LAPORAN KASUS
PENGGUNAAN ANESTESI GANI (GENERAL ANASTHESIA NASAL
INTUBATION) PADA PASIEN IMPAKSI GIGI
OLEH:
Pembimbing:
(Dibawakan dalam rangka tugas kepanitraan klinik bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif)
Pembimbing,
II
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat,
hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga Laporan Kasus dengan judul
“PENGGUNAAN ANESTESI GANI (GENERAL ANASTHESIA NASAL INTUBATION)
PADA PASIEN IMPAKSI GIGI” ini dapat terselesaikan. Salam dan shalawat senantiasa
tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, sang pembelajar sejati yang memberikan pedoman
hidup yang sesungguhnya.
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yangsetinggi-tingginya kepada dosen dr. Dian Wirdiyana, M.Kes., Sp. An.-TI,
Subs TI(K). Yang telah memberikan petunjuk, arahan dan nasehat yang sangat berharga dalam
penyusunan sampai dengan selesainya referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dengan niat dan kesungguhan yang penuh serta
usaha yang maksimal dalam menyusun Laporan Kasus ini, masih banyak celah yang dapat diisi
untuk menyempurnakan referat ini, baik dari isi maupun penulisannya. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan.
Demikian, semoga referat ini bermanfaat bagi pembaca secara umum dan penulis
secara khususnya.
Penulis,
III
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ................................................................................ 1
DISKUSI ...................................................................................... 33
IV
BAB 1
PENDAHULUAN
pada lengkung rahang, di sebabkan karena tidak ada jalan erupsi untuk gigi tumbuh
dalam jangka waktu yang telah di perkirakan, Gigi impaksi terjadi karena adanya
halangan oleh gigi sebelahnya atau terpendam oleh jaringan lunak atau tulang, sehingga
menyebabkan gigi impaksi tumbuh tidak sempurna, Gigi molar ketiga merupakan gigi
yang sering mengalami impaksi, namun gigi kaninus rahang atas, gigi premolar rahang
bawah dan gigi premolar rahang atas juga sering mengalami impaksi. Frekuensi gigi
perawatan kedokteran gigi yang dapat menimbulkan rasa sakit, kecemasan dan
ketakutan pada pasien. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengontrol rasa sakit
dan ketakutan pasien adalah penggunaan anestesi, sehingga pasien dapat kooperatif saat
digunakan untuk manajemen rasa sakit pasien. Anestesi yang dapat digunakan dalam
odontektomi, yaitu anestesi lokal dan anestesi umum. Anestesi yang sering digunakan
dalam odontektomi adalah anestesi lokal, akan tetapi pada beberapa kasus, anestesi
kecemasan pasien, letak anatomi, kontrol nyeri yang memadai, dan komorbiditas
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. PREOPREATIF/PREANESTESI
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Y
Usia : 24 Tahun
Berat Badan : 73 Kg
Agama : Islam
2. ANAMNESIS
Riwayat Penyakit sekarang : Pasien berusia 24 tahun masuk RSUD Labuang Baji
tanggl 08 November 2023 dengan keluahan rasa tidak nyaman pada daerah gigi dan
khawatir bentuk gigi tidak teratur. Nyeri kepala (-), nyeri gigi (-), nyeri daerah gusi
hilang timbul. Rasa kurang nyaman ada, keluhan lain tidak ada. BAB dan BAK dalam
batas normal.
2
Riwayat Operasi : Pasien Mengatakan tidak pernah di operasi sebelumnya.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Vital
Nadi : 78 x / menit
Suhu : 36,6 oC
Pernafasan : 17 x / menit
Spo2 : 98 %
Proritas 6B
B1 (Breath)
mandibular (-), Retrusi mandibular (-), leher pendek (-), tonsil (T1-T1),
wheezing (-/-), gigi palsu (-), SpO2 98% (tanpa nasal kanul).
B2 (Blood)
Akral hangat pada ekstremitas atas (+/+) dan ekstremitas bawah (+/+),
B3 (Brain)
B4 (Bladder)
3
Buang air kecil : lancar, warna urin kekuningan, berpasir (-),
B5 (Bowel)
Abdomen : Distensi (-), peristaltic (+) kesan normal, nyeri tekan (-) di
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ekstremitas atas (-/-),
keterbatasan fungsional
ketidakmampuan fungsi
dilakukan operasi
4
“Bila operasi yang dilakukan darurat (Emergensi) maka penggolongan ASA
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah
Rutin Parameter
PDW 11 9.0-17.0 Fl
Kimia darah
CT 6’30’’ 4 – 10 Menit
BT 3’00’’ 3 – 7 menit
5
5. DIAGNOSIS
Impacted Teeth
6. PENATALAKSANAAN
Premedikasi di ruangan :
7. KESIMPULAN
(GANI)
B. PREINDUKSI
B1 (Breath)
6
Airway : Bebas, 02 on air room, SpO2 99%
B2 (Blood)
B3 (Brain)
B4 (Bladder)
B5 (Bowel)
Abdomen : Distensi (-), Peristaltik (+), Kesan normal, Nyeri tekan (-)
di seluruh region
Hal- hal yang perlu di persiapkan di kamar operasi antara lain adalah :
7
T Tube Nasotracheal tube pilih sesuai ukuran pasien,
ukuran 7 cm.
Tiang infus
Premedikasi
Induksi
Muscle relaxan
8
1. Diagnosis Pra bedah : Impacted teeth
10. Premedikasi :
kanan, terpasang monitor standar (EKG, TD, Nadi, RR, Suhu, SpO2)
Insersi ETT Non kingking ukuran 7.0 mm via nasal hingga tampak
9
dengan forcep magill, kembangkan cuff, suara napas kanan = kiri, suara napas
D. POST OPERATIF
Pemantauan di Recovery Room (ruang pulih) adalah ruangan khusus pasca anestesi /
bedah yang berada di kompleks kamar operasi , hal yang perlu di pantau adalah:
Henti nafas 0
10
Sadar setelah di panggil 1
IVFD RL
Bila tekanan darah sistolik < 90 mmhg memberikan injeksi ephedrine 10 mg/iv
Bila denyut jantung < 50 x/menit berikan atrium sulfat 0,25 mg.
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. IMPACTED TEETH
1. ANATOMI GIGI
Mahkota gigi adalah bagian gigi yang terlihat di dalam mulut dan berwarna
putih.
Leher gigi adalah bagian gigi yang terletak diantara mahkota gigi dan akar
gigi.
Gigi molar pertama baik rahang atas maupun rahang bawah memiliki ciri-ciri
12
Gigi molar pertama rahang atas, ciri-cirinya:
empat groove.
Gigi ukuran paling besar di rahang bawah mempunyai cups paling banyak
secara garis besar struktur gigi permanen dibagi menjadi dua bagian berikut:
mahkota gigi terdapat bagian yang menonjol yang disebut puncak gigi.
Mahkota dan puncak gigi dilapisi oleh suatu lapisan yang disebut email gigi,
di bagian bawahnya terdapat lapisan berwarna putih yang disebut dentin gigi.
melekatnya gigi yang disebut tulang gigi.Bagian dalam gigi terdapat rongga
yaitu pulpa gigi dan di dalam pulpa terdapat serabut saraf serta pembuluh
2. DEFINISI
Gigi yang impaksi didefinisikan sebagai gigi yang erupsi, sebagian erupsi, atau
tidak erupsi yang tidak memiliki hubungan lengkung normal dengan gigi lain di dalam
rongga mulut. Gigi impaksi dapat pula didefenisikam sebagai retensi gigi karena
hambatan pada jalur erupsi atau lebih jarang akibat posisi abnormal dari benih gigi.
Molar ketiga adalah gigi yang paling sering terkena impaksi, diikuti oleh kaninus
Menurut Kamus Kedokteran Gigi Ireland, impaksi gigi terjadi jika sebuah gigi
terhalang untuk erupsi ke posisi fungsional penuh. Faktor penghambat ini dapat berupa
3. EPIDEMIOLOGI
Pada beberapa negara telah dilakukan penelitian tentang frekuensi gigi impaksi,
diantaranya penelitian yang telah dilakukan oleh Ramamurthy pada tahun 2012 di
14
India, penelitian yang dilakukan oleh Harsha tahun 2014 di India, serta penelitian yang
Menurut Archer dikutip dari Rahayu sebanyak sembilan dari sepuluh orang mengalami
satu gigi yang impaksi. Gigi impaksi sering terjadi pada gigi permanen yaitu molar,
kaninus, premolar, dan insisivus. Penelitian yang dilakukan oleh Riwudjeru tahun 2012
pada pasien yang berkunjung ke BP-RSGM kota Manado menunjukan 96,56% gigi
impaksi pada pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Secic dkk di Sarajevo tahun 2013
menunjukan insidensi gigi impaksi sebesar 89,7%. Penelitian gigi impaksi juga
dilakukan oleh Amanat dkk di Karachi selama tahun 2012-2013 menunjukan prevalensi
gigi impaksi sebesar 26%. Penelitian dilakukan oleh Al-Angudi dkk di Oman tahun
4. ETIOLOGI
gangguan pola erupsi normal yang pada akhirnya menyebabkan impaksi gigi. Dua teori
utama telah diajukan sebagai penjelasan yang mungkin untuk impaksi gigi. Yang
pertama dikenal sebagai teori pedoman (guidance) yang mengidentifikasi faktor dan
kondisi lokal sebagai sesuatu yang berkontribusi terhadap impaksi gigi. Hal ini
termasuk kondisi seperti perpindahan embriologis dari benih gigi, transposisi gigi, dan
jalur erupsi normal adalah gigi yang hilang secara bawaan, seperti gigi insisivus lateral
dimana hal ini diyakini mengganggu pedoman alami yang diperlukan untuk
Teori kedua dikenal sebagai teori genetika, yang menghubungkan gigi impaksi
dengan kelainan gigi terkait genetik lainnya seperti ukuran, bentuk, jumlah, dan struktur
15
gigi. Etiologi gigi impaksi juga dikaitkan dengan kondisi sistemik, seperti gangguan
endokrin atau penyakit demam, sindrom, seperti displasia cleidocranial, dan proses
5. KLASIFIKASI
berdasarkan sudut yang terbentuk antara sumbu panjang gigi molar ketiga dan sumbu
panjang gigi molar kedua mandibula. Klasifikasi Winter adalah sebagai berikut: 5
a. Vertikal: sumbu panjang molar ketiga sejajar dengan sumbu panjang molar kedua
b. Mesioangular: sumbu panjang molar ketiga miring ke arah molar kedua dalam arah
c. Horizontal: sumbu panjang molar ketiga adalah horizontal (dari 80 sampai 100°).
f. . Lainnya (dari 101 sampai 80°), meliputi mesio invert, disto invert dan disto
horizontal.
16
6. PEMERIKSAAN RADIOGRAFI
membantu dokter gigi untuk melihat kondisi rongga mulut lebih jelas dan rinci. Peran
radiografi yaitu sebagai pemeriksaan penunjang untuk membantu dokter gigi dalam
Interpretasi radiografi gigi dapat dipandang sebagai proses untuk membuka atau
mencari semua informasi yang ada dalam radiografi gigi tersebut. Tujuan utama
17
b. Mencari atau memberi informasi mengenai awal dan perluasan penyakit.
7. PENATALAKSANAAN
menimbulkan berbagai masalah patologis yang lebih serius dan berbahaya seperti
terbentuknya kista dentigerous, tumor, resorpsi akar gigi disebelahnya serta komplikasi
Pilihan kedua adalah berupa tindakan bedah untuk membuka gigi impaksi
kemudian dilanjutkan dengan perawatan ortodonti untuk menarik gigi impaksi masuk
ke dalam bidang oklusal, terkadang gigi impaksi dapat erupsi sendiri tanpa bantuan alat
ortodonti Odontektomi merupakan prosedur umum yang dilakukan pada gigi impaksi.6
rencana perawatan tergantung pada posisi gigi impaksi, jarak antara gigi impaksi
dengan bidang oklusal, tahap perkembangan gigi impaksi tersebut, hubungan gigi
impaksi dengan gigi-gigi di dekatnya serta kebutuhan perawatan ortodonti, usia pasien
dan respons penyembuhan jaringan keras dan lunak setelah tindakan bedah.6
1. GENERAL ANESTESI
General anestesi adalah suatu tindakan untuk meniadakan rasa sakit di seluruh
meliputi : 7
18
Dimana merupakan Teknik yang dilakukan dengan cara memberikan /
anestesi intravena : 8
Hipnosis
Propofol
Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi yang berisi
10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan 2,25% glyserol.
operasi bagi pasien rawat jalan. Obat ini juga efektif dalam
kritis.
Midazolam
19
midazolam menghasilkan mula kerja 29 yang cepat, lebih amnesia
dengan opioid.
Ketamin
Analgesik
Morfin
Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatife
hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai yang
diperlukan.
Fentanly
cepat berakhir setelah dosis kecil yang diberikan secara bolus, dan
20
Pelumpuh Otot
operasi.
Obat pelumpuh otot adalah obat/ zat anestesi yang diberikan kepada
dapat bekerja.
cara memberikan campuran berupa gas atau agen inhalasi yang diuapkan
21
Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk
masih menjadi misteri dalam farmakologi modern. Berikut adalah jenis gas
N2O
Halotan
Isofluran
Desfluran
Sevofluran
Pembedahan pada orang dewasa dimana anestesi umum lebih disukai oleh
Operasi besar
Pembedahan yang dengan lokal anestesi tidak begitu praktis dan memuaskan
22
Pasca general anestesi mengakibatkan gangguan pola pernapasan yang
disebabkan oleh efek sisa obat anestesi, serta dapat mengakibatkan gangguan sirkulasi
karena kekurangan cairan dan perdarahan. Selain itu pasca general anestesi dapat
menyebabkan hipotermi yang diakibatkan oleh efek obat anestesi. Pasca general
anestesi juga memiliki efek regurgitasi dan muntah yang dapat mengakibatkan
aspirasi. Menurut studi penelitian yang lain menyatakan bahwa general anestesi
mempengaruhi waktu pulih sadar, selama waktu pulih sadar dilakukan pemantauan
2. INTUBASI
a. DEFINISI
atau hidung, intubasi terbagi menjadi 2 yaitu intubasi orotrakeal (endotrakeal) dan
verada kira-kira di pertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. 9
b. TUJUAN
Intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa melalui mulut atau
melalui hidung, dengan sasaran jalan bagian atas atau trachea. Tujuan di
kelancaran pernafasan.
23
Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi lambung (pada keadaan tidak
c. INDIKASI
saluran udara yang bebas hambatan untuk ventilasi dalam jangka panjang,
keadaan gawat atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi, ventilasi
bawah), menjaga darah dan sekresi keluar dari trakea selalma operasi saluran
lakukan intubasi.9
nasotrakeal biasanya lebih kecil oleh karenanya tahanan jalan napas menjadi
cenderung meningkat. Intubasi nasotrakeal pada saat ini sudah jarang di lakukan
untuk intubasi jangka panjang karena peningkatan tahanan jalan nafas serta resiko
24
terjadinya sinusitis. Teknik ini bermanfaat apabila urgensi pengelolaan airway
Prosedur ini merupakan kontraindikasi untuk penderita yang apnea. Makin dalam
penderita bernafas, makin mudah mengikuti aliran udara sampai ke dalam laring.
Kontraindikasi lain dari pemasangan pipa nasotrakela antara lain fraktur basis
crania khususnya pada tulang ethmoid, epistaksis, polip nasal, koagulopati, dan
trombolisis10
d. PERSIAPAN
1) Prinsip Intubasi
blade yang tepat. Nasotracheal tube dengan ukuran yang di inginkan , jelly,
dan stylet.
tube berfungsi
Sumber oksigen, sungkup dengan ukuran yang tepat, amubag dan sirkuit
kontraindikasi
25
Alat monitoring karbon dioksida untuk memastikan Nasotracheal tube
laringoskopi, manuver dan atau scalpel digunakan oleh seorang dokter ahli yang
pandang plica vokalis pada laringoskop dan perlunya penggunaan alat atau teknik
khusus.11
Kriteria LEMON:
ventilasi atau intubasi dan evaluasi kesulitan secara fisik. Pada umumnya jika
jalan napas terlihat sulit, maka kesulitan jalan napas benar terjadi. Perhatikan
apakah pasien memiliki leher pendek, trauma wajah, gigi yang besar, kumis
E - Evaluate 3-3-2: Langkah ini merupakan gabungan dari buka mulut dan
pembukaan mulut dan ukuran mandibula dengan posisi laring pada leher
langsung.
3: Kecukupan akses oral. Jarak interincisor 3 jari pasien. Mulut harus terbuka
26
3: Kapasitas ruang mandibula untuk memuat lidah ketika laringoskopi. Jarak
submandibular.
thyrothyoid 2 jari pasien. Glottis harus terletak pada jarak yang cukup caudal
ke pangkal lidah yang merupakan garis pandang langsung dari luar mulut ke
pita suara.
menjulurkan lidah.
visualisasi laring. Empat tanda utama adanya obstruksi jalan napas atas yaitu
muffled voice (hot potato voice), kesulitan menelan (karena rasa sakit atau
obstruksi), stridor, dan sensasi dispnea. Dua tanda pertama tidak biasanya
menunjukkan adanya obstruksi total pada jalan napas atas pada orang
dewasa. Namun adanya obstruksi kritis biasa ditandai jika sensasi dispnea
menjadi < 4,5 mm. meskipun masih kontroversial namun pasien obesitas
27
sering memiliki kondisi pandangan glottis yang buruk dengan laringoskopi
sebagai suatu kesulitan dalam intubasi. Menilai apakah ada deformitas leher
Ekstensi sendi atlanto - oksipital yaitu posisi leher fleksi dengan menyuruh
untuk menguji ekstensi daripada sendi atlanto - oksipital. Aksis oral, faring
dan laring menjadi satu garis lurus dikenal dengan posisi Magill. Ektensi
3) Alat-Alat
Alat – alat yang di gunakan pada Tindakan intubasi endotrakeal anatara lain
Laringoskop, yaitu alat yang digunakan untul melihat laring, ada dua jenis
laringoskop yaitu :
dan anak-anak, karena mempunyai epiglottis yang relatif kaku dan lebih
Panjang. Trauma yang terjadi pada intubasi sering terjadi pada blade
lurus.12
28
Biasanya terbuat dari karet atau plastik. Pipa plastic yang sekali pakai dan
daerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa di tekuk yang
mempunyai spiral nilon atau besi. Untuk mencegah kebocoran jalan nafas,
Terdapat dua jenis balon yaitu balon dengan volune besar dan kecil. Balon
Balon volume besar melingkupi daerah mukosa yang lebih luas dengan
tekanan yang lebih rendah di bandingkan dengan volume kecil. Pipa tanpa
nafas adalah daerah rawan krikoid. Pada dewasa biasanya di pakai pipa balon
karena bagian tersempit adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa di
Perempuan 6,5 – 7,0 mm. Untuk intubasi oral Panjang pipa yang masuk 20 –
kelingkingnya.
Alat ini di gunakan untuk mencegah obstruksi jalan nafas karena jatuhnya
alat bantu saat insersi pipa. Forsep intubasi (Magill) di gunakan untuk
29
memanipulasi pipa endotracheal nasal, atau pipa nasogastic melalui
orofaring.
IV line
IV line sangat krusial untul intubasi terutama untuk memasukkan obat yang
keadaan sniffing.
intubasi.
4) Tindakan Intubasi
bantal yang cukup keras atau botol infus ), sehingga kepala dalam keadaan
ekstensi serta trakhea dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.
selama 3 menit. Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon
30
Pemberian vasokonstriksi. Pemberian semprotan vasokonstriksi secara
distal setelah itu dimasukkan dengan tangan kanan melalui Nostril dextra
atau sinistra , tekan dengan lembut serta dorong nasotracheal tube tersebut.
dari sudut kiri dan lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop
didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan
dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita
diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada
akan terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara
31
nafas kiri. kadang-kadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan
tahanan jalan nafas terasa Ichih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti
ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedin panu sama. Sedangkan bib
nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi
bersangkutan.
32
BAB IV
DISKUSI
Pasien berusia 24 tahun masuk RSUD Labuang Baji tanggl 08 November 2023 dengan
keluahan rasa tidak nyaman pada daerah gigi dan khawatir bentuk gigi tidak teratur. Nyeri
kepala (-), nyeri gigi (-), rasa kurang nyaman ada, keluhan lain tidak ada. BAB dan BAK dalam
batas normal, selera makan meunurun karena rasa tidak nyaman daerah gigi.
Pemeriksaan fisik dari tanda – tanda vital di dapatkan tekanan darah 126/80 mmhg,
0
nadi 78 x / menit, respirasi 17 x/ menit, suhu 36,6 c, dari pemeriksaan laboratorium
hematologic di dapatkan hasil dalam batas normal. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan pasien dengan diagnosis impaksi gigi sehingga
(general Anasthesia Nasotracheal Intubation) yang mana anestesi ini dinilai lebih efektif untuk
diterapkan pada pasien dengan operasi pada daerah cavum oral yang dapat mengurangi
penyulit pada saat tindakan pembedahan Odontektomi dan juga keuntungan lain yang di
Pasien masuk ke kamar operasi pukul 09.00, kemudian dilakukan persiapan pada pasien
dengan tanda – tanda vital awal : TD 124/85 mmHg, HR 75 x/menit, RR : 20 x / menit, Suhu
36,70 , Sp O2 99%. Setelah pasien dan instrumen untuk pembedahan telah siap, pukul 09:10
Pada pasien dipilih untuk dilakukan tindakan anestesi umum dengan intubasi
Nasotracheal napas terkendali dengan pertimbangan keuntungan yang di dapat dari tindakan
anestesi tersebut. Setelah terpasang jalur intravena dengan cairan RL (Ringer Laktat), obat-
33
obat premedikasi, fentanyl 150 mcg, kemudian dilakukan preoksigenasi dengan O2 6-8 lpm
via facemask, kemudian dilakukan induksi Profopol 80 mg dengan dosis titrasi, selanjutnya
diberikan Muscel relaxan dengan golongan non depolarisasi yaitu Atracurium 50 mg, sebagai
Selama operasi berlangsung pasien sadar sehingga diberi propofol 40 mg, selain itu
juga terpasang syringe pump dengan fentanyl dosis 50 mcg/ jam sebagai maintenance
analgetik. Pukul 09:18 Wita operasi berlangsung, dilakukan pemantaun tanda – tanda vital
pasien. Pukul 09: 58 Wita operasi selesai, setelah operasi dilakukan pemberian reversel
neogstigmin, pasien hemodinamik stabil, napas spontan adekuat, pasien sadar baik, dilakukan
TTV terakhir TD : 124/78 mmhg, N : 70 x/menit, P: 22 x/menit suhu : 36,7 0c, Spo2 : 100%.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Citra, Fitri Pradhitia, 2023, Gambaran Klasifikasi dan Angulasi Gigi Impaksi Molar
Ketiga Rahang Bawah Pada Pasien RSGM UNAND Dilihat Secara Radiografi
2. Studi P, Dokter P, Kedokteran F. Dedy. S, dkk, 2019, Anatomi Sistem Respirasi dan
a Combined Clinical and Radiological Classification. Ann Med Health Sci Res
/pmc/articles/PMC4512113/
Vol. 3. 2015.
Pell-Gregory dan Winter dengan Tinggi Ramus dan Ukuran Sudut Gonial Berdasarkan
6. Larry J. P, 2015, Principles of management of impacted Teeth, Dalam: Ellis, E., Hupp,
JR dan Tucker, MR, Eds., Bedah Mulut dan Maksilofasial Kontemporer, Edisi ke-4,
StatPearls [Internet]. 2023 Aug 5 [cited 2023 Nov 22]; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493199/
35
8. Wong SSC, Choi SW, Lee Y, Irwin MG, Cheung CW. The analgesic effects of
quite different. Vol. 120, British Journal of Anaesthesia. Elsevier Ltd; 2018. p. 207–9.
10. Chauhan V, Acharya G. Nasal intubation: A comprehensive review. Indian J Crit Care
Med [Internet]. 2016 Nov 1 [cited 2023 Nov 22];20(11):662. Available from:
/pmc/articles/PMC5144529/
11. Ji SM, Moon EJ, Kim TJ, Yi JW, Seo H, Lee BJ. Correlation between modified
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560730/
36