Diagnosis.............................................................................................29

3.7 Diagnosis banding...............................................................................35

3.8 Tatalaksana..........................................................................................36

3.9 Komplikasi...........................................................................................43

iv
3.10 Prognosis..........................................................................................46

BAB IV ANALISIS KASUS.................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................26

v
BAB I
PENDAHULUAN

Hernia merupakan penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga yang bersangkutan. Hernia diberi nama sesuai dengan letak
anatominya, seperti hernia diafragma, inguinal, umbilikalis, femoralis, dll. Sekitar
75% hernia terjadi di sekitar lipat paha, berupa hernia inguinal direk, indirek, serta
hernia femoralis.1
Hernia di sekitar lipat paha disebabkan oleh defek atau lemahnya dinding perut
di sekitar lipat paha, terdiri dari hernia inguinal dan hernia femoralis. Hernia
inguinalis lebih sering terjadi pada pria. Pada pria, hernia di sekitar lipat paha sering
didiagnosis melalui pemeriksaan fisik, akan tetapi pada wanita umumnya
membutuhkan ultrasonografi.2,3
Risiko seumur hidup untuk terjadinya hernia inguinalis adalah 27-43% untuk
pria dan 3-6% untuk wanita. Di Amerika Serikat, insidensi tahunan hernia inguinalis
adalah 315 per 100.000, dan insidensi tahunan herniorafi inguinalis adalah 217 per
100.000. Sebanyak 20 juta herniorafi inguinalis dilakukan setiap tahun di seluruh
dunia. Dengan lebih dari 20 juta pasien setiap tahunnya, perbaikan hernia inguinalis
adalah salah satu prosedur bedah yang paling sering dilakukan di seluruh dunia.
Sekitar 75% dari hernia inguinalis merupakan hernia inguinal lateralis dan 25%
merupakan hernia inguinalis medialis. Pada penelitian sebelumnya di RSUD Raden
Mattaher Jambi tahun 2015- 2021, ditemukan 120 pasien hernia inguinalis lateralis.2–6
Hernia merupakan keadaan yang lazim ditemukan oleh semua dokter, sehingga
pengetahuan umum tentang manifestasi klinis, gambaran fisik dan penatalaksaan
hernia penting. Mengetahui cara mendiagnosis hernia serta jenis-jenis intervensinya
dapat membantu dokter untuk memfasilitasi perawatan pasca operasi dan menilai
komplikasi yang dapat terjadi, termasuk kekambuhan atau rekurensi.2

6
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : An. Azril Mirza
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 21 Januari 2021
Umur : 2 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Bayung Lincir
MRS : 14/07/2023

2.2 Anamnesis (Alloanamnesis)


A. Keluhan Utama
Benjolan di buah zakar kanan sejak 2 tahun sebelum masuk rumah sakit.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan muncul benjolan di buah zakar kanan sejak 2
tahun SMRS. Awalnya benjolan terdapat di lipat paha sebelah kanan, namun
makin lama benjolan semakin membesar. Benjolan tersebut hilang timbul,
benjolan timbul pada lipat paha saat pasien sedang menangis kuat, batuk,
mengedan dan hilang pada saat pasien berbaring atau dimasukan dengan cara
didorong. 3 hari SMRS benjolan pada pasien berpindah ke buah zakar
kemudian menetap.
Ibu pasien mengatakan pasien sudah muntah sebanyak 5 kali sejak 1 hari
SMRS. Pasien juga BAB cair sebanyak 3 kali. Demam (+)
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat penyakit kronis (-)
D. Riwayat Penyakit Keluarga

7
Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat Diabetes (-)
Riwayat Hipertensi (-)
E. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya
F. Riwayat Imunisasi
Imunisasi lengkap

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis (E4M6V5)
Frekuensi Nadi : 140 x/menit
Frekuensi nafas : 24 x/menit
Suhu : 36,2o C
SpO2 : 98%

Status Antropometri
BB : 11 kg
TB : 80 cm
IMT : 17,19 (Normal)

Status Generalisata
Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+),
pupil isokor
Telinga : Nyeri tekan tragus (-/-), otorrhea (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), epistaksis (-), rinorea (-/-)
Mulut : bibir kering (-), atrofi papil (-), gusi berdarah (-)

8
Thorax (Paru)
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, bekas luka (-),
Palpasi : Fremitus taktil kiri=kanan, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Thorax (Jantung)
Inspeksi : Ictus cordis terlihat di ICS VI linea aksilaris anterior
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI linea aksilaris anterior
Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS VI linea parastenalis dextra
Batas kiri : ICS VI linea aksilaris anterior
Auskultasi : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris, bekas operasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : Timpani 4 kuadran

Genetalia Eksterna : Tertera pada status lokalis

Ekstremitas
Superior
Dekstra : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)
Sinistra : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)

9
Inferior
Dekstra : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)
Sinistra : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)

Status Lokalis
Regio Genital
Inspeksi : Tampak massa bulat di skrotum kanan berwarna seperti kulit
disekitarnya
Palpasi : Teraba massa di daerah skrotum dextra berjumlah 1 dengan ukuran
± 5 x 4 x 3 cm, permukaan rata, konsistensi lunak, mobile, tidak
nyeri, fluktuasi (-), transluminasi (-), finger test (massa tidak
direposisi)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


14 Juli 2023
Hematologi Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 12.6 10.8 – 12.8 gr/dl
Leukosit 9.5 6 – 16 103/ul
Eritrosit 4.6 3.6 – 5.2 103/ul
Hematokrit 35.2 35 – 43 %
Trombosit 442 229 – 553 103/ul
MCV 77.0 73 – 101 Fl
MCH 27.6 23 – 32 Pq
MCHC 35.8 26 – 34 %
Netrofil 72 50-70
Limfosit 23 20 – 50
Monosit 5 2 – 10 %

Glukosa Darah Hasil Nilai Rujukan


GDS 110 < 200 mg/dl

10
Faal Hati Hasil Nilai Rujukan
SGOT 47 (H) 15 – 37 u/l
SGPT 17 < 41 U/l
Albumin 5.0 3.4 – 5.0 g/dl

Faal Ginjal Hasil Nilai Rujukan


Ureum 26 15 - 39 mg/dl
Creatinin 0.5 0.5 – 1.2 mg/dL

2.5 Diagnosis Kerja


Hernia Scrotalis Ingkarserata Dextra

2.6 Diagnosis Banding


a. Hernia
b. Varikokel
c. Hidrokel
d. Torsio tstis
e. Tumor testis

2.7 Tatalaksana
a. NGT
b. IVFD RL
c. Inj. Cefotaxim 1 x 500 mg
d. Proherniotomi

2.8 Follow Up
Laporan Operasi

11
Operator : dr. Willy Hardy Marpaung, Sp.BA
Diagnosa pre op : Hernia Scrotalis Dextra
Diagnosa post op : Post Herniotomi a.i Hernia Scrotalis Dextra
Tindakan : Herniotomi
Tanggal Operasi : 15 Juli 2023
Jam Operasi : 11.30

Tanggal S O A P
16 Juli Nyeri HR : 106 x/menit Post Herniotomi  Terpasang NGT di klem
2023 pada luka RR : 34 x/menit a.i Hernia  IVFD Dextrose
bekas T : 37,6 C Scrotalis Dextra  Inj. Omeprazole 2 x 20 mg
operasi SpO2 : 96% POD 1  Inj. Cefotaxim 2 x 500 mg
17 Juli Nyeri HR : 106 x/menit Post Herniotomi  IVFD Dextrose
2023 pada luka RR : 34 x/menit a.i Hernia  Inj. Omeprazole 2 x 20 mg
bekas T : 38,2 C Scrotalis Dextra  Inj. Cefotaxim 2 x 500 mg
operasi SpO2 : 96% POD 2
18 Juli Nyeri HR : 110 x/menit Post Herniotomi  IVFD Dextrose
2023 pada luka RR : 30 x/menit a.i Hernia  Inj. Omeprazole 2 x 20 mg
bekas T : 37,2 C Scrotalis Dextra  Inj. Cefotaxim 2 x 500 mg
operasi SpO2 : 97% POD 3
19 Juli Nyeri HR : 115 x/menit Post Herniotomi  IVFD Dextrose
2023 pada luka RR : 30 x/menit a.i Hernia  Inj. Omeprazole 2 x 20 mg
bekas T : 36,5 C Scrotalis Dextra  Inj. Cefotaxim 2 x 500 mg
operasi SpO2 : 97% POD 4
20 Juli
Pasien Pulang
2023

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

.
3.1 Anatomi
A. Regio Abdomen
Dinding abdomen menutupi area yang luas. Di bagian superior dibatasi
oleh procesus xifoideus dan arkus kostarum. Bagian inferior dari medial ke
lateral dibatasi oleh simfisis pubis, ligamentum inguinale, krista pubikum,
dan krista iliaka. Bagian posterior dibatasi oleh tulang belakang. Dinding
perut anterolateral dibagi menjadi 4 kuadran oleh garis vertical melalui garis
tengah mulai dari prosesus xifoideus, umbilikus, dan berakhir di simfisis
pubis, dan garis horizontal melalui umbilikus.1,7

Dinding perut menyokong dan melindungi struktur intraperitoneum dan


retroperitoneum. Susunan otot yang kompleks pada dinding perut
memungkinkan batang tubuh melakukan gerakan berputar, menunduk, dan

13
menengadah. Dinding perut terdiri atas beberapa lapis, yaitu (dari luar ke
dalam) lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis, lapisan lemak fascia
superfisialis (fascia Camper) dan fasia superfisialis lapisan membranosum
(fascia Scarpa), kemudian ketiga otot dinding perut, yaitu otot oblikus
eksternus abdominis, oblikus internus abdominis, dan transversus abdominis,
dan akhirnya lapis peritoneum serta peritoneum, yaitu fasia transversalis,
lemak praperitoneum, dan peritoneum. Otot di bagian depan tengah terdiri
atas sepasang otot rektus abdominis dengan fasianya yang dipisahkan oleh
linea alba pada garis tengah.1,7

Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga


perut. Integritas lapisan muskulo-aponeurosis dinding perut sangat penting
untuk mencegah terjadinya hernia. Otot dinding perut juga terlibat dalam

14
semua aksi untuk meningkatkan tekanan intraabdominal, termasuk waktu
mengejan saat melahirkan, berkemih, dan defekasi. 1,7
Pada dinding anterior abdomen, juga terdapat trigonum inguinale
(trigonum Hesselbach) dan fossa inguinalis lateralis dengan funiculus
spermaticus yang memanjang. Trigonum Hesselbach dibatasi oleh vasa
epigastrika inferior pada bagian lateral, m. rectus abdominis di bagian medial,
dan ligamentum inguinal pada bagian inferior. Dasar trigonum Hesselbach
dibentuk oleh fasia transversalis yang diperkuat oleh serat aponeurosis otot
transversus abdominis yang kadang tidak sempurna sehingga daerah ini
berpotensi melemah. 1,8

Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah; dari kraniodorsal,


cabang aa. Interkostales VI s/d XII dan arteri epigastrika superior; dari
kaudal, arteri iliaka sirkumfleksa superfisialis, arteri pudenta eksterna, dan
arteri epigastrika inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan
pada perut dibuat secara horizontal maupun vertikal tanpa menimbulkan
gangguan perdarahan. Kulit, muskuli, dan peritoneum parietal dinding
anterolateral abdomen disuplai oleh nervi spinales T7-T12 dan L1.1,7
B. Regio Inginal
Regio inguinalis adalah area pertemuan antara dinding anterior abdomen dan
regio femoralis. Di daerah ini, dinding abdomen lemah karena perubahan
15
selama masa perkembangan dan menyebabkan terjadinya hernia inguinalis.
Hernia tipe ini dapat terjadi pada pria dan wanita, tetapi lebih sering terjadi
pada pria.7 Kelemahan yang ada di dinding anterior abdomen pada regio
inguinalis ini dikarenakan oleh perubahan-perubahan yang terjadi semasa
perkembangan gonad. Sebelum testis dan ovarium turun dari posisi asalnya
yang tinggi di dinding posterior abdomen, terbentuklah kantong keluar
peritoneum (processus vaginalis) yang menonjol melalui beberapa lapisan
dinding anterior abdomen dan mendapatkan penutup dari masing-masing:7
a. Fascia transversalis yang membentuk lapisan paling profundus
b. Lapisan kedua dibentuk oleh musculature dari obliquus internus
abdominis (penutup dari musculus transversus abdominis tidak
didapatkan karena processus vaginalis lewat di bawah sabut- sabut
melengkung musculi dinding abdomen ini)
c. Lapisan yang paling superficialis adalah aponeurosis musculus obliquus
externus abdominis.

Sebagai hasilnya, processus vaginalis berubah menjadi suatu struktur


tabung tubuler dengan penutup berlapis dari lapisan dinding anterior abdomen.
Ini membentuk struktur dasar kanalis inguinalis. Peristiwa akhir pada
16
perkembangan ini adalah turunnya testis ke dalam sktrotum atau ovarium ke
dalam cavitas pelvis.7
Kanalis inguinalis dengan panjang sekitar 4-6 cm menembus dinding
abdomen ventral di atas ligament inguinal pada sudut serong dari arah posterior-
lateral-cranial ke anterior-medial-caudal. Kanalis inguinalis dibatasi di
kraniolateral oleh anulus inguinalis internus yang merupakan bagian terbuka dari
fasia transversalis dan aponeurosis otot transversus abdominis. Di medial bawah,
di atas tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus,
bagian terbuka dari aponeurosis otot oblikus eksternus abdomnis. Atapnya ialah
aponeurosis otot oblikus eksternus abdominis dan di dasarnya terdapat
ligamentum inguinale. Kanalis inguinalis berisi funikulus spermatikus pada laki-
laki dan ligamentum rotundum pada perempuan. 1,8

17
Nervus ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis mempersarafi otot di regio
inguinalis, sekitar kanalis inguinalis, funikulus spermatikus, serta sensibilitas
kulit regio inguinalis, skrotum dan sebagian kecil kulit tungkai atas bagian
proksimo medial.1

3.2 Definisi dan Klasifikasi


Hernia didefinisikan sebagai suatu penonjolan abnormal organ atau
jaringan melalui daerah yang lemah (defek) yang diliputi oleh dinding. Meskipun
hernia dapat terjadi di berbagai tempat dari tubuh kebanyakan defek melibatkan
dinding abdomen pada umumnya daerah inguinal.9
Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau kongenital
dan hernia dapatan atau akuisita. Berdasarkan letaknya, hernia diberi nama sesuai
dengan letak anatominya, seperti hernia diafragma, inguinal, umbilikalis,
femoralis, dll. Sekitar 75% hernia terjadi di sekitar lipat paha, berupa hernia
inguinal direk, indirek, serta hernia femoralis; hernia insisional 10%, hernia
ventralis 10%, hernia umbilikalis 3%, dan hernia lainnya sekitar 3%.1
Terdapat beberapa poin penting dalam hernia, yaitu defek atau bagian yang
lemah dari dinding rongga, kantung hernia, isi hernia, dan cincin hernia yaitu
daerah penyempitan kantung hernia akibat defek tersebut. Hernia inguinalis
18
adalah kondisi dimana lemak intra-abdominal atau bagian dari intestinum
menonjol melewati defek atau bagian lemah dari otot abdomen bagian bawah.10

Gambar 8. Skema hernia abdomen. (1) kulit dan jaringan subkutis, (2) lapisan
muskulo-aponeurosis, (3) peritoneum parietale dan jaringan preperitoneal, (4)
rongga perut, (5) cincin atau pintu hernia, (6) kantong hernia1

Menurut sifatnya, hernia disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat
keluarmasuk. Usus keluar ketika berdiri atau mengedan, dan masuk lagi ketika
berbaring atau bila didorong masuk perut. Selama hernia masih reponibel, tidak
ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Bila isi kantong tidak dapat
direposisi kembali ke dalam rongga perut, hernia disebut hernia irreponibel. Ini
biasanya disebabkan oleh pelekatan isi kantong kepada peritoneum kantong
hernia. Hernia ini disebut akreta. Masih tidak ada keluhan nyeri, tidak ada juga
tanda sumbatan usus.1
Hernia disebut hernia inkarserata atau hernia strangulata bila isinya terjepit
oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke
dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi.
Secara klinis, istilah hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia
ireponibel yang disertai gangguan pasase, sedangkan hernia strangulata
digunakan untuk menyebut hernia ireponil yang disertai gangguan vaskularisasi.
Pada keadaan sebenarnya gangguan vaskularisasi telah terjadi pada saat jepitan
dimulai, dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai

19
nekrosis. Nama yang lazim dipakai ialah hernia strangulata, walaupun tidak ada
gejala dan tanda strangulasi.1,10,11

Gambar 9. Hernia usus. (A) Hernia reponibel (B) Hernia ireponibel atau hernia
akreta (C) Hernia inkarserata (D) Hernia strangulata1

Hernia lipat paha terdiri dari tiga jenis hernia tergantung pada lokasinya,
relatif terhadap trigonum Hesselbach, yaitu terdapat:2
1. Hernia Inguinalis Direk (Medialis)
Hernia ini merupakan jenis henia yang didapat (akuisita) disebabkan
oleh faktor peninggian tekanan intra abdomen kronik dan kelemahan otot
dinding di trigonum Hesselbach. Jalannya langsung (direct) ke ventral
melalui annulus inguinalis subcutaneous, yang merupakan titik lemah pada
dinding abdomen. Di sini, dinding posterior abdomen hanya terdiri dari
fascia transversalis dan peritoneum parietale. Hal ini biasanya digambarkan
sebagai kelainan didapat karena muncul seiring dengan kelemahan musculi
abdominalis yang sering terjadi pada pria di usia lanjut. Hernia jenis ini
jarang, bahkan hampir tidak pernah, mengalami inkarserasi dan
strangulasi.2,7

20
Gambar 10. Gambaran skematis rute hernia inguinalis direk2
2. Hernia Inguinalis Indirek (Lateralis)
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral
pembuluh epigastrika inferior. Dikenal sebagai indirek karena keluar
melalui dua pintu dan saluran, yaitu annulus dan kanalis inguinalis. Nama
lainnya adalah hernia oblique yang artinya kanal yang berjalan miring dari
lateral atas ke medial bawah. Disebut juga hernia ingunalis lateralis (HIL)
karena keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus
yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior.1,2,8

Gambar 11. Gambaran skematis rute hernia inguinalis indirek2

21
Hernia kemudian masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup
panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia
ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum sehingga disebut hernia
skrotalis. Kantong hernia berada di dalam otot kremaster, terletak
anteromedial terhadap vas deferens dan struktur lain dalam funikulus
spermatikus.
Hernia inguinalis indirekta congenital terjadi bila processus vaginalis
peritonei pada waktu bayi dilahirkan sama sekali tidak menutup. Sehingga
kavum peritonei tetap berhubungan dengan rongga tunika vaginalis propria
testis. Dengan demikian isi perut dengan mudah masuk ke dalam kantong
peritoneum tersebut.
Hernia inguinalis indirekta akuisita terjadi bila penutupan processus
vaginalis peritonei hanya pada suatu bagian saja. Sehingga masih ada
kantong peritoneum yang berasal dari processus vaginalis yang tidak
menutup pada waktu bayi dilahirkan. Sewaktu-waktu kentung peritonei ini
dapat terisi dalam perut, tetapi isi hernia tidak berhubungan dengan tunika
vaginalis propria testis.

Gambar 12. Gambar skematis hernia inguinalis. Sisi kiri gambar: hernia
inguinalis indirekta, lateral, hernia skrotalis; sisi kanan: hernia medial,

22
direkta8

Hernia labialis ialah hernia inguinalis lateralis yang mencapai labium


mayus. Secara klinis, tampak benjolan pada labium mayus yang jelas pada
waktu berdiri dan mengedan, dan hilang pada waktu berbaring. Diagnosis
banding hernia labialis adalah hernia femoralis dan kista di kanalis Nuck
yang menonjol di kaudal ligamentum inguinale dan di lateral tuberkulum
pubikum. Kista kanalis Nuck teraba sebagai kista dengan batas jelas di
sebelah kraniolateral, berlainan dengan hernia indirek dan tidak dapat
direposisi.1

3. Hernia Femoralis
Hernia femoralis melewati canalis femoralis dan masuk ke dalam
aspectus medialis regio femoralis. Canalis femoralis terletak di tepi medial
femoral sheath/sarung femoralis, yang berisi arteria femoralis, vena
femoralis, dan nodi lymphatici. Leher canalis femoralis sangat sempit dan
sering menjadi lokasi terjepitnya intestinum di dalam saccus, sehingga pada
hernia tipe ini massa tidak dapat dimasukkan kembali dan sering
menyebabkan strangulasi intestinum, dan dapat berakhir dengan gangrene
dinding usus. Hernia femoralis biasanya didapat, dan paling sering terjadi
pada populasi usia pertengahan dan lanjut. Selain itu, biasanya karena
wanita memiliki pelvis yang lebih lebar dibandingkan pria, wanita lebih
sering terkena hernia femoralis.7,12

23
Gambar 13. Hernia femoralis: (1) ligamentum inguinale, (2) tuberkulum
pubikum, (3) ligamentum lakunare, (4) v. femoralis1

Saat ini, tidak ada sistem klasifikasi universal untuk hernia inguinalis.
Salah satu klasifikasi sederhana dan banyak digunakan adalah sistem
klasifikasi Nyhus yang mengkategorikan defek hernia berdasarkan ukuran,
lokasi, dan jenisnya:13
1. Tipe I: Hernia indirek; cincin internal ukuran normal; biasanya pada
bayi, anak- anak dan orang dewasa kecil.
2. Tipe II: Hernia indirek; cincin internal yang membesar tanpa kerusakan
pada dasar kanalis inguinalis; tidak meluas ke skrotum.
3. Tipe IIIA: Hernia direk
4. Tipe IIIB: Hernia indirek yang telah tumbuh cukup besar hingga
menembus dinding inguinalis posterior; hernia skrotalis
5. Tipe IIIC: Hernia femoralis
6. Tipe IV: Hernia berulang/rekuren

3.3 Epidemiologi
Secara epidemiologi, hernia inguinal adalah jenis hernia yang paling umum
ditemukan, dengan rasio pria:wanita yaitu 9:1. Di Amerika Serikat, insidensi
tahunan hernia inguinalis adalah 315 per 100.000, dan insidensi tahunan
herniorafi inguinalis adalah 217 per 100.000. Sebanyak 20 juta herniorafi
24
inguinalis dilakukan setiap tahun di seluruh dunia. Dengan lebih dari 20 juta
pasien setiap tahunnya, perbaikan hernia inguinalis adalah salah satu prosedur
bedah yang paling sering dilakukan di seluruh dunia. Sekitar 75% dari hernia
inguinalis merupakan hernia inguinal lateralis dan 25% merupakan hernia
inguinalis medialis. Menurut data World Health Organization (WHO) tahun
2016, hernia terjadi pada 350 kasus per 1.000 penduduk. Hernia paling sering
dijumpai pada negara berkembang seperti negara-negara Afrika dan Asia
Tenggara termasuk Indonesia. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan
Republik Indonesia periode Januari 2010 hingga Februari 2011 terdapat 41.516
kasus hernia inguinal di Indonesia. Pada tahun 2012, hernia inguinal menempati
urutan ke delapan dalam jumlah penyakit terbanyak di Indonesia dengan 291.145
kasus. Pada penelitian sebelumnya di RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2015-
2021, ditemukan 120 pasien hernia inguinalis lateralis.2–4,6,14,15

3.4 Etiologi dan Faktor Risiko


Hernia inguinalis dapat terjadi akibat anomali kongenital atau sebab lain
yang didapat (akuistik). Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Lebih banyak
pada lelaki dibanding perempuan. Hal ini mungkin karena annulus inguinalis
eksternus pada pria lebih besar dibanding wanita. Selain itu juga karena
perjalanan embriologisnya di mana testis pada pria turun dari rongga abdomen
melalui kanalis inguinalis. Seringkali kanalis tidak menutup sempurna
setelahnya. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk
hernia pada annulus internus yang cukup lebar sehingga bisa dimasuki oleh
kantong dan isi hernia. Selain itu diperlukan juga faktor yang bisa mendorong isi
hernia melalui pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.1
Pada orang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya
hernia inguinalis, yaitu (1) kanalis inguinalis yang berjalan miring, (2) struktur
otot oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika

25
berkontraksi, (3) fasia transversalis kuat yang menutupi trigonum Hesselbach
yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan mekanisme ini menyebabkan
terjadinya hernia. Faktor yang dipandang berperan adalah adanya prosesus
vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga abdomen, dan
kelemahan otot dinding perut karena usia.1
Prosesus vaginalis akan diikuti oleh testis yang turun. Pada neonatus,
kurang lebih 90% prosesus vaginalis tetap terbuka, sedangkan pada bayi umur
satu tahun sekitar 30% prosesus vaginalis belum tertutup. Akan tetapi, kejadian
hernia pada umur ini hanya beberapa persen. Tidak sampai 10% dari anak
penderita prosesus vaginalis paten mengidap hernia. Pada lebih dari separuh
populasi anak, dapat dijumpai prosesus vaginalis paten kontralateral, tetapi
insidens hernia tidak melebihi 20%. Umumnya disimpulkan bahwa prosesus
vaginalis paten bukan merupakan penyebab tunggal hernia, tetapi diperlukan
faktor lain, seperti anulus inguinalis yang cukup besar. Tekanan intraabdomen
yang meninggi secara kronik, seperti batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi,
dan asites, sering disertai hernia inguinalis.1,13
Insidens hernia inguinalis pada bayi dan anak antara 1 dan 2%.
Kemungkinan terjadi hernia pada sisi kanan 60% dan sisi kiri 20-50% dan
bilateral 15%. Sekitar 80% hingga 100% bayi yang lahir jika terjadi penutupan
maka kemungkinan besar terjadi dalam enam bulan pertama kehidupan.
Setelah itu tingkat patensi turun bertahap sampai mendatar pada sekitar usia
tiga sampai lima tahun. Sisi kiri ditemukan lebih dulu menutup dibanding sisi
kanan. Setelah prosesus vaginalis tertutup, maka prosesus vaginalis akan
menjadi korda yang selanjutnya menghilang dan masuk ke dalam fasia
spermatika eksternal. Tingkat patensi yang tinggi terkait dengan testis yang tidak
turun menunjukkan bahwa paling sering penutupan terjadi hanya setelah testis
turun.1,16

26
Faktor risiko terjadinya hernia inguinalis dapat dibagi menjadi faktor
risiko pasien dan faktor risiko eksternal.1,13,15,17
Faktor Risiko Internal Pasien
1 Laki-laki
2 Usia tua (kelemahan dari aponeurosis dan fasia tranversalis, kelemahan
dari otot dinding perut, hancurnya jaringan penyambung karena
degeneratif).
3 Terbukanya prosesus vaginalis baik karena kelainan kongenital maupun
akuisita.
4 Riwayat hernia dalam keluarga (setidaknya 4 kali lebih mungkin
mengalami hernia inguinalis dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga
yang tidak diketahui)
5 Riwayat menjalani operasi hernia saat bayi atau anak-anak (mempunyai
kemungkinan 16% menderita hernia kontralateral pada usia dewasa kira-
kira 2%. Kemungkinan kejadian hernia bilateral dari insidens tersebut
mendekati 10%)

a) Faktor Risiko Eksternal


Faktor pekerjaan tertentu, seperti pekerjaan yang mengharuskan berdiri
dalam waktu jangka lama atau harus mengangkat beban yang sangat berat
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hernia. Tekanan intraabdominal
yang tinggi disebabkan aktifitas mengangkat dan berdiri/berjalan setiap hari
akan meningkatkan risiko terjadinya hernia inguinalis. Sebuah studi yang
melibatkan 1,5 juta individual membuktikan bahwa menurunkan aktifitas
berdiri/berjalan dari ≥6 jam menjadi <4 jam setiap hari dapat mencegah
diperlukannya perbaikan hernia lateral sekitar 30%.17,18

27
3.5 Patofisiologi
Pada dasarnya, hernia inguinalis pada anak terjadi karena patensi prosesus
vaginalis. Prosesus vaginalis adalah evaginasi dari peritoneum melalui cincin
internal, yang dapat diidentifikasi pada tiga bulan usia bayi. Beberapa peneliti
menganggap formasi dari prosesus vaginalis ialah hasil dari tekanan
intraabdominal, sementara peneliti lain menganggap hal ini merupakan proses
aktif.16
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8
kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis
tersebut akan menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan
peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang
sudah lahir, umumnya prosesus ini sudah mengalami obliterasi sehingga isi perut
tidak dapat keluar melalui kanal tersebut. Namun dalam beberapa hal, sering kali
kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun lebih dahulu, maka kanalis
inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka biasanya yang
kanan juga terbuka. Dalam keadan normal, kanalis yang terbuka ini akan
menutup pada usia 2 bulan. Pada perempuan, kanalis Nuck merupakan nama lain
dari prosesus vaginalis dan akan menghubungkan labia mayor. Kanalis Nuck
normalnya akan menutup pada bulan ketujuh masa gestasi, dan lebih cepat
daripada laki-laki. Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel.
Bila kanal terbuka terus, karena prosesus tidak berobliterasi maka akan timbul
hernia inguinalis lateralis kongenital.16
Mekanisme biologis yang memberikan sinyal dan mencetuskan agar testis
turun melalui kanalis inguinalis dan obliterasi prosesus sebagian besar masih
belum diketahui secara pasti. Androgen tampak memiliki peran karena patensi
prosesus umum pada sindrom insensitivitas androgen namun prosesus tidak
memiliki reseptor androgen. Hasil penelitian dari Hutson et al mengimplikasikan
nervus genitofemoral (GFN) dan calcitonin generelated protein (CGRP) pada

28
penurunan testis dan obliterasi dari prosesus vaginalis. Mereka menyatakan
bahwa penurunan dari produksi CGRP dari GFN prenatal dapat menyebabkan
testis tidak turun sedangkan penurunan produksi CGRP postnatal dapat
menyebabkan hernia dan hidrokel.16
Pria lebih banyak dari wanita, karena adanya perbedaan proses
perkembangan alat reproduksi pria dan wanita semasa janin. Biasanya hernia
pada orang dewasa ini terjadi karena usia lanjut, karena pada umur tua otot
dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan
jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut
telah menutup. Namun karena daerah ini merupakan locus minoris resistance,
maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat
seperti batuk kronik, bersin yang kuat dan mengangkat barang berat, mengejan.
Kanal yang sudah tertutup dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis
lateralis karena terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan keluar melalui defek
tersebut.
Hernia inguinalis medialis atau hernia direk hampir selalu disebabkan oleh
peninggian tekanan intraabdomen kronik dan kelemahan otot dinding di
trigonum Hesselbach. Ketika otot dinding perut berelaksasi, bagian yang
membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan itu, tekanan intraabdomen
tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaliknya, bila otot
dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih mendatar dan anulus
inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis
inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi karena kerusakan
nervus ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis setelah apendektomi. Serta terdapat
studi yang menyatakan bahwa pasien hernia inguinalis menunjukkan proporsi
kolagen tipe III yang lebih tinggi dibandingkan dengan tipe I. Kolagen tipe I
dikaitkan dengan kekuatan tarik (tensile strength) yang lebih baik daripada tipe
III. Peningkatan tekanan intraabdomen juga akan mendorong lemak

29
praperitoneum ke dalam kanalis femoralis yang akan menjadi pembuka jalan
terjadinya hernia.1,13

3.6 Diagnosis
A. Anamnesis
Pasien dengan hernia inguinalis atau femoralis umumnya mengeluhkan
tonjolan di lipat paha atau skrotum. Keluhan yang dirasakan pasien dapat
memburuk dalam keadaan berdiri, mengejan, mengangkat, atau batuk.
Gerakan tesebut meningkatkan tekanan intraabdomen dan mendorong isi
abdomen melalui defek hernia. Pasien dapat memiliki gejala hanya di akhir
hari atau setelah aktivitas berkepanjangan dan tonjolan menghilang ketika
berbaring (hernia reponible). Bila isi hernia tidak masuk lagi maka
merupakan hernia ireponible. Pada bayi dan anak- anak adanya benjolan
yang hilang timbul di lipat paha biasanya diketahui oleh orang tua. Jika
hernia terjadi pada anak atau bayi, gejalanya terlihat anak sering gelisah,
banyak menangis, dan kadang-kadang perut kembung.1,2
Umumnya pasien mengeluhkan nyeri atau ketidaknyamanan yang
samar, tetapi terdapat pasien yang tidak memiliki gejala nyeri. Jika terdapat
nyeri, biasa dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilical berupa nyeri
tumpul, menarik, atau sensasi terbakar. Gejala itu mungkin tidak hanya
didapatkan didaerah inguinal tapi juga menyebar kedaerah pinggul,
belakang, kaki, atau kedaerah genital. Disebut "Reffered pain". Hal tersebut
terjadi akibat peregangan atau robekan jaringan pada mesenterium sewaktu
satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia. Saat terjadi
peregangan atau robekan jaringan, hernia biasanya meningkat dalam
ukuran.1,2
Jika terjadi penjepitan hernia oleh annulus, akan terjadi gangguan
pasase isi usus dan berakhir dengan gangguan vaskularisasi (inkarserata).

30
Pada dewasa, gejala hernia inkarserta bisa seperti obstruksi mekanik. Nyeri
yang disertai mual muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus
atau strangulasi karena nekrosis dan gangrene. Hernia strangulasi juga
menunjukkan gejala demam, takikardi, dan distensi abdomen. Severe pain
dapat menunjukkan hernia inkarserata dan kemungkinan dilakukannya
intervensi bedah darurat.1,2,12,13
Pada kasus hernia inkarserata anak, orang tua pasien dapat
mengeluhkan adanya benjolan yang menetap kemudian pasien terlihat
gelisah, rewel, dan disertai mual atau muntah. Penting juga ditanyakan
adanya riwayat benjolan yang hilang timbul pada daerah inguinal atau
skrotal pada pasien bayi yang datang dengan keluhan perut kembung dan
muntah-muntah.16

B. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien pria, pemeriksaan harus dimulai dengan pasien berdiri dan
dokter duduk di depan pasien. Lipat paha diinspeksi untuk mencari tonjolan
yang jelas. Kunci dalam pemeriksaan regio inguinalis adalah menentukan
posisi ligamentum inguinale. Ligamentum inguinale melintas di antara SIAS
di lateral dan tuberculum pubicum di medial. Hernia inguinalis berada di
atas ligament inguinale dan biasanya lebih terlihat saat posisi berdiri. Dokter
harus mengamati setiap tonjolan yang melebar saat pasien membungkuk
(manuver Valsava). Hernia indirek umumnya berbentuk piriform—lebar di
skrotum dan sempit pada setengah bagian medial dari ligamen inguinalis.
Hernia direk berbentuk bulat, di atas setengah medial ligament inguinal dan
biasanya tidak memasuki skrotum.2,8
Jika hernia tidak terlihat, manuver tambahan harus dilakukan.
Menggunakan jari telunjuk (atau jari kelingking pada pasien anak), palpasi
dasar skrotum dan lakukan invaginasi perlahan pada kulit skrotum yang

31
berlebih, ke dalam kanalis inguinalis menuju tuberkulum pubis. Jari
mengikuti berdekatan dengan korda spermatika, dan ujung jari akan
berada tepat di dalam cincin eksternal. Pasien kemudian diminta mengejan
atau batuk, jika teraba, maka sugestif terjadinya hernia. Pada wanita,
hernia inguinalis seringkali tidak terdapat tonjolan yang terlihat. Namun,
tonjolan terkadang dapat dideteksi dengan palpasi langsung dengan manuver
Valsava.1,2

Gambar 15. Regio inguinalis. (A) Pada pria (B) Pada Wanita (C)
Pemeriksaan annulus inguinalis superfisialis dan regio yang berhubungan
dengan kanalis inguinalis pada pria8

Kalau ujung jari menyentuh hernia, berarti hernia inguinalis lateralis,


dan kalau bagian sisi jari yang menyentuhnya, berarti hernia inguinalis
medialis. Pemeriksaan ini adalah Finger test.1

32
Gambar 16. Hernia inguinalis indirek diraba dengan ujung jari dan hernia
inguinalis direk diraba dengan sisi ujung jari1

Pemeriksaan Ziemen Test, dengan posisi pasien berbaring, bila ada


benjolan masukkan dulu. Hernia pada bagian tubuh kanan diperiksa dengan
tangan kanan, begitupula sebaliknya. Lalu dilakukan manipulasi peningkatan
tekanan intraabdomen, bila terdapat benjolan yang menyentuh pada jari ke-2
diasumsikan hernia inguinalis lateralis, bila terdapat benjolan yang
menyentuh jari ke-3 diasumsikan hernia ingunalis medialis, dan bila
terdapat benjolan yang menyentuh jari ke-4 diasumsikan sebagai hernia
femoralis.15

Gambar 17. Ziemen Test15

Pemeriksaan Thumb Test, dilakukan dengan cara penekanan anulus


internus dengan jari pertama, apabila keluar benjolan maka diasumsikan
sebagai hernia inguinalis medialis, sedangkan bila tidak keluar benjolan
maka diasumsikan sebagai hernia inguinalis lateralis.15

33
Gambar 18. Thumb Test15

Suatu hernia disebut strangulata jika aliran darah ke dalam isi hernia
yang terjebak itu terganggu. Curigai kemungkinan strangulasi jika terdapat
gejala nyeri tekan, mual serta muntah.11 Jika massa tidak dapat kembali ke
dalam abdomen dengan sendirinya:11
1. Dapatkah jari tangan menjangkau bagian di atas massa tersebut di dalam
skrotum? (jika dapat menjangkau, curigai hidrokel)11
2. Lakukan auskultasi pada massa tersebut dengan stetoskop untuk
men- dengarkan bunyi usus (bunyi usus dapat didengar di daerah hernia,
tetapi tidak pada daerah hidrokel)11
Pada pemeriksaan fisik hernia femoralis, ditemukan benjolan lunak di
lipat paha di bawah ligamentum inguinale di medial vena femoralis dan
lateral tuberkulum pubikum. Benjolan lipat paha jarang ditemukan, karena
kecilnya atau karena penderita gemuk.1

Gambar 19. Hernia femoralis1

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk mendukung ke arah strangulasi, terdapat tanda sebagai berikut:
a. Leukositosis dengan shift to the left yang menandakan strangulasi12

34
b. Elektrolit, BUN, kadar kreatinin yang tinggi akibat muntah-
muntah dan menjadi dehidrasi12
c. Tes urinalisis untuk menyingkirkan adanya masalah dari traktus
genitourinarius yang menyebabkan nyeri lipat paha10

2. Pemeriksaan Radiologis
Diagnosis pada pria biasanya tidak memerlukan pencitraan.
Pencitraan seringkali diperlukan pada wanita dan dilakukan pada
pasien dengan hernia rekuren, adanya komplikasi bedah setelah
perbaikan, atau jika dicurigai adanya penyebab nyeri lipat paha lain
(misalnya massa pada lipat paha, hidrokel).2
Ultrasonografi, yang merupakan modalitas pencitraan lini pertama,
memiliki sensitivitas 33% sampai 86% dan spesifisitas 77% hingga 90%
untuk hernia okult dan dapat digunakan untuk mendiagnosa suspek hernia
inguinal yang tidak terlihat dan tidak teraba pada pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan Ultrasound pada daerah inguinal dengan pasien dalam posisi
supine dan posisi berdiri dengan manuver valsafa.2
MRI dengan manuver Valsava dapat dipertimbangkan jika
kecurigaan hernia inguinal tinggi meskipun temuan USG negatif. MRI
memiliki sensitivitas 91%, spesifisitas 92%, nilai prediksi positif sebesar
95%, dan nilai prediktif negatif sebesar 85% untuk hernia okult. MRI
lebih unggul dari USG dan CT scan dalam mendiagnosis hernia
inguinalis, khususnya hernia okult.2
Herniografi, yang melibatkan penyuntikan media kontras ke dalam
kantung hernia, memiliki sensitivitas 91% dan spesifisitas 83% untuk
mendeteksi hernia okult. Herniografi lebih unggul dari ultrasonografi
dan CT scan (sensitivitas 80%; spesifisitas 65%) dan berguna dalam
pasien tertentu.2
35
3.7 Diagnosis banding
1. Hidrokel
Hidrokel adalah penumpukan cairan di testis di antara lapisan-lapisan
dari tunika vaginalis. Hidrokel terbagi dua yaitu komunikans (patensi
prosesus vaginalis dengan cairan bebas) dan non-komunikans (biasanya
scrotal pada laki-laki, dan bisa menyebar ke cincin inguinal eksternal).
Hidrokel umum terjadi pada anak dan bayi, dan pada banyak kasus memiliki
hubungan dengan hernia inguinal indirek. Untuk membedakan hidrokel
dengan hernia inguinal dapat dilakukan pemeriksaan transiluminasi.16
Kriptochismus (testis tidak turun sampai ke skrotum tetapi kemungkinanya
hanya sampai kanalis inguinalis), limfadenopati/limfadenitis inguinal, varises
vena saphena magna didaerah lipat paha, dan lipoma yang menyelubungi
funikulus spermatikus (sering disangka hernia inguinalis medialis).15
Cara membedakannya yaitu perlu diketahui bahwa munculnya hernia
erat hubungannya dengan aktifitas seperti mengejan, batuk dan gerak lain
yang disertai dengan peningkatan tekanan intraabdomen, sedangkan penyakit
lain tidak berhubungan dengan aktifitas demikian.15

2. Varikokel
3. Torsio Testis
4. Tumor Testis

3.8 Tatalaksana
Pada tahun 2018, berbagai organisasi internasional (the HerniaSurge
Group) meninjau literatur dan membuat pedoman untuk pengelolaan hernia lipat
paha. HerniaSurge Group mengklasifikasikan manajemen tatalaksana hernia ke
dalam dua kategori utama: konservatif dan pembedahan.2

36
a. Manajemen Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia
yang telah di reposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis
strangulata, kecuali pada pasien anak.1 Teknik reduksi spontan memerlukan
sedasi dan analgetik yang adekuat dan posisi Trendelenburg, lalu kompres
dingin selama 20-30 menit. Memberikan sedasi yang adekuat dan analgetik
untuk mencegah nyeri. Pasien pada posisi Trendelenburg dengan sudut
sekitar 15-20° terhadap hernia inguinalis. Kompres dengan kantung dingin
untuk mengurangi pembengkakan dan menimbulkan proses analgesik.
Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi hernia
sambil membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah
cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadinya
reposisi.

Gambar 19. Tata laksana hernia inkarserta. (1) sedatif parenteral, (2) sikap
Tredelenburg, (3) cairan parentral, (4) kantong es pada hernia di lipat paha1

Reposisi spontan lebih sering terjadi, dan gangguan vitalitas isi hernia
jarang terjadi dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh
cincin henia pada anak lebih elastis. Bila reposisi berhasil, anak disiapkan

37
untuk operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi tidak berhasil, operasi
harus segera dilakukan dalam waktu enam jam.1
Watchful waiting dapat dilakukan pada pasien pria jika aktivitas sehari-
hari pasien tidak terbatas dikarenakan rasa sakit dan hernia dapat di reduksi
dengan mudah. Watchful waiting juga biasa dipilih pada pasien hamil karena
pembengkakan pangkal paha dapat disebabkan oleh self-limiting varises
round ligament. Dalam studi kohort tahun 2017 terhadap 20.714 pasien hamil,
hanya 25 yang mengalami hernia inguinalis dan tidak ada yang menjalani
perbaikan hernia elektif atau darurat selama kehamilan. Pada 10 pasien,
tonjolan lipat paha menghilang secara spontan setelah melahirkan. Untuk
hernia inguinalis yang dapat direduksi pada pasien hamil, tampaknya aman
dan hemat biaya untuk menunggu sampai setelah persalinan untuk
dilakukannya perbaikan.2
Watchful waiting tidak direkomendasikan pada wanita tidak hamil
karena kemungkinan tinggi terjadinya hernia femoralis, yang terkait dengan
risiko strangulasi yang lebih tinggi. Watchful waiting juga tidak dianjurkan
untuk hernia simptomatis karena risiko inkarserasi yang lebih tinggi.2 Isi
abdomen terperangkap di sakus hernia, yang dapat menjadi hernia inkarserata,
adalah resiko watchful waiting. Seiring waktu, aliran darah pada isi hernia
inkarserata dapat terganggu (strangulasi). Hernia Richter, komplikasi yang
jarang terjadi dengan angka kematian yang tinggi, terjadi ketika bagian dari
lingkar usus terperangkap dan terstrangulasi di kantung hernia. Pedoman
HerniaSurge merekomendasikan agar dokter berkonsultasi dengan pasien
hernia inguinalis tanpa gejala atau gejala minimal mengenai perjalanan alami
yang diharapkan dari kondisi hernia dan risiko dilakukannya operasi darurat.
Konsul bedah dilakukan jika:
1. Reduksi hernia yang tidak berhasil
2. Adanya tanda strangulasi dan keadaan umum pasien yang memburuk

38
3. Pada pasien geriatri sebaiknya dilakukan operasi elektif agar kondisi
kesehatan saat dilakukan operasi dalam keadaan optimal dan anestesi
dapat dilakukan. Operasi yang cito mempunyai resiko yang besar pada
pasien geriatri.
4. Jika pasien menderita hyperplasia prostat akan lebih bijaksana apabila
dilakukan penanganan terlebih dahulu terhadap hiperplasianya.
Mengingat tingginya resiko infeksi traktus urinarius dan retensi urin pada
saat operasi hernia.
5. Karena kemungkinannya terjadi inkarserasi, strangulasi, dan nyeri pada
hernia maka operasi yang cito harus di lakukan. Pelaksanaan non operasi
untuk mengurangi hernia inkerserasi dapat dicoba. Pasien di posisikan
dengan panggul dielevasikan dan diberi analgetik dan obat sedasi untuk
merilekskan otot-otot.
6. Operasi hernia dapat ditunda jika massa hernia dapat dimanipulasi dan
tidak ada gejala strangulasi
7. Gejala klinik peritonitis, kantung hernia berisi cairan darah yang
berwarna gelap.

b. Manajemen Pembedahan
Umumnya, terapi operatif merupakan terapi satu-satunya yang
rasional. Usia lanjut tidak merupakan kontraindikasi operasi elektif. Bila
penderita hernia inkarserata tidak menunjukan gejala sistemik, dapat
dicoba melakukan reposisi postural. Jika usaha reposisi berhasil, dapat
dilakukan operasi herniorafi elektif 24- 48 jam setelah edema jaringan hilang
dan keadaan umum pasien sudah lebih baik.1 Pilihan teknik bedah untuk
memperbaiki hernia inguinal tergantung pada faktor-faktor seperti
aksesibilitas anestesi, preferensi dan pelatihan ahli bedah, preferensi

39
pasien, biaya, ketersediaan mesh, dan logistik lainnya. Prinsip dasar
operasi hernia terdiri atas herniotomi dan hernioplasti.1,2
Pada herniotomi, dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya. Kantong dibuka, dan isi hernia dibebaskan kalau ada pelekatan,
kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu
dipotong. Pada hernia kongenital bayi dan anak-anak yang penyebabnya
adalah prosesus vaginalis yang tidak menutup, hanya dilakukan herniotomi
karena anulus inguinalis internus cukup elastis dan dinding belakang kanalis
cukup kuat.1
Pada hernioplasti, dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis
internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti
lebih penting untuk mencegah terjadinya residif jika dibandingkan dengan
herniotomi. Berdasarkan pendekatan operasi, banyak teknik herniorraphy
dapat diklompokkan dalam 4 kategori utama :
1. Kelompok 1: Open Anterior Repair
Kelompok 1 operasi hernia (teknik Bassini, McVay dan
Shouldice) melibatkan pembukaan aponeurosis otot obliquus abdomins
ekternus dan membebaskan funikulus spermatikus. Fascia transversalis
kemudian dibuka, dilakukan inspeksi kanalis inguinalis, celah direct dan
indirect. Kantung hernia biasanya diligasi dan dasar kanalis inguinalis di
rekonstruksi.
Teknik Bassini. Komponen utama dari teknik bassini adalah
membelah aponeurosis otot obliquus abdominis eksternus dikanalis
ingunalis hingga ke cincin ekternal, memisahkan otot kremaster dengan
cara reseksi untuk mencari hernia indirect sekaligus menginspeksi dasar
dari kanalis inguinal untuk mencari hernia direct, memisahkan bagian
dasar atau dinding posterior kanalis inguinalis (fascia transversalis),
melakukan ligasi kantung hernia seproksimal mungkin dan rekonstuksi

40
didinding posterior dengan menjahit fascia tranfersalis, otot transversalis
abdominis dan otot abdominis internus ke ligamentum inguinalis lateral.

Gambar 20. Teknik Bassini

Teknik kelompok ini berbeda dalam pendekatan mereka dalam


rekontruksi, tetapi semuanya menggunakan jahitan permanen untuk
mengikat fascia disekitarnya dan memperbaiki dasar dari kanalis
inguinalis, kelemahannya yaitu tegangan yang tejadi akibat jahitan
tersebut, selain dapat menimbulkan nyeri juga dapat terjadi neckosis
otot yang akan menyebakan jahitan terlepas dan mengakibatkan
kekambuhan.
2. Kelompok 2: Open Posterior Repair
Posterior repair (iliopubic tract repair dan teknik Nyhus) dilakukan
dengan membelah lapisan dinding abdomen superior hingga ke cincin
luar dan masuk ke properitoneal space. Diseksi kemudian diperdalam
kesemua bagian kanalis inguinalis. Perbedaan utama antara teknik ini
dan teknik open anterior adalah rekonstruksi dilakukan dari bagian
dalam. Posterior repair sering digunakan pada hernia dengan
kekambuhan karena menghindari jaringan parut dari operasi

41
sebelumnya. Operasi ini biasanya dilakukan dengan anastesi regional
atau anastesi umum.
3. Kelompok 3: Tension-Free Repair With Mesh
Kelompok 3 operasi hernia (teknik Lichtenstein dan Rutkow)
menggunakan pendekatan awal yang sama dengan teknik open anterior.
Akan tetapi tidak menjahit lapisan fascia untuk memperbaiki defek,
tetapi menempatkan sebuah prostesis, mesh yang tidak diserap. Mesh ini
dapat memperbaiki defek hernia tanpa menimbulkan tegangan dan
ditempatkan disekitar fascia. Hasil yang baik diperoleh dengan teknik
ini dan angka kekambuhan dilaporkan kurang dari 1 persen.

Gambar 21. Herniotomi dan hernioplasti.1

42
Kelemahan tekniknya adalah terdapat regangan berlebih pada
otot-otot yang dijahit. Oleh karena itu, sekarang teknik operasi bebas
regangan, yaitu hernioplasti bebas regangan menggunakan mesh,
banyak dipakai. Pada teknik ini, digunakan mesh prosthesis untuk
memperkuat fasia transversalis yang membentuk dasar kanalis
inguinalis tanpa menjahitkan otot-otot ke ligamentum inguinale.1

Operasi terbuka yang paling umum dilakukan adalah teknik Tension-


Free Open Lichtenstein, sedangkan teknik laparoskopi biasanya dilakukan
dengan dua pendekatan. Teknik laparoskopi termasuk pendekatan
ekstraperitoneal total (TEP) dan pendekatan preperitoneal transabdominal
(TAPP). Pada kedua pendekatan ini, mesh ditempatkan di ruang
preperitoneal, tetapi akses mulai di titik anatomi yang berbeda.2
Hernioplasti laparoskopi menunjukkan hasil morbiditas ringan,
penderita tidak terlalu merasa nyeri, karena sayatannya kecil (2-10 mm),
mobilisasi pasien dapat cepat dilakukan, pasien cepat dapat minum dan
makan karena usus tidak banyak dimanipulasi, kosmetik lebih baik karena
jaringan parut minimal, lama rawat lebih singkat, dan keadaan umum tidak
terlalu terganggu dibandingkan dengan operasi terbuka. Penderita dapat
pulang ke rumah satu-dua hari pascaoperasi dan bekerja kembali lebih cepat
dibandingkan operasi terbuka.1
Saat ini, indikasi terbaik untuk melakukan perbaikan hernioplasti
laparoskopi antara lain: (1) hernia residif setelah herniorafi terbuka; (2)
hernia bilateral karena kedua sisi mudah diperbaiki dengan lobang trokar
yang sama; dan (3) ditemukannya hernia inguinalis saat dilakukan prosedur
laparoskopi untuk penyakit lain seperti laparoskopi kolesistektomi.1

43
3.9 Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia.
Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia ireponibel. Hal ini
dapat terjadi kalau isi hernia terlalu besar, misalnya terdiri atas omentum, organ
ekstraperitoneum, atau merupakan hernia akreta. Di sini tidak timbul gejala klinis
kecuali terdapat benjolan. Isi hernia dapat pula tercekik oleh cincin hernia
sehingga terjadi hernia inkarserata yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang
sederhana disertai gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan di asam basa.
Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada hernia Richter. Bila cincin
hernia sempit, kurang elastis, atau lebih kaku seperti pada hernia femoralis,
sering terjadi jepitan parsial.1

Gambar 22. (A) Hernia Richter tanpa ileus obstruksi, (B) Hernia Richter dengan
ileus obstruksi1

Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi


hernia. Pada permulaan, terjadi bendungan vena sehingga terjadi edema organ
atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya
edema menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga
akhirnya peredaran darah jaringan terganggu (strangulasi), lalu dapat terjadi
gangren sehingga gambaran klinik menjadi toksik, suhu tubuh meninggi, perut
kembung, muntah, konstipasi dan terdapat leukositosis. Penderita mengeluh nyeri

44
lebih hebat di tempat hernia dan menetap karena rangsangan peritoneum. Juga
dapat terjadi bukan karena terjepit melainkan ususnya terputar. Bila isi perut
terjepit dapat terjadi shock, demam, asidosis metabolik, abses.1
Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudate
berupa cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terjadi atas usus, dapat terjadi
perforasi; pada hernia femoralis, komplikasi ini tampak seperti abses sampai
terjadi fistel enterokutaneus daerah inguinal.1

Gambar 22. Hernia strangulata. (1) perforasi usus menyebabkan peritonitis, (2)
perforasi usus menyebabkan abses, (3) abses, (4) perforasi abses menyebabkan
fistel1

Komplikasi pasca perbaikan hernia yang paling sering dilaporkan adalah


komplikasi yang serupa dengan operasi lain, termasuk seroma, hematoma, retensi
urin, dan infeksi luka operasi. Dua komplikasi serius yang berhubungan langsung
dengan hernia inguinalis adalah hernia rekuren dan nyeri kronis.13
Perbaikan elektif hernia inguinalis memiliki tingkat rekurensi yang rendah
secara keseluruhan. Rekurensi dengan perbaikan mesh lebih rendah jika
dibandingkan rekurensi dengan jahitan, yaitu masing-masing 3%-5% dan 10%-
15%. Hernia rekuren dikaitkan dengan faktor-faktor teknis seperti ukuran mesh
yang tidak tepat, ketegangan berlebihan pada perbaikan, hernia yang terlewatkan,
dan iskemia jaringan. Penyakit penyerta yang berhubungan dengan hernia

45
rekuren adalah merokok, penggunaan steroid, diabetes, malnutrisi, dan batuk
kronis.13
Nyeri kronis setelah perbaikan hernia inguinalis dilaporkan pada sekitar
10% kasus secara keseluruhan. Dalam perbaikan terbuka, identifikasi dan
perlindungan saraf ilioinguinal, genitofemoral, dan iliohypogastric sangat penting
dalam pencegahan cedera saraf yang terjepit. Biasanya jenis nyeri kronis yang
dirasakan merupakan nyeri neuropati, yang digambarkan oleh pasien sebagai
hipoestesi, disestesia, allodinia, atau hiperalgesia pada lokasi operasi dan
sekitarnya.13,14

3.10 Prognosis
Prognosis bervariasi tergantung keparahan kasus. Prognosis hernia
inguinalis lateralis pada bayi dan anak-anak umumnya baik bila ditangani
dengan benar. Beberapa hal yang dapat memengaruhi prognosis yaitu
prematuritas, kelainan penyerta lainnya, dan ada tidaknya komplikasi.
Perbaikan klasik memberikan angka kekambuhan sekitar 1%-3% dalam jarak
waktu 10 tahun kemudian. Kekambuhan disebabkan oleh tegangan yang
berlebihan pada saat perbaikan, jaringan yang kurang, hernioplasti yang tidak
adekuat, dan hernia yang terabaikan.16

46
BAB IV
ANALISIS KASUS

Berdasarkan anamnesis, ibu pasien mengatakan pasien muncul benjolan di


buah zakar sejak ± 3 hari SMRS. Awalnya benjolan terdapat di lipat paha sebelah
kanan, namun makin lama benjolan semakin membesar. Benjolan tersebut hilang
timbul, benjolan timbul pada lipat paha saat pasien sedang menangis kuat, batuk,
mengedan dan hilang pada saat pasien berbaring atau dimasukan dengan cara
didorong. Hal ini menunjukkan gejala klinis dari Hernia, yaitu adanya benjolan
pada lipat paha, benjolan muncul ketika ada tekanan, dan menghilang ketika tidak
ada tekanan.
Kemudian, 3 hari SMRS benjolan pada pasien berpindah ke buah zakar
kemudian menetap. Benjolan yang berpindah ke buah zakar merupakan hernia
inguinalis yang komplit. Klasifikasi hernia berdasarkan sifatnya terdiri atas hernia
reponibel dan hernia ireponibel. Hernia reponibel adalah hernia yang isinya dapat
masuk kembali. Sedangkan, hernia ireponibel adalah hernia yang isinya tidak dapat
direposisi kembali.
Dari anamnesis didapatkan benjolan menetap. Hal ini berarti menandakan
hernia ireponibel. Ibu pasien mengatakan pasien sudah muntah sebanyak 5 kali
sejak 1 hari SMRS. Muntah merupakan salah satu gejala klinis adanya gangguan
pasase. Klasifikasi hernia berdasarkan sifatnya dibagi lagi menjadi hernia
inkarserata dan hernia strangulata. Hernia ingkarserata adalah hernia yang disertai
dengan gangguan pasase. Dan hernia strangulate adalah hernia yang disertai dengan
gangguan vaskularisasi. Dengan demikian, pada pasien ini termasuk ke dalam
hernia ingkarserata.
Pemeriksaan fisik didapatkan dari inspeksi tampak massa bulat di skrotum
kanan berwarna seperti kulit disekitarnya. Dan dari palpasi teraba massa di daerah
skrotum dextra berjumlah 1 dengan ukuran ± 5 x 4 x 3 cm, permukaan rata,
konsistensi lunak, mobile, tidak nyeri, fluktuasi (-), transluminasi (-), finger test
(massa tidak direposisi). Dari inspeksi terlihat masa di skrotum. Berdasarkan teori,
diagnosis hernia ditegakkan berdasarkan letak anatomisnya. Oleh karena itu, pada

23
pasien ini, dapat ditegakkan diagnosis hernia skrotalis dextra. Dari palpasi
ditemukan masa yang kenyal dan mobile dapat menyingkirkan diagnosis banding
keganasan. Kemudian tidak adanya nyeri dapat menyingkirkan diagnosis hernia
ingkarserata. Pemeriksaan transluminasi yang negatif, menyingkirkan diagnosis
banding hidrokel. Kemudian pemeriksaan finger test yang memberikan hasil tidak
dapat direposisi, menunjukan hernia yang ireponibel.

24
25
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, R; de Jong WEditors. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-


De Jong. Sistem Organ dan Tindak Bedahnya (1). 4th ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2017. 405–752 p.
2. Shakil A, Aparicio K, Barta E, Munez K. Inguinal Hernias: Diagnosis and
Management. Am Fam Physician. 2020 Oct 15;102(8):487492.
3. Álvarez JA, Baldonedo RF, Bear IG, Solis JAS, Alvarez P, Jorge JI.
Incarcerated groin hernias in adults: Presentation and outcome. Hernia
[Internet]. 2004 [cited 2023 Mar 2];8:121126–80. Available from:
https://link.springer.com/article/10.1007/s10029-003-0186-1
4. Kusuma A, Miftahurrahmah, Ayudia EI. Profil Pasien Hernia Inguinalis
Lateralis Inkarserata di RSUD Raden Mattaher. Vol. 73, Postgraduate
Medical Journal. [Jambi]: Universitas Jambi; 2022.
5. Köckerling F, Simons MP. Current Concepts of Inguinal Hernia Repair. Visc
Med. 2018 Apr 1;34(2):145–50.
6. Schroeder AD, Tubre DJ, Fitzgibbons RJ. Watchful Waiting for Inguinal
Hernia. Adv Surg. 2019 Sep 1;53:293–303.
7. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Gray’s Basic Anatomy International
Edition. Redaksi halodoc. Elsevier; 2012. 134–281 p.
8. Paulsen F, J W. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi Umum dan
Muskuloskeletal. 24th ed. Vol. 1. Singapore: Elsevier; 2017.
9. Townsend CM, editor. Sabiston Textbook of Surgery. 17th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2004. 1199–1217 p.
10. Fanny F, Aron Listianti D. Hernioraphy Cyto pada Pasien Hernia Inguinalis
Dekstra Inkarserata. Majority. 2017 Jul;6(3):119–22.
11. Bickley L. BATES Buku Ajar Pemeriksaan Fisik. 11th ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2013.
12. Chandler JJ. Groin Hernias and Masses, and Abdominal Hernias [Internet].
Springer; [cited 2023 Mar 5]. 479–498 p. Available from: 34
http://eknygos.lsmuni.lt/springer/252/479-498.pdf

26
13. Hammoud M, Gerken J. Inguinal Hernia. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing. 2022.
14. Ramata YI. Perbandingan Insiden Nyeri Kronis Pasca Operasi paada Pasien
yang Menjalani Laparoskopi Herniorafi Transabdominal Preperitoneal
(TAPP) dan Totally Extraperitoneal (TEP) Di RSUP Dr. M. Djamil Padang.
[Padang]: FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS;
2021.
15. Meliani RI, Dytho MS. Hernia. Proceeding Book Call for Paper Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta (Synapse). 2022 Sep 24;
16. Kumaat MA, Lampus H, Nathaniel Pali. Inguinal hernia in infants. e-Clinic.
2022 Apr 18;10(2):167–72.
17. Öberg S, Andresen K, Rosenberg J. Etiology of Inguinal Hernias: A
Comprehensive Review. Vol. 4, Frontiers in Surgery. Frontiers Media S.A.;
2017.
18. Wahid F, Isnaniah, Sampe J, Langitan A. Hernia Inguinalis Lateralis Dextra
Dengan Hemiparese Sinistra. Jurnal Medical Profession (MedPro).
2019;1(1):12.
19. Sesa IM, Efendi AA. Karakteristik Penderita Hernia Inguinalis Yang
Dirawat di RS Umum Anutapura Palu Tahun 2012. Jurnal Kesehatan
Tadulako. 2015;1(1):1–10.

27

Anda mungkin juga menyukai