Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN ILMU ANESTESI LAPORAN KASUS

RSUD LABUANG BAJI DESEMBER 2022


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

Sub-Arachnoid Block (SAB) pada Abses Regio


Inguinal tindakan Debridement

Disusun Oleh :

Salsabillah Zam Zam

105501102021

Dokter Pembimbing :

dr. Zulfikar Tahir, M.Kes, Sp.An

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada Bagian Ilmu Anestesi

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2022
LEMBAR PENGESAHAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Salsabillah Zam Zam


NIM : 105501102021
Universitas : Universitas Muhammadiyah Makassar
Judul : Sub-Arachnoid Block (SAB) pada Abses Regio Inguinal tindakan
Debridement

Dengan sebenar-benarnya telah menyelesaikan tugas Laporan Kasus dalam


rangka Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Makassar dengan tema yang telah
disepakati oleh semua pihak yang terlibat dan dalam koridor kompetensi dokter
umum.

Makassar, 9 Desember 2022

Menyetujui,

Dokter Pembimbing,

dr. Zulfikar Tahir, M.Kes, Sp.An

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah
dan karunia-Nya sehingga Saya dapat mengerjakan dan menyelesaikan laporan
kasus ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Laporan Kasus ini Saya susun
untuk dapat memperdalam pemahaman materi tentang Anestesi Sub-Arachnoid
Block (SAB).

Saya sangat bersyukur dengan segala keterbatasan yang kami miliki


akhirnya mampu menyelesaikan laporan kasus ini sebagai bentuk tugas
kepaniteraan klinik. Seiring dengan hal itu penyusunan laporan kasus ini tidak
lepas dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Terutama kepada kedua
orang tua Saya, kakak dan adik saya yang telah memberikan dukungan material
maupun spiritual. Kepada dr. Zulfikar Tahir, M.Kes, Sp.An sebagai dokter
pembimbing laporan kasus kami yang telah menyetujui dan membimbing proses
pembuatan laporan kasus ini. Dan juga kepada semua pihak teman sejawat
kedokteran yang tidak bisa Saya sebutkan satu-persatu yang telah membantu Saya
secara langsung maupun tidak langsung.

Akhir kata Saya berharap kiranya laporan kasus ini dapat menjadi
masukan yang berguna dan sebagai informan bagi tenaga medis dan profesi lain
yang terkait dengan masalah kesehatan pada umumnya terkhusus dalam kasus
Sub-Arachnoid Block (SAB) pada Abses Regio Inguinal tindakan Debridement.

Makassar, 9 Desember 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN…………………………………….... 1
KATA PENGANTAR…………………………........….…………2
DAFTAR ISI……………………………………………………... 3
BAB I PENDAHULUAN…...………………………………........ 4
BAB II LAPORAN KASUS…………………………........……... 5
BAB III PEMBAHASAN……………….....................………… 14
BAB IV PENUTUP………………………...............................… 21
A. Kesimpulan……..……...…………......….……………..... 21

DAFTAR PUSTAKA………………………………………...… 22

3
BAB I

PENDAHULUAN

Abses merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang


terakumulasi pada jaringan karena adanya proses infeksi atau karena adanya
benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini
merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Tingkat prevalensi
penyakit infeksi di Indonesia masih tergolong tinggi dan menjadi suatu masalah
kesehatan di Indonesia.1

Abses dapat muncul pada permukaan kulit, namun abses juga dapat
muncul pada jaringan dalam organ. Beberapa jenis abses akan hilang dengan
sendirinya ketika pecah dan nanah mulai mengering. Penyebab abses biasanya
yaitu Staphylococcus aureus yang merupakan salah satu kuman patogen pada
manusia yang dapat menyebabkan berbagai macam infeksi baik lokal maupun
sistemik. Staphylococcus masuk dan menyebar melalui membran mukosa,
sehingga dapat ditularkan langsung atau tidak langsung melalui tangan dan obyek
kontaminan lain. Tanda dan gejala suatu abses berupa nyeri, nyeri tekan, teraba
hangat, pembengkakan, kemerahan, demam dan hilangnya fungsi.1,3

Anestesi dapat dibagi 2 macam, yaitu anestesi umum dan anestesi regional.
Anestesi umum masih dibagi lagi menurut cara pemberiannya yaitu inhalasi dan
parenteral. Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi regional
dengan SAB, yaitu meniadakan nyeri secara sebagian. Dalam memberikan obat-
obat anestesi pada penderita yang akan menjalani operasi maka perlu diperhatikan
tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance, dan lain-lain. Hal
yang perlu diperhatikan dari abses ialah kebersihan pribadi dan lingkungan dari
pasien itu sendiri. Laporan kasus ini akan membahas bagaimana proses anestesi
pada tindakan debridement pada penyakit abses inguinal.

4
BAB II

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. Bahtiar


NRM : 409681
Umur : 08-08-1984/38 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Tanggal Operasi : 23/11/2022
RS : RSUD Labuang Baji Makassar

2. ANAMNESIS

 Keluhan Utama : Nyeri dan bengkak selangkangan kiri

 Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien laki-laki berumur 38 tahun dibawa ke Poli Bedah RSUD
Labuang Baji Makassar dengan keluhan nyeri dan bengkak pada
selangkangan kiri dirasakan sejak ± 2 minggu yang lalu (+). Pasien
mengeluh benjolan timbul secara tiba-tiba di bagian sela paha dan
ukurannya kecil. Awalnya benjolan tersebut tidak berisi nanah tetapi
terasa nyeri. Pasien ke RS di periksa oleh dokter dikatakan bahwa
benjolannya seperti bisul dan sudah berisi nanah, bengkak disekitar
benjolan dan kulit disekitarnya kemerahan. Nyeri tekan (+) dan terasa
panas. Pasien kesulitan berjalan karena nyeri hebat pada benjolan
sehingga dokter menyarankan pasien agar dilakukan tindakan bedah
untuk dikeluarkan nanahnya.

5
 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Asma : Tidak Ada
Riwayat Diabetes Mellitus : Tidak Ada
Riwayat Hipertensi : Tidak Ada
Riwayat Jantung : Tidak Ada
Riwayat Anestesi/Operasi : Tidak Ada
Riwayat Alergi Obat/Makanan : Tidak Ada

3. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Tanda-tanda Vital : - Tekanan Darah : 122/80 mmHg
- Suhu : 36.6 oC
- Pernafasan : 20 x /menit
- Nadi : 94 x/menit
- SpO2 : 99%
B. Status Generalis
 Kepala : - Bentuk : Normocephal.
- Rambut : Tidak Mudah dicabut, Alopesia (-).
- Mata : Isokor (+/+), Anemis (-/-), Ikterus (-/-), Ptosis (-/-).
- Hidung : Nafas Cuping Hidung (-/-), Rhinorrhea (-/-).
- Mulut : Sianosis (-/-), Bibir Kering (-/-).
- Leher : Pembesaran KGB dan Kelenjar Tiroid (-/-).

 Toraks : Normochest, Simetris, Pernafasan Thoracoabdominal.


 Pulmo : - Inspeksi : Normochest, Pengembangan Dada Simetris.
- Palpasi : Vokal Fremitus (+/+), Nyeri Tekan (-/-).
- Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.
- Auskultasi : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-).

6
 Jantung : - Inspeksi : Ictus Cordis Tidak Tampak.
- Palpasi : Vokal Fremitus (+/+), Nyeri Tekan (-/-).
- Perkusi :
* Batas Kiri Atas : ICS II Parasternalis Sinistra.
* Batas Kanan Atas : ICS II Parasternalis Dextra.
* Batas Kiri Bawah : ICS V Midclavicularis Sinistra.
* Batas Kanan Bawah : ICS IV Midclavicularis Dextra.
- Auskultasi : Bunyi Jantung S1/S2 Murni Reguler.

 Abdomen : - Inspeksi : Sejajar Dinding Dada, Massa (-).


- Palpasi : - Nyeri tekan (-).
- Pembesaran hepar dan lien (-).
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal.

 Sistem Columna Vertebra : Skoliosis (-), Lordosis (-), Kifosis (-).


 Ekstremitas : Edema (-), Atrofi (-), Deformitas (-),
Sianosis, Clubbing Finger (-).

 Genitalia : Kelamin tidak ada kelainan.


 Regio : Inguinalis Dextra (posisi tidur)
- Inspeksi : Terlihat benjolan di daerah inguinal dekstra dengan ukuran
± 5x4 cm, tanda-tanda radang tidak didapatkan.
- Palpasi : Teraba benjolan di daerah inguinal dextra : bentuk bulat,
konsistensi kenyal berisi nanah, batas tegas, mobile (-),
permukaan licin dengan ukuran ± 5x4cm nyeri tekan (+).
- Finger test (+) teraba benjolan pada ujung jari.

7
B1 (Breath)
- O2 Via Nasal Kanul 3 lpm
- Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
- Gurgling/Snoring/Crowing (-/-/-)
- Suara Pernapasan : Vesikuler (+/+)
Airway - Suara Pernapasan Tambahan : Rhonci (-/-) Wheezing (-/-)
- RR : 20 x/menit
- SpO2 : 99%
- Nyeri Telan : (-)
- Massa pada leher : (-)
- Buka Mulut : > 3 Jari
- Mallampati Score : 2
B2 (Blood)
Akral teraba hangat pada ekstremitas
(+/+)
atas & bawah
Tekanan Darah 122/80 mmHg
Nadi 94 x/menit (Kuat Angkat)
Bunyi Jantung S1/S2 Murni Reguler
B3 (Brain)
GCS 15 (E4M6V5) : Compos Mentis

Pupil Bulat Isokor, 2,5 mm/2,5 mm


Reflek Cahaya Langsung (+/+)
Defisit Neurologis (-)
Suhu 36.6oC
B4 (Bladder)
Urine Spontan (Warna Kekuningan)
B5 (Bowel)
Datar mengikuti gerak napas
Peristaltik (+) Kesan Normal
Nyeri Tekan (-)
Teraba benjolan pada inguinal dextra : bentuk bulat, konsistensi kenyal berisi
nanah, batas tegas, mobile (-), permukaan licin, ukuran ± 5x4cm nyeri tekan (+).
B6 (Back & Bone)
Mobilitas (+) Fraktur (-) CRT< 3 detik
Edema (-) Anemis (-) Ikterik (-) Sianosis (-

8
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Clotting Time (CT) : 6’30’’


 Clotting Time (CT) : 3’30’’
 WBC : 22.98 x 103/uL ( )
 RBC : 4.24 x 106/uL ( )
 HGB : 12.5 g/dL ( )
 HCT : 36.5 % ( )
 MCV : 86.1 fL
HEMATOLOGI  MCH : 29.5 pg
 MCHC : 34.2 g/dL
22/11/2022
 PLT : 443.000 uL
 NEUT# : 18.713/uL ( )
 LYMPH# : 1.51 x 103/uL
 MONO# : 1.71 x 103/uL
 EO# : 0.93 x 103/uL ( )
 BASO# : 1.12 x 103/uL
 GDS : 99 mg/dL
KIMIA DARAH
 Antigen SARS-Cov-2 : Negatif

4. ASSESSMENT (DIAGNOSIS KERJA)


Abses Regio Inguinal

5. PENATALAKSANAAN
Rencana Operasi : Debridement
KIE (+) Surat Persetujuan Tindakan Operasi (+) Surat Persetujuan Tindakan
Anestesi (+)

 CHECKLIST KESIAPAN ANESTESI/SEDASI :

1) Listrik :
 Mesin anestesi terhubung dengan sumber listrik, indikator (+)
 Layar monitor terhubung dengan sumber listrik, indikator (+)
 Syringe pump terhubung dengan sumber listrik, indikator (+)

9
 Defibrilator terhubung dengan sumber listrik, indikator (+)

2) Gas Medis
 Selang O2 terhubung antara sumber gas dengan mesin anestesi
 Flow meter O2 di mesin anestesi berfungsi, aliran gas keluar dari
mesin dapat dirasakan
 Compressed air terhubung antara sumber gas dengan mesin
anestesi
 Flow meter air di mesin anestesi berfungsi, aliran gas keluar
dari mesin dapat dirasakan

3) Mesin Anestesi
 Power ON
 Self callibbration : DONE
 Tidak ada kebocoran sirkuit napas
 Zat volatil terisi
 Absober dalam kondisi baik

4) Manajemen Jalan Napas


 Sungkup muka dalam ukuran yang benar
 Oropharyngeal airway (gudel) dalam ukuran yang benar
 Batang laringoskop berisi baterai
 Bilah laringoskop dalam ukuran yang benar
 Gagang dan bilah laringoskop berfungsi baik
 ETT atau LMA dalam ukuran yang benar, tidak bocor
 Stilet (Introducer)
 Semprit untuk mengembangkan cuff
 Forceps Magill

5) Pemantauan
 Kabel EKG terhubung dengan layar pemantau
 Elektroda EKG dalam jumlah dan ukuran yang sesual

10
 NIBP terhubung dengan layar pantau, ukuran manset sesuai
SpO2 terhubung dengan layar pantau, berfungsi baik
 Kapnografi terhubung dengan layar pantau, berfungsi baik
 Pemantau suhu terhubung dengan layar pantau

6) Lain - lain
 Stetoskop tersedia
 Suction berfungsi baik
 Selang Suction terhubung, keteter suction dalam ukuran benar
 Blaster untuK Fiksasi
 Blanket roll/Hemoterm/radiant heater terhubung sumber listrik,
berfungsi baik
 Blanket roll dilapisi alas
 Lidocaine spray/jelly
 Defibrillator jelly

7) Obat-obatan
 Epinefrin
 Atropin
 Sedatif (Midazolam/Propofol/Etomidat/Ketamin/Tiopental)
 Opiat/Opioid
 Pelumpuh otot
 Antibiotika

 Intramedikasi Anestesi :
- IVFD RL 500 cc
- O2 3 lpm
- Bupivacain 0,5 % 15 mg
- Lidocaine 2 % 4 ml
- Fentanyl 2 ml

11
 INTRAOPERATIF

1) Diagnosis pra-bedah : Abses Regio Inguinal


2) Diagnosis pasca bedah : Post op Debridement
3) Penatalaksanaan anestesi
- Jenis anestesi : SAB
- Lama anestesi : 15.00-16.15 (1 jam 15 menit)
- Lama operasi : 15.20-16.00 (40 menit)
4) Anestesiologi : dr. Muhammad Rum, Sp.An
5) Ahli Bedah : dr. I Wayan Suka Arsana, Sp.B
6) Posisi : Supine
7) Teknik anastesi : SAB
8) Premedikasi : IVFD RL 20 tpm, Ranitidine 50 mg/12 jam/iv,
Ketorolac 30 mg/8 jam/iv, Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
9) Anestesi Regional : Bupivacain 0,5 % 15 mg
10) Premedikasi : Fentanyl 2 mcg
11) Emergensi : Ephedrin 50 mg/ml, Lidocain HCL 2 ml
12) Maintenance : O2 via Nasal Kanul 3 lpm
13) Cairan durante operasi : RL 500 ml
14) Output : Urine : 120 ml, Perdarahan ± 200 ml

6. POST-ANESTESI
• Pasien dipindahkan ke recovery room
• Keluhan : Tidak ada keluhan, nyeri (-)
• Maintenance cairan tubuh
• Dilakukan observasi TTV dan penilaian berdasarkan Bromage Score jika ≤
2 boleh dipindahkan ke ruang perawatan

 Medikamentosa Post. Bedah :


- IVFD RL 20 tpm
- Ketorolac 30 mg/8 jam/iv
- Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv

12
- Ranitidine 50 mg/12 jam/iv
- Metronidazole 500mg/12 jam/iv

 Obat Rawat Jalan :


- Cefixime 2x1
- As. Mefenamat 3x500 mg
- Vip Albumin 2x1

7. PROGNOSIS
 Qua ad Functionam : dubia ad bonam
 Qua ad Vitam : dubia ad bonam
 Qua ad Sanationem : dubia ad bonam

13
BAB III

PEMBAHASAN

Abses adalah kumpulan nanah yang terlokalisasi akibat infeksi yang


melibatkan organisme piogenik. Nanah merupakan campuran jaringan nekrotik,
bakteri, dan sel darah putih mati, yang dicairkan oleh enzim autolitik. Abses
terjadi karena proses infeksi atau biasanya oleh bakteri atau parasit atau karena
adanya benda asing, seperti serpihan, luka tembak, atau jarum. Perawatan awal
dan yang paling penting dari abses adalah insisi dan drainase. Penggunaan
antibiotik setelah insisi dan drainase hanya dianjurkan jika lesi parah atau
berhubungan dengan selulitis, ada tanda-tanda penyakit sistemik, ada faktor
komorbiditas atau penurunan kekebalan, pasien sangat muda atau sangat tua,
abses berada di lokasi tubuh yang sulit untuk dikeringkan, ada kaitan dengan
septic phlebitis, atau tidak ada respons terhadap insisi dan drainase.1

Spinal atau Sub Arachnoid Blok (SAB) merupakan salah satu teknik
anestesi regional dengan cara penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang
subarachnoid di regio lumbal antara vertebra Lumbalis 2-3, Lumbalis 3-4,
Lumbalis 4-5 menggunakan teknik (midline/median atau paramedian) dengan
jarum spinal yang sangat kecil dengan tujuan untuk mendapatkan ketinggian blok
atau analgesi setinggi dermatom tertentu dan relaksasi otot rangka. Blokade
sensorik dan motorik secara memuaskan tercapai dalam 12-18 menit dan hanya
dengan sejumlah kecil obat yang diperlukan serta adanya pertimbangan bahwa
operasi yang akan dilakukan berada pada bagian abdominal bawah yang sesuai
dengan indikasi. Jenis obat anestesi lokal yang ideal adalah obat dengan mula
kerja cepat, lama kerja serta tinggi blokade yang dapat diperkirakan agar sesuai
dengan perkiraan durasi operasi yang kemudian akan dilakukan.2

14
Gambar 2 : Letak Penyuntikan pada SAB.
Sumber : https.://adoc.pub

Sebelum dilakukan tindakan operasi pada pasien ini, terlebih dahulu


dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sehingga
dapat mengetahui adanya kelainan diluar kelainan yang akan dioperasi,
menentukan jenis operasi yang akan digunakan serta melihat kelainan yang
berhubungan dengan anestesi. Selain itu, dengan mengetahui keadaan pasien
secara keseluruhan, maka dapat ditentukan cara anestesi dan pilihan obat yang
tepat bagi pasien. Informed consent dilakukan kepada pasien terkait tindakan yang
akan dilakukan beserta konsekuensinya. Anamnesis dilakukan secara singkat
dengan menentukan ASA PS (Physical Status American Society Anastesiologist)
dan melakukan pemeriksaan Breath, Blood, Brain, Bowel, Bladder, Back and
Bone.

Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan penunjang pada pasien ini


tidak ditemukan penyakit sistemik, namun memiliki leukositosis dengan hasil
hematologi WBC : 22.98 x 103/uL, maka hal ini dapat digolongkan pada ASA II.
Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan Tekanan darah 122/80 mmHg ; Nadi
94 x/menit ; Respirasi 20 x/menit ; Suhu 36,6oC ; SpO2 99 %. Suara napas
vesikuler, tidak didapatkan rhonki maupun wheezing. Pada awal pemeriksaan
status neurologis GCS 15, pupil isokor 2,5mm/2,5mm, refleks cahaya (+/+).
Pasien masuk ke kamar operasi pukul 16.00, kemudian dilakukan persiapan pada
pasien dengan tanda vital didapatkan Tekanan darah 128/82 mmHg; Nadi 73

15
x/menit; Respirasi 19 x/menit; Suhu 36,5oC; SpO2 99%. Setelah pasien dan
instrumen untuk pembedahan telah siap, pukul 14.45 WITA pasien masuk
ruangan OK dan dilakukan persiapan untuk anestesi dengan prosedur SAB, durasi
anestesi mulai pukul 15.00-16.15 WITA (1 jam 15 menit) dan lama operasi mulai
pukul 15.20-16.00 WITA (40 menit).

Pada kasus ini jenis anestesi yang dipilih adalah anestesi regional dengan
SAB. Teknik ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan penggunaan opioid
sistemik karena mengurangi manajemen jalan napas, mengurangi mortalitas,
menurunkan insiden komplikasi dan infeksi pulmonal, menurunkan komplikasi
intestinal, dan menurunkan komplikasi kardiak pascaoperasi. Dalam penggunaan
obat anestesi regional seperti SAB dipilih berdasarkan keinginan efek klinis, baik
yang digunakan sebagai anestesi primer maupun untuk tambahan untuk
pembedahan yang bekerja pendek sampai sedang termasuk lidokain, kloroprokain,
dan mepivakain. Sedangkan yang termasuk agen anestesi lokal dengan kerja lama
adalah bupivakain, levobupivakain, dan ropivakain.3

Komplikasi yang dapat terjadi pada anestesi SAB adalah hipotensi, mual
dan muntah, bronkokonstriksi, sakit kepala pasca tusukan, sindrom neurologis
sementara (nyeri punggung simetris, menjalar ke bokong dan kaki, gangguan
sensorik atau motorik), cedera saraf dengan kemungkinan neuropati, paresis
sangat jarang terjadi.4

Indikasi pemberian spinal anestesi ialah untuk prosedur bedah di bawah


umbilicus. Anestesi regional yang luas seperti spinal anestesi tidak boleh
diberikan pada kondisi hipovolemia yang belum terkorelasi karena dapat
mengakibatkan hipotensi berat. kontraindikasi spinal anestesi umumnya terbagi
menjadi 2 yaitu : 4

1) Absolut
a) Kelainan pembekuan

16
Bahayanya adalah bila jarum spinal menembus pembuluh darah besar,
perdarahan dapat berakibat penekanan pada medula spinalis.
a) Koagulopati atau mendapat terapi koagulan
b) Tekanan intrakranial yang tinggi
Menyebabkan turunnya atau hilangnya liquor sehingga terjadi
penarikan otak
c) Hipotensi, sistolik di bawah 80-90 mmHg, syok hipovolemik.

2) Relatif
a) Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)
b) Infeksi sekitar tempat suntikan
c) Nyeri punggung kronis
d) Kelainan neurologis
e) Penyakit saluran nafas : Blok spinal medium atau tinggi dapat
menurunkan fungsi pernafasan
f) Penderita psikotik, sangat gelisah, dan tidak kooperatif
g)Distensi abdomen : Anestesi spinal menaikkan tonus dan
kontraktilitas usus yang dikhawatirkan dapat mengakibatkan perforasi
usus
h) Bedah lama
i) Penyakit jantung

 Jenis Obat Anestesi yang sering digunakan : 4

1) Lidokain
Lidokain dianggap sebagai obat yang pendek untuk durasi menengah agen
anestesi lokal dan merupakan obat yang paling banyak digunakan dalam
spinal anestesi. Lidokain polos dengan dosis 50 mg akan menghasilkan blok
puncak T6 dengan timbulnya 2 dermatom regresi 50 pada 120-140 menit.

2) Bupivakain
Bupivakain adalah prototipe yang paling banyak digunakan sebagai agen
anestesi lokal jangka panjang. Dalam rentang dosis klinis yang relevan yaitu

17
3,75 mg – 11,25 mg merupakan bupivakain hiperbarik 0,75%, untuk setiap
tambahan miligramnya terdapat peningkatan durasi anestesi bedah selama 10
menit dan peningkatan selesai pemulihan setelah 21 menit. Bupivakain
cenderung menghambat sensoris dibanding motoris sehingga menyebabkan
obat ini sering digunakan untuk analgesia selama persalinan dan pasca bedah.
Pada beberapa tahun terakhir, bupivakain baik isobarik maupun hiperbarik
sudah banyak digunakan pada blok subarachnoid untuk operasi abdominal
bawah. Bila diberikan dalam dosis berulang maka takifilaksis yang terjadi
lebih ringan dibandingkan dengan lidokain. Salah satu sifat bupivakain yang
disukai selain dari kerja obat yang panjang adalah blokade motoris yang
lemah. Toksisitas dari bupivakain kurang lebih sama dengan tetrakain.
Bupivakain juga mempunyai lama kerja yang lebih panjang daripada
lidokain karena mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mengikat
protein.

3) Tetrakain
Tetrakain adalah prototipe jangka panjang dari amino esteragen anestesi
lokal. Tetrakain meningkatkan kelarutan lemak, sehingga memiliki potensi
yang lebih besar dan dosis dapat berkurang 20%-30% untuk blokade setara.

4) Efedrin
Penggunaan efedrin intravena sebagai pencegahan sebelum terjadi hipotensi
lebih dianjurkan dari pada memberikan efedrin sebagai terapi pada hipotensi
yang telah terjadi. Pemberian efedrin intramuskuler sebagai tindakan
pencegahan hipotensi mempunyaiabsorbsi dan efek puncak yang tidak dapat
diperkirakan, karena obat ini tidak selalu dapat mencegah hipotensi tetapi
dapat menimbulkan hipertensi reaktif. Pemberian efedrin secara continuous
infusion 5 mg/menit selama 2 menit pertama dan 1 mg/menit selama 18
menit berikutnya efetif untuk mencegah dan mengatasi hipotensi setelah
anestesi spinal dan lebih efektif dibandingkan preload dengan kristaloid 15
ml/kgBB.

18
 Tahapan Teknik Anestesi Spinal : 4,5

1) Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas
meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan
posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan
menyebabkan menyebarnya obat.

Gambar 2 : Ilustrasi Posisi Lateral Dekubitus Pasien.


Sumber : https://www.academia.edu/

Gambar 3 : Ilustrasi Posisi Duduk Pasien.


Sumber : https://www.academia.edu/

2) Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.


Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang
stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah
teraba. Posisi lain adalah duduk.

19
3) Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka,
misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko
trauma terhadap medulla spinalis.
4) Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
5) Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-
3ml.
6) Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G,
25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G
dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit
10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal,
kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum
tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum
(bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor
yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi
menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit
berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.
7) Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum
dewasa ± 6 cm.

Keuntungan dari spinal anestesi adalah tusukan yang mudah, posisi yang
terjamin, trauma yang kecil, dilatasi yang lembut dengan ujung kateter yang
berbentuk kerucut runcing, luka yang segera menutup kembali, tanpa kehilangan
awal cairan serebro spinal (CSS) sehingga mengurangi resiko post dural puncture
headache (PDPH).5

20
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan penunjang pada pasien ini


tidak ditemukan penyakit sistemik, namun memiliki leukositosis dengan hasil
hematologi WBC : 22.98 x 103/uL, maka hal ini dapat digolongkan pada ASA II.
Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan Tekanan darah 122/80 mmHg ; Nadi
94 x/menit ; Respirasi 20 x/menit; Suhu 36,6oC; SpO2 99 %. Suara napas
vesikuler, tidak didapatkan rhonki maupun wheezing. Setelah pasien dan
instrumen untuk pembedahan telah siap, pukul 14.45 WITA pasien masuk
ruangan OK dan dilakukan persiapan untuk anestesi dengan prosedur SAB, durasi
anestesi mulai pukul 15.00-16.15 WITA (1 jam 15 menit) dan lama operasi mulai
pukul 15.20-16.00 WITA (40 menit). Selama masa operasi tanda-tanda vital
pasien normal dan cenderung stabil.

Pada pasca-operasi harus melakukan pemantauan tanda-tanda vital pada


pasien dimana mempertahankan tekanan darah sistolik 110 mmHg untuk pasien
berusia 15 sampai 49 tahun, pengecekan nadi, laju pernapasan dan saturasi pasien.
Pada pemeriksaan pasca operasi didapatkan status neurologis GCS 15, pupil
isokor 2,5mm/2,5mm, refleks cahaya (+/+). Tanda vital didapatkan Tekanan darah
128/82 mmHg ; Nadi 73 x/menit; Respirasi 19 x/menit ; Suhu 36,5oC ; SpO2 99%.
Untuk perawatan pasien pasca-operasi pada pasien post. drainase, semakin besar
dan berat abses sebelumnya maka semakin besar pula luka operasi, umumnya
sembuhnya akan lebih lama. Jika tanpa komplikasi, luka bisa sembuh dalam
beberapa hari hingga beberapa minggu. Selain itu, manajemen nyeri dan
pemberian antibiotik sangat diperlukan pasca-operasi.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. dr. Afif Nurul Hidayati, Sp.KK, FINS-DV, FAADV., dr. Damayanti, Sp.KK.,
dr. Maylita, Sp.KK., dr. Medhi Sp.KK., dr. Novianti, Sp.KK., dr. Sylvia,
Sp.KK., dr. Yuri, Sp.KK. Infeksi Bakteri di Kulit. Buku Seri Dermatologi
dan Venereologi. 2019 ; Bab 5 Abses. Hal : 41-45. Cetakan Pertama.
Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga.
2. PERDATIN. Jurnal Anestesiologi Indonesia. Volume VI Nomor 3,
November 2014.
3. dr. Cynthia Sinardja, Sp.An, MARS, FIC. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. 2022. Mengenal Lbih Dekat Epidural Anesthesia.
4. Puspitasari A. 2019. Spinal Anestesia. Jurnal Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta.

5. Clara Verlina Suhardi. 2015. Anestesi Regional.

22

Anda mungkin juga menyukai