Disusun Oleh :
105501102021
Dokter Pembimbing :
Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada Bagian Ilmu Anestesi
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
Dokter Pembimbing,
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah
dan karunia-Nya sehingga Saya dapat mengerjakan dan menyelesaikan laporan
kasus ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Laporan Kasus ini Saya susun
untuk dapat memperdalam pemahaman materi tentang Anestesi Sub-Arachnoid
Block (SAB).
Akhir kata Saya berharap kiranya laporan kasus ini dapat menjadi
masukan yang berguna dan sebagai informan bagi tenaga medis dan profesi lain
yang terkait dengan masalah kesehatan pada umumnya terkhusus dalam kasus
Sub-Arachnoid Block (SAB) pada Abses Regio Inguinal tindakan Debridement.
Penulis
2
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………….... 1
KATA PENGANTAR…………………………........….…………2
DAFTAR ISI……………………………………………………... 3
BAB I PENDAHULUAN…...………………………………........ 4
BAB II LAPORAN KASUS…………………………........……... 5
BAB III PEMBAHASAN……………….....................………… 14
BAB IV PENUTUP………………………...............................… 21
A. Kesimpulan……..……...…………......….……………..... 21
DAFTAR PUSTAKA………………………………………...… 22
3
BAB I
PENDAHULUAN
Abses dapat muncul pada permukaan kulit, namun abses juga dapat
muncul pada jaringan dalam organ. Beberapa jenis abses akan hilang dengan
sendirinya ketika pecah dan nanah mulai mengering. Penyebab abses biasanya
yaitu Staphylococcus aureus yang merupakan salah satu kuman patogen pada
manusia yang dapat menyebabkan berbagai macam infeksi baik lokal maupun
sistemik. Staphylococcus masuk dan menyebar melalui membran mukosa,
sehingga dapat ditularkan langsung atau tidak langsung melalui tangan dan obyek
kontaminan lain. Tanda dan gejala suatu abses berupa nyeri, nyeri tekan, teraba
hangat, pembengkakan, kemerahan, demam dan hilangnya fungsi.1,3
Anestesi dapat dibagi 2 macam, yaitu anestesi umum dan anestesi regional.
Anestesi umum masih dibagi lagi menurut cara pemberiannya yaitu inhalasi dan
parenteral. Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi regional
dengan SAB, yaitu meniadakan nyeri secara sebagian. Dalam memberikan obat-
obat anestesi pada penderita yang akan menjalani operasi maka perlu diperhatikan
tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance, dan lain-lain. Hal
yang perlu diperhatikan dari abses ialah kebersihan pribadi dan lingkungan dari
pasien itu sendiri. Laporan kasus ini akan membahas bagaimana proses anestesi
pada tindakan debridement pada penyakit abses inguinal.
4
BAB II
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
2. ANAMNESIS
5
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Asma : Tidak Ada
Riwayat Diabetes Mellitus : Tidak Ada
Riwayat Hipertensi : Tidak Ada
Riwayat Jantung : Tidak Ada
Riwayat Anestesi/Operasi : Tidak Ada
Riwayat Alergi Obat/Makanan : Tidak Ada
3. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Tanda-tanda Vital : - Tekanan Darah : 122/80 mmHg
- Suhu : 36.6 oC
- Pernafasan : 20 x /menit
- Nadi : 94 x/menit
- SpO2 : 99%
B. Status Generalis
Kepala : - Bentuk : Normocephal.
- Rambut : Tidak Mudah dicabut, Alopesia (-).
- Mata : Isokor (+/+), Anemis (-/-), Ikterus (-/-), Ptosis (-/-).
- Hidung : Nafas Cuping Hidung (-/-), Rhinorrhea (-/-).
- Mulut : Sianosis (-/-), Bibir Kering (-/-).
- Leher : Pembesaran KGB dan Kelenjar Tiroid (-/-).
6
Jantung : - Inspeksi : Ictus Cordis Tidak Tampak.
- Palpasi : Vokal Fremitus (+/+), Nyeri Tekan (-/-).
- Perkusi :
* Batas Kiri Atas : ICS II Parasternalis Sinistra.
* Batas Kanan Atas : ICS II Parasternalis Dextra.
* Batas Kiri Bawah : ICS V Midclavicularis Sinistra.
* Batas Kanan Bawah : ICS IV Midclavicularis Dextra.
- Auskultasi : Bunyi Jantung S1/S2 Murni Reguler.
7
B1 (Breath)
- O2 Via Nasal Kanul 3 lpm
- Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
- Gurgling/Snoring/Crowing (-/-/-)
- Suara Pernapasan : Vesikuler (+/+)
Airway - Suara Pernapasan Tambahan : Rhonci (-/-) Wheezing (-/-)
- RR : 20 x/menit
- SpO2 : 99%
- Nyeri Telan : (-)
- Massa pada leher : (-)
- Buka Mulut : > 3 Jari
- Mallampati Score : 2
B2 (Blood)
Akral teraba hangat pada ekstremitas
(+/+)
atas & bawah
Tekanan Darah 122/80 mmHg
Nadi 94 x/menit (Kuat Angkat)
Bunyi Jantung S1/S2 Murni Reguler
B3 (Brain)
GCS 15 (E4M6V5) : Compos Mentis
8
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
5. PENATALAKSANAAN
Rencana Operasi : Debridement
KIE (+) Surat Persetujuan Tindakan Operasi (+) Surat Persetujuan Tindakan
Anestesi (+)
1) Listrik :
Mesin anestesi terhubung dengan sumber listrik, indikator (+)
Layar monitor terhubung dengan sumber listrik, indikator (+)
Syringe pump terhubung dengan sumber listrik, indikator (+)
9
Defibrilator terhubung dengan sumber listrik, indikator (+)
2) Gas Medis
Selang O2 terhubung antara sumber gas dengan mesin anestesi
Flow meter O2 di mesin anestesi berfungsi, aliran gas keluar dari
mesin dapat dirasakan
Compressed air terhubung antara sumber gas dengan mesin
anestesi
Flow meter air di mesin anestesi berfungsi, aliran gas keluar
dari mesin dapat dirasakan
3) Mesin Anestesi
Power ON
Self callibbration : DONE
Tidak ada kebocoran sirkuit napas
Zat volatil terisi
Absober dalam kondisi baik
5) Pemantauan
Kabel EKG terhubung dengan layar pemantau
Elektroda EKG dalam jumlah dan ukuran yang sesual
10
NIBP terhubung dengan layar pantau, ukuran manset sesuai
SpO2 terhubung dengan layar pantau, berfungsi baik
Kapnografi terhubung dengan layar pantau, berfungsi baik
Pemantau suhu terhubung dengan layar pantau
6) Lain - lain
Stetoskop tersedia
Suction berfungsi baik
Selang Suction terhubung, keteter suction dalam ukuran benar
Blaster untuK Fiksasi
Blanket roll/Hemoterm/radiant heater terhubung sumber listrik,
berfungsi baik
Blanket roll dilapisi alas
Lidocaine spray/jelly
Defibrillator jelly
7) Obat-obatan
Epinefrin
Atropin
Sedatif (Midazolam/Propofol/Etomidat/Ketamin/Tiopental)
Opiat/Opioid
Pelumpuh otot
Antibiotika
Intramedikasi Anestesi :
- IVFD RL 500 cc
- O2 3 lpm
- Bupivacain 0,5 % 15 mg
- Lidocaine 2 % 4 ml
- Fentanyl 2 ml
11
INTRAOPERATIF
6. POST-ANESTESI
• Pasien dipindahkan ke recovery room
• Keluhan : Tidak ada keluhan, nyeri (-)
• Maintenance cairan tubuh
• Dilakukan observasi TTV dan penilaian berdasarkan Bromage Score jika ≤
2 boleh dipindahkan ke ruang perawatan
12
- Ranitidine 50 mg/12 jam/iv
- Metronidazole 500mg/12 jam/iv
7. PROGNOSIS
Qua ad Functionam : dubia ad bonam
Qua ad Vitam : dubia ad bonam
Qua ad Sanationem : dubia ad bonam
13
BAB III
PEMBAHASAN
Spinal atau Sub Arachnoid Blok (SAB) merupakan salah satu teknik
anestesi regional dengan cara penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang
subarachnoid di regio lumbal antara vertebra Lumbalis 2-3, Lumbalis 3-4,
Lumbalis 4-5 menggunakan teknik (midline/median atau paramedian) dengan
jarum spinal yang sangat kecil dengan tujuan untuk mendapatkan ketinggian blok
atau analgesi setinggi dermatom tertentu dan relaksasi otot rangka. Blokade
sensorik dan motorik secara memuaskan tercapai dalam 12-18 menit dan hanya
dengan sejumlah kecil obat yang diperlukan serta adanya pertimbangan bahwa
operasi yang akan dilakukan berada pada bagian abdominal bawah yang sesuai
dengan indikasi. Jenis obat anestesi lokal yang ideal adalah obat dengan mula
kerja cepat, lama kerja serta tinggi blokade yang dapat diperkirakan agar sesuai
dengan perkiraan durasi operasi yang kemudian akan dilakukan.2
14
Gambar 2 : Letak Penyuntikan pada SAB.
Sumber : https.://adoc.pub
15
x/menit; Respirasi 19 x/menit; Suhu 36,5oC; SpO2 99%. Setelah pasien dan
instrumen untuk pembedahan telah siap, pukul 14.45 WITA pasien masuk
ruangan OK dan dilakukan persiapan untuk anestesi dengan prosedur SAB, durasi
anestesi mulai pukul 15.00-16.15 WITA (1 jam 15 menit) dan lama operasi mulai
pukul 15.20-16.00 WITA (40 menit).
Pada kasus ini jenis anestesi yang dipilih adalah anestesi regional dengan
SAB. Teknik ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan penggunaan opioid
sistemik karena mengurangi manajemen jalan napas, mengurangi mortalitas,
menurunkan insiden komplikasi dan infeksi pulmonal, menurunkan komplikasi
intestinal, dan menurunkan komplikasi kardiak pascaoperasi. Dalam penggunaan
obat anestesi regional seperti SAB dipilih berdasarkan keinginan efek klinis, baik
yang digunakan sebagai anestesi primer maupun untuk tambahan untuk
pembedahan yang bekerja pendek sampai sedang termasuk lidokain, kloroprokain,
dan mepivakain. Sedangkan yang termasuk agen anestesi lokal dengan kerja lama
adalah bupivakain, levobupivakain, dan ropivakain.3
Komplikasi yang dapat terjadi pada anestesi SAB adalah hipotensi, mual
dan muntah, bronkokonstriksi, sakit kepala pasca tusukan, sindrom neurologis
sementara (nyeri punggung simetris, menjalar ke bokong dan kaki, gangguan
sensorik atau motorik), cedera saraf dengan kemungkinan neuropati, paresis
sangat jarang terjadi.4
1) Absolut
a) Kelainan pembekuan
16
Bahayanya adalah bila jarum spinal menembus pembuluh darah besar,
perdarahan dapat berakibat penekanan pada medula spinalis.
a) Koagulopati atau mendapat terapi koagulan
b) Tekanan intrakranial yang tinggi
Menyebabkan turunnya atau hilangnya liquor sehingga terjadi
penarikan otak
c) Hipotensi, sistolik di bawah 80-90 mmHg, syok hipovolemik.
2) Relatif
a) Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)
b) Infeksi sekitar tempat suntikan
c) Nyeri punggung kronis
d) Kelainan neurologis
e) Penyakit saluran nafas : Blok spinal medium atau tinggi dapat
menurunkan fungsi pernafasan
f) Penderita psikotik, sangat gelisah, dan tidak kooperatif
g)Distensi abdomen : Anestesi spinal menaikkan tonus dan
kontraktilitas usus yang dikhawatirkan dapat mengakibatkan perforasi
usus
h) Bedah lama
i) Penyakit jantung
1) Lidokain
Lidokain dianggap sebagai obat yang pendek untuk durasi menengah agen
anestesi lokal dan merupakan obat yang paling banyak digunakan dalam
spinal anestesi. Lidokain polos dengan dosis 50 mg akan menghasilkan blok
puncak T6 dengan timbulnya 2 dermatom regresi 50 pada 120-140 menit.
2) Bupivakain
Bupivakain adalah prototipe yang paling banyak digunakan sebagai agen
anestesi lokal jangka panjang. Dalam rentang dosis klinis yang relevan yaitu
17
3,75 mg – 11,25 mg merupakan bupivakain hiperbarik 0,75%, untuk setiap
tambahan miligramnya terdapat peningkatan durasi anestesi bedah selama 10
menit dan peningkatan selesai pemulihan setelah 21 menit. Bupivakain
cenderung menghambat sensoris dibanding motoris sehingga menyebabkan
obat ini sering digunakan untuk analgesia selama persalinan dan pasca bedah.
Pada beberapa tahun terakhir, bupivakain baik isobarik maupun hiperbarik
sudah banyak digunakan pada blok subarachnoid untuk operasi abdominal
bawah. Bila diberikan dalam dosis berulang maka takifilaksis yang terjadi
lebih ringan dibandingkan dengan lidokain. Salah satu sifat bupivakain yang
disukai selain dari kerja obat yang panjang adalah blokade motoris yang
lemah. Toksisitas dari bupivakain kurang lebih sama dengan tetrakain.
Bupivakain juga mempunyai lama kerja yang lebih panjang daripada
lidokain karena mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mengikat
protein.
3) Tetrakain
Tetrakain adalah prototipe jangka panjang dari amino esteragen anestesi
lokal. Tetrakain meningkatkan kelarutan lemak, sehingga memiliki potensi
yang lebih besar dan dosis dapat berkurang 20%-30% untuk blokade setara.
4) Efedrin
Penggunaan efedrin intravena sebagai pencegahan sebelum terjadi hipotensi
lebih dianjurkan dari pada memberikan efedrin sebagai terapi pada hipotensi
yang telah terjadi. Pemberian efedrin intramuskuler sebagai tindakan
pencegahan hipotensi mempunyaiabsorbsi dan efek puncak yang tidak dapat
diperkirakan, karena obat ini tidak selalu dapat mencegah hipotensi tetapi
dapat menimbulkan hipertensi reaktif. Pemberian efedrin secara continuous
infusion 5 mg/menit selama 2 menit pertama dan 1 mg/menit selama 18
menit berikutnya efetif untuk mencegah dan mengatasi hipotensi setelah
anestesi spinal dan lebih efektif dibandingkan preload dengan kristaloid 15
ml/kgBB.
18
Tahapan Teknik Anestesi Spinal : 4,5
1) Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas
meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan
posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan
menyebabkan menyebarnya obat.
19
3) Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka,
misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko
trauma terhadap medulla spinalis.
4) Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
5) Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-
3ml.
6) Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G,
25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G
dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit
10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal,
kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum
tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum
(bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor
yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi
menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit
berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.
7) Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum
dewasa ± 6 cm.
Keuntungan dari spinal anestesi adalah tusukan yang mudah, posisi yang
terjamin, trauma yang kecil, dilatasi yang lembut dengan ujung kateter yang
berbentuk kerucut runcing, luka yang segera menutup kembali, tanpa kehilangan
awal cairan serebro spinal (CSS) sehingga mengurangi resiko post dural puncture
headache (PDPH).5
20
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
1. dr. Afif Nurul Hidayati, Sp.KK, FINS-DV, FAADV., dr. Damayanti, Sp.KK.,
dr. Maylita, Sp.KK., dr. Medhi Sp.KK., dr. Novianti, Sp.KK., dr. Sylvia,
Sp.KK., dr. Yuri, Sp.KK. Infeksi Bakteri di Kulit. Buku Seri Dermatologi
dan Venereologi. 2019 ; Bab 5 Abses. Hal : 41-45. Cetakan Pertama.
Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga.
2. PERDATIN. Jurnal Anestesiologi Indonesia. Volume VI Nomor 3,
November 2014.
3. dr. Cynthia Sinardja, Sp.An, MARS, FIC. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. 2022. Mengenal Lbih Dekat Epidural Anesthesia.
4. Puspitasari A. 2019. Spinal Anestesia. Jurnal Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta.
22