Anda di halaman 1dari 10

SNPDI 2019

Blok 5.2 Hematologi dan Imunologi


Pemasangan IV Line
Kriteria Pemilihan Pembuluh darah
Gunakan cabang vena distal (vena bagian
proksimal yang berukuran lebih besar akan
bermanfaat untuk keadaan darurat).
Pilihan vena
a. Vena metakarpal (memudahkan
pergerakan tangan).
b. Vena basilika atau sefalika.
c.Vena fossa antekubital, mediana,
basilika, atau sefalika untuk pemasangan
infus yang singkat saja.
Pada dewasa, vena pada ekstremitas bawah
hanya digunakan sebagai pilihan terakhir.

Komplikasi
1. Hematoma
2. Infiltrasi
3. Tromboflebitis
4. Emboli udara

Terapi intra vena


Terapi cairan intravena memberikan cairan
tambahan mengandung komponen tertentu
yg diperlukan tubuh terus-menerus selama
periode tertentu.
- Isotonis (NaCl 0,9 %, Dektrose 5% dalam air,
Ringer lactat dll),
- Hipotonis (NaCl 0,5%),
- Hipertonis (Dekstrose 10% dalam NaCl,
Dekstrose 10 % dalam air, Dekstrosa 20 %
dalam air.

Tujuan: memperbaiki atau mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau memberi terapi medikasi secara intravena
Indikasi 1. Pemberian cairan intravena; 2. Pemberian obat secara kontinu atau intermiten;
3. Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah terbatas.
4. Pemberian kantong darah dan produk darah.
5. Upaya profilaksis sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk
persiapan jika terjadi syok, memudahkan pemberian obat) dan pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan)
dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.
Kontraindikasi
1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.
2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt)
pada tindakan hemodialisis (cuci darah).
3. Obat yg berpotensi iritan thd pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).
Menghitung cairan yang dibutuhkan
Rumus Holliday & Segard
CHECKLIST IPM
Anemia Defisiensi Besi
• Anamnesis
Lemah, lesu, letih, lelah, sakit kepala, light-headedness (pengelihatan berkunang2) , kesemutan, pusing, telinga berdenging, ↓
konsentrasi, sesak nafas rambut rontok, restless leg,
Faktor risiko: ibu hamil, remaja putri (akibat menstruasi), status gizi kurang, faktor ekonomi kurang, infeksi kronik, vegetarian

• Pemeriksaan Fisik: TTV + HEAD TO TOE


- Pasien tampak lemah dan pucat (anemis) pd konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, jaringan bawah kuku
- Dapat takikardia, adanya disfagia, glositis lidah, stomatitis, angular cheilitis, koilonychia.
- Perdarahan maupun adanya eksudat pada retina dapat ditemukan pada anemia berat.
- Splenomegali mengindikasikan adanya penyebab defisiensi besi lainnya.

• Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap: hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), leukosit,trombosit, jumlah eritrosit,
Morfologi darah tepi: mikrositik hipokrom, anisositosis, poikilositosis, pencil cell
2. Pemeriksaan Khusus (dilakukan di layanan sekunder) :Serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum.
3. Feses rutin, dan urin rutin: Feses dapat ditemukan cacing tambang (Necator americanus atau Ancylostoma duodenale)
Nilai rujukan kadar hemoglobin normal menurut WHO:
1. ♂ : >13 g/dL 2. ♀ : >12 g/dL. 3. Perempuan hamil: >11 g/dL

Diagnosis Banding: Anemia defisiensi vitamin B12, Anemia aplastik, Anemia hemolitik
• Tatalaksana:
1. TERAPI ETIOLOGI:
- Eradikasi H.Pylori: bismuth citrate 2x240mg/hari, Amoxicillin 2x500mg/hari dan Metronidazole 2x400mg/hari
- Kalau akibat cacing obati cacing: Mebendazole 2x100mg/hari 3 hari
2. Preparat Besi: Sulfas ferrosus 3x200mg selama 4 minggu
3. Vitamin C: beri 3x100mg/hari utk tingkatkan absorpsi besi

• Komplikasi :1. Penyakit jantung anemia 2. ibu hamil: BBLR dan IUFD 3. anak: ggn pertumbuhan dan perkembangan

• Edukasi: Berikan pengertian tentang penyakit, upayakan pasien patuh minum obat, beri info tentang efek samping obat berupa
mual, muntah, heartburn, konstipasi, diare, BAB kehitaman. Diet: beri makanan gizi tinggi protein terutama protein hewani

Cheilosis
Koilonychia

Atrofi papil lidah

Bentuk infektif: larva filariform


Telur: bentuk lonjong, ukuran 60x40mikron,
dinding tipis, jernih, isi 4-8 sel
Cacing dewasa: Badan melengkung, panjang
≤1 cm, ekor cacing ♀ runcing, ♂ bursa
copulatrix (ray-ray yg
tersusun menyerupai payung)
Artritis reumatoid
Anamnesis: PEMFIS: TTV+ HEAD TO TOE+ LOKALIS SENDI YG TERKENA
Gejala prodromal: lelah (malaise), anoreksia, seluruh tubuh terasa lemah, berminggu-minggu/ berbulan-bulan, menggigil
Gejala spesifik poliartrikular secara simetris, mengenai seluruh sendi terutama sendi PIP, MCP atau MTP, pergelangan tangan, bahu,
lutut, dan kaki. Sendi DIP umumnya tidak terkena.
Gejala sinovitis sendi yg terkena: bengkak, nyeri diperburuk dg gerakan → gerakan terbatas, kaku pagi hari > 1 jam.
Gejala ekstraartikular: mata (episkleritis), kardiovaskular (nyeri dada pada perikarditis), hematologi (anemia).
Faktor Risiko: 1. Wanita, 2. Faktor genetik. 3. Hormon seks. 4. Infeksi. 5. Merokok
Kriteria diagnosis ACR, Kriteria 1-4 harus ada minimal selama 6 minggu
1) Morning stiffness 2) Artritis melibatkan 3 sendi atau lebih
3) Atritits pada sendi-sendi tangan 4) Atritits simetris
5) Nodul rheumatoid 6) Rheumatoid faktor positif. 7) Perubahan radiografis
Tanda khas RA akibat deformitas sendi:
o Boutonniere deformity (pada jempol tangan) o Swan neck (jari spt leher angsa) o Ulnar deviation
Pemeriksaan Penunjang
laju endap darah (LED) 1. Faktor reumatoid (RF) serum.
2. Radiologi tangan dan kaki. Gambaran dini: pembengkakan jaringan lunak, diikuti oleh osteoporosis juxta-articular dan erosi pada bare
area tulang. Keadaan lanjut terlihat penyempitan celah sendi, osteoporosis difus, erosi meluas sampai daerah subkondral.
3. ACPA (anti-cyclic citrullinated peptide antibody) / anti-CCP. 4. CRP. 5. Analisis cairan sendi
6. Biopsi sinovium/ nodul rheumatoid
Diagnosis Banding: Spondiloartropati seronegatif, Lupus eritematosus istemik, Sindrom Sjogren
Komplikasi: 1. Deformitas sendi (boutonnierre, swan neck, deviasi ulnar) 2. Sindrom terowongan karpal (TCS)
Tatalaksana: OAINS seperti: diklofenak 50- 100 mg 2x/hari, DMARDs (metrotrexate); Fisioterapi, tx okupasi, bila perlu diberikan ortosis.

Reaksi Anafilaksis
• Anamnesis
- Gejala respirasi dapat dimulai berupa bersin,hidung tersumbat atau batuk saja yang kemudian segera diikuti dengan sesak napas.
- Gejala kulit: paling sering ditemukan pada reaksi anafilaktik. Gatal, kulit kemerahan (urtikaria, angioedema)
- Gangguan gastrointestinal: perut kram,mual,muntah, diare. Faktor Risiko: Riwayat Alergi
• Pemeriksaan Fisik: TTV+ HEAD TO TOE
Sesak, frekuensi meningkat, sianosis karena edema laring dan bronkospasme. Hipotensi gejala yang menonjol pada syok anafilaktik.
Adanya takikardia, edema periorbital, mata berair, hiperemi konjungtiva. Tanda prodromal pada kulit berupa urtikaria dan eritema.
Diagnosis Klinis
1. Onset gejala akut (beberapa menit hingga beberapa jam) yang melibatkan kulit, jaringan mukosa, atau keduanya (misal: urtikaria
generalisata, pruritus dengan kemerahan, pembengkakan bibir/lidah/ uvula) dan sedikitnya salah satu dari tanda berikut ini:
a. Gangguan respirasi (misal: sesak nafas, wheezing akibat bronkospasme, stridor, penurunan arus puncak ekspirasi/APE, hipoksemia).
b. ↓ TD atau gejala yang berkaitan dgn kegagalan organ target (misal: hipotonia, kolaps vaskular, sinkop, inkontinensia).
2. Atau, dua atau lebih tanda berikut yang muncul segera (beberapa menit hingga beberapa jam) setelah terpapar alergen yang
mungkin (likely allergen), yaitu:
a. Keterlibatan jaringan mukosa dan kulit b. Gangguan respirasi
c. Penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan kegagalan organ target
d. Gejala gastrointestinal yang persisten (misal: nyeri kram abdomen, muntah)
3. Atau, penurunan tekanan darah segera (beberapa menit atau jam) setelah terpapar alergen yang telah diketahui (known
allergen), sesuai kriteria berikut:
a. Bayi dan anak: Tekanan darah sistolik rendah (menurut umur) atau terjadi penurunan > 30% dari tekanan darah sistolik semula.
b. Dewasa: Tekanan darah sistolik <90 mmHg atau terjadi penurunan>30% dari tekanan darah sistolik semula.
• Diagnosis banding: serangan asma akut, syok hipovolemia, urtikaria akut generalisata
• Tatalaksana:
1. Posisi trendelenburg, pemberian O2 3-5 liter/menit,
2. BERI EPINEFRIN dosis 0,01ml/kgBB maksimal 0,3ml perkali suntikkan IM, dapat dilang 5-15 menit hingga 2-3 kali
3. Pemberian infus, cairan dextran atau RL/NaCl 20-30ml/kg dalam 1 jam pertama,
4. Antihistamin difenhidramin 1-2mg/kg, max 50mg IM atau IV,
5. Bronkodilator (ß2 agonis), metilprednisolon 1-2mg/kgBB IV tiap 4-6 jam → cegah anafilaksis bifasik, vasopressor jika hipotensi
berlanjut (dgn dopamin atau epinefrin)
• Edukasi: HINDARI PENCETUS baik itu makanan, obat dan sebagainya , beri tahu tentang penyakit ini
Systemic Lupus Eritematosus (SLE)
Anamnesis
Kelelahan; Nyeri sendi yang berpindah-pindah; Rambut rontok; Ruam pada wajah; Sakit kepala; Demam; Ruam kulit
setelah terpapar sinar matahari; Gangguan kesadaran; Sesak; Edema anasarka
Faktor Risiko
Pasien dengan gejala klinis yang mendukung dan memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit autoimun
meningkatkan kecurigaan adanya LES.

Pemeriksaan Fisik: TTV+ HEAD TO TOE


1. Gejala konstitusional, misalnya: kelelahan, demam (biasanya tidak disertai menggigil), penurunan
berat badan, rambut rontok, bengkak, dan sakit kepala.
2. muskuloskeletal dijumpai lebih dari 90%, mialgia, artralgia atau artritis (tanpa bukti jelas inflamasi sendi).
3. mukokutaneus, misalnya ruam malar/ruam kupu-kupu, fotosensitifitas, alopecia, dan ruam diskoid.
4. paru: pneumonitis (sesak, batuk kering, ronkhi di basal), emboli paru, hipertensi pulmonum, dan efusi pleura.
5. kardiologi: Pleuropericardial friction rubs, takipneu, murmur sistolik, perikarditis, miokarditis dan penyakit jantung
koroner.
6. renal dijumpai pada 40-75% penderita setelah 5 tahun menderita lupus, misalnya hipertensi, hematuria, edema
perifer, dan edema anasarka.
7. gastrointestinal: keterlibatan berbagai organ dan akibat pengobatan, misalnya mual, dispepsia, nyeri perut, dan
disfagi.
8. neuropsikiatrik misalnya kejang dan psikosis.
9. Manifestasi hematologi, misalnya leukopeni, lymphopenia, anemia atau trombositopenia.

Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan DPL (darah perifer lengkap): leukopeni, trombositopeni, dan anemia.
b.Pemeriksaan serum kreatinin: ↑ serum kreatinin.
c. Urinalisis: ada eritrosit dan proteinuria.
2. Radiologi: X-ray Thoraks dapat menunjukkan adanya efusi pleura.

Diagnosis Banding: Mixed connective tissue disease; Sindrom vaskulitis


Komplikasi: Anemia hemolitik, Trombosis, Lupus serebral, Nefritis lupus, Infeksi sekunder

RUJUK KE SPESIALIS

Tatalaksana
- Pemberian analgetik sederhana atau obat antiinflamasi non steroid, misalnya parasetamol 3-4 x 500-1000 mg, atau
ibuprofen 400-800 mg 3-4 kali perhari, natrium diklofenak 2-3 x 25- 50 mg/hari pada keluhan artritis, artralgia dan
mialgia.
- Penggunaan sunscreen saat akan keluar rumah, atau menggunakan pakaian yg tertutup

Konseling dan Edukasi


1. Intervensi psikososial dan penyuluhan langsung pada pasien dan keluarganya.
2. Menyarankan pasien untuk bergabung dalam kelompok penyandang lupus
3. Pasien disarankan untuk tidak terlalu banyak terpapar sinar matahari dan selalu menggunakan krem
pelindung sinar matahari, baju lengan panjang serta menggunakan payung.
4. Pemantauan dan penjelasan mengenai efek penggunaan steroid jangka panjang terhadap pasien.
5. Pasien diberi edukasi agar berobat teratur dan bila ada keluhan baru untuk segera berobat.
HIV/AIDS
Anamnesis
1. Demam (>37,5) terus menerus/ intermiten >1 bulan. 2. Diare terus menerus/intermiten > 1bulan.
3. Kehilangan [BB) >10% dari berat badan dasar. 4. Keluhan lain bergantung dari penyakit menyertainya.

Faktor Risiko
1. Penjaja seks ♂ atau ♀ 2. Pengguna NAPZA suntik
3. ♂ yang berhubungan seks dgb sesama ♂ dan transgender. 4. Hubungan seksual yang berisiko/tidak aman
5. Pernah/ sedang mengidap infeksi menular seksual (lMS) 6. Pernah mendapatkan transfusi darah
7. Pembuatan tato dan/ alat medis/alat tajam tercemar HIV. 8. Bayi dari ibu dengan HIV/AIDS
9. Pasangan serodiskor (yang satu terinfeksi HIV, lainnya tidak) dan salah satu pasangan positif HIV

Pemeriksaan fisik: TTV+ HEAD TO TOE+ BEKAS SUNTIKAN ATAU DSB


- Keadaan Umum: BB ↓,Demam
- Kulit: kulit kering, dermatitis seboroik, tanda herpes simpleks dan zoster atau jaringan parut bekas herpes zoster.
- Pembesaran kelenjar getah bening
- Mulut: kandidiasis oral, oral hairy leukoplakra, keilitis angularis Dada: dapat dijumpai ronki basah akibat infeksi paru
- Abdomen: hepatosplenomegali, nyeri, atau massa.
- Anogenital: tanda-tanda herpes simpleks, duh vagina atau uretra Neurologi: tanda neuropati dan kelemahan neurologis.

Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung jenis leukosit : Limfopenia, dan CD4 hitung <500 (CD4 sekitar 30 % dari total limfosit) NORMAL 500-1100/mm^3
b. Tes HIV menggunakan strategi III: 3 macam tes dengan titik tangkap yang berbeda, umumnya ELISA dan dikonfirmasi Western
Blot (3 MACAM JENIS TES DAN HASILNYA POSITIF SEMUA)
c. Pemeriksaan DPL (darah perifer lengkap)
Radiologi: Rontgen toraks

STADIUM HIV
STADIUM 1: TIDAK ADA ↓BB, tida ada gejala atau hanya limfadenopati generalisata persisten
STADIUM 2: ↓ BB tidak diketahui penyebab(<10% dari perkiraan BB, atau BB sebelumnya), ISPA berulang, herpes zoster
dalam 5 tahun terakhir, dermatitis angularis
STADIUM 3: ↓ BB yg tidak diketahui penyebab (>10% perkiraan), DIARE KRONIS YG TIDAK DIKETAHUI PENYEBAB > 1BULAN,
DEMAM MENETAP, TB PARU, ORAL HAIRY LEUKOPLAKIA, KANDIDIASIS MULUT MENETAP, ANEMIA, dan gejala lainnya
STADIUM 4: SINDROM WASTING HIV, DAN ↓ BB SPT STD 3, DIARE, DEMAM SPT STD 3.TB EKSTRA PARU, ensefalopati HIV, PCP, dll

Diagnosis Banding: penyakit gangguan sistem imun,

Tatalaksana: SEBELUM PEMBERIAN ARV


- PASTIKAN ADA/TIDAK INFEKSI OPORTUNISTIK SPT TBC DAN ENSEFALITIS TOKSOPLASMA, KALAU ADA OBATI DULU
- Periksa CD4 dan viral load
- Pastikan pasien tidak ada kontraindikasi dengan obat, siap menerima terapi, dan komitmen menjalani terapi.
ARV Lini Pertama: TDF (Tenofovir) + 3TC(Iamivudine) +EFV (efavirenz) dalam bentuk KDT
ARV Lini kedua: TDF + 3TC+LPV/r (lopnavir/r) -BILA ADA Koinfeksi VHB (Hepatitis B): AZT+TDF+3TC+LPV/r
ARV Lini ketiga: 2NRTI + EFV ; ATAU 2NRTI+LPV/r
Pemantauan: lakukan pd minggu 2,4,8,12 dan 24 minggu sejak inisiasi ARV, kemudian tiap 6 bulan bila keadaan stabil
Lab: pantau CD4 scr rutin, atau lebih sering bila ada indikasi klinis

Konseling dan Edukasi


1. Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksi menular seksual (lMSl, dan kelompok risiko tinggi beserta pasangan seksualnya,
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit HIV/AIDS. Pasien disarankan untuk bergabung dengan
kelompok penanggulangan HIV/AIDS untuk menguatkan dirinya dalam menghadapi pengobatan penyakitnya.
Thalassemia
Anamnesis dan Pemeriksaan fisik: TTV+ HEAD TO TOE
Pucat kronis, organomegali/splenomegali, Fascies cooley, gizi kurang/buruk, perawakan pendek, Hiperpigmentasi kulit, Pubertas terlambat
Pemeriksaan penunjang
• Darah tepi lengkap
- Index eritrosit: MCV ↓, MCH ↓, MCHC ↓, RDW ↑↑(bila tidak ada cell counter, lakukan uji resistensi osmotik 1 tabung)
- Morfologi darah tepi: mikrositik hipokrom, anisositosis, poikilositosis, sel target, fragmentosit, normoblast (+)
• Analisa Hb: Elektroforesis Hemoglobin
RUJUK KE SPESIALIS
Tatalaksana
1. Transfusi darah: Packed red cell
2. Tambahan: Asam folat 1x1mg/hari; Vitamin E 2x200 IU/hari, sbg antioksidan; Vitamin C 2-3mg/kgBB/hari, sbg antioksidan
Vitamin tidak diberikan kalo tidak dilakukan kelasi besi, Kelasi Besi: Desferoksamine 30-50mg/kgBB/hari
3. Splenektomi, Transplantasi sumsum tulang, terapi gen

Hemofilia
• Anamnesis
1. Lahir: perdarahan lewat tali pusar 2. Anak yg lebih besar: perdarahan sendi sbg akibat jatuh saat belajar berjalan
3. Riwayat timbul “biru/lebam” bila terbentur (perdarahan abnormal)
4. Riwayat perdarahan berulang (hemartrosis, hematoma) atau riwayat perdarahan memanjang yg bersifat delayed and prolonged bleeding
setelah trauma atau tindakan tertentu, dgn/atau tanpa riwayat keluarga (+)
• Pemeriksaan fisik: TTV+ HEAD TO TOE
1. Adanya perdarahan berupa: Hematom di kepala atau tungkai atas/bawah, hemartrosis
- sering dijumpai perdarahan interstitial yg akan menyebabkan atrofi otot, pergerakan terganggu dan tjd kontraktur sendi. Sendi yg sering
kena: siku, lutut, pergelangan kaki, paha, sendi bahu
• Pemeriksaan penunjang
Pembekuan darah: PERLU DINNGAT BAHWA KADAR FAKTOR VIII ↑ PD INFLAMASI, INFEKSI, KERUSAKAN JARINGAN
- APTT/ masa pembekuan: memanjang - PPT (Plasma protrombin time)/ PT: normal
- SPT (Serum Prothrombin time): pendek - Kadar fibrinogen: normal. - Retraksi pembekuan baik
- Faktor pembekuan (factor assay): Faktor yg diperiksa: F VIII/ IX dan FvW. Utk dx ggn perdarahan, tipe hemofilia, derajat keparahan
• Darah perifer lengkap (DPL): normal pd penderita hemofilia tanpa perdarahan. Apabila penderita sedang mengalami perdarahan berat
atau jangka waktu lama, Hb dan eritrosit ↓
RUJUK KE SPESIALIS
• Tatalaksana
Hemofilia A: Transfusi F VIII, kriopresipitat
Hemofilia B: Konsentrat F IX, Fresh frozen plasma (FFP)

Immune Trombositopenia Purpura (ITP)


Anamnesis
- Gejala perdarahan terisolasi yg konsisten dg trombositopenia tanpa gejala konstitusional (↓ BB signifikan, keringat malam, nyeri tulang)
- Kasus akut, perlu ditanyakan riwayat infeksi yang mengawali seperti rubeola, rubella, atau infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
- Kasus kronis, perlu ditanyakan riwayat epistaksis berulang, menometrorrhagia, infeksi hepatitis C, HIV penyakit autoimun [LES)
Pemeriksaan Fisikm TTV+ HEAD TO TOE
- Perdarahan mukokutaneus (Petekia, purpura, ekimosis) pada mukosa oral (gum bleeding),saluran cerna
- Tanda infeksi, Tanda penyakit autoimun
- Jarang ditemukan hepatosplenomegali, limfadenopati, tidak ditemukan jaundice atau stigmata kelainan kongenitall
Pemeriksaan Penunjang
- Lab : darah perifer lengkap, morfologi darah tepi, serologi virus (Dengue, CMV ,Epstein Barr Virus,hepatitis C, HIV rubella),
serologi LES, elektroforesis serum protein, Ig, fungsi hati, defisiensi IgA atau monoclonal gammopathies (selektif), tes Coomb.
- Pungsi sumsum tulang, dengan indikasi
- Usia > 60 tahun dengan manifestasi atipik (lelah, demam, nyeri sendi, makrositosis, neutropenia
- Sebelum splenektomi pada pasien dengan diagnosis non-definitif
DIAGNOSIS BANDING: ITP-like syndrome pd penderita HIV/hepatitis C, ITP sekunder imbas obat, hipogamaglobulinemia

TATATAKSANA: Steroid (metilpredinsolon, prednison) jika AT (hitung trombosit)< 30.000 atau AT <50.000 dengan risiko perdarahan
- IvIg jika mengancam jiwa,atau anak dengan AT<20.000 disertai perdarahan

Anda mungkin juga menyukai