Anda di halaman 1dari 38

Laboratorium / SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi

Tutorial Klinik
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

KEGAWATDARURATAN DALAM OBSTETRI

Oleh:
Amalia Rizkiannur Putri 1910017065
Cristian Bungin 1910017071
Mita Maulida Rifqiya F. 1910017062
Olga Fanny Tantiwi N. 1910017063
Miranda Shaqilla Antareztha 2010017023
Adi Winata 2010017020
Bimbi Zulkifli 2010017013

Pembimbing:
dr. Andi Satya Adi Saputra, Sp.OG., M.Kes

LABORATORIUM / SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
MARET 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan Tutorial Klinik
tentang “Perdarahan Antepartum”. Laporan ini disusun dalam rangka tugas
Kepaniteraan Klinik di Laboratorium Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda.
Dalam penulisan ini, penyusun juga ingin menghaturkan banyak terima
kasih kepada dr. Andi Satya Adi Saputra, Sp.OG., M.Kes atas waktunya untuk
membimbing penyusun di sela-sela kesibukannya. Banyak ilmu yang penyusun
dapat dari arahan beliau yang bisa membantu dalam kehidupan penyusun.
Penyusun sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan ini, oleh
sebab itu penyusun mengharapkan pembaca dapat memberi saran dan kritik yang
dapat membangun demi perbaikan laporan ini. Akhirnya, penyusun berharap agar
laporan ini dapat bermanfaat menambah wawasan dan pengetahuan tentang
kegawatdaruratan dalam obstetri dan menjadi bekal di masa mendatang.

Samarinda, 25 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1

1.2 Tujuan. ...............................................................................................................1

1.2.1 Tujuan Umum.................................................................................................2

1.2.2 Tujuan Khusus................................................................................................2

1.3 Manfaat..............................................................................................................2

1.3.1 Manfaat Umum...............................................................................................2

1.3.2 Manfaat Bagi Pembaca...................................................................................2

BAB II LAPORAN KASUS....................................................................................3

2.1 Identitas........................................................................................................3
2.2 Anamnesis....................................................................................................3
2.3 Pemeriksaan Fisik........................................................................................5
2.4 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................6
2.5 Diagnosis......................................................................................................7
2.6 Penatalaksanaan...........................................................................................7
2.7 Follow Up di Ruang Mawar.........................................................................7
2.7.1 Follow Up di Ruang VK
Mawar...........................................................................................................7
2.7.2 Follow Up di Ruang Nifas
Mawar.........................................................................................................11

BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................14

2.1 Plasenta Previa.................................................................................................14

BAB IV PENUTUP...............................................................................................28

4.1 Kesimpulan......................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kematian ibu masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, hal ini
merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat pada suatu negara.
Angka kematian ibu (AKI) menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari
suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya
selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas tanpa memperhitungkan
lama kehamilan. Pada tahun 2017, AKI di seluruh dunia sebanyak 295.000 jiwa.
Setiap hari terjadi kematian ibu sebanyak 810 akibat kehamilan dan persalinan.
Sekitar 99% AKI terjadi di negara berkembang, sedangkan AKI di negara maju
sebesar 1%. Penanganan yang baik dari tenaga medis dalam penatalaksanaan
selama dan setelah persalinan dapat menyelamatkan ibu dan bayi, sehingga dapat
menurunkan angka kematian ibu dan bayi [ CITATION Wor19 \l 1033 ].
Di Indonesia, AKI masih cukup tinggi ketimbang negara-negara lain di
kawasan ASEAN. Berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun
2015, AKI di Indonesia berada pada angka 305 per 100.000 kelahiran hidup.
Walaupun secara umum terjadi penurunan kematian ibu selama periode 1991-
2015 dari 390 menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup, namun tidak berhasil
mencapai target MDGs yang harus dicapai yaitu sebesar 102 per 100.000
[ CITATION Kem201 \l 1033 ].
Perdarahan obstetri merupakan penyebab kematian ibu terbanyak di
Indonesia. Pada tahun 2019 jumlah kematian ibu mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2018 yaitu dari 4.226 menjadi 4.221 kematian dengan
penyebab kematian ibu terbanyak adalah perdarahan (1.280 kasus), hipertensi
dalam kehamilan (1.066 kasus) dan infeksi (207 kasus)[ CITATION Kem201 \l 1033 ] .
Perdarahan dalam obstetri dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Perdarahan
obstetri dapat dibagi menjadi perdarahan hamil muda, antepartum dan perdarahan
postpartum. Penyebab perdarahan antepartum antara lain plasenta previa, solusio
plasenta, vasa previa dan perdarahan yang belum jelas sumbernya (Saifuddin,
Rachimhadhi, & Wiknjosastro, 2014).

1
Plasenta previa adalah plasenta yang melekat pada bagian segmen bawah
rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir yang ditandai
dengan perdarahan diatas usia 22 minggu kehamilan tanpa ada nyeri (Saifuddin,
Rachimhadhi, & Wiknjosastro, 2014). Berdasarkan latar belakang di atas, penulis
tertarik untuk mengangkat kasus tentang plasenta previa yang ada di Rumah Sakit
Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie, Samarinda.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah menambah wawasan mengenai
perdarahan antepartum.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mengetahui teori tentang kasus-kasus perdarahan antepartum, seperti
plasenta previa, solusio plasenta, dan vasa previa.

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Umum
Memperkaya khasanah ilmiah ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran
terutama di bidang Obstetri dan Ginekologi, khususnya mengenai materi
perdarahan antepartum.
1.3.2 Manfaat Bagi Pembaca
Makalah ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan bagi pembaca
mengenai kasus perdarahan antepartum.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di ruang Mawar VK RSUD A.


W. Sjahranie Samarinda pada tanggal 30 Januari 2021, diperoleh data sebagai
berikut :
2
2.1 Identitas
Identitas Pasien
Nama : Ny. MA
Umur : 35 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Sekolahan RT.3 Makroman, Samarinda
Masuk Rumah Sakit : 30 Januari 2021, Pukul 09.30 WITA
Identitas Suami Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 37 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Sekolahan RT.3 Makroman, Samarinda

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Keluar darah dari jalan lahir

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien G4P2002A100 gravid 34 minggu datang ke IGD RSUD Abdul Wahab
Sjaharanie dengan keluhan keluar darah melalui jalan lahir sejak pukul
06.00 pagi (3,5 jam sebelum masuk rumah sakit) sebanyak 1 pembalut.

3
Darah yang keluar berwarna merah segar. Pasien memiliki riwayat masuk
RS sebanyak 2 kali dengan keluhan yang sama, terakhir 22 Januari 2021 dan
dirawat selama 2 hari dengan diagnosa plasenta letak rendah. Keluhan
seperti nyeri atau perut terasa kencang, mual, muntah, kesulitan untuk buang
air kecil dan buang air besar, serta demam tidak dialami pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes melitus, dan alergi

Riwayat Penyakit Keluarga :


Keluarga pasien tidak memiliki riwayat keluhan serupa, riwayat penyakit
hipertensi, dan diabetes melitus.

Riwayat Menstruasi:
Menarche pada usia 13 tahun, lama haid 7 hari, siklus haid 28 hari, dalam
sehari mengganti pembalut 2-3 kali, selama haid tidak ada nyeri haid dan
aktivitas pasien tidak terganggu. Hari pertama haid terakhir, tanggal 02 Juni
2020. Taksiran persalinan, tanggal 09 Maret 2021.

Riwayat Perkawinan:
Pasien menikah 1 kali, menikah pertama pada usia 24 tahun dan lama
pernikahan dengan suami sekarang 11 tahun.

Riwayat Obstetri
G4P2002A100
No Tahun Tempat Umur Jenis Penolong Penyulit JK/BB Keadaan
Kehamila Persalinan Lahir
n
1 2011 Bidan Aterm Normal Bidan - L/350 Hidup
0
2 2012 RS 4 Bulan Kuret Dokter - - Mati
3 2017 RS Aterm Normal Bidan - P/3200 Hidup
4 2021 Hamil ini

4
Riwayat Antenatal Care
Pasien 8 kali kontrol kehamilan, 6 kali kontrol di klinik bidan dan 2 kali di
RS Bakti Nugraha. Pasien rutin kontrol setiap bulan. Saat kontrol ke 7 kali
didapatkan hasil USG janin tunggal hidup dengan plasenta letak rendah.

Riwayat Kontrasepsi:
Pasien pernah menggunakan kontrasepsi suntik 1 bulan selama 1,5 tahun.

2.3 Pemeriksaan Fisik


1. Berat badan 60 kg, tinggi badan 155 cm, BMI : 24,97 kg/m2
2. Keadaan Umum : Sedang
3. Kesadaran : Composmentis, GCS : E4V5M6
4. Tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 88 kali/menit, kuat angkat, reguler
Frekuensi napas : 20 kali/menit, reguler
Suhu : 36,4 °C
5. Status generalis
Kepala : Normosefalik
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Jantung : S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Nyeri tekan (-), massa (-)
Ekstremitas :
Atas : Akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik
Bawah : Akral hangat, edema (+/+), CRT < 2 detik
6. Status Obstetri
Inspeksi : linea nigra (+), bekas operasi (-)
Palpasi :
- TFU : 29 cm, kesan tidak sesuai usia kehamilan

5
- Leopold I : Bokong
- Leopold II : Punggung di kanan
- Leopold III : Kepala
- Leopold IV : Belum masuk PAP
Auskultasi : DJJ 148 kali/menit
Inspekulo : Tidak dilakukan
Vaginal Toucher : Tidak dilakukan

2.4 Pemeriksaan Penunjang


2.4.1 Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 30-01-2021)
Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan
Pemeriksaan Darah Lengkap
Hb 11,2 g/dL 12,0-16,0 g/dL
Hct 32,2 % 37,0-54,0 %
WBC 9,11 x 103 /µL 4,8-10,8 x 103 /µL
Eritrosit 3,49 x 106 /µL 4,20-5,40 x 106 /µL
PLT 179 x 103 /µL 150-450 x 103 /µL
BT 3’ 1-6’
CT 9’ 1-15’
Pemeriksaan Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 92 mg/dL < 200 mg/dL
Ureum 10,7 mg/dL 17,0-43,0 mg/dL
Creatinin 0,4 mg/dL 0,6-1,1 mg/dL
Elektrolit
Natrium 133 mmol/L 135-155 mmol/L
Kalium 4,2 mmol/L 3,6-5,5 mmol/L
Cloride 106 mmol/L 98-108 mmol/L
Serum-Serologi
HBsAg Non-Reaktif Non-Reaktif
Av HIV Non-Reaktif <0,90 COI
Ab Sarcov2 [ECLIA] 0,08 COI <1,00 COI

2.4.2 Pemeriksaan USG (02 Februari 2021)

6
Janin tanggal, DJJ (+), presentasi kepala, air ketuban cukup, plasenta
sebagian posisi di ostium uteri internum.
2.5 Diagnosis Kerja
G4P2002A100 janin tunggal hidup intrauterin gravid 34 minggu + plasenta
previa letak rendah.
2.6 Penatalaksanaan
1. IVFD Ringer Laktat 20
tetes/menit
2. Inj. Asam tranexamat 500
mg/8 jam/IV
3. Injeksi Dexamethasone 5
mg/12 jam/ IV selama 2 hari
4. Observasi keadaan umum,
tanda vital, perdarahan
2.7 Follow Up di Ruang Mawar
2.7.1 Follow Up di Ruang VK
Rencana tindakan
Tanggal Follow up
dan penatalaksanaan
30/01/2021 Menerima pasien dari IGD - Observasi keadaan
13.45 S: Perdarahan dari vagina sejak jam 6 umum, tanda vital,
pagi berupa cairan segar banyaknya 1 perdarahan, DJJ
pembalut. dan His
O: KU : Sedang, kesadaran : - Inj. Asam

7
Composmentis, terpasang infus RL tranexamat 500
20 tetes/menit, TD: 110/70 mmHg, N: mg/8 jam/IV
88 x/menit, - Inj.
T: 36,4 oC, RR: 20 x/menit, Dexamethasone 5
DJJ: 148 x/menit, TFU : 29 cm mg/12 jam/IV
His (-) - Rencana USG
A: G4P2002A100 gravid 34 minggu +
plasenta previa letak rendah
30/01/2021 S: Keluar flek-flek darah - Observasi keadaan
21.50 O: KU : Sedang, kesadaran : umum, tanda vital,
composmentis, terpasang infus RL 20 perdarahan, DJJ
tetes/menit, TD: 120/70 mmHg, N: 82 dan His
x/menit, - Inj. Asam
T: 36,7 oC, RR: 20 x/menit, tranexamat 500
DJJ: 142 x/menit, mg/8 jam/IV
His (-)
A: G4P2002A100 gravid 34 minggu +
plasenta previa letak rendah
30/01/2021 - Inj.
01.30 Dexamethasone 5
mg/12 jam/IV
31/01/2021 S: Masih keluar flek-flek darah - Observasi keadaan
06.00 O: KU : Sedang, kesadaran : umum, tanda vital,
Composmentis, Terpasang infus RL perdarahan, DJJ
20 tetes/menit, TD: 110/70 mmHg, N: dan His
82 x/menit, - Inj. Asam
T: 36oC, RR: 20 x/menit, tranexamat 500
DJJ: 138 x/menit, mg/8 jam/IV
His (-)
A: G4P2002A100 gravid 34 minggu +
plasenta previa letak rendah
31/01/2021 S: Masih keluar flek-flek darah - Observasi keadaan
13.30 O: KU : Sedang, kesadaran : umum, tanda vital,

8
Composmentis, Terpasang infus RL perdarahan, DJJ
20 tetes/menit, TD: 100/70 mmHg, N: dan His
80 x/menit, - Inj.
T: 36oC, RR: 20 x/menit, Dexamethasone 5
DJJ: 142 x/menit, His (-) mg/12 jam/IV
Tampak darah di softek ± 3 cc - Inj. Asam
A: G4P2002A100 gravid 34 minggu + tranexamat 500
plasenta previa letak rendah mg/8 jam/IV

31/01/2021 S: Masih keluar flek-flek darah - Inj. Asam


21.30 O: KU : Sedang, kesadaran : tranexamat 500
composmentis, terpasang infus RL 20 mg/8 jam/IV
tetes/menit, TD: 100/80 mmHg, N: 80
x/menit,
T: 36,4oC, RR: 20 x/menit,
DJJ: 142 x/menit, His (-)
A: G4P2002A100 gravid 34 minggu +
plasenta previa letak rendah
01/02/2021 S: Keluar darah bergumpal-gumpal, - Inj.
01.25 perut terasa mulas Dexamethasone 5
O: KU : Sedang, kesadaran : mg/12 jam/IV
composmentis, terpasang infus RL 20 - Inj. Asam
tetes/menit, TD: 100/80 mmHg, N: 80 tranexamat/IV
x/menit, extra
T: 36oC, RR: 20 x/menit,
DJJ: 142 x/menit, his (-)
A: G4P2002A100 gravid 34 minggu +
plasenta previa letak rendah
01/02/2021 S: Masih keluar flek-flek darah - Observasi keadaan
07.30 O: KU : Sedang, kesadaran : umum, tanda vital,
composmentis, terpasang infus RL 20 perdarahan, DJJ
tetes/menit, TD: 110/80 mmHg, N: 93 dan His
x/menit,
9
T: 36 oC, RR: 20 x/menit, - Rencana USG
DJJ: 148 x/menit, His (-)
A: G4P2002A100 gravid 34 minggu +
plasenta previa letak rendah

01/02/2021 - USG di Radiologi


10.30
01/02/2021 S: Masih keluar flek-flek darah - Observasi keadaan
14.35 O: KU : Sedang, kesadaran : umum, tanda vital,
composmentis, terpasang infus RL 20 perdarahan, DJJ
tetes/menit, TD: 110/70 mmHg, N: 89 dan His
x/menit, - Hasil USG
T: 36oC, RR: 19 x/menit, terlampir
DJJ: 143 x/menit, His (-)
A: G4P2002A100 gravid 34 minggu +
plasenta previa letak rendah
01/02/2021 S: Perdarahan (-) - Observasi keadaan
19.00 O: KU : Baik, kesadaran : umum, tanda vital,
Composmentis, Terpasang infus RL perdarahan, DJJ
20 tetes/menit, TD: 110/70 mmHg, N: dan His
80 x/menit,
T: 36,2oC, RR: 20 x/menit,
DJJ: 150 x/menit, His (-)
A: G4P2002A100 gravid 34 minggu +
plasenta previa letak rendah
02/02/2021 S: Perdarahan ± 300 cc - Observasi keadaan
10.10 O: KU : Sedang, kesadaran : umum, tanda vital,
composmentis, terpasang infus RL 20 perdarahan, DJJ
tetes/menit, TD: 110/70 mmHg, N: 85 dan His
x/menit, - Pasang kateter
T: 36,7oC, RR: 16 x/menit, - Rencana SC pukul
DJJ: 140 x/menit, His (-) 13.00 WITA
A: G4P2002A100 gravid 34 minggu + - KIE rencana SC

10
plasenta previa letak rendah - Puasa
02/02/2021 Jam : 13.22, BB : 2.415 gr, PB : 46 cm, - Operasi SC a/i
13.00 Jenis kelamin : Perempuan, LK : 32 HAP
cm, LD : 30 cm, LP : 28 cm, ketuban - Terapi Post OP
jernih, cacat (-), anus (+) - RL drip Oxytosin
2 amp + tramadol
1 amp selama 24
jam
- Inj. Ceftriaxone 1
gr/12 jam/IV
02/02/2021 S: Menjemput pasien dari ruang post - Puasa sampai
15.30 operasi dan keluhan nyeri post bising (+)
operasi - Rencana cek Hb
O: KU : Sedang, kesadaran : post OP
composmentis, terpasang infus - Rencana ganti
asering drip Oxytosin dan Tramadol, balut luka hari 3
TD: 110/70 mmHg, TFU : 1 jari post OP
dibawah pusat, kontraksi uterus :
baik, perdarahan dalam batas normal
A: P2103A100 Post SC hari 0 a/i HAP
02/02/2021 - Ambil darah untuk
17.00 cek darah lengkap
02/02/2021 Hb : 11 g/dL, Hct : 33 %, WBC : 13 x - Hasil lab terlampir
19.00 103 /µL, RBC : 3,48 x 106/ µL, PLT : - Pemindahan
189 x 103/ µL pasien ke ruang
Nilai normal nifas
Hb : 11-16 g/dL, Hct : 37-54 %, WBC :
4,8-10,8 x 103 /µL, RBC : 4,2-5,4 x
106/ µL, PLT : 150-450 x 103/ µL

2.7.2 Follow Up di Ruang Nifas Mawar


Rencana tindakan
Tanggal Follow up
dan penatalaksanaan
02/02/2021 S : Nyeri daerah luka operasi Observasi keadaan

11
21.30 O: KU : Sedang, kesadaran : umum, tanda vital,
composmentis, terpasang infus RL dan keluhan
drip Oxytosin + Tramadol 20
tetes/menit, TD: 110/70 mmHg,
TFU : 1 jari dibawah pusat, kontraksi
uterus : keras, perdarahan dalam batas
normal
A: P2103A100 Post SC hari 0 a/i HAP
03/02/2021 - Inj. Ceftriaxone 1
01.00 gr/12 jam/IV
- Kaltrofen supp
1/8 jam/rektal
03/02/2021 S: Nyeri daerah luka operasi mulai - Observasi
09.00 berkurang keadaan umum,
O: KU : Sedang, kesadaran : tanda vital, dan
Composmentis, TD : 120/70 mmHg, keluhan
N: 77 x/menit, T : 36 oC Terpasang - Inj. Ceftriaxone 1
infus dan kateter, TFU : 1 jari gr/12 jam/IV
dibawah pusat, kontraksi uterus : - Kaltrofen supp
keras, perdarahan dalam batas normal 1/8 jam/rektal
A: P2103A100 Post SC hari 1 a/i HAP
03/02/2021 - Lepas infus dan
10.00 venflon masih
terpasang
- Lepas kateter urin
03/02/2021 - Asam mefenamat
13.00 3 x 500 mg
03/02/2021 S: Nyeri luka operasi berkurang - Kaltrofen supp
17.00 O: KU : Sedang, kesadaran : 1/8 jam/rektal
composmentis, TD : 110/70 mmHg,
N: 98 x/menit, RR : 20 x/menit, T : 36
o
C, terpasang venflon
A: P2103A100 Post SC Hari 1 a/i HAP
03/02/2021 S: Nyeri luka operasi berkurang dan - Observasi

12
21.00 mulai menyusui aktif keadaan umum,
O: KU : Sedang, kesadaran : tanda vital, dan
composmentis, terpasang venflon, keluhan
TFU : 2 jari dibawah pusat, kontraksi - Asam mefenamat
uterus baik, perdarahan dalam batas 3 x 500 mg
normal - Cefadroxil 2 x
A: P2103A100 Post SC Hari 1 a/i HAP 500 mg

04/02/2021 - Kaltrofen supp


01.00 1/8 jam/rektal
04/02/2021 S: Nyeri luka operasi berkurang dan - Cefadroxil 2 x
08.00 menyusui aktif 500 mg
O: KU : Sedang, kesadaran : - Asam mefenamat
composmentis, terpasang venflon, 3 x 500 mg
A: P2103A100 Post SC Hari 2 a/i HAP
04/02/2021 - Rencana pulang
13.50 - Memberi KIE
- Kontrol ke poli
kandungan
tanggal 09
Februari 2021
- Lepas Venflon
- Memotong gelang
pasien
- Obat pulang :
 Cefadroxil 2 x
500 mg
 Asam
Mefenamat 3 x
500 mg

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plasenta Previa


A. Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim (SBR) sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum
(OUI). Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen
bawah bawah rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan
segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang
secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah
luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh
pada derajat atau klasifikasi plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik
dalam masa antenatal maupun masa intranatal, dengan ultrasonografi. Oleh karena
itu pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan
antenatal maupun intranatal (Chalik, 2010).
B. Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah
diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa
desidua di daerah segmen bawah rahim. Plasenta previa meningkat kejadiannya
pada keadaan-keadaan endometrium yang kurang baik, misalnya karena atrofi
endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa
ditemukan pada:
1. Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek
2. Mioma uteri
3. Kuretasi yang berulang
4. Umur lanjut (diatas 35 tahun)
5. Bekas seksio sesaria
6. Riwayat abortus
7. Defek vaskularisasi pada desidua

14
8. Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis
fetalis.
9. Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada kehamilan
sebelumnya
10. Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau
pemakai kokain. Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan
dikompensasi dengan kokain. Hipoksemia yang terjadi akibat CO
akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terutama terjadi
pada perokok berat (> 20 batang/hari) (Faiz & Annath, 2003).

Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus


tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh
meluas akan mendekati atau menutupi ostium uteri internum (Faiz & Annath,
2003).
Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari
tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang lebih rendah dekat ostium
uteri internum. Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan
yang luas seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel
(Faiz & Annath, 2003).
C. Faktor Risiko
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian Plasenta Previa
(Urganci,2011) :
1. Multiparitas dan umur lanjut (≥ 35 tahun).
2. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat
perubahan atrofik dan inflamatorik.
3. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan
(SC, Kuret,dll).
4. Chorion leave persisten.
5. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi.
6. Konsepsi dan nidasi terlambat.
7. Plasenta besar pada hamil ganda dan eritoblastosis atau hidrops fetalis.

15
D. Insidensi
Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5% dari seluruh kelahiran di
seluruh dunia. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, Plasenta previa
merupakan penyebab terbanyak. Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan
dengan paritas tinggi dari pada usia diatas 30 tahun dan lebih sering pada
kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal (Cunningham, 2014).
Kejadian plasenta previa pada beberapa rumah sakit di Indonesia memiliki
insidensi yang bervariasi dengan kisaran 1,7 sampai 2,9%. Penggunaan
ultrasonografi dalam obstetrik yang meluas memungkinkan deteksi yang lebih
dini sehingga insidensi plasenta previa dapat lebih tinggi (Chalik, 2010).
E. Klasifikasi
Klasifikasi dari plasenta previa (empat tingkatan) (Chalik, 2010;
Cunningham, 2014) :
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi
dilahirkan secara normal, karena risiko perdarahan sangat hebat.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian
ostium uteri internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat
besar, dan biasanya janin tetap tidak dilahirkan secara normal.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada
pinggir ostium uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang
menutupi jalan lahir. Janin bisa dilahirkan secara normal, tetapi risiko
perdarahan tetap besar.
4. Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga
dangerous placenta adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang
2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap
plasenta letak normal. Risiko perdarahan tetap ada namun tidak besar,
dan janin bisa dilahirkan secara normal asal tetap berhati-hati.
F. Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan
mungkin juga lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim,

16
tampak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak
plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang
bertumbuh menjadi bagian dari uteri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi
segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak
akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua pada tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan
terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus
dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu
perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti kan terjadi (unavoidable
bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh
karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat
karena elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat pembuluh darah
pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti
karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari
plasenta dimana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh
karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan
bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikian
perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar
berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less) (Chalik, 2010).
Perdarahan pada plasenta yang menutupi seluruh uteri internum terjadi
lebih awal dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu
pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta
previa parsialis atau letak rendah perdarahan baru akan terjadi pada waktu
mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi
cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan yang pertama
sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu, tetapi lebih separuh
kejadiannya pada kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan
terletak pada dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah
mengalir keluar rahim dan tidak membentuk hematom retroplasenta yang mampu
merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi

17
maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa
(Chalik, 2010).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang
tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta
melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan
inkreta bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai
menembus buli-buli dan ke rectum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan
inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar.
Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya
elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala
tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau
setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan
baik (Chalik, 2010)
G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan beberapa
pemeriksaan, antara lain:
a. Anamnesis
- Perdarahan pada usia kehamilan > 22 minggu, tanpa
nyeri (painless), tanpa sebab (causeless), dan berulang (recurrent).
- Riwayat operasi uterus sebelumnya dan faktor risiko
lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2013; Saifuddin, Rachimhadhi, &
Wiknjosastro, 2014).
b. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau sedikit,
jika telah berdarah banyak maka ibu akan kelihatan anemis bahkan
syok[ CITATION Kem13 \l 1033 ].
 Palpasi
- Bagian terendah janin masih tinggi diatas simfisis atau
belum masuk pintu atas panggul. Biasanya kepala masih goyang
atau terapung (floating).

18
- Letak janin tidak dalam letak memanjang.
- Tidak ada kontraksi uterus.
- Bila cukup pengalaman, dapat dirasakan suatu bantalan
pada segmen bawah rahim terutama pada ibu yang kurus
(Kementerian Kesehatan RI, 2013; Saifuddin, Rachimhadhi, &
Wiknjosastro, 2014).
 Pemeriksaan dalam
Sangat berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan masif
sehingga kontraindikasi untuk dilakukan, kecuali fasilitas operasi segera
tersedia. Jika USG tidak tersedia dan usia kehamilan ≥ 37 minggu,
Pemeriksaan Dalam di Meja Operasi (PDMO) atau double set-up
examination dapat dilakukan dengan cara melakukan perabaan plasenta
secara langsung melalui pembukaan serviks. Tindakan ini tidak
dianjurkan pada kondisi perdarahan banyak dan ibu dengan anemia
berat [ CITATION Sai142 \l 1033 \m Cun18].
 Pemeriksaan inspekulo
- Adanya darah dari ostium uteri eksernum.
- Plasenta dapat ditemukan menonjol melalui ostium
serviks[ CITATION Cun18 \l 1033 ]

Gambar 3.1. Pemeriksaan spekulum [ CITATION Cun18 \l


1033 ].

19
c. Pemeriksaan dengan Alat
 Pemeriksaan USG:
₋ USG transabdominal dengan keakuratan berkisar 96 – 98 % dalam
keadaan kandung kemih yang dikosongkan. Hasil positif-semu
umumnya disebakan oleh distensi kandung kemih, sehingga
pemeriksaan harus diulangi setelah kandung kemih dikosongkan
(Saifuddin, Rachimhadhi, & Wiknjosastro, 2014; Cunningham, et
al., 2018).

Gambar 3.2. USG transabdominal, plasenta (panah putih) di


belakang kandung kemih yang menutupi serviks (panah hitam)
[ CITATION Cun18 \l 1033 ].
₋ USG transvaginal merupakan gold standar untuk diagnosa plasenta
previa dengan keakuratan mencapai 98 % positive predictive value
dan 100 % negative predictive value, namun di tangan yang tidak
ahli dapat memprovokasi perdarahan lebih banyak. Lokasi plasenta
dapat dinilai biasanya pada usia kehamilan 18-24. Jika plasenta
previa dicurigai pada USG transabdominal, USG transvaginal dapat
dilakukan untuk memastikan diagnosis (Saifuddin, Rachimhadhi, &
Wiknjosastro, 2014; Berghella, 2017).

20
Gambar 3.3. USG transvaginal A) Plasenta anterior sepenuhnya
menutupi ostium serviks internal yang digariskan oleh panah. B)
plasenta posterior (panah) yang baru mencapai tingkat ostium
servikalis interna [ CITATION Cun18 \l 1033 ].
 MRI juga dapat digunakan untuk diagnosis plasenta previa, tetapi
penggunaannya tidak praktis terlebih dalam suasana yang mendesak
(Saifuddin, Rachimhadhi, & Wiknjosastro, 2014).

Gambar 3.4. Plasenta previa totalis [ CITATION Roc21 \l 1033 ]


H. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan awal pada semua pasien dengan perdarahan antepartum
adalah mencegah keadaan syok karena pendarahan yang banyak, untuk itu harus
segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian cairan atau transfusi
darah. Selanjutnya dapat dilakukan penanganan lanjutan yang disesuaikan dengan
keadaan umum, usia kehamilan, jumlah perdarahan, maupun jenis plasenta previa
(Cunningham et al, 2015).

21
Penanganan pasif/penanganan ekspektatif
1. Tatalaksana Umum
- Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan dalam sebelum tersedia
kesiapan untuk seksio caesarea. Pemeriksaan inspekulo dilakukan
secara hati-hati, untuk menentukan sumber perdarahan.
- Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan intravena (NaCl
0,9% atau Ringer Laktat); dan
 Lakukan penilaian jumlah perdarahan. Jika perdarahan banyak dan
berlangsung, persiapkan seksio sesarea tanpa memperhitungkan
usia kehamilan.
 Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi
prematur, pertimbangkan terapi ekspektatif (Cunningham et al,
2015).
2. Tatalaksana Khusus
Terapi Ekspektatif
Perdarahan pada plasenta previa dapat terjadi sebelum paru-paru janin
matang. Dalam kasus ini, kelangsungan hidup janin di intrauterine dapat tetap
dipertahankan dengan terapi ekspektatif. Pada awal kehamilan, diperlukan
transfusi untuk menggantikan kehilangan darah serta terapi tokolitik untuk
mencegah terjadinya persalinan prematur, hingga kehamilan mencapai usia
32-34 minggu. Setelah 34 minggu, manfaat pematangan harus
dipertimbangkan terhadap terjadinya resiko perdarahan yang lebih besar.
Selain itu penting juga untuk dipertimbangkan resiko terjadinya perdarahan
kembali yang disertai dengan retardasi pertumbuhan janin intrauterin.
Sebagian besar kasus plasenta previa sekitar 75% dilakukan terminasi
kehamilan pada usia 36-40 minggu (Cunningham et al, 2015).
Syarat terapi ekspektatif:
- Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti
dengan atau tanpa pengobatan tokolitik;
- Belum ada tanda inpartu; dan
- Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dalam batas normal).
- Janin masih hidup dan kondisi janin baik;

22
- Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis;
- Lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan letak plasenta;
- Berikan tokolitik bila ada kontraksi:
 MgSO4 4 gr/iv dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam; atau
 Nifedipin 3 x 20 mg/hari. Pemberian tokolitik dikombinasikan
dengan betamethason 2x12 mg IM dalam 24 jam atau
deksametason 6 mg/12 jam IV atau IM diberkan sebanyak 4 kali
dalam 48 jam untuk pematangan paru janin bila usia kehamilan
antara 24-34 minggu.
 Persiapan transfusi bila Hb ibu < 11g%
 Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan denyut
jantung janin.
 Pastikan tersedianya sarana transfusi; dan
 Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu
masih lama, ibu dapat dirawat jalan dengan pesan segera kembali
ke rumah sakit jika terjadi perdarahan[ CITATION Cun \l 1033 ].

Penanganan aktif
Rencanakan terminasi kehamilan jika: (1) Usia kehamilan cukup bulan; (2)
Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang mengurangi kelangsungan
hidupnya (misalnya anensefali); dan (3) Pada perdarahan aktif dan banyak, segera
dilakukan terapi aktif tanpa memandang usia kehamilan [ CITATION Cun \l 1033
].
Adapun kriteria untuk dilakukan penanganan aktif yaitu berupa umur
kehamilan 37 minggu, BB janin 2500 gram, perdarahan banyak 500 cc atau lebih,
ada tanda-tanda persalinan, keadaan umum pasien tidak baik, ibu anemis (Hb < 8
gr%) (Cunningham et al, 2015).
Persalinan spontan pervaginam
Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan
anak sudah meninggal atau prematur. Jika pembukaan serviks sudah agak besar
(4-5 cm), ketuban dipecah (amniotomi) jika his lemah, diberikan oksitosin drips.
Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan SC. Tindakan versi Braxton-

23
Hicks dengan pemberat untuk menghentikan perdarahan (kompresi atau
tamponade bokong dan kepala janin terhadap plasenta) hanya dilakukan pada
keadaan darurat, anak masih kecil atau sudah mati, dan tidak ada fasilitas untuk
melakukan operasi (Cunningham et al, 2015).
Seksio Sesaria
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk
menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan
untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan. Persiapan darah pengganti untuk
stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu dan perawatan lanjut pasca bedah termasuk
pemantauan perdarahan, infeksi, dan keseimbangan cairan masuk-keluar
(Cunningham et al, 2015).
Tujuan seksio sesarea
- Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan
menghentikan perdarahan. Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak
vaskularisasi sehingga serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis
dan mudah robek. Selain itu, bekas tempat implantasi plasenta sering menjadi
sumber perdarahan karena adanya vaskularisasi dan susunan serabut otot
dengan korpus uteri.
- Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika janin
dilahirkan pervaginam.
Indikasi seksio sesarea :
- Plasenta previa totalis.
- Plasenta previa pada primigravida.
- Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang
- Anak berharga dan fetal distress
- Plasenta previa lateralis jika :
 Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak.
 Sebagian besar ostium uteri interna ditutupi plasenta.
 Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).
 Profuse bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat.
3. Perawatan Pascaoperatif
a. Analgesia
24
 Pemberian analgesia setelah bedah sangat penting.
 Analgesia yang diberikan :
₋ suppositoria ketoprofen 2x/12 jam atau tramadol;
₋ oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol;
₋ injeksi : petidin 50-75 mg tiap 6 jam bila perlu.
b. Fungsi Gastrointestinal
Fungsi gastrontestinal pada pasien obstetri yang tindakannya tidak terlalu
berat akan kembali normal dalam waktu 12 jam.
 Jika tindakan bedah tidak berat, berikan diet cair.
 Jika ada tanda infeksi, atau jika seksio sesarea karena partus macet
atau ruptura uteri, tunggu sampai bising usus timbul.
 Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat.
 Pemeberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik.
 Jika pemberian infus > 48 jam, berikan cairan elektrolit untuk balans
(misalnya : KCl 40 mEq dalam 1 L cairan infus).
 Sebelum keluar rumah sakit pasien sudah harus bisa makanan biasa.
c. Perawatan luka
 Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak
terlalu banyak, jangan mengganti pembalut:
₋ Perkuat pembalutnya.
₋ Pantau keluarnya cairan dan darah.
₋ Jika perdarahan tetap bertambah atau sudah membasahi setengah
atau lebih dari pembalutnya, buka pembalut, inspeksi luka, atasi
penyebabnya, dan ganti pembalut baru.
 Jika pembalut agak kendor, jangan ganti pembalut tapi berikan plaster
untuk mengencangkan.
 Luka dijaga tetap kering dan bersih sampai ibu diperbolehkan pulang
dari rumah sakit.
d. Perawatan fungsi kandung kemih
Semakin cepat melepas kateter, akan lebih baik untuk mencegah
kemungkinan infeksi dan lebih cepat memudahkan mobilisasi.

25
 Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah bedah atau sesudah
semalam.
 Jika urin tidak jernih, biarkan kateter dipasang sampai urin jernih.
 Jika sudah tidak memakai antibiotika, berikan nitrofurantion 100 mg
per oral per hari sampai kateter dilepas (untuk mencegah sistitis).
e. Antibiotika
 Jika ada tanda infeksi atau pasien demam berikan antibiotika sampai
bebas demam selama 48 jam.
 Sebagai pertahanan pertama pada infeksi serius, berikan kombinasi;
₋ Ampisilin 2 g IV/6 jam
₋ Gentamisin 5 mg/KgBB IV/24 jam
₋ Metronidazol 500 mg IV/8 jam
Jika tidak begitu parah, amoksisilin 500 mg per oral/8 jam sebagai
pengganti ampisilin, metronidazol juga diberikan per oral.
f. Mengambil Jahitan
Melepas jahitan kulit 5 hari pascaoperasi.
g. Demam
 Suhu ≥ 38℃ pascaoperasi harus dicari penyebabnya
 Pastikan pasien tidak panas minimal 24 jam sebelum keluar rumah
sakit.
h. Ambulasi/mobilisasi
 Ambulasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam,
dan menstimulasi fungsi gastrointestinal normal.
 Dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera
mungkin, biasanya dalam 24 jam.
i. Memulangkan pasien
 2 hari pascaoperai berencana tanpa komplikasi
 Perawatan 3 – 4 hari cukup untuk pasien. Berikan instruksi mengenai
perawatan luka (mengganti kasa).
 Pasien diminta datang untuk kontrol 7 hari pasien pulang.
 Pasien perlu datang segera bila terdapat perdarahan, demam, dan nyeri
perut berlebihan.

26
Edukasi
Pada pasien dengan plasenta previa sebaiknya dilakukan edukasi kepada
pasien mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang sebaiknya tidak
dilakukan. Guideline terbaru untuk penanganan plasenta previa menyebutkan
bahwa pasien diharuskan untuk: (1) Menghindari aktivitas seksual karena hal ini
akan memicu orgasme pasien yang nantinya akan berkaitan dengan kontraksi
uterus dan hal ini akan memicu terjadinya perdarahan; (2) Menghindari segala
kegiatan yang berkaitan dengan mengangkat barang berat dan atau berdiri terlalu
lama dalam satu periode tertentu karena dapat memicu kelahiran bayi prematur.
Hal ini telah dibuktikan dalam sebuah studi statistik dalam meta-analisis studi
observasional; (3) Pasien harus diedukasi jika perdarahan terjadi kembali harus
segera ke fasilitas kesehatan yang memiliki fasilitas operasi caesarea yang darurat
[ CITATION Lum17 \l 1033 ].
I. Komplikasi
1. Prolaps tali pusat
2. Retensio plasenta
3. Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan
4. Perdarahan dan syok
5. Infeksi karena perdarahan yang banyak
6. Bayi prematur atau lahir mati
7. Anemia [ CITATION Lum17 \l 1033 ].
J. Prognosis
Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas dan
morbiditas pada ibu dan bayi tinggi, mortalitas ibu mencapai 8-10% dan
mortalitas janin 50-80%.Sekarang penangan relatif bersifat operatif dini sehingga
angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun. Kematian maternal
menjadi 0,1-5% terutama disebabkan perdarahan, infeksi, emboli udara, dan
trauma karena tindakan. Kematian perinatal juga turun menjadi 7-25% terutama
disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli, dan persalinan buatan
atau tindakan [ CITATION Lum17 \l 1033 ].

27
28
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien Ny. MA usia 35 tahun, masuk ke IGD Rumah Sakit A.W.


Syahranie Samarinda tanggal 30 Januari 2021 dengan keluhan utama
keluar darah dari vagina sejak 3,5 jam sebelum masuk rumah sakit.
Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang maka didapatkan diagnosis Plasenta Previa Letak Rendah.
Berikut akan dibahas kesesuaian temuan kasus dengan teori yang ada.
4.1 Anamnesis
Kasus Teori
Ny. MA, 35 tahun dengan keluhan Perdarahan tanpa nyeri (painless)
keluar darah melalui vagina sejak 3,5 yang biasanya baru terlihat setelah
jam sebelum masuk rumah sakit, kehamilan mendekati akhir trimester
sebanyak ± 1 pembalut disertai kedua atau sesudahnya. Perdarahan
lendir. pertama berlangsung tidak banyak
Rasa nyeri (-), perut terasa kencang dan berhenti sendiri. Perdarahan
(-), penurunan berat badan (-), kembali terjadi tanpa sebab yang
penurunan nafsu makan (-), kesulitan jelas (causeless) setelah beberapa
untuk buang air kecil dan buang air waktu kemudian.
besar (-). Pasien memiliki riwayat Perdarahan pada usia kehamilan > 22
masuk RS sebanyak 2 kali dengan minggu, tanpa nyeri (painless), tanpa
keluhan yang sama. sebab (causeless), dan berulang
Riwayat kelainan darah (-) (recurrent).
Riwayat kontrasepsi : Kb suntik 1 Riwayat operasi uterus sebelumnya
bulan selama 1,5 tahun dan faktor risiko lainnya
Riwayat konsumsi obat (-) (Kementerian Kesehatan RI, 2013;
Saifuddin, Rachimhadhi, &
Wiknjosastro, 2014).
Faktor risiko:
- Multiparitas dan umur lanjut (≥ 35
tahun)
- Cacat atau jaringan parut pada

29
endometrium misalnya bekas bedah
sesar, kuretase, miomektomi.
- Kehamilan ganda
- Merokok

4.2 Pemeriksaan Fisik


Kasus Teori
 KU: Sedang ₋ Keadaan umum, tergantung dari

Kesadaran: Composmentis, seberapa berat keluhan yang


TD: 100/70 mmHg, dialami.
Nadi: 88 kali/menit, ₋ Anemia.
Pernapasan: 20 kali/menit, ₋ Tidak ada kontraksi uterus.
Suhu: 36,4 °C, ₋ Bagian terendah janin tidak masuk
Konjungtiva anemis (-/-). pintu atas panggul.
 Pemeriksaan Obstetri ₋ Kondisi janin normal atau terjadi

₋ Inspeksi: gawat janin.


Linea nigra (+), bekas operasi ₋ Tindakan periksa dalam kontra-
(-) indikasi dilakukan diluar persiapan

₋ Palpasi: double set-up examination.

TFU : 29 cm, kesan tidak ₋ Double set-up examination sudah


sesuai usia kehamilan jarang dilakukan.

Leopold I : Bokong
Leopold II : Punggung kanan
Leopold III : Kepala
Leopold IV : Belum masuk
PAP
₋ Auskultasi : DJJ 148
kali/menit
₋ Inspekulo : Tidak dilakukan
₋ Vaginal Toucher: Tidak

30
dilakukan

4.3 Pemeriksaan Penunjang


Kasus Teori
 Pemeriksaan Laboratorium  Pemeriksaan Laboratorium
₋ Pemeriksaan hematologi:  Pemeriksaan Lainnya:
Hb 11,2 g/dL – Ultrasonografi
Hct 32,2 % transabdominal
WBC 9,11 x 103 /μL – Ultrasonografi transvaginal
Eritrosit 3,49 x 106 /μL – MRI
3
PLT 179 x 10 /μL
BT 3’
CT 9’
- Pemeriksaan kimia klinik:
GDS 92 mg/dL
Ureum 10,7 mg/dL
Creatinin 0,4 mg/dL L
 Pemeriksaan USG
Janin tunggal, DJJ (+), presentasi
kepala, air ketuban cukup, plasenta
sebagian posisi di ostium uteri
internum.

4.4 Diagnosis
Kasus Teori
G4P2A1 janin tunggal hidup Diagnosis dapat ditegakkan bila telah
intrauterine gravid 34 minggu + dilakukan anamnesis, pemeriksaan
plasenta previa letak rendah. fisik dan pemeriksaan penunjang
(USG).

4.5 Penatalaksanaan
Kasus Teori
Pre operasi: Terapi Umum:

31
- Infus RL 20 tetes/menit ₋ Perbaiki kekurangan cairan/darah
- Inj. Kalnex (asam traneksamat) 500 dengan infus cairan intravena
mg/8 jam/IV (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat);
- Inj. Deksametasone 5 mg/12 jam/IV ₋ Jika perdarahan banyak dan
Seksio sesarea atas indikasi berlangsung, persiapkan seksio
perdarahan antepartum sesarea tanpa memperhitungkan
usia kehamilan.
₋ Jika perdarahan sedikit dan
berhenti, dan janin hidup tetapi
prematur, pertimbangkan terapi
ekspektatif.
Terapi ekspektatif:
₋ Rawat inap, tirah baring
₋ Betamethason 2 x 12 mg/24 jam
IM atau deksametason 4 x 6 mg/12
jam IM dalam 48 jam untuk
pematangan paru janin bila usia
kehamilan antara 24 - 34 minggu.
Terapi aktif :
Rencanakan terminasi kehamilan jika:
₋ Usia kehamilan cukup bulan;
₋ Janin mati atau menderita anomali
₋ Pada perdarahan aktif dan banyak,
segera dilakukan terapi aktif tanpa
memandang usia kehamilan.
Post operasi: Perawatan pasca operatif
- Infus asering drip oxytosin 2 amp  Pemberian Analgesia
+ tramadol 1 amp selama 24 jam  Pemberian antibiotika
- Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV  Perawatan luka
- Kaltrofen supo/8jam/rektal  Perawatan fungsi kandung kemih
- Cefadroxil 2 x 500 mg  Perawatan fungsi gastrointestinal
- Asam mefenamat 3 x 500 mg  Ambulasi/mobilisasi

32
- Ganti balut luka hari ketiga
Saat pulang :
₋ Cefadroxil 2 x 500 mg
₋ Asam Mefenamat 3 x 500 mg

BAB V

33
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam menangani kasus kegawatdaruratan obstetri diperlukan
kemampuan untuk mengidentifikasi penyebab kegawatdaruratan tersebut
beserta dengan penanganannya. Penanganan yang dilakukan bersifat
segera untuk menghindari dampak buruk terhadap ibu dan janin, termasuk
kematian.
Kasus kegawatdaruratan obstetri meliputi perdarahan, infeksi,
preeklampsia/eklampsia, dan distosia. Kasus kegawatdaruratan obstetri
dapat terjadi secara tiba-tiba pada saat kehamilan, persalinan, dan nifas.
Adapun kasus kegawatdaruratan dalam obstetri meliputi abortus,
kehamilan ektopik, mola hidatidosa, plasenta previa, solusio plasenta,
atonia uteria, retensio plasenta, rest plasenta, robekan jalan lahir, inversio
uteri, perdarahan akibat gangguan pembekuan darah,
preeklampsia/eklampsia, ruptur uteri, distosia, infeksi puerperalis, dan
prolaps tali pusat.
Masing-masing kasus yang menyebabkan kegawatdaruratan obstetri
memiliki etiologi, faktor risiko, gejala klinis, hingga pengelolaan yang
berbeda. Sehingga perlu dilakukan penegakkan diagnosa yang yang tepat
dan cepat untuk mengurangi risiko pada ibu dan janin.

34
DAFTAR PUSTAKA

Chalik TMA. Perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan. Dalam:


Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Cetakan ketiga. Jakarta:
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010 hal: 495-503

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ and Spong CY.
Obstetri Williams, 23rd Ed, Vol 2. Terj. Pendit BU, Setia R. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC,2014 hal: 795-845.

Derbala, Y, Grochal, F, & Jeanty P. 2007. Vasa Previa. Journal of Prenatal


Medicine 2007 1 (1): 2–13.

Faiz AS and Ananth CV. Etiology and risk factors for placenta previa: An
overview and meta-analysis of observational studies. Journal of Maternal-
Fetal and Neonatal Medicine, 2003 13 hal: 175-190.

Manuaba, I. 2007. Pengantar kuliah Obstetri. Jakarta: EGC. Hal. 495-497.

Norvilaitė, K., Peštenytė, A., Bužinskienė, D., Drąsutienė, G., Arlauskienė, A.,
Poškus, T., & Ostapenko, A. (2016). Vasa praevia: a case report and literature
review. Acta Medica Lituanica, 23(1), 11–16.
https://doi.org/10.6001/actamedica.v23i1.3265

Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. Hal. 502-503.

Lumbanraja, S. N. (2017). Kegawatdaruratan Obstetri. USUpress , 35-41.

Urganci, Cromwell,Edozien. Risk of Placenta Previa in second birth after first


cesarean section : a population based study an meta-analysis.BMC Pregnancy
Childbirth vol 11. 2011 hal :1-4

35

Anda mungkin juga menyukai