Oleh:
dr. Devi Agustini Rahayu
Pembimbing:
dr. Hj. Ida Trikandiani, Sp.PD, FINASIM, MARS
Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
Acute Coronary Syndrome. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Hj. Ida Trikandiani, Sp.PD,
FINASIM, MARS selaku pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian
laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan.
Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, amin.
Penulis
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Presentasi Kasus
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Program
Internsip Dokter Indonesia di RSUD OKU Timur periode Oktober 2019 –
Oktober 2020.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................ iii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
BAB II. LAPORAN KASUS........................................................................... 3
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 16
BAB IV. ANALISIS KASUS........................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 37
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
saat ini, istilah yang dipakai adalah STEMI (ST elevation myocardial infarction),
NSTEMI (non ST elevation myocardial infarction), dan angina pektoris tidak
stabil; ketiganya merupakan suatu spektrum klinis yang disebut sindrom koroner
akut. Ketiganya mempunyai dasar patofisiologi yang sama, hanya berbeda derajat
keparahannya.1,5-6
Adanya elevasi segmen ST pada EKG menggambarkan adanya oklusi total
arteri koroner yang menyebabkan nekrosis pada seluruh atau hampir seluruh
lapisan dinding jantung. Pada NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil terjadi
oklusi parsial arteri koroner. Keduanya mempunyai gejala klinis dan patofi siologi
serupa, tetapi berbeda derajat keparahannya. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika
iskemi cukup parah sehingga menyebabkan nekrosis sel-sel miokardium; hal ini
menyebabkan pelepasan biomarker dari sel-sel miokardium (Troponin T atau I,
atau (CKMB) menuju ke sirkulasi. Sebaliknya, pada pasien dengan angina
pektoris tidak stabil tidak didapatkan peningkatan biomarker tersebut di
sirkulasi.1,5-6
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Tn. W
: 57 tahun
Umur : Laki-laki
Jenis Kelamin : Islam
Agama : SMA
Pendidikan : Petani
Pekerjaan : Yosowinangun
Alamat : Menikah
Status : 187095
No.rekam medik : 15 November 2019
Tanggal MRS : 16 November 2019
Tanggal
II. pemeriksaan
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri dada kiri
menjalar ke bahu
hingga lengan
kiri.
Riwayat Perjalanan
Penyakit
Sekitar 30
menit sebelum
ke Rumah Sakit,
pasien mengeluh
nyeri
dada kiri (+). Nyeri dada dirasakan seperti tertekan dan tertimpa beban
berat, nyeri menjalar ke bahu hingga lengan kiri, nyeri dirasakan selama
kurang dari 5 menit, lalu mebaik kembali. Keringat dingin (+), berdebar-
debar (-), mual (-), muntah (-), sakit kepala (-), pusing (+), sesak napas (+),
demam (-), bengkak kedua kaki (-). Keluhan ini baru pertama kali dirasakan.
Sebelumnya pasien hanya merasakan 3 nyeri sedikit-sedikit lalu berobat ke
klinik 3F, diberi obat namun pasien lupa nama obat. Karena keluhan masih
tetap dirasakan saat beraktivitas, maka pasien dibawa ke IGD RSUD OKU
4
Riwayat Obat-obatan
Tidak ada
Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok (+)
Riwayat alkohol (-)
Status Generalikus
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 88 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
5
Pernapasan
: 22 x/menit, reguler
Suhu
: 36,80C
Keadaan Spesifik
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Normotia, serumen (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
Mulut : Sianosis (-), mukosa bibir lembab (+)
Leher : JVP (5-2) cmH2O, struma (-), pembesaran KGB (-).
Thoraks
Paru-paru : I: Statis: simetris, tidak ada dada yang
tertinggal.dinamis: kiri sama dengan kanan,
tidak ada dada yang tertinggal. Tidak ada otot
bantu pernapasan tambahan, retraksi dinding
dada (-)
V. DIAGNOSIS BANDING
1. STEMI Anteroseptal
2. NSTEMI Anteroseptal
3. UAP
VII. TATALAKSANA
Non farmakologis
Bed rest
Pro masuk ICU
Cek enzim jantung
Diet NB jantung
9
Farmakologis
IVFD NaCl 0,9% 20cc/ jam
Lansoprazole 30 mg/ 24 jam IV
Diviti 2,5mg SC
ISDN 10mg SL
Clopidogrel 300mg PO
Aspilet 160mg PO
VIII. PROGNOSIS
IX. FOLLOW UP
16 November 2019
S/ Nyeri dada (+) saat menggerakkan badan P/
O/ Nonfarmakologi:
Keadaan umum - Diet NB jantung
Kesadaran: CM
Tekanan darah:118/81 mmHg Farmakologis
Nadi: 91 kali/menit - IVFD RL 500 cc +
Pernapasan: 24 kali/menit tramadol 200 mg 40cc/
Temperatur: 36,5oC jam
SpO2: 98%
- Lansoprazole 30 mg/
17 November 2019
S/ Nyeri dada (+) saat menggerakkan badan P/
O/ Nonfarmakologi:
Keadaan umum - Diet NB jantung
11
Kesadaran: CM
Tekanan darah:129/72 mmHg Farmakologis
Nadi: 81 kali/menit - IVFD RL 500 cc +
Pernapasan: 20 kali/menit tramadol 200 mg 40cc/
Temperatur: 36,5oC jam
SpO2: 98%
- Lansoprazole 30 mg/
24 jam IV
Keadaan spesifik
- Diviti 2,5 mg/ 24 jam
Kepala: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
- ISDN 5 mg/ 24 jam
(-/-)
- Clopidogrel 75 mg/ 24
Leher: JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB (-)
jam PO
Thorax
- Aspilet 80 mg/ 24 jam
Paru:
PO
Statis
dinami - Clobazam 10mg/ 24
s jam
simetri
s, stem
fremitu
s
kanan=kiri, sonor kedua lapangan paru
Jantung:
Iktus kordis tidak terlihat, iktus kordis tidak
teraba, Batas atas ICS II, batas kanan ICS IV
linea sternalis dextra, batas kiri ICS V linea
axillaris anterior. HR 81 x/menit, reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
Datar, lemas, nyeri tekan (-), timpani, bising
usus (+) normal
Ekstremitas :
Akral hangat, palmar eritem (-/-), edema
pretibial (-/-), akralpucat (-/-), sianosis (-).
poikilonikia (-), ptekie (-), ekimosis (-)
Pemeriksaan Lab: asam urat 6,0 mg/dL;
kolesterol total 172 mg/dL; Trigliserida 205
mg/dL
A/ STEMI Anteroseptal
12
18 November 2019
S/ Nyeri dada berkurang P/
O/ Nonfarmakologi:
Keadaan umum - Diet NB jantung
Kesadaran: CM
Tekanan darah:120/70 mmHg Farmakologis
Nadi: 80 kali/menit - IVFD RL 500 cc +
Pernapasan: 20 kali/menit tramadol 200 mg 40cc/
Temperatur: 36,6oC jam
SpO2: 99%
- Lansoprazole 30 mg/
19 November 2019
S/ Nyeri dada berkurang, nyeri di kaki (+) P/
O/ Nonfarmakologi:
Keadaan umum - Diet NB jantung
Kesadaran: CM
Tekanan darah:100/80 mmHg Farmakologis
Nadi: 67 kali/menit - IVFD RL 500 cc +
Pernapasan: 20 kali/menit tramadol 200 mg 40cc/
Temperatur: 36,6oC jam
SpO2: 98%
- Lansoprazole 30 mg/
16
17
Aliran Vena
Sebagian besar darah dari dinding jantung mengalir ke atrium dextrum
melalui sinus coronarius, yang terletak pada bagian posterior sulcus
atrioventricularis dan merupakan lanjutan dari vena cardiaca magna.
Pembuluh ini bermuara ke atrium dextrum sebelah kiri vena cava inferior.
Vena cardiaca parva dan media bermuara ke sinus coronarius. Sisanya
dialirkan ke atrium dextrum melalui vena cardiaca anterior dan melalui
vena-vena kecil yang bermuara langsung ke ruang jantung.7-9
18
2. SindromKoronerAkut
1. Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan salah satu penyakit tidak menular
dimana terjadi perubahan patologis atau kelainan dalam dinding arteri koroner
yang dapat menyebabkan terjadinya iskemik miokardium dan UAP
(Unstable
Angina Pectoris) serta Infark Miokard Akut (IMA) seperti Non-ST Elevation
Myocardial Infarct (NSTEMI) dan ST Elevation Myocardial Infarct (STEMI).5,6
2. Epidemiologi
Sindrom Koroner Akut merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia,
World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 melaporkan penyakit
kardiovaskuler menyebabkan 17,5 juta kematian atau sekitar 31% dari
keseluruhan kematian secara global dan yang diakibatkan sindrom koroner akut
sebesar 7,4 juta. Penyakit ini diperkirakan akan mencapai 23,3 juta kematian
pada tahun 2030. Di Indonesia angka mortalitas pada tahun 2012 adalah 680
dari
100.000 populasi. Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 prevalensi penyakit
jantung koroner di Kalimantan Selatan dengan diagnosis dokter sebesar
0,5% dan
diagnosis dokter atau gejala sebesar 2,2%. Di Kota Banjarmasin, prevalensi
penyakit jantung koroner dengan diagnosis dokter sebesar 0,4% dan berdasarkan
diagnosis dokter atau gejala sebesar 0,8%.3,5,6
3.2.3 Etiologi
Sindrom koroner akut disebabkan oleh aterosklerosis yaitu proses terbentuknya
plak yang berdampak pada intima dari arteri, yang mengakibatkan terbentuknya trombus
sehingga membuat lumen menyempit, yang menyebabkan terjadinya gangguan suplai
darah sehigga kekuatan kontraksi otot jantung menurun. Jika thrombus pecah sebelum
terjadinya nekrosis total jaringan distal, maka terjadilah infark pada miokardium.2,4
Aterosklerosis merupakan suatu kondisi dari arteri besar maupun arteri kecil yang
mengalami akumulasi tumpukan lemak, platelet, neutrofil, monosit dan makrofag
diseluruh tunica intima (lapisan sel endoteliu) dan bahkan ke dalam tunica intima (lapisan
otot polos). Dimana arteri paling sering mempengaruhi bagian koroner, aorta,
dan arteri serebral.Aterosklerosis dimulai dari adanya disfungsi pada
lapisan sel
19
endoteli pada lumen arteri. Hal ini menyebabkan kerusakan pada sel endoteli, atau dari
stimuli lainnya. Kerusakan sel endotel meningkatkan permeabilitas sel endotel terhadap
berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak dan trigliserida, membiarkan zat-zat
ini masuk ke dalam arteri. Oksidasi asam lemak menghasilkan radikal bebas oksigen
yang kemudian merusak pembuluh darah. Kerusakan sel endotel juga menginisiasi
inflamasi dan reaksi imun, termasuk menarik sel darah putih, khususnya neutrofil dan
monosit, dan platelet ke dalam area. Sel darah putihmelepaskan sitokin pro- inflamasi
poten yang memperburuk kondisi, menarik lebih banyak sel darah putih dan platelet ke
dalam area, menstimulasi penggumpalan, mengaktivasi sel T dan sel B, dan melepaskan
senyawa kimia yang bekerja sebagai kemoatraktan untuk menetapkan siklus inflamasi,
penggumpalan, dan fibrosis. Sekali menarik ke area yang mengalami kerusakan, sel
darah putih tertangkap oleh aktivasi faktor adesi endotel yang bekerja seperti Velcro
untuk membuat endotelium menempel dengan sel darah putih. Ketika menempel pada
lapisan endotelium, monosit dan neutrofil mulai untuk beremigrasi antar sel endotel, ke
dalam ruang interstitial. Di dalam interstitium, monosit telah matang ke dalam makrofag
dan, bersama dengan neutrofil, lanjut melepaskan sitokin, yang kemudian menjadi siklus
inflamasi. Sitokin pro-inflamasi juga menstimulasi proliferasi sel otot polos,
menyebabkan sel otot polos tumbuh di dalam tunica intima. Adanya tambahan kolesterol
plasma dan tambahan lemak yang masuk ke dalam tunicae intima dan media sebagai
peningkatan permeabilitas lapisan endotel. Indikasi awal dari kerusakan yaitu terdapat
lapisan lemak (fatty streak) di dalam arteri.Kerusakan dan inflamasi yang berkelanjutan
menyebabkan agregasi platelet meningkat dan mulai terjadinya pembentukan thrombus
(penggumpalan darah). Jaringan bekas luka menggantikan beberapa dinding vaskular
dengan mengganti struktur dinding. Hasil akhirnya adalah penumpukan kolesterol dan
lemak, lapisan atau deposit jaringan bekas luka, pembekuan platelet, dan proliferasi sel
otot polos. Adanya emdapan yang terjadi pada area aterosklerosis menyebabkan
mengecilnya diameter arteri dan meningkatkan kekakuan pada arteri. Area aterosklerosis
pada arteri ini disebut sebagai plak. Plak aterosklerotik dapat menyebabkan suatu bekuan
darah setempat atau thrombus yang akan menyumbat pembuluh arteri. Thrombus dimulai
pada tempat plak aterosklerotik yang telah tumbuh besar sehingga memecah lapisan
intima, sehingga bersentuhan langsung dengan aliran darah. Karena plak tersebut
menimbulkan permukaan yang tidak halus bagi aliran darah, trombosit mulai melekat,
fibrin mulai menumpuk dan sel-sel darah terjaring dan menyumbat pembuluh darah
tersebut.
20
Kadang bekuan tersebut terlepas dari tempat melekatnya (pada plak aterosklerotik) dan
mengalir ke cabang arteri koroner perifer pada arteri yang sama.2,4
Keturunan
Mayoritas penderita SKA tidak mempunyai riwayat keturunan. Penelitian Rosmiatin
menunjukkan bahwa penderita dengan riwayat penyakit kardiovaskuler dalam
keluarga lebih sedikit dibandingkan dengan penderita SKA tanpa riwayat dalam
keluarga. Selain itu penelitian dari Niluh & et al, menunjukkan bahwa yang
mempunyai riwayat penyakit keluarga lebih banyak ditemui pada pasien dengan
diagnosis gagal jantung dari pada penyakit jantung koroner atau termasuk sindrom
koroner akut.10-12
Merokok
Perilaku merokok dapat menyebabkan sindrom koroner akut tergantung dari lama
merokok dan banyaknya yang dihisap oleh seseorang. Menurut World Heart
Federation kandungan yang ada dalam rokok seperti tembakau menyebabkan
terjadinya penggumpalan pada darah yang mengganggu proses
pengangkutan
oksigen yang diperlukan tubuh dan kebutuhan otot jantung akan meningkat akibat
terjadinya pembentukan plaq oleh zat tersebut.11
Hipertensi
Penelitian yang dilakukan pada 622 pasien infarkmiokard akut di Tripoli Medikal
Center Libia sebanyak 35,7 % pasien dengan penyakit hipertensi mengalami IMA
.Penelitian lain dari Budiman et al., menunjukkan jumlah penderita infark miokard
akut yang termasuk bagian dari SKA lebih banyak terjadi pada pasien dengan
penyakit hipertensi yaitu 41 orang (57,7%). Pasien yang menderita hipertensi
memiliki kejadian 7,5 kali lebih besar terjadi dari pada yang tidak hipertensi. Setiap
kenaikan 10 mmHg tekanan darah sistoledan 5 mmHg tekanan darah diastole makan
akan meningkatkan risiko SKA Hipertensi dapat menyebabkan banyaknya penderita
SKA diduga karena masyarakat sekarang memiliki pola makan yang tidak sehat dan
sering beli makanan siap saji. kurangnya aktifitas fisik, perilaku seperti merokok
serta stress. Perilaku seperti ini dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis.15-16
Diabetes Melitus
Penelitian Pramadiaz et al. dan Muhibbah et al. menyebutkan jumlah penderita SKA
yang tidak memiliki riwayat DM lebih banyak dibandingkan yang memiliki riwayat
DM (Pramadiaz et al., 2016).Menurut penelitian Frammingham, Multiple Risk
Factor Intervention Trial dan Minister Heart Study (PROCAM), diketahui bahwa
faktor risiko seseorang untuk menderita PJK ditentukan melalui interaksi dua atau
lebih faktor risiko antara lain faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti
22
keturunan, umur, jenis kelamin dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti
dislipidemia, hipertensi, merokok, stress danobesitas.10,11
Dislipidemia
Dislipidemia merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya sindrom
koroner akut disebabkan karena masyarakt kurang memperhatikan makan-makanan
yang seimbang serta lebih suka makan-makan junk food. Masyarakat terutama ibu-
ibu yang hanya tinggal dirumah mayoritas kurang melakukan aktifitas fisik sehingga
makanan yang kurang sehat yang dikonsumsi tidak terbakar dengan baik yang
menyebabkan penumpukan di dinding arteri dan terjadinya aterosklerosis.
Aterosklerosis merupakan penyebab terjadinya sindrom koroner akut. Dislipidemia
menyebabkan kerusakan pada endotel pembulu darah. Jika kematian endotel terjadi
akibat dari oksidasi yang menyebabkan adanya respon inflamasi. Dimana respon
angiotensin II menyebabkan gangguan vasodilatasi dan mencetuskan efek
protrombik dengan melibatkan platelet dan faktor koagulasi. Hal ini menghasilkan
respon protektif dimana akan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous, plak
aterosklorotik yang dipicu oleh inflamasi. Plak yang terjadi bisa menjadi tidak stabil
dan mengalami ruptur sehingga terjadi SKA.15-16
Obesitas
Obesitas tidak selalu menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya sindrom koroner
akut dikarenakan pada penderita sindrom koroner akut masih banyak faktor lain
yang mempengaruhi terutama pola hidup yang kurang sehat. Penelitian yang
dilakukan oleh Rahayu menunjukkan bahwa responden yang berada pada IMT
normal lebih banyak menderita PJK daripada yang obesitas.2,13
3.2.5 Patofisiologi
Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis
arteri koroner.Untuk memahaminya secara komprehensif diperlukan
pengetahuan tentang patofi siologi iskemia miokardium. Iskemia miokardium
terjadi bila kebutuhan oksigen lebih besar daripada suplai oksigen ke miokardium.
Oklusi akut karena adanya trombus pada arteri koroner menyebabkan
berkurangnya suplai oksigen ke miokardium (Gambar 2). Contoh lain, pada pasien
dengan plak intrakoroner yang bersifat stabil, peningkatan frekuensi denyut
jantung dapat menyebabkan terjadinya iskemi karena meningkatkan
kebutuhan oksigen
23
3.4,17,19
Beberapa faktor risiko koroner turut berperan dalam proses aterosklerosis, antara
lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, dan merokok. Adanya infeksi dan
stres oksidatif juga menyebabkan kerusakan endotel. Faktorfaktor risiko ini dapat
menyebabkan kerusakan endotel dan selanjutnya menyebabkan disfungsi endotel.
Disfungsi endotel memegang peranan penting dalam terjadinya proses
aterosklerosis. Jejas endotel mengaktifkan proses infl amasi, migrasi dan
proliferasi
25
Jika endotel rusak, sel-sel infl amatorik, terutama monosit, bermigrasi menuju ke
lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika
sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami diff erensiasi menjadi
makrofag. Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi yang juga berpenetrasi ke
dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya membentuk fatty streaks.
Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan zat-zat kemoatraktan dan sitokin
(misalnya monocyte chemoattractant protein-1, tumor necrosis factor α, IL-1, IL-6,
CD40, dan c-reactive protein) yang makin mengaktifkan proses ini dengan
merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh darah (yang
mensintesis komponen matriks ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak. Sel otot
polos pembuluh darah bermigrasi dari tunika media menuju tunika intima, lalu
mensintesis kolagen, membentuk kapsul fibrosis yang menstabilisasi plak dengan
cara membungkus inti lipid dari aliran pembuluh darah. Makrofag juga
menghasilkan matriks metaloproteinase (MMPs), enzim yang mencerna matriks
ekstraseluler dan menyebabkan terjadinya disrupsi plak (Gambar 5). 4-6
3. Stabilitas plak dan kecenderungan mengalami rupture
Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel otot polos dan
makrofag memegang peranan penting dalam stabilitas plak dan kecenderungan
untuk mengalami ruptur.LDL yang termodifi kasi meningkatkan respons infl amasi
oleh makrofag. Respons infl amasi ini memberikan umpan balik, menyebabkan
lebih banyak migrasi LDL menuju tunika intima, yang selanjutnya mengalami
modifi kasi lagi, dan seterusnya. Makrofag yang terstimulasi akan memproduksi
matriks metaloproteinase yang mendegradasi kolagen.4-6
Di sisi lain, sel otot pembuluh darah pada tunika intima, yang membentuk kapsul
fibrosis, merupakan subjek apoptosis. Jika kapsul fibrosis menipis, ruptur plak
mudah terjadi, menyebabkan paparan aliran darah terhadap zat-zat trombogenik
pada plak. Hal ini menyebabkan terbentuknya bekuan. Proses proinfl amatorik ini
menyebabkan pembentukan plak dan instabilitas. Sebaliknya ada proses antiinfl
amatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan mendukung stabilitas plak.
Sitokin seperti IL-4 dan TGF-β bekerja mengurangi proses infl amasi yang terjadi
pada plak. Hal ini terjadi secara seimbang seperti pada proses penyembuhan luka.
Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika bergeser ke arah
pertumbuhan plak, maka plak semakin besar menutupi lumen pembuluh darah dan
menjadi rentan mengalami ruptur (Gambar 6). 4-6
4. Disrupsi plak, trombosis, dan SKA
Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkembang perlahan-lahan seiring
berjalannya waktu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala muncul bila stenosis
lumen mencapai 70-80%. Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak
aterosklerotik. Plak yang ruptur ini kebanyakan hanya menyumbat kurang dari
50% diameter lumen. Mengapa ada plak yang ruptur dan ada plak yang tetap stabil
belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inti lipid
yang besar, kapsul fibrosa yang tipis, dan infl amasi dalam plak merupakan
predisposisi untuk terjadinya ruptur.4-6
Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan
terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit yang
diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk trombus.2,3,6,8
Trombosit berperan dalam proses hemostasis primer. Selain trombosit,
pembentukan trombus juga melibatkan sistem koagulasi plasma. Sistem koagulasi
plasma merupakan jalur hemostasis sekunder. Kaskade koagulasi ini diaktifkan
bersamaan dengan sistem hemostasis primer yang dimediasi trombosit. Proses
hemostasis primer maupun sekunder bisa dilihat pada gambar 7. 4-6
28
- Nyeri yang menjalar ke bahu, leher, satu atau kedua tangan atau rahang
bawah, ke punggung.
29
- Nyeri dada yang disertai rasa sempoyongan, mau jatuh, berkeringat, atau
mual muntah (khas untuk infark miokard inferior).
- Sesak napas yang tidak dapat dijelaskan, yang dapat terjadi dengan atau tanpa
nyeri dada; seperti pada penderita dengan riwayat diabetes atau hipertensi
yang mengeluh nyeri perut.
3.2.7 Diagnosa
Penegakan diagnosa pasien dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Pada anamnesis didapatan gejala-gejala dan tanda serta faktor risiko
sindrom koroner akut.2,18
2. Pemeriksaan fisik
Kondisi umum pasien infark miokard dapat pucat, berkeringat banyak, atau
gelisah. Nadi dapat berupa aritmia, bradikardi, atau takikardi; yang perlu
diperhatikan jika pasien akan diberi β-blocker. Penderita infark miokard
dapat mengalami hipertensi akibat respon nyeri hebat atau hipotensi akibat
syok kardiogenik. Peningkatan tekanan vena jugularis umumnya ditemukan
pada penderita infark miokard ventrikel kanan. Pada auskultasi, bunyi
jantung dapat bervariasi sesuai komplikasi yang timbul akibat infark
miokard; misalnya mitral regurgitasi dengan murmur pansistolik dan S1
yang lemah atau VSD dengan murmur pansistolik yang kerasdan tinggi dan
S1 yang normal.2,19
3. Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiografi
Temuan EKG 12 leadpada infark miokard menurut evolusinya dapat
berupa gelombang T hiperakut, perubahan segmen ST, dan gelombang Q
patologis. Menurut lokasi anatomis infark miokard temuan abnormalitas
EKG adalah sebagai berikut:5,6
- Dinding inferior: lead II, III, dan aVF
- Dinding anterior: lead V1-V4
30
Inferior ---> ST segmen di lead II, III, aVF, reciprocal dengan ditandai
ST segmen depresi di lateral.
32
8. Tata Laksana
Tatalaksana awal sindrom koroner akut dilakukan pada pasien dengan
diagnosis kerja kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di
ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau
niomarka jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah morfin, oksigen,
nitrat, aspirin, yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.19-24
1. Tirah baring
2. Pada semua pasien IMA-EST direkomendasikan untuk mengukur
saturasi oksigen perifer
- Oksigen diindikasikan pada pasien dengan hipoksemia (SaO2 <90% atau PaO2
<60 mmHg)
≥90%.
3. Aspirin 160-320 mg diberikan segera kepada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin. Aspirin tidak bersalut lebih
terpilih mengingat absorbsi sublingual yang lebih cepat.
4. Penghambat reseptor adenosin difosfat (ADP)
- Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan 2x90 mg/ hari kecuali pada pasien IMA-
EST yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen
fibrinolitik
- Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi
reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP
yang dianjurkan adalah clopidogrel.
5. Nitrogliserin (NTG) spray/ tablet sublingual untuk pasien dengan nyeri
dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. Jika nyeri
dada tidak hilang dengan 1x pemberian, dapat diulang setiap 5 menit
sampai maksimal 3 kali. Nitrogliserin intravena diberikan kepada pasien
yang tidak responsif dengan terapi 3 dosis NTG sublingual. Dalam
34
35
36
terjadinya pembentukan plaq oleh zat tersebut. Pasien yang menderita hipertensi
memiliki kejadian 7,5 kali lebih besar terjadi dari pada yang tidak hipertensi.
Setiap kenaikan 10 mmHg tekanan darah sistole dan 5 mmHg tekanan darah
diastole maka akan meningkatkan risiko SKA.Hipertensi kronis dapat
mempercepat terjadinya aterosklerosis.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil batas jantung kiri melebar yaitu di
linea axilaris anterior, hal ini menandakan adanya pembesaran jantung atau
kardiomegali. Hasil ini didukung oleh pemeriksaan rontgen thorax yang
menunjukkan gambaran kardiomegali. Terjadinya kardiomegali pada pasien ini
disebabkan oleh hipertensi yang sudah menahun dan tidak terkontrol obat.
Pemeriksaan penunjang EKG menunjukkan adanya elevasi segmen ST pada
V1-V4 yang menandakan lokasi infark terjadi di anteroseptal. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan hasil peningkatan enzim jantung CK-MB),CK-MB
akan meningkat dalam waktu 4-6 jam, mencapai puncaknya pada 12 jam,
dan menetap sampai 2 hari, sehingga pasien didiagnosis dengan STEMI
anteroseptal.Pasien mendapatkan terapi berupa ISDN 10 mg SL, Clopidogrel 300
mg PO, Aspilet 160 mg PO, dan Diviti 1 amp SC.
DAFTAR PUSTAKA
1. Antman EM, Anbe DT, Armstrong PW, Bates ER, et al. ACC/ AHA
Guidelines for the Management of Patients With ST-Elevation Myocardial
Infarction; A Report of the American College of Cardiology/American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines (Committee to Revise the 1999
Guidelines for the Management of Patients With Acute Myocardial
Infarction). The American College of Cardiology Foundation and the
American Heart Association. 2004;110:588-636.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia 2018. Pedoman
Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. PERKI. 2018.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI,
LITBANGKES RI; 2013.
4. Myrtha R. 2012. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut. CDK-192. 2012;39(4):
261-4.
5. Amsterdam E, Wegner N, Brindis W, Casey D, Holmes D. AHA/ACC
Guidelines for Management of Patient with Non ST-Elevation Acute
Coronary Syndrome; A Report of the American College of Cardiology/
American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. Circulation
Journal of The American Heart Association. 2014.
6. Tamis-Holland ET, et al. ACC/ AHA Guidelines for the Management of
Patients With ST-Elevation Myocardial Infarction: Executive Summary: A
Report of the American College of Cardiology. Circulation Journal of The
American Heart Association. 2013.
7. Snell RS. 2012. Anatomi Klinis berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC.
8. Guyton, AC, Jhon E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi Ke-11. Alih
Bahasa: Setiawan I dan Santoso A. Jakarta: EGC.
9. Paulsen F, Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Jilid 2 Edisi 23.
Jakarta: EGC.
37
38
10. Tumade B, Jim EL, Joseph VFF. Prevalensi Sindrom Koroner Akut di RSUP
Prof. Dr. R.D Kandou Manado Periode 1 Januari 2014. Jurnal e-Clinic (eCI).
2014;4(1):223-300.
11. Susilo C. Identifikasi Faktor Usia, Jenis Kelamin dengan Luas Infark Miokard
Pada Penyakit Jantung Koroner (PJK) di Ruang ICCU RSD DR. Soebandi
Jember, The Indonesian Journal Of Health Science. 2015;6(1): 1-7.
12. Ghani L, Susilawati DM, Novriani H. Faktor Risiko Dominan Penyakit
Jantung Koroner di Indonesia, Buletin Penelitian Kesehatan. 2016;44(3):153-
64.
13. Indrawati L. Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap, Persepsi, Motivasi,
Dukungan Keluarga dan Sumber Informasi Pasien Penyakit Jantung Koroner
dengan Tindakan Pencegahan Sekunder Faktor Risiko (Studi Kasus Di
RSPAD Gatot Soebroto Jakarta), Jurnal Ilmiah WIDYA. 2014;2(3):30-36.
14. Torry SRV, Panda AL, Ongkowijaya J. Gambaran Faktor Risiko Penderita
Sindrom Koroner Akut, Jurnal E-Clinic. 2014;2(1):1-8.
15. Faridah EN, Pangamenan JA, Rampengan SH. Gambaran Profil Lipid pada
Penderita Sindrom Koroner Akut di RSUP. Prof. DR. R.D. Kandou Periode
Januari-September 2015, Manado, Universitas Sam Ratulangi Manado. 2016
16. Meidiza A, Afriwardi, Masrul S. Gambaran Tekanan Darah pada Pasien
Sindrom Koroner Akut di RS Khusus Jantung Sumatera Barat Tahun 2011-
2012. Artikel Penelitian dalam Jurnal Kesehatan Andalas. 2014;3(2).
17. Alwi I. Infark Miokard Akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V.
Jakarta: Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2010.
18. Al-Attar N, Folliguet T. The Heart Team to assess risk in coronary artery
disease. 2013;11. An article from the e-journal of the ESC Council for
Cardiology Practice.
19. Elliott MA, Murrow D. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction:
Management. In Braunwald’s Heart Disease: a Textbook of Cardiovascular
Medicine. Philadelphia: Elsevier. 2012.
39