Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN ILMU ANASTESI DAN TERAPI INTENSIF LAPORAN KASUS

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER AGUSTUS 2023

Manajemen Anastesi GA TIVA


Anesthesia Pada Pasien Biopsi Tumor
Sinonasal

Editor :
Ahmad Al Muhtadi Billah

Pembimbing Editor:

dr. Zulfikar Tahir, M.Kes, Sp.An-TI

(Dibawakan Dalam Rangka Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Anastesi dan Terapi Intensif)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Ahmad Al Muhtadi Billah

NIM : 105501103421

Judul : Manajemen Anastesi GA TIVA Pada Pasien Biopsi Tumor Sinonasal

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Anastesin
dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Makassar.

Makassar, Agustus 2023

Pembimbing

dr. Zulfikar Tahir, M.Kes, Sp.An

ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang senantiasa tercurahkan
atas segala limpahan rahmat dan nikmat-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaihi Wassallam, karena beliaulah sebagai
suritauladan yang membimbing manusia menuju surga. Alhamdulillah berkat hidayah dan
pertolongan-Nya sehingga dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul “Manajemen
Anastesi Pada Pasien Biopsi Tumor Sinonasal”.
Laporan Kasus ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik di Bagian Ilmu Anastesi dan Terapi Intensif. Secara khusus penulis menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih yang mendalam kepada dr. Zulfikar Tahir, M.Kes, Sp.An. selaku
pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing,
memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa penyusunan referat ini belum sempurna adanya dan memiliki
keterbatasan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik moral maupun
material sehingga dapat berjalan dengan baik. Akhir kata, penulis berharap agar referat ini dapat
memberi manfaat kepada semua orang.

Makassar, Agustus 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................................ii

KATA PENGANTAR.....................................................................................................iii

DAFTAR ISI…................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS.............................................................................................2

BAB III PEMBAHASAN................................................................................................9

BAB IV KESIMPULAN................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………,.........................15

iv
BAB I

PENDAHULIAN

Tumor Sinonasal merupakan sekelompok heterogen dari histopatologi yang tidak biasa.
Tumor sinonasal memiliki variasi dari kelainan bawaan hingga tumor jinak hingga kanker
tingkat tinggi. Keganasan yang paling umum adalah kanker sel skuamosa (SCC), yang terjadi
dengan rekuensi <1:200.000 per tahun di Amerika Serikat. Tumor ganas pada tractus sinonasal
terdiri dari kurang dari 1% dari semua kanker dan 3% dari kanker yang melibatkan tractus
aerodigestif bagian atas. Sekitar 55% kanker di sinus paranasal berasal dari sinus maksilaris,
35% di saluran hidung, 10% di ethmoid, dan tumor langka (<1%) di sinus rontal dan sphenoid.
Salah satu metode untuk menegakkan diagnosis dari penyakit ini yaitu, biopsi di ruang operasi
dengan pasien tertidur dengan cara anestesi. Hal ini bertujuan untuk membekukan bagian
konfirmasi jaringan neoplastik dan memungkinkan ahli bedah untuk mengontrol perdarahan. (1)

Anestesi berasal dari bahasa Yunani, an- yang berarti “tanpa” dan aisthēsi, yang berarti
sensasi. Anestesi adalah pemberian obat untuk menghilangkan kesadaran secara sementara dan
biasanya ada kaitannya dengan pembedahan. Secara garis besar anestesi dibagi menjadi dua
kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi regional. Anestesi untuk bedah rawat jalan yang
ideal adalah proses induksi anestesi dengan onset dan juga pemulihan yang cepat, nyaman untuk
pasien, efek analgesik pasca bedah adekuat, serta pengendalian mual-muntah yang baik. (2)

General anesthesia atau anestesi umum merupakan suatu tindakan yang bertujuan
menghilangkan nyeri, membuat tidak sadar dan menyebabkan amnesia yang bersifat reversible
dan dapat diprediksi. anestesi umum menyebabkan hilangnya ingatan saat dilakukan pembiusan
dan operasi sehingga saat pasien sadar pasien tidak mengingat peristiwa pembedahan yang
dilakukan. Metode atau teknik anestesi umum dibagi menjadi 3 yaitu teknik anestesi umum
inhalasi, anestesi umum intravena dan anestesi umum imbang. Total intravenous anesthesia
(TIVA) merupakan teknik anestesi yang menggunakan jalur intravena sebagai jalan masuk obat
untuk induksi dan rumatan. Prosedur pembedahan yang dilakukan pada pasien tanpa kelainan
sistemik berat dengan waktu singkat bisa dilakukan dengan prosedur bedah rawat jalan.
Pelaksanaan bedah rawat jalan harus memenuhi persyaratan ditinjau dari pertimbangan faktor-
faktor pembedahan, kelengkapan sarana pendukung, dan anestesi. (2)

1
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Muh. Asri
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 51 Tahun
Berat Badan : 50 kg
Agama : Islam
Alamat : Jl. Sungai Celendu, Kel. Kasimpureng Kec. Ujung Bulu Kab.
Bulukumba
Diagnosis : Tumor Sinonasal Sinistra T3N0M0
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Benjolan di batang hidung sejak 2 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluhan disertai hidung kiri tersumbat, keluar cairan di kedua hidung berwarna putih
disertai darah, gatal-gatal (+), penghidu menurun (+). Nyeri kepala (+), Pendegaran baik,
telingan berdengung (-), nyeri menelan (-), sulit menelan (-), batuk (-), sesak nafas (-).
Demam (-), Berat badan menurun (-).
Riwayat Penyakit Terdahulu :
1. Riwayat Asma (-)
2. Riwayat hipertensi (-)
3. Riwayat penyakit jantung (-)
4. Riwayat penyakit diabetes melitus (-)
5. Riwayat alergi makanan dan obat (-)
6. Riwayat Keganasan (-)
7. Riwayat operasi (-)
Riwayat Keluarga :
1. Riwayat Keganasan (-)
2. Riwayat Merokok (-)

2
Riwayat Kebiasaan dan Psikososial :
1. Riwayat merokok sejak 10 tahun yang lalu sebanyak 3 batang/hari
2. Riwayat meminum alkohol (-)
3. Riwayat mengkonsumsi makan cepat saji (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesadaran : E4M6V5, Compos Mentis
2. Tanda-Tanda Vital :
a.Tekanan Darah : 120/80 mmHg
b.Nadi : 86 kali/menit, reguler
c.Pernapasan : 20 kali/menit, reguler
d.Temprature : 36,5 OC
e.SpO2 : 99 %
3. Status Generalis :
a.Kepala
1) Ukuran : Normocephal.
2) Rambut : Tidak Mudah dicabut, Alopesia (-).
3) Mata : Isokor (+ /+), Anemis ( -/-), Ikterus ( -/-), Ptosis( -/-).
4) Hidung : Tampak massa di regio dorsum nasi, berukuran seperti
kelereng besar, Rhinorrhea (-/-), Epistaxis (-/-)
5) Mulut : Tonsil T1-T1, Sianosis ( -/-), Bibir Kering ( -/-), massa (-)
b.Leher : Limfadenopati (-), Struma (-), Massa (-)
c.Thorax : Normochest, Simetris, Pernafasan Thoracoabdominal.
1) Paru-Paru :
 Inspeksi : Normochest, Pengembangan Dada Simetris.
 Palpasi : Vokal Fremitus (+ /+), Nyeri Tekan ( -/-).
 Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.
 Auskultasi : Vesikuler, Rhonki ( -/-), Wheezing ( -/-).
2) Jantung :
 Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea Midclavicularis Sinistra
 Perkusi :

3
 Batas Jantung Kanan Atas : Pekak di ICS II Linea Parasternal
Dextra
 Batas Jantung Kanan Bawah : Pekak di ICS IV Linea Parasternal
Dextra
 Batas Jantung Kiri Atas : Pekak di ICS II Linea Parasternal
Sinistra
 Batas Jantung Kiri Bawah : Pekak di ICS V Linea Parasternal
Sinistra
 Auskultasi: S1/S2 murni reguler, bising jantung (-)
d.Abdomen :
1) Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas
2) Auskultasi : Peristaltik kesan normal
3) Palpasi : Rebound tendernes (-), Hepatosplenomegali (-)
4) Perkusi : Tympani
e.Columna Vertebra : Skoliosis (-), Kifosis (-), Lordosis (-)
f. Extremitas : Edema (-), Atrofi (-), Deformitas (-)
g.Genitalia : tidak di temukan kelainan
 B1 (Breath) :
Airway: bebas, gurgling/snoring/crowing: (-/-/-), potrusi mandibular (-), buka
mulut > 3 jari , leher pendek (-), tonsil (T1- T1), faring hiperemis (-), frekuensi
pernapasan: 20 kali/menit, suara pernapasan: vesikular (+/+), suara pernapasan
tambahan ronchi (-/-), wheezing(-/-).
 B2 (Blood) :
Akral hangat pada ekstremitas atas (+/+) dan ekstremitas bawah (+/+), tekanan
darah: 125/77 mmHg, denyut nadi : 91 kali/menit, reguler, kuat angkat,bunyi jantung
S1/S2 murni regular.
 B3 (Brain) :
Kesadaran: Compos mentis, Pupil: bulat isokor Ø 2,5 mm/2,5mm, refleks cahaya
langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+, defisit neurologi: (-), Suhu 36,5 ◦C.
 B4 (Bladder) :

4
Buang air kecil spontan dengan frekuensi 2-3 kali sehari jernih berwarna
kekuningan.
 B5 (Bowel) :
Abdomen : distensi (-), peristaltik (+) kesan normal, massa (-), jejas (-),nyeri
tekan (-).
 B6 Back & Bone :
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ekstremitas atas (-/-), edema
ekstremitas bawah (-/-).
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hematologi Rutin (31-07-2023)
Leukosit 10,87 x 103/uL 4,4-11,3 x 103/uL
Eritrosit 4,39 x 106/uL 3,8-5,2 x 106/uL
Hemoglobin 10,3 x g/dL 11,7-15,5 g/dL
Hematokrit 32,7 % 35-47 %
Trombosit 286 x 103/uL 150-450 x 103/uL
Hemostasis (31-07-2023)
Clotting Time 8,00 detik 6-15 detik
Bleeding Time 2,00 detik 1,0-3,0 detik
Kimia Darah (31-07-2023)
Glukosa Darah Sewaktu 82 mg/dL < 200 mg/dL
Immunologi (31-07-2023)
HBsAg Non Reaktif Non Reaktif
2. CT-Scan Kepala Potongan Koronal Tanpa Kontras

5
Kesan : Massa sinus maxillaris sinistra yang meluas ke cavum nasi sinistra, Choana sisi
sinistra, sinus ethmoidalis sinistra, sinus frontalis sinistra, sinus sphenoidalis sinistra dan
sisi medial orbita sinistra dengan pendesakan septum nasi ke arah dextra oleh massa
E. RINGKASAN DATA
Seorang laki-laki berusia 51 tahun diantar ke poli THT-KL RS TK II Pelamonia dengan
keluhan Benjolan di batang hidung sejak 2 bulan yang lalu Keluhan disertai hidung kiri
tersumbat, keluar cairan di kedua hidung berwarna putih disertai darah, gatal-gatal (+),
penghidu menurun (+). Nyeri kepala (+).Riwayat merokok sejak 10 tahun yll sebanyak 3
batang/hari. Pada pemeriksaan fisik tampak massa di regio dorsum nasi, berukuran seperti
kelereng besar, Rhinorrhea (-/-), Epistaxis (-/-). Pada pemeriksaan CT-Scan Kepala
Potongan Koronal Tanpa Kontras tampak massa sinus maxillaris sinistra yang meluas ke
cavum nasi sinistra, Choana sisi sinistra, sinus ethmoidalis sinistra, sinus frontalis sinistra,
sinus sphenoidalis sinistra dan sisi medial orbita sinistra dengan pendesakan septum nasi ke
arah dextra oleh massa.
F. DIAGNOSIS
Tumor Sinonasal Sinistra T3N0M0
G. PENATALAKSANAAN

6
Rencana Operasi : Biopsi
 Di ruangan :
- IVFD RL 20 Tpm
- Ceftriaxone 1 gr/24 jam
- Puasa 8 jam Pre-Operasi
 Pre Anestesi:
- Informed consent
- Puasa 8 jam pre-operasi
 Intramedikasi Anestesi :
- IVFD RL 500 cc
- Fentanyl 100 mcg
- Ketamin 50 mg
 Intraoperatif
1) Diagnosis pra-bedah : Tumor Sinonasal Sinistra T3N0M0
2) Diagnosis pasca bedah : Post Biopsi Sinonasal
3) Penatalaksanaan anestesi
- Jenis anestesi : GA TIVA
- Lama anestesi : 10 menit
- Lama operasi : 08.15-08.45 (30 menit )
4) Anestesiologist : Dr. dr. Hisbullah Amin, Sp.An-TI,Subsp TI(K), Subsp
AV(K)
5) Otorhinolaryngologist : Dr. dr.Nani Iriani Djufri, Sp.THT-KL K(Onk),FICS
6) Posisi : Supine
7) Teknik anastesi : GA TIVA
8) Premedikasi : Dexamethasone 5 mg/12 jam/IV, Ondansetrone 4 mg/24
jam/IV, Ranitidine 50 mg/24 jam/iv, Fentanyl 100 mcg
9) General Anastesi : Ketamin 50 mg
10) Emergensi : Ephedrin 50 mg/ml, Sulfas Atropin
 Post Anastesi
- Pasien dipindahkan ke recovery room
- Keluhan : Tidak ada keluhan, nyeri (-)

7
- Maintenance cairan tubuh
- Dilakukan observasi TTV dan penilaian berdasarkan Bromage Score jika ≤ 2
boleh dipindahkan ke ruang perawatan
- Medikamentosa Post. Bedah :
 IVFD RL 500 cc 20 tpm
 Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
 Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
 Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
 Asam traneksamat 500 mg/8 jam/IV
 Dexamethasone 500 mg/8 jam/IV
Rencana Diagnostik :
- Pemeriksaan Histopatologi
- Bone Survey

Edukasi :

- Rutin kontrol melakukan pemeriksaan di Poliklinik THT-KL


- Menghindari debu, asap, dan polusi dengan menggunakan masker
- Berhenti merokok
- Hindari mengkonsumsi makanan yang diasap atau di bakar
- Jangan mengoleskan minyak gosok, ramuan dll ke daerah tumor
H. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka:
Diagnosis Preoperatif : Tumor Sinonasal Sinistra
Status Operatif : ASA PS 2
Jenis Operasi : Biopsi
Jenis Anestesi : General Anastesi dengan Total Intravenous Anastesi
I. PROGNOSIS
- Qua ad Functionam : dubia ad malam
- Qua ad Vitam : dubia ad bonam
- Qua ad Sanationem : dubia ad malam

BAB III
8
PEMBAHASAN

Sebelum dilakukan operasi pada pasien ini, terlebih dahulu dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Tujuannya yaitu untuk mengidentifikasi masalah
selain masalah yang akan ditangani, menentukan jenis operasi yang akan digunakan, dan
mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan anestesia. Selain itu, dengan memahami
keadaan pasien secara keseluruhan, akan lebih mudah untuk menentukan jenis anestesi yang
tepat dan pilihan pengobatan yang paling sesuai untuk pasien. Pasien diberi tahu tentang
tindakan yang akan dilakukan dan akibatnya. Setelah anamnesis singkat, pemeriksaan ASA PS
(Physical Status American Society Anastesiologist) dan dilakukan pemeriksaan Breath, Blood,
Brain, Bowel, Bladder, Back and Bone.

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sehingga


pasien di diagnosis sebagai tumor sinonasal sinistra. Tumor sinonasal merupakan sekelompok
tumor yang beragam, beberapa di antaranya unik pada hidung. Tumor sinonasal jarang di jumpai,
terhitung kurang dari 1% dari semua neoplasma. Awalnya tumor sisonasal memberikan gejala
yang minimal dan pada tahap awal dapat salah didiagnosis sebagai kondisi jinak yang lebih
umum seperti rinosinusitis. Beberapa senyawa karsinogenik telah diidentifikasi dengan
menghirup karsinogen ini yang bertanggung jawab atas sekitar 40% keganasan sinonasal yang
dilaporkan. (3) Paparan karsinogen akibat pekerjaan dan kebiasaan seperti terpapar asap rokok,
nikel, atoksin, kromium, hidrokarbon yang mudah menguap, serat organik yang ditemukan di
kayu, sepatu, dan industri tekstil, serbuk kayu, pengerjaan kayu, pembuatan furnitur, pekerjaan
kulit di duga merupakan faktor resiko proses karsinogenesis pada tumor sinonasal. Gejala yang
paling umum yang biasantya dijumpai yaitu: hidung tersumbat dan gejala paling umum kedua:
limfadenopati leher. Selain itu terdapat beberapa gejala seperti :

 Hidung: sekret, kongesti, epistaksis, gangguan penciuman


 Wajah: hipestesia saraf infraorbital, nyeri
 Mata: epiforia unilateral, diplopia, sakit kelopak mata, nyeri, kehilangan penglihatan
 Auditori: otalgia, gangguan pendengaran
 Oral: nyeri yang melibatkan gigi rahang atas

9
 Gejala konstitusional : demam, malaise/fatigue, penurunan berat badan (1)
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan kelainan berupa :
 Kepala/Wajah: edema midface/periorbital
 Mata: proptosis, eksoftalmosis
 Telinga: efusi telinga tengah
 Hidung: massa rongga hidung
 Rongga mulut: gigi lepas, asimetri palatal, trismus, maloklusi, erosi langsung ke
dalam rongga mulut
 Neurologis: defisit saraf kranial—umumnya CN I, II, III, IV, V1, V2, VI (1)

Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan Tekanan darah 120/80 mmHg ,Nadi 86
x/menit , Respirasi 20 x/menit ,Suhu 36,5 oC ,SpO 2 99 %. Suara napas vesikuler, tidak
didapatkan bunyi nafas tambahan baik rhonki maupun wheezing. Pada awal pemeriksaan status
neurologis GCS 15, pupil isokor 2,5mm/2,5mm, refleks cahaya (+/+). Pasien masuk ke kamar
operasi pukul 07:50, kemudian dilakukan persiapan pada pasien dengan tanda vital didapatkan
Tekanan darah 125/77 mmHg; Nadi 97 x/menit; Respirasi 20 x/menit; Suhu 36,5 oC; SpO 2 99%.
Setelah pasien dan instrumen untuk pembedahan telah siap, pukul 08.00 WITA pasien masuk
ruangan OK dan dilakukan persiapan untuk anestesi dengan prosedur GA TIVA, durasi anestesi
mulai pukul 08.00-08:10 WITA (10 menit) dan lama operasi mulai pukul 08:15-08:45 WITA (30
menit).

Anestesi intravena total (Total intravenous anaesthesia /TIVA) dapat didefinisikan


sebagai anestesi yang diberikan secara eksklusif melalui rute intravena. TIVA dapat diberikan
dengan menggunakan sejumlah teknik, termasuk dosis bolus intermiten, menjalankan infus
konstan menggunakan pompa infus jenis jarum suntik yang dikendalikan secara manual, dan
menggunakan sistem infus yang dikendalikan target (TCI). Dari agen anastesi intravena yang
umum digunakan, thiopental adalah agen yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1934,
sementara terbaru adalah propofol yang diperkenalkan pada tahun 1986. Anestesi intravena
memiliki beragam efek, yang luasnya bergantung pada farmakologi obat individu dan
penggunaan obat lain secara bersamaan, serta fisiologi pasien. Oleh karena itu penting untuk
memilih obat atau kombinasi obat berdasarkan masing-masing pasien dan dipersiapkan untuk
efek samping. (4; 5)

10
Sebelum dilakukan Anestesi, pasien diberikan premedikasi berupa Dexamethasone 5
mg/12 jam/IV, Ondansetrone 4 mg/24 jam/IV, Ranitidine 50 mg/24 jam/iv. American Society of
Anesthesiologists merekomendasikan bahwa agen antiemetik harus digunakan untuk pencegahan
dan pengobatan mual dan muntah bila diindikasikan tetapi tidak secara rutin. Untuk menentukan
apakah profilaksis diindikasikan, penting untuk menilai kecenderungan pasien untuk
mengembangkan PONV berdasarkan faktor risiko yang meningkatkan atau menurunkan
kemungkinan pasien mengalami PONV. Semakin lama prosedur pembedahan, semakin besar
risiko pasien untuk berkembang menjadi PONV, berpotensi karena paparan yang lama terhadap
obat lipofilik emetogenik. Durasi yang tidak tergantung, prosedur pembedahan tertentu telah
dikaitkan dengan peningkatan kejadian PONV, termasuk laparotomi; operasi ginekologi;
prosedur laparoskopi; serta prosedur bedah telinga, hidung, tenggorokan, payudara, plastik, dan
ortopedi. agen anestesi inhalasi, nitro oksida, neostigmin, dan opioid semuanya telah terlibat
dalam terjadinya PONV. Namun, korelasinya terbatas, dan sebagian besar sistem penilaian yang
digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko PONV tidak memasukkan faktor
anestesi, meskipun durasi paparan anestesi dikaitkan dengan perkembangan PONV. (6)

Dexamethasone telah terbukti bermanfaat dalam penatalaksanaan PONV, tetapi


mekanisme aktivitas antiemetiknya masih belum jelas. Kortikosteroid diusulkan untuk
menghambat sintesis prostaglandin secara sentral dan mengontrol pelepasan endorphin.
Ondansetron adalah turunan karbazalon yang secara struktural terkait dengan serotonin dan
memiliki sifat antagonis reseptor subtipe 5-HT3 spesifik tanpa mengubah aktivitas reseptor
dopamin, histamin, adrenergik, atau kolinergik. Ondansetron, 4 hingga 8 mg IV (diberikan
selama 2-5 menit segera sebelum induksi anestesi), sangat efektif dalam menurunkan insidensi
PONV pada populasi pasien yang rentan (operasi ginekologi rawat jalan, operasi telinga tengah).
Ranitidine adalah antagonis reseptor H2 yang menghasilkan inhibisi selektif dan reversibel
sekresi ion hidrogen yang dimediasi reseptor H2 oleh sel parietal di lambung. Pada periode pra
operasi, antagonis reseptor H2 telah diberikan sebagai kemoprofilaksis untuk meningkatkan pH
cairan lambung sebelum induksi anestesi. Namun, pedoman praktik ASA untuk puasa pra
operasi dan penggunaan agen farmakologis untuk mengurangi risiko aspirasi paru menyatakan
bahwa terdapat bukti bahwa antagonis reseptor H2 meningkatkan pH lambung dan mengurangi
volume lambung dan dapat diberikan sebelum operasi kepada pasien dengan risiko tinggi untuk
aspirasi. (6)

11
Kemudian pasien di anestesi dengan pemberian intramedikasi anestesi berupa Injeksi
intravena Fentanyl 100 mcg dan Ketamin 50 mg. Ketamin merupakan derivat fensiklidin yang
bekerja terutama, tetapi tidak secara menyeluruh, sebagai antagonis reseptor N-metil-d-aspartat.
Ketamin menghasilkan keadaan disosiatif hipnosis dan analgesia. Ketamine telah digunakan
untuk induksi dan maintenance anestesi. Ketamine secara non-kompetitif merupakan antagonis
reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA). Reseptor NMDA (anggota keluarga reseptor glutamat)
adalah kanal ion ligan-gated yang unik karena aktivasi saluran memerlukan pengikatan
neurotransmitter rangsang, glutamat dengan glisin sebagai koagonis wajib. (5; 7)

Ketamin menghambat aktivasi reseptor NMDA oleh glutamat dan menurunkan


pelepasan glutamat presinaptik. Interaksi dengan ikatan gugus phencyclidine tampaknya bersifat
stereoselektif, dengan isomer S(+) dari ketamine memiliki afinitas terbesar. ketamine juga
berinteraksi dengan reseptor opioid, monaminergik, nikotinik dan muskarinik. Karena interaksi
kompleks dengan sejumlah besar reseptor inilah ketamin memiliki sejumlah efek
menguntungkan dan beberapa efek tidak diinginkan. Berbeda dari obat anestesi lainnya, ketamin
dapat meningkatkan tekanan darah arteri, detak jantung, dan curah jantung; sebagian besar
terjadi setelah injeksi bolus cepat. Efek kardiovaskular ini terjadi akibat stimulasi sentral sistem
saraf simpatis dan inhibisi reuptake norepinefrin pada saraf terminal. Efek ini akan diikuti oleh
peningkatan tekanan arteri pulmonal dan kerja jantung. Karenanya ketamin harus diberikan hati-
hati pada pasien dengan penyakit arteri koroner, hipertensi tidak terkontrol, gagal jantung atau
aneurisma arteri. Ketamin dosis besar dapat mendepresi langsung miokard dengan menginhibisi
kalsium, efek ini terutama terlihat jelas bila ketamin diberikan pada keadaan blokade simpatis
(contoh transeksi chorda spinalis), atau pada saat pasien kehabisan cadangan katekolamin
(contoh syok berat stadium akhir). (5; 8)

Dosis induksi ketamin minimal memengaruhi sistem ventilasi, meskipun kombinasi


ketamin dan opioid dapat menimbulkan apnea. Sediaan rasemik ketamin merupakan
bronkodilator yang poten sehingga dapat digunakan sebagai induksi pada pasien dengan asma,
akan tetapi sediaan S (+) ketamin hanya menghasilkan bronkodilatasi minimal. Refleks saluran
napas bagian atas sebagian besar tetap intak, tetapi obstruksi jalan napas parsial masih dapat
terjadi dan pasien memiliki risiko terjadinya pneumonia aspirasi. Hipersalivasi akibat pemberian
ketamin dapat diatasi dengan pemberian antikolinergik seperti atropin atau glikopirolat. (8)

12
Ketamin dapat meningkatkan konsumsi oksigen serebral dan tekanan intrakranial.
Ketamin karenanya tidak digunakan untuk pasien dengan massa di otak ataupun trauma kepala.
Publikasi terbaru menunjukkan bukti yang kuat bahwa ketika ketamin dikombinasikan dengan
benzodiazepin (atau obat-obatan lain yang bekerja pada reseptor GABA yang sama) dalam
ventilasi kendali, tidak menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Efek samping ketamin
berupa gangguan psikomimetik selama pemberian dan pulih sadar jarang terjadi pada anak-
anak, pada pasien yang mendapat premedikasi dengan benzodiazepin atau pasien dengan
kombinasi ketamin - propofol (teknik anestesi total intravena). Ketamin memiliki efek analgesik,
amnesia, dan sedative. Induksi anestesi dapat dicapai dengan ketamin 1 mg/kg IV atau 4-6 mg/kg
rektal. (8)

Fentanyl merupakan opioid sintetik, yang banyak digunakan dalam praktik anestesi.
Fentanyl 100 kali lebih kuat daripada morfin. Fentanyl berikatan dengan reseptor opioid,
kemudian: (9)

 Menghambat masuknya kalsium ke dalam sel yang mencegah pelepasan


neurotransmitter excitatory.
 Mempotensiasi efflux kalium yang menyebabkan hiperpolarisasi membuat
penurunan eksitasi pada sel. Menghambat adenilat siklase yang mengurangi siklik
adenosin monofosfat (cAMP). cAMP dikaitkan dengan fosforilasi protein membran
dan perubahan kanal ion. (9)

Efek samping Penggunaan Fentanyl, yaitu :

 Sistem saraf pusat: euforia, disforia, perubahan mood, ketergantungan, pusing,


bingung, mengantuk, gangguan tidur, sakit kepala, miosis, halusinasi, vertigo.
 Sistem pernapasan: depresi pernapasan.
 Saluran cerna: mual, muntah, konstipasi, mulut kering, spasme bilier.
 Sistem kardiovaskular: hipotensi, bradikardia.
 Sistem ginjal: kesulitan berkemih, retensi urin, spasme ureter.
 Lainnya: berkeringat, pembilasan, ruam, urtikaria, pruritis.

13
Fentanyl tersedia sebagai larutan tidak berwarna yang mengandung 50 μg/ml, patch
transdermal yang melepaskan 25-100 μg/jam selama 3 hari, pelega tenggorokan melepaskan 200
μg hingga 1,6 mg selama 15 menit dan sebagai nasal spray. Fentanyl digunakan dengan dosis 1-2
μg/kg untuk analgesia selama operasi kecil, 10 sampai 25 μg untuk menambah intensitas anestesi
spinal dan 25-50 μg untuk menambah anestesi epidural. (9)

BAB IV

KESIMPULAN

KESIMPULAN

14
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sehingga
pasien di diagnosis sebagai tumor sinonasal sinistra yang juga merupakan penyakit sistemik
pada pasien, sehingga dikategorikan ASA II. Pasien rencana akan dilakukan Biopsi dan
dipuasakan selama 8 jam untuk rencana persiapan Anestesi. Sebelum dilakukan Anestesi,
pasien diberikan Premedikasi berupa Dexamethasone 10 mg/12 jam/IV, Ondansentrone 4
mg/24 jam IV dan Ranitidine 50 mg/24 jam/IV dengan tujuan untuk profilaksis Post
Operative Nausea Vomiting dan Pneumonia Aspirasi ketika intramedikasi anastesi
diberikan. Kemudian pasien digeneral anestesi dengan teknik Total Intravenous Anastesi
berupa injeksi intramedikasi anestesi Fentanyl 100 mcg, dan ketamine 50 mg.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Chan, Yvonne and Goddard, John C. . K.J. Lee’s Essential Otolaryngology. New York :
McGraw-Hill Education, 2016. 978-0-07-184992-0.

2. General Anestesi pada Tindakan Open Biopsi Pasien Tumor Mammae. Noviar, Dicky and
Putri, Narisha Amelia . 3, Lhokseumawe : Galenical, 2022, Vol. I.

3. Kerawala, Cyrus , Clarke, Peter and Newbold, Kate . Nasal cavity and paranasal sinus
malignancy. [book auth.] John C Watkinson, et al., et al. Scott-Brown’s Otorhinolaryngology.
New York : CRC Press, 2019.

4. Total intravenous anaesthesia: a survey of practices and training at anaesthesiology


department. F, Dadoo, et al., et al. 29, South Africa : South Afr J Anaesth Analg, 2023, Vol. I.
2220-1181.

5. Auldin, Mohammed . Intravenous agents. [book auth.] Mendoca Cypiran and Candrashekhar
Vaidyanath. Handbook of Anaesthesia & Peri-operative Medicine. United Kingdom : tfm
Publishing, 2017.

6. Lam, Christopher M. and Murray, Michael J. . Antiemetic. [book auth.] Pamela Flood, James
P. Rathmell and Richard D. Urman. Stoelting’s pharmacology & physiology in anesthetic
practice. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2022.

7. Butterworth, John F., Mackey, David C. and Wasnick, John D. Morgan & Mikhail's Clinical
Anesthesiology. New York : McGraw Hill, 2022. 978-1-26-047380-3.

8. Arifin, Hasanul and Zainumi, Cut Meliza. Farmakologi Obat Anestesi Intravena. [book auth.]
N. Margarita Rehatta, et al., et al. Anestesiologi dan Terapi Intensif Buku Teks KATI-
PERDATIN. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2019.

9. Chaudhari, Shefali and Mendonca, Cyprian . Analgesic drugs. [book auth.] Cyprian Mendoca
and Chandrashekhar Vaidyanath. Handbook of Anaesthesia & Peri-operative Medicine. United
Kingdom : tfm Publishing, 2017.

16

Anda mungkin juga menyukai