Disusun Oleh :
Desy Radhiyah
1907101030057
Pembimbing:
dr. Nurkhalis, Sp.JP-FIHA, FAsCC
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. yang telah
menciptakan manusia dengan akal dan budi serta berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini dengan judul
“Edema Paru Akut pada Sindrom Koroner Akut”. Shalawat beriring salam
penulis sampaikan kepada Rasulullah nabi Muhammad SAW, atas semangat
perjuangan dan pengorbanan bagiummatnya.
Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada dr. Nurkhalis, Sp.JP FIHA, FasCC yang telah meluangkan waktunya
untuk memberi arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan.
Saran dan kritik dari pembimbing dan teman-teman akan penulis terima
dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran dan
bekal di masa mendatang.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
3.1 Definisi........................................................................................ 8
3.2 Epidemiologi............................................................................... 8
3.3 Etiologi........................................................................................ 8
3.4 Patofisiologi................................................................................. 9
3.5 Manifestasi Klinis........................................................................ 11
3.6 Diagnosis..................................................................................... 11
3.7 Tatalaksana.................................................................................. 13
ii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Di Indonesia insiden tersebar terjadi pada 1998 dengan incidence rate (IR) =
35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam
sebesar 10,17%, namun pada tahun- tahun berikutnya IR cenderung meningkat
yaitu 15,99 % (tahun 2000), 19,24 % (tahun 2002), dan 23,87 % (tahun 2003).2,8
Edema paru kardiogenik akut (Acute cardiogenic pulmonary edema/ACPE) sering
terjadi, dan berdampak merugikan dan mematikan dengan tingkat kematian 10-
20%.(2)
2
BAB II LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
3
Riwayat Kebiasaan Sosial :
Pasien perokok berat, dan selama 6 bulan ini pasien tidak pernah kontrol
ke poli jantung karena pandemi.
TandaVital
Status General
Kepala dan Leher
Ukuran :Normocephali
Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Thorax
Paru Depan
4
Palpasi Nyeri (-), SF kanan sama SF kiri
Jantung
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi kordis teraba pada ICS V, midclavicula
sinistra Perkusi : Batas jantung atas ICS III linea parasternal sinistra
Batas jantung kanan ICS IV linea parasternal dextra
Batas jantung kiri ICS V linea axilaris anterior
Auskultasi : Bj 1> Bj , gallop(-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris, ikterik (-), distensi(-)
Palpasi : Soepel (+), nyeri tekan (-), H/L/R tidak
teraba, asites (-)
Perkusi : Timpani(+)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal.
Genetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis (-) (-) (-) (-)
Edema (-) (-) (-) (-)
Pucat (-) (-) (-) (-)
5
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (21/02/2021)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Pemeriksaan EKG
6
Kompleks QRS : 0,04-0,10 detik
ST elevasi : Pada lead V1-V4
T inversi : Pada lead V5, V6
T flat : Pada lead AVF
2.5 Diagnosa
Edema paru akut pada ACS
UAP TIMI 2/7 pada CAD post PCI
Hiperglikemia reaktif pada DM type 2
Pneumonia CAP
Hipertensive Heart Disease
2.6 Tatalaksana
Bedrest
Nitrogliserin Drip 30mcg/menit tappering off
Furosemide IV 40mg extra
Furosemide IV 30mg/jam (titrasi)
Drip novorapid 2 U/jam
Clopidogrel loading dose 300mg, dilanjutkan 1x75mg
Aspilet loading 320mg, dilanjutkan 1x80mg
Atorvastatin 1x40mg
Spironolakton 1x50mg
Morphin IV 2mg extra
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan sutau masalah kardiovaskular yang
utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit atau angka kematian
tinggi. Sindrom koroner akut (S(1)KA) adalah kejadian kegawatan pada pembuluh
darah koroner yaitu suatu fase akut dari angina pektoris tidak stabil yang disertai
dengan infark miokard akut gelombang Q dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau
tanpa gelombang Q dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya
trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil. Sindrom koroner
akut tersebut merupakan suatu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit
koroner yaitu angina tak stabil (unstable angina), infark miokard non-elevasi ST,
infark miokard dengan ST elevasi, maupun angina pectoris pasca infark atau
pasca tindakan intervensi koroner perkutan ditandai dengan manifestasi klinis rasa
tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat dari iskemia miokardium.(1)
3.2 Epidemiologi
3.3 Etiologi
Edema paru biasanya diakibatkan oleh peningkatan tekanan pembuluh
kapiler paru dan permeabilitas kapiler alveolar. Edema paru akibat peningkatan
permeabilitas kapiler paru sering disebut acute respiratory distress syndrome
(ARDS). Pada keadaan normal terdapat kese- imbangan tekanan onkotik
(osmotik) dan hidrostatik antara kapiler paru dan alveoli. Tekanan hidrostatik
yang meningkat pada gagal jantung menyebabkan edema paru, sedangkan pada
gagal ginjal terjadi retensi cairan yang menyebabkan volume overload dan diikuti
8
edema paru. Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik atau malnutrisi
menyebabkan tekanan onkotik menurun sehingga terjadi edema paru. Pada tahap
awal edema paru terdapat peningkatan kandungan cairan di jaringan interstisial
antara kapiler dan alveoli. Pada edema paru akibat peningkatan permeabilitas
kapiler paru perlu dipikirkan bahwa kaskade inflamasi timbul beberapa jam
kemudian yang berasal dari suatu fokus kerusakan jaringan tubuh. Neutrofil yang
teraktivasi akan beragregasi dan melekat pada sel endotel yang kemudian
menyebabkan pelepasan berbagai toksin, radikal bebas, dan mediator inflamasi
seperti asam arakidonat, kinin, dan histamin. Proses kompleks ini dapat diinisiasi
oleh berbagai macam keadaan atau penyakit dengan hasil akhir kerusakan endotel
yang berakibat peningkatan permeabilitas kapiler alveolar. Alveoli menjadi terisi
penuh dengan eksudat yang kaya protein dan banyak mengandung neutrofil dan
sel-sel inflamasi sehingga terbentuk membran hialin. Karakteristik edema paru
akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru ialah tidak adanya peningkatan
tekanan pulmonal (hipertensi pulmonal).(3)
1. Gagal jantung kiri, yang dapat diakibatkan oleh: infark miokard, penyakit katup
aorta dan mitral, kardiomiopati, aritmia, hipertensi krisis, kelainan jantung
bawaan (paten duktus arteriosus, ventrikel septal defek)
2. Volume overload
3.4 Patofisiologi
9
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri. Peningkatan ringan
tekanan atrium kiri (18-25 mmHg) menyebabkan edema di perimikrovaskuler dan
ruang interstisial peribronkovaskular. Jika tekanan atrium kiri meningkat lebih
tinggi (>25) maka cairan edem akan menembus epitel paru, membanjiri alveolus.
Kejadian tersebut akan menimbulkan lingkaran setan yang terus memburuk oleh
proses sebagai berikut :
Keluarnya cairan edema dari alveoli paru tergantung pada transpor aktif ion
Na+ dan Cl- melintasi barier epitel yang terdapat pada membran apikal sel epitel
alveolar tipe I dan II serta epitel saluran napas distal. Ion Na+ secara aktif
ditranspor keluar ke ruang insterstisial oleh kerja Na/K-ATPase yang terletak pada
membran basolateral sel tipe II. Air secara pasif mengikuti, kemungkinan melalui
aquaporins yang merupakan saluran air pada sel tipe I.Edema paru kardiogenik
dapat terjadi akibat dekompensasi akut pada gagal jantung kronik maupun akibat
gagal jantung akut pada infark miokard dimana terjadinya bendungan dan
peningkatan tekanan di jantung dan paru akibat melemahnya pompa jantung.11
Kenaikan tekanan hidrostatik kapiler paru menyebabkan transudasi cairan ke
dalam ruang interstisial paru, dimana tekanan hidrostatik kapiler paru lebih tinggi
dari tekanan osmotik koloid plasma. Pada tingkat kritis, ketika ruang interstitial
dan perivaskular sudah terisi, maka peningkatan tekanan hidrostatik menyebabkan
penetrasi cairan ke dalam ruang alveoli.(5)
10
Penghapusan cairan edem dari ruang udara paru tergantung pada transpor aktif
natrium dan klorida melintasi barier epitel yang terdapat pada membran apikal sel
epitel alveolar tipe I dan II serta epitel saluran nafas distal. Natrium secara aktif
ditranspor keluar ke ruang instrstisial dengan cara Na/K-ATPase yang terletak
pada membran basolateral sel tipe II. Air secara pasif mengikuti, kemungkinan
melalui aquaporins yang merupakan saluran air yang ditemukan terutama pada
epitel alveolar sel tipe I.(5,6)
3.5 Diagnosis
Manifestasi klinis edema paru baik kardiogenik maupun non-kardiogenik
bisa serupa; oleh sebab itu sangat penting untuk menetapkan gejala yang dominan
dari kedua jenis tersebut sebagai pedoman pengobatan. Tabel dibawah ini
memperlihatkan perbedaan edema paru kardiogenik dan non-kardiogenik
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
11
3.6 Gambaran Klinis
Gambaran klinis edema paru yaitu dari anamnesis ditemukan adanya sesak
napas yang bersifat tiba-tiba yang dihubungkan dengan riwayat nyeri dada dan
riwayat sakit jantung. Perkembangan edema paru bisa berangsur-angsur atau tiba-
tiba seperti pada kasus edema paru akut. Selain itu, sputum dalam jumlah banyak,
berbusa dan berwarna merah jambu. Gejala-gejala umum lain yang mungkin
ditemukan ialah: mudah lelah, lebih cepat merasa sesak napas dengan aktivitas
yang biasa (dyspnea on exertion), napas cepat (takipnea), pening, atau kelemahan.
Tingkat oksigenasi darah yang rendah (hipoksia) mungkin terdeteksi pada pasien
dengan edema paru. Pada auskultasi dapat didengar suara-suara paru yang
abnormal, seperti ronki atau crakles.(7)
12
2. EKG menunjukan gangguan pada jantung seperti pembesaran atrium
kiri, pembesaran ventrikel kiri, aritmia, miokard iskemik maupun infark.
3. Ekokardiografi dilakukan untuk mengetahui apakah ada penurunan
fungsi dari ventrikel kiri dan adanya kelainan katup-katup jantung.
4. Pemeriksaan laboratorium enzim jantung perlu dilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis infark miokard. Peningkatan kadar brain
natriuretic peptide (BNP) di dalam darah sebagai respon terhadap peningkatan
tekanan di ventikel; kadar BNP >500 pg/ml dapat membantu menegakkan
diagnosis edema paru kardiogenik.
5. Analisis gas darah (AGDA) dapat memperlihatkan penurunan PO2 dan
PCO2 pada keadaan awal tetapi pada perkembangan penyakit selanjutnya PO2
semakin menurun sedangkan PCO2 meningkat. Pada kasus yang berat biasanya
dijumpai hiperkapnia dan asidosis respiratorik.
6. Kateterisasi jantung kanan: Pengukuran P pw (pulmonary capillary
wedge pressure) melalui kateterisasi jantung kanan merupakan baku emas untuk
pasien edema paru kardiogenik yaitu berkisar 25-35 mmHg sedangkan pada
pasien ARDS P pw 0-18 mmHg.
7. Kadar protein cairan edema: Pengukuran rasio konsentrasi protein
cairan edema dibandingkan protein plasma dapat digunakan untuk membedakan
edema paru kardiogenik dan non-kardiogenik. Bahan pemeriksaan diambil dengan
pengisapan cairan edema paru melalui pipa endotrakeal atau bronkoskop dan
pengambilan plasma.(7)
3.8 Tatalaksana
Edema paru kardiogenik merupakan salah satu kegawatan medis yang
perlu penanganan secepat mungkin setelah ditegakkan diagnosis. Penatalaksanaan
utama meliputi pengobatan suportif yang ditujukan terutama untuk
mempertahankan fungsi paru (seperti pertukaran gas, perfusi organ), sedangkan
penyebab utama juga harus diselidiki dan diobati sesegera mungkin bila
memungkinkan. Prinsip penatalaksanaan meliputi pemberian oksigen yang
adekuat, restriksi cairan, dan mempertahankan fungsi kardiovaskular.
Pertimbangan awal ialah dengan evaluasi klinis, EKG, foto toraks, dan AGDA.(7)
13
BAB IV
ANALISA KASUS
14
pembuluh darah agar darah dapat mengalir lancar, sehingga mengatasi nyeri dada.
Spironolakton, Antagonis aldosteron mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup. Clopidogrel
Antagonis aldosteron mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup Furosemid pasien yang
mengalami gambaran edema paru harus diobati dengan diuretik intravena pada
awalnya, apapun etiologinya. Sebuah studi observasional prospektif menyarankan
bahwa pengobatan dini dengan furosemide pada pasien dengan AHF menurunkan
mortalitas di rumah sakit, dan mortalitas meningkat dengan penundaan waktu
pemberian. Novorapid Insulin aspart adalah human insulin analog kerja cepat
yang disetujui FDA untuk pengobatan diabetes mellitus tipe-1 dan tipe-2 untuk
meningkatkan kontrol glikemik pada orang dewasa dan anak-anak. Aspilet
Aspilets adalah obat yang mengandung Asam Asetilsalisilat, digunakan untuk
membantu mengurangi nyeri serta radang dan juga digunakan sebagai penurun
demam. Aspilet juga digunakan untuk membantu mencegah serangan jantung.
Obat ini bekerja dengan cara menghambat agregasi trombosit (pembekuan darah)
selama 7-10 hari, serta menghambat kerja prostaglandin (substansi yang bertindak
mengatur rasa sakit). Morfin/fentanil diberikan sebagai terapi pendukung pada
pengendalian nyeri. Penggunaan morfin sulfat telah disetujui FDA pada nyeri
sedang hingga berat yang mungkin akut atau kronis.
15
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
17